sintesis asetanilida

9
JURNAL PRAKTIKUM SINTESIS SENYAWA ORGANIK Judul : Sintesis Asetanilida Tujuan Percobaan : Mempelajari reaksi asetilasi senyawa amina aromatis dan pemurnian menggunakan teknik rekristalisasi. Pendahuluan Asetanilida ditemukan pertama kali oleh Friedel Kraft pada tahun 1872 dengan cara mereaksikan asethopenon dengan NH 2 OH sehingga terbentuk asetophenon oxime kemudian dengan bantuan katalis dapat diubah menjadi asetanilida. Tahun 1899 Beckmand menemukan asetanilida dari reaksi antara benzilsianida dan H 2 O dengan katalis HCl. Tahun 1905 Weaker menemukan asetanilida dari anilin dan asam asetat (Eriyanto, 2009). Asetanilida adalah senyawa turunan asetil amina aromatis yang digolongkan sebagai amida primer, dimana satu atom hidrogen pada anilin digantikan dengan satu gugus asetil. Asetinilida berwujud padat berbentuk butiran atau kristal berwarna putih tidak larut dalam minyak parafin dan larut dalam air dengan bantuan kloral anhidrat. Asetanilida atau phenilasetamida mempunyai rumus molekul C 6 H 5 NHCOCH 3 dan berat molekul 135,16 g/mol. Asetanilida memiliki titik didih 304 o C, dan titik leleh 114.3 o C. Senyawa ini mudah larut dalam air dingin. Asetanilida digunakan sebagai inhibitor dalam hidrogen peroksida dan digunakan untuk menstabilkan pernis ester selulosa. Asetanilida digunakan untuk produksi 4- Paraf Asisten

Upload: dewi-adriana

Post on 05-Dec-2015

93 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

sintesis asetanilida praktikum SSO

TRANSCRIPT

Page 1: sintesis asetanilida

JURNAL PRAKTIKUM SINTESIS SENYAWA ORGANIK

Judul : Sintesis Asetanilida

Tujuan Percobaan : Mempelajari reaksi asetilasi senyawa amina aromatis dan pemurnian

menggunakan teknik rekristalisasi.

Pendahuluan

Asetanilida ditemukan pertama kali oleh Friedel Kraft pada tahun 1872 dengan cara

mereaksikan asethopenon dengan NH2OH sehingga terbentuk asetophenon oxime kemudian

dengan bantuan katalis dapat diubah menjadi asetanilida. Tahun 1899 Beckmand menemukan

asetanilida dari reaksi antara benzilsianida dan H2O dengan katalis HCl. Tahun 1905 Weaker

menemukan asetanilida dari anilin dan asam asetat (Eriyanto, 2009).

Asetanilida adalah senyawa turunan asetil amina aromatis yang digolongkan sebagai

amida primer, dimana satu atom hidrogen pada anilin digantikan dengan satu gugus asetil.

Asetinilida berwujud padat berbentuk butiran atau kristal berwarna putih tidak larut dalam

minyak parafin dan larut dalam air dengan bantuan kloral anhidrat. Asetanilida atau

phenilasetamida mempunyai rumus molekul C6H5NHCOCH3 dan berat molekul 135,16

g/mol. Asetanilida memiliki titik didih 304oC, dan titik leleh 114.3oC. Senyawa ini mudah

larut dalam air dingin. Asetanilida digunakan sebagai inhibitor dalam hidrogen peroksida dan

digunakan untuk menstabilkan pernis ester selulosa. Asetanilida digunakan untuk produksi 4-

asetamidobenzenasulfonil klorida yaitu suatu perantara untuk pembuatan obat sulfat.

Senyawa ini juga merupakan prekursor dalam sintesis penisilin dan obat-obatan lainnya (Kirk

dan Othmer, 1981).

Anilin berwujud cair seperti minyak, tidak berwarna jika baru selesai disuling tetapi

apabila terkena pengaruh cahaya akan segera menjadi kuning hingga coklat. Anilin

merupakan senyawa yang bersifat racun kuat yang berbau busuk, tidak dapat terbakar dan

bersifat basa. Anilin memiliki rumus struktur C6H5NH2 dengan berat jenis 1,022 g/mL, berat

molekul 93,1 g/mol. Senyawa ini memiliki titik didih 182oC. Anilin sulit larut dalam air, tapi

dapat bercampur dengan alkohol, eter dan kloroform dalam segala perbandingan. Anilin

banyak digunakan dalam industri obat-obatan, cat celup dan karet sintetik. Anilin dapat

dibuat dengan cara mereduksi nitrobenzena menggunakan besi dan asam klorida, dinetralkan

dengan kapur, kemudian disulingkan dengan uap. Langkah terakhir proses pembuatan atau

sintesis anilin yaitu dimurnikan dengan penyulingan bertingkat. Distilasi atau penyulingan

Paraf Asisten

Page 2: sintesis asetanilida

adalah suatu metode pemisahan bahan kimia berdasarkan perbedaan kecepatan atau

kemudahan menguap (volatilitas) bahan. Campuran zat dididihkan sehingga menguap, dan

uap ini kemudian didinginkan kembali ke dalam bentuk cairan. Prinsip dasar penyulingan

bertingkat adalah perbedaan titik didih di antara fraksi-fraksi pembentuk senyawa yang

disuling. Zat yang memiliki titik didih lebih rendah akan menguap lebih dulu. Reaksi yang

terjadi sebagai berikut:

4C6H3NO2 + 9Fe + 4H2O HCl 4C6H5NH2 + 3Fe3O4

(Chon, 1986).

