8/08/2001 12:40 wib - gelora45.comgelora45.com/news/mistericia_seputarg30s.pdfadakah yang janggal...
TRANSCRIPT
8/08/2001 12:40 WIB
Misteri CIA di Seputar G30S (1)
Soekarno Diduga Tahu Penculikan
Penulis : Rita Uli Hutapea
detikcom - Jakarta, Dua pekan lalu, publik Indonesia dikejutkan dengan kabar
ditariknya dokumen rahasia tentang kiprah pemerintahan AS pada saat terjadinya
Gerakan 30 September 1965 (G 30S). Padahal, baru beberapa hari sebelumnya,
dokumen itu dibuka menyusul dilantiknya Megawati Soekarnoputri, putri mantan
Presiden Soekarno, menjadi presiden RI ke-5. Menariknya, penarikan dokumen
tersebut terjadi bukan karena protes. Sejak dibuka diam-diam, tak satu pun pihak
yang menyatakan keberatan atas isi dokumen.
Ini jelas suatu keanehan. Adakah yang janggal dalam peristiwa itu? Siapa saja yang
sebenarnya terlibat versi CIA dalam tragedi tersebut? Meski sudah ditarik, tak
urung beberapa copy dokumen tersebut telah beredar. Berikut beberapa bagian
dari dokumen tersebut, khususnya yang menjelaskan apa yang terjadi di elite
politik RI dalam kurun waktu Oktober 1965-Maret 1966.
Di poin pertama pada bab yang berjudul, "Kudeta dan Reaksi Perlawanan : Oktober
1965 - Maret 1966," begitu terjadi operasi penculikan para jenderal, CIA langsung
mencurigai keterlibatan Soekarno. Namun tak dijelaskan apa yang mendasari
kecurigaan tersebut. Berikut teks dokumen CIA yang ditujukan kepada Presiden
AS Lyndon Johnson. Menariknya, memorandum tersebut dikirim 1 Oktober 1965
pukul 07.20 AM waktu Washington DC, atau hanya selisih beberapa jam dari
peristiwa pembunuhan para jenderal.
Memorandum untuk Presiden Johnson Washington, 1 Oktober 1965, 7:20 pagi
(Berikut teks laporan situasi oleh CIA) Sebuah gerakan kekuatan yang mungkin
telah menyebabkan implikasi yang jauh sedang terjadi di Jakarta. Kelompok yang
menamakan dirinya "Gerakan 30 September" mengklaim telah mencegah "kudeta
jenderal' di Indonesia.
Sejumlah jenderal dan politisi telah ditangkap, dan rumah kediaman Menteri
Pertahanan Jenderal Nasution dan Panglima ABRI Jenderal Yani berada di bawah
pengawasan tentara. Keputusan yang dikeluarkan oleh Letkol. Untung, Komandan
Pasukan Pengawal Presiden (Cakrabirawa-red) menyatakan bahwa pemerintahan
akan diatur oleh Dewan Revolusi Indonesia. Menurut keputusan tersebut, dewan
akan meneruskan kebijakan pemerintah yang sudah ada dan keanggotaan dewan
akan segera diumumkan. Belum ada keterangan mengenai peran aktif Presiden
Soekarno. Radio pemerintah RRI adalah yang pertama kali mengumumkan bahwa
Gerakan 30 September diorganisir untuk "menyelamatkan Presiden Soekarno yang
kesehatannya mengkhawatirkan."
Gerakan 30 September kemudian menyatakan bahwa Soekarno aman dan "terus
menjalankan kepemimpinan bangsa." Kelompok Gerakan 30 September mengklaim
rencana kudeta oleh para Jenderal bersumber dari Amerika. Jaringan telepon
eksternal di Kedutaan AS sempat terputus 3 jam sebelum RRI mengumumkan
bahwa "kudeta" telah digagalkan. Aparat tentara ditempatkan di Kedutaan AS.
Tujuan yang ingin segera dicapai oleh Gerakan 30 September tampaknya adalah
untuk menyingkirkan setiap peran politik oleh elemen-elemen ABRI yang
anti-komunis dan perubahan dalam kepemimpinan ABRI. Tindakan terhadap
elemen ABRI serupa tampaknya juga direncakan di luar Jakarta. Masalah ini bisa
saja digunakan untuk membentuk aktivitas baru yang anti-Amerika.
Tampaknya mungkin saja Soekarno tahu sejak awal gerakan ini dan tujuannya.
Namun langkah terpenting menyangkut timing dan detil rencana tampaknya
dipegang oleh Wakil I Perdana Menteri Subandrio dan pemimpin komunis yang
dekat dengan Soekarno.
8/08/2001 13:20 WIB
Misteri CIA di Seputar G 30S (2)
ABRI Salip Soekarno, 5 Oktober
Penulis : Rita Uli Hutapea
detikcom - Jakarta, Masa-masa antara 1-5 Oktober 1965 adalah saat yang genting.
Bagaimana mengantisipasi G 30S dan siapa dalang gerakan itu masih menjadi
spekulasi. Kedubes AS sempat panik dan ingin mengevakuasi warga AS yang di
Indonesia, namun upaya itu dicegah setelah mendapat saran seorang jenderal ABRI.
Yang menarik, CIA pun segera menganalisa lebih jauh apakah Presiden Soekarno
tahu persis gerakan itu? Kesimpulannya, ada 2 spekulasi.
Soekarno tahu persis geralan itu dan mencoba memancing reaksi, kedua, Soekarno
tak tahu menahu karena ia dibodohi pelaku G 30S. Sementara itu, di tengah situasi
itu, ABRI bergerak cepat. CIA mensinyalir ABRI sengaja akan mempergunakan
momentum pemakaman 6 jenderal sebagai wahana meraih simpati masyarakat.
Sekaligus, mereka akan menenggelamkan kharisma Soekarno.
Berikut memorandum yang menyebutkan hal tersebut.
Memorandum dari Direktur Wilayah Timur Jauh (Blouin) kepada Asisten Menteri
Pertahanan untuk Urusan Keamanan Internasional (McNaughton) Washington, 4
Oktober 1965 Masalah: Situasi di Indonesia.
Situasi di Indonesia tengah dilanda keresahan dan Presiden Soekarno tampaknya
berupaya keras untuk mempertahankan kesatuan nasional di tengah-tengah
meningkatnya perseteruan antara ABRI dan kelompok-kelompok yang mendukung
Gerakan 30 September. Tubuh para pejabat militer yang ditembak pada awal usaha
kudeta 30 September lalu telah ditemukan. Ada laporan telah terjadi tindak
'kebrutalan' pada tubuh mereka, dan ABRI dengan bermodalkan pada insiden ini
ingin mencari dukungan publik atas posisinya. Akan tetapi, Soekarno telah
mengisyaratkan bahwa dirinya belum siap bergerak melawan PKI, Angkatan Udara,
Subandrio atau elemen-elemen lainnya yang mungkin terlibat dalam perebutan
kekuasaan 30 September. Ada
laporan yang mengindikasikan bahwa Soekarno berada di tangan Angkatan Udara
sampai hari Minggu dan tidak tahu situasi yang sebenarnya. Laporan lainnya
menyebutkan bahwa Soekarno kini sangat menyadari apa yang telah terjadi dan
tahu siapa yang jadi dalangnya. ABRI telah melarang koran PKI - Harian Rakyat --
terbit namun belum bertindak apapun terhadap markas PKI. Jenderal Seoharto,
yang tampaknya memiliki kontrol yang kuat terhadap situasi militer di dalam dan
sekitar Jakarta, pergi ke RRI hari ini, dengan pidatonya yang berapi-api ia
mengutuk Angkatan Udara atas perannya dalam kudeta dan upayanya mencari
dukungan publik dengan menyebut-nyebut soal tindakan brutal terhadap pada
jenderalnya. Ini merupakan indikasi pertama yang kita dapat bahwa ABRI mungkin
saja bersedia mengikuti kebijakan Soekarno yang coba membelokkan
peristiwa-peristiwa yang terjadi belakangan ini.
Evakuasi Warga Amerika Sejauh ini belum ada satupun keberangkatan warga AS
dari Jakarta via pesawat terbang komersial, meski pihak Kedutaan memperkirakan
bahwa itu mungkin baru dimulai hari ini. Seorang pejabat tinggi Indonesia
(Jenderal Rubiono) mengatakan kepada Kedutaan AS, tidaklah bijak mengevakuasi
warga Amerika pada saat ini karena hal itu akan menunjukkan kurangnya
kepercayaan pada kemampuan ABRI untuk mengatasi situasi. Sebaliknya, ada
laporan bahwa Letkol Untung tengah berada di Jawa Tengah dan sedang mengatur
beberapa batalyon untuk kembali melakukan aksi terhadap ABRI dan pemimpin
PKI Aidit kini sedang bersembunyi.
Estimasi Situasi Ada beberapa penilaian dari terjadinya peristiwa belakangan ini,
yang semuanya didukung oleh beberapa informasi yang, kadang kala bertentangan.
Namun ada 2 hal utama, yakni:
1. Soekarno mengetahui sesungguhnya apa sedang terjadi sejak awal dan bersikap
menunggu sampai ia bisa melihat siapa yang akan muncul paling depan (diduga
ia mengharapkan kudeta trio Untung-Subandrio-Dani akan berhasil dan
Panglima ABRI tak lagi menjadi ancaman terhadap kebijakannya yang
pro-Peking).
2. Soekarno telah dibodohi untuk percaya bahwa kudeta Untung Cs dilakukan
untuk menyelamatkan dirinya dari sebuah kudeta oleh ABRI yang disponsori AS,
dan kini ia mulai percaya bahwa Angkatan Udara PKI terlibat dalam upaya
menyingkirkan lawan kuat mereka satu-satunya, ABRI.
Jika perkiraan (1) di atas benar, maka Soekarno akan melakukan apa saja untuk
mencegah ABRI menghancurkan Angkatan Udara dan PKI, dan ia akan
melanjutkan kebijakan terdahulunya yang menerapkan hubungan dekat dengan
Peking dan PKI, yang akan merugikan kita.
Ia telah melakukan beberapa upaya untuk mengesankan bahwa insiden ini
semata-mata merupakan pertikaian antar lembaga.
Jika kita anggap estimasi (2) tersebut benar, maka ABRI akan diberikan otoritas
lebih dan orang-orang seperti Subandrio, Dani dan Untung akan keluar. Tapi,
Soekarno mungkin takut bila ia membiarkan ABRI mengambil tindakan terlalu
cepat terhadap Gerakan 30 September, dan khususnya terhadap PKI, perang sipil
akan meluas dan memecah belah negara, akibatnya pulau-pulau tertentu rentan
terhadap penetrasi asing.
Dengan bergerak perlahan dan berupaya menunjukkan kesatuan nasional, ia
mungkin bisa mencegah disintegrasi bangsa dan tetap mengatur elemen-elemen
yang coba menggulingkan pemerintah. Saya cenderung untuk mengira bahwa
Soekarno tahu, setidaknya sebagian, apa yang terjadi sejak awal dan ia sekarang
berusaha untuk bersikap sewajarnya, menjaga prestise dirinya tetap utuh.
Pertanyaannya adalah, apakah ABRI yang telah menunjukkan kekuatan dan
kesatuannya, akan mengizinkan Soekarno menjalankan kontrol pemerintah yang
dulu diterapkannya. Dalam berbagai peristiwa, citra Soekarno telah memudar. Dua
hari mendatang kita akan bisa tahu banyak.
