sifat asli sby - gelora45.comgelora45.com/news/sby_pulihkanpersatuankedamaian.pdf ·...
TRANSCRIPT
1
SIFAT ASLI SBY
01. HMI BONGKAR Sifat Asli SBY, HMI: SBY Itu Sengkuni Yang Licik !
https://www.youtube.com/watch?v=RgoBBmVQSmk
02. 'SBY PUCAT' Megawati Ngomong Blak Blakan Sebut SBY Dalang Demo Ahok
https://www.youtube.com/watch?v=sjbRT5VZ4K0
SBY: Pulihkan Kedamaian Dan Persatuan Kita
HARIAN RAKYAT MERDEKA
http://politik.rmol.co/read/2016/11/28/270209/Artikel-SBY:-Pulihkan-Kedamaian-Dan-Persatuan-Kita-
SENIN, 28 NOVEMBER 2016 , 01:15:00 WIB
ADA dua nasehat orang bijak yang saya ingat. Pertama, in crucial thing unity. Artinya, kita
mesti bersatu jika menghadapi sesuatu yang penting, apalagi genting. Kemudian, yang
kedua, there will always be a solution to any problem. Maknanya, setiap persoalan
selalu ada solusinya. Ada jalan keluarnya. Saya rasakan kedua ungkapan ini relevan
dengan situasi di negara kita saat ini.
Bangsa Indonesia kembali menghadapi ujian sejarah. Bukan hanya di Jakarta, tetapi saya
amati juga terjadi di seluruh tanah air. Yang semula isunya cukup sederhana dan bisa
dicarikan solusinya, baik secara hukum maupun non hukum, telah berkembang sedemikian
rupa sehingga menjadi rumit. Gerakan massa yang mengusung tema mencari keadilan
mendapatkan simpati dan dukungan yang luas. Sementara itu, pemerintah memilih cara
melakukan gerakan imbangan dengan tema besar menjaga kebhinnekaan dan NKRI.
Sungguhpun niat pemerintah ini tentulah baik, langkah ini justru memunculkan
2
permasalahan baru. Pernyataan penegak hukum bahwa negara akan menindak siapapun
yang melakukan tindakan makar, yang disampaikan beberapa hari yang lalu sepertinya tak
menyurutkan gerakan pencari keadilan tersebut, bahkan membuat ketegangan sosial
semakin meningkat. Apa dengan demikian negara kita menuju ke keadaan krisis? Menurut
saya tidak. Saat ini tidak akan ke sana. Dengan catatan, permasalahan yang ada sekarang
ini segera diselesaikan secara cepat, tepat dan tuntas.
Dalam situasi seperti ini, secara moral saya wajib menjadi bagian dari solusi. Akan menjadi
baik jika saya ikut menyampaikan pandangan dan saran kepada pemimpin kita, Presiden
Jokowi, agar beliau bisa segera mengatasi masalah yang ada saat ini. Namun, lebih dari
tiga minggu ini memang saya memilih diam. Bahkan untuk sementara saya menutup
komunikasi dengan berbagai kalangan, termasuk para sahabat, yang ingin bertemu saya
(saya mohon maaf untuk itu), dari pada kami semua kena fitnah. Saya masih ingat ketika
saya melakukan klarifikasi atas informasi (baca: fitnah) yang sampai ke pusat kekuasaan
bahwa seolah Partai Demokrat terlibat dan SBY dituduh membiayai Aksi Damai 4 November
2016, saya diserang dan "dihabisi" tanpa ampun. Tetapi, mengamati situasi yang
berkembang saat ini, saya pikirkan tak baik jika saya berdiam diri. Oleh karena itu, melalui
wahana inilah saya ingin menyampaikan harapan dan pandangan sederhana saya tentang
solusi dan tindakan apa yang layak dilakukan oleh pemerintah.
