sistem abc
DESCRIPTION
ABC SystemTRANSCRIPT
Activity-Based Costing System
Pengertian Activity-Based Costing System
ABC didefinisikan sebagai suatu sistem pendekatan perhitungan biaya yang dilakukan
berdasarkan aktivitas-aktivitas yang ada dalam perusahaan. Sistem ini dilakukan dengan dasar
pemikiran bahwa penyebab timbulnya biaya adalah aktivitas yang dilakukan perusahaan
sehingga wajar bila pengalokasian biaya-biaya tidak langsung dilakukan berdasarkan aktivitas
tersebut (Hongren,2005).
Penerapan sistem ABC dirancang sehingga setiap biaya yang tidak dialokasikan secara langsung
kepada objek biaya dibebankan kepada objek biaya berdasarkan konsumsi masing-masing
aktivitas tersebut. Aktivitas adalah kejadian, tugas, atau pekerjaan yang dilakukan dengan tujuan
tertentu. Sedangkan objek biaya adalah sesuatu yang menyebabkan biaya tersebut akan diukur,
seperti : berdasarkan produk, pelanggan, departemen, dll.
ABC sistem menghitung biaya produk dan membebankannya sesuai objek biayanya, berdasarkan
aktivitas yang dibutuhkan untuk menghasilkan barang dan jasa. Sehingga, penerapan ABC
mendukung pengambilan keputusan-keputusan strategis dalam perusahaan, seperti: penentuan
harga dan proses efesiensi perusahaan karena penerapan ABC mengharuskan perusahaan untuk
melakukan identifikasi dan perbaikan atas seluruh kegiatan pada sebuah perusahaan.
Walaupun sistem ABC dikembangkan dari perusahaan manufaktur, namun saat ini dapat
diterapkan pada berbagai sektor industry termasuk bidang jasa dan sektor publik. Sistem ABC
juga bisa diterapkan seiring dengan penarapan dari ABM. ABM merupakan metode pengambilan
keputusan dengan menggunakan informasi dari penerapan sistem ABC untuk meningkatkan
kepuasan konsumen dan tingkat profitabilitas. Cara mencapai tujuan ABM melalui penerapan
analisis value chain atau melakukan proses value re-engineering terus menurus sehingga selalu
mencapai tingkat efisiensi yang lebih baik. Value chain merupakan urutan dalam tahapan
kegiatan usaha (mulai dari riset dan pengembangan hingga layanan purna jual) untuk selalu
memberikan nilai tambah bagi produk dan jasa yang dihasilakan untuk meningkatkan kepuasan
konsumen. Value re-engineering merupakan proses evaluasi seluruh aspek dari value chain
secara sistematis dengan tujuan menurunkan biaya namun dengan kualitas yang baik dan
memuaskan keinginan konsumen.
Konsep-Konsep Dasar Activity Based Costing
Activity Based Costing Sistem adalah suatu sistem akuntansi yang terfokus pada aktifitas-aktifitas
yang dilakukan untuk menghasilkan produk/jasa. Activity Based Costing menyediakan informasi
perihal aktivitas-aktivitas dan sumber daya yang dibutuhkan untuk melaksanakan aktivitas-
aktivitas tersebut. Aktivitas adalah setiap kejadian atau transaksi yang merupakan pemicu biaya
(cost driver) yakni, bertindak sebagai faktor penyebab dalam pengeluaran biaya dalam
organisasi. Aktivitas-aktivitas ini menjadi titik perhimpunan biaya. Dalam sistem ABC, biaya
ditelusur ke aktivitas dan kemudian ke produk. System ABC mengasumsikan bahwa aktivitas-
aktivitaslah, yang mengkonsumsi sumber daya dan bukannya produk.
Kapan Sistem ABC Diperlukan?