Jika ABRI menjadikan peringatan Hari ABRI (5 Oktober) sebagai prosesi besar
pemakaman para jenderalnya, maka momentum itu bisa menempatkan ABRI
dalam posisi terdepan dan bukannya Soekarno. Akan tetapi, kita tak bisa
mengesampingkan kekuatan Soekarno memanipulasi situasi dengan cara apapun
yang ia inginkan, yang baik atau yang buruk. Mungkin sekarang tak ada orang lain
di Indonesia yang bisa menjaga keutuhan bangsa, dan ABRI mungkin menganggap
faktor ini lebih penting daripada melakukan tindak pembalasan terhadap Angkatan
Udara dan PKI.
E.J. Blouin
Direktur Wilayah Timur Jauh
8/08/2001 14:40 WIB
Misteri CIA di Seputar G 30S (3)
Kedubes Minta AS Dukung ABRI
Penulis : Rita Uli Hutapea
detikcom - Jakarta, Kedubes AS di Indonesia, merekomendasikan pemerintah AS
untuk membantu segala langkah ABRI mengatasi G 30S. Karena inilah saat yang
tepat untuk mengenyahkan komunisme dari Indonesia. Namun bantuan harus
secara diam-diam. Berikut dokumen yang mengungkapkan hal itu.
Telegram dari Kedutaan AS di Indonesia kepada Deplu AS Jakarta, 5 Oktober 1965
No.868
1. Berbagai peristiwa selama beberapa hari terakhir telah menyebabkan PKI dan
elemen-elemen pro-Komunis bersikap defensif dan mereka mungkin akan
memicu ABRI untuk pada akhirnya bersikap efektif terhadap Komunis.
2. Pada waktu yang bersamaan kami menyaksikan hal yang tampaknya seperti
pengalihan kekuasaan dari tangan Soekarno ke seseorang atau beberapa
orang yang identitasnya belum diketahui, yang mungkin mendatangkan
perubahan kebijakan nasional.
3. Sekarang, kunci persoalan kita adalah apakah kita bisa membentuk
perkembangan ini agar menguntungkan kita.
4. Beberapa panduan berikut mungkin bisa memberikan sebagian jawaban atas
bagaimana sikap kita seharusnya:
A. Hindari keterlibatan yang terang-terangan karena seiring berkembangnya
perebutan kekuasaan.
B. Akan tetapi, secara tersembunyi, sampaikan dengan jelas kepada
tokoh-tokoh kunci di ABRI seperti Nasution dan Soeharto tentang keinginan
kita membantu apa yang kita bisa, sementara di saat bersamaan sampaikan
kepada mereka asumsi kita bahwa kita sebaiknya menjaga agar setiap
bentuk keterlibatan atau campur tangan kita tidak terlihat.
C. Pertahankan dan jika mungkin perluas kontak kita dengan militer.
D. Hindari langkah-langkah yang bisa diartikan sebagai tanda
ketidakpercayaan terhadap ABRI (contohnya memindahkan warga kita atau
mengurangai staf).
E. Sebarkan berita mengenai kesalahan PKI, pengkhianatan dan kebrutalannya
(prioritas ini mungkin paling membutuhkan bantuan kita segera, yang dapat
kita berikan kepada ABRI jika kita bisa menemukan jalan untuk
melakukannya tanpa diketahui bahwa hal ini merupakan usaha AS).
F. Dukung seluruh masukan informasi dan sarana-sarana lainnya yang ada
untuk bisa menyatukan ABRI.
G. G. Ingatlah selalu bahwa Moskow dan Peking adalah akar konflik
menyangkut Indonesia, dan bahwa Uni Soviet mungkin akan lebih sejalan
pemikirannya dengan kita dibanding saat ini. Ini akan menjadi subyek pada
pertemuan Country Team kita mendatang dan mungkin kita bisa
memberikan rekomendasi untuk mengeksploitir fenomena ini.
H. Untuk sementara waktu, terus dan pertahankan sikap low profile.
5. Kami akan memberikan rekomendasi selanjutnya karena tampaknya hal-hal
inilah yang paling sesuai untuk situasi yang tidak diragukan lagi akan
berkembang cepat atau setidaknya belum pasti ini.
Green Duta Besar AS untuk Indonesia
8/08/2001 16:0 WIB
Misteri CIA di Seputar G 30S (4)
Washington Setuju Bantu ABRI
Penulis : Rita Uli Hutapea
detikcom - Jakarta, Permintaan Kedubes AS agar AS membantu ABRI (sekarang
TNI) menumpas G 30S disanggupi pemerintah AS di Washington. Dalam rapat
kabinet, AS mensinyalir G 30S adalah upaya Soekarno untuk mengukuhkan
kekuasaannya. Namun dipesankan, agar bantuan dilakukan jika diminta. Surat
balasan pemerintah AS melalui Departemen Luar Negeri tersebut tertanggal 6
Oktober 1965, selang dua hari dari surat yang dikirimkan oleh Kedubes AS.
Berikut isi surat tersebut.
Telegram dari Deplu AS ke Kedutaan AS di Indonesia Washington, 6 Oktober 1965,
7.39 malam No. 400 (jawaban atas telegram no. 868)
1. Berdasarkan laporan pertemuan Kabinet 6 Oktober yang baru diterima via FBIS,
jelas bahwa Soekarno berupaya membangun kembali status quo dengan
mencuatkan hantu imperialisme pengeksploitasi perbedaan-perbedaan
Indonesia dan menahan tindakan balas dendam ABRI terhadap PKI dengan
alasan untuk mempertahankan kesatuan nasional.
2. Seperti yang telah Anda sampaikan, pertanyaan utama adalah apakah ABRI
bisa mempertahankan momentum sikap ofensifnya terhadap PKI di hadapan
manipulasi politik yang dilakukan Soekarno.
3. Soekarno, Subandrio, dan para simpatisan PKI di Kabinet akan waspada
terhadap setiap bukti yang menguatkan dugaan mereka bahwa NEKOLIM akan
berusaha mengeksploitir situasi. Kami yakin pentingnya kita tidak memberikan
kesempatan bagi Soekarno dan sekutunya untuk menyatakan bahwa mereka
akan diserang NEKOLIM dan bahwa kita tidak memberikan Subandrio dan PKI
bukti-bukti bahwa pemerintah AS mendukung ABRI untuk melawan mereka.
4. ABRI tampak jelas tidak membutuhkan bantuan materi dari kita pada poin ini.
Selama bertahun-tahun hubungan inter-service dikembangkan lewat program
latihan, program aksi sipil dan MILTAG, begitu pula dengan jaminan reguler
terhadap Nasution, harus diingat jelas dalam benak para pemimpin ABRI bahwa
AS mendukung mereka jika mereka membutuhkan bantuan. Menyangkut
paragraf 4b dan c (dalam telegram bernomor. 868), kita harus mengadakan
kontak yang esktra hati-hati dengan ABRI dengan tidak mengurangi maksud
baik kita untuk menawarkan bantuan kepada mereka. Mengingat kondisi
emosional Nasution saat ini ada baiknya Anda menghindari kontak langsung
dengannya kecuali kalau ia yang memulai.
5. Kami bermaksud dan sedang melaksanakan program informasi dan VOA (Voice
of America) berdasarkan sumber-sumber Indonesia dan pernyataan resmi dari
pemerintah tanpa memasukkan opini kita. Setidaknya dalam kondisi saat ini,
kita yakin bahwa berlimpahnya bahan informasi yang menyalahkan PKI atas
perannya terhadap kebrutalan 30 September bisa diperoleh dari RRI dan media
Indonesia.
6. Menyangkut paragraf 4d, kami setuju bahwa evakuasi warga yang terburu-buru
tidak diperlukan saat ini.
7. Kami menanti rekomendasi selanjutnya dari Kedutaan tentang bagaimana
langkah kita selanjutnya.
Ball Pejabat Menteri Luar Negeri AS
8/08/2001 16:40 WIB
Misteri CIA di Seputar G 30S (5)
CIA Sebut Soeharto Oportunis
Penulis : Rita Uli Hutapea
detikcom - Jakarta, CIA serius memantau perkembangan Indonesia pasca G 30S.
Gerak cepat Pangkostrad Mayjen Soeharto juga diamati. CIA mencatat jenderal
satu ini punya kecenderungan politik dan merupakan jenderal oportunis. Satu hal
dari sikap Soeharto tersebut terlihat dari penolakannya terhadap sosok Mayjen
Pranoto Reksosamudro. Semula Presiden Soekarno mengangkat Pranoto sebagai
pemimpin sementara ABRI dimaksudkan untuk menjadi penengah. Pranoto
diharap mampu melindungi sayap kiri yang pada kondisi itu sedang terpojok.
Namun, Soeharto mengacuhkan Pranoto. Ia tidak suka. Lebih jauh, Soeharto
bahkan berani mengarahkan moncong senjata ke arah Istana dan menuduh PKI
serta AU terlibat G 30S. Berikut dokumen CIA yang menyebut analisa tersebut.
Memorandum CIA (Central Intelligence Agency) Washington, 6 Oktober 1965 OCI
No. 2330/65 Perubahan di Indonesia
Ringkasan ABRI yang baru mengalami apa yang tampaknya merupakan kudeta
sayap kiri pada 1 Oktober (30 September WIB), untuk sementara waktu memegang
kontrol penuh atas Indonesia. ABRI -- sekarang TNI -- akan menggunakan
kesempatan untuk mengambil langkah tegas terhadap Partai Komunis Indonesia
(PKI) dan elemen-elemen yang terkait dengannya. Namun ABRI masih ragu untuk
mengambil tindakan ini tanpa persetujuan Presiden Soekarno. Soekarno, yang
mementingkan kesatuan nasional dan mungkin mengkhawatirkan meningkatnya
kekuatan ABRI, menganggap bahwa situasi saat ini adalah masalah politik yang
membutuhkan penyelesaian politik dan ia berharap untuk menyelesaikannya
sendiri. Ia tampaknya berupaya untuk berkonsiliasi dengan sayap kiri dan
mengembalikan PKI ke posisi politik yang sempat mereka duduki sebelum peristiwa
1 Oktober.
Pada 1 Oktober sebuah kelompok yang menamakan dirinya "Gerakan 30
September" menculik enam jenderal ABRI, termasuk Panglima ABRI Jenderal
Ahmad Yani, dan kemudian membunuhi mereka. Gerakan ini dipimpin oleh Letkol.
Untung, komandan batalyon dalam pasukan pengawal Presiden Soekarno,
Cakrabirawa. Gerakan ini tampaknya juga didukung oleh beberapa elemen
Angkatan Udara dan yang pada awalnya secara terbuka didukung oleh Kepala Staf
Angkatan Udara Omar Dani.
Juga terlibat elemen ABRI yang pro-komunis dari Jawa Tengah dan anggota
Pemuda Rakyat - organisasi pemuda PKI yang merupakan barisan tentara khusus
PKI, dan GERWANI - barisan wanita Komunis. Sebuah pesan yang dibacakan lewat
Radio Jakarta pada 1 Oktober (pagi) menyatakan bahwa tindakan Untung
didukung oleh tentara kesatuan lain dari ABRI dan bahwa "Gerakan 30 September"
dilakukan untuk mencegah kudeta "jenderal" yang disponsori AS.
