sikap, motivasi, dan hambatan dokter dalam upaya …digilib.unila.ac.id/59747/3/3. skripsi full teks...

83
SIKAP, MOTIVASI, DAN HAMBATAN DOKTER DALAM UPAYA PENCEGAHAN KAKI DIABETIK PADA PASIEN DIABETES MELITUS DI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA (FKTP) KOTA BANDAR LAMPUNG (Skripsi) Oleh ADELA PUTRI AGATA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2019

Upload: others

Post on 10-Nov-2020

15 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: SIKAP, MOTIVASI, DAN HAMBATAN DOKTER DALAM UPAYA …digilib.unila.ac.id/59747/3/3. SKRIPSI FULL TEKS TANPA... · 2019. 11. 14. · Tidak dilakukan pemeriksaan kaki regular pada pasien

SIKAP, MOTIVASI, DAN HAMBATAN DOKTER

DALAM UPAYA PENCEGAHAN KAKI DIABETIK

PADA PASIEN DIABETES MELITUS DI FASILITAS KESEHATAN

TINGKAT PERTAMA (FKTP) KOTA BANDAR LAMPUNG

(Skripsi)

Oleh

ADELA PUTRI AGATA

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2019

Page 2: SIKAP, MOTIVASI, DAN HAMBATAN DOKTER DALAM UPAYA …digilib.unila.ac.id/59747/3/3. SKRIPSI FULL TEKS TANPA... · 2019. 11. 14. · Tidak dilakukan pemeriksaan kaki regular pada pasien

SIKAP, MOTIVASI, DAN HAMBATAN DOKTER

DALAM UPAYA PENCEGAHAN KAKI DIABETIK

PADA PASIEN DIABETES MELITUS DI FASILITAS KESEHATAN

TINGKAT PERTAMA (FKTP) KOTA BANDAR LAMPUNG

Oleh

Adela Putri Agata

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Lulus

SARJANA KEDOKTERAN

Pada

Fakultas Kedokteran

Universitas Lampung

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2019

Page 3: SIKAP, MOTIVASI, DAN HAMBATAN DOKTER DALAM UPAYA …digilib.unila.ac.id/59747/3/3. SKRIPSI FULL TEKS TANPA... · 2019. 11. 14. · Tidak dilakukan pemeriksaan kaki regular pada pasien
Page 4: SIKAP, MOTIVASI, DAN HAMBATAN DOKTER DALAM UPAYA …digilib.unila.ac.id/59747/3/3. SKRIPSI FULL TEKS TANPA... · 2019. 11. 14. · Tidak dilakukan pemeriksaan kaki regular pada pasien
Page 5: SIKAP, MOTIVASI, DAN HAMBATAN DOKTER DALAM UPAYA …digilib.unila.ac.id/59747/3/3. SKRIPSI FULL TEKS TANPA... · 2019. 11. 14. · Tidak dilakukan pemeriksaan kaki regular pada pasien
Page 6: SIKAP, MOTIVASI, DAN HAMBATAN DOKTER DALAM UPAYA …digilib.unila.ac.id/59747/3/3. SKRIPSI FULL TEKS TANPA... · 2019. 11. 14. · Tidak dilakukan pemeriksaan kaki regular pada pasien

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, 21 Agustus 1997 merupakan anak

pertama dari tiga bersaudara, dari Ayahanda Dedi Gunawan dan Ibunda

Mahdalena.

Pendidikan Taman Kanak-kanak diselesaikan di TK Kartika II-26 Bandar

Lampung pada Tahun 2003, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SD Kartika II-5

Bandar Lampung pada tahun 2009, Sekolah Menengah Pertama (SMP)

diselesaikan di SMP Negeri 2 Bandar Lampung pada tahun 2012, dan Sekolah

Menengah Atas (SMA) diselesaikan di SMA Negeri 2 Bandar Lampung pada

tahun 2015. Tahun 2015, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas

Kedokteran Universitas Lampung.

Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah aktif pada organisasi Perhimpunan

Mahasiswa Pecinta Alam dan Tanggap Darurat (PMPATD) Pakis Rescue Team

sebagai anggota dan staff divisi Organisasi pada tahun 2015-2018. Penulis

terdaftar sebagai anggota dan staff bidang Humas Forum Studi Islam (FSI) Ibnu

Sina pada tahun 2015-2018.

Page 7: SIKAP, MOTIVASI, DAN HAMBATAN DOKTER DALAM UPAYA …digilib.unila.ac.id/59747/3/3. SKRIPSI FULL TEKS TANPA... · 2019. 11. 14. · Tidak dilakukan pemeriksaan kaki regular pada pasien

Kepada Allah Yang Maha Pengasih

Lagi Maha Penyayang

Teruntuk makhluk-makhluk Mu

yang paling hamba cintai, Mama dan Ayah.

Dan teruntuk keluarga tercintaku.

Terimalah bukti ilmu dari-Mu ini

untuk bekal ku menuju kepada-Mu

“Barang siapa menelusuri jalan untuk mencari ilmu pada-Nya Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.”

(HR. Muslim)

Page 8: SIKAP, MOTIVASI, DAN HAMBATAN DOKTER DALAM UPAYA …digilib.unila.ac.id/59747/3/3. SKRIPSI FULL TEKS TANPA... · 2019. 11. 14. · Tidak dilakukan pemeriksaan kaki regular pada pasien

SANWACANA

Puji syukur Penulis ucapkan kepada Allah SWT, atas segala nikmat, karunia,

pertolongan, dan kemudahan yang diberikan-Nya sehingga Penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini berjudul “SIKAP, MOTIVASI, DAN HAMBATAN DOKTER

DALAM UPAYA PENCEGAHAN KAKI DIABETIK PADA PASIEN

DIABETES MELITUS DI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

(FKTP) KOTA BANDAR LAMPUNG” adalah salah satu syarat untuk

memperoleh gelar sarjana Kedokteran di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P., selaku Rektor Universitas Lampung;

2. Dr. Dyah Wulan S.R.W., SKM., M.Kes, selaku Dekan Fakultas

Kedokteran Universitas Lampung;

3. Prof. Dr. dr. Efrida Warganegara, S.Ked., M.Kes., Sp. MK selaku

Pembimbinng Akademik;

4. Dr. dr. TA Larasati, S.Ked., M.Kes selaku Pembimbing Satu yang telah

bersedia meluangkan waktu, memberikan bimbingan, kritik, saran dan

nasihat yang bermanfaat dalam penelitian skripsi ini;

Page 9: SIKAP, MOTIVASI, DAN HAMBATAN DOKTER DALAM UPAYA …digilib.unila.ac.id/59747/3/3. SKRIPSI FULL TEKS TANPA... · 2019. 11. 14. · Tidak dilakukan pemeriksaan kaki regular pada pasien

5. Ibu Minerva Nadia Putri A.T., S.K.M., M.K.M selaku Pembimbing Kedua

yang telah bersedia meluangkan waktu, memberikan masukan, kritik,

saran dan nasihat bermanfaat dalam penyelesaian skripsi ini;

6. dr. Diana Mayasari, S.Ked., M.K.K selaku Pembahas skripsi yang bersedia

meluangkan waktu dan kesediannya untuk memberikan kritik, saran dan

nasihat yang bermanfaat dalam proses penyelesaian skripsi ini;

7. Ayah dan Mama tercinta, Bapak Dedi Gunawan dan Ibu Mahdalena,

terima kasih atas segala doa, cinta, dan dukungan baik fisik maupun psikis

yang telah diberikan kepadaku hingga saat ini;

8. Saudari kandung saya, Nadia Karismalita dan Saudara Kandung saya,

Faris Danuarta, yang selalu memberikan dukungan dan kasih sayang;

9. Seluruh keluarga besar yang turut memberikan dukungan kepadaku;

10. Seluruh staf pengajar dan karyawan Fakultas Kedokteran Universitas

Lampung atas segala ilmu dan bimbingan yang kelak akan digunakan

sebagai bekal dalam menjalankan tugas sebagai dokter;

11. Seluruh Informan Penelitian dan Informan Triangulasi yang bersedia

berpartisipasi dalam penelitian ini;

12. Teman yang selalu mendukung, menemani, memotivasi dan menjadi

tempat berbagi saya: Ami, Refi, Hanifa, Iid, Deem, Kak Wulan, Anis,

Ninis, dan Vioren;

13. Teman seperjuangan ku Kak Winda dan Sheira;

14. Terimakasih kepada Thoriq Aziz dan kak Vermitia atas segala nasihat dan

bantuan yang diberikan selama proses penelitian ini;

Page 10: SIKAP, MOTIVASI, DAN HAMBATAN DOKTER DALAM UPAYA …digilib.unila.ac.id/59747/3/3. SKRIPSI FULL TEKS TANPA... · 2019. 11. 14. · Tidak dilakukan pemeriksaan kaki regular pada pasien

15. Lembaga Kemahasiswaan yang selalu saya banggakan, PMPATD PAKIS

Rescue Team dan Forum Studi Islam (FSI) Ibnu Sina, terimakasih atas

segala ilmu dan keluarga yang telah diberikan;

16. Teman-teman Angkatan 2015 (ENDOMI5IUM) yang tidak bisa

disebutkan satu persatu;

Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.

Akan tetapi, semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan berguna untuk pembaca.

Bandar Lampung, Oktober 2019

Penulis

Adela Putri Agata

Page 11: SIKAP, MOTIVASI, DAN HAMBATAN DOKTER DALAM UPAYA …digilib.unila.ac.id/59747/3/3. SKRIPSI FULL TEKS TANPA... · 2019. 11. 14. · Tidak dilakukan pemeriksaan kaki regular pada pasien

ABSTRACT

DOCTOR’S ATTITUDE, MOTIVATION, AND OBSTACLES

IN IMPLEMENTING DIABETIC FOOT PREVENTION

TO DIABETES MELITUS PATIENTS AT PRIMARY HEALTH CARE

FACILITIES (FKTP) IN BANDAR LAMPUNG CITY

By

ADELA PUTRI AGATA

Backgrounds : Every thirty seconds an amputation should be done due to

diabetic foot. Diabetic foot prevention can reduce 85% of the amputations.

However, it is often ignored. Meanwhile, with the availability of adequate

facilities, health workers are not interested or do not have enough knowledge

about diabetic foot

Purpose : The aim of this study was to determine doctor’s attitude, motivation

and obstacles in implementing diabetic foot prevention at primary health care

facilities of Bandar Lampung city.

Method : This study used qualitative design with a phenomenology approach.

The informants were doctors who work at primary health care facilities in Bandar

Lampung city which amounted to six people.

Result : Education for the patients is not specific and inadequate to diabetic foot.

There is no regular foot examination to the DM patients. The doctors have

intrinsic and extrinsic motivation and some obstacles in doing diabetic prevention.

Conclusion : Doctors have positive attitude but have inadequate cognitive and

conative aspect towards diabetic foot prevention. The doctors have intrinsic

motivations and extrinsic motivation in diabetic foot prevention. There are

obstacles derived from patient, health facility, and from the doctor as health care

giver in diabetic foot prevention.

Keywords : Attitude, Diabetic Foot Prevention, Doctor, Motivation, Obstacle

Page 12: SIKAP, MOTIVASI, DAN HAMBATAN DOKTER DALAM UPAYA …digilib.unila.ac.id/59747/3/3. SKRIPSI FULL TEKS TANPA... · 2019. 11. 14. · Tidak dilakukan pemeriksaan kaki regular pada pasien

ABSTRAK

SIKAP, MOTIVASI, DAN HAMBATAN DOKTER

DALAM UPAYA PENCEGAHAN KAKI DIABETIK

PADA PASIEN DIABETES MELITUS DI FASILITAS KESEHATAN

TINGKAT PERTAMA (FKTP) KOTA BANDAR LAMPUNG

Oleh

ADELA PUTRI AGATA

Latar Belakang : Setiap tiga puluh detik terjadi amputasi akibat kaki diabetik.

Pencegahan kaki diabetik dapat mengurangi 85% jumlah amputasi. Namun, kaki

pencegahan kaki diabetik sering terabaikan. Bahkan dengan tersedianya fasilitas

yang adekuat, petugas kesehatan tidak tertarik atau tidak memiliki pengetahuan

yang cukup mengenai kaki diabetik.

Tujuan : Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sikap, motivasi, dan

hambatan dokter dalam melakukan pencegahan kaki dibetik di FKTP Kota Bandar

Lampung.

Metode : Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan

fenomenologi. Informan penelitian adalah dokter yang bekerja di FKTP Kota

Bandar Lampung yang berjumlah 6 orang.

Hasil : Edukasi kepada pasien tidak spesifik dan tidak adekuat mengenai kaki

diabetik. Tidak dilakukan pemeriksaan kaki regular pada pasien DM. Dokter

memiliki motivasi interinsik dan ekstrinsik serta beberapa hambatan dalam

melakukan pencegahan kaki diabetik.

Kesimpulan : Dokter memiliki sikap positif terhadap pencegahan kaki diabetik

namun aspek kognitif dan konatif tidak adekuat. Dokter memiliki motivasi

interinsik dan eksterinsik dalam pencegahan kaki diabetik. Terdapat hambatan

yang berasal dari pasien, fasilitas kesehatan, dan dari dokter sebagai petugas

kesehatan.

Keywords : Dokter, Hambatan, Motivasi, Pencegahan Kaki diabetik, Sikap

Page 13: SIKAP, MOTIVASI, DAN HAMBATAN DOKTER DALAM UPAYA …digilib.unila.ac.id/59747/3/3. SKRIPSI FULL TEKS TANPA... · 2019. 11. 14. · Tidak dilakukan pemeriksaan kaki regular pada pasien

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ........................................................................................................... i

DAFTAR TABEL ................................................................................................ iii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iv

DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... v

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang............................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 5

1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................... 6

1.4 Manfaat Penelitian ......................................................................................... 6

1.4.1 Manfaat Teoritis ................................................................................... 6

1.4.2 Manfaat Praktis ..................................................................................... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 7

2.1 Tinjauan Pustaka ............................................................................................ 7

2.1.1 Diabetes Melitus ................................................................................... 7

2.1.2 Kaki Diabetik...................................................................................... 19

2.1.3 Hambatan dalam Pencegahan Kaki Diabetik ..................................... 35

2.1.4 Sikap ................................................................................................... 37

2.1.5 Motivasi .............................................................................................. 40

2.2 Kerangka Teori ............................................................................................. 45

2.3 Kerangka Konsep ......................................................................................... 50

BAB III METODE PENELITIAN ..................................................................... 51

3.1 Desain Penelitian .......................................................................................... 51

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ...................................................................... 51

3.2.1 Tempat Penelitian ............................................................................... 51

3.2.2 Waktu Penelitian ................................................................................ 52

3.3 Informan ....................................................................................................... 52

3.4 Instrumen Penelitian ..................................................................................... 53

3.5 Pengumpulan Data ....................................................................................... 53

3.6 Analisis Data ................................................................................................ 54

3.7 Etika Penelitian ............................................................................................. 56

Page 14: SIKAP, MOTIVASI, DAN HAMBATAN DOKTER DALAM UPAYA …digilib.unila.ac.id/59747/3/3. SKRIPSI FULL TEKS TANPA... · 2019. 11. 14. · Tidak dilakukan pemeriksaan kaki regular pada pasien

ii

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 57

4.1 Hasil Penelitian ............................................................................................. 57

4.1.1 Gambaran Umum ............................................................................... 57

4.1.2 Karakteristik Informan Penelitian dan Informan Triangulasi ............ 58

4.1.3 Hasil Analisis Penelitian.................................................................... 59

4.2 Pembahasan .................................................................................................. 93

4.2.1 Sikap Dokter Terhadap Pencegahan Kaki Diabetik di FKTP ............ 93

4.2.2 Motivasi Dokter dalam Pencegahan Kaki Diabetik di FKTP ......... 102

4.2.3 Hambatan Dokter dalam Pencegahan Kaki Diabetik di FKTP ....... 103

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 109

5.1 Kesimpulan ................................................................................................. 109

5.2 Saran ........................................................................................................... 110