Amina merupakan turunan dari amonia dengan rumus umum R3N. R adalah gugus

hidrokarbon atau hidrogen. Amina primer dapat dihasilkan jika satu atom hidrogen dari

amonia digantikan oleh satu gugus hidrokarbon, contohnya etilamina dan anilin. Amina

sekunder dapat dihasilkan jika dua gugus hidrokarbon menggantikan atom-atom hidrogen

dalam molekul amonia seperti dimetilamina. Amina tersier dihasilkan dari tiga penggantian

dimana amina bersifat basa sebab ada pasangan elektron menyendiri pada atom nitrogen yang

dapat menerima satu ion hidrogen, sama seperti pasangan electron bebas pada nitrogen dalam

amonia. Amina primer atau sekunder dapat bereaksi dengan asam karboksilat membentuk

amida. Amina yang tersubsitusi semakin banyak oleh gugus alkil pelepas elektron akan

menyebabkan semakin basa amina tersebut. Gugus pelepas elektron dapat menstabilkan

muatan positif ion amonium yang digantikan. Trimetil amina merupakan basa yang lebih kuat

daripada amonia. Tiga gugus amina terdapat dalam senyawa trimetil amina. Amina aromatik

merupakan basa yang lebih lemah daripada amonia akibat stabilitas resonansi yang dimiliki

senyawa aromatik (Oxtoby, 2001).

Pembuatan asetanilida dapat dilakukan dengan beberapa cara menggunakan anilin dan

beberapa senyawa yang berbeda diantaranya adalah sebagai berikut:

a) Pembuatan asetanilida dari asam asetat anhidrida dan anilin

Larutan benzena dalam satu bagian dengan anilin dan 1.4 bagian asam asetat anhidrat

direfluks dalam sebuah kolom yang dilengkapi dengan jaket hingga tidak ada anilin yang

tersisa. Campuran hasil reaksi disaring, kemudian kristal dipisahkan dari air panasnya dengan

pendinginan, sedangkan filtratnya di recycle kembali. Asam asetatathidrad dapat diganti

dengan asetil klorida. reaksi yang terjadi sebagai berikut:

2 C6H5NH2 (aq) + ( CH2CO )2O (aq) → 2C6H5NHCOCH3 (s) + H2O(l)

b) Pembuatan asetanilida dari asam asetat dan anilin

Anilin dan asam asetat berlebih direaksikan dalam sebuah tangki yang dilengkapi dengan

pengaduk. Reaksi berlangsung tersebut terjadi pada suhu 150oC – 160oC kemudian dalam

Page 3: sintesis asetanilida

keadaan panas dikristalisasi menggunakan kristalizer. Reaksi yang terjadi sebagai berikut:

C6H5NH2 (aq) + CH3COOH (aq) → C6H5NHCOCH3 (s) + H2O(l)

c) Pembuatan asetanilida dari asam tioasetat dan anilin

Asam tioasetat direaksikan dengan anilin dalam keadaan dingin akan menghasilkan

asetanilida dengan membebaskan H2S. Reaksi yang terjadi adalah:

C6H5NH2 (aq) + CH3COSH (aq) → C6H5NHCOCH3 (s) + H2S(g)

(Eriyanto, 2009).

Rekristalisasi merupakan proses pengulangan kristalisasi agar diperoleh zat atau kristal

yang lebih murni. Senyawa organik berbentuk kristal yang diperoleh dari suatu reaksi

biasanya tidak murni. Senyawa tersebut masih terkontaminasi oleh sejumlah kecil senyawa

yang dihasilkan selama reaksi, oleh karena itu perlu dilakukan pengkristalan kembali dengan

mengurangi kadar pengotor. Rekristalisasi didasarkan pada perbedaan kelarutan senyawa

dalam suatu pelarut tunggal atau campuran. Rekristalisasi dapat dilakukan dengan cara

menggunakan pelarut yang sesuai. Proses rekristalisasi pada dasarnya adalah melarutkan

senyawa yang akan dimurnikan kedalam pelarut yang sesuai pada atau dekat titik didihnya,

menyaring larutan panas dari molekul atau partikel tidak larut, biarkan larutan panas menjadi

dingin hingga terbentuk kristal, dan memisahkan kristal dari larutan berair. Kristal yang

terbentuk dikeringkan dan ditentukan kemurniannya dengan penentuan titik lebur,

kromatografi dan metode spektroskopi. Pelarut dalam rekristalisasi merupakan penentu

keberhasilan pemisahan, jika senyawa larut dalam keadaan panas maka penyaringan harus

dilakukan dalam keadaan panas. Senyawa organik sering mengandung senyawa berwarna.

