sgd lbm 4

27
SGD LBM 4 1 Masa nifas : 1. Pengertian Masa nifas adalah masa dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta sampai 6 minggu setelah melahirkan. Masa nifas dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat- alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil yang berlangsung kira-kira 6 minggu. 2. Tahapan Masa Nifas Masa nifas terbagi menjadi tiga tahapan , yaitu : a. Puerperium dini : Suatu masa kepulihan dimana ibu diperbolehkan untuk berdiri dan berjalan-jalan. b. Puerperium intermedial : Suatu masa dimana kepulihan dari organ-organ reproduksi selama kurang lebih enam minggu. c. Remote puerperium : Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat kembali dlam keadaan sempurna terutama ibu bila ibu selama hamil atau waktu persalinan mengalami komplikasi . 3. Involusi Uterus Involusi Uterus atau pengerutan uterus merupakan suatu proses dimana uterus kembali ke kondisi sebelum hamil dengan bobot hanya 60 gram. Proses involusio uterus adalah sebagai berikut : a. Autolysis Merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi di dalam otot uterine. Enzim proteolitik akan memendekkan

Upload: m-fitrah-hidayat

Post on 29-Sep-2015

45 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

sgd

TRANSCRIPT

SGD LBM 41 Masa nifas:1. PengertianMasa nifas adalah masa dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta sampai 6 minggu setelah melahirkan. Masa nifas dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil yang berlangsung kira-kira 6 minggu.

2. TahapanMasa NifasMasa nifas terbagi menjadi tiga tahapan, yaitu :a. Puerperium dini : Suatu masa kepulihan dimana ibu diperbolehkan untuk berdiri dan berjalan-jalan.b. Puerperium intermedial : Suatu masa dimana kepulihan dari organ-organ reproduksi selama kurang lebih enam minggu.c. Remote puerperium : Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat kembali dlam keadaan sempurna terutama ibu bila ibu selama hamil atau waktu persalinan mengalami komplikasi.3. Involusi UterusInvolusi Uterus atau pengerutan uterus merupakan suatu proses dimana uterus kembali ke kondisi sebelum hamil dengan bobot hanya 60 gram. Proses involusio uterus adalah sebagai berikut :a. AutolysisMerupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi di dalam otot uterine. Enzim proteolitik akan memendekkan jaringan otot yang telah mengendur hingga panjangnya 10 kali panjang sebelum hamil dan lebarnya 5 kali lebar sebelum hamil yang terjadi selama kehamilan. b. Efek oksitosin (cara bekerjanya oksitosin)Oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi dan retraksi otot uterin sehingga akan menekan pembuluh darah yang mengakibatkan berkurangnya suplai darah ke uterus. Proses ini membantu untuk mengurangi situs atau tempat implantasi plasenta serta mengurangi perdarahan.WaktuBobot UterusDiameter UterusPalpasi Serviks

Pada akhir persalinan900 gram12,5 cmLembut/lunak

Akhir minggu ke-1450 gram7,5 cm2 cm

Akhir minggu ke-2200 gram5,0 cm1 cm

Akhir minggu ke-660 gram2,5 cmMenyempit

4. LocheaDengan adanya involusi uterus, maka lapisan luar dari desidua yang mengelilingi situs plasenta akan menjadi necrotic (layu/mati). Desidua yang mati akan keluar bersama dengan sisa cairan. Campuran antara darah dan desidua tersebut dinamakan lokia, yang biasanya berwarna merah muda atau putih pucat.Lokia adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas dan mempunyai reaksi basa/alkalis yang dapat membuat organisme berkembang lebih cepat dari pada kondisi asam yang ada pada vagina normal. Lokia mempunyai bau yang amis (anyir) meskipun tidak terlalu menyengat dan volumenya berbeda-beda pada setiap wanita. Lokia mengalami perubahan karena proses involusi. Pengeluaran lokia dapat dibagi berdasarkan waktu dan warnanya, seperti pada tabel berikut ini.Lokia Waktu Warna Ciri-ciri

Rubra 1-3 hari Merah kehitaman Terdiri dari sel desidua, verniks caseosa, rambut lanugo, sisa mekoneum dan sisa darah

Sanguilenta 3-7 hari Putih bercampur merah Sisa darah bercampur lendir

Serosa 7-14 hari Kekuningan/ kecoklatan Lebih sedikit darah dan lebih banyak serum, juga terdiri dari leukosit dan robekan laserasi plasenta

Alba >14 hari Putih Mengandung leukosit, selaput lendir serviks dan serabut jaringan yang mati.

