laporan asetanilida

20
BAB I PENDAHULUAN A.Dasar Teori Asetanilida atau N-phenylacetamide merupakan senyawa turunan asetil amina aromatis yang digolongkan sebagai amida primer, dimana satu atom hidrogen pada anilin digantikan dengan satu gugus asetil. Amida adalah turunan asam karboksilat yang paling tidak reaktif, sehingga banyak terdapat di alam. Amida mengandung nitrogen trivalent yang terikat pada gugus karbonil dimana nitrogenya mempunyai sepasang elektron sunyi dalam suatu orbital tensi. Amida mempunyai resonansi datar, sekalipun ikatan karbon nitrogen biasanya ditulis sebagai ikatan tunggal, reaksi pada ikatan ini terbatas, alasanya adalah adanya resonansi struktur. Resonansi inilah yang menunjukan mengapa nitrogen suatu amida tidak bersifat basa maupun nukleofilik. Amida merupakan basa yang sangat lemah, dengan pKb 15-16. Amida dapat mengalami reaksi hidrolisa dalam suasana asam membentuk asam karboksilat dan garam amida, sedangkan dalam suasana basa membentuk ion karboksilat dan amina Asetanilida dapat diperoleh dari asetilasi anilin, yaitu dari anilin dan anhidrida asetat. Asetilasi amina aromatis primer atau sekunder banyak dilakukan dengan klorida asam dalam suasana basa atau dengan cara mereaksikan amina dengan asetat anhidrat. Amina aromatis 1

Upload: finna-triani

Post on 11-Nov-2015

55 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

laporan ini dibuat untuk memenuhi tugas praktikum mata kuliah Kimia Organik II

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUAN

A. Dasar TeoriAsetanilida atau N-phenylacetamide merupakan senyawa turunan asetil amina aromatis yang digolongkan sebagai amida primer, dimana satu atom hidrogen pada anilin digantikan dengan satu gugus asetil. Amida adalah turunan asam karboksilat yang paling tidak reaktif, sehingga banyak terdapat di alam. Amida mengandung nitrogen trivalent yang terikat pada gugus karbonil dimana nitrogenya mempunyai sepasang elektron sunyi dalam suatu orbital tensi. Amida mempunyai resonansi datar, sekalipun ikatan karbon nitrogen biasanya ditulis sebagai ikatan tunggal, reaksi pada ikatan ini terbatas, alasanya adalah adanya resonansi struktur. Resonansi inilah yang menunjukan mengapa nitrogen suatu amida tidak bersifat basa maupun nukleofilik. Amida merupakan basa yang sangat lemah, dengan pKb 15-16. Amida dapat mengalami reaksi hidrolisa dalam suasana asam membentuk asam karboksilat dan garam amida, sedangkan dalam suasana basa membentuk ion karboksilat dan aminaAsetanilida dapat diperoleh dari asetilasi anilin, yaitu dari anilin dan anhidrida asetat. Asetilasi amina aromatis primer atau sekunder banyak dilakukan dengan klorida asam dalam suasana basa atau dengan cara mereaksikan amina dengan asetat anhidrat.Amina aromatis primer dapat bereaksi dengan anhidrida asetat menghasilkan turunan monoasetil. Bila cara pemananasan selama reaksi diperpanjang dan dengan kelebihan anhidrida asetat, maka akan menghasilkan juga bentuk atau turunan diasetil. Umumnya bentuk diasetil tidak stabil dalam air dan mengalami hidrolisis menjadi bentuk monoasetil. Bila hasil resetilasi dijumpai dalam campuran mono dan asetil, maka dari hasil rekristalisasi dengan pelarut yang mengandung air, misalnya etanol encer, hanya bentuk monoasetil yang diperoleh. Anhidrida asam lebih reaktif daripada asam karboksilat dan dapat digunakan untuk mensintesis keton, ester atau amida. Anhidrida asam bereaksi dengan nukleofil yang sama seperti yang bereaksi dengan asam klorida, namun laju reaksinya lebih rendah.

(Sumber: Microscale and Miniscale Organic Chemistry Laboratory Experiments. 2000. Allen MS, Barbara AG, Melvin LD. Halaman 438)