Senyawa tersebut dapat dimurnikan dengan penambahan karbon aktif penghilang warna

seperti norit (Damtith, 1994).

Mekanisme Reaksi

Mekanisme reaksi sintesis asetanilida yang terjadi dalam percobaan ini adalah:

1. Serangan nukleofilik

anilin asetat anhidrida

Page 4: sintesis asetanilida

2. Pelepasan gugus pergi

3. Deprotonasi

AlatAlat yang digunakan dalam praktikum sintesis asetanilida adalah Labu alas bulat, set alat

refluks, batang pengaduk, beaker glass, erlenmeyer 500 ml, gelas ukur 10 ml, corong Buchner,

kertas saring, vacuum pump, corong biasa, cawan petri.

Bahan

Bahan yang digunakan dalam praktikum sintesis asetanilida adalah Anilin, asetat anhidrida, abu

zink, asam asetat glasial, air, karbon aktif (norit).

Prosedur Kerja

- Skema kerja

a. Sintesis asetanilida

Anilin

- ditimbang 20.5 g dan dicampurkan 21,5 g asetat anhidrida, 0,1 g abu zink, dan 21

g asam asetat glasial ke dalam labu alas bulat 500 ml yang dilengkapi dengan

pendingin

- direfluks campuran selama 30 menit kemudian dituangkan sambil diaduk secara

cepat ke dalam gelas piala yang berisi es

- disaring kristal yang terbentuk dengan penyaring buchner penghisap dan dicuci

dengan air dingin

- dikeringkan hasilnya dan ditentukan titik leburnya

asetanilida

Page 5: sintesis asetanilida

b. Rekristalisasi asetanilida

- Prosedur kerja

Anilin 20.5 g, 21.5 g asetat anhidrida, 0.1 g abu zink dan 21 g asam asetat glasial

dimasukkan kedalam labu ukur alas bulat 500 ml yang dilengkapi dengan pendingin.

Campuran direfluks selama 30 menit, kemudian dituangkan sambil aduk secara cepat

kedalam gelas piala yang berisi air es. Kristal yang terbentuk disaring dengan penyaring

buchner penghisap dan cuci dengan air dingin. Hasilnya dikeringkan dan ditentukan titik

leburnya.

Tahap rekristalisasi asetanilida perlu disiapkan erlenmeyer 500 ml dan corong yang

sudah dihangatkan atau dipanaskan kemudian diatur kertas saring pada corong. Larutan

asetanilida disaring, kemudian dicuci endapan karbon dengan air panas 5 ml. Filtratnya

didinginkan dengan pelan-pelan memasukkannya kedalam penangas air es, jika selama

pendinginan selama 25 menit tidak muncul kristal, maka gores-goreskan dinding

erlenmeyer untuk merangsang terbentuknya kristal.

Corong bunchner disiapkan (lengkap dengan kertas saring kering yang sudah

ditimbang). filtrasi atau penyaringan dilakukan kemudian dicuci kristal pada corong

bunchner dengan sedikit air dingin. Kristal diletakkan pada gelas arloji dan dikeringkan

pada suhu 100ᵒC selama 5 – 10 menit. Kristal asetanilida murni ditimbang bobotnya.

Hasil

Hasil

Asetailida

- disiapkan erlenmeyer 500 ml dan corong yang sudah dipanaskan serta diatur

kertas saring pada corong

- disaring larutan kemudian diicuci endapan karbon dengan air panas 5 ml

- didinginkan filtratnya dengan pelan-pelan dimasukkan ke dalam penangas air es

- disiapkan corong buchner dan dilakukan filtrasi kemudian dicuci kristal pada

corong buchner dengan sedikit air dingin

- diletakkan kristal pada gelas arloji dan dikeringkan pada suhu 100o C sekitar 5-10

menit, kemudian ditimbang bobot kristal murni

- dilakukan pengukuran titik lebur dan dibandingkan dengan titik lebur crude

asetanilida

Page 6: sintesis asetanilida

Pengukuran titik lebur dilakukan dan dibandingkan dengan titik lebur crude asetanilida.

Waktu yang dibutuhkan

No. Perlakuan Waktu

1. Persiapan alat dan bahan 10 menit

2. Proses refluks 30 menit

3. Penyaringan kristal dengan Bunchner dan pengeringan 25 menit

4. Uji titik lebur 1 10 menit

5. Menghangatkan corong 10 menit

6. Penyaringan dan pencucian endapan karbon 10 menit

7. Rekristalisasi 25 menit

8. Filtrasi 5 menit

9. Pengeringan 2 dan penimbangan 15 menit

10. Uji titik lebur 2 10 menit

Total 150 menit

Nama Praktikan

Dewi Adriana Putri (121810301053)