Memburuknya situasi sosial dan politik sebagaimana yang kita rasakan sekarang ini,
sebenarnya preventable. Bisa dicegah. Cuma, barangkali penanganan masalah utamanya
di waktu lalu kurang terbuka, kurang pasti dan kurang konklusif. Kebetulan sekali
(unfortunately) kasus Gubernur Basuki ini berkaitan dengan isu agama yang sangat sensitif,
yaitu berkenaan dengan kitab suci. Ketika akhirnya Presiden Jokowi dan Wakil Presiden
Jusuf Kalla menjanjikan bahwa kasus Pak Ahok itu akan diselesaikan secara hukum, boleh
dikata ucapan kedua pemimpin puncak yang saya nilai tepat dan benar itu terlambat
datangnya. Sama saja sebenarnya dengan penanganan kasus Pak Ahok yang dinilai too
little and too late. Nampaknya sudah terlanjur terbangun mistrust (rasa tidak percaya) dari
kalangan rakyat terhadap negara, pemimpin dan penegak hukum. Sudah ada trust deficit.
Karenanya, menurut pandangan saya saat ini prioritasnya adalah mengembalikan
kepercayaan rakyat terhadap negara. Dengan pendekatan yang bijak dan komunikasi yang
tulus dan tepat, diharapkan bisa terbangun kembali kepercayaan rakyat terhadap negara
dan pemerintahnya.
Mengalirkan isu Pak Ahok ke wilayah SARA, kebhinnekaan dan NKRI, dengan segala
dramatisasinya menurut saya menjadi kontra produktif. Isu Pak Ahok sesungguhnya juga
bukan permasalahan minoritas vs mayoritas. Justru dalam kehidupan bangsa yang amat
3
majemuk ini harus dijaga agar jangan sampai ada ketegangan dan konflik yang sifatnya
horizontal. Ingat, dulu diperlukan waktu 5 tahun untuk mengatasi konflik komunal yang ada
di Poso, Ambon dan Maluku Utara. Upaya membenturkan pihak-pihak yang berbeda agama
dan etnis mesti segera dihentikan. Masyarakat bisa melihat bahwa dalam melakukan
aksi-aksi protesnya para pengunjuk rasa tak mengangkat isu agama dan juga isu etnis.
Karenanya, jangan justru dipanas-panasi, dimanipulasi dan dibawa ke arah medan konflik
baru yang amat berbahaya itu. Mencegah terjadinya konflik horizontal baik di Jakarta
maupun di wilayah yang lain juga merupakan prioritas.
Sementara itu, ada juga yang berusaha membawa kasus Pak Ahok ini ke dunia
internasional dengan tema pelanggaran HAM. Saya khawatir hal begini justru membuat
situasi di dalam negeri makin bergejolak. Di negeri ini banyak yang amat mengerti mana
yang merupakan isu HAM dan mana yang bukan. Dulu ketika saya mengemban tugas
sebagai Menko Polkam dan kemudian Presiden Republik Indonesia, isu-isu demokrasi,
kebebasan serta perlindungan dan pemajuan hak-hak asasi manusia selalu menjadi
perhatian kita. Isu-isu itu juga terus kita kelola dengan cermat, transparan dan senantiasa
merujuk kepada hukum nasional dan internasional. Menurut pendapat saya, proses hukum
terhadap Pak Ahok bukanlah isu pelanggaran HAM. Kita serahkan saja kepada penegak
hukum di negeri sendiri. Biarlah para penegak hukum bekerja secara profesional, adil dan
obyektif. Jangan ada pihak yang mengintervensi dan menekan-nekan. Biarlah hukum bicara
~ apakah Pak Ahok terbukti bersalah atau tidak. Begitu pemahaman saya terhadap rule of
law.
Tetapi dalam perkembangannya, baik di Jakarta maupun di daerah, gerakan massa
sepertinya kini mengarah ke Presiden Jokowi. Saya mengikuti berbagai spekulasi yang
menurut saya menyeramkan. Apa itu? Muncul sejumlah skenario tentang penjatuhan
Presiden Jokowi. Tak pelak pernyataan Kapolri tentang rencana makar menjadi
perbincangan hangat di kalangan masyarakat. Di samping ada pihak di luar kekuasaan
yang berniat lakukan makar, menurut rumor yang beredar, katanya juga ada agenda lain
dari kalangan kekuasaan sendiri. Skenario yang kedua ini konon digambarkan sebagai
akibat dari adanya power struggle di antara mereka. Terus terang saya kurang percaya.