Mekanisme reaksinya menyangkut serangan nukleofilik oleh anilin pada atom karbon karbonil dari suatu turunan asam. Anilin adalah benzene tersubstitusi yang bereaksi lebih mudah daripada benzenanya sendiri. Jadi anilin bereaksi substitusi elektrofilik lebih cepat daripada benzene. Hal ini disebabkan anilin mempunyai gugus NH2 yang merupakan gugus aktivasi. Adanya gugus ini menyebabkan cincin lebih terbuka terhadap substitusi lebih lanjut. Sedang reaksi dengan nukleofilik terhadap anhidrida lebih reaktif dibanding ester dan ammonia. Pada sintesis senyawa asetanilida biasanya digunakan metode pemanasan agar kedua senyawa dapat bereaksi sempurna. Mula mula anilin bereaksi dengan asam asetat membentuk suatu amida dalam keadaan transisi, kemudian diikuti dengan reduksi H2O membentuk asetanilida.Komponen penyusun asetanilida yaitu anilin dan anhidrida asetat.1. Anilin Anilin atau fenilamina atau aminobenzena atau benzenamina merupakan cairan jernih tidak berwarna atau berwarna kuning dengan bau khas. Anilin mudah menguap dan mudah terbakar, larut pada pelarut organik dengan baik, larut pada air dengan tingkat kelarutan 3,5% pada 250C. Anilin merupakan basa lemah (Kb = 3,8 x 10^ -10). Anilin termasuk senyawa organik beracun dengan rumus molekul C6H5NH2. Terdiri dari kelompok fenil yang melekat pada gugus amino, anilin adalah amina aromatik prototipikal. Anilin dihasilkan antara lain dari reduksi nitrobenzena dan aminasi klorobenzena Kegunaan utamanya adalah dalam pembuatan prekursor untuk poliuretan, bahan bakar roket, pembuatan zat warna diazo, obat-obatan, dan bahan peledak.2. Anhidrida asetatAnhidrida asetat atau anhidrida asam asetat atau etanoil etanoat atau disingkat sebagai Ac2O, adalah cairan jernih tidak berwarna dan berbau seperti cuka. Anhidrida asetat bereaksi dengan kelembapan di udara membentukasam asetat, mudah terbakar, uapnya berbahaya, larut dengan perbandingan 2,6 g/100 ml. Anhidrida asetat merupakan senyawa iritan, korosif dengan rumus molekul (CH3CO)2O. Anhidrida asetat diperoleh antara lain dari reaksi kondensasiasam asetat dan reaksiasetil kloridadengannatrium asetat. Kegunaanya yaitu sebagai bahan dasar asetilasi, termasuk asetilasi aspirin dan diasetilasi morfin untuk sintesis heroin, untuk konversi selulosa mejadi selulosa asetat yang merupakan komponen dari film fotografi, dan untuk pengawet kayu melalui impregnasi autoclave untuk membuat kayu lebih tahan lama.Asetanilida berupa kristal putih tidak berbau yang digunakan sebagai obat untuk pengobatan neusalgia, zat awal pembuatan penisilium, bahan pengawet dalam air dari larutan hidrogen peroksida, bahan pembantu dalam industri cat dan karet, dan bahan intermediet pada sulfon dan asetilklorida.

B. Tujuan1. Mampu menjelaskan reaksi pembentukan anilida2. Mampu menjelaskan arti refluks3. Terampil dalam menggunakan karbon aktif dalam proses pemurnian melalui rekristalisasi4. Mampu menghasilkan bentuk kristal yang homogen

BAB IIMETODE KERJA

A. Prosedur Place 100 ml aniline, 100 ml glacial acetic acid, 10 ml aceic anhydride and 0,5 gm zinc dust in a 250 ml round bottom flask fitted with a reflux condenser. Heat the reaction mixture to boiling for about 40 minutes, detach the condenser and pour the hot contents slowly so as to prevent any residual zinc dust from escaping the flask, into a 500 ml beaker containing about 250 ml of cold water whilst stirring vigorously the resultant solution. Cool the beaker in ice-bath when crude acetanilide separates. Filter it in a Buchner funnel using suction, wash with cold water, drain well with the help of an inverted glass stopper and dry on the filter papers in ar. The yield of crude acetanilide, m.p 113, is about 15 gm. Recrystallise it from hot water containing 2% rectified spirit. The pure recrystallised product has the m.p 114.(Sumber: Advanced Practical Organic Chemistry 1st edition. 1979. N.K. Vishnoi. Halaman 330-331)

B. Alat dan Bahan Alat :a. Timbangan miligram1 buahb. Anak timbangan + pinset1 setc. Kertas perkamen 4 lembard. Labu alas bulat leher panjang 250 ml 1 buahe. Gelas ukur 2 buahf. Beaker glass 2 buahg. Pipet 4 buahh. Batu didih 3 buahi. Pendingin balik/bola 1 buahj. Kaki tiga + bunsen 1 buahk. Korek api 1 kotakl. Penangas air 1 buahm. Corong buchner 1 buahn. Labu hisap 1 buaho. Penghisap 1 buahp. Kertas saring 4 lembarq. Pengaduk kaca 1 buahr. Sudip 1 buahs. Corong panas 1 buaht. Corong tangkai panjang 1 buahu. Sumbat gabus 2 buahv. Oven 1 buahw. Kaca arloji 1 buahx. Botol hasil + etiket + tali 1 buah

