proses perjuangan kemerdekaan di surabaya -...

22
Proses Perjuangan Kemerdekaan di Surabaya Soemarsono Revolusi Agustus, Hasta Mitra, Jkt 2008, Hlm. 30-55. Yang saya maksud dengan ideologi cita-cita kemerdekaan itu yalah kesediaan berkorban dengan tekad “merdeka atau mati” seperti yang saya alami di Surabaya itu dan sebelumnya sudah disiapkan. Satu tahun lamanya kita menyiapkan secara ideologis karena kita sudah mempunyai ancer-ancer, yang namanya momen itu, yaitu kalau nanti Jepang menyerah, itulah saatnya proklamasi kemerdekaan dan kita bersedia mati untuk perjuangan kemerdekaan itu. Inilah suatu kampanye yang memberikan dan mengusahakan kesedaran kepada rakyat seperti mau lompat jauh, ancang-ancang dengan ancer-ancernya yang jelas, yaitu kalau Jepang menyerah, menyatakan proklamasi dan kita bersedia mempertahankan proklamasi itu sampai mati. Ancer-ancer itu lama sebelumnya dipersiapkan dan kita memperoleh dukungan dari anak-anak muda yang memang sudah tidak mau dijajah lagi. Itu kampanye ideologis untuk menciptakan semangat perjuangan dan perlawanan menentang penjajahan nanti. Gerakan Pemuda Pada zaman tahun ‘45, bahkan sebelum itu, tapi yang menonjol sesudah Proklamasi ’45, yang memegang peranan adalah gerakan pemuda. Gerakan pemuda itu, kalau menurut Bung Karno adalah tulang-punggungnya gerakan. Jadi tanpa gerakan pemuda tidak ada gerakan rakyat. Dalam partai-partai politik, di kalangan orang-orang senior pergerakan, mereka mempunyai teori, tapi teori ini tidak akan ada artinya kalau tidak ada gerakan fisik yang menjalankan teori itu. Nah, seperti Revolusi Agustus tahun 1945 itu, karena cetusan semangat pemuda dengan semboyan “hidup atau mati untuk kemerdekaan Indonesia” itu, lahirlah gerakan pemuda, laskar-laskar rakyat bersenjata, termasuk Badan Keamanan Rakyat BKR yang kemudian menjadi Tentara Keamanan Rakyat TKR. Dari TKR menjadi Tentara Republik Indonesia - TRI dan akhirnya menjadi Tentara Nasional Indonesia T.N.I. Jadi waktu zaman tahun 45 itu belum ada tentara, tetapi yang ada pemuda, oleh sebab itu adanya tentara juga berasal dari gerakan pemuda. Karena itu yang doorslaggevend, artinya yang paling menentukan adalah gerakan pemuda. Bung Karno selalu dalam agitasinya itu bilang: “Berilah pilihan kepadaku 10.000 orang tua

Upload: hatuong

Post on 19-Mar-2019

268 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Proses Perjuangan Kemerdekaan di Surabaya - gelora45.comgelora45.com/news/Soemarsono_ProsesPerjuanganKemerdekaanDiSurabaya.pdf · Proses Perjuangan Kemerdekaan di Surabaya ... Republik

Proses Perjuangan Kemerdekaan di Surabaya

“Soemarsono — Revolusi Agustus”,

Hasta Mitra, Jkt 2008, Hlm. 30-55.

Yang saya maksud dengan ideologi cita-cita kemerdekaan itu yalah kesediaan

berkorban dengan tekad “merdeka atau mati” seperti yang saya alami di Surabaya

itu dan sebelumnya sudah disiapkan. Satu tahun lamanya kita menyiapkan secara

ideologis karena kita sudah mempunyai ancer-ancer, yang namanya momen itu, yaitu

kalau nanti Jepang menyerah, itulah saatnya proklamasi kemerdekaan dan kita

bersedia mati untuk perjuangan kemerdekaan itu. Inilah suatu kampanye yang

memberikan dan mengusahakan kesedaran kepada rakyat seperti mau lompat jauh,

ancang-ancang dengan ancer-ancernya yang jelas, yaitu kalau Jepang menyerah,

menyatakan proklamasi dan kita bersedia mempertahankan proklamasi itu sampai

mati. Ancer-ancer itu lama sebelumnya dipersiapkan dan kita memperoleh dukungan

dari anak-anak muda yang memang sudah tidak mau dijajah lagi. Itu kampanye

ideologis untuk menciptakan semangat perjuangan dan perlawanan menentang

penjajahan nanti.

Gerakan Pemuda

Pada zaman tahun ‘45, bahkan sebelum itu, tapi yang menonjol sesudah

Proklamasi ’45, yang memegang peranan adalah gerakan pemuda. Gerakan pemuda

itu, kalau menurut Bung Karno adalah tulang-punggungnya gerakan. Jadi tanpa

gerakan pemuda tidak ada gerakan rakyat. Dalam partai-partai politik, di kalangan

orang-orang senior pergerakan, mereka mempunyai teori, tapi teori ini tidak akan

ada artinya kalau tidak ada gerakan fisik yang menjalankan teori itu. Nah, seperti

Revolusi Agustus tahun 1945 itu, karena cetusan semangat pemuda dengan

semboyan “hidup atau mati untuk kemerdekaan Indonesia” itu, lahirlah gerakan

pemuda, laskar-laskar rakyat bersenjata, termasuk Badan Keamanan Rakyat – BKR

yang kemudian menjadi Tentara Keamanan Rakyat – TKR. Dari TKR menjadi Tentara

Republik Indonesia - TRI dan akhirnya menjadi Tentara Nasional Indonesia – T.N.I.

Jadi waktu zaman tahun 45 itu belum ada tentara, tetapi yang ada pemuda, oleh

sebab itu adanya tentara juga berasal dari gerakan pemuda. Karena itu yang

doorslaggevend, artinya yang paling menentukan adalah gerakan pemuda. Bung

Karno selalu dalam agitasinya itu bilang: “Berilah pilihan kepadaku 10.000 orang tua

Page 2: Proses Perjuangan Kemerdekaan di Surabaya - gelora45.comgelora45.com/news/Soemarsono_ProsesPerjuanganKemerdekaanDiSurabaya.pdf · Proses Perjuangan Kemerdekaan di Surabaya ... Republik

atau kasih kepadaku 100 pemuda, tapi aku pilih yang 100 pemuda itu!” Selanjutnya

dia bilang: ”Kasih kepadaku 100 pemuda, aku akan pindahkan Gunung Semeru!”. Jadi

maksudnya memang dia butuh pemuda, sebab pemuda ini pelaksana dan pemuda ini

powerful. Nah, sekarang yang penting yalah kita membangkitkan mereka itu untuk

berjuang dan ini mereka yang mau berjuang ini tidak terbatas pada yang muda saja,

yang tua-tua pun dengan berbagai bentuk bisa memberikan sumbangan, bisa

membantu supaya ada perjuangan rakyat, perjuangan bangsa. Saya mengemukakan

perjuangan ini, kalau tidak ada pemuda, tidak ada yang muda-muda, tidak ada

perjuangan fisik, itu hanyalah dari teori ke teori saja, tidak ada yang melaksanakan.

Jangankan kok berjuang begitu, untuk angkat-junjung kursi itu saja kalau nggak ada

tenaganya yang muda-muda ini juga tidak bisa.

Apa lagi untuk perjuangan. Oleh sebab itu menurut saya, kita jangan meninggalkan

pengertian perjuangan itu dari kekuatan fisik. Dalam proses Revolusi Agustus ’45,

ada pandangan harus ada partai komunis, partai pelopor, ada partai yang harus

memimpin, yang memberikan komando atau arah pada perjuangan. Pandangan ini

memang benar. Tetapi ada kebenaran yang lain lagi, yaitu kalau tidak ada kekuatan

lain, kekuatan fisik, power fisik, physical power, itu hanyalah perjuangan dari teori

ke teori saja. Tidak ada yang melaksanakan. Pada waktu itu pemuda memang

mempunyai peranan jadi tulang punggung, mempunyai peranan yang menentukan juga.

Tetapi kalau dikatakan revolusi pemuda, itu tidak ada.

Revolusi itu mempunyai watak nasional-demokrasi dan ada klas-klas yang menjadi

pendorong untuk lahirnya revolusi. Pemuda ini sebenarnya kelompok yang tidak bisa

disamakan dengan klas. Dalam semua klas ada kelompok pemudanya. Kalau pemuda

itu bisa bersatu, karena ada satu cirinya, yaitu karena umurnya yang masih muda,

maka heroismenya tinggi, romantik, romantik heroisme pemuda. Itulah gerakan

pemuda periode tahun ‘45 dan saya mengalaminya. Kalau tahun ‘45 itu tidak ada

gerakan pemuda dari berbagai-bagai klas dengan romantik heroismenya itu, tidak

akan terjadi Revolusi 17 Agustus 1945 itu. Saya bukan mengecilkan peranan

perjuangan dari orang tua, sekarang ini juga saya sudah termasuk yang paling tua.

Kalau saya, sampai nanti masuk liang kubur, selama saya masih mampu dengan

ingatan saya, saya yah masih ingin membantu perjuangan. Itulah keinginan saya.

Tapi kalau namanya berjuang, yang jadi soal adalah fisik saya. Kalau saya naik

tangga, meskipun pelan-pelan, sudah menggèh-menggèh, terengah-engah juga.

Apalagi kalau disuruh kayak pemuda, sebab revolusi itu membutuhkan gerak yang

militan. Nah itu hanya bisa dilakukan oleh anak-anak muda, tetapi tidaklah berarti

semua anak-anak muda itu semua harus melaksanakan gerak fisik kayak begitu.