5.3 Keterbatasan Penelitian ............................................................................. 111

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 112

Page 15: SIKAP, MOTIVASI, DAN HAMBATAN DOKTER DALAM UPAYA …digilib.unila.ac.id/59747/3/3. SKRIPSI FULL TEKS TANPA... · 2019. 11. 14. · Tidak dilakukan pemeriksaan kaki regular pada pasien

iii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Klasifikasi frekuensi skrinning risiko kaki diabetik ............................................... 29

2. Karakteristik Informan Penelitian ......................................................................... 58

3. Karakteristik Informan Triangulasi ........................................................................ 59

Page 16: SIKAP, MOTIVASI, DAN HAMBATAN DOKTER DALAM UPAYA …digilib.unila.ac.id/59747/3/3. SKRIPSI FULL TEKS TANPA... · 2019. 11. 14. · Tidak dilakukan pemeriksaan kaki regular pada pasien

iv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Lokasi monofilament tes ........................................................................................ 30

2. Letak Monofilamen ................................................................................................ 30

3. Cara Memotong Kuku ............................................................................................ 33

4. Kerangka Teori ....................................................................................................... 49

5. Kerangka Konsep .................................................................................................. 50

6. Pencegahan Kaki Diabetik oleh Dokter di FKTP ................................................... 76

7. Motivasi Dokter dalam Pencegahan kaki Diabetik ................................................ 89

8. Hambatan Dokter dalam Pencegahan Kaki Diabetik ............................................. 92

Page 17: SIKAP, MOTIVASI, DAN HAMBATAN DOKTER DALAM UPAYA …digilib.unila.ac.id/59747/3/3. SKRIPSI FULL TEKS TANPA... · 2019. 11. 14. · Tidak dilakukan pemeriksaan kaki regular pada pasien

v

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Izin Penelitian

Lampiran 2 Surat Persetujuan Etik

Lampiran 3 Informed Consent Informan Penelitian

Lampiran 4 Infoimed Consent Informan Triangulasi

Lampiran 5 Form Panduan Wawancara Penelitan

Lampiran 6 Form Panduan Wawancara Triangulasi

Lampiran 7 Hasil Koding Penelitian

Lampiran 8 Hasil Koding Triangulasi

Lampiran 9 Dokumentasi Penelitian

Page 18: SIKAP, MOTIVASI, DAN HAMBATAN DOKTER DALAM UPAYA …digilib.unila.ac.id/59747/3/3. SKRIPSI FULL TEKS TANPA... · 2019. 11. 14. · Tidak dilakukan pemeriksaan kaki regular pada pasien

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berdasarkan International Diabetes Federation (IDF), angka pasien diabetes di

dunia pada tahun 2017 mencapai 425 juta dan diestimasikan pada tahun 2045

meningkat menjadi 629 juta. Jumlah kematian di dunia yang diakibatkan oleh

diabetes pada tahun 2017 adalah 4 juta kematian. Di Indonesia, jumlah pasien

DM pada tahun 2017 mencapai 10,3 juta dan diprediksi akan meningkat menjadi

16,7 juta pada tahun 2045 (IDF, 2017b). Prevalensi Diabetes Melitus (DM) di

Indonesia pada tahun 2013 adalah 6,9 % dan meningkat menjadi 8,5 % pada

tahun 2018. Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi dengan kenaikan

prevalensi DM yang cukup tinggi yaitu dari 0,8 % mencapai 1,6 % dari tahun

2013 ke 2018 (Kemenkes, 2018). Sementara Kota Bandar Lampung menempati

peringkat ke lima kota dengan prevalensi DM tertinggi di Provinsi Lampung

(Kemenkes, 2013).

Indonesia menempati peringkat pertama negara dengan persentase diabetes yang

tidak terdiagnosis pada tahun 2017 (IDF, 2017b). Diabetes dikenal dengan silent

killer karena sering tidak disadari dan saat diketahui sudah terjadi komplikasi

Page 19: SIKAP, MOTIVASI, DAN HAMBATAN DOKTER DALAM UPAYA …digilib.unila.ac.id/59747/3/3. SKRIPSI FULL TEKS TANPA... · 2019. 11. 14. · Tidak dilakukan pemeriksaan kaki regular pada pasien

2

(Kemenkes RI, 2014). Semakin meningkatnya angka diabetes maka

memungkinkan meningkatnya prevalensi komplikasi kronik DM. Salah satu

komplikasi kronik dari DM adalah kaki diabetik. Kaki diabetik merupakan

penyebab mayor dari morbiditas dan mortalitas pasien diabetes dan berkontribusi

besar dalam penggunaan dana kesehatan (Singh, 2005; Cavanagh, Attinger,

Abbas et al, 2012). Prevalensi kaki diabetik di dunia bervariasi dengan rata-rata

prevalensi global 6,4 % (Bobircē, Mihalache, Georgescu et al, 2016). Di sisi lain,

prevalensi kaki diabetik di Indonesia memiliki angka yang cukup tinggi yaitu

sebesar 12% (Yusuf, Okuwa, Irwan et al, 2016).

Setiap tahunnya dilaporkan terdapat lebih dari satu juta amputasi dilakukan akibat

kaki diabetik (Bakker, Apelqvist, Lipsky et al, 2016). Setiap 30 detik satu

tungkai bagian bawah seseorang harus diamputasi akibat diabetes (IDF, 2017a).

Pada tahun 2017, pasien dengan kaki diabetik di dunia membutuhkan dana 5,4

kali lebih besar dari pasien tanpa kaki diabetik (IDF, 2017b). Total biaya

pengelolaan kaki diabetik di Amerika Serikat (AS) berkisar antara 9 hingga 13

miliar dolar amerika yaitu sekitar 126,4 sampai 182,6 triliun rupiah (Rice, Desai,

Cummings et al, 2014).

Sementara di Indonesia penderita kaki diabetik memerlukan biaya yang cukup

tinggi yaitu sebesar 1,3 juta sampai 1,6 juta rupiah perbulan dan 43,5 juta rupiah

per tahun untuk seorang penderita (Suyono, 2006 dalam Aftria, 2014). Sebesar

80% perawatan rumah sakit pada pasien diabetes di Indonesia diakibatkan oleh

kaki diabetik (Riyanto, 2007). Berbagai penelitian mengenai kualitas hidup

Page 20: SIKAP, MOTIVASI, DAN HAMBATAN DOKTER DALAM UPAYA …digilib.unila.ac.id/59747/3/3. SKRIPSI FULL TEKS TANPA... · 2019. 11. 14. · Tidak dilakukan pemeriksaan kaki regular pada pasien

3

pasien diabetes, menunjukkan bahwa kehilangan anggota gerak tubuh akibat kaki

diabetik memiliki dampak negatif yang lebih besar pada kualitas hidup daripada

komplikasi diabetes lainnya (Clarke, 2002; Laiteerapong, Karter, Liu et al, 2011).

Kaki diabetik merupakan kondisi yang dapat dicegah, di mana intervensi

sederhana dapat mengurangi angka amputasi hingga 85% (Cousart dan Handley,

2016). Namun pencegahan kaki diabetik sering diabaikan (Allen, Van der, Does

et al, 2016). Di Itali, sebanyak 50% pasien diabetes tidak menerima pemeriksaan

kaki dan sebanyak 28% belum pernah mendapatkan edukasi mengenai kaki

diabetik (Berardis, Pellegrini, Franciosi et al, 2005). Audit tahunan manajemen

penyakit kronis yang dilakukan di klinik Klapmuts, Afrika Selatan pada tahun

2013 menunjukkan bahwa tidak ada pasien diabetes yang menjalani skrining kaki

sesuai dengan pedoman daerah setempat dan internasional (Allen, Van der, Does

et al, 2016). Sementara berdasarkan International Working Group On The

Diabetic Foot (IWGDF), sekurang-kurangnya dokter di FKTP harus memeriksa

kaki pasien diabetes satu kali dalam satu tahun (IWGDF, 2015b).

Diperkirakan hanya kurang dari sepertiga dokter yang mengenali gejala neuropati

perifer yang merupakan faktor risiko kaki diabetik (IDF, 2017a). Bahkan apabila

sudah tersedia fasilitas yang memadai, tenaga kesehatan yang ada tidak tertarik

atau tidak memiliki pengetahuan yang cukup mengenai kaki diabetik (Houtum,

2012). Penanganan kaki diabetik baik pencegahan sampai perawatan digambarkan

terfragmentasi dan tidak teratur, tergantung pada individu yang menangani dan

Page 21: SIKAP, MOTIVASI, DAN HAMBATAN DOKTER DALAM UPAYA …digilib.unila.ac.id/59747/3/3. SKRIPSI FULL TEKS TANPA... · 2019. 11. 14. · Tidak dilakukan pemeriksaan kaki regular pada pasien

4

sumber daya lokal yang tersedia (IDF, 2017a). Hal ini mencerminkan perilaku

upaya pencegahan yang buruk.

Upaya pencegahan merupakan suatu perilaku yang terencana karena merupakan

aktivitas yang sengaja dilakukan untuk tujuan tertentu. Berdasarkan teori perilaku

terencana atau Theory of Planned Behavior (TPB), perilaku yang terencana

dipengaruhi langsung oleh niat (Intention) yaitu kumpulan faktor motivasi yang

mempengaruhi perilaku. Sementara niat dipengaruhi oleh sikap (attitude), norma

subjektif (subjective norms), dan persepsi kontrol perilaku (perceived behavioral

control) yang mengacu pada kemudahan atau kesulitan yang dirasakan dalam

melakukan perilaku dan diasumsikan mencerminkan pengalaman masa lalu serta

halangan dan hambatan yang diantisipasi (Ajzen, 1991).

Sikap dan motivasi tenaga kerja yang berkualitas sangat penting dalam

meningkatkan produktivitas dan kualitas layanan suatu organisasi (Stella, 2008).

Demotivasi atau motivasi yang buruk dapat menyebabkan sikap yang buruk dari

penyedia layanan kesehatan terhadap pasien serta dapat menyebabkan tidak

digunakannya protokol standar yang ada (WHO, 2006).

Dalam era sistem kesehatan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), Fasilitas

Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) merupakan fokus utama dalam implementasi

sistem kesehatan nasional. Pelayanan kesehatan difokuskan di FKTP seperti di

Puskesmas, klinik atau dokter praktek perseorangan yang berperan sebagai

gerbang utama atau gatekeeper masyarakat dalam mengakses pelayanan

Page 22: SIKAP, MOTIVASI, DAN HAMBATAN DOKTER DALAM UPAYA …digilib.unila.ac.id/59747/3/3. SKRIPSI FULL TEKS TANPA... · 2019. 11. 14. · Tidak dilakukan pemeriksaan kaki regular pada pasien

5

kesehatan yang lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif (Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, 2014). Sudah terdapat

beberapa penelitian yang membahas mengenai sikap, motivasi, dan hambatan dari

sisi pasien dalam upaya pencegahan kaki diabetik (Apriliyani, 2018; Mulya,

2014; Houtum, 2012). Namun saat ini belum terdapat penelitian mengenai sikap,

motivasi, dan hambatan penyedia layanan kesehatan dalam upaya pencegahan

kaki diabetik yang dilakukan di FKTP.

Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian kualitatif

yang menggali tentang sikap, motivasi, dan hambatan dokter dalam upaya

pencegahan kaki diabetik pada pasien diabetes melitus di fasilitas kesehatan

tingkat pertama kota Bandar Lampung.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan masalah yaitu :

1. Bagaimanakah sikap dokter terhadap upaya pencegahan kaki diabetik di

fasilitas kesehatan tingkat pertama Kota Bandar Lampung?

2. Bagaimanakah motivasi dokter dalam upaya pencegahan kaki diabetik di

fasilitas kesehatan tingkat pertama Kota Bandar Lampung?

3. Bagaimanakah hambatan yang dirasakan dokter dalam melakukan upaya

pencegahan kaki diabetik di fasilitas kesehatan tingkat pertama Kota Bandar

Lampung?

Page 23: SIKAP, MOTIVASI, DAN HAMBATAN DOKTER DALAM UPAYA …digilib.unila.ac.id/59747/3/3. SKRIPSI FULL TEKS TANPA... · 2019. 11. 14. · Tidak dilakukan pemeriksaan kaki regular pada pasien

6

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sikap, motivasi, dan hambatan

upaya pencegahan kaki diabetik oleh dokter di fasilitas kesehatan tingkat pertama

kota Bandar Lampung.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat memperkaya pengetahuan di bidang ilmu

kedokteran komunitas.

1.4.2 Manfaat Praktis

1.4.2.1 Bagi Peneliti

Untuk mendapatkan pengalaman meneliti, menambah wawasan

pengetahuan, dan mengaplikasikan pengetahuan yang telah didapat.

1.4.2.2 Bagi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama

Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk membantu meningkatkan

kualitas upaya pencegahan kaki diabetik.

1.4.2.3 Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai data dan masukan yang dapat menjadi informasi dan sumber

referensi bagi penelitian dimasa yang akan datang.

1.4.2.4 Bagi Masyarakat

Sebagai salah satu sarana untuk menambah wawasan tentang

penyakit, komplikasi, dan pencegahan diabetes melitus.

Page 24: SIKAP, MOTIVASI, DAN HAMBATAN DOKTER DALAM UPAYA …digilib.unila.ac.id/59747/3/3. SKRIPSI FULL TEKS TANPA... · 2019. 11. 14. · Tidak dilakukan pemeriksaan kaki regular pada pasien

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Diabetes Melitus

2.1.1.1 Pengertian Diabetes Melitus

Diabetes Melitus (DM) adalah salah suatu bentuk penyakit

metabolik dengan ciri hiperglikemi akibat kelainan sekresi

insulin, gangguan kerja insulin, atau keduanya yang dapat

menimbulkan berbagai komplikasi (Soelistijo, Novida, Rudijanto

et al 2015). Berdasarkan IDF, DM adalah kondisi kronis yang

terjadi ketika terdapat peningkatan kadar glukosa darah karena

tubuh tidak dapat menghasilkan hormon insulin yang cukup atau

menggunakan insulin secara efektif (IDF, 2017). Diabetes secara

harfiah berarti “mengalirkan” dan melitus berarti “manis” yang

menunjukkan pengeluaran urin yang banyak dan manis akibat

glukosuria (Sherwood, 2015).

2.1.1.2 Manifestasi dan Patofisiologi Diabetes Melitus

Pada diabetes terjadi penurunan aktivitas insulin yang

menyebabkan kondisi hiperglikemia. Terdapat banyak glukosa

dalam darah namun sedikit glukosa intrasel. Akibatnya terjadi

Page 25: SIKAP, MOTIVASI, DAN HAMBATAN DOKTER DALAM UPAYA …digilib.unila.ac.id/59747/3/3. SKRIPSI FULL TEKS TANPA... · 2019. 11. 14. · Tidak dilakukan pemeriksaan kaki regular pada pasien

8

kelaparan sel dan menimbulkan polifagia. Terjadi proses

glikogenolisis dan glukoneogenesis oleh hati tanpa kendali dan

memperburuk kondisi hiperglikemia yang menyebabkan

glukosuria. Glukosa dalam urin akan menarik air bersamanya

dan menyebabkan poliuria. Banyaknya cairan yang keluar

menyebabkan dehidrasi dan dapat menimbulkan gejala

polidipsia, gagal ginjal, bahkan kematian akibat berkurangnya

aliran darah ke otak. Apabila sel kehilangan air sewaktu, sel

dapat menciut dan otak sangat peka terhadap penciutan sehingga

dapat terjadi malfungsi sistem saraf (Sherwood, 2015).

Untuk mengkompensasi kurangnya glukosa intrasel, akan terjadi

lipolisis pada tubuh, sehingga penderita akan tampak kurus.