Jika perusahaan menghadapi persaingan yang sangat ketat dengan para pesaingnya, dan
penetapan harga jual sangat berpengaruh terhadap keunggulan bersaing, maka penggunaan
sistem ABC akan sangat diperlukan. Karena sistem ABC menghasilkan penetapan biaya
produksi yangf lebih akurat disbanding sistem tradisional, maka dapat menolong perusahaan
dalam mengelola keunggulan kompetitif yang dimilikinya. Dengan kemampuan menentukan
biaya produksi yang lebih akurat, penetuan harga jual per jenis produk pun akan lebih tepat
sehingga perusahaan tidak salah menetapkan harga jual yang kompetitif untuk jenis produk
tertentu.
Jika perusahaan memiliki diversitas produk yang sangat tinggi dalam hal volume, ukuran, dan
kompleksitas produk, maka penggunaan sistem ABC akan sangat bermanaat. Terutama jika
biaya untuk mengimplementasikannya lebih rendah disbanding manfaatnya.
Hierarki Biaya
Hierarki biaya merupakan biaya dalam berbagai kelompok biaya dalam berbagai kelompok biaya
(cost pool), pengelompokan ini didasarkan atas tingkat kesulitan untuk menentukan hubungan
sebab akibat serta untuk dasar pengalokasian (cost allocation based). Ada 4 kategori dalam
pengelompokan biaya pada sistem ABC, adalah sebagai berikut:
1. Biaya untuk setiap unit (output unit level) adalah sumber daya yang digunakan untuk
aktivitas yang akan meningkat pada setiap unit produksi/jasa yang dihasilkan.
Pengelompokan untuk level ini berdasarkan hubungan sebab akibat dengan setiap unit
yang dihasilkan. Contoh: biaya perbaikan mesin, biaya listrik, dan biaya penyusutan
mesin.
2. Biaya untuk setiap kelompok unit tertentu (batch level) adalah sumber daya yang
dgunakan untuk aktivitas yang akan terkait dengan sekelompok unit produk/jasa yang
dihasilkan. Pengelompokan untuk level ini adalah biaya yang hubungan sebab akibat
untuk setiap kelompok unit yang dihasilkan. Contoh: biaya pemakaian mesin.
3. Biaya untuk setiap produk/jasa tertentu (product/service sustaining level) adalah sumber
daya yang digunakan untuk aktivitas menghasilkan suatu produk dan jasa.
Pengelompokan untuk level ini adalah biaya yang memiliki hubungan sebab akibat
dengan setiap produk/jasa yang dihasilkan. Contoh: biaya desain, biaya pembuatan
prototype.
4. Biaya untuk setiap fasilitas tertentu (facility sustaining level) adalah sumber daya yang
digunakan untuk aktivitas yang tidak dapat dihubungkan secara langsung dengan
produk/jasa yang dihasilkan tetapi untuk mendukung organisasi secara keseluruhan.
Pengelompokan untuk level ini sulit dicari hubungan sebab akibatnya dengan produk/jasa
yang dihasilkan tetapi dibutuhkan untuk kelancaran kegiatan perusahaan yang
berhubungan dengan proses produksi barang/jasa. Contoh: biaya keamanan dan biaya
kebersihan.
Pengelompokan biaya tersebut akan membentuk kelompok-kelompok biaya yang selanjutnya
akan dihubungkan dengan pemicu biaya masing-masing yang paling sesuai sehingga diperoleh
pembebanan biaya kepada objek biayanya dengan jumlah yang tepat.
Hierarki Aktivitas
Activity Based Costing (ABC) System membagi aktivitas berdasarkan hierarkinya. Setiap biaya
sumber daya harus dibebankan ke masing-masing aktivitas yang ada didalam perusahaan. Salah
satu atribut yang terpenting adalah mengklasifikasikan aktivitas
manufakturing kepada dimensi hierarki biaya: unit, batch, product, customer, and facility
sustaining.
Perbandingan Sistem Akuntansi Biaya Tradisional (Konvensional) Dengan Activity-Based
Costing System
Beberapa perbandingan antara sistem biaya konvensional dan sistem biaya Activity-Based
Costing
(ABC) oleh Dunia dan Abdullah (2012:319) adalah sebagai berikut:
1. Sistem biaya Activity Based Costing menggunakan aktivitas-aktivitas sebagai pemicu
biaya (Cost Driver) untuk menentukan seberapa besar konsumsi biaya overhead dari
setiap produk. Sedangkan sistem biaya konvensional mengalokasikan biaya overhead
hanya berdasarkan satu atau dua basis alokasi yang non representatif.
