“bisa salahkah demokrasi itu?” -...
TRANSCRIPT
1
From: Chan CT
Sent: Thursday, January 2, 2014 11:28 AM
Subject: Re: [GELORA45] Salahkah Demokrasi Kita?
Menarik juga diskusi masalah “DEMOKRASI” ini, ... dari pertanyaan balik bung Iwa:
“Bisa salahkah Demokrasi itu?”
Seandainya saja “DEMOKRASI” itu kita pandang sebagaimana arti sesungguhnya
“KEKUASAAN RAKYAT”, tidak salah dikatakan “DEMOKRASI” itu hanyalah “alat”,
“Senjata” untuk mencapai tujuan, maka kalau tujuan belum juga tercapai dengan
gunakan “DEMOKRASI” ya jangan salahkan alatnya, bukan salah “DEMOKRASI”,
tapi orang-rangnya, “KEKUASAAN” yang menggunakan alat itu.
Pada saat PM Singapore, Lee Kwan Yauw memberikan ceramah di Univ. HK,
menyatakan bahwa “DEMOKRASI” itu hanyalah cara mencapai tujuan dan bukan
tujuan itu sendiri. Jadi, pada saat “demokrasi” akan menghambat kita mencapai
TUJUAN, ya jangan gunakan “demokrasi” itu! Begitulah kira-kira pengertian yang
diajukan PM Lee itu, langsung saja dia dihujat mahasiswa HK sebagai diktatur!
Hehehee, ... Tapi, menurut saya benar kata PM Lee itu, bagaimanapun juga kran
demokrasi itu hanya bisa dibuka lebar pada saat kesadaran masyarakat sudah
memadai, setidaknya sudah ada kesadaran mayoriat massa untuk mencapai tujuan
bersama, perbaikan yang akan dicapai. Pada saat massa RAKYAT belum ada
kesadaran yang memadai, “DEMOKRASI” justtru akan berubah menjadi anarkis,
kekacauan dan bukan saja akan menghambat bahkan gagal mencapai TUJUAN yang
dikehendaki!
Banyak contoh “DEMOKRASI” yang dibuka lebar di-negara-negara sedang
berkembang, termasuk di Indonesia pasca lengsernya Soeharto 21 Mei 1998 dan
memasuki era reformasi/demokrasi. Sekalipun Indonesia membanggakan termasuk
negara yang paling DEMOKRASI dengan dilangsungkan Pemilihan langsung untuk
Presiden. Dimana tingkat kesadaran Rakyat belum cukup baik dan juga tingkat
kesejahteraan Rakyat banyak belum memadai, “DEMOKRASI” yang dilangsungkan
jadi menghambat TUJUAN yang hendak dicapai, jalannya jadi terseog-seog, banyak
orang jadi kecewa, ... bahkan merindukan masa kekuasaan otokrasi militer, jaman
Soeharto dahulu.
2
Lalu, haruskah Indonesia kembali pada kekuasaan militer yang otokrasi, diktatur
model Soeharto? TIDAK! Jangan jalan balik ke kekuasaan otoriter! Kekuasaan
RAKYAT yang baik harus diusahakan ditegakkan sebaik-baiknya, inilah jalan dan
TUJUAN yang harus ditempuh! Sekalipun sekarang dirasa jalan demokrasi
terseog-seog, ... masih tetap lebih baik ketimbang kekuasaan Soeharto. Selama
belasan tahun ini Rakyat banyak belajar bagaimana ber-DEMOKRASI yang baik,
untuk mencapai tuntutan-tuntutan perbaikan. Bagaimana menemukan dan
menentukan pilihan pimpinan yang baik, disatu saat RAKYAT akan berhasil
menentukan sesuai dengan kehendak hatinya, menegakkan KEKUASAAN RAKYAT
yang baik juga.
Salam,
ChanCT
From: Salim Said
Sent: Thursday, January 2, 2014 5:57 PM
Subject: Re: [GELORA45] Salahkah Demokrasi Kita?
Pak Chan Yth,
Pendapat Anda dalam diskusi tentang Demokrasi ini terasa dekat dengan
pendapat saya. Saya senang dengan pengertian Anda tersebut. Singkatnya yang
ingin saya katakan , pada tingkat peradaban Indonesia sekarang, sebenarnya kita
belum mampu berdemokrasi. Tapi kita tidak punya pilihan sistim lain. Indonesia
sudah mengalami sistim otoriter (Sukarno dan Soeharto) selama sekitar 40 tahun.