Page 3: Proses Perjuangan Kemerdekaan di Surabaya - gelora45.comgelora45.com/news/Soemarsono_ProsesPerjuanganKemerdekaanDiSurabaya.pdf · Proses Perjuangan Kemerdekaan di Surabaya ... Republik

Pikirannya yang militan itu juga bisa ditulis, itu juga sama artinya. Yang penting itu

tekad kita. Kalau tekad kita memang mau berjuang, itu banyak bidangnya. Contoh

waktu di Surabaya itu. Kalau tidak ada gerakan pemuda ini, orang-orang seperti

Roeslan Abdulgani itu tidak akan bisa berjuang. Ketika saya di Surabaya, dia itu

masih di Angkatan Muda Indonesia – AMI ( Lihat Memoar Hario Kecik, hlm. 84,

Yayasan Obor Indonesia, 1995 Jkt: Angkatan Muda Indonesia (AMI) dibentuk

dengan restu pemerintah Jepang … Dengan dibentuknya AMI, Jepang berharap

bisa memantau perkembangan para pemuda itu dan menggunakannya untuk

kepentingan Jepang.), yang dikenal dengan nama Bung Tomo juga di Angkatan Muda

Indonesia, organisasi pemuda yang diizinkan oleh fasis Jepang ketika itu. Tetapi

mereka yang ilegal itulah yang berjuang bertaruh nyawa. Itu pilihan. Itulah kualitas.

Apakah selanjutnya mereka semua ikut berjuang? Kalau kita nanti berhasil, mereka

keroyokan rame-rame mencari kedudukan. Hukumnya memang begitu. Nah, di sini

saya ingin mengemukakan bagaimana supaya pemuda-pemuda jangan sampai

tergantung saja kepada yang tua-tua itu.

Yang tua-tua ini ada yang baik dan ada yang kurang baik. Orang yang berjuang itu

ada kalanya sudah tidak boleh kepalang tanggung. Saya berjuang dari umur delapan

belas tahun dan sekarang umur saya sudah delapan puluh satu, kalau saya tidak

berjuang lagi saya sudah melanggar kehormatan saya sendiri. Sampai liang kubur

pun saya sudah bertekad dan ketika itu saya sudah mendapat ijin dari istri saya.

Pokoknya kalau mati untuk perjuangan diikhlaskan. Ada di antara yang tua-tua itu

sudah kapok, sesudah ditahan, digebuki menjadi kapok atau jera, itu juga ada.

Tetapi kita tidak perlu mengutuk mereka, karena mereka sudah berjuang, cuma

kapok. Tetapi ada yang jelek, pernah berjuang, tapi kemudian berkhianat. Pada

waktu zaman Jepang juga ada yang begitu, sama saja, yang ilegal ada juga yang

begitu. Zaman G30S kemarin lebih banyak lagi yang berkhianat. Misalnya dari

seluruh pimpinan sentral itu ada puluhan orang yang mengkhianat. Maka itu perlu

berhati-hati, jangan mudah ikut-ikutan saja, karena kita harus melihat dan

perhatikan betul siapa yang menjadi pimpinan. Sebab kalau kita sudah masuk dalam

organisasi, pimpinan itu menentukan sekali. Nah, itulah yang saya maksud agar kaum

muda jangan sampai tergantung saja dengan yang tua-tua. Yang tua-tua banyak yang

mau berjuang bersama kalian, membantu kalian, tetapi yang muda-muda ini agar

percaya pada diri sendiri, percaya pada ideologi keyakinan perjuangan, inilah

dasarnya untuk berrevolusi. Revolusi itu bukan berontak. Berontak itu dari atas,

berontak bukan dari bawah dan berontak itu bisa dikomandoi. Tetapi kalau

kesadaran itu dari bawah.

Page 4: Proses Perjuangan Kemerdekaan di Surabaya - gelora45.comgelora45.com/news/Soemarsono_ProsesPerjuanganKemerdekaanDiSurabaya.pdf · Proses Perjuangan Kemerdekaan di Surabaya ... Republik

Nah yang saya alami di Surabaya dan yang saya ingin ceritakan kepada teman-teman

pemuda, yalah, bahwa pemuda-pemuda dengan kesadaran dari bawah itulah yang

berjuang. Pemuda-pemuda Surabaya itu kesadarannya sangat luar biasa. Memang

kesadaran pemuda-pemuda itu bukan seperti orang-orang keluaran sekolah

Marx-House, (Marx House didirikan a.l. di Solo, Madiun, Magelang, Yogyakarta dll.

Lih. Kronik Revolusi Indonesia Jilid III, hlm. 203.) tetapi mereka yang memiliki

kesadaran mau melawan penjajah, mau mati untuk kemerdekaan itulah yang

berkorban dan itulah yang mewarnai Pertempuran 10 November 1945. Dalam

pertempuran itu yang mati bukan saja ratusan, tapi puluhan ribu. Saya ketika keluar

dari kota Surabaya terpaksa melangkahi mayat teman-teman itu - memilukan sekali.

Tetapi itulah bukti kesadaran dari bawah dan tidak ada yang menyesal dalam arti

sudah menjalani pengorbanan dan inilah revolusi dan revolusi anak-anak muda pada

waktu itu dan bukan sekedar mengikuti yang tua-tua saja. Yang tua-tua bahkan ada

kalanya diculik.

Wedana, bupati, walikota yang tidak memihak kemerdekaan ada yang diculik oleh

anak-anak muda karena bertentangan pikiran. Jadi kesadaran dari bawah ini,

artinya musti memihak Republik Indonesia.

Insiden Bendera

Pada tanggal 19 September 1945 terjadi peristiwa Insiden Bendera, dikenal juga

dengan istilah “Vlag Incident” - Insiden Bendera – di Jalan Tunjungan Surabaya.

Pada waktu itu di atas Gedung Yamato Hotel, yang pada zaman penjajahan Belanda

bernama Oranje Hotel, berkibar bendera Belanda merah-putih-biru. Setelah

melihat itu, pemuda-pemuda kampung datang ke rumah saya untuk menyampaikan

peristiwa itu. Ketika itu Roeslan Widjajasastra juga ada di tempat saya dan

pemuda-pemuda lainnya termasuk Soekarno (Salah seorang dari 11 kawan yang

dieksekusi oleh Rezim Hatta pada tanggal 19 Desember 1948 di desa Ngalian,

Keresidenan Surakarta.) juga ada di situ. Saya segera mengajak mereka:

“Mari kita turunkan bendera itu!” Waktu itu memang saya sudah dikenal juga

sebagai Pimpinan Pemuda Angkatan Muda Minyak Indonesia. Kira-kira 15 orang

segera berangkat dari rumah saya beramai-ramai menuju ke Jalan Tunjungan,

karena ada laporan bendera merah-putih-biru berkibar di sana. Di jalan-jalan kami

berteriak-teriak: “Ayo ikut kami, turunkan bendera merah-putih-biru!” Makin lama

makin banyak yang ikut kita, dengan jumlah lima puluhan kita tiba di tempat

bendera dikibarkan itu.

Page 5: Proses Perjuangan Kemerdekaan di Surabaya - gelora45.comgelora45.com/news/Soemarsono_ProsesPerjuanganKemerdekaanDiSurabaya.pdf · Proses Perjuangan Kemerdekaan di Surabaya ... Republik

Kita mulai dengan modal pemuda 50 orang itu berteriak-teriak di bawah Oranje

Hotel itu: “Turunkan bendera!”, tetapi sersan penjaga itu tidak mengerti, dia orang

Inggris tidak mengerti arti “Turunkan bendera”.

Kita lalu teriak dalam bahasa Inggris: “Put down the flag, put down the flag!”, kita

teriak-teriak dalam bahasa Inggris, tetapi juga tidak diturunkan. Pada saat itu

orang yang bernama Mr. W.V.Ch. Ploegman, Walikota yang sudah diangkat oleh

Belanda keluar ke halaman Hotel sambil membawa kayu hitam yang diobat-abitkan.

Dia itu boxer, orangnya gede tinggi kayak Simson. Kita lempari dia dengan batu dan

kereweng - pecahan atap genting - dan kita berlari-lari, mundur. Sampai kira-kira

jarak 100 meter kita berhenti. Wah ini perjuangan, kita maju lagi berlawan sambil

berteriak: “Maju lagi, maju lagi, majuu, majuu, put down the flag!” Waktu itu sudah

bukan 50 lagi, tapi sudah ratusan orang. Ketika Ploegman keluar lagi dengan

membawa kayu yang diobat-abitkan, tiba-tiba dia ditikam perutnya sampai

mancurlah darah dan jatuh mati seketika. Tidak tahu siapa yang menusuk. Kalau

menurut perasaan saya banyak orang di sektar itu, termasuk pengendara becak juga

banyak yang ikut di situ. Begitulah terjadinya peristiwa matinya Ploegman pada

tanggal 19 September 1945 itu. Bersama dengan orang-orang yang ada di situ dan

para pengendara becak juga banyak yang ikut, kita lalu pasang tangga untuk naik ke

atas Hotel Oranje. Bukan satu orang saja, tapi dua, tiga orang sampai lebih dari

sepuluh orang yang naik ke atas, naik lagi terus sampai ke tempat bendera itu, lalu

dirobek birunya menjadi merah-putih dan berkibar dengan megah.

