sincidence of clostridium perfringens in meat products at some egyptian governorates

7
Cemaran Clostridium perfringens Pada Produk Daging Olahan Daging adalah sumber protein hewani dan mineral terutama zat besi. Teknologi saat ini memungkinkan konsumen untuk dapat mengkonsumsi daging dalam berbagai bentuk produk olahan daging. Produk olahan seperti kofta dan sosis adalah contoh produk olahan daging yang sangat terkenal di Mesir karena sosis dan kofta relative mudah disajikan dan menyelesaikan masalah kurangnya daging segar. Semua proses dan tahapan dari mulai di rumah potong hewan hingga daging siap dimasak haruslah berada dalam kondisi ideal hygiene makanan. Sehingga makanan yang berasal dari daging hewan aman dikonsumsi oleh semua orang. Kualitas mikrobiologi dan keamanan dari proses komersialisasi daging dan unggas adalah perhatian utama dari produsen, konsumen, dan public health official di seluruh dunia. Produk yang memiliki kontaminasi mikroorganisme melebihi batas yang diijinkan tidak akan diminati sehubungan dengan hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan masyarakat, kualitas, dan media yang baik bagi mikroorganisme untuk tumbuh dan bermultipikasi. Bakteri anaerobic adalah kelompok bakteri yang memegang peranan penting yang bertanggung jawab pada kerusakan produk dengan olahan pada kondisi minim oksigen. Clostridia adalah organisme anaerobic paling banyak yang mengkontaminasi makanan dengan menggunakan spora. Clostridium perfringens memiliki persebaran yang luas dibandingkan bakteri pathogen lainnya. Habitatnya adalah tanah dan intestine dari hewan dan manusia. Clostridium perfringens sering menyebabkan keracunan makanan pada manusia. Patogenitas clostridium perfringens

Upload: vidyaseptian

Post on 01-Jan-2016

34 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

resume of journal Sincidence of Clostridium Perfringens in Meat Products at Some Egyptian Governorates

TRANSCRIPT

Page 1: Sincidence of Clostridium Perfringens in Meat Products at Some Egyptian Governorates

Cemaran Clostridium perfringens Pada Produk Daging Olahan

Daging adalah sumber protein hewani dan mineral terutama zat besi. Teknologi saat

ini memungkinkan konsumen untuk dapat mengkonsumsi daging dalam berbagai bentuk

produk olahan daging. Produk olahan seperti kofta dan sosis adalah contoh produk olahan

daging yang sangat terkenal di Mesir karena sosis dan kofta relative mudah disajikan dan

menyelesaikan masalah kurangnya daging segar. Semua proses dan tahapan dari mulai di

rumah potong hewan hingga daging siap dimasak haruslah berada dalam kondisi ideal

hygiene makanan. Sehingga makanan yang berasal dari daging hewan aman dikonsumsi oleh

semua orang.

Kualitas mikrobiologi dan keamanan dari proses komersialisasi daging dan unggas

adalah perhatian utama dari produsen, konsumen, dan public health official di seluruh dunia.

Produk yang memiliki kontaminasi mikroorganisme melebihi batas yang diijinkan tidak akan

diminati sehubungan dengan hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan masyarakat, kualitas,

dan media yang baik bagi mikroorganisme untuk tumbuh dan bermultipikasi.

Bakteri anaerobic adalah kelompok bakteri yang memegang peranan penting yang

bertanggung jawab pada kerusakan produk dengan olahan pada kondisi minim oksigen.

Clostridia adalah organisme anaerobic paling banyak yang mengkontaminasi

makanan dengan menggunakan spora. Clostridium perfringens memiliki persebaran yang luas

dibandingkan bakteri pathogen lainnya. Habitatnya adalah tanah dan intestine dari hewan dan

manusia. Clostridium perfringens sering menyebabkan keracunan makanan pada manusia.

Patogenitas clostridium perfringens berhubungan dengan lethal extra cellular toxins. Semua

outbreak kasus keracunan oleh clostridium perfringens disebabkan oleh strain tipe (A) dimana

gading adalah medium yang sangat baik untuk pertumbuhan bakteri ini.