Keduanya berakhir dengan tragis dan berdarah-darah. Kita tentu tidak ingin
kembali ke masa lalu yang tragis itu. Maka pilihan yang ada adalah demokrasi
dalam pengertian kita mengatur sendiri diri kita tanpa pengawasan "Orang
Kuat." Juga rasanya Indonesia sekarang tidak lagi bersedia diatur orang kuat ketika
Tuhan nampaknya sudah pula menutup pabrik orang kuat buat Indonesia.
Saya berpendapat bahwa demokrasi adalah ekspressi politik dari peradaban yang
tinggi. Dan harap diingat bahwa tinggi rendahnya peradaban berkaitan erat
dengan tingkat kemakmuran suatu bangsa. (Dalam rangka inilah para ahli berbicara
mengenai perlunya klas menengah untuk menopang demokrasi).Juga harap
dibedakan antara peradaban dan kebudayaan. Suatu bangsa bisa berbudaya kurang
3
canggih tapi berpradaban tinggi, dan karena itu sanggup menjajah bangsa
berkebudayaan canggih tapi berperadaban rendah.
Pada pertengahan abad 19, Karl Marx di London menjelaskan mengapa Inggris
yang kebudayaannya tidak secanggi India (ingat tari India serta makanan India yang
bahkan amat mudah ditemukan di London, persis seperti restoran Indonesia yang
mudah ditemukan di setiap sudut Holland) bisa menjajah India. Penjelasan Marx,
higher civilization always beat lower civilization. Kebudayaan India yang canggih
adalah ekspressi dari peradaban India di masa lalu (jauh sebelum dijajah
Inggris).Produk budaya bisa bertahan lama kendati peradaban yang
diekspressikannya sudah lama merosot. Ketika Inggris datang ke India, peradaban
India sudah merosot, tapi ragam seni, budaya serta berbagai makanan India masih
bertahan. Cerita yang sama juga bisa diaplikasikan kepada negeri-negeri Islam yang
peradabannya tinggi jauh sebelum kebangkitan Barat (Renaissance).Ketika Barat
bangkit dan peradaban Islam stagnan, kalau tidak malah merosot, maka dengan
mudah Barat secara berangsur menjajah negeri-negeri Islam.
Kembali kepada kasus Indonesia (dengan korupsi dan pengelolaan negara yang
masih jauh dari menggembirakan) komentar saya adalah, inilah jadinya kalau kita
berdemokrasi sementara peradaban kita belum tiba pada tingkat sanggup
mendukung demokrasi. Tapi sebagai yang sudah saya katakan sebelumnya, kita
memang tidak punya pilihan lain. Dibandingkan dengan Singapura, kota pasar itu
memang tidak sulit diatur oleh Perdana Menteri Lee. Itulah sebabnya mengapa
saran jangka pendek saya adalah perkuat KPK dan sempurnakan sistim yang selama
ini memungkinkan orang melakukan korupsi.
Tapi ini saja tidak cukup. Yang lebih kita perlukan adalah mendapatkan pemimpin
yang sadar akan dilemma kita ini dan menjadi pemimpin yang amanah dengan
agenda pembangunan ekonomi yang sadar membangun klas
menengah.Pembangunan ekonomi Orde Baru dan Orde Reformasi hingga sekarang
ini hanya makin memperlebar jurang kaya miskin dengan orang miskin yang
mayoritas dan terus beranjak makin mayoritas.
Menurut Aristoteles, negeri yang orang miskinnya banyak sementara orang
kayanya sedikit, tidak akan pernah stabil. Orang miskin tidak punya taruhan (share)
pada sistim dan karena itu mudah diajak meruntuhkan sistim yang hanya
menguntungkan sebagian kecil penduduk. Sedihnya pula, orang miskin yang
meruntuhkan sistim tidak punya konsep dan rencana membangun sistim yang lebih
baik. Di balik gerakan meruntuhkan sistim hanyalah rencana menikmati kekayaan
4
yang sebelumnya hanya dinikmati sejumlah kecil orang kaya. Kalau tidak salah ingat
pada bacaan saya tatkala masih jadi mahasiswa, keadaan seperti inilah yang
disebut Karel Marx ketika menyebut China sebagai bangsa yang tidak punya sejarah.
Mengapa China dan mengapa "tidak punya sejarah"? Karena waktu itu Marx
menganalisa masyarakat China yang terus menerus mengalami pergolakan yang
melibatkan petani dengan kraton. Yang memimpin petani adalah Pangeran yang
lari tersingkir dari Kraton. Tapi setelah petani menang, sang Pangeran berkuasa
dengan mengulangi kembali cara berkuasa raja yang digulingkannya. Sekian waktu
kemudian ada lagi pangeran tersingkir yang mengerahkan petani menyerang
Kraton. Setelah menang, kesalahan terulangi lagi.