Asam lemak yang didapatkan akan diubah menjadi sumber

energi alternatif. Peningkatan metabolisme asam lemak oleh hatI

menyebabkan pelepasan badan keton yang bersifat asam dan

menyebabkan ketosis dan asidosis metabolik hingga koma

diabetes dan kematian. Tindakan kompensasi asidosis metabolik

adalah peningkatan pengeluaran CO2 pembentuk asam.

Pengeluaran salah satu badan keton melalui napas menyebabkan

napas berbau buah. Protein juga akan diuraikan untuk proses

glukoneogenesis sehingga menyebabkan penurunan berat badan

dan kelemahan. Pada anak dapat menyebabkan penurunan laju

pertumbuhan (Sherwood, 2015).

Page 26: SIKAP, MOTIVASI, DAN HAMBATAN DOKTER DALAM UPAYA …digilib.unila.ac.id/59747/3/3. SKRIPSI FULL TEKS TANPA... · 2019. 11. 14. · Tidak dilakukan pemeriksaan kaki regular pada pasien

9

2.1.1.3 Klasifikasi Diabetes Melitus

Berdasarkan etiologinya, DM diklasifikasikan menjadi; DM tipe

1 yaitu yang disebabkan oleh destruksi sel beta oleh proses

autoimun atau idiopatik sehingga terjadi defisiensi insulin, DM

tipe 2 yang disebabkan oleh faktor yang bervariasi yang

menyebabkan resistensi insulin sampai defek sekresi insulin

pankreas, DM gestasional, dan DM tipe lain seperti pada defek

genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit

eksokrin pankreas, endokrinopati, karena obat atau zat kimia,

infeksi, sebab imunologi, dan sindrom genetik lain yang

berkaitan dengan DM (Soelistijo, Novida, Rudijanto et al 2015).

2.1.1.4 Diagnosis Diabetes Melitus

Diagnosis DM ditegakkan melalui pemeriksaan kadar glukosa

darah. Pemeriksaan glukosa darah yang disarankan adalah

pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan plasma

darah vena. Diikuti dengan adanya tanda dan gejala DM.

Seseorang dapat dikatakan diabetes melitus apabila memenuhi

salah satu dari kriteria berikut ini :

1. Jika Gula Darah Puasa (GDP) ≥ 126 mg/dl (puasa minimal 8

jam).

2. Pemeriksaan Gula Darah Sewaktu (GDS) ≥ 200 mg/dl 2

jam setelah Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) dengan

beban glukosa 75 gram.

Page 27: SIKAP, MOTIVASI, DAN HAMBATAN DOKTER DALAM UPAYA …digilib.unila.ac.id/59747/3/3. SKRIPSI FULL TEKS TANPA... · 2019. 11. 14. · Tidak dilakukan pemeriksaan kaki regular pada pasien

10

3. Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dl dengan

keluhan klasik.

4. Pemeriksaan Hemoglobin A1 (HbA1c) ≥ 6,5% dengan

menggunakan metode yang terstandarisasi oleh National

Glycohaemoglobin Standarization Programme (NGSP).

Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normal atau

kriteria DM digolongkan ke dalam kelompok prediabetes yang

meliputi: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) dan Glukosa

Darah Puasa Terganggu (GDPT).

1. Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT): GDP 100-125

mg/dl dan pemeriksaan TTGO glukosa plasma 2-jam <140

mg/dl.

2. Toleransi Glukosa Terganggu (TGT): Hasil pemeriksaan

glukosa plasma 2 jam setelah TTGO antara 140-199 mg/dl

dan glukosa plasma puasa <100 mg/dl.

3. Didapatkan GDPT dan TGT secara bersamaan.

4. Kadar HbA1c 5,7-6,4% (Soelistijo, Novida, Rudijanto et al

2015).

2.1.1.5 Faktor Risiko Diabetes Melitus

Faktor risiko DM dapat digolongkan menjadi faktor risiko yang

dapat dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor

risiko yang dapat dimodifikasi antara lain adalah berat badan

berlebih, obesitas abdominal atau sentral, pola hidup yang tidak

Page 28: SIKAP, MOTIVASI, DAN HAMBATAN DOKTER DALAM UPAYA …digilib.unila.ac.id/59747/3/3. SKRIPSI FULL TEKS TANPA... · 2019. 11. 14. · Tidak dilakukan pemeriksaan kaki regular pada pasien

11

sehat, aktivitas fisik rendah, hipertensi, merokok, dislipidemia,

riwayat TGT atau GDPT. Sedangkan faktor risiko yang tidak

dapat dimodifkasi adalah umur, jenis kelamin, ras, etnik, riwayat

diabetes melitus pada keluarga, riwayat melahirkan bayi dengan

berat badan lebih dari 4000 gram, dan riwayat lahir dengan Berat

Badan Lahir Rendah (BBLR) atau kurang dari 2500 gram

(Kemenkes RI, 2014).

2.1.1.6 Komplikasi Diabetes Melitus

Secara umum komplikasi DM digolongkan menjadi komplikasi

akut dan kronis. Komplikasi akut dapat berupa hipoglikemia dan

ketoasidosis diabetikum. Sementara komplikasi kronik

digolongkan menjadi komplikasi mikrovaskular dan

makrovaskular. Komplikasi mikrovaskular terjadi pada

pembuluh darah kecil. Nefropati, neuropati, dan retinopati

merupakan komplikasi mikrovaskular DM. Komplikasi

makrovaskular terjadi pada pembuluh darah besar dan dapat

menyebabkan strok, penyakit jantung, dan pembuluh darah

perifer yang memungkinkan terjadinya kaki diabetik dan

amputasi (Bambang, Yati, Muhammad et al, 2015).

Jaringan kardiovaskular, jaringan saraf, sel endotel pembuluh

darah, dan sel retina memiliki kemampuan untuk memasukkan

glukosa tanpa bantuan insulin, dan disebut juga jaringan yang

rentan terhadap hiperglikemia. Komplikasi kronik diabetes

Page 29: SIKAP, MOTIVASI, DAN HAMBATAN DOKTER DALAM UPAYA …digilib.unila.ac.id/59747/3/3. SKRIPSI FULL TEKS TANPA... · 2019. 11. 14. · Tidak dilakukan pemeriksaan kaki regular pada pasien

12

melitus terjadi akibat hiperglikemia berkepanjangan pada

jaringan yang rentan tersebut sehingga terdapat glukosa berlebih

dalam sel, yang disebut juga keadaan hiperglisolia.

Terdapat banyak jalur patogenesis terjadinya komplikasi kronik

DM, salah satunya adalah jalur reduktase aldose. Pada jalur ini

glukosa dalam sel akan diubah menjadi sorbitol oleh enzim

reduktase aldose dengan bantuan koenzim NADPH. Kemudian

sorbitol akan direduksi menjadi fruktosa. Sorbitol dan fruktosa

bersifat sangat hidrofilik, sehingga lambat untuk menembus lipid

bilayer sel. Akibatnya terjadi penumpukan sorbitol dan fruktosa

intraseluler.

Sel kemudian akan membesar akibat masuknya air ke dalam sel

karena proses osmotik, serta terjadi imbalans ion dan metabolit

yang mengakibatkan terjadinya kerusakan sel. Kemudian terjadi

penurunan rasio NADPH dan NADP+ akibat penggunaan

NADPH pada jalur ini, yang kemudian menimbulkan stres

oksidatif dan meningkatkan kerusakan sel (Setiati, Alwi, Sudoyo

et al, 2014).

2.1.1.7 Tatalaksana Diabetes Melitus

Tujuan umum penatalaksanaan DM adalah meningkatkan

kualitas hidup penderitanya. Tujuan penatalaksanaan DM

meliputi; tujuan jangka pendek yaitu menghilangkan keluhan

DM, memperbaiki kualitas hidup, dan mengurangi risiko

Page 30: SIKAP, MOTIVASI, DAN HAMBATAN DOKTER DALAM UPAYA …digilib.unila.ac.id/59747/3/3. SKRIPSI FULL TEKS TANPA... · 2019. 11. 14. · Tidak dilakukan pemeriksaan kaki regular pada pasien

13

komplikasi akut; tujuan jangka panjang yaitu mencegah dan

menghambat progresivitas penyulit mikroangiopati dan

makroangiopati; dan tujuan akhir pengelolaan DM adalah

turunnya morbiditas dan mortalitas DM. Langkah-langkah

penatalaksanaan DM dibagi menjadi penatalaksanaan umum

dan penatalaksanaan khusus.

a. Langkah-langkah Penatalaksanaan Umum

Dilakukan evaluasi medis lengkap pada pertemuan pertama

yang terdiri dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, evaluasi

laboratorium, dan penapisan komplikasi dengan melakukan

pemeriksaan profil lipid, tes fungsi hati, tes fungsi ginjal, tes

urin rutin, elektrokardiogram, foto rontgen toraks apabila

terdapat indikasi tuberkulosis dan penyakit jantung kongestif,

serta pemeriksaan kaki secara komprehensif.

b. Langkah-langkah Penatalaksanaan Khusus

Penatalaksanaan DM diawali dengan menerapkan pola hidup

sehat dan diiringi dengan intervensi farmakologis dengan

obat anti hiperglikemia oral atau suntikan. Penatalaksanaan

khusus DM terdiri dari edukasi, terapi nutrisi medis, latihan

jasmani, dan terapi farmakologis.

1. Edukasi

Materi edukasi terdiri dari materi edukasi tingkat awal

dan materi edukasi tingkat lanjutan. Materi edukasi pada

tingkat awal dilaksanakan di FKTP meliputi:

Page 31: SIKAP, MOTIVASI, DAN HAMBATAN DOKTER DALAM UPAYA …digilib.unila.ac.id/59747/3/3. SKRIPSI FULL TEKS TANPA... · 2019. 11. 14. · Tidak dilakukan pemeriksaan kaki regular pada pasien

14

• Materi tentang perjalanan penyakit DM.

• Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan

DM secara berkelanjutan.

• Penyulit DM dan risikonya.

• Intervensi non-farmakologis dan farmakologis serta

target pengobatan.

• Interaksi antara asupan makanan, aktivitas fisik, dan

obat antihiperglikemia oral atau insulin serta obat-

obatan lain.

• Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil

glukosa darah atau urin mandiri (hanya jika

pemantauan glukosa darah mandiri tidak tersedia).

• Mengenal gejala dan penanganan awal hipoglikemia.

• Pentingnya latihan jasmani yang teratur.

• Pentingnya perawatan kaki.

• Cara mempergunakan fasilitas perawatan

kesehatan.

Sementara materi edukasi pada tingkat lanjut

dilaksanakan di fasilitas pelayanan kesehatan sekunder

dan /atau tersier adalah sebagai berikut:

• Mengenal dan mencegah penyulit akut DM.

• Pengetahuan mengenai penyulit menahun DM.

• Penatalaksanaan DM selama menderita penyakit lain.

Page 32: SIKAP, MOTIVASI, DAN HAMBATAN DOKTER DALAM UPAYA …digilib.unila.ac.id/59747/3/3. SKRIPSI FULL TEKS TANPA... · 2019. 11. 14. · Tidak dilakukan pemeriksaan kaki regular pada pasien

15

• Rencana untuk kegiatan khusus (seperti olahraga).

• Kondisi khusus yang dihadapi (contoh: hamil, puasa,

hari-hari sakit).

• Hasil penelitian dan pengetahuan masa kini dan

teknologi mutakhir tentang DM.

• Pemeliharaan/perawatan kaki (Soelistijo, Novida,

Rudijanto et al 2015).

2. Terapi Nutrisi Medis (TNM)

Terapi nutrisi medis diberikan sesuai dengan kebutuhan

setiap penderita DM. Kunci keberhasilan TNM adalah

keterlibatan menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli

gizi, petugas kesehatan yang lain, pasien dan

keluarganya). Prinsip pengaturan makan pada penderita

DM adalah makan dengan kalori dan zat gizi yang sesuai

dengan kebutuhan masing-masing individu. Keteraturan

jadwal makan, jenis dan jumlah kandungan kalori,

terutama pada mereka yang menggunakan obat yang

meningkatkan sekresi insulin atau terapi insulin perlu

diperhatikan pada TNM pasien DM (Soelistijo, Novida,

Rudijanto et al 2015).

Page 33: SIKAP, MOTIVASI, DAN HAMBATAN DOKTER DALAM UPAYA …digilib.unila.ac.id/59747/3/3. SKRIPSI FULL TEKS TANPA... · 2019. 11. 14. · Tidak dilakukan pemeriksaan kaki regular pada pasien

16

3. Latihan Jasmani

Latihan jasmani bertujuan untuk menjaga kebugaran dan

untuk menurunkan berat badan pada pasien obesitas serta

memperbaiki sensitivitas insulin. Latihan jasmani yang

bersifat aerobik dengan intensitas sedang (50-70% denyut

jantung maksimal) lebih dianjurkan seperti: jalan cepat,

bersepeda santai, jogging, dan berenang. Apabila tidak

disertai nefropati, latihan jasmani merupakan salah satu

pilar dalam pengelolaan DM. Kegiatan latihan jasmani

dilakukan secara secara teratur selama 30-45 menit, 3-5

kali perminggu.

Jeda antar latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut.

Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan glukosa darah

sebelum latihan. Jika kadar glukosa darah <100 mg/dL

pasien harus mengkonsumsi karbohidrat terlebih dahulu

dan bila >250 mg/dL dianjurkan untuk menunda latihan.

Aktivitas sehari-hari bukan termasuk dalam latihan

jasmani walaupun dianjurkan untuk selalu aktif setiap

hari (Soelistijo, Novida, Rudijanto et al 2015).

4. Terapi Farmakologis

Terapi farmakologis terdiri dari obat anti hiperglikemia

oral dan obat anti hiperglikemia bentuk suntikan.

Page 34: SIKAP, MOTIVASI, DAN HAMBATAN DOKTER DALAM UPAYA …digilib.unila.ac.id/59747/3/3. SKRIPSI FULL TEKS TANPA... · 2019. 11. 14. · Tidak dilakukan pemeriksaan kaki regular pada pasien

17

a. Obat anti hiperglikemia oral

Obat anti hiperglikemia oral atau disebut Obat

Hipoglikemik Oral (OHO) dibagi menjadi lima

golongan yaitu :

1. Pemacu sekresi insulin (Insulin Secretagogue)

Obat golongan ini mempunyai efek utama

meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta

pankreas contoh obat golongan insulin sekretagog

adalah sulfonilurea dan glinid.

2. Peningkat sensitivitas terhadap insulin

Metformin merupakan salah satu obat peningkat

sensitivitas insulin. Metformin mengurangi

produksi glukosa oleh hati dan meningkatkan

pengambilan glukosa di jaringan. Tiazolidindion

merupakan jenis lain dari obat peningkat

sensitivitas insulin. Obat ini meningkatkan jumlah

protein pengangkut glukosa, sehingga

meningkatkan ambilan glukosa di jaringan perifer.

3. Penghambat glukosa di saluran pencernaan

Penghambat alfa glucosidase bekerja

memperlambat peyerapan glukosa dalam usus

halus dan menurunkan glukosa darah sesudah

makan. Contoh obat golongan ini adalah acarbose.

Page 35: SIKAP, MOTIVASI, DAN HAMBATAN DOKTER DALAM UPAYA …digilib.unila.ac.id/59747/3/3. SKRIPSI FULL TEKS TANPA... · 2019. 11. 14. · Tidak dilakukan pemeriksaan kaki regular pada pasien

18

4. Penghambat Dipeptidyl Peptidase-IV (DPP-IV)

Golongan ini menghambat kerja enzim DPP-IV

sehingga Glucose Like Peptide (GLP-1) yang

berfungsi meningkatkan sekresi insulin dan

menurunkan sekresi glukagon aktif tetap dalam

konsentrasi tinggi. Contoh obat golongan ini

adalah sitagliptin dan linagliptin.