Kejadian keracunan makanan oleh Clostridium perfringens biasanya ditunjukkan

dengan tingginya angka hidangan daging atau produk olahan daging yang tidak dimasak

dengan benar-benar matang. Kontaminasi Clostridium perfringens pada daging dapat

diperoleh dari berbagai sumber antara lain kontaminasi di rumah potong pasca pemeriksaan

postmortem, kontaminasi dari tangan, kulit hewan, tanah, air dan peralatan.

Dalam jurnal yang berjudul “Sindicense of Clostridium perfringens in Meat Products

at Some Egyptian Governorates” ini dilakukan pengujian terhadap adanya kontaminasi dari

Clostridium perfringens pada produk daging olahan yang diambil dari supermarket besar,

grocery store, dan took daging retail di daerah Menofiea dan Gharbia. Pengujian alpha toxin

dan enterotoksin (cpa & cpe) dari jenis Clostridium perfringens secara langsung dari sampel

produk olahan daging menggunakan metode PCR.

Page 2: Sincidence of Clostridium Perfringens in Meat Products at Some Egyptian Governorates

Tabel 1 : Insidensi Clostridium perfringens pada sampel produk daging siap masak

Sampel Banyak sampel Banyaknya hasil (+) %

Beef burger 25 15 60

Meat kofta 25 13 52

Minced meat 25 7 28

Beef sausage 25 17 68

Kobeba 25 9 36

Total 125 61 48,8

Tabel 2 : Insidensi Clostridium perfringens pada sampel produk daging siap makan

Sampel Banyak sampel Banyaknya hasil (+) %

Basterma 25 4 16

Canned beef 25 7 28

Launcheon 25 5 20

Total 75 16 21,3

Tabel 1 menunjukkan bahwa prevalensi Clostridium perfringens pada produk gading

siap makan adalah 48,8 % dengan angka insidensi yaitu 60,52,28,68, dan 36% dari beef

burger, meat kofta, minced meat, beef sausage dan kobeba. Pada table 2 ditunjukkan bahwa

prevalensi Clostridium perfringens pada produk gading siap makan adalah 21,3 % dengan

angka insidensi (16, 28, dan 20%) berasal dari basterma, canned beef dan launcheon.

Tabel 3 : Penggolongan volat Clostridium perfringens dari sampel uji menggunakan Guinea

pig assay

SampelIsolat C.

perfringens

Bukan

isolate

toxinogenic

Tipe isolate toxigenic Clostridium perfringens

% * A % * D %* Mixed %*Total

**% *

Beef

burger15 2 13,3 7 46,7 4 26,7 2 13,3 13 86,7

Meat

kofta13 1 7,7 6 46,1 3 23,1 3 23,1 12 92,3

Minced

meat7 1 14,3 3 42,9 1 14,3 2 28,5 6 85,7

Beef

sausage17 2 11,8 10 58,8 1 5,9 4 23,5 15 88,2

Kobeba 9 1 11,1 3 33,3 3 33,3 2 22,2 8 88,8

Basterna 4 0 0,0 2 50,0 1 25,0 1 25,0 4 100,0

Canned 7 1 14,3 3 42,9 1 14,3 2 28,5 6 85,7

Page 3: Sincidence of Clostridium Perfringens in Meat Products at Some Egyptian Governorates

beef

Luncheon 5 0 0,0 2 40,0 1 20,0 2 40,0 5 100,0

Total 77 8 10,4 36 46,8 15 19,5 18 23,3 69 89,6

* % kalkulasi berdasarkan jumlah total isolate Clostridium perfringens

** jumlah total toxigenic Clostridium perfringens

Tabel 4: Total viable count dari isolate etostidium Clostridium perfringens dari sampel yang

diuji dan jumlah produksi enterotoxin tipe “A” dari Clostridium perfringens (suckling mouse

bioassy)

Sampel Total count of C.

perfringens CFU/g

No of C. perfringens

type “A”

