si cantik dan si buruk rupa - ftp.unpad.ac.id filepenerang untuk bermain di malam hari. de d e su s...

1
24 F OKUS JUMAT, 25 NOVEMBER 2011 Di kawasan Puncak, vila menyediakan arena futsal dengan rumput hijau. Di semua sudut lapangan sudah terpasang lampu penerang untuk bermain di malam hari. DEDE SUSIANTI E KSOTISME Puncak tak pernah pudar. Ke- tika Tol Jakarta-Ci- pularang beroperasi 12 Juli 2005, pemilik usaha di kawasan wisata pegunungan itu sempat khawatir. Kalau Jakarta-Bandung hanya 2 jam dan Jakarta-Puncak juga 2 jam, warga Ibu Kota akan banting setir ke Bandung. Nyatanya memang demiki- an. Semakin banyak warga Jakarta yang membanjiri Ban- dung pada akhir pekan. Meski demikian, Puncak tak pernah sepi. Pegunungan yang meng- gambarkan perempuan cantik sedang berbaring itu tetap memesona dan dicintai. Lihatlah kemegahan vila- vila laksana lipstik di wajah perempuan cantik itu. Ada vila yang menjulang tinggi, banyak pula yang melebar ke samping dan meluas ke bela- kang. Juga, vila yang berdiri di tengah-tengah ‘kerumunan’ rumah-rumah kumuh pen- duduk asli. Selain itu, ada vila yang terpencil sendiri, dengan la- han terbuka luas di puncak perbukitan. Pepohonan yang dulu rindang dipangkas habis untuk pendirian bangunan serta taman bermain, kolam renang, perosotan, kolam ikan, tempat main futsal, dan arena badminton. Tak ketinggalan, terdapat vila yang dibangun di te- ngah hutan belantara. Meski dikepung pepohonan besar dan tinggi, saking megahnya, bangunan tersebut tetap me- narik perhatian dan terlihat dengan kasatmata dari ke- jauhan. Seperti itulah bangunan- bangunan vila yang berdiri di kawasan Kampung Citami- yang, Desa Megamendung, Kelurahan Tugu Utara, Keca- matan Megamendung, Kabu- paten Bogor. Lahan seluas 25 hektare bekas kebun teh milik PT Perkebunan Ciliwung itu telah berubah wajah menjadi milik perorangan sejak 1990. Vila berdiri kukuh di ketinggian 700 meter di atas permukaan laut, dengan lereng hutan pinus berkemiringan 30-45 derajat. Jalan aspal menanjak ber- kelok-kelok terlihat semakin memesona menjelang senja dan pada malam hari. Bara matahari memancar menaungi bangunan-bangunan tersebut. Ketika gelap tiba, vila dan hotel itu tetap terang benderang. Belasan ribu hingga ratusan ribu watt menyulap kegelapan menjadi keindahan tersendiri, terutama di vila-vila yang dikomersialkan. Ornamen dari berbagai daerah, bahkan dari negara lain, menambah kemolekan bangunan. Hotel Seruni di Jalan Pi- rus, Kampung Baru, Tegal, Cibeureum, Cisarua, misalnya. Hotel perpaduan gaya arsitek- tur Bali dan Sunda itu tampak sangat megah dan indah, baik dilihat pada siang maupun malam hari. Di malam hari, nyala lampu hotel dengan ka- mar mencapai ratusan itu men- jadi pemandangan tersendiri. Hampir semua konsep arsi- tektur bangunan dari berbagai belahan dunia diterapkan pada vila atau hotel di kawasan Pun- cak, baik milik pribadi mau- pun yang disewakan, yang mengantongi izin maupun yang liar. Vila milik pribadi cukup banyak menerapkan konsep etnik, seperti rumah kebun, rumah joglo, perpaduan Jawa Sunda, Jawa Bali, dan tradisi