Pesan tersebut menyatakan bahwa Presiden Soekarno dan target lainnya dari
"kudeta jenderal" kini berada di bawah perlindungan Gerakan. Tak lama sesudah
itu 45 anggota "Dewan Revolusi" sayap kiri diumumkan. Hampir setengah dari
anggota Dewan terdiri dari pejabat-pejabat pemerintah, beberapa dari mereka
adalah pejabat tinggi dan tak ada satupun yang bersikap anti-komunis.
Pada 1 Oktober malam, Jenderal Suharto, Panglima KOSTRAD menginformasikan
kepada seluruh jajaran militer tentang absennya Jenderal Yani yang telah diculik,
ia lantas mengambil alih tampuk kepemimpinan ABRI. Ia melakukan hal ini dengan
pengertian dan kerja sama Angkatan Laut untuk menghancurkan "Gerakan 30
September". Dua jam kemudian RRI mengumumkan bahwa ABRI telah menguasai
situasi, dan polisi telah bergabung dengan ABRI dan Angkatan Laut untuk
menghancurkan 'gerakan revolusi', dan bahwa Presiden Soekarno serta Menteri
Pertahanan Jenderal Nasution (yang menjadi target kelompok Untung) selamat.
Pada 1 Oktober malam, Letkol Untung tampaknya telah melarikan diri ke Jawa
Tengah dengan harapan menjalin kekuatan dengan elemen pro-Komunis di
propinsi itu. Siaran berulang-ulang tentang seruan Presiden Soekarno untuk
pemulihan ketertiban dan kuatnya orang-orang yang pro-Soekarno, pro-ABRI dari
Jenderal Sabur - atasan Untung di pasukan Cakrabirawa dan Jenderal
Suryosumpeno - pimpinan ABRI di Jawa Tengah, tampaknya telah menciutkan
jumlah para pengikut Untung. Namun laporan tentang berapa jumlah pendukung
Untung bervariasi. Ada yang menyebut sekitar 110 tentara sampai beberapa
batalyon.
Pada 4 Oktober, Kepala Staf Angkatan Udara Omar Dani yang oleh Presiden
Soekarno telah dinyatakan tidak bersalah dalam Gerakan 30 September,
menyatakan dirinya tidak terkait dengan gerakan. Dalam siaran khususnya, ia
berterima kasih kepada Soekarno atas kepercayaannya pada Angkatan Udara dan
menegaskan tindakan tegas akan diambil terhadap setiap personil Angkatan Udara
yang terlibat dalam gerakan. Sementara itu, Presiden Soekarno melakukan
manuver untuk memastikan kontrolnya atas situasi. Pada 2 Oktober, ia memanggil
semua pimpinan militer dan Wakil Perdana Menteri II Leimena untuk mengadakan
rapat guna menyelesaikan insiden 30 September segera.
(Wakil PM Subandrio berada di Sumatra Utara namun segera pulang dan berada di
Bogor bersama Soekarno; Wakil PM III Chaerul Saleh tengah dalam perjalanan
pulang ke Indonesia dari Cina). Kemudian Soekarno menyiarkan ke seluruh bangsa
bahwa dirinya secara pribadi masih memegang tampuk kepemimpinan ABRI, dan
menunjuk Jenderal Pranoto, kepala administrasi ABRI dan Jenderal Soeharto
untuk menjalankan pemulihan keamanan. Berdasarkan siaran oleh Komando
Operasi Tinggi (KOTI) pada 3 Oktober terungkap bahwa Pranoto hanya sebagai
'pembantu presiden'. Soeharto, yang lama dikenal sebagai seorang politikus dan
mungkin saja oportunis, muncul pada situasi ini sebagai pemimpin militer yang
tangguh dan tampaknya amat anti-Komunis.
Sebaliknya, Pranoto, tidak dekat dengan para pejabat yang merindukan
kepemimpinan Yani dan Nasution dan jelas tidak disukai oleh Soeharto dan
koleganya. Soekarno menyatakan dirinya menunjuk Pranoto pada saat krisis ini
adalah sebagai cara konsiliasi dan melindungi sayap kiri, dan tampaknya ia juga
sengaja melakukan hal ini untuk mencegah perpecahan di kalangan ABRI.
Kedutaan AS di Jakarta telah mengkonfimasikan laporan bahwa pasukan pengawal
istana dari Soekarno dan tentara Angkatan Udara melindungi Soekarno dan Omar
Dani di Bogor.
Dilaporkan pula, tentara Soeharto telah mengarahkan senjatanya ke arah istana.
Pihak Kedutaan AS kini percaya bahwa tentara Soeharto memiliki akses ke
Soekarno namun mereka tidak menguasainya. Soekarno menolak saran dari ABRI
untuk mengambil langkah tegas terhadap para pemimpin "Gerakan 30 September"
dan PKI.
Pada 4 Oktober, ia menyatakan kepada para jenderal ABRI bahwa situasi ini pada
dasarnya melibatkan isu politik, sehingga ketenangan dan ketertiban diperlukan
untuk solusinya, dan bahwa para jenderal harus membiarkan penyelesaian politik
pada dirinya. Para jenderal yang awalnya puas dengan adanya harapan untuk
menghancurkan komunis, namun tampak kecewa setelah pertemuan mereka
dengan Soekarno. Tampaknya, beberapa jam sebelum pertemuan 4 Oktober antara
Soekarno dengan para jenderal ini, Soeharto mengeluarkan pernyataan publik yang
tidak biasanya, yang mengimplikasikan keraguan dan kritik terhadap presiden dan
menuduh Angkatan Udara dan PKI terlibat dalam "Gerakan 30 September". Ia
menyebutkan jenazah telah ditemukan di dalam sebuah sumur di lingkungan
markas besar Angkatan Udara Halim di Jakarta. Ia menyatakan bahwa daerah
dekat sumur itu telah digunakan sebagai pusat latihan angkatan udara untuk para
sukarelawan dari Pemuda Rakyat (organisasi pemuda komunis) dan GERWANI
(organisasi perempuan komunis).
Berdasarkan fakta ini, menurut Soeharto, mungkin saja benar pernyataan Presiden,
Panglima Tertinggi, Pemimpin Besar Revolusi, bahwa angkatan udara tidak terlibat
dalam masalah ini. Namun tidaklah mungkin bila tidak ada kaitan dengan masalah
ini di antara elemen angkatan udara itu sendiri.
8/08/2001 17:47 WIB
Misteri CIA di Seputar G 30S (6)
Letkol Untung Hanyalah Alat
Penulis : Rita Uli Hutapea
detikcom - Jakarta, Analisis CIA menyebutkan, komandan G 30S Letkol Untung
Sutopo hanyalah alat belaka. Ia bukanlah dalang. Lantas siapa bosnya?
Soal ini CIA tak tahu. Bisa jadi pejabat ABRI yang korup atau faksi komunis yang
hendak memanfaatkan kesempatan. Cerita soal adanya faksi komunis ini sangat
mungkin. Menurut laporan, memang ada tentara komunis di dalam pasukan
Untung. Untung sendiri adalah muslim taat. Untung bergerak, setelah Soekarno
merestui penculikan para jenderal yang direncanakan PKI. Namun perlu dicatat,
Soekarno tak setuju dan tak mengira bila ada pembunuhan.
Berikut analisis CIA yang disampaikan 6 Oktober 1965.
Memorandum CIA (Central Intelligence Agency) Washington, 6 Oktober 1965 OCI
No. 2330/65 Jenderal Sabur dalam kapasitasnya sebagai Sekjen Komando Operasi
Tinggi (KOTI) menyiarkan tentang peringatan Soekarno pada 4 Oktober kepada
para jenderal dan panglima perang. Menurut Sabur, Soekarno telah
memerintahkan mereka yang hadir saat itu, dan termasuk seluruh warga Indonesia
untuk tidak saling berseteru satu sama lain karena akan "membahayakan
perjuangan kita dan melemahkan kekuatan kita".
Sabur menyatakan penyelesaian insiden 30 September akan ditangani langsung
secara pribadi dan secepatnya oleh Presiden. Ia mengutip ucapan Soekarno yang
memperingatkan para pimpinan militer untuk tidak masuk ke dalam perangkap
taktik (mungkin imperialis atau neokolonialis) untuk melemahkan kita dari dalam
sebelum nantinya menyerang kita. Menurut Sabur, Soekarno secara spesifik
memerintahkan para panglima perang untuk menyadari bahaya intrik-intrik dari
musuh kita, tetap waspada dan terus memperkuat kesatuan.
Soekarno juga mengatakan bahwa mereka yang menjadi korban "gerakan 30
September" adalah pahlawan revolusi dan ia mengajak semua berdoa untuk jiwa
mereka. PKI yang telah menyatakan dukungannya terhadap "Gerakan 30
September' melalui surat kabarnya Harian Rakyat, kini banyak berdiam diri.
Pimpinan PKI tampaknya sedang menyembunyikan diri. Menurut sebuah sumber
rahasia, kebijakan PKI kini adalah untuk menyangkal "Gerakan 30 September".
Anggota-anggota partai yang ketahuan mendukung pemberontakan itu akan
dianggap oleh PKI sebagai orang yang salah jalan. Banyak pertanyaan yang belum
terjawab mengenai "Gerakan 30 September". Kebanyakan soal seputar Soekarno.
Apakah Soekarno sebelumnya telah mengetahui "Gerakan 30 September" dan
tujuannya? Apakah benar ia sempat berada di bawah perlindungan anggota
gerakan atau apakah ia pergi (seperti yang telah diumumkannya) ke markas
Angkatan Udara Halim - markas Kepala Staf Angkatan Udara Omar Dani dan
mungkin juga markas gerakan 30 September - atas kemauannya sendiri pada 1
Oktober karena pikirnya ia memang sebaiknya berada dekat bandara?
Atau apakah kehadirannya di sana sebagai indikasi bahwa ia, seperti halnya
Angkatan Udara dan PKI secara terbuka dan terang-terangan mendukung gerakan?
Atau apakah ini bagian dari rencana melarikan diri, yang diatur oleh Jenderal
Sabur, untuk membawa Soekarno keluar Jakarta dan menuju Bogor? Apakah sakit
Soekarno selama malam menjelang Gerakan 30 September memotivasi terjadinya
insiden - meski sebelumnya ia memang sudah sakit tapi mungkin saja ini
sebenarnya bagian dari rencana?
Pertanyaan lain tersisa mengenai Letkol Untung dan pimpinan PKI. Banyak laporan
yang menyatakan atau menduga Untung semata-mata adalah korban; menurut
sebuah sumber, ia adalah penganut Islam yang taat, yang terjebak ke dalam
permainan korup para pejabat tinggi ABRI. Jika ia hanya alat dan tameng - dan ini
tampaknya benar - jadi siapa sesungguhnya dalangnya?
Atau apakah beberapa rencana oleh berbagai elemen menjadi bercampur dan
masing-masing rencana digunakan untuk membenarkan rencana lainnya? Ada
laporan yang bisa dipercaya bahwa PKI pada bulan Agustus telah membahas
sebuah contingency plans yang akan dijalankan bila Soekarno meninggal dalam
beberapa hari atau minggu mendatang.