5. Penghambat Sodium Glucose Co-Transporter 2

(SGLT-2)

Obat ini menghambat penyerapan kembali glukosa

di tubulus distal ginjal. Canagliflozin,

empagliflozin, dapagliflozin, dan ipragliflozin

merupakan contoh obat golongan SGLT-2.

b. Obat Anti hiperglikemia suntik

Insulin, agonis GLP-1, dan kombinasi dari keduanya

merupakan obat antihiperglikemia suntik. Insulin

diberikan pada keadaan salah satu dari kriteria berikut :

• HbA1c > 9% dengan dekompensasi metabolik

• Berat badan turun progresif

• Hiperglikemia berat yang disertai ketosis

• Krisis Hiperglikemia

• Gagal dalam kombinasi Obat Hiperglikemia Oral

(OHO) dosis optimal

Page 36: SIKAP, MOTIVASI, DAN HAMBATAN DOKTER DALAM UPAYA …digilib.unila.ac.id/59747/3/3. SKRIPSI FULL TEKS TANPA... · 2019. 11. 14. · Tidak dilakukan pemeriksaan kaki regular pada pasien

19

• Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, infark

miokard akut, strok)

• Kehamilan dengan DM gestasional yang tidak

terkendali dengan perencanaan makan

• Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat

• Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

• Kondisi perioperatif sesuai dengan indikasi

(Soelistijo, Novida, Rudijanto et al 2015).

2.1.2 Kaki Diabetik

2.1.2.1 Definisi Kaki Diabetik

Kaki Diabetik adalah infeksi, ulserasi atau penghancuran

jaringan yang berhubungan dengan neuropati atau dengan

penyakit arteri perifer ekstremitas bagian bawah pada

penyandang diabetes melitus (IWGDF, 2015a). Sementara kaki

diabetik didefinisikan oleh World Health Organization (WHO)

sebagai sekelompok sindrom terdiri dari neuropati, iskemia, dan

infeksi yang menyebabkan kerusakan jaringan kaki dan

mengakibatkan morbiditas dan kemungkinan amputasi (Saad,

Marei, Mohamed et al, 2014).

2.1.2.2 Patogenesis Kaki Diabetik

Terjadinya kaki diabetik disebabkan oleh infeksi, angiopati, dan

neuropati. Terjadinya kaki diabetik diawali oleh hiperglikemia

kronik yang menyebabkan hiperglisolia pada sel otot pembuluh

Page 37: SIKAP, MOTIVASI, DAN HAMBATAN DOKTER DALAM UPAYA …digilib.unila.ac.id/59747/3/3. SKRIPSI FULL TEKS TANPA... · 2019. 11. 14. · Tidak dilakukan pemeriksaan kaki regular pada pasien

20

darah dan sel saraf yang kemudian menyebabkan kelainan

pembuluh darah atau angiopati dan neuropati.

Neuropati sensorik akan menimbulkan hilang atau menurunnya

sensasi nyeri kaki, sehingga menyebabkan penderita tidak dapat

merasakan rangsang nyeri dan kehilangan daya kewaspadaan

proteksi terhadap rangsang dari luar. Akibatnya, kaki lebih rentan

terhadap luka.

Neuropati motorik menyebabkan atrofi otot-otot kaki sehingga

terjadi ketidakseimbangan tekanan pada otot kaki. Hal ini

menyebabkan adanya perluasan daerah yang mengalami

penekanan. Atrofi otot kaki menyebabkan perubahan bentuk

atau deformitas pada kaki seperti jari menekuk atau cock up toes,

hammer toe, hallux rigidus, bergesernya sendi

metatarsofalangeal dan terjadi penipisan bantalan lemak di

bawah pangkal jari kaki. Deformitas kaki menyebabkan

terbatasnya mobilitas, meningkatkan tekanan plantar kaki dan

meningkatkan risiko terjadi ulkus (Santy, 2013).

Neuropati autonom dapat menyebabkan kulit tidak berkeringat,

kering, dan terjadi peningkatan pengisian kapiler sekunder akibat

pintasan arteriovenosus kulit. Hal ini mencetuskan timbulnya

fisura, sehingga kaki rentan terhadap trauma minimal (Kartika,

2017).

Page 38: SIKAP, MOTIVASI, DAN HAMBATAN DOKTER DALAM UPAYA …digilib.unila.ac.id/59747/3/3. SKRIPSI FULL TEKS TANPA... · 2019. 11. 14. · Tidak dilakukan pemeriksaan kaki regular pada pasien

21

Akibat hiperglikemia berkepanjangan, akan terjadi angiopati

terutama pada mikrovaskular. Mikroangiopati akan mengganggu

aliran darah pada kaki. Selain itu, terjadi perubahan daya

vasodilatasi-vasokonstriksi vaskular di daerah tungkai bawah.

Hal ini akan mengganggu distribusi oksigen, nutrisi atau obat

antibiotika yang dapat menggagu proses penyembuhan luka

(Santy, 2013). Bila sudah terjadi luka, akan memudahkan bakteri

masuk dan menyebabkan infeksi. Bila infeksi berlanjut dan tidak

ditangani dengan baik, infeksi dapat berkembang menjadi

pembusukan (gangren) bahkan dapat diamputasi. Ulkus diabetik

dapat menjadi gangren diabetik. Penyebab gangren pada

penderita DM adalah bakteri anaerob, yang tersering adalah

Clostridium. Bakteri ini akan menghasilkan gas, yang disebut

gas gangren (Kartika, 2017).

2.1.2.3 Klasifikasi Kaki Diabetik

Berdasarkan IWGDF, kaki diabetik diklasifikasikan menjadi :

1 Uninfected :

Tidak terdapat tanda atau gejala sistemik maupun lokal.

2 Mild Infection :

Terdapat minimal dua dari lima kriteria berikut ini, berupa

pembengkakan atau pengerasan local, eritema > 0,5 cm

disekitar luka, nyeri lokal, kaki hangat, discharge purulen

pada luka. Infeksi hanya melibatkan kulit atau jaringan

subkutan (tanpa keterlibatan jaringan yang lebih dalam), setiap

Page 39: SIKAP, MOTIVASI, DAN HAMBATAN DOKTER DALAM UPAYA …digilib.unila.ac.id/59747/3/3. SKRIPSI FULL TEKS TANPA... · 2019. 11. 14. · Tidak dilakukan pemeriksaan kaki regular pada pasien

22

bagian eritema memanjang <2 cm di sekitar luka, dan tidak

ada tanda atau gejala infeksi sistemik.

3 Moderate Infection :

Infeksi melibatkan jaringan yang lebih dalam dari kulit atau

jaringan subkutan (seperti tulang, sendi, otot) atau eritema

memanjang > 2 cm dari batas luka. Tidak ada tanda atau

gejala infeksi sistemik.

4 Severe Infection :

Setiap infeksi kaki dengan Systemic Inflammatory Response

Syndrome (SIRS), seperti yang dimanifestasikan oleh ≥ 2 dari

kriteria berikut :

• Suhu > 38˚ atau <36˚ Celcius

• Denyut jantung > 90 denyut / menit

• Tingkat pernapasan > 20 napas / menit atau PaCO2 < 4,3

kPa (32 mmHg)

• Jumlah sel darah putih > 12.000 atau < 4.000 / mm3, atau

10% bentuk dewasa (band) (IWGDF, 2015b).

Sementara berdasarkan risiko terjadinya masalah oleh

Fryberg, kaki diabetik digolongkan menjadi :

1. Sensasi normal tanpa deformitas

2. Sensasi normal dengan deformitas atau tekanan plantar

tinggi

3. Insensitivitas tanpa deformitas

4. Iskemia tanpa deformitas

Page 40: SIKAP, MOTIVASI, DAN HAMBATAN DOKTER DALAM UPAYA …digilib.unila.ac.id/59747/3/3. SKRIPSI FULL TEKS TANPA... · 2019. 11. 14. · Tidak dilakukan pemeriksaan kaki regular pada pasien

23

5. Kombinasi/ kombinasi

a. Kombinasi insensivitas dan/atau deformitas

b. Riwayat adanya tukak, deformitas charcot (Setiati,

Alwi, Sudoyo et al, 2014).

2.1.2.4 Pencegahan Kaki Diabetik

Pengelolaan kaki diabetik dibagi menjadi dua yaitu pencegahan

terjadinya kaki diabetik dan ulkus (pencegahan primer sebelum

terjadi perlukaan pada kulit) dan pencegahan agar tidak terjadi

kecacatan atau keparahan lebih berat (pencegahan sekunder).

Berdasarkan Perkeni tahun 2015, pencegahan dan penanganan

kaki diabetik harus dilakukan melalui kegiatan berikut :

a. Pencegahan primer kaki diabetik di FKTP

1. Pemeriksaan kaki secara lengkap dan berkala meliputi:

inspeksi, perabaan pulsasi arteri dorsalis pedis dan

tibialis posterior, dan pemeriksaan neuropati sensorik

minimal satu kali setiap tahun.

2. Deteksi dini kelainan kaki dengan risiko tinggi dilihat

dari:

• Kulit kaku yang kering, bersisik, dan retak-retak.

• Rambut kaki menipis.

• Kelainan warna dan bentuk kuku (kuku yang menebal,

rapuh, in growing nail).

• Kaki baal, kesemutan, atau tidak terasa nyeri.

• Kaki terasa dingin.

Page 41: SIKAP, MOTIVASI, DAN HAMBATAN DOKTER DALAM UPAYA …digilib.unila.ac.id/59747/3/3. SKRIPSI FULL TEKS TANPA... · 2019. 11. 14. · Tidak dilakukan pemeriksaan kaki regular pada pasien

24

• Perubahan warna kulit kaki (kemerahan, kebiruan, atau

kehitaman).

• Kalus (mata ikan) terutama di bagian telapak kaki.

• Tulang-tulang kaki yang menonjol dan perubahan

bentuk jari-jari dan telapak kaki.

• Bekas luka atau riwayat amputasi jari-jari (Soelistijo,

Novida, Rudijanto et al 2015).

3. Edukasi

Seluruh pasien dengan diabetes perlu diberikan edukasi

mengenai perawatan kaki secara mandiri. Materi edukasi

pada tingkat awal dilaksanakan di FKTP meliputi:

• Materi tentang perjalanan penyakit DM.

• Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan

DM secara berkelanjutan.

• Penyulit DM dan risikonya.

• Intervensi non-farmakologis dan farmakologis serta

target pengobatan.

• Interaksi antara asupan makanan, aktivitas fisik, dan

obat anti hiperglikemia oral atau insulin serta obat-

obatan lain.

• Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil

glukosa darah atau urin mandiri (hanya jika

pemantauan glukosa darah mandiri tidak tersedia).

• Mengenal gejala dan penanganan awal hipoglikemia.

Page 42: SIKAP, MOTIVASI, DAN HAMBATAN DOKTER DALAM UPAYA …digilib.unila.ac.id/59747/3/3. SKRIPSI FULL TEKS TANPA... · 2019. 11. 14. · Tidak dilakukan pemeriksaan kaki regular pada pasien

25

• Pentingnya latihan jasmani yang teratur.

Selain latihan jasmani untuk mencegah diabetes,

terdapat pula latihan jasmani untuk mencegah kaki

diabetik, yaitu senam kaki diabet. Berdasarkan

penelitian Priyanto (2012), senam kaki dapat

memperbaiki kadar gula daran dan meningkatkan

sensitifitas kaki. Senam kaki diabet adalah latihan

yang dilakukan oleh pasien DM untuk mencegah

terjadinya luka dan membantu melancarkan peredaran

darah bagian kaki. Senam kaki diabet ini bertujuan

untuk memperbaiki sirkulasi darah sehingga nutrisi ke

jaringan lebih lancar, memperkuat otot-otot kecil, otot

betis, dan otot paha, serta mengatasi keterbatasan gerak

sendi yang sering dialami oleh penderita DM. Senam

kaki sebaiknya diberikan sejak pasien didiagnosa

menderita DM sebagai tindakan pencegahan dini

(Priyanto, 2012).

• Pentingnya perawatan kaki.

• Cara mempergunakan fasilitas perawatan

kesehatan (Soelistijo, Novida, Rudijanto et al

2015).

Page 43: SIKAP, MOTIVASI, DAN HAMBATAN DOKTER DALAM UPAYA …digilib.unila.ac.id/59747/3/3. SKRIPSI FULL TEKS TANPA... · 2019. 11. 14. · Tidak dilakukan pemeriksaan kaki regular pada pasien

26

b. Pencegahan sekunder kaki diabetik

1. Kaki diabetik dengan ulkus harus dilakukan tatalaksana

sesegera mungkin. Komponen penting dalam manajemen

kaki diabetik dengan ulkus adalah :

• Kendali metabolik : Pengendalian kadar glukosa darah,

lipid, albumin, hemoglobin dan sebagainya.

• Kendali vaskular : Perbaikan asupan vaskular (dengan

operasi atau angioplasti), biasanya dibutuhkan pada

keadaan ulkus iskemik.

• Kendali infeksi : harus diberikan pengobatan infeksi

secara agresif bila terdapat tanda-tanda klinis infeksi

(adanya kolonisasi pertumbuhan organisme pada hasil

usap namun tidak terdapat tanda klinis, bukan

merupakan infeksi).

• Kendali luka : Pembuangan jaringan terinfeksi dan

nekrosis secara teratur. Perawatan lokal pada luka,

termasuk kontrol infeksi, dengan konsep TIME :

Tissue debridement (membersihkan luka dari jaringan

mati), Inflammation and Infection Control (kontrol

inflamasi dan infeksi), Moisture Balance (menjaga

kelembaban), dan Epithelial edge advancement

(mendekatkan tepi epitel).

• Kendali tekanan : Mengurangi tekanan pada kaki,

karena tekanan yang berulang dapat menyebabkan

Page 44: SIKAP, MOTIVASI, DAN HAMBATAN DOKTER DALAM UPAYA …digilib.unila.ac.id/59747/3/3. SKRIPSI FULL TEKS TANPA... · 2019. 11. 14. · Tidak dilakukan pemeriksaan kaki regular pada pasien

27

ulkus, sehingga harus dihindari. Mengurangi tekanan

merupakan hal sangat penting dilakukan pada ulkus

neuropatik. Pembuangan kalus dan memakai sepatu

dengan ukuran yang sesuai diperlukan untuk

mengurangi tekanan (Soelistijo, Novida, Rudijanto et al

2015).

2. Pada fasilitas kesehatan sekunder dan/atau tersier,

diberikan edukasi mengenai :

• Mengenal dan mencegah komplikasi akut DM

• Pengetahuan mengenai komplikasi kronik DM

• Pemeliharaan/perawatan kaki. Berdasarkan PERKENI

poin-poin edukasi pemeliharaan kaki adalah sebagai

berikut:

1. Tidak diperbolehkan berjalan tanpa alas kaki,

termasuk di pasir dan di air.

2. Memeriksa kaki setiap hari, dan dilaporkan pada

dokter apabila kulit terkelupas, kemerahan, atau

luka.

3. Memeriksa alas kaki dari benda asing sebelum

memakainya.

4. Selalu menjaga kaki dalam keadaan bersih, tidak

basah, dan mengoleskan krim pelembab pada

kulit kaki yang kering.

5. Memotong kuku secara teratur.

Page 45: SIKAP, MOTIVASI, DAN HAMBATAN DOKTER DALAM UPAYA …digilib.unila.ac.id/59747/3/3. SKRIPSI FULL TEKS TANPA... · 2019. 11. 14. · Tidak dilakukan pemeriksaan kaki regular pada pasien

28

6. Mengeringkan kaki dan sela-sela jari kaki secara

teratur setelah dari kamar mandi.

7. Menggunakan kaus kaki dari bahan katun yang

tidak menyebabkan lipatan pada ujung-ujung jari

kaki.

8. Jika ditemukan kalus atau mata ikan, tipiskan

secara teratur.

9. Jika terdapat kelainan bentuk kaki, gunakan alas

kaki yang dibuat khusus.

10. Sepatu tidak boleh terlalu sempit atau longgar,

dan jangan menggunakan hak tinggi.

11. Menghindari penggunaan bantal atau botol berisi

air panas/batu untuk menghangatkan kaki.