Rapat Raksasa di Lapangan Tambaksari Surabaya

Sebelum tanggal 19 September 1945 di Surabaya datang Aidit menemui saya. Kami

ada hubungan dalam perjuangan, karena waktu itu saya juga turut dalam gerakan

pemuda proklamasi. Dalam pertemuan itu dia minta supaya di Surabaya juga

diadakan momen aksi, dengan menyelenggarakan Rapat Samudra pada tanggal 19

September 1945. Dalam mempersiapkan rapat raksasa 19 September 1945 ini saya

clash dengan Roeslan Abdulgani. Pada waktu itu Roeslan Abdulgani masih pimpinan

Angkatan Muda Indonesia di Surabaya, lengkap dengan para pengurusnya termasuk

Bambang Kaslan, Supardi, Isman, Oetomo, Soetomo. Roeslan Abdulgani mengatakan,

bahwa dia tidak setuju momen aksi itu. Jadi maksud Roeslan Abdulgani bukan

dengan jalan begitu, sebab bisa clash dengan Jepang, lain waktu saja nanti dilihat

situasinya, sekarang situasinya dianggap tidak favorable.

Begitulah pendapat Roeslan Abdulgani yang kami dengar dari Chaerul Saleh.

Page 6: Proses Perjuangan Kemerdekaan di Surabaya - gelora45.comgelora45.com/news/Soemarsono_ProsesPerjuanganKemerdekaanDiSurabaya.pdf · Proses Perjuangan Kemerdekaan di Surabaya ... Republik

Mendengar sikap Roeslan Abdulgani itu kami memang terbakar:

“Mari kita demonstrasi ke tempat Roeslan Abdulgani rame-rame”, Roeslan

Widjajasastra, saya, Rambe, anak-anak muda lalu datang berame-rame ke tempat

Roeslan Abdulgani. Waktu itu Roeslan Abdulgani sedang mengadakan rapat di

gedung SMA dengan para pengurusnya. Kami masuk ruangan itu dan Roeslan

Widjajasastra sambil kakinya dinaikkan di meja berkata: “Adakan rapat raksasa, ini

tidak bisa ditolak oleh pengurus saja, kami menghendaki diadakan rapat raksasa,

kami dari bawah!” Roeslan Abdulgani tidak menjawab apa-apa. Tetapi secara

kebetulan pada tanggal 19 September 1945 itu terjadi Insiden Bendera di Jalan

Tunjungan itu.

Itulah sebabnya mengapa momen rapat raksasa yang mestinya 19 September 1945

itu digeser menjadi tanggal 21 September 1945. Kampanyenya dari mulut ke mulut,

memakai corong saja: “Ayo rapat samudra di Tambaksari, rapat samudra di

Lapangan Tambaksari!” Yang datang di Tambaksari itu ratusanribu orang

tumplek-blek - membeludak, belum pernah ada rapat sebesar itu. Kepada

wartawan-wartawan yang ada di situ lalu saya tanya:

“Kira-kira ada berapa orang yang datang di Rapat Umum ini?”. “Yah... paling tidak

150-ribu”, jawabnya. Jumlah sekian itu pada waktu itu sudah besar sekali. Seratus

limapuluh ribu di Tambaksari itu! Rapat raksasa di Tambaksari itu diakhiri dengan

mengikrarkan semboyan kebulatan tekad “Merdeka atau Mati!”. Dalam rapat

raksasa di Tambaksari itu mana Roeslan Abdulgani berani muncul? Dia tidak ada.

Yang bicara pada waktu itu Roeslan Widjajasastra, dia bilang pada saya: “Bung, biar

saya yang bicara dulu, kalau ditembak oleh Jepang biar saya yang di tembak dulu.

Bung sudah punya istri.” Memang, Roeslan Widjajasastra lalu naik mimbar dan

bicara dia: “Supaya kita dukung kemerdekaan kita hidup atau mati! Berani mati

untuk kemerdekaan!” Lalu datang pada saya Sapia, dia pimpinan Pemuda Indonesia

Maluku - PIM, dulu pernah ikut dalam pemberontakan Kapal Zeven-Provincie, dia

bilang: “Bolehkah saya bicara, saya bekas pemberontak kapal Zeven-Provincie? “Ya,

boleh saja” jawab saya. Dia naik ke mimbar dan bicara dengan penuh agitasi. Pada

akhirnya saya yang bicara. Saya masih ingat Pancasila, pidato Bung Karno pada

tanggal 1 Juni 1945, pada waktu itu terkenal dengan istilah Lima K. Yang kesatu

yaitu Ketuhanan, kedua Keadilan, yang kemudian jadi Kemanusiaan yang adil dan

beradab, ketiga Kebangsaan, keempat Kemerdekaan, kelima Keadilan Sosial; ini

standar. Belakangan Bung Karno juga menyebut seperti yang saya serukan di

Tambaksari dulu, yaitu:

“Lima Sila ini kalau disatukan menjadi kepal, menjadi tinju untuk meninju imperialis,

lawan-lawan bejat, lawan-lawan kemerdekaan, penjajah yang menjajah Indonesia.

Page 7: Proses Perjuangan Kemerdekaan di Surabaya - gelora45.comgelora45.com/news/Soemarsono_ProsesPerjuanganKemerdekaanDiSurabaya.pdf · Proses Perjuangan Kemerdekaan di Surabaya ... Republik

Ini kepal rakyat Indonesia yang bersatu!”. Wah... saya mendapat sambutan keplokan

- tepuk tangan gemuruh - iya itu yang membakar semangat rakyat.

Pada zaman penjajahan, kalau Bung Karno bicara bisa membangkitkan semangat

rakyat dan sekarang ini untuk melawan musuh-musuh kemerdekaan, untuk

memperoleh pemerintahan yang baik, perlu massa, perlu membangkitkan massa.

Jadi pemudalah yang bisa melaksanakan revolutionaire geest, revolutionaire wil dan

revolutionaire daad itu sebagai satu kesatuan. Kalau kita yang tua-tua ini

revolutionaire wil-nya masih ada, tetapi revolutionaire daad fisiknya sudah lemes!

Lha itu perlunya pemuda. Waktu saya diundang oleh kawan-kawan di Eropa untuk

menyampaikan pengalaman, saya ditanya oleh anak saya: “Bapak nanti, apa kiranya

yang akan dibicarakan di sana?” “Ya kalau saya ditanya mengenai fakta-fakta

sejarah, ya apa adanya, tanpa catatan.

Karena memori saya masih fit, masih segar, saya akan bicara semua yang saya ingat.”

“Keinginan apa yang akan disampaikan kepada mereka?” tanya anak saya lagi. “Wah

saya menginginkan dan ingin menyampaikan kepada pemuda-pemuda jangan sampai

menjadi rusak karena maslah narkotika.

Sebab saya lihat pemuda-pemuda sekarang ini rusak, akibat kebudayaan imperialis

ini”. Itulah penjelasan saya padanya. Narkotik di Australia tiap empat pemuda satu

kena, di Indonesia tiga pemuda satu kena narkotik. Kalau sudah kena narkotik wah..

ini... mana ngerti untuk menanggapi cita-cita, karena sakit. Ini saya ingat perang

candu Tiongkok. Akibat perang candu, imperialis berhasil masuk Tiongkok.

Bukan satu imperialis tetapi beberapa imperialis sekaligus menjajah Tiongkok. Dan

sekarang narkotik ini membikin pemuda kita rusak. Tetapi bukan narkotik saja, saya

lihat itu pemuda yang istilahnya Bung Karno dengan musik ngak-ngik-ngok -

hingar-bingar - yang bisanya hanya jingkrak-jingkrak kayak begitu sudah merasuk

ke perorangan, tidak ada cita-cita kemasyarakatan, lupa akan cita-cita bersama

kepentingan bangsa. Tetapi sekarang ini bukan pemuda saja, elit juga sama. Coba

lihat saja mereka yang memerintah, apa DPR, apa menterinya, apa pegawai-pegawai

tingginya di sana, mana yang memikirkan kepentingan rakyat. Yang dipikirkan

bagaimana memperkaya diri. Bobrok moralnya! Lha kalau mempunyai pemerintah

yang elitnya kayak begitu, aparatnya begitu, jenderal-jenderalnya juga begitu,

kerjanya sibuk memperkaya diri apa yang mau diharapkan dari satu pemerintah

yang begitu? Pemuda-pemuda yang masih segar, masih fresh, masih bersih, masih

jernih musti bangkit. Dalam hal ini saya ingin mengajukan kampanye untuk melawan

itu narkotik, melawan semua yang datangnya dari kebudayaan imperialis untuk

Page 8: Proses Perjuangan Kemerdekaan di Surabaya - gelora45.comgelora45.com/news/Soemarsono_ProsesPerjuanganKemerdekaanDiSurabaya.pdf · Proses Perjuangan Kemerdekaan di Surabaya ... Republik

menanamkan jiwa perjuangan revolutionaire geest, revolutionaire wil, revolutionaire

daad. Dulu di Surabaya waktu saya bicara di Tambaksari mendapat sambutan yang

hangat, saya teriak-teriak begitu dan mereka itu benar bersemangat sekali waktu

itu. Setelah saya ngomong seperti itu, lalu ditanya lagi oleh anak saya: “Apakah itu

tidak untuk menyenangkan bapak saja?”. Jadi waktu saya ditanya oleh anak saya, itu

saya jawab, bahwa saya akan mendorong untuk melakukan kampanye bagaimana

membangkitkan revolutionaire geest, revolutionaire wil, revolutionaire daad,

artinya bukan saya saja. Kalau saya kan hanya tenaga satu orang, tetapi akan

dilakukan oleh siapa saja yang sekarang ada pengertian yang bersambung dengan

saya. Marilah kita berkampanye –untuk membangkitkan bagaimana pemuda bangkit

berjuang!

Peranan Pemuda Republik Indonesia – PRI di Surabaya

Pada tanggal 21 September 1945 di Surabaya didirikan organisasi pemuda dengan

nama Pemuda Republik Indonesia - PRI. Di dalam PRI tergabung organisasi-

organisasi pemuda yang sudah terbentuk sebelumnya, antara lain Pemuda Indonesia

Maluku, Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi, Pemuda Indonesia Kalimantan, juga

Gabungan Pemuda Kantor/Bengkel-bengkel, Pemuda Pelajar. PRI merupakan wadah

peleburan organisasi-organisasi pemuda tersebut. Sebagai Pucuk Pimpinan PRI, di

situ ada saya, Roeslan Widjajasastra, Bambang Kaslan dan lain-lainnya. (Lihat

Memoar Hario Kecik, hlm. 701: Pucuk Pimpinan PRI. Yayasan Obor Indonesia, Jkt.