Bahan :a. Anilin 5 mlb. Anhidrida asetat 5 mlc. Asam asetet glasial 5 mld. Serbuk Zn 0,25 grame. Etanol 2%2,5 mlf. Norit 75 mgg. Air es 125 mlh. Air panas 125 mli. Es batu secukupnya

C. Skema Kerja250 mg Zn + 5 ml aniline + 5ml asam asetat glasial + 5 ml anhidrida asetat dimasukkan ke dalam labu alas bulat leher panjang

Digoyang-goyang

Dimasukkan batu didih ke dalamnya

Direfluks dalam penangas air selama 40 menit

Sesekali digoyang-goyang

Dituang ke dalam 125 ml air es

Diaduk

Hasil penyaringan didinginkan ke dalam ice bath sampai terbentuk kristal

Dimasukkan ke dalam ice bath sampai terbentuk kristalKristal yang terbentuk dimasukkan ke dalam beaker glass berisi 125 ml air panasDitambah 2,5 ml etanol 2%

Ditunggu hingga suhu 50-600C, ditambahkan 75 mg norit

Kristal asetanilida yang terbentuk dikeringkan dalam oven

Disaring dengan corong Buchner dan labu hisap

Disaring dengan corong Buchner dan labu hisap

Segera disaring dengan corong panas

Dipanaskan sambil diaduk

Diaduk, bila larutan kotor

Dipanaskan 10 menit dengan tangas air

Setelah 1 hari

Krisal ditimbang, dimasukkan dalam botol hasil

D. Gambar Penggunaan dan Pemasangan Alat

E. Mekanisme Reaksi

Mengalami hidrolisis :

(Sumber: Microscale and Miniscale Organic Chemistry Laboratory Experiments. 2000. Allen MS, Barbara AG, Melvin LD. Halaman 439)

BAB IIIHASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Hasil teoritis: 7,5 gram Hasil Praktikum: 3,94 gram Rendemen hasil: 3,94 x 100 % = 52,53 % 7,5