Pertama, saat ini tak ada alasan yang kuat untuk menjatuhkan Presiden Jokowi. Yang
kedua, apa sebegitu nekad gerakan rakyat yang tidak puas itu sehingga harus menjatuhkan
Presiden dengan cara makar. Demikian juga, jika ada pihak di lingkar kekuasaan yang
sangat berambisi dan tidak sabar lagi untuk mendapatkan kekuasaan, apa juga kini gelap
mata, sehingga hendak menjatuhkan Presiden, pemimpin yang mengangkat mereka
menjadi pembantu-pembantunya.
4
Memang sekarang ini namanya fitnah, intrik, adu domba dan pembunuhan karakter luar
biasa gencarnya. Termasuk ganasnya "kekuatan media sosial" yang bekerja bak mesin
penghancur. Banyak orang menjadi korban, termasuk saya. Banyak bisikan maut, bahkan
termasuk spanduk, yang mengadu saya dengan Pak Jokowi, misalnya. Sebagai veteran
pejuang politik saya punya intuisi, pengalaman, pengetahuan dan logika bahwa banyak
fitnah yang memanas-manasi Presiden agar percaya bahwa SBY hendak menjatuhkan
Presiden, tidak selalu berasal dari pihak Pak Jokowi. Luar biasa bukan? Semua harus
waspada. Jangan sampai kuman di seberang lautan tampak, gajah di pelupuk mata tak
tampak. Jangan sampai ada maling teriak maling. Jangan sampai ada yang mancing di air
keruh. Mari berwaspada, jangan sampai kita mau diadu-domba. Jangan kita berikan ruang
media sosial yang sudah tidak civilized (tidak berkeadaban) hanya untuk menghancurkan
peradaban di negeri ini. Banyak yang berpendapat bahwa mesin penghancur” itu tidak
selalu bermotifkan ideologi, tapi uang (money power). Saya amat sedih jika menyimak
penggunaan bahasa yang amat kasar dan tak sedikitpun menyisakan tata krama dari
kelompok Sosmed tertentu. Mereka bukan hanya merusak jiwa kita semua, lebih-lebih
anak-anak dan remaja kita, tetapi sesungguhnya juga menghancurkan nilai-nilai luhur
Pancasila. Kelompok model ini pulalah yang membuat bangsa kita terpecah dan saling
bermusuhan.
Sementara itu, jangan sampai pula kita semua jadi korban dari permainan intelijen bohong
dan buatan (false intelligence). Saya jadi ingat dulu sebelum terjadinya kudeta atau makar
terhadap Presiden Soekarno di bulan September tahun 1965, juga diisukan ada Dewan
Jenderal yang mau makar. Kemudian, yang menamakan dirinya Dewan Revolusi justru
yang melakukan makar, dengan dalih daripada didahului oleh Dewan Jenderal.
Berbicara tentang makar, saya tetap konsisten bahwa saya tak akan pernah setuju dengan
upaya menurunkan Presiden di tengah jalan. Akan menjadi preseden yang buruk jika
seorang Presiden yang dipilih langsung oleh rakyat kemudian dengan mudahnya dijatuhkan
oleh sekelompok orang yang amat berambisi dan haus kekuasaan melalui konspirasi politik.
Kalau kita paham konstitusi, seorang Presiden hanya bisa diberhentikan jika melanggar
pasal pemakzulan (impeachment article). Memang ada pula pengalaman di banyak negara
seorang penguasa jatuh oleh sebuah revolusi sosial atau people's power. Contoh yang
paling baru adalah kejatuhan sejumlah penguasa di Afrika Utara (Arab Spring). Tetapi, ingat
sebenarnya people's power dan revolusi sosial itu tak bisa dibuat begitu saja. Seolah-seolah
seorang elit politik bisa menciptakan revolusi dengan mudahnya.
Saya jadi ingat dulu ketika ada "Gerakan Cabut Mandat SBY" di era kepresidenan saya.