Setidaknya ada satu laporan yang menyebutkan bahwa Soekarno menyetujui
penangkapan - oleh siapa penangkapan itu tidak diketahui - jenderal-jenderal yang
anti-komunis namun ia tidak mengetahui adanya rencana untuk membunuh
mereka. Jika ia tahu, pasti ia tak akan menyetujuinya. Sebuah sumber pejabat
tinggi ABRI (pernah menjadi dokter Soekarno dan tokoh kunci dalam komunikasi
ABRI), yang sering kali blak-blakan mengenai urusan internal, pada 3 Oktober
mengungkapkan bahwa di antara para pendukung Untung ada beberapa personil
Komunis yang bersenjata dan tidak mendapat informasi tentang rencana tersebut.
Pasukan Untung termasuk di antara mereka yang pergi ke rumah para jenderal
namun tidak jelas siapa yang melakukan penembakan - mengingat personil
Komunis yang tidak mendapat informasi itu juga bagian dari grup. Pandangan yang
paling mungkin tentang latar belakang insiden "Gerakan 30 September" adalah
bahwa Soekarno, Subandrio, dan mungkin pimpinan PKI yang dekat dengan
mereka telah mempertimbangkan soal penangkapan beberapa jenderal tertentu.
Soekarno dan Subandrio berulang kali di depan publik telah memperingatkan ABRI
agar para pimpinannya harus kooperatif dengan "revolusi" atau akan "ditinggalkan".
Berpijak dari hal ini, para personil milisi PKI baik yang di dalam maupun di luar
Angkatan Udara mungkin menggunakan hal itu untuk membenarkan tindakan
terhadap Untung. Pemuda milisi PKI menolak taktik damai yang didukung oleh
pimpinan tinggi PKI dan juga Soekarno.
Pemilihan waktu aksi mereka bisa jadi dipengaruhi oleh adanya laporan Soekarno
menderita sakit pada malam 30 September dan oleh adanya sebagian informasi
soal contingency plans PKI jika Soekarno meninggal. Para milisi yang spontan dan
mungkin tidak bisa berpikir jernih itu menganggap dengan kematian para jenderal
dan pembentukan pemerintah baru akan memaksa Soekarno dan seluruh rakyat
Indonesia untuk tunduk kepada mereka.
Meski "Harian Rakyat" terang-terangan mendukung gerakan namun tampaknya
Ketua PKI Aidit tak menyetujui pembunuhan para jenderal atau bahkan perubahan
pemerintah. Situasi Indonesia, baik di dalam maupun luar negeri tampak
menguntungkan bagi PKI dan mengingat Soekarno yang mungkin tak lama lagi
meninggal, tampaknya keadaan akan menjadi jauh lebih menguntungkan bagi PKI.
Namun motivasi Kepala Staf Angkatan Udara Omar Dani tetap tidak terjawab.
Melihat perlawanan ABRI dan langkah Soekarno, banyak pertanyaan tersisa
mengenai timbulnya "Gerakan 30 September". Namun poin penting sekarang
adalah apakah ABRI akan setuju dengan Soekarno dalam mengatasi situasi.
Berdasarkan laporan-laporan mengenai ABRI tampaknya, meski marah dan
kecewa dengan pembunuhan enam jenderal mereka, sebagian besar pejabat ABRI
tetap akan mendukung Soekarno. Meski ada beberapa individu pejabat ABRI yang
mulai meragukan kebenaran kebijakan Soekarno, namun sebagian besar masih
enggan untuk menentangnya. Terlebih Soekarno telah menegaskan sikapnya
bahwa setiap tindakan terhadap PKI akan dianggap sebagai tindakan
anti-Soekarno. Akan tetapi, sebagai akibat dari "Gerakan 30 September", untuk
sementara ABRI akan tetap menguasai secara politik.
Ini didasarkan pada masih diberlakukannya keadaan darurat militer di Jakarta
dan kontrol penuh ABRI di beberapa wilayah Indonesia. Langkah Soekarno yang
terlalu cepat menunjukkan dukungannya terhadap sayap kiri selama periode ini,
akan menyebabkan perbedaan yang kian tajam antara dirinya dan kebanyakan
pimpinan ABRI.
Ini bisa memicu bertambahnya dukungan publik dan politikus anti-komunis
terhadap ABRI. Kesehatan Soekarno tetap menjadi faktor penting dalam
menentukan arah situasi. ABRI tampaknya akan lebih bersikap tegas jika presiden
mangkat atau tak mampu lagi memimpin dibanding jika presiden masih
menunjukkan kekuatannya. Meski Soekarno masih terus mengasingkan diri
namun ini tak bisa dijadikan indikasi bahwa kesehatannya telah menurun tajam.
Ia mungkin saja menolak hadir di depan publik sampai ia pikir itu ada gunanya
bagi kepentingan politiknya. Namun, belakangan ini Soekarno sering mengadakan
pertemuan dengan sejumlah pejabat militer dan sipil.
8/08/2001 18:30 WIB
Misteri CIA di Seputar G 30S (7)
Setumpuk Strategi AS Bantu ABRI
Penulis : Rita Uli Hutapea
detikcom - Jakarta, Perkembangan cepat yang terjadi pasa G 30S, membulatkan
tekad AS untuk membantu ABRI menghadapi komunis. AS menduga Indonesia
berpaling pada Jepang. Karena itu, sederet rencana bantuan segera disodorkan.
Ternyata seperti yang diungkap dalam perintah Deplu AS bagi Kedubes AS di
Indonesia, 29 Oktober 1965, pemberian bantuan itu meliputi banyak hal. Antara
lain, kesiapan memberikan bantuan ekonomi via IMF, meyakinkan AS adalah
sahabat Indonesia, pemberian bantuan pangan dan mempertimbangkan
pengiriman senjata. Berikut bunyi dokumen tersebut.
Telegram dari Deplu AS ke Kedutaan AS di Indonesia Washington, 29 Oktober 1965,
pukul 3.48 sore No.545
Berikut adalah analisis tentatif kami atas perkembangan situasi di Indonesia dan
implikasinya buat AS. Kami ingin tanggapan atau pengamatan Anda untuk
dikembangkan menjadi rekomendasi kebijakan kami. Pidato Nasution ada 25
Oktober dan kampanye terbuka melawan Subandrio adalah bukti konklusif
pertama bahwa para pemimpin ABRI bertekad untuk memerangi PKI dan para
simpatisannya, dan tidak akan melenceng dari tujuannya meski ditentang
Soekarno.
Pimpinan ABRI semakin menunjukkan perlawanannya terhadap Soekarno. Arah
permainan mereka tampaknya akan coba menjauhkan Soekarno dari para
penasihatnya yang anti-ABRI, mengasingkannya dan kemudian menggunakannya
atau bahkan mungkin menyingkirkannya, jika dibutuhkan. PKI yang kini sedang
diburu oleh ABRI, masih bisa melakukan aksi perlawanan dengan menyerang,
sabotase atau perang gerilya dengan dalih bahwa ABRI adalah alat kekuatan
imperialis dan CIA.
ABRI tak akan punya pilihan lain kecuali melawan serangan ini dan akan
membutuhkan konsistensi pemerintah untuk mendukung usaha mereka. ABRI
tetap mempertahankan perannya yang non-politik dan menjauhi ide perebutan
kekuasaan. Namun dengan jatuhnya konsep NASAKOM, maka tak ada kesatuan
terorganisir yang bisa memberikan arah dan kepemimpinan kepada pemerintah,
kecuali ABRI.
Cepat atau lambat, akan menjadi semakin jelas bagi pimpinan ABRI bahwa
merekalah satu-satunya kekuatan yang mampu menciptakan keteraturan di
Indonesia, dan mereka harus mengambil inisiatif untuk membentuk pemerintah
gabungan militer atau sipil-militer, dengan atau tanpa Soekarno.
Hubungan dengan Red China semakin tegang karena berdasarkan kecurigaan para
pemimpin ABRI, Komunis Cina berada di balik kudeta. Uni Soviet telah
melancarkan tekanan terhadap ABRI untuk menghentikan aksi serangannya
terhadap sayap kiri, bahkan sudah mengisyaratkan bantuan dana Uni Soviet akan
dihentikan. ABRI tentu saja tak akan menyerah pada tekanan ini.
Jika analisis ini benar, kita bisa lihat beberapa bentuk masalah yang mungkin bisa
mempengaruhi kita:
a. Seiring dengan pemikiran ABRI untuk membentuk pemerintahan baru, mereka
mungkin membentuk pemerintahan sipil atau koalisi sipil-militer untuk
menjalankan reformasi ekonomi dan membawa Indonesia ke arah baru yang
bebas dari pengaruh luar.
b. Komunis Cina semakin menunjukkan pertentangannya dengan Indonesia
karena tindakan ABRI terhadap PKI. Ini tak beda jauh dengan sikap Uni Soviet,
yang menyalahkan Cina atas terjadinya kudeta. Jika Uni Soviet mendukung
usaha PKI menentang ABRI, maka hubungan ABRI dan Uni Soviet akan
menegang, namun mereka juga tidak bisa mendukung ABRI. Mungkin Uni
Soviet akan memilih bersikap menunggu. Cina dan Uni Soviet mungkin
berharap Soekarno tetap berkuasa dan memaksa ABRI untuk menerima
kehadiran sayap kiri dalam NASAKOM.
c. Jika asumsi kita benar bahwa ABRI harus melanjutkan peperangannya
terhadap PKI, dan PKI akan bereaksi, dan bahwa Cina dan Uni Soviet tidak bisa
mengabaikan penumpasan PKI ini sehingga mereka akan terus mengkritik ABRI,
maka ABRI terpaksa harus menelaah sikapnya terhadap Cina dan Uni Soviet.
d. Dari situ hanya ada satu langkah bagi ABRI untuk terus menumpas ABRI,
bahwa mereka harus mencari teman dan dukungan lain. Kita perkirakan
mereka akan mendekati Jepang, atau kekuatan lainnya, dan tidak diragukan
lagi, kita. Mereka akan menyadari bahwa kebijakan domestik dan luar negeri
Soekarno dan PKI yang ekstrim telah membawa Indonesia ke kondisi chaos-nya
perekonomian, politik dan sosial.
Namun berdasarkan pemikiran Soekarno yang telah berlangsung lama, mereka
pasti akan ragu-ragu untuk mengatasi ini semua atau curiga dengan bantuan dan
saran dari kita. Beberapa hari, minggu atau bulan mendatang, mungkin akan
tersedia kesempatan bagi kita untuk mulai mempengaruhi rakyat, seiring dengan
mulai pahamnya militer akan masalah dan dilema yang mereka alami.
a. Kita hendaknya berusaha meyakinkan mereka bahwa Indonesia bisa selamat
dari chaos, dan ABRI merupakan instrumen utama untuk itu.
b. Kita harus menunjukkan bahwa Indonesia dan ABRI mempunyai sahabat yang
siap menolong mereka.
c. Bila kita diminta membantu oleh Nasution kita harus meresponnya dengan
mengatakan kita siap membantu.
d. Mereka akan membutuhkan pangan, dan kita tegaskan bahwa Palang Merah
Internasional bisa memberikannya jika mereka meminta bantuan langsung
kepada kita atau lainnya (Jepang, Brazil, Malaysia, Thailand, Taiwan, dan
bahkan Republik Korea).
e. Anjloknya rupiah dan situasi ekonomi yang buruk mungkin membutuhkan
perhatian para pakar segera. Kita bisa nyatakan bahwa IMF bisa memberikan
saran dan bantuan, begitu pula dengan kita. Namun hal ini akan membutuhkan
perubahan sikap Indonesia terhadap IMF dan negara sahabat.
f. Persenjataan dan perlengkapan militer mungkin akan dibutuhkan untuk
menangani PKI. (Apakah Uni Soviet akan mensuplai ABRI dengan persenjataan
jika itu digunakan untuk menyerang PKI?)
g. Dengan berkembangnya situasi, ABRI akan semakin mengerahkan upayanya
untuk menumpas PKI, dan kita harus sudah siap dengan kesempatan itu.
h. Mungkin sekali ABRI akan datang kepada Jepang pertama kali untuk meminta
bantuan. Jepang memiliki kepentingan nasional yang vital atas keberhasilan
ABRI melawan PKI dan kestabilan Indonesia. Jepang sendiri sudah mengambil
inisiatif.
i. Saat ini, Jepang masih terhipnotis dengan Soekarno sebagai pria 'esensial' dan
mereka berhati-hati untuk tidak melawannya. Namun bila, situasi berkembang
seperti yang kita perkirakan, dan Soekarno akan diasingkan atau dipindahkan,
keadaan akan menjadi amat berbeda bagi Jepang.