Begitulah Marx melihat perubahan politik di China yang sama sekali tidak disertai
perubahan masyarakat. Akibatnya perjalanan China berbeda dengan yang dialami
Barat yang di mata Marx, bergerak secara dialektis dari tingkat yang rendah
(komunal) untuk akhirnya menjadi masyarakat komunis.
Dari perspektif ini menarik untuk melihat perubahan politik di Indonesia dari
otoritarian Sukarno ke otoritarian Soeharto. Praktis tidak ada perubahan. Maka
kalau reformasi berhasil dan demokrasi bisa berjalan dengan baik, itu bukti bahwa
Indonesia sudah berhak disebut oleh Marx sebagai bangsa yang punya Sejarah.
Tentu tingkat-tingkat perjalanan itu tidak harus sebagai yang diramalkan Marx.
Bung Salim.
From: nesare
Sent: Thursday, January 2, 2014 8:34 AM
Subject: RE: [GELORA45] Salahkah Demokrasi Kita?
Nesare: BISA!
Sauri kadip: Di toko suku cadang mobil, tersedia lengkap semua onderdil mobil dari
1 merk dg CC yg sama. Tegas nya dari pentil, ban, Pintu sampai Chasis tersedia di
gudang.
5
Pertanyaannya, apa kumpulan onderdil tsb bisa kita sebut mobil.
Memang betul di Indonesia ada Partai, ada Pemilu, ada DPR, dll bahkan sekarang ada
MK dan juga berbagai KOMISI.
Pertanyaannya......bisakah itu semua disebut DEMOKRASI, krn hubungan satu dg
lainnya belum diatur dlm sebuah sistem. Bukankah dlm demokrasi ada norma dan
kaidah dasar yg hrs dipenuhi sehingga makna kedaulatan rakyat bisa benar2
ditangan rakyat. Dan ketika di percayakan kpd pihak lain melalui PEMILU sbg kobtrak
sosial hasilnya tidak dinihilkan dan atau diveranfus justru oleh UU. Adalah monopoli
dan oligarkhi kekuasaan tapi SAH krn konstitusi dan UU yg mengaturnya. Itulah
INDONESIA. TERIMA KASIH.
Nesare:
Pentil, ban, chasis itu komponen pembentuk ban. Begitu juga partai, pemilu, dpr
adalah komponen dari demokrasi.
Komponen2 ini harus ada untuk membentuk system demokrasi berjalan. Perkara
bagaimana jalannya komponen2 itu adalah tantangan. Setiap negara mempunyai
tantangan2 yang berbeda. Jadi komponen2 itu HARUS ada untuk supaya demokrasi
bisa berjalan.
Demokrasi dalam ilmu politik cakupannya luas. Teorinya bisa dipelajari. Macem2.
Kenapa masih banyak negara yang gagal menerapkan demokrasi? Ya itulah namanya
saja ilmu sosial. Bukan model 1 +1 = 2. Ada seni tersendiri dalam aplikasinya. Dulu
bung Karno sudah mengerti hal ini, lahirlah; demokrasi terpimpin. Begitu juga ide2nya
yg lain: nasakom, pancasila, usdek, berdikari dll. Yg kalau dipelajari secara seksama
bung Karno sangat melek matanya akan demokrasi. Dan yg terpenting adalah
penerapan demokrasi sesuai dengan wajah asli Indonesia.
Diluar “form” ini, masih banyak yg dapat didiskusikan ttg demokrasi. Misalnya: apakah
memang demokrasi itu satu2nya jalan yg terbaik? Apakah ada alternatifnya?
Hubungan demokrasi dengan equality. Hubungan demokrasi dengan freedom. Asumsi
yg diperlukan demokrasi dll.
Yang paling sering dibahas adalah sulitnya menerapkan demokrasi dinegara islam.
Islam itu sendiri sebuah system. System agama, kehidupan, universe yang semuanya
adalah vision. Sedangkan demokrasi adalah bentuk liberalism yg juga adalah system
dgn philosophinya sendiri ttg kehidupan, universe.
6
Turkey itu adalah contoh yg terbaik utk menjelaskan bagaimana demokrasi dapat
dilaksanakan dalam negara mayoritas islam.
Sebetulnya kalau demos kratos itu diterjemahkan secara literally, ‘kan harusnya
rakyat yg govern (rakyat = pemerintah) . Tetapi riilnya ‘kan gak semua rakyat bisa
govern. Makanya ada representative (senat, kongres, mrp, dpr dll). Ini sebetulnya
adalah republic. Bukan democratic.