2. Sistem biaya Activity-Based Costing memfokuskan pada biaya, mutu dan faktor waktu.
Sistem biaya konvensional terfokus pada peforma keuangan jangka pendek seperti laba.
Apabila sistem biaya konvensional digunakan untuk penentuan harga dan profitabilitas
produk, angka-angkanya tidak dapat diandalkan
3. Sistem biaya Activity-Based Costing memerlukan masukan dari seluruh departemen
persyaratan ini mengarah ke integrasi organisasi yang lebih baik dan memberikan suatu
pandangan fungsional silang mengenai organisasi.
4. Sistem biaya Activity-Based Costing mempunyai kebutuhan yang jauh lebih kecil untuk
analisis varian daripada sistem konvensional, karena kelompok biaya (cost pools) dan
pemicu biaya (cost driver) jauh lebih akurat dan jelas, selain itu ABC dapat
menggunakan data biaya historis pada akhir periode untuk menghilang biaya aktual
apabila kebutuhan muncul.
Hal-hal yang Mendasar Sebelum Penerapan Sistem ABC
1. Biaya berdasarkan non unit harus merupakan prosentase yang signifikan dari biaya
overhead.
Jika hanya terdapat biaya overhead yang dipengaruhi hanya oleh volume produksi dari
keseluruhan overhead pabrik maka jika digunakan akuntansi biaya tradisionalpun informasi
biaya yang dihasilkan masih akurat sehingga penggunaan sisitem ABC kehilangan
relevansinya. Artinya Activity Based Costing akan lebih baik diterapkan pada perusahaan
yang biaya overheadnya tidak hanya dipengaruhi oleh volume produksi saja.
2. Rasio konsumsi antara aktivitas berdasarkan unit dan berdasarkan non unit harus berbeda
Jika rasio konsumsi antar aktivitas sama, itu artinya semua biaya overhead yang terjadi bisa
diterangkan dengan satu pemicu biaya.
Pada kondisi ini penggunaan system ABC justru tidak tepat karena sistem ABC hanya
dibebankan ke produk dengan menggunakan pemicu biaya baik unit maupun non unit
(memakai banyak cost driver). Apabila berbagai produk rasio konsumsinya sama, maka
sistem akuntansi biaya tradisional atau sistem ABC membebankan biaya overhead dalam
jumlah yang sama. Jadi perusahaan yang produksinya homogen (diversifikasi paling rendah)
mungkin masih dapat mengunakan sistem tradisional tanpa ada masalah.
3. Pembebanan Biaya Overhead pada Activity-Based Costing.
Pada Activity-Based Costing meskipun pembebanan biaya-biaya overhad pabrik dan produk
juga menggunakan dua tahap seperti pada akuntansi biaya tradisional, tetapi pusat biaya
yang dipakai untuk pengumpulan biaya-biaya pada tahap pertama dan dasar pembebanan
dari pusat biaya kepada produk pada tahap kedua sangat berbeda dengan akuntansi biaya
tradisional (cooper, 1991:269-270).
Prosedur Pembebanan Biaya Overhead Dengan Sistem ABC
Menurut Mulyadi (1993: 94), prosedure pembebanan biaya overhead dengan sisitem
ABC melalui dua tahap kegiatan:
a. Tahap Pertama
Pengumpulan biaya dalam cost pool yang memiliki aktifitas yang sejenis atau homogen,
terdiri dari 4 langkah :
1. Mengidentifikasi dan menggolongkan biaya kedalam berbagai aktifitas.
2. Mengklasifikasikan aktifitas biaya kedalam berbagai aktifitas, pada langkah ini biaya
digolongkan kedalam aktivitas yang terdiri dari 4 kategori yaitu: Unit level activity
costing, Batch related activity costing, product sustaining activity costing, facility
sustaining activity costing.