Hingga tahap tertentu, kita akan mengadakan diskusi rahasia dengan Jepang,
membandingkan catatan perkembangan yang dimiliki masing-masing pihak dan
mengupayakan kerja sama atas pengambilan tindakan yang disepakati. Kita tentu
saja, akan mengkonsultasikan ini dengan Inggris, Australia, dan lainnya.
Rusk Pejabat Departemen Luar Negeri
8/08/2001 19:47 WIB
Misteri CIA di Seputar G 30S (8)
Bantuan AS pun Mengalir Deras
Penulis : Rita Uli Hutapea
detikcom - Jakarta, Komitmen AS untuk membantu ABRI menghadapi komunis
pasca G 30S ditepati. Kepada ABRI diberikan bantuan peralatan komunikasi
canggih. Komitmen pemberian bantuan juga datang dari Kasgab militer AS.
Beberapa poin soal pemberian bantuan ini tertuang dalam beberapa dokumen
penting. Satu ciri yang mutlak, pada pemberian bantuan terhadap ABRI
diupayakan setertutup mungkin, mengingat hal itu bisa menjadi bumerang.
Presiden Soekarno bisa menjadikannya sebagai alat tuduhan ABRI ditunggangi CIA.
Berikut poin-poin penting dalam dokumen tersebut.
Memorandum yang disiapkan untuk Komite 303 Washington, 17 November 1965
Perihal: Pengiriman Peralatan Komunikasi untuk Tokoh Penting ABRI
Anti-Komunis
Ringkasan
Maksud proposal operasi ini untuk memastikan bahwa tokoh-tokoh kunci ABRI
anti-komunis akan memiliki peralatan komunikasi yang cukup untuk digunakan
dalam perlawanannya terhadap Komunis. Peralatan ini tidak tersedia cukup di
Indonesia. Kekurangan ini telah mengurangi keefektifan mereka dalam memerangi
upaya Komunis menghapuskan pengaruh non-Komunis di pemerintahan mereka.
Permintaan peralatan oleh beberapa pejabat tinggi Indonesia mendapat dukungan
dari Dubes AS di Indonesia dan disetujui Biro Urusan Timur Jauh Deplu.
Ada beberapa risiko dalam pengiriman peralatan ini, namun dengan tindakan
pencegahan yang tepat akan meminimalkan risiko. Indonesia saat ini tidak bisa
melakukan pembelian peralatan dari AS. Apalagi, berita soal ini tidak saja akan
memalukan pemerintah AS, namun juga para pejabat tinggi ABRI di Indonesia.
Tindakan hati-hati diperlukan. Pada 5 November 1965, Komite 303 menyetujui
permintaan serupa untuk mengirimkan peralatan medis ke Indonesia.
Diharapkan Komite 303 akan menyetujui program di atas, yang diperkirakan akan
berlangsung sampai waktu tertentu. Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan
a. Asal mula permintaan: Banyaknya permintaan akan peralatan komunikasi
datang (kurang dari 1 baris tulisan dirahasiakan) dari Dubes AS untuk
Indonesia, dari pembantu Menteri Pertahanan Nasution, dan dari Jenderal
Sukendro.
b. Pertimbangan kebijakan AS yang sesuai: Pada 5 November 1965 Komite 303
menyetujui proposal operasional untuk menjawab permintaan Indonesia atas
peralatan medis.
c. Tujuan Operasional: Kontak tertutup (kurang dari 1 baris dirahasiakan) harus
dipertahankan dengan pimpinan ABRI tertentu.
d. Teknis
e. Teknis
f. Pelatihan: Beberapa pejabat komunikasi senior ABRI yang qualified, ditentukan
oleh Sukendro, akan diberikan (kurang dari 1 baris tulisan dirahasiakan)
pelatihan khusus rahasia di lokasi yang aman untuk menggunakan peralatan
ini. Mereka akan dijelaskan konsep umum pengoperasian jaringan komunikasi
ini; frekuensi antara 42 dan 53 megacycles yang bisa digunakan di Indonesia
(agar aman dari monitoring lokal) sehingga dengan spesifikasi ini, penghubung
kami bisa menyetel peralatan dengan frekuensi yang diinginkan.
g. Pendanaan: Total biaya diperkirakan mencapai (kurang dari 1 baris tulisan asli
dirahasiakan). Peralatan itu sendiri kira-kira akan mencapai (kurang dari 1
baris tulisan asli dirahasiakan) untuk pemuatan dan pengepakan.
4. Koordinasi Proposal operasional ini telah direkomendasikan oleh Dubes AS
untuk Indonesia dan telah disetujui Departemen Luar Negeri Biro Urusan Timur
Jauh.
5. Rekomendasi Komite 303 menyetujui program ini.
Memorandum dari Gabungan Kepala Staf kepada Menteri Pertahanan McNamara
Washington, 30 Desember 1965 Perihal: Bantuan ke Indonesia Berkaitan dengan
pesan terakhir dari Kedutaan AS di Jakarta yang berisikan informasi bahwa
Presiden Soekarno mungkin akan digulingkan setelah 1 Januari 1966, Indonesia
mungkin meminta bantuan AS. Jika ini terjadi, permintaan bantuan ekonomi
mungkin akan cukup besar.
Permintaan material militer mungkin tidak banyak. Barang-barang yang mungkin
diminta termasuk amunisi, senjata otomatis ringan, kendaraan, radio portabel, dan
mungkin suku cadang C-130 dan C-47. Bantuan training mungkin juga diminta.
Upaya penjatuhan Presiden Soekarno oleh ABRI bisa menguntungkan kepentingan
keamanan AS di sana. Meski ABRI tampaknya tak ingin mencari sekutu asing
dalam penerapan kebijakannya, seperti halnya Soekarno dulu.
ABRI tampaknya akan menjadi kekuatan tunggal anti-komunis yang paling kuat di
Indonesia, namun pada akhirnya pasti akan memerlukan kepemimpinan sipil.
Kepentingan AS akan lebih terjamin jika pemerintah baru nanti cenderung
pro-Barat. Atau setidaknya netral. Akan tetapi ada beberapa faktor yang
menyebabkan kita belum bisa memberikan bantuan militer kepada ABRI:
a. Posisi ABRI yang belum pasti dan pemberian bantuan militer AS yang
terang-terangan pada saat ini akan cenderung mendatangkan tuduhan oleh
Soekarno, Subandrio, Peking dan Moskow bahwa ABRI adalah 'alat
imperialisme AS'.
b. Mengingat komitmen AS di Asia Tenggara, pemberian bantuan logistik kepada
Indonesia harus dievaluasi. Gabungan Kepala Staff merekomendasikan:
b1 Amerika Serikat, jika diminta, akan siap memberikan kepada Indonesia
sejumlah bahan pangan/obat-obatan untuk menunjukkan dukungan
terhadap pemerintah baru.
b2 Karena kampanye pimpinan ABRI melawan PKI tampaknya berjalan sesuai
rencana dan bantuan militer AS tampaknya tak dibutuhkan untuk
keamanan internal, maka untuk saat ini AS hendaknya tidak secara
terang-terangan memberikan bantuan militer kepada Indonesia.
b3 Departemen Luar Negeri dan Departemen Pertahanan bersama-sama
menyusun kriteria untuk melanjutkan pemberian bantuan militer dan
ekonomi.
b4 Memorandum ini akan diteruskan ke Menteri Luar Negeri.
Atas nama Gabungan Kepala Staf:
David L. McDonald
Ketua
8/08/2001 21:13 WIB
Misteri CIA di Seputar G 30S (9)
ABRI Lamban, AS Mulai Ragu-Ragu
Penulis : Rita Uli Hutapea
detikcom - Jakarta, Sikap ABRI yang tak juga berani bertindak keras terhadap
Soekarno dan PKI tak urung sempat membuat AS jengkel. AS menganggap para
pimpinan ABRI bersikap terlampau hati-hati dalam menghadapi Soekarno. Maksud
hati agar tak timbul perpecahan di masyarakat, namun yang didapat kuku
komunisme tak juga tercabut.
Karena itu, AS pun mulai hati-hati pula menyalurkan bantuan. Presiden AS
Lyndon B. Johnson pun sempat bertanya pada Dubes AS Marshall Green untuk
memastikan bantuan benar-benar dihentikan. Berikut dokumen yang menyebut
hal itu.
Telegram dari Kedutaan AS di Indonesia kepada Deplu AS Jakarta, 19 November
1965 No. 1511
1. Kami yakin bahwa AS dan sekutunya harus ekstra hati-hati mengenai
pemberian bantuan kepada para jenderal saat ini. Dalam setiap hal, bantuan
kita tergantung pada apakah kita yakin ABRI benar-benar berniat tegas
menentang Soekarno/Subandrio. Ada indikasi yang membingungkan apakah
ABRI akan tetap bersikap tegas atau justru perlahan-lahan akan menuruti
keinginan presiden. Yang jelas, kita jangan sampai memberikan bantuan yang
akan mendatangkan keuntungan bagi Soekarno yang tetap menjadi kepala
negara dan pemerintahan.
2. Saat ini ada bukti-bukti yang membingungkan tentang apakah, kapan dan
bagaimana ABRI akan bergerak melawan Soekarno. Selama Soekarno masih
berkuasa, ABRI dan anti-komunis mungkin akan cenderung mempertahankan
kebijakan "anti-imperialis dan anti-kolonial", yang konsekuensinya adalah
terus belangsungnya konfrontasi dengan Malaysia dan sikap anti-Barat. Kami
juga menduga keadaan akan semakin chaos sebagai akibat deadlock antara
Soekarno dan ABRI yang menyebabkan setiap program pembangunan ekonomi
tak mungkin dilakukan, kecuali sampai salah satu kekuatan politik itu
disingkirkan.
3. Meski AS mengharapkan kondisi yang lebih baik nantinya (masa sesudah
Soekarno), kami tidak melihat adanya perbaikan besar posisi AS dalam jangka
pendek, bahkan jikapun ABRI bisa bertahan sebagai salah satu struktur
kekuasaan. Apalagi, tindakan Soekarno untuk merebut kembali
kekuasaannya, tak diragukan lagi akan menggencarkan kebijakan
anti-Amerika Serikat. Kami sudah melihat bukti hal ini dalam pidato presiden
tentang penarikan biaya Rp 150 juta. (Dalam pidatonya kepada Kabinet 6
November 1965, Soekarno menuntut biaya sebesar Rp 150 juta dari mantan
Dubes AS untuk Indonesia Howard Jones karena sengaja menyebarkan
ideologi Dunia Bebas ke Indonesia - Airgram 331 dari Jakarta, 16 November).
