sinusitis sfenoidalis lo 3 b11

10
Sinusitis Sfenoidalis Anatomi Sinus sfenoidalis adalah rongga yang terletak di dasar tengkorak, tidak berhubungan dengan dunia luar hsehingga jarang terkena infeksi. Sinus ini terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid posterior. Sinus sfenoid dibentuk di dalam kapsul rongga hidung dari janin dan tidak berkembang hingga usia 3 tahun. Sinus mencapai ukuran penuh pada usia 18 rahun dengan volume sekitar 7,5 ml (23×20 ×17 mm). Sinus ini berjumlah sepasang dipisahkan oleh tulang tipis yang letaknya jarang di tengah sehingga ukuran masing-masing sinus dapat berbeda. Dilapisi oleh epitel kubus bersilia. Masing- masing sfenoid berhubungan dengan meatus superior melalui celah kecil menuju ke resesus sfenoidalis. Ukurannya 0,5-4 mm dengan letak kurang lebih20 mm diatas planum sinus sfenoid. Batas-batas sinus sfenoid berdekatan dengan otak; dissebelah superior sinus sfenoid berbatasan dengan fosa serebri media, kiasma optikum dan kelenjar hipofisa, di sebelah posterior berbatasan dengan pons, di sebelah lateral dengan sinus kavernosus, arteri karotis interna, fissure orbitalis posterior dan beberapa saraf kranial, di sebelah inferior dengan atap nasofaring. Dari variasi anatomis kadang ada tulang yang tidak terbentuk sehingga mukosa sinus sfenoid dapat berhubungan dengan struktur sekitar.