Level tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a) Aktivitas Berlevel Unit (Unit Level Activities) Aktivitas ini dilakukan untuk
setiap unit produksi. Biaya aktivitas berlevel unit bersifat proporsional
dengan jumlah unit produksi. Sebagai contoh, menyediakan tenaga untuk
menjalankan peralatan, karena tenaga tersebut cenderung dikonsumsi secara
proporsiona dengan jumlah unit yang diproduksi.
b) Aktivitas Berlevel Batch (Batch Level Activities)
Aktivitas dilakukan setiap batch diproses, tanpa memperhatikan berapa unit
yang ada pada batch tersebut. Misalnya, pekerjaan seperti membuat order
produksi dan pengaturan pengiriman konsumen adalah aktivitas berlevel
batch..
c) Aktivitas Berlevel Produk (Produk Level Activities)
Aktivitas berlevel produk berkaitan dengan produk spesifik dan biasanya
dikerjakan tanpa memperhatikan berapa batch atau unit yang diproduksi atau
dijual. Sebagai contoh merancang produk atau mengiklankan produk.
d) Aktivitas Berlevel Fasilitas (Fasility level activities)
Aktivitas berlevel fasilitas adalah aktivitas yang menopang proses operasi
perusahaan namun banyak sedikitnya aktivitas ini tidak berhubungan dengan
volume. Aktivitas ini dimanfaatkan secara bersama oleh berbagai jenis
produk yang berbeda. Kategori ini termasuk aktivitas seperti kebersihan
kantor, penyediaan jaringan komputer dan sebagainya.
e) Mengidentifikasikan Cost Driver maksudnya untuk memudahkan dalam
penentuan tarif/unit cost driver
f) Menentukan tarif/unit Cost Driver
Adalah biaya per unit Cost Driver yang dihitung untuk suatu aktivitas.
Tarif/unit cost driver dapat dihitung dengan rumus sbb:
b. Tahap Kedua
Penelusuran dan pembebanan biaya aktivitas kemasing-masing produk yang menggunakan
cost driver. Pembebanan biaya overhead dari setiap aktivitas dihitung dengan rumus sbb:
Tarif per unit Cost Driver = Cost DriverfitasJumlahAktifitas
BOP yang dibebankan = Tarif/unit Cost Driver X Cost Driver
Proses Implementasi Sistem ABC
1. Tahap 1: Memeriksa Ulang Seluruh Informasi Perusahaan
Melihat lagi seluruh informasi perusahaan yang tersedia terutama yang beruhubungan dengan
biaya atau beban nbaik biaya langsung maupun tak langsung. Evaluasi biaya ini diperlukan agar
diperoleh gambaran yang utuh tentang biaya apa saja yang terjadi dan mengelompokan sebagai
biaya langsung atau tak langsung berdasarkan objek biaya tertentu. Tujuan tahap ini adalah agar
perusahaan memperoleh informasi tentang perlakuan terhadap suatu biaya.
2. Tahap 2: Menentukan Tujuan Sistem ABC.
Menejemen hareus memutuskan apa yang ingin dicapai penerapan sistem ABC, apakah akan
digunakan untuk mengandalikan biaya untuk pengambilan proses tertentu atau untuk mengelola
aktivitas yang ada di perusahaan. Menejemen harus memutuskan tingkat keakurasian dan
ketersediaan dat yang dibutuhkan,karena semakin tinggi tujuan penerapan sistem ABC yang
dicapai maka semakin banyak dan rinci data yang dibutuhkan sehingga semakin besar biaya
yang dibutuhkan. Dalm penerapan sistem yang baik, sebaiknya aktivitas diketahui selengkap
mungkin karena dengan begitu manajemen dapat melakukan evalusi dengan baik.
3. Tahap 3: Menetapkan Aktivitas Utama yang Menyebabkan Perubahan Pada Beban
Tidak Langsung Atau Overhead.