4. Karena itu, kami merekomendasikan beberapa hal untuk diajukan di
pertemuan:
A. Kita tak akan mengambil langkah apapun yang bisa meningkatkan imeg
Soekarno-Subandrio, baik diinginkan ABRI atau tidak.
B. Kita sebaiknya tidak memberikan bantuan ekonomi yang signifikan untuk
ABRI kecuali dan sampai kita tahu kemana arah mereka secara politik dan
ekonomi. (Hal pemberian bantuan yang bisa menolong ABRI mengatasi PKI
akan diperlakukan berbeda).
C. Kita hendaknya mempertimbangkan pemberian bantuan untuk
pemerintah yang murni non-komunis jika ada perubahan atmosfir karena
bantuan ini akan efektif.
Marshall Green Dubes AS untuk RI
Memorandum Pembicaraan Washington, 15 Februari 1966, pukul 11.55-12.20
Perihal: Indonesia Partisipan:
Presiden Johnson, Wakil Menlu William P. Bundy, Dubes Marshall Green, Mr.
Robert Komer. Atas permintaan Presiden, Dubes Green membahas situasi dan tren
prospektif di Indonesia, menyertakan beberapa rekomendasi umum kebijakan AS
dalam berhadapan dengan Indonesia.
Dubes menegaskan, meskipun hubungan antara Indonesia dan AS masih jauh dari
memuaskan, adanya kudeta pada 1 Oktober (31 September WIB) lalu telah
mendorong upaya penumpasan PKI; merosotnya prestise internasional Peking yang
diduga terlibat dalam kudeta itu; memburuknya hubungan antara Indonesia dan
Komunis Cina; goncangan bagi citra Soekarno sebagai pemimpin 'kekuatan baru'
melawan dunia Barat; dan berkurangnya prestise dan dukungan bagi Soekarno di
antara rakyatnya.
Akan tetapi, Soekarno tetap menjadi Presiden dan pemimpin revoulsi. Hingga tahap
tertentu, ia berhasil memainkan kebingungan dan ketakutan lawan-lawannya
dalam merebut kekuasaan. Ia tampaknya berhasil membelokkan kembali revolusi
ke arah kiri. Ia pintar dan persuasif dan tampaknya fisiknya masih kuat.
Menurut Dubes Green, ABRI yang memimpin kelompok oposisi Soekarno, meski
tak bersedia melawan Soekarno secara terang- terangan dan frontal, sebenarnya
sangat menentang hadirnya PKI dan hubungan dengan Cina.
Kelompok oposisi juga menginginkan pemerintahan yang lebih baik. Akan tetapi,
didorong oleh rasa khawatir timbulnya kekacauan masyarakat, ABRI masih enggan
dan bimbang untuk langsung menentang Soekarno. ABRI juga mungkin ragu
untuk mengemban tanggung jawab yang terlalu besar seiring dengan terus
memburuknya kondisi politik dan ekonomi Indonesia.
Dubes Green merasa bahwa hancurnya perekonomian yang kian parah, khususnya
krisis atas valuta asing bisa membuat masalah semakin menggunung dalam enam
bulan mendatang atau lebih. Dari waktu ke waktu, situasi di Indonesia akan sangat
berantakan, ujarnya. Hal yang tampaknya semakin jelas saat ini adalah kita tengah
berada dalam fase transisi antara Soekarno dan penggantinya yang belum
diketahui siapa.
Dalam situasi ini, menurut Dubes AS hendaknya terus mempertahankan sikap low
profile. Dubes menyatakan ia sangat menghargai cara-cara pejabat AS mulai dari
Presiden sampai pejabat di bawahnya yang telah berusaha untuk tidak
memberikan pernyataan publik tentang Indonesia. Mempertahankan sikap seperti
ini sangatlah penting karena apapun yang dikatakan atau dilakukan AS tentang
Indonesia bisa menyebabkan distorsi dan salah penafsiran. Kita akan terus
dituduh mencoba ikut campur urusan mereka, yang tentu saja tidak kita lakukan
dan memang tak seharusnya kita melakukan. Presiden menanyakan apakah
semua bantuan AS ke Indonesia, termasuk bantuan ke militer telah dihentikan.
Dubes menyatakan sudah, dan ia menyarankan agar AS tidak memberikan dulu
bantuan ke Indonesia sampai Indonesia memulai menata kembali negaranya. Ia
menyebutkan bahwa Soekarno terang-terangan menentang setiap bantuan AS ke
Indonesia, dan hal ini secara diam-diam telah disampaikan pimpinan ABRI kepada
kami dan kepada Jepang. Mereka menyatakan, mereka menentang bantuan
apapun pada saat ini karena hanya akan menguntungkan Soekarno dan Subandrio.
Meski begitu, menurut Dubes kita seharusnya tetap berpikiran terbuka soal
bantuan kepada Indonesia.
Situasi bisa saja bertambah buruk dan kita bisa memberikan bantuan pangan atas
dasar kemanusiaan, juga untuk mencegah timbulnya huru-hara akibat kurang
pangan dan kerusuhan yang bisa membahayakan warga asing di Indonesia. Jika
Indonesia mulai mengambil langkah-langkah yang signifikan untuk memperbaiki
pemerintahan dan arahnya, maka menurut pendapat Dubes, kita harus siap
menawarkan bantuan, bisa lewat sebuah kesepakatan konsorsium atau badan
internasional seperti Bank Pembangunan Asia (ADB). Ringkasan Tindakan
Presiden menyatakan ia menghargai observasi ini dan ia menyerahkan kepada
Dubes untuk membuat detil rekomendasi mengenai waktu dan kondisi yang
memungkinkan Amerika Serikat memberikan bantuannya ke Indonesia.
9/08/2001 01:7 WIB
Misteri CIA di Seputar G 30S (10)
Cerita Adam Malik pada Dubes AS
Penulis : Rita Uli Hutapea
detikcom - Jakarta, Sadar langkahnya selalu ditunggu, ABRI mulai menambah
tenaga. Politisi sipil yang dekat dengan Soeharto, Adam Malik mengatakan rencana
terbaru ABRI pada Dubes AS. Dijamin, ABRI akan siap bergerak.
Kejadian itu, malam di awal Maret 1966. Dalam pertemuan dengan Dubes AS
Marshall Green itu, Adam Malik menceritakan bagaimana ABRI sudah siap
bergerak dengan dukungan 22 batalyon. Menurut Adam Malik, sikap antisipastif
ini dipicu tindakan Soekarno sendiri yang berniat memberhentikan Pangkobkamtib
Jenderal Soeharto.
Semula Green ragu. Soekarno bisa saja memcah ABRI dengan mengumpulkan pati
ABRI lainnya. Namun Adam Malik menjamin hal itu tak terjadi. ABRI dalam kondisi
solid. Apapun, demi mendengar ocehan ini, Dubes Green pun langsung mengirim
telegram ke Washington. Berikut ceritanya.
Telegram dari Kedutaan AS di Indonesia ke Deplu AS Jakarta, 10 Maret 1966 No.
2536
1. Menteri Adam Malik, yang tampaknya amat bersemangat, berbeda dari yang
pernah saya lihat sebelumnya, mengatakan kepada saya ketika bertemu di
suatu tempat kemarin malam, bahwa situasi kini siap meledak.
ABRI katanya telah siap bergerak setiap waktu dengan menggunakan 22
batalyon tentara yang setia kepada Jenderal Nasution dan Soeharto di Jakarta
dan sekitarnya.
2. Saya katakan padanya saya mengerti bahwa Soekarno berencana
memberhentikan Soeharto, benarkah begitu? Ia menyatakan Presiden memang
berencana memberhentikan Soeharto dan Adjie; dan Malik berharap Soekarno
akan melakukan hal itu karena langkah ini jelas akan mendorong ABRI
bergerak melawan Presidium dan membawa perubahan yang telah lama
dinantikan.
3. Saya katakan bahwa dulu ketika ABRI tampaknya satu dalam tekadnya,
Soekarno mampu menggoyahkan mereka dengan memanggil semua jajaran
militer termasuk panglima-panglima wilayah dan membuat mereka setuju
pada sikapnya, akibatnya para panglima itu pun bingung menentukan
bagaimana sebenarnya sikap mereka. Pekan ini Soekarno telah mengadakan
pertemuan serupa itu, apakah sejarah akan kembali terulang?
4. Malik menjawab bahwa menurutnya hal itu tidak akan terjadi. Semua
panglima sekarang berdiri di belakang Soeharto, hanya tinggal menunggu
perintah darinya. Akan tetapi, ABRI tak akan mengambil langkah inisiatif
melawan Soekarno/Subandrio karena ABRI tak mau bersikap agresif, namun
tindakan ABRI akan berbentuk serangan balas. Para mahasiswa dan buruh
akan terus berdemonstrasi sampai Soekarno/Subandrio terprovokasi untuk
mengambil tindakan yang bisa dibenarkan ABRI untuk melakukan serangan
balas. Ini bisa berupa pemecatan Soeharto atau Adjie atau Sarwo Edhie atau
Mokoginta atau ketia pasukan Cakrabirawa menembaki mahasiswa. Contoh
bahwa Soekarno amat mungkin menjadi pemicu tindakan ABRI adalah ketika
ia dan Subandrio menginspeksi Departemen Luar Negeri yang diamuk massa
pada 9 Maret, Soekarno saat itu amat marah hingga ia memerintahkan
pasukan Cakrabirawa untuk menembak mahasiswa.
5. Malik juga mengatakan, staf muda Angkatan Udara juga kini terorganisir
menjadi tim yang mendukung gerakan anti-Presidium dan merencanakan
sabotase pesawat terbang yang terlibat dalam usaha pelarian menteri-menteri
kabinet sayap kiri dari Jakarta.
6. Menurut Malik, sejauh ini elemen baru yang paling penting dalam situasi ini
dibanding sejak pertemuan kami sebulan lalu adalah gerakan mahasiswa
melawan Subandrio dan menteri-menteri kabinet sayap kiri. Mahasiswa ini
lebih kuat daripada semua partaidan mampu menarik banyak simpati dan
dukungan. Bahkan, gerakan anti-pemerintah yang ada sebelumnya tak ada
yang mampu menandingi besarnya dukungan terhadap mahasiswa. Apalagi,
aparat tentara dan polisi paling canggung untuk menembak demonstran
mahasiswa.
7. Terlebih lagi, serikat-serikat kerja juga mulai beraksi. Sebagian besar serikat
kerja akan mendukung mahasiswa dengan bersama-sama berunjuk rasa dan
melakukan mogok kerja yang dimulai pekan ini.
8. Saya menanyakan pada Malik apakah pemberhentian Nasution telah
mendatangkan masalah serius bagi ABRI. Menurutnya, tidak sama sekali.
Nasution yang terus mendapat dukungan di seluruh negeri, bisa bertindak
lebih efektif di belakang layar dibanding ketika ia masih di Departemen
Pertahanan. Nasution dan Soeharto tetap dekat namun lebih baik membiarkan
Soeharto berada di depan. Saya tanyakan bagaimana posisi Jenderal
Machmud (Panglima Kodam V yang bertanggung jawab atas wilayah Jakarta),
kata Malik ia jelas mendukung Soeharto.
9. Akhirnya dan yang terpenting, saya tanyakan Malik tentang situasi keamanan
umumnya atas pengaruhnya pada warga Amerika dan properti milik Amerika.