2 SC:a. DefinisiSeksio sesaria atau persalinan sesaria didefinisikan sebagai melahirkan janin melalui insisi dinding abdomen (laparatomi) dan dinding uterus (histerotomi). Definisi ini tidak mencakup pengangkatan janin dari kavum abdomen dalam kasus ruptur uteri/kehamilan abdominal. Tindakan ini dilakukan untuk mencegah kematian ibu dan bayi karena kemungkinan-kemungkinan komplikasi yang dapat timbul bila persalinan tersebut berlangsung pervaginam.

c. Klasifikasi Seksio SesareaAda beberapa jenis seksio sesarea, yaitu:a. Seksio sesarea transperitoneal profunda merupakan suatu pembedahan dengan melakukan insisi pada segmen bawah uterus (Prawiroharjo, 2002). Hampir 99% dari seluruh kasus seksio sesarea dalam praktek kedokteran dilakukan dengan menggunakan teknik ini, karena memiliki beberapa keunggulan seperti kesembuhan lebih baik, dan tidak banyak menimbulkan perlekatan. Adapun kerugiannya adalah terdapat kesulitan dalam mengeluarkan janin sehingga memungkinkan terjadinya perluasan luka insisi dan dapat menimbulkan perdarahan (Manuaba, 1999). Arah insisi melintang (secara Kerr) dan insisi memanjang (secara Kronig).b. Seksio sesarea klasik (corporal), yaitu insisi pada segmen atas uterus atau korpus uteri. Pembedahan ini dilakukan bila segmen bawah rahim tidak dapat dicapai dengan aman (misalnya karena perlekatan yang erat pada vesika urinaria akibat pembedahan sebelumnya atau terdapat mioma pada segmen bawah uterus atau karsinoma serviks invasif), bayi besar dengan kelainan letak terutama jika selaput ketuban sudah pecah. Teknik ini juga memiliki beberapa kerugian yaitu, kesembuhan luka insisi relatif sulit, kemungkinan terjadinya ruptur uteri pada kehamilan berikutnya dan kemungkinan terjadinya perlekatan dengan dinding abdomen lebih besarc. Seksio sesarea yang disertai histerektomi, yaitu pengangkatan uterus setelah seksio sesarea karena atoni uteri yang tidak dapat diatasi dengan tindakan lain, pada uterus miomatousus yang besar dan atau banyak, atau pada ruptur uteri yang tidak dapat diatasi dengan jahitand. Seksio sesarea vaginal, yaitu pembedahan melalui dinding vagina anterior ke dalam rongga uterus. Jenis seksio ini tidak lagi digunakan dalam praktek obstetri e. Seksio sesarea ekstraperitoneal, yaitu seksio yang dilakukan tanpa insisi peritoneum dengan mendorong lipatan peritoneum ke atas dan kandung kemih ke bawah atau ke garis tengah, kemudian uterus dibuka dengan insisi di segmen bawah (Charles, 2005).