B. Ketetapan AlamTitik leleh (teoritis): 114C

C. Pembahasan dan DiskusiSintesis asetanilida dilakukan melalui asetilasi anilina. Bahan-bahan yang digunakan yaitu serbuk Zn, anilin, anhidrida asetat, dan asam asetat glasial. Pertama-tama serbuk Zn dimasukkan ke dalam labu alas bulat leher panjang. Kemudian ditambahkan anilin, anhidrida astat, dan asam asetat glasial. Serbuk Zn disini berfungsi sebagai antioksidan atau mencegah oksidasi dari anilin, sehingga harus dimasukkan pertama kali ke dalam labu sebelum larutan lain dimasukkan. Asam asetat glasial berfungsi untuk mempercepat terjadinya pergeseran reaksi membentuk asetanilida sedangkan anhidrida asetat berfungsi sebagai pengering yang memiliki sifat reversible sehinga dapat mengikat air dan anilin yang merupakan bahan dasar untuk pembuatan asetanilida. Labu yang berisi campuran di atas digoyang-goyang hingga semua bahan tercampur homogen. Kemudian dimasukkan tiga sampai empat buah batu didih guna mengatur suhu didih, supaya terjadi sirkulasi udara yang teratur sehingga tidak terjadi bumping. Campuran larutan ini kemudian direfluks menggunakan pendingin balik atau bola dan penangas air sambil sesekali digoyang-goyang agar cairan di dalam labu menjadi homogen. Proses refluks dilakukan selama 40 menit, dihitung sejak air mendidih. Proses refluks dilakukan untuk mengurangi terjadinya penguapan saat dipanaskan, karena asam asetat dan anhidrida asetat bersifat mudah menguap. Setelah 40 menit, hasil refluks dimasukkan ke dalam air es (tanpa es) sambil diaduk. Lalu dimasukkan ke dalam icebath hingga terbentuk endapan atau kristal. Air es dan icebath berfungsi untuk mempercepat terjadinya pengkristalan. Setelah itu larutan disaring mengunakan corong Buchner yang sudah diberi kertas saring dan labu hisap serta pompa penghisap. Hasil saringan berupa kristal abu-abu. Langkah selanjutnya yaitu dilakukan proses rekristalisasi. Kristal yang terbentuk dimasukkan ke dalam air panas sambil dipanaskan di atas api bunsen. Kemudian ditambahkan etanol sambil diaduk. Etanol berfungsi untuk meningkatkan kelarutan karena tidak semua kristal akan larut dalm air panas. Penggunaan pelarut (air dan etanol) yang berlebihan akan menyebabkan kristal sulit terbentuk. Penambahan air menggunakan perbandigan 1:20 (berdasarkan kelarutan). Selanjutnya, apabila larutan yang dihasilkan kotor, larutan didiamkan dan ditambahkan norit 1-2% dari jumlah bahan pada saat suhu 50-600C sambil diaduk. Penambahan norit dilakukan pada suhu 50-600C adalah karena suhu tersebut merupakan suhu optimal zat warna pada larutan bisa ditarik oleh norit. Selain itu norit juga akan menjadi inaktif bila ditambahakan pada saat mendidih atau suhu terlalu tinggi. Norit merupakan karbon aktif sehingga tidak boleh diletakkan di udara bebas dalam waktu yang lama karena sifatnya yang dapat mengadsorpsi atau menyerap udara sehingga dapat menjadi karbon inaktif. Selain itu penambahan norit tidak boleh berlebihan karena norit juga akan menarik asetanilida sehingga hasil akhir yang diperoleh berkurang. Kemudian larutan dipanaskan lagi selama 10 menit. Selanjutnya, dalam keadaan panas tersebut, larutan segera disaring menggunakan corong panas yang sudah diberi corong tangkai panjang dimana corong tangkai panjang ini telah diberi kertas saring berlipat. Pada saat menyaring, larutan harus panas agar tidak ada kristal yang tersisa. Corong panas harus dipersiapkan terlebih dahulu agar benar-benar siap dipakai dengan dipanaskan terlebih dahulu. Hal ini bertujuan untuk mencegah terbentuknya kristal di corong panas, apabila terbentuk kristal maka akan menghambat proses penyaringan. Pengotor akan tertinggal di kertas saring dan filtrat akan tertampung di beaker glass. Filtrat didinginkan dalam ice bath hingga terbentuk kristal. Kemudian disaring menggunakan corong Buchner yang sudah diberi kertas saring dan labu hisap serta pompa penghisap. Terbentuklah kristal asetanilida. Kristal ini kemudian dikeringkan dalam oven selama kurang lebih satu hari. Setelah itu kristal ditimbang dan dimasukkan ke dalam botol hasil. Hasil yang didapatkan berdasarkan teori adalah 7,5 g, sedangkan pada hasil praktikum adalah 3,94 g (rendemen hasil = 52,53 %). Ini berarti hasil praktikum tidak sesuai dengan hasil teori yang ada. Hal ini bisa disebabkan oleh berbagai faktor, misalnya:1. Pengukuran dan penimbangan zat tidak akurat2. Penggunaan pelarut yang berlebihan sehingga sulit terjadi pengkristalan3. Norit yang dimasukkan kedalam larutan terlalu banyak, sehingga selain menarik kotoran dan zat warna, norit juga menarik asetanillida4. Pada saat menyaring dengan corong panas, larutan kurang panas sehingga ada kristal yang tersisa atau corong panas kurang panas sehingga terbentuk kristal di corong panas.5. Pada waktu menyaring dengan corong Buchner, banyak kristal yang tertinggal di kertas saring.6. Pada saat menimbang hasil, kristal banyak yang berjatuhan sehingga hasil akhir berkurang jumlahnya.

BAB IVKESIMPULAN

1. Sintesis asetanilida dilakukan melalui asetilasi anilina, mekanisme reaksinya menyangkut serangan nukleofilik oleh anilin pada atom karbon karbonil dari suatu turunan asam. 2. Bahan yang digunakan dalam sintesis asetanilida yaitu anilin dan anhidrida asetat.3. Refluks adalah peristiwa dimana uap yang mengkondensasi dikembalikan ke labu. Proses refluks dalam sintesis asetanilida dilakukan untuk mengurangi terjadinya penguapan saat dipanaskan, karena asam asetat dan anhidrida asetat bersifat mudah menguap.4. Penggunaan karbon aktif (norit) adalah untuk menarik zat warna sehingga dapat dihasilkan kristal yang tidak berwarna. 5. Penyaringan dengan corong panas harus dilakukan saat larutan dalam keadaan panas agar tidak ada kristal yang tersisa. Corong panas juga harus dipanaskan terlebih dahulu untuk mencegah terbentuknya kristal di corong panas yang akan menghambat proses penyaringan sehingga kristal yang dihasilkan tidak homogen.

DAFTAR PUSTAKA

Furniss BS et all. 1989. Vogels Textbook of Practical Organic Chemistry 5th edition. New York: Longman Sccientific & Technical. Page 916-18

Mc Murry J. 2000. Organic Chemistry 5th edition. USA : Brooks / Cole Publishing Company Pasific Grove. Page 1002

MS. Allen, AG. Barbara, LD. Melvin. 2000. Microscale and Miniscale Organic Chemistry Laboratory Experiments. USA: The McGraw-Hill Companies. Page 438-439

Vishnoi NK. 1979. Advanced Practical Organic Chemistry 1st edition. New Delhi : Vikas Publishing House PVT Ltd. Page 330-331

TANDA TANGAN PRAKTIKAN

Eunike Lavenia Nobel Finna Triani 1130139 1130141

14