Upload: intan-nararia

Post on 24-Sep-2015

10 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

good

TRANSCRIPT

Sinusitis SfenoidalisAnatomiSinus sfenoidalis adalah rongga yang terletak di dasar tengkorak, tidak berhubungan dengan dunia luar hsehingga jarang terkena infeksi. Sinus ini terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid posterior. Sinus sfenoid dibentuk di dalam kapsul rongga hidung dari janin dan tidak berkembang hingga usia 3 tahun. Sinus mencapai ukuran penuh pada usia 18 rahun dengan volume sekitar 7,5 ml (2320 17 mm).Sinus ini berjumlah sepasang dipisahkan oleh tulang tipis yang letaknya jarang di tengah sehingga ukuran masing-masing sinus dapat berbeda. Dilapisi oleh epitel kubus bersilia. Masing-masing sfenoid berhubungan dengan meatus superior melalui celah kecil menuju ke resesus sfenoidalis. Ukurannya 0,5-4 mm dengan letak kurang lebih20 mm diatas planum sinus sfenoid.Batas-batas sinus sfenoid berdekatan dengan otak; dissebelah superior sinus sfenoid berbatasan dengan fosa serebri media, kiasma optikum dan kelenjar hipofisa, di sebelah posterior berbatasan dengan pons, di sebelah lateral dengan sinus kavernosus, arteri karotis interna, fissure orbitalis posterior dan beberapa saraf kranial, di sebelah inferior dengan atap nasofaring. Dari variasi anatomis kadang ada tulang yang tidak terbentuk sehingga mukosa sinus sfenoid dapat berhubungan dengan struktur sekitar.DefinisiSinusitis adalah peradangan pada salah satu atau lebih mukosa sinus paranasal, umumnya disertai atau dipicu oleh rhinitis sehingga sering disebut rinosinusitis. Bila mengenai beberapa sinus disebut dengan multisinusitis, sedangkan jika mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis.Sinusitis ethmoidalis menyatakan bahwa tempat terjadinya sinusitis di sinus sfenoidalis., ini lebih lazim menjadi bagian dari pansinusitis.EtiologiRinosinusitis terjadi akibat proses dari inflamasi yang umumnya disebabkan infeksi mikroorganisme. Bakteri seperti Streptococcus pneumonia, Haemophillus influenza, Moraxella catarrhalis, Streptococcus pyogenes, Staphylococcus aureus, Bacteroides, Peptostreptococcus, Fusobacterium dan Basil gram (-). Selain bateri juga dapat disebabkan oleh virus (Rhinovirus, influenza virus, parainfluenza virus, dan Adenovierus) dan jamur (Aspergillus dan Candida).Epidemiologisecara umum, sinus sfenoidalis adalah jamur yang paling sedikit daripada jenis sinusitis lainnya. Presentasinya antara lain: sinusitis maksilaris 75%, sinusitis ethmoidalis 15%, sinus frontalis 8%, sinus sfenoidalis 2%.Di Indonesia, prevalensi sinusitis tinggi di masyarakat. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1997 menunjukkan bahwa pravelansi ISPA untuk usia 0-4 tahun 47,1 %, usia 5-15 tahun 29,5 %, dan dewasa 23,8 %; lebih dari 50 % penyebabnya adalah virus. Bagian THT Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM Jakarta, pada tahun 1999 didapatkan data sekitar 25 % anak-anak dengan ISPA menderita sinusitis maksila akut. Pada Departemen Telinga Hidung dan Tenggorok sub bagian Rinologi didapatkan data dari sekitar 496 penderita rawat jalan, 249 orang terkena sinusitis (50 %). RSUP. H. Adam Malik Medan jumlah penderita ronisinusitis dari bulan Januari 2006-Desember 2008 adalah 1967 orang. Penelitian Nasution A. T tahun 2007 di RSUP H. Adam Malik Medan didapatkan 30 penderita rinosinusitis kronik yang terdiri dari 18 (60 %) perempuan dan 12 (40 %) laki-laki. Setelah dilakukan pemeriksaan kultur jamur dari secret sinus didapatkan 15 penderita rinosinusitis kronik dengan hasil kultur jamur positif. Penderita terdiri dari 6 laki-laki (40,1 %) dan 9 perempuan (59,9 %).PatofisiologiPatofisiologi rinosinusitis kronik terkait tiga factor : patensi ostium, clearans mukosiliar ( mucociliary clearance) dan viskositas mukos. Gangguan salah satu factor atau kombinasi faktor faktor tersebut merubah fisiologi sinus dan menimbulkan rinosinusitis. Kegagalan transport mucus dan menurunya ventilasi sinus ialah faktor utama berkembangnnya rinosinusitis kronik. Rinosinusitis kronik awalnya adanya sumbatan akibat oedem. Sumbatan ini menyebabkan adanya gangguan drainase dan ventilasi sinus sehingga silia menjadi kurang aktif dan lender yang diproduksi oleh mukosa sinus menjadi lebih kental. Sumbatan yang berlangsung terus menenerus akan mengakibatkan terjadinya hipoksia dan retensi lender yang merupakan media yang baik bagi bakteri anaerob untuk berkembang biak. Selain itu, bakteri juga memproduksi toksin yang merusak silia sehingga terjadi hipertropi mukosa dan memperberat sumbatan.Sekresi dapat juga makin kental sehingga sulit dikeluarkan dan terjadi retensi. Isi dari mukos ini mukoglikoprotein, immunoglobulin dan sel inflamasi. Dimana terdiri dari dua lapisan yang lebih encer dibagian dasarnya dan bagian luarnya lebih kental. Gejala klinis1. Gejala mayor a. Hidung tersumbat b. Kelainan penciuman (hiposmia/anosmia)Diakibatkan adanya sumbatan di fissure olfaktorius di daerah konka media sehingga jarang dijumpai pada sinusitis sfenoidalis. c. Post nasal discharge (PND)Adanya push dalam rongga hidung seharusnya sudah menimbulkan kecurigaan dengan adanya peradangan pada sinus. Pada sinus sfenoidalis PND dapat dijumpai pada rinoskopia posterior.d. Sakit kepala Akibat sumbatan ostium dan adanya kongesti. Bersifat unilateral dan meluas ke sisi lainya. Akan bertambah sakit bila kepala ditundukkan kedepan. Pada sinusitis kronis, nyeri dan sakit kepala mungkin tidak ada, nyeri kepala mengarah ke verteks.e. Nyeri/ rasa tekan pada wajahNyeri terasa jauh didalam pada sinusitis sfenoidalis nyeri terasa jauh didalam da disebarkan ke perifer, pada daerah temporal, retroorbital, oksipital, dan frontal. Peradangan sinus paranasalis lainya mungkin menyebabkan nyeri didaerah frontalis. Nyeri tekan timbul didaerah yang sama jika dilakukan penenkanan didaerah ethmoid anterior. Pola penjalaran nyeri ini adalah khas unutk sinusitis sfenoidalis.Gejala minora. Demamb. Pada anak (batuk, iritabilitas)Jarang terjadi pada sinusitis sfenoid dan lenih mungkin sinusitis ethmoid posterior.c. Skait gigiSecara umum dikeluhkan pada sinusitis maxillaris.d. Sakit telinga/nyeri tekan pada telinga/ rasa penuh pada telingaLebih umum dikeluhkan pada sinusitis sfenoidalis.Pada sinusitis sfenoidalis khas secara klinisdiperoleh skit kepala difus yang dapat menjalar dengan disertai rinorea posterior berdasarkan keluhan pasien atau dikonfirmasi dengan hasil temuan rinoskopi posterior. Pada sinusitis sfenoidalis mungkin membutuhkan bantuan penunjang radiologic karena sulit didiagnosa karena posisi anatomisnya.DiagnosisDitegakkan dengan anamnesis diperoleh keluhan utama berupa sakit kepala di verteks dan menjalar hingga difus atau kedaerah oksipital dan retroorbital yang paling sering temporal sehingga seperti keluhan telinga dan frontalis. Selain itu pada pemeriksaan fisik, inspeksi tidak akan ditemukan kelainan karena posisi sinus sfenoid yang berada didalam. Pada palpasi penderita mengeluh rasas nyeri tekan di daerah epikantus medial yang dapat mengecohkan dengan sinusitis ethmoidalis. Rinoskopi posterior dapat dijumpai PND berasal dari atas pinggir koana. rhinoskopi anterior dan transiluminasi tidak akan memberi informasi apapun.Pada pemeriksaan penunjang ; pemeriksaan radiologic dan sinoskopi dilakukan pada rumah sakit. Pemeriksaan radiologik untuk menengakkan diagnosa sinusitis sfenoidalis adalah foto posisi lateral dan water atau submentovertex (posisi basal) untuk mendapatkan pencitraan sinus sfenoid yang jelas. Memeberikan gambaran air fluid level. CT scan merupan gold standart, memberikan gambaran detail namun mahal sehingga hanya digunakan untuk sinusitis kronik dan panduan operator saat melakukan operasi sinus. Sinoskopi untuk diagnostic dan prosedur terapi sebagai sfenoidektomi. Pemeriksaan tomografi computer dan MRI dilakukan jika ada kecurigaan komplikasi orbital dan intrakanial. Selain itu pemeriksaan patologi anatomi mungkin diperlukan unutk keperluan kultur dan tes resistensi guna memberikan antibiotic yang tepat.