Insisi Dinding Abdomen a. Insisi Longitudinal Teknik insisi yang dilakukan antara umbilikus sampai dengan suprapubis. Untuk mengatasi perdarahan dilakukan tindakan ligasi atau kauterisasi. Fasia dibuka sepanjang insisi, kemudian dibebaskan dari otot dinding abdomen. Selanjutnya otot dinding abdomen dipisahkan ke bagian samping sehingga terlihat peritoneum. Peritoneum dibuka kemudian melakukan insisi peritoneum diperlebar ke atas dan ke bawah sehingga uterus terlihat. b. Insisi Transversal menurut Pfannenstiel Teknik insisi yang dilakukan di suprapubis pada perbatasan rambut pubis hingga mencapai fasia abdominalis. Perdarahan diatasi dengan tindakan ligasi atau dengan termokauter. Pemotongan fasia dilakukan secara melintang dipisahkan dari muskulus abdominalis dan muskulus piramidalis. Ligasi bila terjadi perdarahan arteri atau vena epigastrika inferior. Pada tepi bagian atas dan bawah dapat diikat pada kulit abdomen, kemudian untuk melihat peritonium, muskulus rektus dan piramidalis dipisahkan pada garis tengahnya. Peritoneum dibuka dengan melakukan pengangkatan menggunakan pinset dan dipotong dengan pisau atau gunting. Uterus dapat terlihat dengan memperlebar insisi peritoneum. Insisi Uterus Insisi uterus yang paling sering dilakukan adalah insisi transversal (tipe Kerr) segmen bawah, kemudian diikuti oleh insisi vertikal segmen bawah. a. Insisi Uterus Transversal Segmen Bawah Insisi jenis ini memiliki keunggulan yaitu hanya membutuhkan sedikit diseksi kandung kemih dari miometrium di bawahnya, namun jika insisi diperluas ke lateral maka dapat terjadi laserasi yang mengenai satu atau kedua pembuluh uterus. Keuntungan lain insisi transversal adalah lebih mudah diperbaiki, terletak di tempat yang paling kecil kemungkinan mengalami ruptur disertai keluarnya kepala janin ke dalam rongga abdomen selama kehamilan berikutnya dan tidak meningkatkan perlekatan usus atau omentum ke garis sisi. Insisi uterus harus dibuat cukup lebar agar kepala dan badan janin dapat lahir tanpa merobek atau harus memotong arteri dan vena uterina yang berjalan di batas lateral uterus, jika dijumpai plasenta di garis insisi, plasenta tersebut harus dilepaskan atau diinsisi. Jika plasenta dipotong, perdarahan janin dapat hebat sehingga tali pusat harus dipotong secepat mungkin. b. Insisi Uterus Vertikal Segmen Bawah Insisi vertikal pada uterus dimulai dengan skalpel dan dilakukan serendah mungkin, tetapi lebih tinggi daripada batas perlekatan kandung kemih. Jika ruang yang terbentuk oleh skalpel sudah memadai, maka insisi diperluas ke arah kepala dengan gunting perban sampai cukup panjang untuk melahirkan janin. Di dalam miometrium sering dijumpai banyak perdarahan dari pembuluh-pembuluh darah besar. Segera setelah janin dikeluarkan, pembuluh-pembuluh tersebut diklem dan diikat dengan benang catgut kromik. Setelah janin lahir, insisi uterus diamati untuk melihat ada tidaknya perdarahan yang bermakna. Perdarahan harus segera dijepit dengan forcep pennington atau forsep cincin. Indikasi Ada beberapa faktor yang menentukan keberhasilan dalam persalinan, yaitu power (kekuatan ibu), passage (jalan lahir), passanger (janin), psikologis ibu dan penolong persalinan. Apabila pada salah satu faktor terdapat gangguan, dapat mengakibatkan keberhasilan dalam persalinan tidak dapat tercapai bahkan dapat menimbulkan komplikasi yang dapat membahayakan ibu dan janin jika keadaan tersebut berlanjut. Indikasi seksio sesarea dilakukan apabila diambil langkah keputusan penundaan persalinan yang lebih lama akan menimbulkan bahaya serius bagi ibu, janin, bahkan keduanya, atau bila tidak dimungkinkan dilakukan persalinan pervaginam secara aman. Adapun indikasi dilakukannya seksio sesarea dibedakan menjadi 3, yaitu: a. Indikasi Ibu 1. Usia ibu melahirkan pertama kali diatas usia 35 tahun atau wanita usia 40 tahun ke atas. 2. Adanya ancaman robekan rahim. 