1995. ) Sebagai markasnya, PRI menempati satu gedung bekas milik Belanda yang

terletak di jalan Wilhelminalaan. Papan nama jalan markas kami itu kemudian diganti

menjadi Jalan Merdeka. PRI bikin Markas di situ dan peristiwa bersejarah,

perlucutan pertama Tentara Jepang terjadi di situ. Benar-benar itu rakyat yang

melucuti. Dalam proses pergolakan di Surabaya selanjutnya, markas kecil di Jalan

Merdeka itu pindah ke tengah kota dan Hotel Simpang yang besar di tengah kota

itu dijadikan Markas Pemuda Republik Indonesia yang baru.

Kemudian pada tanggal 23 September 1945 diadakan rapat Angkatan Muda

Indonesia – AMI - bertempat di pavilyun Gedung Nasional Indonesia – GNI di Jalan

Bubutan Surabaya. Dalam rapat itu Roeslan Abdulgani meletakkan jabatan sebagai

Ketua AMI. Dia memang mengatakan begini: “Saya memang sudah terlampau tua

untuk memimpin pemuda, saya usulkan kepada saudara-saudara, karena ada calon

yang lebih cocok dengan saudara-saudara, ya ini Soemarsono!” Lho, benar ini,

tanggal 23 September 1945 itu peristiwa sejarah. “Apakah Saudara-saudara bisa

menerima?”, lalu semua serentak aklamasi menerima, oleh karena mereka sudah

Page 9: Proses Perjuangan Kemerdekaan di Surabaya - gelora45.comgelora45.com/news/Soemarsono_ProsesPerjuanganKemerdekaanDiSurabaya.pdf · Proses Perjuangan Kemerdekaan di Surabaya ... Republik

mengenal saya ini mulai dari aksi perlawanan. Sejak itu sudah tidak ada lagi

Angkatan Muda Indonesia yang dipimpin Roeslan Abdulgani, yang ada Pemuda

Republik Indonesia – PRI - dan AMI meleburkan diri ke dalam PRI. (Pada rapat

tanggal 23 September 1945 mayoritas anggota mendukung integrasi AMI ke dalam

organisasi PRI yang terbentuk dua hari sebelumnya dan dengan kemampuan sendiri

mengambil inisiatif melucuti Tentara Jepang. Para pemuda menganggap hal ini lebih

sesuai dengan semangat revolusioner Surabaya saat itu. … Pada rapat itu dilakukan

serahterima pimpinan AMI dari Ruslan Abdulgani kepada Soemarsono sebagai

pimpinan PRI. Lihat Memoar Hario Kecik hlm. 84) Roeslan Abdulgani takut aksi

perlawanan, pemimpin yang takut aksi. Jadi sudah benar kalau dia ngomong sudah

terlampau tua. Tetapi kalau menurut saya dia itu penakut, sebenarnya karena tidak

ada dedikasi, tidak ada semangat pengorbanannya. Sebagai orang perjuangan, saya

selalu kemukakan kepada istri saya waktu saya pengantin baru, kalau mati di tempat,

seperti Pak Musso, mati di mana saja, asal untuk cita-cita, untuk perjuangan rakyat,

menghamba rakyat, kalau yakin tidak merasa salah, ikhlaskan saja. Waktu Roeslan

Abdulgani itu menawarkan saya dipilih dan saya terpilih aklamasi itu, Soetomo, yang

lebih dikenal dengan nama Bung Tomo itu menyatakan juga en bloc ikut saya dan

kemudian sebagai Ketua Bagian Penerangan PRI. Itu sebabnya dia setiap malam

selalu bicara di radio. Memang Soetomo itu ada pinter-pinternya, dia menggunakan

Islam juga. Jadi dia populernya ya karena menggunakan seruan “Allahu-Akbar,

Allahu-Akbar.” Rakyat kita memang masih bisa kagum yang begitu itu dan yang

tersohor yah Bung Tomo ini. Sebenarnya Soetomo ini tidak begitu bagi orang-orang

Surabaya, artinya ya bukan apa-apa. Tapi karena merasa pengaruhnya itu besar

akhirnya Soetomo itu mendirikan organisasi baru BPRI - Barisan Pemberontakan

Rakjat Indonesia. Kemudian ada peristiwa begini. Begitu dia mengumumkan BPRI itu,

terus dia ditangkap oleh pemuda. Sebagai pendiri BPRI, Soetomo oleh mereka telah

dianggap menyalahi ketentuan organisasi PRI. Lha Soetomo alias Bung Tomo itu

digelandang ke Markas, masuk ke kamar saya.

Saya kaget juga. Waktu itu tempat saya itu diberi nama Pucuk Pimpinan Pemuda

Republik Indonesia. Di situ ada saya, Roeslan Widjajasastra dan orang-orang yang

memimpin gerakan seperti Bambang Kaslan, Supardi dsb. Dan waktu itu kalau

pemuda itu sudah bertindak kayak begitu, ya bisa selesai. Tapi karena mereka tahu,

bahwa Soetomo ini juga masuk dalam pimpinan PRI, kemudian dia dibawa ke tempat

saya. Soetomo itu jongkok di muka saya. Minta supaya ditolong untuk dikasih hidup,

sebab pemuda pada waktu itu memang sikapnya beringas. Akhirnya saya yang

memberi keterangan kepada anak-anak muda bersenjata yang menangkap Soetomo

ini.

Page 10: Proses Perjuangan Kemerdekaan di Surabaya - gelora45.comgelora45.com/news/Soemarsono_ProsesPerjuanganKemerdekaanDiSurabaya.pdf · Proses Perjuangan Kemerdekaan di Surabaya ... Republik

Saya kemukakan bahwa dia tidak menyalahi apa-apa. Dia mendirikan organisasi BPRI

maksudnya bukan untuk memecah belah, tapi mengorganisasi yang belum

terorganisasi oleh pemuda. Mereka yang belum terorganisasi, misalnya ada

tukang-pengendara becak yang bukan termasuk pemuda. Nah karena saya menjadi

pucuk pimpinannya itu, jadi akhirnya dipercaya. Lalu Soetomo itu diserahkan

kembali kepada saya. Selanjutnya dia kembali sebagai ketua penerangan PRI, tapi

juga ketua BPRI.

Pertempuran Melucuti Tentara Jepang

Pertempuran melucuti tentara Jepang itu berlangsung selama tiga hari, yaitu pada

tanggal 29, 30 September 1945 dan 1 Oktober 1945, selain di Markas PRI Jalan

Merdeka juga di Genteng Kali, di Don Bosco, di Markas Kenpeitai ( Polisi Tentara

Jepang yang sangat terkenal kekejamannya pada Perang Dunia II) dan di tempat

lainnya. Dalam pertempuran perlucutan senjata itu kita pemuda memperoleh sukses

yang besar, bisa merebut sampai puluhan ribu senjata dari tentara Jepang dan

kebanyakan dari senjata itu kita rebut terutama pada awal pertempuran. Tetapi

selanjutnya tentara Jepang menyerah dan senjata diserahkan kepada pemuda.

Sebelum sampai akhir pertempuran tanggal 1 Oktober 1945 itu kita sudah dapat

melucuti tentara Jepang dan kepada kita tentara Jepang menyerahkan 80.000

karabijn dan 60 pesawat terbang di Lapangan Terbang Morokrembangan. Tetapi

satupun dari kita tidak ada yang bisa menjalankan pesawat terbang itu, karena

belum ada pilot. Melalui siaran radio, saya minta kepada teman-teman yang

mempunyai keahlian bisa menjalankan pesawat terbang ini, pilot, supaya melaporkan

diri ke Markas Besar PRI di Markas Simpang. Datang Suryadharma, waktu itu

belum jadi Laksamana Udara. Suryadarma memang pilot. Dia datang bercelana

pendek saja dan pakai kaos lengan panjang masuk ke Markas Pemuda. Saya tanya:

“Cuma you saja? Ini ada 60 pesawat.” Ya, itu revolusi! Jadi kira-kira kalau dalam

keadaan normal sulit untuk menggambarkan bagaimana waktu itu pemuda-pemuda

menempati otoritas dalam gerakan.

Seperti telah diuraikan di muka, bagaimana kita pemuda bisa memperoleh sukses

besar dalam pertempuran melucuti senjata Jepang itu, karena di dalam tubuh

tentara Jepang sendiri terdapat gerakan anti-fasis ilegal yang bekerja sama

dengan gerakan ilegal yang dipimpin oleh Widarta.

Tanpa gerakan ilegal anti-fasis orang-orang Jepang dalam tubuh pemerintahan

Jepang itu sendiri yang membantu kita, tidaklah mungkin kita memperoleh sukses

Page 11: Proses Perjuangan Kemerdekaan di Surabaya - gelora45.comgelora45.com/news/Soemarsono_ProsesPerjuanganKemerdekaanDiSurabaya.pdf · Proses Perjuangan Kemerdekaan di Surabaya ... Republik

besar yang begitu cepat dalam pertempuran melucuti tentara Jepang itu. Mengenai

hal ini belum pernah ada orang yang menerangkan secara terbuka dan kejadian ini

sayalah yang menjadi saksi. Jadi benar-benar gerakan rakyat dan pemudalah yang

menghasilkan sukses besar dalam pertempuran melucuti tentara Jepang itu. Tetapi

yang aneh, ada orang yang bilang, bahwa dalam pertempuran melucuti tentara

Jepang itu yang paling berjasa itu ABRI. Padahal waktu itu belum ada ABRI, ABRI

belum lahir.