Sementara berdasarkan IWGDF terdapat 5 elemen dalam

pencegahan kaki diabetik :

1. Identifikasi risiko kaki diabetik

Periksa kaki setiap tahun untuk mencari tanda atau

gejala neuropati perifer atau penyakit arteri perifer

(Peripheral Artery Disease (PAD)). Jika seorang

memiliki neuropati perifer, cek riwayat ulserasi kaki,

deformitas kaki, tanda-tanda pra-ulseratif di kaki,

kebersihan kaki, dan alas kaki. Berikut adalah tabel

klasifikasi frekuensi skrinning risiko kaki diabetik.

Page 46: SIKAP, MOTIVASI, DAN HAMBATAN DOKTER DALAM UPAYA …digilib.unila.ac.id/59747/3/3. SKRIPSI FULL TEKS TANPA... · 2019. 11. 14. · Tidak dilakukan pemeriksaan kaki regular pada pasien

29

Tabel 1. Klasifikasi frekuensi skrinning risiko kaki diabetik

Kategori Karakteristik Frekuensi

pemeriksaan

0 Tidak ada neuropati perifer Setiap 1 tahun

1 Neuropati perifer Setiap 6 bulan

2 Neuropati perifer dengan

PAD dan/atau deformitas

Setiap 3-6 bulan

3 Neuropati perifer dan

riwayat ulkus atau amputasi

Setiap 1-3 bulan

Sumber : (IWGDF, 2015b).

2. Inspeksi dan pemeriksaan reguler kaki

Dokter harus memeriksa kaki pasien dengan berbaring

dan berdiri. Inspeksi dan pemeriksaan harus minimal

terdiri dari :

A. Riwayat penyakit sebelumnya dan pemeriksaan

kaki:

a. Riwayat :

Ulkus atau amputasi sebelumnya, penyakit ginjal

tahap akhir, pendidikan kaki sebelumnya, isolasi

sosial, akses ke perawatan kesehatan yang buruk,

kebiasaan berjalan tanpa alas kaki.

b. Status vaskular :

Riwayat klaudikasio, nyeri saat istirahat, palpasi

pulsasi arteri dorsalis pedis dan tibialis posterior.

c. Kulit : Kalus, warna, suhu, edema

Page 47: SIKAP, MOTIVASI, DAN HAMBATAN DOKTER DALAM UPAYA …digilib.unila.ac.id/59747/3/3. SKRIPSI FULL TEKS TANPA... · 2019. 11. 14. · Tidak dilakukan pemeriksaan kaki regular pada pasien

30

d. Tulang dan sendi: Kelainan bentuk (seperti claw

toes dan hammer toes) atau tonjolan tulang,

keterbatasan mobilitas sendi.

e. Alas kaki / kaus kaki dipakai saat di rumah dan

ketika berada di luar.

B. Penilaian neuropati, menggunakan teknik berikut:

a. Gejala neuropati, seperti kesemutan atau nyeri di

ekstremitas bawah terutama di malam hari

b. Persepsi tekanan menggunakan monofilament

Semmes-Weinstein tes :

Sumber : (IWGDF, 2015b).

Gambar 1. Lokasi monofilament tes.

Sumber : (IWGDF, 2015b).

Gambar 2. Letak monofilament

Page 48: SIKAP, MOTIVASI, DAN HAMBATAN DOKTER DALAM UPAYA …digilib.unila.ac.id/59747/3/3. SKRIPSI FULL TEKS TANPA... · 2019. 11. 14. · Tidak dilakukan pemeriksaan kaki regular pada pasien

31

c. Persepsi getaran: garpu tala 128 Hz

d. Diskriminasi: Tusukan pada dorsum kaki

e. Sensasi taktil: Kapas pada dorsum kaki atau

dengan sedikit menyentuh ujung jari kaki pasien

dengan ujung jari telunjuk pemeriksa selama 1–2

detik.

f. Refleks: Refleks Tendon Achilles

3. Edukasi pasien, keluarga, dan penyedia layanan

kesehatan

Edukasi diberikan dengan cara yang terstruktur,

terorganisir dan berulang. Tujuannya untuk

meningkatkan pengetahuan perawatan kaki,

kesadaran, dan perilaku melindungi diri, serta untuk

meningkatkan motivasi dan keterampilan untuk

meningkatkan kepatuhan terhadap pencegahan kaki

diabetik. Pasien dengan diabetes harus mengetahui

bagaimana mengenali faktor risiko kaki diabetik dan

menyadari langkah-langkah yang perlu dilakukan.

Pemberi edukasi harus menunjukkan cara

melakukannya.

Edukasi diberikan dalam beberapa sesi. Penting untuk

mengevaluasi apakah orang dengan diabetes dan

anggota keluarga atau pengawas telah memahami

Page 49: SIKAP, MOTIVASI, DAN HAMBATAN DOKTER DALAM UPAYA …digilib.unila.ac.id/59747/3/3. SKRIPSI FULL TEKS TANPA... · 2019. 11. 14. · Tidak dilakukan pemeriksaan kaki regular pada pasien

32

pesan-pesan tersebut, termotivasi untuk bertindak dan

mematuhi saran, serta memiliki keterampilan

perawatan diri yang memadai (IWGDF, 2015b).

Hal-hal yang harus diedukasi adalah sebagia berikut :

• Menentukan apakah pasien mampu melakukan

pemeriksaan kaki setiap hari. Jika tidak, diskusikan

siapa yang dapat membantu nya.

• Melakukan pemeriksaan kaki setiap hari, termasuk

area di antara jari-jari kaki.

• Memberitahu penyedia layanan kesehatan jika suhu

kaki meningkat, atau jika melepuh, terpotong,

terdapat goresan, atau ulkus pada kaki.

• Menghindari berjalan tanpa alas kaki, atau dengan

kaus kaki tanpa alas kaki, atau dengan sandal bersol

tipis, baik di rumah atau di luar.

• Memberitahu untuk tidak memakai sepatu yang

terlalu ketat dan memiliki pinggiran kasar atau

lapisan yang tidak rata.

• Memeriksa dan rasakan di dalam semua sepatu

sebelum mengenakannya.

• Menggunakan kaus kaki tanpa jahitan (atau dengan

jahitan dalam ke luar), tidak mengenakan kaus kaki

ketat atau setinggi lutut, dan mengganti kaus kaki

setiap hari.

Page 50: SIKAP, MOTIVASI, DAN HAMBATAN DOKTER DALAM UPAYA …digilib.unila.ac.id/59747/3/3. SKRIPSI FULL TEKS TANPA... · 2019. 11. 14. · Tidak dilakukan pemeriksaan kaki regular pada pasien

33

• Mencuci kaki setiap hari (dengan suhu air di bawah

37° C) dan mengeringkan dengan hati-hati

• Tidak menggunakan pemanas jenis apa pun atau

botol air panas untuk menghangatkan kaki.

• Tidak menggunakan bahan kimia atau plester untuk

menghilangkan kalus.

• Menggunakan emolien untuk melumasi kulit kering,

tetapi jangan gunakan di antara jari-jari kaki.

• Potong kuku jari kaki lurus ke depan.

Sumber : (IWGDF, 2015b).

Gambar 3. Cara memotong kuku

• Menanyakan apakah kaki pasien diperiksa secara

teratur oleh penyedia layanan kesehatan.

4. Pemakaian rutin alas kaki yang sesuai

Alas kaki yang tidak sesuai dan berjalan tanpa alas

kaki adalah penyebab utama ulserasi kaki. Pasien yang

kehilangan sensasi protektif harus menggunakan alas

kaki yang sesuai setiap saat, baik di dalam maupun di

Page 51: SIKAP, MOTIVASI, DAN HAMBATAN DOKTER DALAM UPAYA …digilib.unila.ac.id/59747/3/3. SKRIPSI FULL TEKS TANPA... · 2019. 11. 14. · Tidak dilakukan pemeriksaan kaki regular pada pasien

34

luar ruangan. Semua alas kaki harus disesuaikan

dengan perubahan dan kelainan bentuk yang

mempengaruhi kaki pasien. Sepatu tidak boleh terlalu

ketat atau terlalu longgar. Bagian dalam sepatu harus

1-2 cm lebih panjang dari kaki. Lebar internal harus

sama dengan lebar kaki di sendi phalangeal metatarsal

atau bagian terlebar dari kaki, dan ketinggian harus

memungkinkan untuk semua jari-jari kaki.

Menentukan kecocokan alas kaki dengan posisi berdiri

pasien. Jika tidak cocok karena kelainan bentuk kaki,

atau jika ada tanda-tanda kaki yang abnormal seperti

hiperemia, kalus, ulserasi, pasien dapat dirujuk untuk

membuat alas kaki khusus. Jika memungkinkan,

rekomendasikan adanya pengurangan tekanan plantar

pada alas kaki khusus ini untuk mencegah ulkus kaki

yang berulang (IWGDF, 2015b).

5. Pengobatan tanda-tanda pra-ulseratif

Penatalaksanaan pasien dengan diabetes dengan tanda

pra-ulseratif pada kaki antara lain adalah

menghilangkan kalus, melindungi lepuh, merawat

kuku yang tumbuh ke dalam atau menebal, dan

meresepkan pengobatan antijamur untuk infeksi jamur.

Perawatan ini harus diulang sampai tanda pra-ulseratif

Page 52: SIKAP, MOTIVASI, DAN HAMBATAN DOKTER DALAM UPAYA …digilib.unila.ac.id/59747/3/3. SKRIPSI FULL TEKS TANPA... · 2019. 11. 14. · Tidak dilakukan pemeriksaan kaki regular pada pasien

35

hilang dan tidak kambuh dari waktu ke waktu, dan

sebaiknya dilakukan oleh spesialis perawatan kaki

terlatih. Jika memungkinkan, obati cacat kaki tanpa

pembedahan (misalnya, dengan orthosis) (IWGDF,

2015b).

2.1.3 Hambatan dalam Pencegahan Kaki Diabetik

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), hambatan adalah

halangan atau rintangan. Berdasarkan penelitian Houtum, hambatan

dalam mengimplementasikan perawatan kaki diabetik dibagi menjadi

tiga kategori :

1. Ketersediaan fasilitas kesehatan

Kurangnya klinik pada beberapa wilayah dapat menjadi hambatan

dalam upaya pencegahan kaki diabetik. Bahkan jika fasilitas

perawatan kaki tersedia dan dokter yang menangani telah

mendapatkan informasi tentang perawatan yang ada saat ini, masih

terdapat perbedaan dalam perawatan yang diterapkan. Ketersediaan

alat dan cara masih sangat bervariasi antara fasilitas yang berbeda

(Houtum, 2012).

2. Faktor yang berhubungan dengan pasien

Untuk mendiagnosis dan mengobati pasien, pasien diperlukan untuk

mempresentasikan keadaan mereka kepada petugas kesehatan,

kurang nya pengetahuan mengenai diabetes dan komplikasinya dapat

meningkatkan risiko kaki diabetik lebih dari 90% kasus di mesir.

Page 53: SIKAP, MOTIVASI, DAN HAMBATAN DOKTER DALAM UPAYA …digilib.unila.ac.id/59747/3/3. SKRIPSI FULL TEKS TANPA... · 2019. 11. 14. · Tidak dilakukan pemeriksaan kaki regular pada pasien

36

3. Sistem kesehatan

Sistem kesehatan dalam suatu negara mempengaruhi kemungkinan

penggunaan fasilitas kesehatan yang ada. Namun, ketika perawatan

hanya diberikan oleh asuransi swasta atau bahkan dengan

pembayaran sendiri, jenis perawatan tertentu mungkin dibatasi atau

tidak dapat diperoleh oleh sebagian pasien atau sebagian yang

lainnya dapat dengan mudah memperoleh perawatan diatas harga

tanpa memikirkan tentang hal ini dimasa depan (Houtum, 2012).

Berdasarkan penelitian Guell dan Unwin (2015), hambatan yang

ditemukan dalam perawatan kaki diabetik antara lain :

1. Pasien tidak mampu secara fisik atau emosional untuk merawat

kaki mereka, atau kekurangan pengetahuan atau sumber

keuangan untuk perawatan kaki.

2. Tenaga kesehatan tidak memiliki waktu, pendidikan atau sumber

daya yang cukup untuk melakukan pemeriksaan dan perawatan

kaki.

3. Tenaga kesehatan juga menghadapi hambatan dalam sistem

kesehatan yang sering menghambat rujukan, tindak lanjut dan

kompensasi.

Berdasarkan penelitian kualitatif Sayampanathan, Cuttilan, dan

Pearce (2017) yang dilakukan pada petugas kesehatan, beberapa

hambatan yang dirasa oleh pemberi layanan kesehatan dalam upaya

pencegahan kaki diabetik adalah sebagai berikut :

Page 54: SIKAP, MOTIVASI, DAN HAMBATAN DOKTER DALAM UPAYA …digilib.unila.ac.id/59747/3/3. SKRIPSI FULL TEKS TANPA... · 2019. 11. 14. · Tidak dilakukan pemeriksaan kaki regular pada pasien

37

1. Hambatan yang berhubungan dengan pasien :

Tingkat pendidikan pasien yang rendah, status sosial dan

ekonomi pasien yang rendah, dukungan sosial yang rendah (baik

oleh anggota keluarga atau wali pengasuh lainnya), tingginya

persepsi yang salah, sikap yang buruk, kepercayaan, agama atau

budaya, perawatan diri yang rendah, hambatan dalam pekerjaan

(seperti komitmen pekerjaan dan persyaratan pekerjaan)

2. Hambatan dari sisi petugas layanan kesehatan :

Tidak adanya alur atau pedoman yang tepat, tingkat ketertarikan

dan keterlibatan pemberi layanan kesehatan yang buruk, tidak

ada atau rendahnya pendekatan multidisiplin mengenai

perawatan diabetes. Tingkat tindak lanjut atau follow up dan

retensi perawatan yang buruk dalam sistem layanan kesehatan,

tingkat ketidaknyamanan administratif yang tinggi.

2.1.4 Sikap

Menurut Charles Osgood, Louis Thurstone, dan Rensis Likert dalam

Azwar, sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap

dapat berupa perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun

perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada

suatu objek. Menurut La Pierre dalam Azwar, sikap merupakan suatu

respons terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan (Azwar, 1995).

Sikap merupakan tanggapan atau reaksi seseorang terhadap suatu objek,

dalam bentuk positif atau negatif yang dapat berupa rasa suka atau tidak

suka, setuju atau tidak setuju.

Page 55: SIKAP, MOTIVASI, DAN HAMBATAN DOKTER DALAM UPAYA …digilib.unila.ac.id/59747/3/3. SKRIPSI FULL TEKS TANPA... · 2019. 11. 14. · Tidak dilakukan pemeriksaan kaki regular pada pasien

38

Menurut Zimbardo dan Leippe, sikap merupakan kesiapan untuk

bereaksi terhadap suatu objek dengan cara tertentu serta respon

evaluatif terhadap pengalaman kognitif, reaksi afektif, kehendak dan

perilaku. Sikap dapat berupa rasa suka tidak suka, mendekati atau

menghindari situasi, orang, benda, suatu kelompok atau aspek

lingkungan yang dapat dikenal lainnya termasuk gagasan abstrak dan

kebijakan sosial. Menurut Notoadmodjo, sikap adalah bagaimana

pendapat atau penilaian seseorang terhadap hal yang terkait dengan

kesehatan, sehat, sakit, dan faktor yang terkait dengan faktor risiko

kesehatan (Notoatmodjo, 2014).

Berdasarkan Theory of Planned Nehavior, sikap terhadap perilaku

ditentukan oleh keyakinan akan konsekuensi dari suatu perilaku, yang

disebut keyakinan perilaku (behavioral beliefs) dengan penilaian

subjektif individu terhadap dunia sekitarnya, dan pemahaman individu

mengenai diri dan lingkungannya. Behavioral belief adalah keyakinan

(belief) seseorang terhadap konsekuensi positif dan atau negatif yang

akan diperoleh seseorang apabila melakukan suatu perilaku dan

evaluasi dari keyakinan tersebut. Keyakinan ini dapat memperkuat

sikap terhadap perilaku itu apabila berdasarkan evaluasi yang dilakukan

individu (Ajzen, 1991).