3. Ibu kelelahan. 4. Penyakit ibu yang berat seperti penyakit jantung, paru, demam tinggi, pre-eklampsia berat atau eklampsia. 5. Faktor hambatan jalan lahir, karena terdapat tumor atau mioma yang menyebabkan persalinan terhambat atau tidak maju. 6. Disproporsi sefalo-pelvis, yaitu ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin. b. Indikasi Janin 1. Bayi terlalu besar atau berat bayi sekitar 4000 gram atau lebih. 2. Malpresentasi atau malposisi, yaitu letak bayi dalam rahim tidak menguntungkan untuk persalinan pervaginam. Misalnya pada posisi transversal dan presentasi sungsang. 3. Distress janin, terjadi perubahan kecepatan denyut jantung janin yang dapat menunjukkan suatu masalah pada bayi. Perubahan kecepatan denyut jantung, dapat terjadi jika tali pusat tertekan atau berkurangnya aliran darah yang teroksigenasi ke plasenta. 4. Faktor plasenta, misalnya pada kasus plasenta previa, keadaan dimana plasenta menutupi sebagian leher rahim. Pada saat leher rahim melebar, plasenta terlepas dari rahim dan menyebabkan perdarahan, yang dapat mengurangi pasokan oksigen ke janin. Tidak dimungkinkan dilakukan persalinan pervaginam karena plasenta akan keluar sebelum bayi lahir. 5. Kelainan tali pusat, misalnya pada prolaps tali pusat terjadi bila tali pusat turun melalui leher rahim sebelum bayi, maka kepala atau tubuh bayi dapat menjepit tali pusat dan mengakibatkan kurangnya pasokan oksigen, sehingga mengharuskan dilakukannya bedah sesar dengan segera. 6. Kehamilan ganda, pada kehamilan ganda terdapat risiko terjadinya komplikasi kelahiran prematur dan terjadi pre-eklamsia pada ibu sehingga memungkinkan untuk dilakukan persalinan secara seksio sesarea. c. Indikasi Waktu 1. Partus lama, yaitu persalinan yang berlangsung sampai 18 jam atau lebih 2. Partus tidak maju, yaitu tidak ada kemajuan dalam jalannya persalinan kala I baik dalam pembukaan serviks, penurunan kepala atau saat putaran paksi. 3. Partus macet, yaitu bayi tidak lahir setelah dipimpin mengejan (kala II) beberapa saat. Selain indikasi berdasarkan faktor ibu, janin dan waktu terdapat indikasi sosial untuk dilakukannya persalinan secara seksio sesarea, yang timbul karena permintaan pasien meskipun untuk dilakukan persalinan normal tidak ada masalah atau kesulitan yang bermakna. Indikasi sosial biasanya sudah direncanakan terlebih dahulu atau dapat disebut dengan seksio sesarea elektif.27 Kontraindikasi Seksio sesarea dilakukan untuk kepentingan ibu dan janin, adanya faktor yang menghambat berlangsungnya tindakan seksio sesarea, seperti adanya gangguan mekanisme pembekuan darah pada ibu, lebih dianjurkan untuk dilakukan persalinan pervaginam, oleh karena insisi yang menyebabkan perdarahan dapat seminimal mungkin.6 Seksio sesaria umumnya tidak dilakukan pada kasus keadaan janin sudah mati dalam kandungan, ibu syok atau anemia berat yang belum teratasi, pada janin dengan kelainan kongenital mayor yang berat atau terjadi infeksi dalam kehamilan.Komplikasi Pasca Seksio Sesarea Morbiditas maternal pada seksio sesarea lebih besar dibandingkan dengan persalinan pervaginam. Komplikasi pasca seksio sesarea dapat berasal dari perdarahan, sepsis, luka pada traktus urinarius dan tromboemboli. Komplikasi pasca seksio sesarea, meliputi:a. Perdarahan Perdarahan merupakan komplikasi paling serius yang