Pendaratan Tentara Sekutu (Inggris) di Surabaya

Waktu di Surabaya itu, menurut ingatan saya, pengalaman saya waktu bersama Dr.

Mustopo (Lihat Kronik Revolusi Indonesia , jlid I hlm 94 KPG 1999 tentang

Persetujuan antara pihak Sekutu dan Indonesia.), ada tekanan dari Jakarta supaya

pasukan Sekutu (Inggris) yang mau mendarat di Surabaya itu bisa diterima. Waktu

itu yang dikirim ke Surabaya itu Menteri Negara Sartono. Lalu Salyo Hadikusumo,

Menteri Keamanan ad interim, pengganti Suprijadi, datang ke Surabaya membawa

pesan: “Itu pasukan Sekutu akan mendarat di Surabaya supaya diterima dengan

baik.”

Mereka mempunyai tugas untuk urusan RAPWI - Repatriation of Allied Prisoners of

War and Internees – Komite Pembebasan Tawanan Perang dan Tahanan Sekutu

- dan urusan tahanan Jepang, yang waktu itu sudah ada dalam tahanan di

penjara-penjara Surabaya. Kami juga menerima dengan baik pesan itu. Waktu itu

dibentuk Kontak Biro yang anggota-anggotanya terdiri atas wakil-wakil dari pihak

Indonesia dan wakil-wakil dari Sekutu. Kami berhubungan dengan Sekutu melalui Dr.

Mustopo dan Roeslan Abdulgani yang waktu itu membantu kami juga dalam Kontak

Biro, karena dia memang baik bahasa Inggrisnya, dia bersama Sujono Prawirobismo,

yang juga sebagai wakil dalam Kontak Biro. Dan mereka yang melakukan kontak

dengan wakil-wakil dari pihak Sekutu untuk menyampaikan pesan dari kami, yaitu:

“Kami bisa menerima pendaratan tentara Sekutu, asalkan dari pihak Sekutu juga

jangan mengganggu urusan kami.” Artinya masalah kedaulatan adalah masalah

pengurusan kami, karena waktu itu di Surabaya kami sudah bersenjata. Kami akan

membantu pasukan Inggris itu menempati gedung-gedung mana yang diperlukan dan

untuk melaksanakan urusan mereka, urusan Rapwi. Kami pada pokoknya mau

membantu. Jadi kami juga menunjukkan goodwill dan waktu itu, karena kami juga

memang sudah menerima pesan dari Pemerintah Pusat di Jakarta. Di samping itu

kami juga dibekali kewaspadaan, karena di dalam pasukan Sekutu ada pasukan

Page 12: Proses Perjuangan Kemerdekaan di Surabaya - gelora45.comgelora45.com/news/Soemarsono_ProsesPerjuanganKemerdekaanDiSurabaya.pdf · Proses Perjuangan Kemerdekaan di Surabaya ... Republik

Belanda. Walaupun begitu tidak ada sama sekali dalam pikiran kami, bahwa kami

akan menyerang pasukan Sekutu atau akan bertempur dengan pasukan Sekutu yang

berada di bawah pimpinan Mallaby itu. Pasukan yang waktu itu terkenal sebagai

pasukan yang modern, pasukan yang menang perang dalam Perang Dunia Kedua itu.

Jadi memang tidak ada pikiran kami untuk bertempur melawan mereka. Buat apa

bertempur, kalau itu bisa berjalan dengan baik.

Akhirnya di Surabaya pasukan Sekutu itu telah kami bantu untuk menempati

gedung-gedung yang mereka inginkan, lalu yaa kami menyediakan kepada mereka itu

apa yang mereka perlukan dari kami.

Kami kerahkan tenaga pemuda dan rakyat. Istilahnya juga jelas: BKR - Barisan

Keamanan Rakyat. Tapi setelah tiga hari pasukan Sekutu menduduki bagian-bagian

penting di Surabaya itu, yang kami agak curiga, kenapa kok tempat-tempat yang

mereka duduki itu seperti mengepung kami.

Kedudukan kami ini yaa seperti dikepung di kota Surabaya itu. Sebelum mereka itu

melakukan perlucutan senjata, menahani pemuda-pemuda kita, timbul pikiran pada

kami, ini seolah-olah kita sedang masuk perangkap, padahal kami menerima mereka

dengan baik.

Pertempuran Tiga Hari

Meskipun kita telah memberikan goodwill kepada pihak Sekutu dan mereka telah

menduduki posisi-posisi strategis yang mengepung kota Surabaya tetapi dalam

kenyataannya, tujuan kedatangan mereka mau mengambil senjata-senjata yang

sudah ada di tangan rakyat dan pemuda kita (Lih. Kronik Revolusi Indonesia Jilid I

hlm 96, 97 KPG. Kesepakatan antara RI dan Sekutu ttg perlucutan senjata Tentara

Jepang.). Ini berarti, mereka telah melakukan tipu muslihat terhadap kami. Dengan

berat sekali, tidak bisa lain, karena kami kepepet, kami memutuskan harus

melakukan perlawanan. Waktu kami melawan itu memang cuma bersandar pada

ideologi dan semangat kami yang berkobar-kobar merdeka atau mati! Jadi akhirnya

tercetuslah pertempuran melawan Inggris yang berlangsung tiga hari, yaitu pada

tanggal 28, 29 dan 30 Oktober 1945. Kalau tidak kepepet, kami tidak akan berbuat

begitu. Rakyat dan pemuda Surabaya dalam perjuangannya pada masa-masa itu

berideologi, yaitu ideologi kemerdekaan nasional, menolak penjajahan,

mempertahankan dan membela kemerdekaan dan kedaulatan Republik Proklamasi

dengan perjuangan bersenjata. Karena Sekutu hendak mengembalikan penjajahan

dengan kekuatan bersenjatanya. Itulah ideologi kita, geest kita, jiwa kita merdeka

Page 13: Proses Perjuangan Kemerdekaan di Surabaya - gelora45.comgelora45.com/news/Soemarsono_ProsesPerjuanganKemerdekaanDiSurabaya.pdf · Proses Perjuangan Kemerdekaan di Surabaya ... Republik

atau mati itu, mau merdeka, mau berkorban untuk merdeka dan bersedia mati untuk

merdeka. Untuk bisa kuat dan menang dalam perjuangan besar itu, rakyat dan

pemuda harus menggalang persatuan nasional, persatuan dari semua golongan dan

suku yang berpikiran sama.

Mengenai Surabaya ini yang saya ingin kemukakan, bahwa itu memang peristiwa yang

besar. Besar, karena perlawanan yang hebat sekali. Coba bayangkan: Inggris

mengirimkan pasukan yang waktu itu habis menang Perang Dunia Kedua, suatu

pasukan yang dikomandoi oleh Brigadir Jenderal Mallaby. Dan pasukan Inggris ini

tekniknya sudah tinggi, persenjataannya juga sudah moderen dan orang-orangnya

sudah profesional. Jadi bukan sembarang pasukan. Mengenai jumlah pasukan

Sekutu itu ada yang mengemukakan sekitar empat ribu. Tapi kalau menurut saya

lebih dari empat ribu, sebab waktu mereka berbaris masuk kota itu, selain

menghitung jumlahnya yang benar, ada terkilas gambaran, wah ini suatu ketika kita

bisa clash dengan pasukan Inggris yang mendarat ini.

Kalau menurut saya, paling tidak enam ribu, malah waktu itu dugaan saya lebih dari

itu, jadi kira-kira delapan ribu. Pertempuran tiga hari melawan Tentara Sekutu itu

memang dahsyat sekali. Karena sadar kalau sudah dikepung dan kepepet kami ya

melawan. Bagaimana melawannya? Yah seperti Mao Zedong: “Harus berani

menurunkan kaisar dari kuda tunggangan!” Itu ukurannya. Kalau berjuang tidak

dimulai dengan berani, tidak ada perjuangan. Berani, tetapi berani karena benar.

Kalau benar harus berani. Kalau salah, ya harus mengaku salah. Itulah ideologi

orang-orang perjuangan. Pemuda-pemuda Surabaya waktu itu bertempur dengan

semangat romantik-heroismenya. Panser, tank Inggris itu dihantam pakai granat,

tapi tidak mempan. Dikasih jeglongan atau parit penghalang juga tidak apa-apa. Lalu

dihampiri oleh pemuda dan naik ke atas tank, di atas panser itu. Sesudah itu

dimasukkanlah granat itu.

Sampai begitu. Yah dia mati juga. Banyak sekali kejadian seperti itu. Kita tidak bisa

melukiskan sampai begitulah semangat pengorbanan dari pemuda waktu itu. Dan

semangat pengorbanan pemuda seperti itu yang saya lihat sekarang kayak di

Palestina, yang istilahnya intifada, siap mati.

Iya, yang di zaman Jepang disebut jibaku itu kan. Rakyat, pemuda itu kalau sudah

bulat tekatnya ya begitu, tidak ragu kayak begitu. Dan itulah yang bisa mengubah

keadaan. Di Surabaya pemuda-pemuda kita memang ikhlas, romantik, romantik

heroismenya sangat tinggi.

Page 14: Proses Perjuangan Kemerdekaan di Surabaya - gelora45.comgelora45.com/news/Soemarsono_ProsesPerjuanganKemerdekaanDiSurabaya.pdf · Proses Perjuangan Kemerdekaan di Surabaya ... Republik

Intervensi Presiden Soekarno

Situasi pertempuran di Surabaya waktu itu menempatkan kita dalam keadaan unggul.