Sikap adalah pernyataan evaluatif, baik yang menyenangkan atau tidak

menyenangkan mengenai benda, orang atau peristiwa. Sikap tersusun

atas tiga komponen yaitu kognitif (pemikiran), afektif (perasaan) dan

Page 56: SIKAP, MOTIVASI, DAN HAMBATAN DOKTER DALAM UPAYA …digilib.unila.ac.id/59747/3/3. SKRIPSI FULL TEKS TANPA... · 2019. 11. 14. · Tidak dilakukan pemeriksaan kaki regular pada pasien

39

perilaku. (Robbins dan Coulter, 2007 dalam tulisan Rejeki, 2012).

Berdasarkan Triadic Model of Attitude, sikap dipengaruhi oleh tiga

aspek, yaitu aspek kognitif, aspek konatif, dan aspek afektif. Aspek

kognisi sikap merupakan keyakinan, pendapat, pengetahuan, atau

informasi yang dimiliki oleh seseorang. Aspek afektif sikap berupa

emosi atau perasaan. Aspek konatif sikap adalah bentuk kemauan untuk

bertindak dengan cara tertentu terhadap seseorang atau sesuatu ((Fiske,

Gilbert, dan Lindzey, 2010).

Berdasarkan intensitasnya, sikap memiliki beberapa tingkatan sebagai

berikut :

1. Menerima

Pada tingkatan sikap yang pertama ini, seseorang menerima

stimulus atau objek yang diberikan atau dihadapi.

2. Menanggapi

Pada tingkatan kedua, seseorang akan menanggapi atau

memberikan jawaban atau tanggapan terhadap obyek yang dihadapi.

3. Menghargai

Artinya seseorang memberikan nilai yang positif terhadap obyek

dan mau membahas dengan orang lain bahkan mempengaruhi orang

lain untuk ikut merespons.

4. Bertanggung jawab

Artinya seseorang yang telah mengambil sikap tertentu berdasarkan

keyakinannya dan berani menghadapi resikonya (Azwar S, 1995).

Page 57: SIKAP, MOTIVASI, DAN HAMBATAN DOKTER DALAM UPAYA …digilib.unila.ac.id/59747/3/3. SKRIPSI FULL TEKS TANPA... · 2019. 11. 14. · Tidak dilakukan pemeriksaan kaki regular pada pasien

40

2.1.5 Motivasi

Di bidang kesehatan, mencapai tujuan kesehatan dalam suatu populasi

sangat tergantung pada penyediaan layanan yang efektif, efisien, mudah

diakses, layak, dan berkualitas tinggi oleh para profesional kesehatan

yang, secara teknis, didorong oleh motivasi (Aduo-Adjei, Emmanuel,

Mensah et al, 2016).

Menurut Petri (1981) dalam tulisan Gordan (2014), motivasi adalah

usaha dari seorang individu untuk memulai dan mengarahkan suatu

perilaku. Motivasi berasal dari bahasa latin movere, yang berarti

dorongan atau daya penggerak. Motivasi merupakan alasan yang

mendasari suatu perilaku (Guay, Chanal, Ratelle et al, 2010). Motivasi

adalah suatu dorongan dari dalam diri manusia yang akan mengarahkan

tindakannya untuk mencapai suatu hasil yang diinginkan (Munandar,

2008). Motivasi dapat diartikan sebagai suatu kondisi mental yang

mendorong suatu tindakan dan memberikan kekuatan dalam pencapaian

kebutuhan, memberi kepuasan atau mengurangi ketidakseimbangan

(Faridah, 2009).

Menurut Cascio, motivasi adalah suatu kekuatan yang dihasilkan dari

keinginan seseorang untuk memuaskan kebutuhannya (Syahgani dan

Widiartanto, 2017). Siagian mendefinisikan motivasi sebagai daya

pendorong yang mengakibatkan seseorang anggota organisasi agar mau

dan rela untuk mengerahkan kemampuan dalam bentuk keahlian atau

keterampilan tenaga dan waktunya untuk menyelenggarakan berbagai

Page 58: SIKAP, MOTIVASI, DAN HAMBATAN DOKTER DALAM UPAYA …digilib.unila.ac.id/59747/3/3. SKRIPSI FULL TEKS TANPA... · 2019. 11. 14. · Tidak dilakukan pemeriksaan kaki regular pada pasien

41

kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya dan menunaikan

kewajibannya, dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran

organisasi yang telah ditentukan sebelumnya (Siagian, 2012). Motivasi

menjadi penting karena menyebabkan, menyalurkan, dan mendukung

perilaku giat dan antusias dalam mencapai suatu hasil yang optimal

(Cahyani, Wahyuni dan Kurniawan, 2016).

Teori Motivasi :

A. Teori Kebutuhan dari Abraham H. Maslow

Dalam teori ini, kebutuhan manusia tersusun menjadi suatu hirarki.

Tingkat kebutuhan yang paling rendah adalah kebutuhan fisiologis

dan yang paling tinggi adalah kebutuhan aktualisasi diri. Hirarki lima

kebutuhan dasar manusia menurut Maslow yaitu:

1. Kebutuhan fisiologis (Physiologocal needs), meliputi rasa lapar,

haus, berlindung, seksual dan kebutuhan fisik lainnya.

2. Kebutuhan keamanan dan keselamatan kerja (Security or safety

needs), meliputi rasa ingin dilindungi dari bahaya fisik dan

emosional.

3. Kebutuhan sosial (Affection), meliputi rasa kasih sayang,

kepemilikan, keterlibatan, penerimaan dan persahabatan.

4. Kebutuhan penghargaan (Esteem needs) meliputi penghargaan

internal seperti hormat diri, otonomi dan pencapaiannya serta

faktor-faktor penghargaan eksternal seperti status pengakuan dan

perhatian.

Page 59: SIKAP, MOTIVASI, DAN HAMBATAN DOKTER DALAM UPAYA …digilib.unila.ac.id/59747/3/3. SKRIPSI FULL TEKS TANPA... · 2019. 11. 14. · Tidak dilakukan pemeriksaan kaki regular pada pasien

42

5. Kebutuhan aktualisasi diri (Needs for self actualization), dorongan

untuk menjadi seseorang sesuai kecakapannya melalui

pengembangan diri dan keinginan untuk menjadi lebih baik

(Robbins dan Judge, 2008).

Dalam teori ini diasumsikan bahwa orang berusaha memenuhi

kebutuhan yang lebih pokok (fisiologis) sebelum mengarahkan

perilaku kearah kebutuhan yang paling tinggi (self actualization).

Apabila kebutuhan seseorang sangat kuat, maka semakin kuat pula

motivasi orang tersebut menggunakan perilaku yang mengarah pada

pemuasan kebutuhannya (Robbins dan Judge, 2008).

B. Teori Motivasi Kesehatan dari Frederick Herzberg

Terdapat dua faktor yang mempengaruhi motivasi seseorang yaitu

dissatisfiers dan satisfiers atau hygiene dan motivator atau extrinsic

factors dan instrinsic factors pengertian dari masing-masing

kebutuhan adalah sebagai berikut:

1. Satisfiers atau motivators atau instrinsic factors meliputi

kebutuhan psikologis seseorang, yaitu yang berasal dari diri

sendiri. Yang termasuk dalam factor intrinsik antara lain

pencapaian atau prestasi (achievement), pengakuan (Recognition),

pekerjaan (The work), tanggung jawab (Responsibility), dan

pengembangan potensial individu (Advancement). Apabila faktor

kepuasan kerja dicapai dalam pekerjaan, maka akan menggerakkan

Page 60: SIKAP, MOTIVASI, DAN HAMBATAN DOKTER DALAM UPAYA …digilib.unila.ac.id/59747/3/3. SKRIPSI FULL TEKS TANPA... · 2019. 11. 14. · Tidak dilakukan pemeriksaan kaki regular pada pasien

43

tingkat motivasi yang kuat bagi seorang dan akhirnya dapat

menghasilkan prestasi yang tinggi.

2. Dissatisfiers atau hygiene atau extrinsic factors meliputi

kebutuhan akan pemeliharaan (maintenance factor). Hilangnya

faktor-faktor ini akan menimbulkan ketidakpuasan bekerja. Faktor

hygiene yang menimbulkan ketidakpuasan kerja, antara lain

peraturan perusahaan, pengawasan, kondisi lingkungan pekerjaan,

gaji, status, kemanan kerja, hubungan interpersonal (Wiyono,

1997 dalam tulisan Faridah, 2009).

C. Teori Harapan dari Victor H.Vroom

Berdasarkan teori harapan yang digagas oleh Victor H. Vroom,

motivasi adalah akibat suatu hasil dari yang ingin dicapai oleh

seorang yang memperkirakan bahwa tindakannya akan mengarah

kepada hasil yang diinginkan. Apabila seseorang sangat

menginginkan sesuatu, dan tersedia jalan terbuka untuk

memperolehnya, yang bersangkutan akan berupaya mendapatkannya.

Dalam teori harapan dinyatakan bahwa jika seseorang menginginkan

sesuatu dan harapan untuk memperolehnya itu cukup besar, maka

seseorang tersebut akan sangat terdorong untuk memperoleh hal

yang diinginkannya itu. Sebaliknya, jika harapan memperoleh hal

yang diinginkannya itu tipis, motivasinya untuk berupaya akan

menjadi rendah.

Page 61: SIKAP, MOTIVASI, DAN HAMBATAN DOKTER DALAM UPAYA …digilib.unila.ac.id/59747/3/3. SKRIPSI FULL TEKS TANPA... · 2019. 11. 14. · Tidak dilakukan pemeriksaan kaki regular pada pasien

44

Terdapat 3 faktor penting dalam teori ini yaitu :

1. Nilai, baik nilai positif (favourable) atau negatif (unfavourable)

maupun nilai besar atau kecil nya suatu hal bagi seseorang.

2. Instrumentalitas yaitu hubungan antara pekerjaan yang harus

dilakukan dengan harapan yang dimiliki. Apabila pekerjaan dapat

menjadi alat untuk mendapatkan apa yang diharapkan maka

timbulah motivasi.

3. Ekspektasi yaitu persepsi tentang besarnya kemungkinan

keberhasilan mencapai tujuan atau hasil (Faridah, 2009).

D. Reinforcement Theory oleh B.F. Skinner

Menurut Skinner, dorongan seseorang dalam melakukan perilaku

dipengaruhi oleh 4 faktor yaitu :

1. Faktor penguat positif (Positive Reinforcement)

Apabila seseorang memiliki respon positif pada suatu perilaku

atau dia bekerja keras dengan baik, maka dia akan mendapatkan

penghargaan (reward) positif. Hal ini dapat meningkatkan

kemungkinan diulangnya perilaku tersebut.

2. Faktor penguat negatif (Negative Reinforcement)

Merupakan penghapusan rangsangan aversive untuk

meningkatkan kemungkinan diulangnya perilaku yang diinginkan.

3. Hukuman (Punishment)

Penerapan rangsangan aversive untuk menurunkan kemungkinan

diulangnya suatu perilaku yang tidak diinginkan.

Page 62: SIKAP, MOTIVASI, DAN HAMBATAN DOKTER DALAM UPAYA …digilib.unila.ac.id/59747/3/3. SKRIPSI FULL TEKS TANPA... · 2019. 11. 14. · Tidak dilakukan pemeriksaan kaki regular pada pasien

45

4.Extinction Reinforcement

Menurunkan perilaku yang tidak diinginkan dengan menghapus

reward pada perilaku tersebut (Gordan, 2014).

2.2 Kerangka Teori

Upaya pencegahan (prevensi) merupakan sebuah usaha yang dilakukan dalam

mencegah terjadinya suatu yang tidak diinginkan. Secara etimologi prevensi

berasal dari kata prevanire yang artinya datang sebelum, atau antisipasi atau

mencegah untuk tidak terjadinya sesuatu. Secara umum, upaya pencegahan

adalah upaya yang secara sengaja dilakukan untuk mencegah terjadinya

gangguan, kerusakan, atau kerugian bagi seseorang atau masyarakat

(Nugraheni, Wijayatini, dan Wiradona, 2018). Hal ini menjadikan upaya

pencegahan merupakan suatu perilaku yang terencana.

Dalam teori perilaku terencana atau Theory of Planned Behavior (TPB),

terdapat dua faktor yang mempengaruhi pencapaian perilaku yaitu motivasi

(niat) dan kemampuan (kontrol perilaku). Niat (intention) menjadi faktor

sentral dalam TPB. Niat (intention) dalam teori ini diasumsikan sebagai

kumpulan faktor motivasi yang mempengaruhi perilaku, yang mengacu pada

seberapa besar seseorang mau mencoba dan seberapa banyak upaya yang

mereka rencanakan untuk melakukan perilaku tersebut.

Semakin kuat niat untuk terlibat dalam perilaku, maka semakin besar hasil

kinerja atau performa dari perilaku tersebut. Niat (intention) dipengaruhi

oleh tiga faktor penentu. Penentu yang pertama adalah sikap terhadap

perilaku (attitude towards behavior) yang mengacu pada sejauh mana

Page 63: SIKAP, MOTIVASI, DAN HAMBATAN DOKTER DALAM UPAYA …digilib.unila.ac.id/59747/3/3. SKRIPSI FULL TEKS TANPA... · 2019. 11. 14. · Tidak dilakukan pemeriksaan kaki regular pada pasien

46

seseorang memiliki evaluasi atau penilaian yang menyenangkan atau tidak

menyenangkan dari perilaku. Penentu kedua adalah faktor sosial disebut juga

norma subyektif (subjective norms) yang mengacu pada pengaruh tekanan

sosial yang dirasakan untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku.

Penentu ketiga dari niat adalah persepsi pengendalian diri (perceived

behavioral control), yang mengacu pada kemudahan atau kesulitan yang

dirasakan dalam melakukan perilaku dan diasumsikan mencerminkan

pengalaman masa lalu serta halangan dan hambatan yang diantisipasi.

Sikap terhadap perilaku, norma subjektif, dan persepsi pengendalian diri

saling mempengaruhi satu sama lain. Semakin menguntungkan sikap dan

norma subyektif sehubungan dengan perilaku, dan semakin besar persepsi

pengendalian diri, semakin kuat niat individu untuk melakukan perilaku yang

dipertimbangkan (Ajzen, 1991). Sementara berdasarkan Triadic Model of

Attitude, sikap dipengaruhi oleh tiga aspek, yaitu aspek kognitif

(pengetahun), aspek konatif (tindakan), dan aspek afektif (perasaan) (Fiske,

Gilbert, dan Lindzey, 2010).

Berdasarkan TPB, sikap terhadap perilaku ditentukan oleh behavioral belief.

Behavioral belief adalah keyakinan (belief) seseorang terhadap konsekuensi

positif dan atau negatif yang akan diperoleh seseorang apabila melakukan

suatu perilaku dan evaluasi dari keyakinan tersebut. Norma subyektif

(subjective norm) diartikan sebagai persepsi seseorang terhadap tekanan dari

lingkungan sekitar untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku.

Subjective norm ditentukan oleh kombinasi antara belief seseorang tentang

Page 64: SIKAP, MOTIVASI, DAN HAMBATAN DOKTER DALAM UPAYA …digilib.unila.ac.id/59747/3/3. SKRIPSI FULL TEKS TANPA... · 2019. 11. 14. · Tidak dilakukan pemeriksaan kaki regular pada pasien

47

setuju dan atau tidak setuju seseorang atau kelompok yang dianggap penting

bagi individu terhadap suatu perilaku (normative beliefs), dan motivasi

individu untuk mematuhi anjuran tersebut (motivation to comply).