Saya sebutkan soal demo mahasiswa ke kantor Subandrio sudah tentu akan
mendorong Subandrio untuk membalas atau mengalihkan perhatian. Ia tak
bisa menjadikan ABRI atau mahasiswa sebagai target sasarannya, jadi amat
mungkin ia akan mengerahkan pasukannya melawan Kedutaan kami. Hal ini
sudah pernah terjadi dua kali dalam 2 minggu belakangan. Apalagi saya punya
laporan yang agak mengganggu bahwa Soekarno telah menunjukkan
kemarahannya yang bisa diarahkan ke Amerika. Ini berarti bahaya bagi
penduduk kami. Bagaimana menurut Malik?
10. Malik menjawab, memang tidak diragukan lagi Subandrio akan mencoba aksi
anti-Amerika. Akan tetapi, hal ini tak akan mendapat dukungan dari banyak
elemen di sini, dan ABRI sudah pasti akan maju melindungi warga Amerika.
Menurut Malik, evakuasi komunitas Amerika dari Jakarta tidaklah diperlukan,
namun ia menyarankan agar mereka sebisa mungkin tidak menampakkan diri,
terlebih selama minggu mendatang saat keadaan akan menjadi amat
menegangkan.
11. Saya katakan pada Malik sekali lagi bahwa saya berharap adanya hubungan
baru antara pemerintahan kita, hubungan yang produktif dan bermanfaat dari
sudut pandang Indonesia, dan pentingnya mencegah terjadinya aksi
anti-Amerika. Jika itu sampai terjadi, akan menganggu hubungan kita dan
menghapus kesempatan untuk menjalin kerjasama dan persahabatan yang
menguntungkan. Ia menyatakan, dirinya sangat paham maksud saya. Ia
berpikiran yang sama. Menurutnya, ia kini lebih yakin bahwa segalanya akan
berjalan sesuai yang kita inginkan bersama.
12. Saya katakan pada Malik bahwa ia bebas menceritakan percakapan kami pada
Nasution dan Soeharto. Malik bilang ia akan melakukannya.
Marshall Green Dubes AS untuk RI
9/08/2001 02:3 WIB
Misteri CIA di Seputar G 30S (11)
Soekarno Nyaris Jatuh, AS Bersiap
Penulis : Rita Uli Hutapea
detikcom - Jakarta, Benar kata Adam Malik. Tanggal 11 Maret 1965, atas dasar
Supersemar, ABRI bergerak cepat. PKI dibubarkan. Tapi Soekarno belum jatuh.
Meski demikian, AS sudah menyiapkan langkah bila pemerintahan berganti.
Kesiapan AS ini terungkap dalam memorandum yang diberikan oleh Pembantu
Khusus Presiden Walt Rostow kepada Presiden AS Lyndon B. Johnson. Isinya
antisipasi yang akan menyusul kejatuhan Soekarno. Berikut dokumen tersebut.
Memorandum dari Pembantu Khusus Presiden (Rostow) kepada Presiden Johnson
Washington, 8 Juni 1966, pukul 14:35
Bapak Presiden: AS mengharapkan Anda membaca lampiran tulisan tentang
Indonesia. Ini merupakan ringkasan yang bagus tentang evolusi Indonesia dan
kebijakan kita sejak 1 Oktober tahun silam. Poin operasionalnya adalah: jika
Soekarno turun, kita akan menghadapi isu bantuan berikut:
Tambahan bantuan darurat
Penjadwalan ulang utang multilateral
Bantuan berjangka panjang (terutama Eropa, Jepang, multilateral, namun
mungkin juga beberapa bilateral AS).
Kemungkinan, beberapa bantuan kecil militer untuk latihan dan aktivitas sipil.
Perencanaan yang diajukan atas masalah ini sangat bagus, bahkan bagi para
tokoh penting Kongres yang sudah diberitahukan soal ini. Sejauh ini, mereka
cukup simpatik. Belum ada keputusan yang diambil, kecuali Anda
berkehendak memberikan petunjuk.
Walt
9/08/2001 03:17 WIB
Misteri CIA di Seputar G 30S (12)
Pertemuan Soeharto-Dubes AS
Penulis : Rita Uli Hutapea
detikcom - Jakarta, Keberhasilan Soeharto menjadi pejabat presiden disambut
gembira. Tanpa sungkan, Soeharto pun menjalin kontak langsung dengan AS. Ia
bertemu dengan Dubes AS Marshall Green, 6 Juli 1967, 3 bulan setelah ia terpilih.
Berikut isi pertemuan tersebut, sebagaimana dilaporkan Marshall Green pada
Deplu AS.
Telegram dari Kedutaan AS di Indonesia ke Deplu AS Jakarta, 7 Juli 1967 No.114.
Perihal: Pertemuan dengan Soeharto Selama hampir tiga jam pertemuan dengan
Soeharto kemarin malam, saya coba menghilangkan keprihatinan Soeharto atas
prospek bantuan AS untuk tahun ini dan tahun mendatang.
Dalam percakapan juga dibahas masalah bantuan lainnya, MAP, investasi asing
dan isu kebijakan luar negeri. Pembicaraan kami mengenai Vietnam dan masalah
sensitif lainnya telah dilaporkan. Soeharto mendukung kebijakan kita atas Vietnam,
dan saya menilai, masalah lain juga begitu. Soeharto tampaknya moderat, sepaham
dan obyektif.
Tujuan utama percakapan saya dengannya adalah membangun basis untuk saling
bertukar pandangan lebih sering lagi dengan orang yang sudah hampir dipastikan
akan memimpin pemerintah Indonesia di masa mendatang. Namun tidak jelas
apakah saya berhasil mencapai tujuan ini. Hal ini akan tergantung pada hasil
konkrit pembicaraan kami, yakni tanggapan kita atas permintaannya.
Permintaan Soeharto untuk Dukungan AS
1. Soeharto mengawali pembicaraan dengan menjelaskan bahwa dirinya tidak
meragukan niat baik kita pada Indonesia. Ia juga mengakui komitmen kita
yang mendunia dan masalah yang dihadapi pemerintah AS dalam memperoleh
bantuan lewat Kongres. Namun, ia dengan serius mempertanyakan apakah
kita telah memberikan prioritas yang cukup tinggi untuk Indonesia, mengingat
besarnya masalah Indonesia termasuk tantangan dari kekuatan pendukung
Soekarno. Bangsa Indonesia menghadapi masalah darurat yang memerlukan
langkah-langkah yang tidak seperti biasanya, dan bantuan AS sangatlah
dibutuhkan.
2. Soeharto mengatakan bahwa program kabinet Ampera dibentuk di atas
ekspektasi bantuan AS yang berkelanjutan. “Saya menganggap AS sebagai
teman terbaik kami, namun jika saya merasa tak pasti akan bantuan Anda,
maka saya akan membuat rencana lain.” Soeharto tidak menyinggung apakah
ia akan beralih ke Rusia atau hal seperti itu, namun ia menyatakan dirinya
akan membuat beberapa penyesuaian besar dalam rencana anggaran
pemerintah, yang akan menarik perhatian para pendukung Soeharto dan
kekuatan musuh lainnya di Indonesia. Akibatnya pemerintah bisa saja dalam
bahaya dan kerusakan bisa amat parah.
3. Posisi AS -- Saya katakan bahwa saya gembira karena ia tidak meragukan motif
kami. Saya tahu banyak rumor tidak benar yang beredar mengenai posisi kami.
Saya sudah sejak lama ingin menemui Soeharto, hanya untuk menjelaskan
kepadanya bahwa kita sepenuhnya mendukung pemerintahannya dan bahwa
kita berupaya untuk mempertahankan orde baru di bawah kepemimpinannya.
Ia adalah orang yang bisa membawa Indonesia
melalui masa-masa sulitnya, dan kami mengagumi kemoderatannya,
kepraktisannya, dedikasinya akan kebutuhan rakyat, dan keinginan untuk
menyeimbangkan elemen militer dan sipil dalam pemerintah. Saya juga
menyampaikan penghargaan kita yang setinggi-tingginya atas para penasihat
tinggi urusan ekonomi dan luar negerinya. Saya katakan memang ada
perbedaan antara sesama teman tapi hal ini tak seberapa dibandingkan kerja
sama dan minat kita yang sama. Mengenai Bantuan CY'67 l1 Tentang program
CY'67 kita, saya ingatkan Soeharto bahwa bantuan AS akan melibatkan PL480
dan pinjaman impor. Saya yakin kita tak akan memaksakan PL480 yang tidak
dibutuhkan pada pemerintahannya, namun telah menjadi kesimpulan kami
bahwa kapas mentah akan dibutuhkan pada akhir tahun ini. Jika pemerintah
Indonesia tidak setuju, tentu saja masalah ini akan dibahas lebih lanjut oleh
para pakar kami. Jika beras yang dipersoalkan, saya berwenang
memberitahukan padanya bahwa kita sangat menyadari kebutuhan Indonesia,
dan paling cepat pada musim panen tahun ini, dimulai bulan ini, kami akan
beritahukan apakah kami
bisa membantu.
4. Soeharto lagi-lagi mendesak - sebelumnya lewat Jenderal Sudjono dua minggu
lalu - agar kita memberikan sebanyak mungkin beras PL480 tahun kalender
ini. Hal ini sangat dibutuhkan mendesak. (Ia tidak menyebutkan kemungkinan
menerima 76.000 ton butir beras yang telah disampaikan kepada Widjoyo
dalam perundingan Washington kemudian).
5. Soeharto menyatakan, ia ingin menjelaskan bahwa pemerintah Indonesia
menyambut penjualan PL480, tidak hanya beras, tapi juga kapas dan bahkan
ia akhirnya berminat akan gandum. Ia berharap bisa mengubah pola makan
nasional, dimulai dari Jakarta, sehingga roti bisa menggantikan nasi pada
menu sarapan pagi. Ia menyatakan, bahwa untuk keseimbangan CY'67,
Indonesia hanya membutuhkan beras PL480 dan pinjaman impor dolar. (No
8-13 tidak jelas)
6. Saya yakin Soeharto tidak memiliki kecurigaan apapun atas dukungan kita
pada Nasution, negara Islam ataupun omongan kosong lainnya. Kecurigaan ini
tidak diragukan lagi sudah dilebih-lebihkan oleh beberapa pejabat Soeharto,
namun hal ini sudah diatasi dalam pembicaraan terakhir saya dengan
Jenderal Sudjono, Sumitro dan Hartono. Saya bisa melihat awal sebuah
pengertian dengan Soeharto, meski saya belum bisa tahu kemana
arahnya. Yang jelas, tindakan yang responsif atas permintaan Soeharto yang
masuk akal ini, akan banyak membantu mengatasi masalah komunikasi kita
dengan Soeharto.
Marshall Green
9/08/2001 04:6 WIB
Misteri CIA di Seputar G 30S (13)
US$ 325 Juta Buat Soeharto
Penulis : Rita Uli Hutapea
detikcom - Jakarta, AS menepati janjinya mendukung pemerintahan Soeharto.
Begitu resmi menjabat presiden, AS langsung menyiapkan dana bantuan dari IMF
yang besarnya mencapai US$ 325 juta.
Namun agaknya, AS masih berhitung pula. Dalam dokumen khusus yang
disampaikan Pembantu Presiden AS Walt Rostow kepada Presiden Lyndon B.