Kalau melihat pertimbangan militer dan kalau kita tidak berhenti, habislah pasukan

Inggris, karena kita unggul. Tinggal beberapa jam saja Inggris akan mengibarkan

bendera putih. Untuk menyelamatkan tentaranya yang masih hidup, Brigjen Mallaby

melaporkan keadaan pasukan Sekutu di Surabaya yang sudah kepepet sekali itu

kepada D.C. Hawthorn, komandan tentara Inggris di Jawa yang berkedudukan di

Singapore, untuk minta tolong.

Pertempuran yang pertama itu tanggal 28 dan 29 Oktober 1945, lalu yang tanggal

30 Oktober 1945 diberhentikan oleh Presiden Soekarno. Kalau umpamanya 3 jam

kemudian Bung Karno baru datang menghentikan pertempuran, Komandan Korps

Tentara Inggris itu sudah menaikkan bendera putih untuk menyelamatkan

tentaranya yang masih hidup itu.

Tetapi, perintah untuk penghentian pertempuran ini datangnya dari Bung Karno.

Sudah saya terangkan, bahwa Hawthorn dapat laporan dari Mallaby tentang situasi

pasukan Inggris di Surabaya itu dalam keadaan kepepet sekali dan minta tolong.

Mendengar laporan Brigjen Mallaby itu Mayor Jendral Hawthorn bergegas terbang

dari Singapore ke Jakarta, lalu Presiden Soekarno dicomot, Wakil Presiden Hatta

dicomot, Menteri Penerangan Amir Sjarifuddin dicomot. Mereka dibawa terbang ke

Surabaya untuk menghentikan pertempuran.

Saya waktu itu ikut bertempur di pinggir kota, di Wonokromo. Bersama-sama

pemuda-pemuda dan teman-teman yang lain itu saya sedang rame-ramenya

bertempur, kemudian saya dengar disuruh menghentikan tembak-menembak.

Presiden Soekarno yang memerintahkan, Presiden Republik Indonesia. Lalu saya

mencoba masuk kota, maksudnya mau menghalangi gencatan senjata itu. Ketika saya

masuk dari Ngagel berpapasan dengan mobil konvoi panjang Bung Karno itu, saya

menghadang mereka di situ. Termasuk Mallaby juga di mobil konvoi itu.

Lalu Bung Karno itu menggunakan corong pengeras suara dan menyerukan supaya

berhenti tembak-menembak: ‘’Ini Presiden Republik Indonesia Soekarno

memerintahkan berhenti, supaya jangan dilanjutkan pertempuran itu.”

Waktu saya berdiri menghadang di tengah jalan, saya tahan mobil konvoi itu dan

ketika sampai mobilnya Bung Karno itu saya agak marah dan saya katakan: “Ini kita

sudah dalam keadaan unggul kok diberhentikan? Kalau kita kepepet diberhentikan

ya bagus, tapi kita unggul kok diberhentikan. Bagaimana kok Bung tidak bicara

Page 15: Proses Perjuangan Kemerdekaan di Surabaya - gelora45.comgelora45.com/news/Soemarsono_ProsesPerjuanganKemerdekaanDiSurabaya.pdf · Proses Perjuangan Kemerdekaan di Surabaya ... Republik

dengan kami yang mimpin pertempuran ini? Kami yang bertanggungjawab. Korban

pun sudah banyak dan sebentar lagi itu kita menang, kok Bung berhentikan.”

Saya belum pernah kenal pribadi dengan Bung Karno itu. Bung Karno diam saja,

Hatta juga diam saja. Lalu tidak saya duga yang keluar dari mobil kok Amir

Sjarifuddin. Amir Sjarifuddin itu termasuk pemimpin saya waktu itu, dia buka pintu

mobil dan keluar.

Kok langsung saya dirangkul, saya sudah kenal Amir Sjarifuddin sejak zaman

Gerindo. Ini pemimpin saya, Amir Sjarifuddin ini kelompok saya. Lalu saya dirangkul,

dibisiki oleh dia: “Ini sudah didiskusikan oleh kawan-kawan, oleh kami, sudah

keputusannya begini.” Oleh karena Amir Sjarifuddin sudah bilang bahwa ini sudah

keputusan, ya saya tunduk saja. Jadi saya kayak Gathutkaca ilang gapité.( Bhs.Jw.:

Kehilangan bilah penjepit ).

Kemudian malah saya diajak masuk ke mobil Amir itu, saya dibawa ke Jalan Mawar

di gedung tempat corong radio yang dipakai gembar-gembor oleh Soetomo itu.

Akhirnya saya juga ikut menyerukan berhenti tembak-menembak. Ya itu salah satu

fragmen peristiwa dalam sejarah Republik. Karena Peristiwa itu Bung Karno

kemudian jadi dekat dengan saya, lalu di rapat-rapat umum dia bilang: “Ini adikku

Kakrasana”. Tapi dalam hati saya bilang, Kakrasana yang ilang gapité itu.

Dalam salah satu perundingan setelah gencatan senjata yang diadakan pada tanggal

30 Oktober 1945 di kantor Gubernur Surabaya, Mallaby mengatakan bahwa dari

pasukan yang berada di bawah komandonya ada ribuan yang “missed or dead

inclusive white officers” (Bhs.Ingg.: “hilang atau mati termasuk perwira-perwira

kulit putih“). Dia minta kepada kami pemuda supaya mereka dikembalikan. Waktu itu

saya jawab:

“Dari kami, rakyat dan pemuda Indonesia korbannya sudah tentu lebih dari jumlah

itu. Apakah You bisa mengembalikan?” (Lihat Kronik Revolusi Indonesia Jilid I hlm

104: Perundingan tingkat tinggi di ruang kerja Gubernur Jawa Timur Surio di lantai

II. Dari pihak Indonesia hadir di samping Presiden Sukarno, Wakil Presiden Hatta

dan Menteri Penerangan Amir Sjarifuddin, juga Gubernur Surio, Residen Sudirman,

Dul Arnowo, Sungkono, Atmadji, Soemarsono, Bung Tomo, Ruslan Abdulgani dan

Kustur. Dari pihak Inggris: Jendral D.C.Hawthorn, juga Brigadir Jendral

A.W.S.Mallaby dan Kol. Pugh.)

Memang pertempuran tiga hari melawan tentara Sekutu itu merupakan peristiwa

pertempuran yang dahsyat sekali dan kalau pertempuran itu tidak dihentikan oleh

Page 16: Proses Perjuangan Kemerdekaan di Surabaya - gelora45.comgelora45.com/news/Soemarsono_ProsesPerjuanganKemerdekaanDiSurabaya.pdf · Proses Perjuangan Kemerdekaan di Surabaya ... Republik

kedatangan rombongan Presiden dari Jakarta, akan berakhir dengan kekalahan

fatal dari pasukan Mallaby. Kami patuhi perintah Presiden Republik Indonesia

karena pertimbangan perjuangan politik yang memimpin dan kami hanya

menginginkan pengakuan Kemerdekaan Republik Indonesia, pengakuan Proklamasi 17

Agustus 1945 de facto dan de jure. Di pihak lain memang benar juga alasan

gencatan senjata itu.

Bukan untuk memenangkan pertempuran, sebab pertempuran itu kelanjutan politik

dengan jalan lain. Jadi yang lebih penting memenangkan politik, bukan memenangkan

pertempuran. Pertempuran kita bisa menang, tapi politik bisa kalah. Waktu itu kami

mau berhenti bertempur atas Perintah Presiden Soekarno, itu punya arti

memenangkan politik. Artinya Soekarno sebagai Presiden Republik Indonesia

dipatuhi oleh rakyat, itu menjadi syarat penting untuk pengakuan internasional atas

Kemerdekaan Republik Indonesia de facto dan de jure.

Brigadir Jenderal Mallaby Tertembak

Brigadir Jenderal A.W.S. Mallaby tertembak mati ketika baru keluar dari mobilnya

menuju masuk ke gedung Internatio, salah satu markas dari tentara Sekutu.

Tentang siapa yang menembaknya sampai sekarang masih tetap merupakan

tandatanya. Mengenai hal ini ada tiga versi, yaitu:

Versi pertama, menurut keterangan dan kesaksian Muhammad (Lihat Kronik

Revolusi Indonesia Jilid I hlm 107 ), seorang wakil dari Kontak Biro yang waktu itu

berada di dalam gedung Internatio, yang terletak di dekat Jembatan Merah. Pada

saat itu memang sedang terjadi tembak-menembak antara pihak Sekutu yang

berada di dalam gedung Internatio dan pihak pemuda yang berada di luar gedung

Internatio.

Tentara Sekutu melancarkan tembakannya lewat jendela-jendela gedung

Internatio. Para pemuda membalasnya dari luar gedung Internatio. Setelah Brigjen

Mallaby tertembak mati, pihak Sekutu menuduh bahwa para pemudalah yang

menembaknya.

Versi kedua, sebaliknya dari pihak pemuda menuduh bahwa Brigjen Mallaby justru

tertembak oleh gencaran tembakan tentara Sekutu sendiri.

Versi ketiga, menurut analisa Greg Poulgrain, Ph.D., Brigjen Mallaby memang

sengaja dibunuh sendiri oleh pihak Sekutu dengan tujuan untuk dijadikan sebagai

tuduhan provokatif, bahwa para pemudalah yang menembaknya. Dengan demikian

bisa dijadikan dalih oleh pihak Sekutu untuk mengadakan tindakan serangan

Page 17: Proses Perjuangan Kemerdekaan di Surabaya - gelora45.comgelora45.com/news/Soemarsono_ProsesPerjuanganKemerdekaanDiSurabaya.pdf · Proses Perjuangan Kemerdekaan di Surabaya ... Republik

“punishment” - “hukuman” - terhadap pemuda-pemuda di kota Surabaya.