daerah tertentu di Indonesia. Banyak juga yang lebih me- nyukai arsitektur modern, minimalis, minimalis kon- temporer, Eropa, Mediterania, Arab, hingga ‘Negeri Kincir Angin’ (Belanda). Ada yang seluruh bangun- annya, mulai langit-langit, dinding, hingga lantai, terbuat dari kayu pilihan. Ada pula bangunan bertingkat dengan bagian atap tertutup sehingga bisa didarati beberapa heli- kopter sekaligus karena begitu luas. Di bawah bangunan itu ada garasi untuk mobil-mobil mewah. Milik menteri Siapa orang-orang berun- tung yang bisa mendapatkan kemewahan sedemikian rupa? “Ya, 90% milik warga Jakar- ta. Awalnya untuk keluarga bersenang-senang pada akhir pekan. Lama-lama bosan, lalu disewakan. Sebagian vila dan hotel memang sudah dari awal dikomersialkan,” jelas Iman, warga Desa Megamendung, yang bertugas menjaga vila. Menurut data Dinas Tata Bangunan dan Permukiman (DTBP) Kabupaten Bogor, di tiga kecamatan bagian selatan Kabupaten Bogor yang meli- puti Ciawi, Megamendung, dan Cisarua, terdapat 59.486 bangunan vila, hotel, serta rumah penduduk pada 2010. Dari data tersebut, baru 12.844 bangunan yang memiliki izin mendirikan bangunan. Tidak ada desa yang tak dipenuhi vila. Desa Cilember, Kecamatan Cisarua, misalnya, sudah disesaki 150 unit vila dan hanya beberapa yang me- miliki izin. Di Gang Pesantren Desa Cilember, berjarak sekitar 2 kilometer dari kantor desa, terdapat puluhan vila raksasa nan megah dengan model ber- variasi. Kawasan itu khusus vila mewah dengan nama Jalan/Blok Arum, Jalan/Blok Rahayu, Jalan/Blok Duren. Di satu blok/jalan, hanya terda- pat 4-5 bangunan. Di antara vila-vila mewah itu terselip milik seorang menteri di Jalan/Blok Arum dengan nama Vila Faras. Vilanya ada dua, satu untuk keluarga dan satu lagi disewakan. “Fasilitas vila Pak Menteri lengkap dan ada kolam renangnya,” tutur Kaur Ekonomi dan Pemba- ngunan Desa Cilember, Rah- mat, Selasa (15/11). Di kawasan tersebut, vila menyediakan arena futsal dengan rumput hijau. Semua sudut lapangan sudah terpa- sang lampu penerang untuk bermain di malam hari. “Ting- gal tekan tombol, sudah se- perti siang hari,” kata seorang penjaga vila yang tinggal di perkampungan tanpa listrik (baca: ‘Habis Gelap Terbitlah Gelap’). Hanya berjarak 1-2 kilometer dari vila-vila mewah tersebut, menghampar rumah-rumah penduduk yang reyot, nyaris ambruk, dan tanpa listrik. Rumah yang ditinggali pa- sangan Kohar, 30, dan Imas, 27, misalnya, sudah terlihat miring. Kalau hujan, air seperti pancuran masuk ke rumah. “Saya sering khawatir kalau rumah ini roboh saat kami sedang tertidur dengan anak- anak,” tutur Kohar, ayah tiga anak itu. (J-1) [email protected] Si Cantik dan si Buruk Rupa INDAH TAPI MERUSAK: Ribuan vila mewah berdiri di bekas perkebunan teh di Desa Megamendung, Kelurahan Tugu Utara, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, pekan lalu. Sebanyak 90% vila- vila itu milik warga Jakarta. Pembangunan tanpa izin dan tanpa rencana tata ruang membuat kawasan Puncak lambat laun rusak. MI/AGUNG WIBOWO TEMA: Menakar Kekuatan Kandidat Jawara OLAHRAGA SABTU (26/11/2011) FOKUS