Issue penting: separation of state and religion itu menjadi lebih muda dilaksanakan
dalam negara republic. Jadi negara islam yg ingin menerapkan system demokrasi bisa
saja sepanjang negaranya masih dalam bentuk republic. Kalau negaranya sudah
negara syariat kaya’nya susah sekali krn negara syariat tidak dapat memisahkan
agama dan negara.
Salam
From: [email protected] [mailto:[email protected]] On Behalf Of iwamardi
Sent: Wednesday, January 01, 2014 4:58 AM
To: [email protected]; [email protected]
Subject: [GELORA45] Salahkah Demokrasi Kita?
Ijinkan saya ganti bertanya : "Bisa salahkah demokrasi itu ?"
Sebelumnya mari kita tela'ah dulu arti kata demokrasi ini yang berasal dari kata
majemuk Junani: demos + kratos = rakyat + kekuasaan . (Tatabahasa bahasa barat
yang bukan bahasa latin ==> : hukum M-D, bukan D-M)
Artinya kratosnya demos , kekuasaannya rakyat.
** Maka arti yang benar, secara ideal, sistem demokrasi itu exists bila kekuasaan
ada ditangan rakyat. Hal ini dikemukakan sebagai antithese waktu jaman feodal di
Eropa yang berbentuk kekuasaan otoriter dari raja beserta keluarga dan kroninya yang
dipusatkan di raja/ratu nya.
Persoalannya adalah siapa yang disebut rakyat itu didalam suatu negara, tentu saja
mayoritas dari penduduk suatu negara.
7
Jadi demokrasi itu berjalan baik bila rakyat banyak bisa (ikut) menentukan sendiri
bagaimana mekanisme negara dan jalan roda pemerintahan agar bisa membikin
mereka sejahtera.
Adakah negara didunia ini, termasuk negeri2 maju di barat, dimana mayoritas
rakyatnya semua sejahtera dan keadilan 100% dijalankan disegala bidang?
Terus terang tidak ! Dimana2 di Eropa atau Amerika terdapat kasus2 ketidak adilan
sehari2, ketidak adilan yang lolos dari jaring tujuan demokrasi. .
Penentuan mekanisme negara dinegeri2 inipun kebanyakan ditentukan oleh
kepentingan2 kaum pemilik modal entah para pemilik bank2 atau perusahaan2
raksasa dll .
Untuk kepentingan mereka inilah misalnya para pemudanya dimajukan dan mati
dimedan2 perang, entah di Indonesia (para pemuda Belanda dulu) ,di Tiongkok
(Jepang dulu ), Vietnam, Indo China, Irak,Lybia, Afghanistan dll.( USA).
Jadi dimana itu demokrasi ?
Kesimpulan: Jika ada, maka (andaikan) disatu negara yang pemerintahannya
dikatakan diktatoris, autokratis dll. misalnya, tetapi justru aspirasi rakyatnya malah
lebih dijamin , mereka lebih sejahtera, dimana autokrasi itu ditujukan justru
untuk melawan dan menindas golongan2 yang mau mengurangi atau menghapuskan
kesejahteraan rakyat banyak(mayoritas) untuk kepentingan mereka sendiri, maka
negara ini adalah lebih demokratis dari negara2 lain yang pseudo demokratis, dimana
kekuasaan ada ditangan segolongan kecil kaum yang ber-uang, yang pandai menipu
dan hipokrit.
Ada memang negeri2 damokratis, dimana mayoritas rakyatnya ikut menentukan
jalannya roda pemerintahan dan bersamaan dengan itu mereka merasa sejahtera,
nyaman dan dan aman, merasa keadilan sudah layak (walau tidak ada yang 100%
adil).
Tetapi justru negeri2 seperti itu adalah negeri2 yang maju tetapi tidak mempunyai
industri2 raksasa dengan oligopol2nya.
Misalnya Finlandia, New Zealand dan mungkin yang lainnya: rakyat sejahtera, prestasi
pendidikan selalu tinggi, jaminan2 sosial sangat bagus, korupsi sangat minimal.
8
Lain dengan negeri2 besar seperti Perancis, Inggris, bahkan USA sekalipun, dimana
sebagian besar rakyatnya merasa adanya ketidak adilan.
Churchil pernah mengeluarkan kata2 yang tersohor : "Democracy is the worst form of
government, except for all those other forms that have been tried from time to time."
(from a House of Commons speech on Nov. 11, 1947) !
Jadi sebagai kenyataan, pada kata demokrasi itu selalu masih menempel
kata ketidak adilan.