Hari Pahlawan 10 November 1945

Pertempuran yang kedua kalinya, terjadi mulai tanggal 10 November 1945. Sudah

saya terangkan, bahwa pertempuran ini memang merupakan peristiwa yang besar

sekali. Besar, karena perlawanan dari rakyat dan pemuda hebat sekali.

Sesungguhnya peristiwa 10 November itu bukan pertempuran, tetapi lebih

menyerupai hukuman, “punishment” yang diberikan oleh pihak Inggris kepada rakyat

dan pemuda di Surabaya. Dengan alasan kematian Brigjen Mallaby, dikatakan kita

menghalangi mereka dalam perlucutan senjata terhadap Jepang, tidak mau

menyerahkan tawanan Jepang dan senjatanya kepada mereka dan lain-lainnya,

mereka bertindak menghukum kita dengan kekerasan. Pada tanggal 10 November

1945 mulai jam 6.00 pagi Surabaya dihujani peluru meriam-meriam dari kapal-kapal

laut mereka dan dari udara dihujani bom-bom dari bomber-bomber mereka.

Ribuan rumah di kota Surabaya dan di kampung-kampung hancur terkena peluru

meriam dan bom-bom mereka dan ribuan mayat bergelimpangan di mana-mana.

Berhari-hari mereka lakukan serangan tersebut dengan kejam dan tak ada

pertimbangan perikemanusiaan sama sekali. Tujuan mereka supaya kita minta ampun,

menyerah pada mereka. Di Surabaya itu kita mengalami, bahwa kekejaman

imperialis itu memang luar biasa. Puluhan ribu rakyat yang menjadi korban

pemboman dalam dua kali pertempuran di Surabaya. Tetapi rakyat dan pemuda

Surabaya sama sekali tidak ada pikiran menyerah atau minta ampun, bahkan

mendidih semangatnya untuk meneruskan perlawanan bersenjata terhadap siapa

saja yang akan memaksakan kembalinya penjajahan di bumi Indonesia tercinta.

Apapun beayanya, betapapun pengorbanan yang dituntut dari rakyat dan pemuda

yang berjuang pada waktu itu, rakyat dan pemuda Surabaya akan tetap

mempertahankan kemerdekaan Indonesia dan tetap melawan setiap usaha dari

manapun yang akan mengembalikan penjajahan di Indonesia. Ideologi dan semangat

rakyat serta pemuda Surabaya semacam itulah yang mendorong kami

memperjuangkan kepada Presiden/Pemerintah Indonesia untuk menjadikan tanggal

10 November 1945 itu sebagai “Hari Pahlawan” yang setiap tahun diperingati

Bangsa Indonesia. Hari yang sangat bersejarah bagi perjuangan rakyat Indonesia.

Sebenarnya setiap kita belajar sejarah, itu bukanlah sejarahnya raja-raja,

pemimpin-pemimpin besar secara perorangan begitu. Saya dianggap pahlawan di

Surabaya juga tidak mau. Saya bukan pahlawan.

Page 18: Proses Perjuangan Kemerdekaan di Surabaya - gelora45.comgelora45.com/news/Soemarsono_ProsesPerjuanganKemerdekaanDiSurabaya.pdf · Proses Perjuangan Kemerdekaan di Surabaya ... Republik

Pahlawan itu pengertiannya kolektif. Di sini saya ingin mengemukakan pandangan

mengenai pahlawan menurut pendapat kita. Kita berpendapat kata pahlawan itu

bukan tertuju kepada perorangan, tetapi pahlawan dalam pengertian seperti Hari

Pahlawan ini, “Hari Pahlawan 10 November” itu. Saya pernah menghadap kepada

Presiden Republik Indonesia, Bung Karno untuk mengemukakan pikiran saya tentang

makna Hari Pahlawan ini.

Ternyata Bung Karno sebelumnya juga sudah mempunyai paham teori mengenai

kepahlawanan seperti yang saya kemukakan itu. Jadi waktu itu dengan Bung Karno

tidak sulit untuk memperoleh kesatuan mengenai pengertian pahlawan itu. Adapun

yang saya kemukakan kepada Bung Karno yalah: “Begini besar pengorbanan rakyat.

Tapi meskipun begitu, yang masih hidup, pemuda-pemuda itu tidak ada pikiran

menyerah. Dan tidak ada pikiran juga, karena korban begitu banyak tekanan begitu

besar, bombardemen luar biasa, tidak ada pikiran untuk minta ampun, tidak ada.

Walaupun korban begitu banyak, tapi semangat melawan imperialisme tetap

berkobar.

Itulah yang secara ideologis yang menjadi pengertian mengenai pahlawan itu. Jadi

bukan tertuju kepada orang, tetapi kepada semangat dari perlawanan itu, yaitu

rakyat sebagai klas yang tertindas ini meneruskan perjuangan bagaimanapun

beratnya.” Karena itu pengertiannya bukan mengenai perorangan.

Pengertian semangat perjuangan tanpa mengenal ampun melawan penindasan

penjajahan itulah yang disimpulkan sebagai pahlawan dan hari itu dijadikan “Hari

Pahlawan”. Itulah kesimpulan historis saya bersama Bung Karno. Jadi ini pengertian

kita mengenai pahlawan itu. Waktu Peristiwa 10 November 1945 di Surabaya itu

korbannya banyak sekali. Konon, ada keterangan bahwa Inggris mengakui dalam

peristiwa itu jumlah korban dari pihak rakyat mencapai 20.000 yang gugur, belum

lagi yang luka-luka.

Selanjutnya, saya ingin juga mengemukakan, pada zaman periode Suharto ini. Ada

yang mempersoalkan mengenai pengertian pahlawan itu, bahkan sampai dibawa ke

pengadilan, karena waktu itu dari Kodam – Komando Daerah Militer - Jakarta Raya,

ada yang mengemukakan, siapa yang menjadi pahlawan waktu penyobekan bendera di

Hotel Oranje di Surabaya itu. Kalau tidak salah waktu itu Kolonel Manuhutu apa

begitu, kecuali itu ada orang lain lagi yang juga menganggap dialah yang merobek, itu

Kusno Wibowo dan ada yang lain lagi, semuanya ada tiga orang. Mereka itu berebut,

minta supaya pengadilan memutuskan mana yang benar.

Page 19: Proses Perjuangan Kemerdekaan di Surabaya - gelora45.comgelora45.com/news/Soemarsono_ProsesPerjuanganKemerdekaanDiSurabaya.pdf · Proses Perjuangan Kemerdekaan di Surabaya ... Republik

Nah, waktu itu saya mengemukakan pendapat, karena saya dimintai pendapat. Itu

yang benar, menurut saya bukan Manuhutu, bukan Kusno Wibowo, tapi itu

pengertian kolektif. Bukan tiga orang, kalau mau disebut namanya, itu kira-kira

delapan orang waktu penyobekan bendera di Tunjungan Hotel Oranje itu. Dan

delapan orang yang naik sampai ke tiang bendera itu, lalu ada yang naik sampai ke

puncaknya, dia kalau tidak ditolong oleh orang yang berdiri untuk bisa naik, dia juga

tidak bisa naik sampai ke puncak. Dan ini yang naik delapan orang ini ke atap Hotel

Oranje, kalau tidak ada massa di bawah yang mendukung, tidak bisa juga. Lha itu

pengertian pahlawan sesungguhnya. Jadi bukan “aku”, tapi “kolektif”.

Pada suatu waktu di Menteng 31 Jakarta diadakan rapat Yayasan 10 November.

Saya datang, banyak teman-teman dari Surabaya waktu itu juga datang. Ada

Roeslan Abdulgani di situ, ada bekas Menteri Petera - Pengerahan Tenaga Rakyat -

Soedibjo. Lalu Pak Dibjo ini bicara di situ.

Dia bilang: “Inilah pahlawannya!”, sambil menunjuk saya. Maksudnya, orang-orang itu

mengemukakan, bahwa merekalah yang hebat pada waktu peristiwa Surabaya itu,

tapi Pak Dibjo ini bilang, yang hebat itu Soemarsono. Karena Pak Dibjo waktu itu

tinggalnya di Penilih Surabaya, kebetulan rumahnya berhadapan dengan rumah saya.

Dia memimpin satu batalyon, saya waktu itu juga sebagai Ketua Pemuda Republik

Indonesia.

Dia tahu persis dari permulaan gerakan-gerakan rakyat dan pemuda pada waktu itu,

ya gerakan lencana, gerakan pekik, gerakan bendera, sampai kepada demonstrasi,

sampai kepada merebut senjata, dia tahu semua. Oleh sebab itu dia bilang: “Ini!”

sambil menunjuk kepada saya. Apa yang dibilang Pak Dibjo itu saya sanggah juga

waktu itu, bahwa sebenarnya yang benar itu peranan kolektif.

Sanggahan saya itu akhirnya yang diterima, termasuk Kusno Wibowo waktu itu juga

bisa menerima. Dan memang sejarah juga begitu jalannya. Bahwa ada disebut orang,

umpamanya Soemarsono Pimpinan Pemuda, itu cuma ancer-ancer saja untuk

menguatkan kebenaran, bahwa Peristiwa itu memang terjadi, tapi bukan karena

Soemarsono itu yang segala-galanya. Sebab terjadinya sejarah itu semua juga

secara kolektif.

Oleh sebab itu pengertian menurut sosialisme-ilmu atau Marxis itu landasannya

kolektif. Menurut saya itulah pengertian pahlawan yang objektif. Lain kalau

menurut pandangan kapitalis atau pandangan individualis itu memang orang-orang

itu yang disebut pahlawan. Kalau pengertiannya begitu, itu bisa mengelirukan

Page 20: Proses Perjuangan Kemerdekaan di Surabaya - gelora45.comgelora45.com/news/Soemarsono_ProsesPerjuanganKemerdekaanDiSurabaya.pdf · Proses Perjuangan Kemerdekaan di Surabaya ... Republik

perjalanan sejarah, bisa mengelirukan peranan kolektif. Itulah antara lain ada

kalanya yang menimbulkan kultus individu - pemujaan pada perseorangan.