Upload: nguyencong

Post on 17-Mar-2019

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Si Cantik dan si Buruk Rupa - ftp.unpad.ac.id filepenerang untuk bermain di malam hari. De D e Su S i a n t i E KSOTISME Puncak tak pernah pudar. Ke- ... renang, perosotan, kolam ikan,

24 Fokus megapolitanjumat, 25 november 2011

Di kawasan Pun cak, vila menyediakan arena futsal dengan rumput hijau. Di semua sudut lapangan sudah terpasang lampu penerang untuk bermain di malam hari.

DeDe SuSianti

EKSOTISME Puncak tak pernah pudar. Ke-tika Tol Jakarta-Ci-pularang beroperasi

12 Juli 2005, pemilik usaha di kawasan wisata pegunungan itu sempat khawatir. Kalau Jakarta-Bandung hanya 2 jam dan Jakarta-Puncak juga 2 jam, warga Ibu Kota akan banting setir ke Bandung.

Nyatanya memang demiki-an. Semakin banyak warga Jakarta yang membanjiri Ban-dung pada akhir pekan. Meski demikian, Puncak tak pernah sepi. Pegunungan yang meng-gambarkan perempuan cantik sedang berbaring itu tetap memesona dan dicintai.

Lihatlah kemegahan vila-vila laksana lipstik di wajah perempuan cantik itu. Ada vila yang menjulang tinggi, banyak pula yang melebar ke samping dan meluas ke bela-kang. Juga, vila yang berdiri di tengah-tengah ‘kerumunan’ rumah-rumah kumuh pen-duduk asli.

Selain itu, ada vila yang terpencil sendiri, dengan la-han terbuka luas di puncak perbukitan. Pepohonan yang dulu rindang dipangkas habis

untuk pendirian bangunan serta taman bermain, kolam renang, perosotan, kolam ikan, tempat main futsal, dan arena badminton.

Tak ketinggalan, terdapat vila yang dibangun di te-ngah hutan belantara. Meski dikepung pepohonan besar dan tinggi, saking megahnya, bangunan tersebut tetap me-narik perhatian dan terlihat dengan kasatmata dari ke-jauhan.

Seperti itulah bangunan-bangunan vila yang berdiri di kawasan Kampung Citami-yang, Desa Mega men dung, Kelurahan Tugu Utara, Keca-matan Megamendung, Kabu-paten Bogor.

Lahan seluas 25 hektare bekas kebun teh milik PT Perkebunan Ciliwung itu telah berubah wajah menjadi milik perorangan sejak 1990. Vila berdiri kukuh di ketinggian 700 meter di atas permukaan laut, dengan lereng hutan pinus berkemiringan 30-45 derajat.

Jalan aspal menanjak ber-ke lok-kelok terlihat semakin memesona menjelang senja dan pada malam hari. Bara matahari memancar menaungi bangunan-bangunan tersebut. Ketika gelap tiba, vila dan hotel itu tetap terang benderang.

Belasan ribu hingga ratusan ribu watt menyulap kegelapan menjadi keindahan tersendiri, terutama di vila-vila yang dikomersialkan. Ornamen dari berbagai daerah, bahkan dari negara lain, menambah

kemolekan bangunan. Hotel Seruni di Jalan Pi-

rus, Kampung Baru, Tegal, Cibeureum, Cisarua, misalnya. Hotel perpaduan gaya arsitek-tur Bali dan Sunda itu tampak sangat megah dan indah, baik dilihat pada siang maupun malam hari. Di malam hari, nya la lampu hotel dengan ka-mar mencapai ratusan itu men-jadi pemandangan tersendiri.

Hampir semua konsep arsi-tektur bangunan dari berbagai belahan dunia diterapkan pada vila atau hotel di kawasan Pun-cak, baik milik pribadi mau-pun yang disewakan, yang mengantongi izin maupun yang liar.

Vila milik pribadi cukup banyak menerapkan konsep etnik, seperti rumah kebun, rumah joglo, perpaduan Jawa Sunda, Jawa Bali, dan tradisi daerah tertentu di Indonesia. Banyak juga yang lebih me-nyukai arsitektur modern, minimalis, minimalis kon-temporer, Eropa, Mediterania, Arab, hingga ‘Negeri Kincir Angin’ (Belanda).