Melakukan tinjauan atas seluruh kegiatan dalam bisnis tersebut. Sehingga dapat dilakukan
pengelompokan biaya berdasarkan aktivitas dan dapat diketahui aktivitas utama yang
mempengaruhi besar atau kecil biaya pada kelompok biaya tersebut. Kativitas ini digunakan
sebagai dasar pengalokasian biaya. Proses ini dilakukan dengan wawancara kepada
pelaksana/operator dan supervisor yang terkait. Hasil wawancara disusun dan dikelompokkan
dalam tahap ini perusahaan dapat dilakukan evaluasi atas kegitan yang tidak memiliki nilai
tambah atau value added. Sehingga kegiatan tanpa nilai tambah dapat dihilangkan. Dengan kata
lain pada tahap lain perusahaan dapat menentukan kelompok biaya (cost pool) untuk biaya tak
langsung dan dasar pengalokasian biaya pada objek biayanya.
4. Tahap 4: Menghubungkan Biaya Tidak Langsung Dengan Aktivitas Sehingga Dapat
Dihitung Tarif (Rate) Per Unit Untuk Setiap Dasar Alokasi yang Digunakan Untuk
Membebankan Biaya Tidak Langsung.
Peusahaan menghitung biaya atau tarif pembebanan per unit untuk setiap dasar alokasi. Caranya
adalah membagi biaya tidak langsung pada kelompok biaya dengan dasar aloksinya. Perhitungan
tarif per unit pada sistem ABC dilakukan secara dua tahap (two stages allocation) dimana tahap
pertama biaya sumber daya dibebankan ke sumber daya yang dikonsumsi oleh aktivitas.
Sehingga biaya setiap aktivitas sama dengan seluruh biaya sumber daya yang dikonsumsi
aktivitas tersebut. Selanjutnya tahap kedua biaya aktivitas akan diakaitkan dengan jumlah
aktivitas untuk menentukan aktivitas biaya.
5. Tahap 5: Menghitung Biaya Tidak Langsung yang Dibebankan Pada Setiap Objek
Biaya.
Pada tahap ini untuk mengetahui pembebanan tidak langsung dilakukan perhitungan dengan cara
mengalikan biaya pembebanan per unit dengan konsumsi sumber daya.
6. Tahap 6: Menghitung Total Biaya Untuk Setiap Objek Biaya.
Setelah diketahui jumlah biaya tidak langsung kemudian ditambahkan biaya langsung maka
dapat diketahui biaya produksi untuk setiap objek biaya.
7. Tahap 7: Menggunakan Hasil Perhitungan Sistem ABC Untuk Melakukan Perbaikan
Dan Pengambilan Keputusan yang Relevan.
Setelah mengetahui total biaya, manejemen perusahaan dapat melakukan perubahan dan
perbaikan proses produksi maupun hal hal lain yang akan meningkatkan efisiensi atau nilai
tambah untuk konsumen.
Contoh Perhitungan Biaya Dengan Sistem ABC
Contoh kasus yang digunakan adalah Perusahaan XYZ yang selama ini menggunakan sistem
tradisional untuk menghitung biaya tidak langsungnya.
1. Tahap 1: Memeriksa Ulang seluruh Informasi Keuangan Perusahaan
Untuk menerapkan sistem ABC maka perusahaan memeriksa ulang seluruh informasi keuangan
sehingga diperoleh informasi sebgai berikut:
Produk
A B C Total
Jumlah produksi dan penjualan (unit) 90.000 30.000 15.000 135.000
Penggunaan bahan baku (per unit) 10 7 14 1.320.000
Biaya bahan baku langsung (Rp) 300 400 150 385.500.000
Jam kerja buruh 2,5 3 1,5 337.500
Jam kerja mesin 5 3 7,5 652.500
Biaya tenaga kerja langsung (Rp) 200 300 100 74.250.000
Biaya overhead 337.500.000
Selama ini perusahaan menggunakan sistem pembebanan BOP dengan pendekatan sistem
tradisional berdasarkan jumlah jam kerja tenaga kerja langsung.