No of C. perfringens

type “A” enterotoxin

%*

Beef burger 3,2x103 7 8 28,5

Meat kofta 4,5x104 6 1 16,7

Minced meat 1,2x103 3 0 0,0

Beef sausage 1,2x103 10 3 30,0

Kobeba 2,3x103 3 1 33,3

Basterna 4,5x10 2 0 0,0

Canned beef 2,8x102 3 1 33,3

Luncheon 2,1x10 2 0 0,0

Total - 36 8 22,2

*% kalkulasi berdasarkan jumlah total volat clostridium Perfringens

Tabel 4 menunjukkan bahwa hasil perhitungan Clostridium Perfringens pada beef

burger, meat kofta, minced meat, beef sausage, kobeba, basterna, canned beef, dan luncheon

adalah 3,2x103, 4,5x104, 1,2x103, 1,2x103, 2,3x103, 4,5x10, 2,8x102, dan , 2,1x10 CFU/g.

Tabel tersebut juga menunjukkan bahwa jumlah enterotoxigenic dari Clostridium Perfringens

tipe “A” yang diisolasi dari beef burger, meat kofta, minced meat, beef sausage, kobeba,

basterna, canned beef, dan luncheon dengan menggunakan suckling mouse bioassay adalah

28,5 ; 16,7 ; 0,0 ; 30,0 ; 33,3 ; 0,0 ; 33,3 dan 0,0 %

Page 4: Sincidence of Clostridium Perfringens in Meat Products at Some Egyptian Governorates

Sedangkan gambar di atas menunjukkan 6 sampel dari produk daging untuk hasil

positif Clostridium Perfringens alpha toxin gene (cpa) (1167bp), dan isolate Clostridium

Perfringens enterotoxigenic (cpe) (233bp).

Kasus keracunan makanan yang disebabkan oleh Clostridium Perfringens adalah salah

satu dari sekian banyak contoh penyakit yang disebabkan oleh konsumsi makanan yang telah

terkontaminasi, biasanya infeksi terjadi melalui perantara produk daging dan unggas. Pada

beberapa decade lampau, banyak survey yang dilakukan untuk mengetahui angka kejadian

cemaran Clostridium Perfringens pada daging sapi dan unggas baik mentah maupun olahan.

Dalam pengujian yang telah dilakukan, pengujian menggunakan metode PCR

menunjukkan spesifikasi dari primer oligonukleotida yang telah dikonfirmasi dengan

amplifikasi positif dari fragmen 1167bp untuk Clostridium Perfringens alpha genes (cpa) dan

fragmen 233bp, untuk Clostridium Perfringens enterotoxin genes (cpe) yang berasal dari

DNA yang diekstraksi dan koleksi sampel produk olahan daging. Hasil yang didapat sama

dengan hasil penelitian oleh Singh, et al dan Zheng. Et al yang melaporkan bahwa hasil

Immunomagnetik Separation Polymerase Chain Reaction (IMS-PCR) memiliki hasil yang

Page 5: Sincidence of Clostridium Perfringens in Meat Products at Some Egyptian Governorates

sama dengan metode kultur konvensional dan IMS-PCR. IMS-PCR adalah metode yang lebih

cepat dan lebih spesifik yang dapat digunakan sebagai metode screening untuk

enterotoxigenic dari Clostridium Perfringens pada sampel makanan.

Dapat ditarik kesimpulan bahwa perhitungan jumlah bakteri anaerobic pada sampel

makanan yang diuji masih dalam batas yang diijinkan oleh standar spesifikasi masyarakat

Mesir dan tidak cukup untuk menyebabkan kasus keracunan pada manusia, karena dibutuhkan

jutaan Clostridium Perfringens untuk menyebabkan keracunan makanan pada manusia (106

mikroorganisme/g). PCR adalah metode yang sesuai untuk mendeteksi Clostridium

Perfringens alpha gene dan enterotoxin gene secara langsung melalui sampel produk daging.

Daftar pustaka

Atwa, Elham I and Nahlan A. Abou El-Roos. 2011. Sincidence of Clostridium perfringens in

Meat Products at Some Egyptian Governorates. International Journal of Microbiological

Research 2 (3): 196-203