Pada dasarnya, di sistem demokrasi yang "ucul uculan" ( yang liar, yang "laissez
faire , laissez passer", atau sekarang populer disebut "neoliberal" ), akan selalu
ditelurkan satu sistem , dimana golongan /orang2 yang paling licik, paling pandai
membohong, menipu dan hipokrit akan memegang tampuk kekuasaan atas nama
demokrasi, yang achirnya menjadi demokrasi uang, karena uang akan menjadi alat
kekuasaan dan juga timbal balik atau sebaliknya, kekuasaan untuk
menimbun uang (harta kekayaan).
Dan bentuk "demokrasi" inilah yang ada di Indonesia dewasa ini yang harus kita akui.
** Kita kembali ke judul thread ini : " Salahkah Demokrasi Kita? "
Pertanyaan ini sendiri adalah satu pertanyaan yang naiv, pertanyaan yang
menyimpulkan kurangnya pengertian si penanya akan hakekat dari demokrasi,
artinya barang atau machluk apa demokrasi itu ?
Demokrasi hanyalah satu alat, satu wacana manusia dalam usahanya untuk
memperbaiki hubungan antar manusia dimasyarakat (manusia) yang selalu berubah
dan berkembang sejak adanya manusia.
Jadi sebenarnya hanya tergantung semata mata kepada manusianya yang
menggunakan alat itu saja, untuk keperluan apa alat itu.
Seperti contoh klasik : pisau bisa dipakai sebagai alat memasak, menguliti
bermacam2 bahan makanan dll. keperluan yang positiv, tetapi bisa juga untuk alat
membunuh atau merampok , tergantung sekali kpd. pemakainya !
Pada dasarnya: Demokrasi tidak bisa dikatakan benar atau salah , dia sendiri tidak
bisa berbuat secara aktiv, dia hanya "pasrah" kepada pemakainya saja, si manusia !
9
Makin canggih suatu alat diciptakan manusia, makin besar produktivitas atau efisiensi
alat itu dalam penggunaannya. Ini berlaku untuk kedua macam penggunaan alat itu,
untuk hal yang baik atau untuk hak yang buruk.
Dan demokrasi sementara ini adalah alat yang paling canggih didalam sejarah
kemanusiaan untuk menyelesaikan problem2 yang ada di masyarakat. Maka jika alat
ini disalah gunakan oleh segolongan kecil manusia yang culas, licik, hipokrit dan
egoistis, alat ini akan lebih efektiv buat si pengguna, karena alat ini mempunyai
efisiensi yang tinggi .
** Kita tela'ah juga kata2/kalimat2 SS dibawah ini (dengan komentar saya yang
berhuruf merah):
"Masih ada lagi hal penting yang perlu kita perhatikan: Sejarah telah
mengajarkan kepada kita, sistem demokrasi mampu berjalan dengan relatif
baik hanya pada negara yang mempunyai tingkat peradaban tertentu."
Komentar: Manusia2 lamapun (sederhana) sudah menjalankan demokrasi
yang berbentuk lama juga : gotong royong !
"Disimpulkan secara sederhana, demokrasi adalah ekspresi politik dari
peradaban yang tinggi. Peradaban selalu berkorelasi tinggi dengan tingkat
kemakmuran tertentu. Itulah penjelasannya mengapa kita sulit menemukan
negara miskin yang sanggup menjalankan sistem demokrasi dengan baik."
Komentar: Apakah sebaliknya, sistem diktatur itu secara umum dijalankan
oleh manusia2 berperadaban rendah ?
Apakah rakyat2 Jerman (era Hitler) , Chili (era Pinochet) dan Indonesia (era
Suharto), Korea Selatan (era Park Chung Hee), Filipina (era Marcos),
Tiongkok (era Chiang Kai Shek), Spanyol (era Franco), Junani (era
Papadoupulos), Portugal (era Salazar), Itali (era Mussolini) dll....dll....,
semuanya ini menurut SS berperadaban rendah pada saat2 itu ?
Rakyat2 tsb diatas bukannya berperadaban rendah, melainkan pada saat masing2
itu masih berkesadaran politik yang rendah !
Mereka sudah berperadaban, berkebudayaan yang tinggi pada saat2 masing2 itu !
Yang benar : Indonesia sekarang ini membutuhkan satu pendongkrakan, peningkatan
kesadaran politik yang sangat radikal dan drastis, satu bagian dari character building ,
10
setelah character bangsa ini selama 32 tahun dibunuh, dirusak dan dihancurkan oleh
rejim militer orba Suharto (diteruskan diperbodoh sampai sekarang) !