Sehingga tingkat BOP pabrik dihitung dengan membagi total BOP dengan total jumlah jam
tenaga kerja langsung, yaitu:
Tarif BOP = Total BOP
Total jumlah jam tenaga kerja langsung
= Rp 337.500.000,00
337.500
= Rp 1.000,00/ jam kerja tenaga kerja langsung
Dengan metode ini maka total biaya produksi dan biaya produksi per unit adalah sebagai berikut:
Nama Produk A B C
Bahan baku = 300 x 10 x 90.000 = 400 x 7 x 300 = 150 x 14 x 15.000
270.000.000 84.000.000 31.500.000
Tenaga Kerja = 200 x 2,5 x 90.000 = 300 x 3 x 30.000 = 100 x 1,5 x 15.000
45.000.000 27.000.000 2.250.000
Overhead pabrik = 2,5 x 1.000 x
90.000
= 3 x 1.000 x 30.000 = 1,5 x 1.000 x
15.000
225.000.000 90.000.000 22.500.000
Total 540.000.000 201.000.000 56.250.000
Unit 90.000 30.000 15.000
Biaya per unit 6.000 6.700 3.750
*Jumlah tarif BOP x Jumlah jam tenaga kerja langsung per produk
2. Tahap 2: Menentukan Tujuan dan Hal-hal yang Harus Ada Dalam Sebuah Sistem ABC
Tujuan dari penerapan ABC di Perusahaan XYZ adalah untuk melakukan penetapan harga.
Untuk tahap awal penerapan ABC, manajemen memutuskan untuk melakukannya pada level
moderat, sehingga diperlukan data tentang aktivitas perusahaan dalam jumlah yang tidak terlalu
detail.
3. Tahap 3: Menetapka Aktivitas Utama yang Menyebabkan Perubahan Pada Beban
Tidak Langsung/ Overhead
Manajemen melakukan penelaahan atas proses produksi dan dari hasl wawancara dengan bagian
produksi dapat diketahui bahwa aktivitas dalam proses produksi terdiri atas: kegiatan set up,
proses mekanisasi dengan mesin, melakukan penerimaan, melakukan pengepakan dan proses
engineering.
Sedangkan jumlah aktivitasnya adalah sebagai berikut:
A B C Total
Jumlah Kali Produksi 5 10 50 65
Jumlah Penerimaan 50 70 700 820
Jumlah Pengiriman 18 7 50 75
Jumlah Pesanan Produk 45 25 60 130
4. Tahap 4: Menghubungkan Biaya Tidak Langsung Dengan Aktivitas Sehingga Dapat
Dihitung Tarif Per Unit Untuk Setiap Dasar Alokasi yang Digunakan Untuk
Membebankan Biaya Tidak Langsung
Pertama dilakukan proses perhitungan kembali biaya berdasarkan kegiatan tersebut, sehingga
diperoleh informasi sebagai berikut:
Biaya Overhead Jumlah (Rp)
Set Up 7.500.000
Mekanisasi 100.000.000
Penerimaan 90.000.000
Pengepakan 65.000.000
Engineering 75.000.000
Total 337.500.000
Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui hubungan antara aktivitas adalah sebagai berikut:
Set Up Jumlah Kali produksi
Mekanisasi Jumlah Jam Kerja Mesin
Penerimaan Jumlah Penerimaan
Pengepakan Jumlah Pengiriman
Engineering Jumlah Pesanan Produk
Tarif biaya overhead pabrik yang dibebankan untuk setiap produk:
Tarif Biaya Set Up = Total biaya set up / total jumlah kali produksi
= Rp 7.500.000,00 / 65
= Rp 115.384,6 per kali produksi
Tarif Biaya Mekanisasi = Total biaya mekanisasi / total jumlah jam kerja
= Rp 100.000.000,00 / 652.500
= Rp 153,25 per jam kerja mesin
Tarif biaya Penerimaan = Total Biaya Penerimaan / total jumlah penerimaan
= Rp 90.000.000,00 / 820
= Rp 109.756,1 per penerimaan
Tarif biaya pengepakan = Total biaya pengepakan / total biaya pengiriman
= Rp 65.000.000,00 / 75
= Rp 866.666,67 per pengiriman
Tarif biaya engineering = Total biaya engineering / total jumlah pesanan
= Rp 75.000.000,00 / 130
= Rp 576.923,1 per pesanan
Kelebihan dan Kelemahan sistem ABC
Manfaat penerapan sistem ABC adalah sebagai berikut:
1. Membantu mengidentifikasi ketidakefisiensinan yang terjadi dalam proses produksi, baik
per departemen, per produk ataupun per aktivitas. Penerapan sistem ABC harus
dilakukan melalui analisis atas aktivitas yang terjadi di seluruh perusahaan. Sehingga
perusahaan/manajer dapat mengetahui dengan jelas tentang biaya yang seharusnya
dikeluarkan (biaya yang tidak memiliki value added)
2. Membantu pengambilan keputusan dengan lebih baik karena perhitungan biaya atas suatu
objek menjadi lebih akurat, hal ini disebabkan karena perusahaan lebih mengenal
perilaku biaya overhead pabrik dan dapat membantu mengalokasikan sumber daya yang
dimiliki perusahaan untuk objek biaya yang lebih menguntungkan.