Itu menurut pendapat saya tidak perlu sebenarnya. Memang pemimpin musti ada.

Mana bisa tanpa pimpinan, ada ranglijst, ada nomor satu, nomor dua, tapi semuanya

itu sebenarnya harus dalam kesatuan kolektif. Begitu juga peranan saya, kalau

umpamanya tidak dibantu oleh teman-teman yang banyak begitu, tidak ada

peranannya apa-apa.

Sekarang ini juga saya kemukakan, bahwa pemimpin itu menurut pengalaman saya,

umur saya 81 tahun sekarang ini, pengalaman berjuang sejak berumur 18 tahun, saya

tidak pernah merasa diri saya itu lebih daripada teman-teman yang lain. Jadi kalau

ada semacam orang, memang ada kalanya orang itu, di antara kita juga banyak yang

menyombongkan diri, kalau orang Belanda bilang:

haantje de voorste, semacam jagoanlah. Artinya, kalau nomor satu dialah orangnya.

Orang yang kayak begitu itu ada. Tetapi kalau menurut saya itu subjektif. Dilihat

secara objektif, sebenarnya perbedaan itu kuantitatif saja.

Yang benar yaitu kolektif itu, peranan bersama, lalu bisa menjadi kekuatan ya

karena kolektif itu. Saya memang ambil peranan di Surabaya, sebagai Ketua Pemuda

Republik Indonesia di Surabaya waktu itu. Tetapi dalam melaksanakan peranan yang

saya alami kuwalahan juga, sering itu nggak bisa tidur, seperti bingung juga. Tetapi

karena ada organisasi, bisa dibantu oleh organisasi. Sebab kalau sudah perorangan

begitu akhirnya bisa menjadi masalah diktator, atau sentralisme yang berlebih,

atau “haantje de voorste” - sok paling jagoan sendiri itu.

Dan menurut saya kalau dalam organisasi pemimpinnya “haantje de voorste”,

sentralisme yang berlebih, saya pikir organisasinya tidak akan kuat, nantinya ada

saja sandungan. Yang benar yaitu: dari bawah, ke kolektif, lalu bergerak bersama.

Peranan Badan Kongres Pemuda Republik Indonesia – BKPRI

Setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus ’45, di berbagai daerah timbul

organisasi-organisasi pemuda revolusioner yang semula masing-masing terpisah dan

tidak ada koordinasi. Atas imbauan dari Angkatan Pemuda Indonesia Jakarta, maka

pada tanggal 10 November 1945, bersamaan waktu dengan rame-ramenya

pertempuran di Surabaya, berlangsunglah Kongres Pemuda Seluruh Indonesia yang

pertama di Yogyakarta, yang dihadiri oleh wakil-wakil organisasi-organisasi pemuda

yang sudah ada pada masa itu. Delegasi dari berbagai daerah kepulauan, dari

Sumatra, dari Kalimantan, Sulawesi semua bisa datang. Kongres membicarakan

Page 21: Proses Perjuangan Kemerdekaan di Surabaya - gelora45.comgelora45.com/news/Soemarsono_ProsesPerjuanganKemerdekaanDiSurabaya.pdf · Proses Perjuangan Kemerdekaan di Surabaya ... Republik

masalah-masalah apa yang harus dikerjakan oleh pemuda.

Peranan Kongres ini sangat besar dalam sejarah berdirinya Republik Indonesia,

karena Kongres ini yang doorslaggevend – menentukan. Kongres yang menghimpun

dan menyatukan kekuatan rakyat dan pemuda dalam mempertahankan dan

mengkonsolidasi Republik Indonesia. Jadi bukan seperti yang sering diuar-uarkan,

seolah-olah Maklumat X Hatta tentang peranan berdirinya partai-partai itu yang

menentukan pengkonsolidasian kekuatan Republik Indonesia. Dengan maksud untuk

ikut serta dalam kongres saya berangkat dari Surabaya dan sudah sampai di Yogya

pada tanggal 9 November 1945 malam hari. Tetapi sebelum mendaftarkan diri ke

panitia kongres, karena mendengar keadaan genting, saya kembali ke Surabaya

bersama Widarta dan yang lain termasuk seorang sopir. Widarta dan saya tidak

jadi menghadiri Kongres Pemuda yang direncanakan itu dan sampai kembali di

Surabaya pagi hari sebelum terjadi pemboman 10 November 1945. Sementara itu

ketika Kongres Pemuda sedang berlangsung terjadi suatu peristiwa yang

menggemparkan dan sekaligus mengharukan.

Saudara Muntalib sebagai wakil PRI dan wakil ketua delegasi dari Jawa Timur naik

ke mimbar dan memerintahkan delegasi Jawatimur pulang ke front Surabaya.

Saudara Muntalib kemudian gugur dalam pertempuran di Surabaya. Markas kami

ketika itu di Pacarkeling, markas PRI sebelumnya di Hotel Simpang. Tiap pagi saya

keluar dari tempat tersebut bersama Bambang Kaslan dan Supardi sesuai dengan

situasi pertempuran Oktober 1945.

Walaupun saya tidak hadir, tetapi saya dipilih oleh Kongres Pemuda menjadi salah

seorang pimpinan Badan Kongres. Kongres Pemuda Seluruh Indonesia yang pertama

10 Nopember ‘45 di Yogya itu mengambil keputusan: Organisasi-organisasi pemuda

yang ada di daerah-daerah yang seazas setujuan, seperti umpamanya API -

Angkatan Pemuda Indonesia - Jakarta, di bawah pimpinan Wikana, Aidit; Pemuda

Republik Indonesia Surabaya, PRI, di bawah pimpinan saya, Soemarsono; lalu AMRI

di Semarang - Angkatan Muda Republik Indonesia, itu di bawah pimpinan Soekarno,

lalu di Yogya Gerpri - Gerakan Pemuda Republik Indonesia - dan lain-lain organisasi

yang seazas setujuan itu berkumpul menjadi satu, mengadakan fusi atau lebur

menjadi satu organisasi dengan memakai nama Pemuda Sosialis Indonesia, disingkat

Pesindo. Itu jadi satu organisasi baru, lebur. Sebagai Ketua Pesindo waktu itu

dipilih Krissubanu. Organisasi-organisasi pemuda yang lain, walaupun tidak berfusi

menjadi Pesindo, tidak seazas setujuan, tidak mau lebur bersatu dengan Pesindo ini

tetap menggalang persatuan dengan Pesindo.

Page 22: Proses Perjuangan Kemerdekaan di Surabaya - gelora45.comgelora45.com/news/Soemarsono_ProsesPerjuanganKemerdekaanDiSurabaya.pdf · Proses Perjuangan Kemerdekaan di Surabaya ... Republik

Organisasi pemuda seperti Ikatan Pelajar Indonesia - IPI, Angkatan Muda Kereta

Api Indonesia, Angkatan Muda Guru Republik lndonesia, Pemuda Puteri Indonesia -

PPI, Gerakan Pemuda Islam Indonesia - GPII, Kebaktian Rakyat Indonesia

Sulawesi – KRIS - dan lain-lainnya, bersama Pesindo, organisasi pemuda yang baru

saja terbentuk itu, mengambil keputusan mengadakan persatuan nasional bukan

dalam bentuk fusi, tetapi dengan bentuk federasi, sehingga seluruhnya ada 17

organisasi pemuda bersatu dalam satu federasi. Dalam federasi, artinya organisasi

itu masing-masing berdiri sendiri, tapi mengadakan persatuan pimpinan. Yang

menjadi badan pimpinannya waktu itu yalah Dewan Pimpinan Badan Kongres Pemuda

Republik Indonesia – Dewan Pimpinan BKPRI. Lalu dibentuk badan eksekutifnya yang

diberi nama Badan Pekerja Badan Kongres Pemuda Republik Indonesia atau

disingkat - Badan Pekerja BKPRI, sebagai organ pelaksana program perjuangan dan

program pembangunan dan mengadakan persatuan. Ha, bentuk persatuan ini yang

menyerupai Front Nasional.

Jadi organisasi-organisasi pemuda yang waktu itu besar peranannya ada tujuhbelas

organisasi, bersatu dalam persatuan federatif di bawah satu pimpinan yang dipilih

oleh mereka. Di atas badan eksekutif ini ada legislatifnya yang merupakan

perwakilan organisasi-organisasi tersebut, dipimpin oleh Chaerul Saleh waktu itu,

Supeno dari Pesindo, dari IPPI Tatang Mahmud, dari GPII yang diwakili oleh

Boechori.

Lalu Badan Pekerja Urusan Pembangunan itu diserahkan pimpinannya kepada Wikana,

sedangkan Badan Pekerja Urusan Perjuangan pimpinannya diserahkan kepada saya,

Soemarsono, yang melakukan kepemimpinan eksekutif membentuk Dewan Pimpinan

Pemuda di daerah-daerah.

Dengan dibentuknya BKPRI ini, maka terwujutlah Front Persatuan Nasional dari

organisasi-organisasi yang mempunyai pengaruh besar di kalangan pemuda yang

bersatu dalam satu kepemimpinan perjuangan.

Lalu dengan BKPRI ini kita bergerak. Untuk apa? Ya, waktu itu saya sebagai Ketua

Badan Pekerja Urusan Perjuangan BKPRI bertugas terutama untuk menggerakkan

pemuda-pemuda menghadapi usaha Belanda mengagresi dan menjajah kembali

Indonesia. Karena BKPRI berpusat di Madiun akhirnya saya juga ikut pindah ke

Madiun.