Adalah gegabah untuk mengatakan bahwa bangsa Indonesia sekarang ini masih
mempunyai peradaban rendah dibanding bangsa2 lain !!!
Satu manifestasi dari Minderwertigkeitskompex atau Inferiority complex, perasaan
rendah diri (jangan keliru, bukan rendah hati !) terhadap bangsa lain.
Kecuali beberapa gelintir orang, pada dasarnya bangsa Indonesia masih
berada pada tingkat peradaban yang belum sanggup menopang sistem
politik demokrasi. Tapi karena demokrasi sudah "dipaksakan" kepada kita,
maka kita sungguh bagaikan orang yang memilih memakan ketan srikaya:
gula dan ketannya sulit terpisahkan dan karena itu harus dimakan bersama.
Secara singkat tidak salah untuk menyimpulkan
bahwa korupsi yang melanda Indonesia sekarang adalah ekspresi dari
tingkat peradaban kita yang sesungguhnya belum sanggup, belum pantas
mendukung sistem demokrasi."
Komentar : Maksudnya ? Apakah Indonesia harus menelan sistem diktatur
militer á la Suharto lagi atau sistem apa yang dimaksudkan SS?
======================================
Atas dasar semuanya ini, saya ucapkan kepada teman2 semua:
SELAMAT TAHUN BARU 2014 !
SEMOGA DITAHUN INI DAN TAHUN2 MENDATANG KESADARAN POLITIK
RAKYAT INDONESIA AKAN MELEJIT KEATAS DENGAN CEPATNYA !
SUKSES BESAR BUAT SEMUA YANG BERKESEDARAN TINGGI , PARA
PEMIMPIN DAN ATKIVIS YANG PATRIOTIS , JUJUR , BERSIH DAN
BERSEMANGAT TINGGI DALAM MENGABDI KEPADA BANGSANYA , DALAM
MENINGKATKAN KESADARAN POLITIK RAKYATNYA ATAS HAK , KEWAJIBAN
YANG DIPUNYAI MEREKA !
Teriring harapan selalu sehat, bahagia untuk semuanya yang jujur dan bersih !
11
Salam
iwa
From: nesare
Sent: Tuesday, December 31, 2013 5:55 AM
Subject: RE: [GELORA45] Salahkah Demokrasi Kita?
SS: Lagi pula, kalau kita mau jujur menengok kembali ke hari-hari pasca
jatuhnya kekuasaan Presiden Soeharto, kita memang tidak punya pilihan lain
selain demokrasi.
Ketika pemerintahan Presiden Sukarno goyah dan akhirnya ambruk pada
hari-hari pasca Gestapu Oktober 1965, ada kekuatan politik tentara (ABRI)
yang siap berkuasa. Dengan sipil yang lemah eharwaktu itu Indonesia tidak
punya pilihan lain kecuali mendukung ABRI yang dipimpin Jenderal Soeharto.
Pada Mei 1998 dan hari-hari berikutnya tidak ada suatu kekuatan solid yang
siap mengelola Indonesia. Tentara (ABRI/TNI) bahkan meninggalkan peran
politiknya pada April tahun 2000.
Nesare: saya gabungkan 3 paragraf tulisan bung SS ini diatas ini. dia
imply(mengatakan secara tidak langsung) bahwa sebetulnya yang paling
cocok memimpin Indonesia itu adalah militer krn militerlah yang paling siap.
gak benar kalau kita gak punya alternative lain ketika kekuasaan bung Karno
sudah dilumpuhkan oleh musuh2 politiknya. Yang saya tahu dari sejarah
Indonesia begini. Dalam Pemilu 55 mereka jadi salah satu pemenang. PKI
dapat 16% pemilih dan masuk "4 besar" bersama PNI (23%), Masyumi (22%)
dan NU (18%). Dalam Pemilu Daerah 1957 (ini sejarah yang berusaha
dihapus selama Orba), PKI sudah jadi parpol paling besar di Jawa. Pemilih
PKI di Jawa itu sudah mencapai 31%.
Dalam kedua pemilu itu di kalangan Angkatan Darat dikabarkan PKI dapat
sekitar 30% pemilih. Ini berita yang dipercaya luas pada waktu itu baik oleh
PKI sendiri maupun oleh lawan politiknya. PKI populer khususnya di kalangan
prajurit dan perwira muda. Sedangkan di kalangan elite perwiranya, parpol
yang paling populer itu PNI dan PSI. Karena mereka populer di kalangan
perajurit itu dalam percaturan politiknya PKI berusaha memisahkan antara
12
perwira yang progresif dan perwira yang mereka anggap kontra-revolusi.