Perceived behavioral control (PBC) adalah persepsi seseorang tentang

kemampuannya untuk menampilkan suatu perilaku tertentu dan mengacu

pada persepsi seseorang tentang kemudahan atau kesulitan melakukan

perilaku (Ajzen, 1991). PBC ditentukan oleh control beliefs, yaitu belief

seseorang tentang ada atau tidak adanya faktor pendukung atau penghambat

untuk dapat memunculkan perilaku (Ajzen, 2006). Semakin banyak sumber

daya dan peluang yang dimiliki dan semakin sedikit hambatan yang

diantisipasi, maka semakin besar semakin besar PBC yang dimiliki (Ajzen,

1986).

Dalam TPB, persepsi kontrol perilaku (perceived behavioral control) dapat

mempengaruhi perilaku secara langsung dan secara tidak langsung melalui

niat (Ajzen, 1991). Seseorang yang percaya bahwa mereka tidak memiliki

sumber daya atau peluang untuk melakukan perilaku tertentu tidak mungkin

membentuk niat perilaku yang kuat untuk terlibat di dalamnya bahkan jika

mereka memiliki sikap positif terhadap perilaku tersebut dan percaya bahwa

orang lain yang penting akan menyetujui mereka melakukan perilaku

tersebut. Hal tersebut menggambarkan hubungan antara PBC dan niat (Ajzen,

1986).

Page 65: SIKAP, MOTIVASI, DAN HAMBATAN DOKTER DALAM UPAYA …digilib.unila.ac.id/59747/3/3. SKRIPSI FULL TEKS TANPA... · 2019. 11. 14. · Tidak dilakukan pemeriksaan kaki regular pada pasien

48

Perceived behavioral control juga dapat mempengaruhi perilaku secara

langsung karena dapat dianggap sebagai pengganti parsial untuk kontrol

perilaku aktual (actual behavioral control) yaitu faktor pendukung atau

penghambat yang benar ada dan mempengaruhi perilaku. Actual behavioral

control (ABC) sulit untuk diukur karena harus menilai dengan mengobservasi

perilaku bersamaan dengan ABC yang ada. Sementara banyak ABC yang

muncul secara tidak sengaja dan tidak diantisipasi sehingga sulit untuk

menilai secara valid ABC yang mempengaruhi perilaku (Ajzen, 1986).

Menurut TPB, luaran atau kinerja suatu perilaku adalah fungsi bersama dari

niat dan persepsi kontrol perilaku. Untuk prediksi yang akurat, beberapa

syarat harus dipenuhi. Pertama, ukuran niat dan kontrol perilaku yang

dirasakan harus sesuai atau kompatibel dengan perilaku yang diprediksi.

Misalnya, jika perilaku yang akan diprediksi adalah "menyumbangkan uang

kepada palang merah," maka kita harus menilai niat "untuk menyumbangkan

uang kepada palang merah" (bukan niat "untuk menyumbangkan uang" pada

umumnya atau niat "untuk membantu Merah Palang"), serta kontrol yang

dirasakan atas" menyumbangkan uang kepada palang merah." (Ajzen, 1991).

Page 66: SIKAP, MOTIVASI, DAN HAMBATAN DOKTER DALAM UPAYA …digilib.unila.ac.id/59747/3/3. SKRIPSI FULL TEKS TANPA... · 2019. 11. 14. · Tidak dilakukan pemeriksaan kaki regular pada pasien

49

Gambar 4. Kerangka Teori

Keterangan : = yang diteliti

Sumber : Theory of Planned Behavior (Ajzen, 2006), Triadic model of attitude (Fiske, Gilbert, dan

Lindzey, 2010)

INTENTION BEHAVIOR

OUTCOME

Attitude

toward

behavior

Behavioral

Beliefs

Perceived

Behavioral

Control

Control

Beliefs

Subjective

Norms Normative

Beliefs

Actual

Behavioral

Control

Aspek Kognitif Aspek Konatif Aspek Afektif

Page 67: SIKAP, MOTIVASI, DAN HAMBATAN DOKTER DALAM UPAYA …digilib.unila.ac.id/59747/3/3. SKRIPSI FULL TEKS TANPA... · 2019. 11. 14. · Tidak dilakukan pemeriksaan kaki regular pada pasien

50

2.3 Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka teori diatas, peneliti akan meneliti sikap (atittude)

dokter terhadap pencegahan kaki diabetik, faktor motivasi (yang termasuk

dalam intention) dokter dalam perilaku pencegahan kaki diabetik, serta

hambatan yang dirasa (yang termasuk dalam perceived behavioral control)

dalam melakukan pencegahan kaki diabetik.

Gambar 5. Keranga Konsep

Sikap dokter dalam upaya

pencegahan kaki diabetik

Hambatan yang dirasa dokter dalam

pencegahana kaki diabetik

Faktor Motivasi

pembentuk niat

Perilaku

Pencegahan Kaki

Diabetik oleh

dokter

Page 68: SIKAP, MOTIVASI, DAN HAMBATAN DOKTER DALAM UPAYA …digilib.unila.ac.id/59747/3/3. SKRIPSI FULL TEKS TANPA... · 2019. 11. 14. · Tidak dilakukan pemeriksaan kaki regular pada pasien

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang menggunakan strategi

pendekatan fenomenologi. Strategi penelitian ini bertujuan untuk

mengidentifikasi dan mengeksplorasi pengalaman manusia tentang suatu

fenomena tertentu dan kemudian mengembangkan pola-pola atau relasi-

relasi makna (Creswell, 2016).

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

3.2.1 Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di beberapa Fasilitas Kesehatan

Tingkat Pertama (FKTP) yang memiliki jumlah pasien diabetes

terbanyak di Bandar Lampung. Pemilihan para calon informan akan

dilakukan dengan menggunakan data di beberapa fasilitas kesehatan

tingkat pertama kota Bandar Lampung. Setelah informan setuju untuk

mengikuti penelitian, selanjutnya informan dan peneliti akan

menentukan tempat untuk melakukan wawancara. Tempat yang

dipilih harus kondusif untuk dilakukannya wawancara secara

mendalam.

Page 69: SIKAP, MOTIVASI, DAN HAMBATAN DOKTER DALAM UPAYA …digilib.unila.ac.id/59747/3/3. SKRIPSI FULL TEKS TANPA... · 2019. 11. 14. · Tidak dilakukan pemeriksaan kaki regular pada pasien

52

3.2.2 Waktu Penelitian

Seluruh kegiatan penelitian dilaksanakan di bulan April 2019 hingga

Oktober 2019 yang mencakup tahap persiapan sampai pelaporan.

3.3 Informan

Dalam penelitian kualitatif, sampel disebut dengan istilah informan. Informan

dipilih dengan cara purposive sampling, yaitu memilih informan dengan

sengaja dan penuh perencanaan. Kriteria informan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut :

1. Informan merupakan dokter fungsional yang bekerja di fasilitas kesehatan

tingkat pertama Kota Bandar Lampung

2. Informan sudah berpraktek minimal lima tahun

3. Informan pernah menatalaksana pasien diabetes

4. Bersedia menjadi informan

Proses pemilihan informan diawali dengan membuat surat izin penelitian dan

ethical clearance kemudian membawa surat-surat tersebut untuk meminta

referensi dari fasilitas kesehatan tingkat pertama terkait. Setelah calon

informan didapatkan, peneliti akan memperkenalkan diri dan membina

hubungan saling percaya dengan calon informan. Selanjutnya peneliti

menyampaikan maksud, tujuan, dan prosedur terkait penelitian dan

menanyakan kesediaan informan untuk mengikuti penelitian. Apabila calon

informan setuju, maka peneliti akan meminta untuk menandatangani dan

mengisi lembar persetujuan sebagai informan penelitian (informed consent).

Setelah itu, peneliti dan informan akan menjadwalkan waktu untuk

Page 70: SIKAP, MOTIVASI, DAN HAMBATAN DOKTER DALAM UPAYA …digilib.unila.ac.id/59747/3/3. SKRIPSI FULL TEKS TANPA... · 2019. 11. 14. · Tidak dilakukan pemeriksaan kaki regular pada pasien

53

melakukan wawancara. Tempat dan waktu wawancara akan ditentukan sesuai

kesepakatan yang dibuat oleh peneliti dan informan.

3.4 Instrumen Penelitian

Instrumen dan alat utama dalam penelitian ini adalah peneliti itu sendiri.

Peneliti memiliki peran untuk menggali informasi dengan jelas dan dalam

dari informan untuk memenuhi kebutuhan dan tujuan dari penelitian ini.

Peneliti akan menggunakan panduan wawancara yang didesain oleh peneliti

sendiri. Peneliti akan membuat catatan lapangan (field notes) mengenai proses

wawancara dan hal-hal yang perlu dicatat selama proses wawancara. Peneliti

juga akan menyiapkan alat perekam untuk merekam proses wawancara.

3.5 Pengumpulan Data

Setelah informan setuju untuk mengikuti penelitian ini, peneliti dan informan

akan menentukan waktu dan tempat untuk melakukan proses wawancara

dengan teknik wawancara mendalam (in depth interview). Wawancara

mendalam adalah suatu teknik wawancara tatap muka dengan menggunakan

pertanyaan terbuka. Pertanyaan terbuka yang dibuat digunakan untuk

memunculkan pandangan dan opini dari informan. Proses wawancara yang

akan dilakukan bersifat alamiah, mengalir, dan kontekstual, dengan panduan

wawancara. Proses wawancara sepenuhnya didasari pada perkembangan

pertanyaan secara alami dan spontan.

Page 71: SIKAP, MOTIVASI, DAN HAMBATAN DOKTER DALAM UPAYA …digilib.unila.ac.id/59747/3/3. SKRIPSI FULL TEKS TANPA... · 2019. 11. 14. · Tidak dilakukan pemeriksaan kaki regular pada pasien

54

3.6 Analisis Data

Analisis data dalam penelitian merupakan upaya memahami, menjelaskan,

menafsirkan, dan mencari hubungan daripada data-data yang diperoleh

(Ibrahim, 2015). Analisis data pada penelitian kualitatif dilakukan sejak awal

penelitian (on going). Peneliti harus membaca dan menganalisis data yang

terkumpul sejak awal penelitian baik berupa catatan lapangan, transkrip,

dokumen, atau material lainnya secara kritis analitis sembari melakukan uji

kredibilitas maupun pemeriksaan keabsahan data secara berkelanjutan.

Tahapan analisis data yang akan dilakukan pada penelitian ini terdiri dari

enam langkah. Pertama adalah proses mengolah dan mempersiapkan data

untuk dianalisis. Pada langkah ini melibatkan proses transcribing wawancara

dan mengetik data lapangan. Yang kedua yaitu membaca keseluruhan data.

Ketiga, memulai coding semua data. Tahap ini melibatkan proses penulisan

kategori untuk mengorganisasikan data, selanjutnya memberi label pada

kategori tersebut dengan istilah khusus. Keempat, menerapkan proses coding

untuk mendeskripsikan setting (ranah), orang (partisipan), kategori, dan tema

yang akan dianalisis. Penerapan proses coding dilakukan untuk membuat

sejumlah tema atau kategori. Kelima, menunjukkan bagaimana deskripsi dan

tema-tema tersebut akan disajikan kembali dalam narasi/laporan kualitatif.

Langkah keenam yaitu pembuatan interpretasi dalam penelitian kualitatif atau

memaknai data (Creswell, 2016). Terdapat empat kriteria keabsahan data

kualitatif, yaitu derajat keterpercayaan (kredibilitas), keteralihan

(transferabilitas), kebergantungan (dependibilitas), dan kepastian

Page 72: SIKAP, MOTIVASI, DAN HAMBATAN DOKTER DALAM UPAYA …digilib.unila.ac.id/59747/3/3. SKRIPSI FULL TEKS TANPA... · 2019. 11. 14. · Tidak dilakukan pemeriksaan kaki regular pada pasien

55

(konfirmabilitas). Peneliti akan melakukan beberapa uji data untuk

membuktikan bahwa data yang didapatkan dapat dipercaya (Ibrahim, 2015).

1. Peneliti akan melakukan uji kredibilitas untuk memeriksa akurasi hasil

penelitian data dengan cara :

a. Member checking

Member checking dilakukan dengan memberikan hasil laporan akhir

kepada informan untuk mengecek kesesuaian dengan persepsi mereka

dengan hasil laporang yang dibuat.

b. Triangulasi

Peneliti juga akan melakukan triangulasi sumber, yaitu sebuah proses

membandingkan data dari narasumber yang berbeda. Sumber

triangulasi dalam penelitian ini adalah pasien sebagai sumber yang

relevan dengan informan. Selain itu peneliti akan melakukan triangulasi

teori, yaitu membandingkan dengan teori yang ada..

2. Uji transferabilitas, untuk menentukan apakah hasil penelitian dapat

ditransfer ke wilayah lain. Uji ini dilakukan dengan menguraikan laporan

penelitian dengan rinci, teliti, cermat , dan sistematis. Uraian rinci (thick

description) ini dibuat agar pembaca akan menjadi jelas dengan hasil

penelitian ini dan dapat memutuskan apakah penelitian ini dapat

diaplikasikan pada tempat lain atau tidak.

3. Uji dependibilitas yang dilakukan dengan audit terhadap keseluruhan

proses penelitian. Dalam mengaudit keseluruhan aktivitas peneliti dalam

melakukan penelitian, audit dilakukan oleh dosen pembimbing sebagai

auditor yang independen dalam melakukan penelitian. Audit dilakukan

Page 73: SIKAP, MOTIVASI, DAN HAMBATAN DOKTER DALAM UPAYA …digilib.unila.ac.id/59747/3/3. SKRIPSI FULL TEKS TANPA... · 2019. 11. 14. · Tidak dilakukan pemeriksaan kaki regular pada pasien

56

dengan cara menunjukkan bukti kerja yang dilakukan sejak menentukan

masalah dan fokus penelitian, memasuki lapangan, menentukan

informasi/sumber data penelitian, melakukan analisis data, menguji

keabsahan data, dan membuat kesimpulan.

4. Uji konfirmabilitas untuk menentukan obyektivitas penelitian. Sebuah

penelitian kualitatif dikatakan obyektif apabila hasil penelitian disepakati

banyak orang. Uji konfirmabilitas berarti menguji hasil penelitian

dikaitkan dengan proses yang dilakukan. Bila hasil penelitian merupakan

fungsi dari proses penelitian yang dilakukan, maka penelitian tersebut

telah memenuhi standar confirmability. Dalam hal ini, peneliti akan

melibatkan peran dosen pembimbing untuk menguji konfirmabilitas hasil

penelitian.

3.7 Etika Penelitian

Peneliti telah mendapatkan surat persetujuan etik dengan nomor surat No.

660/UN.26.18/pp05/02/00/2019.

Page 74: SIKAP, MOTIVASI, DAN HAMBATAN DOKTER DALAM UPAYA …digilib.unila.ac.id/59747/3/3. SKRIPSI FULL TEKS TANPA... · 2019. 11. 14. · Tidak dilakukan pemeriksaan kaki regular pada pasien

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Pada penelitian ini didapatkan dokter memiliki sikap yang positif terhadap

perilaku pencegahan kaki diabetik. Hal ini sejalan dengan aspek afektif yang

dimiliki dokter yang baik. Namun, aspek kognitif dan konatif yang dimiliki

dokter belum adekuat mengenai pencegahan kaki diabetik di FKTP.

Motivasi dokter dalam melakukan pencegahan kaki diabetik yang didapatkan

dari penelitian ini adalah motivasi interinsik berupa rasa tanggung jawab

(resposibilities), pencapaian (achievement), pengembangan potensial

(advancement), pekerjaan (the work), keluarga, dan rasa empati, serta

motivasi eksterinsik berupa Prolanis.

Didapatkan beragam hambatan dokter dalam melakukan pencegahan kaki

diabetik yang dikategorikan menjadi hambatan yang berasal dari pasien,

hambatan yang berasal dari fasilitas kesehatan, dan hambatan yang berasal

dari petugas kesehatan.