Komplikasi1. Osteomiyelitis os. SfenoidKasus yang jarang seringkali tidak terdiagnosis sampai timbul komplikasi yang berat dan fatal. Pemeriksaan roentgen yang teliti sangat penting.2. Thrombosis sinus kavenosusLanjutan dari osteomiyelitis sehingga bakteri masuk melalui saluran vena kedalam sinus kavernosus dimana selanjutnya terbentuk suatu tromboflebitis septik. Secara patognomonik, thrombosis sinus kavernosus terdiri dari oftalmoplegia, kemosis konjungtiva, gangguan penglihatan yang berat, lemah, dan tanda tanda meningitis oleh karna letak sinus kavernosus yang berdekatan dengan saraf kranial II, III, IV, dan VI, serta berdekatan juga dengan otak.3. Komplikasi intracranialAkibat infasi bakteri yang masuk kebgian yang lebih dalam, meningen, dan jaringan didalam cranium meningitis akut adalah infeksi terberat setelah thrombosis sinus kavernosum. Pada keadaan yang lebih berat, abses dura terjadi, yaitu kumpulan push diantara dura dan tabula internakranium. Prosenya timbul lambat sehingga pasien mmungkin hanya mengeluh nyeri kepala dan sebelum push yang terkumpul mampu menimbulkan tekanan intra kranial yang memadai. Selanjutnya, abses otak terjadi melalui tromboflebitis yang meluas secara langsung.PenatalaksanaanPrinsip pengobatan yaitu membuka sumbatan dan ventilasi sinus pulih secara alami. Penggunaan obat meliputi obat anti alergi dan dekongestan, obat mukolitik untuk mengencerkan skret, obat analgetik untuk mengurangi rasa nyeri dan obat anti biotik. Pada antibiotic biasanya igunakan golongan penisilin seperti amoxcilin selama 10 14 hari meskipun gejala klinik sudah hilang. Jika dalam 48 72 jam tidak memberikan perbaikan daoat diberikan amoxcilin dengann asam kluvulanat, eritromicin, TM MSX, klaritromisin, ampisilin, sefuroksin, sefaklor adalah antibiotic lainya yang telah teruji klinis.Pencucian proet dapat dilakukan 2 kali seminggu. Ditunggu selama 5 6 kali jika tidak ada perbaikan perlu tindakan operasi, seperti spenoidektomi. Sfenoidektomi dilakukan dngan 2 pendekana yaitu dengan atau tanpa membuang jaringan, melakukan dilatasi osteum.Bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF) adalah tehnik terbaik untuk penatalaksanaan rinosinusitis kronik. BSEF lebih kenservatif dengan morbiditas yang rendah bila dibandingkan dengan tehnik operasi yang lain. Konsep dari tehnik BSEF didasari pada perubahan yang reversible pada fungsi mukosa siliar dan patologi mukosa dengan cara memperbaiki patologi penyakit sinusitis kronik.Daftar pustakaSoetjipo D. mangunkusumo E. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Jakarta: FK UI Ballenger MS, John Jacob. 2010. Penyakit Telinga Hidung, Tenggorokan, Kepala, dan Leher. Jakarta: Biraupa Aksara(BOEIS)