Politik PKI adalah mendukung perwira yang mereka anggap progresif itu.
Jadi alternatifnya ada selain militer yaitu: NU, PKI, PNI, Masyumi.
SS: Pada Mei 1998 dan hari-hari berikutnya tidak ada suatu kekuatan solid
yang siap mengelola Indonesia. Tentara (ABRI/TNI) bahkan meninggalkan
peran politiknya pada April tahun 2000
Nesare: kalimat pertama diatas memang betul. Sayangnya kalimat
keduanya jelas bung SS menyayangkan militer yang meninggalkan pentas
politik. Pendapatnya tentang solidnya organisasi ABRI yang memang adalah
yang terbaik di Indonesia menjadi bias ketika dia mengabaikan proses politik
yang dimat ikan oleh rejim soeharto dan militer yang berkuasa sejak
mengkudeta bung Karno. Ketika Orba mempertahankan kekuasaannya sejak
1965 s/d 1998, aspirasi politik bangsa Indonesia telah dimusnahkan.
Bagaimana generasi muda dapat belajar berpolitik? Ini dijelaskan dengan
baik oleh john Sidel dalam “macet total”. Indonesianist lainnya seperti
almarhum Daniel lev, ben Anderson dll juga berpendapat demikian. Jadi
persoalannya bukan tidak ada kekuatan solid tetapi proses politiknya yang
dibunuh. Bagaimana bangsa Indonesia dapat mengerti politik kalau
pemerintahnya membungkan aspirasi politiknya? Tidak tahu apakah bung
SS ini mengerti bahwa ilmu sosial jaman orba itu adalah ilmu orang bodoh.
Semua orang dibentuk opini bahwa ilmu eksakta yang terbaik krn Indonesia
ada di masa take off/tinggal landas. Ini iming2 orba buat generasi muda
Indonesia. Semua orang pintar belajarnya ilmu pasti. Ilmu politik, ilmu
budaya, ilmu humanity semua adalah bidang sampah. Pintar sekali orba ini
mengelabui bangsanya. Pintarnya karena takut kalau bangsanya belajar ilmu
sosial termasuk ilmu politik, rahasia keburukan orba akan terbuka. Memang
luar biasa pintarnya!
SS: kita memetik demokrasi sebagai sistem politik kita tanpa
memperhitungkan kenyataan bahwa demokrasi bukanlah sistem yang
menyelesaikan semua soal, kendati demikian ia adalah sistem politik terbaik
yang ditemukan manusia masa kini.
Nesare: ini kalimat yang benar! Tetapi kenapa pendapat dibawah ini
kontradiktif?
SS: bahwa korupsi yang melanda Indonesia sekarang adalah ekspresi dari
13
tingkat peradaban kita yang sesungguhnya belum sanggup, belum pantas
mendukung sistem demokrasi.
Nesare: coba bung SS iseng2 menelusuri sejarahnya demokrasi itu misalnya
jaman: Phoenician, Egyptian, Sumerian, Greek, semua peradaban ini masih
jauh lebih rendah drpd peradaban Indonesia, argentina, brazilia, kamboja,
congo, Nigeria dll.
SS: Tapi karena kita tidak punya pilihan lain (kita tidak bisa balik kanan atau
belok kiri kembali ke masa otoriter), maka ada dua jalan terbentang di depan
kita. Mendukung KPK sembari makin menyempurnakan sistem pengawasan
atas birokrasi dan kekuatan-kekuatan politik.
Nesare: kenapa tidak ada alternative lain? Kanan (FPI dll), kiri (PRD dll) itu
adalah alternative. Walaupun saya tidak setuju FPI menang tetapi kalau
mereka yan g menang, saya akan menerimanya dengan lapang dada.
Kenapa bung SS tidak menerima kalau FPI menang? Itu ‘kan prinsip
demokrasi: menerima mayoritas yang menang.
Lucunya bung SS ini menyanjung2kan demokrasi tetapi dilain pihak maunya
yang menang itu militer. Saya tidak mengerti jalan pikirannya. Jadi
seharusnya semua kata “demokrasi” dalam tulisan ini harus diganti dengan
“militer”. Sayang bung SS kurang jujur dalam hal mengutarakan
pendapatnya.
From: [email protected] On Behalf Of Chan CT
Sent: Monday, December 30, 2013 7:20 AM
To: GELORA_In
Subject: [GELORA45] Salahkah Demokrasi Kita?