3. Membantu mengendalikan biaya (terutama biaya overhead pabrik) kepada level
individual dan level departemental. Hal ini dapat dilakukan mengingat ABC lebih focus
pada biaya per unit (unit cost) dibandingkan total biaya.
Kelebihan dari Sistem ABC
1. Biaya produk lebih akurat, baik pada industry manufaktur maupun industry jasa lainnya
khususnya jika memiliki proporsi biaya overhead pabrik yang lebih besar.
2. Biaya ABC memberikan perhatian pada semua aktivitas, sehingga semakin banyak biaya
tidak langsung yang dapat ditelusuri pada objek biayanya.
3. Sistem ABC mengakui bahwa aktivitas penyebab timbulnya biaya sehingga manajemen
dapat menganalisis aktivitas dan proses produksi tersebut dengan lebih baik (fokus pada
aktivitas yang memiliki nilai tambah) yang pada akhirnya dapat melakukan efisiensi dan
akhirnya menurunkan biaya.
4. Sistem ABC mengakui kompleksitas dari diversitas proses produksi modern yang banyak
berdasarkan transaksi (terutama perusahaan jasa dan manufaktur yang berteknologi
tinggi) dengan menggunakan banyak pemicu biaya (multiple cost drivers).
5. sistem ABC juga memberi perhatian atas biaya variabel yang terdapat dalam biaya tidak
langsung.
6. Sistem ABC cukup fleksibel untuk menulusuri biaya berdasarkan berbagai objek biaya.
Baik itu proses, pelanggan, area penanggung jawab manajerial, dan biaya produk.
Kelemahan Sistem ABC
Walaupun penerapan sistem ABC memiliki banyak keuntungan tetapi penarapan tersebut
tidak membuat biaya akan mudah dibebankan kepada objek biaya dengan mudah. Hal ini
disebabkan biaya-biaya yang dikelompokan dalam sustaining level ketika dialokasikan sering
kali menggunkan dasar yang bersifat arbiter. Misalnya, biaya keamanan pabrik merupakan
sustaining level, ketika membebankan hal tersebut pada objek biaya berupa produk maka
mungkin digunakan pendekatan yang arbiter seperti berdasarkan jumlah jam kerja tenaga kerja
dengan alasan semakin lama proses produksi maka jasa keamanan semakin besar.
DAFTAR PUSTAKA
Dunia, Firdaus A dan Wasilah Abdullah. 2012. Akuntansi Biaya. Edisi 3 Jakarta: Salemba Empat
Rudianto. 2013. Akuntansi Manajemen: Informasi Untuk Pengambilan Keputusan Strategis.
Jakarta: Erlangga
Danang Rahmaji. Penerapan Activity-Based Costing System Untuk Menentukan Harga Pokok
Produksi PT.Celebes Mina Pratama. Jurnal EMBA Vol.1 Nomer.3 September 2013
Marismiati. Penerapan Metode Activity-Based Costing System Dalam Menentukan Harga. Jurnal
Ekonomi dan Informasi Akuntansi (Jenius) Vol.1 No.1 Januari 2011
Yoanes Dicky. Penerapan Activity-Based Costing (ABC) System Dalam Perhitungan
Profitabilitas Produk. Jurnal Akuntansi Vol.3 No.1 Mei 2011