Sebenarnya, hakikat gerakan itu juga sebuah kehendak untuk melakukan makar. Saya
5
tenang dan tidak panik. Saya tahu gerakan cabut mandat itu hanyalah keinginan sejumlah
elit, bukan rakyat. Saya tetap bekerja, dan terus bekerja. Saya tak berselingkuh dengan
merusak nilai-nilai demokrasi dan rule of law, dan kemudian bertindak represif. Saya tahu
tokoh-tokoh politik mana yang turun ke lapangan untuk mencabut mandat saya, tapi tak ada
niat saya untuk memidanakan mereka. Gerakan yang namanya seram itu, "cabut mandat
dan turunkan SBY" akhirnya cepat berlalu ....
Tentu ada sebuah pesan moral. Bagi yang ingin menjadi Presiden atau Wakil Presiden,
tempuhlah jalan yang benar dan halal. Ikuti etika dan aturan main demokrasi. Toh pada
saatnya akan ada pemilihan Presiden. Sabar. Jangan nggege mongso.
Kembali kepada situasi nasional saat ini, bagaimanapun permasalahan yang menurut saya
sudah menyentuh hubungan antara rakyat dengan penguasa (vertikal sifatnya), harus
diselesaikan dengan baik. Penyelesaian yang dilakukan mestilah damai, adil dan
demokratis. Cegah jangan sampai ada kekerasan yang meluas. Cegah jangan sampai ada
martir yang sengaja dijadikan pemicu terjadinya kerusuhan dan kekerasan yang lebih besar.
Pemimpin dan pemerintah harus lebih mengutamakan soft power, bukannya hard power.
Atau paling tidak paduan yang tepat dari keduanya, yang sering disebut dengan smart
power. Persuasi harus lebih diutamakan dan dikedepankan, bukannya represi. Penindakan
dari aparat keamanan haruslah menjadi pilihan terakhir, jika harus melindungi keamanan
dan keselamatan banyak pihak, utamanya rakyat sendiri.
Mesti diketahui pula bahwa pengerahan dan penggunaan kekuatan militer ada aturannya.
Pahami konstitusi dan Undang-Undang Pertahanan serta Undang-Undang TNI. Jika harus
menetapkan keadaan bahaya, penuhi syarat-syaratnya. Pelajari Peraturan Pemerintah yang
mengatur keadaan bahaya dan tindakan seperti apa yang dibenarkan jika negara berada
dalam keadaan darurat. Cegah, jangan sampai Presiden dan para pembantunya dinilai
melanggar konstitusi dan undang-undang yang berlaku.
Dalam keadaan "krisis", semoga tidak terjadi, Presiden harus benar-benar pegang kendali.
Jangan didelegasikan. Tutup rapat-rapat ruang dan peluang bagi siapapun yang ingin
menggunakan kesempatan dalam kesempitan. Namun, dalam era demokrasi seperti
sekarang ini, Presiden tidak boleh menempatkan diri sebagai "penguasa absolut". Bangun
hubungan yang baik dan sehat dengan parlemen serta lembaga-lembaga negara yang lain.
Jangan hadapkan Presiden dengan rakyat. Jangan sampai Presiden berbuat salah. Ada
motto yang berbunyi the president can do no wrong. Artinya, Presiden pantang berbuat
salah atau tidak boleh salah. Para pembantu Presiden harus mengawal dan
menyelamatkan Presidennya. Sekali lagi, semoga krisis ini tak terjadi. Saya yakin krisis
6
yang banyak dicemaskan banyak orang itu tetap preventable.
Saya berpendapat, sekarang ini Presiden Jokowi dengan para pembantunya haruslah
memusatkan pikiran, waktu dan tenaganya untuk menemukan solusi yang terbaik. Bangun
dan dapatkan solusi terbaik itu dengan berbagai pihak. Langkah-langkah Presiden Jokowi
untuk membangun komunikasi dengan para pemimpin agama, pemimpin sosial dan
pemimpin politik perlu dilanjutkan. Jangan hanya mengejar kuantitas, tetapi kualitas. Yang
diajak untuk berpikir bersama oleh Pak Jokowi juga jangan hanya pihak-pihak yang
nyata-nyata ada di "belakang" Presiden, tetapi seharusnya juga mencakup mereka yang
dinilai berseberangan. Rangkullah rakyat, pemegang kedaulatan yang sejati, dengan penuh
kasih sayang. Teduhkan hati mereka, jangan justru dibikin takut dan panas. Himbau mereka
untuk tak perlu selalu menurunkan kekuatan massa jika hendak mencari keadilan, dengan
jaminan pemerintah benar-benar menyelesaikan masalah yang ada secara serius. Cegah
dan batasi para pembantu Presiden untuk membikin panggung politiknya sendiri-sendiri.