Johnson terungkap, AS tak akan bersedia memberikan bantuan US$ 325 juta itu
mentah-mentah. Akan dibuat skema dimana AS dan Jepang, hanya akan
menyumbang sepertiga dari jumlah itu. Sisanya disokong oleh negara lain. Berikut
isi dokumen tersebut.
Memorandum dari Pembantu Khusus Presiden (Rostow) kepada Presiden Johnson
Washington, 18 Juni 1968, pukul 18:35
Perihal: Bantuan Untuk Indonesia Dana Moneter Internasional (IMF) menyiapkan
US$ 325 juta sesuai yang dibutuhkan Indonesia untuk bantuan luar negeri selama
tahun kalender 1968.
Kami menyusun formula dimana AS dan Jepang akan menyediakan sepertiga dari
kebutuhan tersebut, dan sisanya akan disumbangkan bangsa-bangsa lain.
Pemerintah Jepang tampak sedikit lamban tahun ini, namun tampaknya mereka
akan memenuhi bagian mereka sebesar US$ 110 juta. Donatur lainnya tampaknya
tak akan memberikan lebih dari US$ 80 juta kepada Indonesia.
Kebutuhan Indonesia kini menjadi amat besar. Banyak program stabilisasi yang
gagal dijalankan. Pada kuartal pertama tahun ini, laju inflasi hampir 60 persen,
sebagian besar dikarenakan tidak mencukupinya bahan pangan. Jika keadaan
masih terus berlangsung sampai tahun depan, pemerintahan dalam bahaya.
Untuk itu, IMF dan Bank Pembangunan Asia (ADB) telah menyerukan bantuan
makanan ke Indonesia, jauh melebihi angka US$ 325 juta, sebelumnya.
Masalahnya, bagaimana membantu Indonesia memenuhi kebutuhannya, termasuk
bantuan makanan darurat, tanpa mengganggu formula sepertiga tersebut (yang
populer di Kongres dan terbukti ampuh menekan donatur lain untuk
melaksanakan kewajiban mereka).
Kami menawarkan 350 ribu ton (US$ 46 juta) tepung terigu untuk segera
dikirimkan. Namun sulit mengatakan berapa banyak yang bisa digunakan
Indonesia selama 1968.
Untuk itu, masuk akal bila memisahkan bantuan ini dari kesepakatan mengenai
bantuan kita tahun 1968 dan di luar formula sepertiga tadi. Dengan cara ini, kita
bisa menawarkan US$ 156 juta bantuan sekarang. Ini secara psikologis sangat
penting untuk meningkatkan keyakinan pemerintah Indonesia dan meyakinkan
masyarakat bisnis Indonesia bahwa sumber daya akan tersedia untuk menghindari
inflasi spiral lainnya pada akhir tahun ini. Selain gandum, paket kita terdiri dari:
200.000 ton beras, senilai US$ 41 juta;
160.000 bales kapas mentah dan sejumlah 70.000 bales cotton yarn senilai
US$ 44 juta;
bantuan pinjaman pembangunan AID senilai US$ 25 juta
totalnya US$ 110 juta, sepertiga bagian kita yang harus disediakan.
Sebagai tambahan, Bill Gaud dan Orville Freeman ingin mengatakan pada Soeharto
bahwa kita akan mempertimbangkan tambahan 100 ribu ton beras dan tambahan
80 ribu bales kapas pada musim gugur mendatang. Ini akan sangat berarti bagi
Soeharto untuk menyingkirkan kekhawatiran akan kekurangan beras selama
periode kritis Januari-Maret.
Menteri Fowler tidak keberatan dengan paket ini. Namun begitu, ia yakin kita
hendaknya tetap mendesak donatur lain untuk memberikan bantuannya. Kami
menyampaikan paket tahun 1968 secara keseluruhan (supaya Anda bisa
menilainya lebih baik) dan Anda sebenarnya telah memberikan persetujuan atas
paket senilai US$ 60 juta pada Januari lalu.
Yang kami minta Anda untuk memberikan persetujuannya adalah program PL-480
senilai US$ 98 juta (US$ 35 juta pada gandum, US$ 33 juta pada kapas, dan US$
30 juta pada beras). Orang-orang saya (Marshall Wright dan Ed Hamilton)
membantu menyusun paket ini. Saya rasa ini bagus. Bob McNamara baru saja
kembali dari Indonesia dan merasa hal ini sangat penting untuk kita laksanakan
tanpa ditunda-tunda lagi. Menurutnya paket ini sangat mendesak dan penting bila
Soeharto ingin diselamatkan, dan ia yakin bahwa Soeharto memang layak
diselamatkan.
Saya menyarankan Anda untuk menyetujui program PL-480 senilai US$ 98 juta,
dan memberikan wewenang pejabat kita di Jakarta untuk memberitahukan kepada
Soeharto bahwa kita akan mempertimbangkan tambahan beras dan kapas pada
musim gugur mendatang.
Walt Setuju*
Tidak setuju
Hubungi saya Tanda (*) menunjukkan presiden AS sudah setuju.
9/08/2001 04:12 WIB
Misteri CIA di Seputar G 30S (14)
Korban Penumpasan PKI 105 Ribu
Penulis : Rita Uli Hutapea
detikcom - Jakarta, Buntut dari tudingan keterlibatan PKI pada G 30S, para
simpatisan dan anggota PKI diburu masyarakat dan ABRI. Beberapa pihak
menyebut sebagai episode pembantaian karena banyaknya korban. Berapa
sebenarnya jumlah korban?
Ada sebuah dokumen pemerintah AS yang sedikit mengintip perihal tersebut.
Angka resmi memang tak penah disebutkan, namun seorang pejabat Deplu AS,
selama 1965-1966 sempat melakukan penelitian. Hasilnya, ia menyebut angka 105
ribu orang tewas. Di bawah ini adalah isi dokumen tersebut.
Catatan Editorial Kedutaan AS di Jakarta memiliki keterbatasan dalam laporannya
mengenai peristiwa yang terjadi di luar Jakarta tentang kondisi yang diawali oleh
adanya konflik antara PKI di satu pihak dan ABRI serta kekuatan anti-komunis di
pihak lain.
Dalam telegramnya tanggal 27 Oktober 1965, Kedutaan menyebutkan soal
banyaknya laporan tentang semakin tidak amannya keadaan dan pertumpahan
darah yang kerap terjadi di Jawa Tengah, namun tidak bisa dipastikan apakah itu
disebabkan oleh gerakan PKI yang coba melakukan sabotase.
Pada 28 Oktober, Country Team Kedutaan menganalisa situasi dan mengirimkan
tanggapannya. Meski laporan-laporan itu menekankan tentang berbahayanya
situasi di Jawa Tengah, Jawa Timur, Bandung dan Jakarta, Country Team tak bisa
menyatakan apakah insiden itu merupakan aksi komunis setempat atau sebuah
permulaan dari tindakan teror dan sabotase yang terkoordinir.
Laporan Kedutaan juga menyimpulkan bahwa Indonesia tengah menuju 'periode
chaos' karena PKI memiliki kekuatan dan persenjataan yang tangguh, dan
tampaknya ini diseimbangkan oleh ABRI. Pada akhir Oktober 1965, Kedutaan
mulai menerima laporan pembunuhan dan kekejaman terhadap anggota PKI.
Pada 29 Oktober, Kedutaan mendapat laporan bahwa warga Aceh memenggal
kepala anggota PKI dan meletakkannya di tongkat di sepanjang jalan. Tubuh
mereka kemudian dilemparkan ke sungai atau laut karena rakyat Aceh tak mau
tubuh mereka mengkontaminasi tanah Aceh.
Pada 8 November, Kedutaan mendapat laporan bahwa di Sumatra Utara dan Aceh,
ABRI dengan dibantu organisasi pemuda IP-KI dan elemen anti-komunis lainnya
kian gencar melakukan penumpasan dengan angka pembunuhan yang dilaporkan
cukup besar.
Pada 13 November, Kedutaan memiliki laporan dari kepala kepolisian setempat
bahwa sekitar 50 sampai 100 orang anggota PKI dibunuh setiap malamnya di Jawa
Tengah dan Jawa Timur oleh pasukan sipil anti-komunis dengan dukungan dari
ABRI. Seorang misionari di Surabaya melaporkan bahwa 3.500 anggota dan
simpatisan PKI dibunuh di Kediri antara 4 dan 9 November dan sebanyak 300
orang dibunuh di Paree, 30 kilometer sebelah barat daya Kediri.
Laporan-laporan serupa terus masuk sampai enam bulan pertama tahun 1966.
Pada airgram-nya tanggal 25 Februari 1966, Kedutaan melaporkan perkiraan
angka total kematian anggota PKI dan simpatisannya di bali mencapai 80.000
orang. Angka kematian yang tinggi itu dipicu oleh konflik antara PKI dan Partai
Nasional Indonesia (PNI), juga karena masalah pribadi dan perseteruan kelompok
yang memang kerap terjadi di sana.
Perlahan-lahan Kedutaan mulai menyadari bahwa Indonesia sedang mengalami
upaya penghapusan pengaruh PKI secara besar-besaran dan pembunuhan itu juga
dipicu oleh konflik etnik dan agama. Kedutaan tak bisa menyampaikan angka pasti
berapa jumlah penduduk Indonesia yang telah menjadi korban pembunuhan
dalam kampanye melawan PKI ini. Kebenaran tak akan pernah diketahui.
Bahkan pemerintah Indonesia sendiri tak memiliki kepastiannya. Kedutaan
mengakui, "Sejujurnya kami tidak tahu apakah angka pastinya mendekati 100.000
atau 1.000.000 tapi kami percaya, lebih baik memberikan perkiraan yang lebih
kecil, khususnya jika ditanyakan oleh media.
Pada tahun 1970, pejabat urusan luar negeri Richard Cabot Howland, seorang
pejabat di Kedutaan AS di Indonesia pada tahun 1965 dan 1966, menerbitkan
sebuah artikel Studies in Intelligence. dalam artikelnya, Howland membicarakan 3
kesalahan konsepsi yang populer saat itu: bahwa ABRI didorong untuk melawan
PKI oleh pasukan AS di Vietnam, bahwa Cina berada di balik usaha kudeta 30
September, dan bahwa sekitar 350 ribu sampai 1,5 juta anggota PKI dibunuh
sebagai balasan atas kudeta 30 September.
Howland menjabarkan bahwa atas usahanya sendiri, ia mengumpulkan informasi
dari warga Indonesia pada tahun 1966, dan kesulitannya dalam memperoleh
jawaban yang akurat dan data-data. Menurutnya, angka kematian anggota PKI
dilebih-lebihkan oleh pejabat dan warga Indonesia untuk menunjukkan sentimen
anti-PKI mereka kepada otoritas baru anti-komunis di Indonesia. Ia menyebutkan
bahwa dirinya menerima data-data dari seorang Letkol di KOTI Bagian Urusan Aksi
Sosial dan memastikan bahwa data itu akurat karena diperolehnya langsung dari
laporan di lapangan.
Menurutnya, total 50 ribu anggota PKI tewas di Pulau Jawa; 6 ribu tewas di Bali; 3
ribu tewas di Sumatra Utara. Menurut Howland, ia agak ragu dengan metode Letkol
tersebut namun bisa menerima estimasinya, dan dengan menggabungkannya
dengan data yang dia peroleh sendiri, hasilnya sebanyak 105 ribu anggota PKI
tewas.