Salahkah Demokrasi Kita?
http://carikabar.com/mimbar/164-kolom/5801-salahkan-demokrasi-kita
Kolom
Minggu, 29 Desember 2013 14:20
Salim Said
14
Salim Said
Salim SaidMeski korupsi sudah ada sejak lama di Indonesia (bahkan dari zaman VOC), tapi
korupsi sejak Reformasi mendapatkan dimensi baru. Ia adalah akibat pilihan politik yang kita
tetapkan sejak jatuhnya Orde Baru.
Demokratisasi yang bermula sejak deklarasi diizinkannya pembentukan partai-partai disusul
oleh pemilu bebas sejak tahun 1999, tidak bisa lain dari salah satu penyulut merajalelanya
korupsi. Salahkah Presiden Habibie membuka pintu demokrasi? Sama sekali tidak.
Lagi pula, kalau kita mau jujur menengok kembali ke hari-hari pasca jatuhnya kekua saan
Presiden Soeharto, kita memang tidak punya pilihan lain selain demokrasi.
Ketika pemerintahan Presiden Sukarno goyah dan akhirnya ambruk pada hari-hari pasca
Gestapu Oktober 1965, ada kekuatan politik tentara (ABRI) yang siap berkuasa. Dengan sipil
yang lemah eharwaktu itu Indonesia tidak punya pilihan lain kecuali mendukung ABRI yang
dipimpin Jenderal Soeharto.
Untuk beberapa tahun pemerintahan Soeharto berjalan sesuai harapan banyak orang. Tapi
kemudian karena terlalu lama berkuasa secara otoriter, pemerintahan tidak sanggup
menghindarkan diri dari korupsi di segala bidang.
Pada Mei 1998 dan hari-hari berikutnya tidak ada suatu kekuatan solid yang siap mengelola
Indonesia. Tentara (ABRI/TNI) bahkan meninggalkan peran politiknya pada April tahun
2000.
Bangsa Indonesia waktu itu sungguh bagaikan anak yatim piatu yang rumah yatim piatunya
mendadak tutup. "Yatim piatu Indonesia" jadi berkeliaran di jalanan dan semua secara
bersama mencari bentuk mengelola Indo nesia.
Karena tidak ada suatu kekuatan solid yang kuat, maka kita bersama-sama mengelola
15
Indonesia. Pada tingkat peradaban yang masih rendah itu kita tidak punya pilihan lain kecuali
berdemokrasi dengan jubelan partai-partai.
Demokrasi bukan ciptaan kita. Ia sudah ada lama dalam politik di berbagai belahan dunia.
Entah sadar atau tidak waktu itu, kita memetik demokrasi sebagai sistem politik kita tanpa
memperhitungkan kenyataan bahwa demokrasi bukanlah sistem yang menyelesaikan semua
soal, kendati demikian ia adalah sistem politik terbaik yang ditemukan manusia masa kini.
Masih ada lagi hal penting yang perlu kita perhatikan: Sejarah telah mengajarkan kepada kita,
sistem demokrasi mampu berjalan dengan relatif baik hanya pada negara yang mempunyai
tingkat peradaban tertentu.
Disimpulkan secara sederhana, demokrasi adalah ekspresi politik dari peradaban yang tinggi.
Peradaban selalu berkorelasi tinggi dengan tingkat kemakmuran tertentu. Itulah
penjelasannya mengapa kita sulit menemukan negara miskin yang sanggup menjalankan
sistem demokrasi dengan baik.
Kecuali b eberapa gelintir orang, pada dasarnya bangsa Indonesia masih berada pada tingkat
peradaban yang belum sanggup menopang sistem politik demokrasi. Tapi karena demokrasi
sudah "dipaksakan" kepada kita, maka kita sungguh bagaikan orang yang memilih memakan
ketan srikaya: gula dan ketannya sulit terpisahkan dan karena itu harus dimakan bersama.
Secara singkat tidak salah untuk menyimpulkan bahwa korupsi yang melanda Indonesia
sekarang adalah ekspresi dari tingkat peradaban kita yang sesungguhnya belum sanggup,
belum pantas mendukung sistem demokrasi.
Tapi karena kita tidak punya pilihan lain (kita tidak bisa balik kanan atau belok kiri kembali ke
masa otoriter), maka ada dua jalan terbentang di depan kita. Mendukung KPK sembari makin
menyempurnakan sistem pengawasan atas birokrasi dan kekuatan-kekuatan politik.
Sembari menjalankan dua langkah tersebut, kita juga memerlukan pemimpin yang berdedikasi
pada pembangunan ekonomi yang bertujuan makin memperluas masyarakat kelas menengah
bangsa kita. Sejarah dan para teoritisi politik telah membuktikan bahwa tanpa kelas
menengah yang solid, demokrasi sulit bertahan.
***