Jadi lebih rumit nantinya. Ingat, in crucial thing unity....
Dalam situasi seperti ini, sebagai seorang yang pernah mengemban tugas negara di masa
silam, termasuk hampir 30 tahun mengabdi sebagai prajurit TNI dan 15 tahun bertugas di
jajaran pemerintahan, saya mengajak rakyat Indonesia untuk bersama-sama menjaga
persatuan dan kebersamaan kita. Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh. Marilah kita
menahan diri untuk tidak bertindak salah dan melampaui batas, sehingga justru akan
mengancam kedamaian, keamanan dan ketertiban sosial di negeri ini. Marilah kita jaga
persaudaraan dan kerukunan kita, seberat apapun tantangan yang kita hadapi. Memang
adalah sebuah amanah jika rakyat menjadi gerakan moral yang menjunjung tinggi
panji-panji kebenaran dan keadilan. Namun, hendaknya perjuangan suci itu dilaksanakan
secara damai dan senantiasa berjalan di atas kebenaran Tuhan.
Akhirnya, menutup tulisan ini, dengan segala kerendahan hati saya ingin menyampaikan
bahwa sebagai pemimpin, tidaklah ditabukan jika ingin melakukan introspeksi dan
perbaikan-perbaikan. Hal begitu juga kerap saya lakukan dulu ketika selama 10 tahun
memimpin Indonesia. Tak ada gading yang tak retak ....
[***]
Anak Buah SBY Dilaporkan Ke Polisi
LAPORAN: TANGGUH SIPRIA RIANG
http://hukum.rmol.co/read/2016/11/28/270258/Anak-Buah-SBY-Dilaporkan-Ke-Polisi-
SENIN, 28 NOVEMBER 2016 , 11:19:00 WIB
7
RMOL. Mantan staf khusus (stafsus) presiden, Andi Arief dilaporkan ke Polda Metro
Jaya atas dugaan memprovokasi warga dengan isu penarikan uang secara massal
dari bank (rush money), siang ini (Senin, 28/11).
Pelapornya adalah relawan Solidaritas Merah Putih (Solmet).
"Orang yang menebarkan isu seperti itu sama saja dengan penebaran kebencian dan
mengkhianati negara. Kami tidak akan membiarkan ada orang yang menghasut,
membohongi, dan menebar kebencian kepada sesama bangsa sendiri atau NKRI," kata
Ketua Umum Solmet, Sylver Matutina saat dikonfirmasi.
Sylver menegaskan komitmen organisasinya untuk menjaga persatuan dan kesatuan
bangsa. Untuk itu, tindakan Andi yang diduga telah memecah belah kebhinekaan, perlu
dilaporkan ke pihak berwajib.
"Ajakan rush money kepada umat Islam, dapat menghancurkan perekonomian Indonesia,
hilangnya devisa pariwisata dan mengganggu iklim investasi yang selama ini diupayakan
dengan kerja keras pemerintah dan pelaku dunia usaha," sesal Sylver.
Penghasutan dimaksud relawan Solmet dalam laporannya ke kepolisian, seperti dimuat
Andi Arief dalam akun twitternya @AndiArief_AA, pada 15 November lalu.
"Cukup menarik kalau terjadi aksi menarik uang di perbankan yang dilakukan peserta
aksi 2511 di tengah mereka mendapat tuduhan aksi dibiaya. Aksi masa besar dengan
penarikan uang besar inilah gerakan politik baru, aksi parade pamswakarsa
kebhinekaan sebenernya konser musik. Aksi masa besar dengan penarikan uang
besar merupakan lompatan peningkatan kesadaran masa yang luar biasa. Di atas
kesadaran rata2 masyarakat," kicau Andi.
[wid]