Page 75: SIKAP, MOTIVASI, DAN HAMBATAN DOKTER DALAM UPAYA …digilib.unila.ac.id/59747/3/3. SKRIPSI FULL TEKS TANPA... · 2019. 11. 14. · Tidak dilakukan pemeriksaan kaki regular pada pasien

110

5.2 Saran

5.2.1 Bagi Instansi Kesehatan

Instansi kesehatan diharapkan dapat memiliki guideline atau panduan

dan indikator yang lebih spesifik dalam upaya pencegahan kaki diabetik

di FKTP. Instansi kesehatan juga diharapkan dapat menambahkan poin

mengenai pencegahan kaki diabetik dalam SOP Konsultasi, Infomasi,

dan Edukasi (KIE).

5.2.2 Bagi Dokter

Dokter diharapkan dapat mengevaluasi komunikasi dokter-pasien

terutama mengenai edukasi kaki diabetik di FKTP sehingga diharapkan

edukasi dapat tersampaikan kepada pasien sesuai dengan tujuan

pengobatan.

5.2.2 Bagi peneliti lain

Peneliti lain diharapkan dapat meneliti lebih dalam mengenai hubungan

antara sikap, motivasi, dan hambatan dalam pencegahan kaki diabetik di

FKTP terhadap perilaku pencegahan kaki diabetik.

Page 76: SIKAP, MOTIVASI, DAN HAMBATAN DOKTER DALAM UPAYA …digilib.unila.ac.id/59747/3/3. SKRIPSI FULL TEKS TANPA... · 2019. 11. 14. · Tidak dilakukan pemeriksaan kaki regular pada pasien

111

5.3 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki keterbatasan berupa :

1. Keterbatasan penelitian ini adalah sumber triangulasi yang tidak

didampingi keluarga atau wali sehingga informasi mengenai edukasi

kurang dapat digali lebih dalam.

2. Peneliti kurang menggali lebih dalam mengenai hubungan jumlah pasien

dan waktu pengobatan dokter di FKTP, sehingga penelitian ini tidak

memiliki informasi yang adekuat mengenai hambatan dokter berupa

keterbatasan waktu dan tenaga dalam melakukan pencegahan kaki

diabetik.

3. Peneliti tidak menganalisis aspek afektif sikap melalui ekspresi wajah,

intonasi, volume, dan nada bicara informan.

Page 77: SIKAP, MOTIVASI, DAN HAMBATAN DOKTER DALAM UPAYA …digilib.unila.ac.id/59747/3/3. SKRIPSI FULL TEKS TANPA... · 2019. 11. 14. · Tidak dilakukan pemeriksaan kaki regular pada pasien

DAFTAR PUSTAKA

Aduo-Adjei K, Emmanuel O, Mensah F, Opoku. 2016. The impact of motivation

on the work performance of health workers (korle bu teaching hospital):

evidence from ghana. Hospital Practices and Research. 1(2): 47-52.

Aftria MP. 2014. Honey as a topical treatment for diabetic foot ulcers. J Majority.

3(7): 81–7.

Ajzen I. 1986. Prediction of goal-directed behavior : attitudes, intentions, and

perceived behavioral control. Journal of Experimental Social Psychoogy.

22:453–74.

Ajzen I. 1991. The theory of planned behavior. Organizational Behavior and

Human Decision Process. 50:179–21.

Ajzen I. 2006. Constructing a TPB questionnaire: conceptual and methodological

considerations. [Diunduh 28 Februari 2019]. Tersedia dari:

https://www.researchgate.net/publication/235913732_Constructing_a_Theor

y_of_Planned_Behavior_Questionnaire.

Allen ML, Van der AMB, Does, Gunst C. 2016. Improving diabetic foot

screening at a primary care clinic : A quality improvement project. African

Journal of Primary Health Care & Family Medicine. 8(1):1–9.

Apriliyani S. 2018. Hubungan tingkat pengetahuan dan sikap dengan perilaku

pencegahan terjadinya luka kaki diabetik pada pasien penderita DM tipe 2

[Skripsi]. Surakarta : Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah.

Azwar S. 1995. Sikap manusia teori dan aplikasinya. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Page 78: SIKAP, MOTIVASI, DAN HAMBATAN DOKTER DALAM UPAYA …digilib.unila.ac.id/59747/3/3. SKRIPSI FULL TEKS TANPA... · 2019. 11. 14. · Tidak dilakukan pemeriksaan kaki regular pada pasien

Bakker K, Apelqvist J, Lipsky BA, Van Netten JJ, Schaper NC. 2016. The 2015

IWGDF guidance documents on prevention and management of foot

problems in diabetes: development of an evidence‐based global consensus.

Diabetes Metab Res Rev. 32(Suppl 1): S2–6.

Bambang TAAP, Yati NP, Muhammad F, Marzuki ANS, Moelyo AG, Soesanti F.

2015. Konsesus nasional pengelolaan diabetes melitus tipe 1. Jakarta: Badan

Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia.

Berardis G, Pellegrini F, Franciosi M, Belfiglio M, Di Nardo B, Greenfield S, et

al. 2005. Are type 2 diabetic patients offered adequate foot care? The role of

physician and patient characteristics. Journal of Diabetes and its

Complications. 19(6):319-27.

Bobircē F, Mihalache O, Georgescu D, Patrascu T. 2016. The new prognostic

therapeutic index for diabetic foot surgery extended analysis. Chirurgia.

111(2):151–5.

BPJS Kesehatan. 2014. Penguatan faskes primer sebagai ujung tombakpelayanan

ksehatan peserta BPJS kesehatan [Diunduh 2 Februari 2019]. Tersedia dari:

(http://bpjskesehatan.go.id/bpjs/index.php/post/r ead/2014/278/Penguatan-

FaskesPrimer-Sebagai-Ujung-Tombakpelayanan-Kesehatan-Peserta-

BPJSkesehatan).

Cahyani ID, Wahyuni I, Kurniawan B. 2016. Faktor-faktor yang berhubungan

dengan motivasi kerja pada perawat rumah sakit jiwa. Jurnal Kesehatan

Masyarakat (e-journal). 4(2):76-85.

Cavanagh P, Attinger C, Abbas Z, Bal A, Rojas N, Xu ZR. 2012.Cost of treating

diabetic foot ulcers in five different countries. Diabetes Metab Res Rev.

28(Suppl 1):107-11.

Clarke P, Gray A, Holman R. 2002. Estimating utility values for health states of

type 2 diabetic patients using the EQ-5D (UKPDS 62). Med Decis Making.

22(4):340–9.

Cousart TH, Handley M. 2016. Implementing diabetic foot care in the primary

care setting. The Journal for Nurse Practitioners. 13(3):129–32.

Page 79: SIKAP, MOTIVASI, DAN HAMBATAN DOKTER DALAM UPAYA …digilib.unila.ac.id/59747/3/3. SKRIPSI FULL TEKS TANPA... · 2019. 11. 14. · Tidak dilakukan pemeriksaan kaki regular pada pasien

Creswell JW. 2016. Research design pendekatan kualitatif, kuantitatif, dan mixed.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Faridah. 2009. Analisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap motivasi kerja

petugas pelaksana manajemen terpadu balita sakit (MTBS) di puskesmas kota

surabaya [Tesis]. Semarang : Universitas Diponegoro.

Fiske ST, Gilbert DT, Lindzey G, dan Jongsma AE. 2010. The Hand Book of

Psychology. Newyourk, Hoboken N.J.

Guay F, Chanal J, Ratelle CF , Marsh HW , Larose S, Boivi M. 2010. Intrinsic,

identified, and controlled types of motivation for school subjects in young

elementary school children. British Journal of Educational Psychology.

80(4):711–35.

Gordan M. 2014. A review of B. F. Skinner’s reinforcement theory of motivation.

International Journl of Research in Education Methodology. 6(3):680–8.

Guell C, Unwin N. 2015. Barriers to diabetic foot care in a developing country

with a high incidence of diabetes related amputations : an exploratory

qualitative interview study. BMC Health Services Research, 15(377):1–7.

Houtum WHV. 2012. Barriers to implementing foot care. Diabetes Metab Res

Rev. 28(Suppl 1): S112–115.

Ibrahim. 2015. Metodologi penelitian kualitatif. Bandung: Alfabeta.

IDF. 2017a. IDF clinical practice recommendations on the diabetic foot – 2017 a

guide for healthcare professionals. Brussels: International Diabetes

Federation.

IDF. 2017b. International Diabetes Federation ATLAS Eight edition 2017.

Islam FM, Chakrabarti R, Dirani M, et al. 2014. Knowledge, attitudes and practice

of diabetes in rural Bangladesh: the Bangladesh Population based Diabetes

and Eye Study (BPDES). PLoS One. 9(10.

Page 80: SIKAP, MOTIVASI, DAN HAMBATAN DOKTER DALAM UPAYA …digilib.unila.ac.id/59747/3/3. SKRIPSI FULL TEKS TANPA... · 2019. 11. 14. · Tidak dilakukan pemeriksaan kaki regular pada pasien

IWGDF. 2015a. Definitions and criteria diabetic foot [online article] [diunduh 25

November 2018]. Tersedia dari : http://iwgdf.org/guidelines/definitions-

criteria-2015/.

IWGDF. 2015b. IWGDF guidance on the diagnosis and management tof foot

infections in persons with diabetes [online article] [diunduh 25 November

2018]. Tersedia dari : http://www.iwgdf.org/files/2015/website_infection.pdf.

Kartika RW. 2017. Pengelolaan gangren kaki diabetik. Continuing Medical

Education. 44(1):18–22.

KBBI. 2019. Kamus Besar Bahasa Indonesia [online]. Tersedia dari :

https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/hambatan.

Kemenkes RI. 2013. Riset kesehatan dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kemenkes RI. 2014. Situasi dan analisis diabetes. Jakarta Selatan : Pusat Data dan

Informasi Kementerian Kesehatan RI.

Kemenkes RI. 2018. Riset kesehatan dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Laiteerapong N, Karter AJ, Liu JY, Moffet HH, Sudore R, Schillinger D, et al.

2011. Correlates of quality of life in older adults with diabetes: the diabetes

& aging study. Diabetes Care. 34(8):1749–53.

Legowo G. 2015. Hipertensi sebagai faktor risiko penurunan fungsi kognitif pada

lansia di Posyandu Lansia Rajabasa Bandar Lampung [Skripsi]. Tersedia

dari: http://digilib.unila.ac.id/17184/118/BAB%20II.pdf.

Mulya AP, Betty. 2014. Hubungan pengetahuan dan motivasi penderita diabetes

mellitus dengan upaya pencegahan ulkus diabetik di poli penyakitt dalam RS

Achmad Mochtar Bukit Tinggi. Jurnal Kes-STIKES Prima Nusantara Bukit

Tinggi. 5(1):92-103.

Munandar AS. 2008. Psikologi industri dan organisasi. Jakarta: UI Press.

Page 81: SIKAP, MOTIVASI, DAN HAMBATAN DOKTER DALAM UPAYA …digilib.unila.ac.id/59747/3/3. SKRIPSI FULL TEKS TANPA... · 2019. 11. 14. · Tidak dilakukan pemeriksaan kaki regular pada pasien

Nather A, Cao S, Chen JLW, dan Low AY. 2018. Prevention of Diabetic Foot

Complication. Singapore Med J. 59(6):291-294.

Notoatmodjo S. 2007. Promosi kesehatan dan ilmu perilaku. Jakarta: Rineka

Cipta.

Notoatmodjo S. 2014. Ilmu perilaku kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Nugraheni H, Wijayatini T, Wiradona I. 2018. Kesehatan masyarakat dalam

determinan sosial budaya. Yogyakarta: Deepublish.

Priyanto S. 2012. Pengaruh senam kaki terhadap sensitivitas kaki dan kadar gula

darah pada agregat lansia diabetes melitus di magelang [Tesis]. Depok:

Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.

Rahaman KS, Majdzadeh R, Holakouie NK, dan Raza O. 2017. Knowledge,

Attitude and Practices (KAP) Regarding Chronic Complications of Diabetes

among Patients with Type 2 Diabetes in Dhaka. Int J Endocrinol Metab.

30;15(3).

Rejeki S. 2012. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja dokter di poliklinik

rawat jalan rumah sakit angkatan laut Dr. Mintohardjo jakarta tahun 2012

[Tesis]. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

Ren M, Yang C, Lin DZ, et al. 2014. Effect of intensive nursing education on the

prevention of diabetic foot ulceration among patients with high-risk diabetic

foot: a follow-up analysis. Diabetes Technol Ther. 16(9):576–581

Rice JB, Desai U, Cummings AK, Bimbaung HG, Skomicki M, Parsons NB.

2014.Burden of DFUs for medicare and private insurers. Diabetes Care.

37(9): 651–658.

Riyanto B. 2007. Infeksi pada kaki diabetik. Dalam : Darmono et al, penyunting.

Naskah lengkap diabetes melitus ditinjau dari berbagai aspek penyakit dalam

dalam rangka purna tugas Prof Dr.dr.RJ Djokomoeljanto. Badan Penerbit

Universitas Diponegoro Semarang.hlm.15-30.

Robbins SP, Judge TA. 2008. Perilaku oganisasi. Jakarta: Salemba Empat.

Page 82: SIKAP, MOTIVASI, DAN HAMBATAN DOKTER DALAM UPAYA …digilib.unila.ac.id/59747/3/3. SKRIPSI FULL TEKS TANPA... · 2019. 11. 14. · Tidak dilakukan pemeriksaan kaki regular pada pasien

Saad NES, Marei SA, Mohamed DA, Khafaji GM, Soliman SSA. 2014. The

effectiveness of foot care education on patients with type 2 diabetes at family

medicine outpatient clinics. The Egyptian Journal of Family Medicine,

32(2):73–84.

Santy WH. 2013. Negative pressure wound therapy (NPWT) for the management

of diabetic foot wound. Journal Health of Science, 6(2):1-10.

Sayampanathan AA, Cuttilan AN, Pearce CJ. 2017. Barriers and enablers to

proper diabetic foot care amongst community dwellers in an Asian

population: a qualitative study. Annals of Translational Medicine. 5(12):254-

62.

Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata KM, Setiyohadi B, Syam AF,

penyunting. 2014. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta Pusat: Interna

Publishing.

Sherwood L. 2015. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Jakarta: EGC.

Siagian P. 2012. Teori pengembangan organisasi. Jakarta: Bumi Aksara.

Singh N, Armstrong DG, Lipsky BA. 2005. Preventing foot ulcers in patients with

diabetes. J Am Med Assoc. 293(2):217–28.

Soelistijo S, Novida H, Rudijanto A, Soewondo P, Suastika, Manaf A, et al. 2015.

Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di indonesia

2015. Jakarta: Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia.

Stella O. 2008. Motivation and work performance : complexities in achieving

good performance outcomes a study focusing on motivation measures and

improving workers performance in kitgum district [Tesis]. Uganda : Institute

of Social Studies.

Syahgani R, Widiartanto. 2017. Turnover intention karyawan melalui kepuasan

kerja sebagai variabel ntervening (Studi kasus pada karyawan PT. Intinusa

Salareksa, Tbk). Jurnal Ilmu Administrasi Bisnis. 6(2):1–9.

Page 83: SIKAP, MOTIVASI, DAN HAMBATAN DOKTER DALAM UPAYA …digilib.unila.ac.id/59747/3/3. SKRIPSI FULL TEKS TANPA... · 2019. 11. 14. · Tidak dilakukan pemeriksaan kaki regular pada pasien

WHO. 2006. Improving health worker performance : in search of promising

practices. Geneva : Evidence and Information for Policy, Department of

Human Resources for Health.

Yusuf S, Okuwa M, Irwan M, Rassa S, Laitung B, Thalib A, Kasim S, et al.

2016. Prevalence and risk factor of dabetic foot ulcers in a regional

hospital,eastern indonesia. Open Joulnal of Nursing. 6:1–10.