Ada yang seluruh bangun-annya, mulai langit-langit, dinding, hingga lantai, terbuat dari kayu pilihan. Ada pula bangunan bertingkat dengan bagian atap tertutup sehingga bisa didarati beberapa heli-kopter sekaligus karena begitu luas. Di bawah bangunan itu

ada garasi untuk mobil-mobil mewah.

Milik menteriSiapa orang-orang berun-

tung yang bisa mendapatkan kemewahan sedemikian rupa? “Ya, 90% milik warga Jakar-ta. Awalnya untuk keluarga bersenang-senang pada akhir pekan. Lama-lama bosan, lalu disewakan. Sebagian vila dan hotel memang sudah dari awal dikomersialkan,” jelas Iman, warga Desa Megamendung, yang bertugas menjaga vila.

Menurut data Dinas Tata Bangunan dan Permukiman (DTBP) Kabupaten Bogor, di tiga kecamatan bagian selatan Kabupaten Bogor yang meli-puti Ciawi, Megamendung, dan Cisarua, terdapat 59.486 bangunan vila, hotel, serta rumah penduduk pada 2010. Dari data tersebut, baru 12.844 bangunan yang memiliki izin mendirikan bangunan.

Tidak ada desa yang tak dipenuhi vila. Desa Cilember, Kecamatan Cisarua, misalnya, sudah disesaki 150 unit vila dan hanya beberapa yang me-miliki izin.

Di Gang Pesantren Desa Cilember, berjarak sekitar 2

kilometer dari kantor desa, terdapat puluhan vila raksasa nan megah dengan model ber-variasi. Kawasan itu khusus vila mewah dengan nama Jalan/Blok Arum, Jalan/Blok Rahayu, Jalan/Blok Duren. Di satu blok/jalan, hanya terda-pat 4-5 bangunan.

Di antara vila-vila mewah itu terselip milik seorang menteri di Jalan/Blok Arum dengan nama Vila Faras. Vilanya ada dua, satu untuk keluarga dan satu lagi disewakan. “Fasilitas vila Pak Menteri lengkap dan ada kolam renangnya,” tutur Kaur Ekonomi dan Pemba-ngunan Desa Cilember, Rah-mat, Selasa (15/11).

Di kawasan tersebut, vila me nyediakan arena futsal de ngan rumput hijau. Semua sudut lapangan sudah terpa-sang lampu penerang untuk bermain di malam hari. “Ting-gal tekan tombol, sudah se-perti siang hari,” kata seorang

penjaga vila yang tinggal di perkampungan tanpa listrik (baca: ‘Habis Gelap Terbitlah Gelap’).

Hanya berjarak 1-2 kilometer dari vila-vila mewah tersebut, menghampar rumah-rumah penduduk yang reyot, nyaris ambruk, dan tanpa listrik.

Rumah yang ditinggali pa-sangan Kohar, 30, dan Imas, 27, misalnya, sudah terlihat miring. Kalau hujan, air seperti pancuran masuk ke rumah. “Saya sering khawatir kalau rumah ini roboh saat kami sedang tertidur dengan anak-anak,” tutur Kohar, ayah tiga anak itu. (J-1)

[email protected]

Si Cantikdan si Buruk Rupa

INDAH TAPI MERUSAK: Ribuan vila mewah berdiri di bekas perkebunan teh di Desa Megamendung,

Kelurahan Tugu Utara, Kecamatan Megamendung,

Kabupaten Bogor, pekan lalu. Sebanyak 90% vila-

vila itu milik warga Jakarta. Pembangunan tanpa izin dan

tanpa rencana tata ruang membuat kawasan Puncak

lambat laun rusak.

MI/AGUNG WIBOWO

TEMA:MenakarKekuatan

Kandidat Jawara

OLAHRAGASABTU (26/11/2011)

FOKUS