memerlukan transfusi darah dan merupakan penyebab utama kematian maternal. Penyebab perdarahan pada tindakan operasi dapat disebabkan karena atonia uteri, robekan jalan lahir, perdarahan karena mola hidatidosa atau korio-karsinoma, gangguan pembekuan darah akibat kematian janin dalam rahim lebih dari 6 minggu, solusio plasenta, emboli air ketuban dan retensio plasenta, yaitu gangguan pelepasan plasenta menimbulkan perdarahan dari tempat implantasi plasenta. b. Infeksi Setiap tindakan pembedahan hampir selalu diikuti oleh kontaminasi bakteri, sehingga menimbulkan infeksi. Infeksi semakin meningkat apabila didahului faktor predisposisi yang memudahkan terjadinya infeksi, yaitu keadaan umum yang rendah misalnya terdapat anemia saat kehamilan atau sudah terdapat infeksi sebelumnya, keadaan malnutrisi, perlukaan operasi yang menjadi jalan masuk bakteri, pelaksanaan operasi persalinan yang kurang legeartis seperti rendahnya tingkat higienitas dan sterilitas alat pembedahan dan ruang operasi, proses persalinan bermasalah seperti partus lama atau macet, korioamnionitis, persalinan traumatik, kurang baiknya proses pencegahan infeksi dan manipulasi yang berlebihan. c. Trauma Tindakan Operasi Persalinan Operasi merupakan suatu tindakan pertolongan persalinan sehingga tidak menutup kemungkinan dapat menimbulkan trauma jalan lahir. Trauma operasi persalinan diantaranya dapat berupa perluasan luka episiotomi, perlukaan pada vagina, perlukaan pada serviks, perlukaan pada forniks-kolpoporeksis, terjadi ruptura uteri lengkap atau tidak lengkap, terjadi fistula dan inkontinensia. Ruptura uteri dan kolpoporeksis merupakan akibat dari trauma tindakan operasi persalinan yang diyakini paling berat. d. Tromboemboli Aliran darah yang normal tergantung pada pemeliharaan keseimbangan antara antikoagulan yang beredar, antikoagulan endotelium serta faktor-faktor prokoagulan. Apabila keseimbangan tersebut terganggu, dapat terjadi trombosis. Pada suatu kondisi yang memperlambat aliran darah, misalnya pada ibu hamil yang merupakan salah satu faktor risiko untuk mengalami kejadian tromboemboli, sedangkan risiko tromboemboli setelah tindakan seksio sesarea diperkirakan dialami 1-2% pasien. Faktor-faktor risiko kemungkinan terjadinya trombosis antara lain peningkatan konsentrasi estrogen atau progesteron dalam plasma, peningkatan konsentrasi beberapa faktor pembekuan pada kehamilan, partus, pasca seksio sesarea emergensi, partus dengan instrumen dan grande-multiparitas. Risiko trombosis juga meningkat pada usia lebih dari 35 tahun atau lebih dari 30 tahun dengan riwayat melahirkan lewat pembedahan, obesitas dengan berat badan lebih dari 80 kg, immobilitas atau tirah baring lebih dari 4 hari, trauma dan pembedahan, dehidrasi misalnya pada keadaan emesis atau hiperemesis, perdarahan, infeksi yang belum lama terjadi, sepsis, kompresi pembuluh darah, merokok, stress, hipertensi, pre-eklamsia, diet tinggi lemak dan rendah serat, varises vena, trombofilia, sindrom antifosfolipid, lupus antikoagulan, riwayat tromboemboli pada pasien, diabetes melitus, penyakit yang telah ada sebelumnya misalnya pada kelainan saluran pernapasan, penyakit kardiovaskuler, arteriosklerosis, sindrom nefrotik, dan penyakit inflamasi usus. Faktor Persalinan -Ketuban Pecah Dini (KPD) Ketuban pecah dini adalah kondisi pecahnya selaput ketuban sebelum terjadinya proses persalinan pada usia kehamilan cukup bulan atau kurang bulan.6 Ketuban pecah dini terjadi karena rupturnya membran ketuban sebelum persalinan berlangsung.Penyebab Penyebab ketuban pecah dini adalah karena berkurangnya kekuatan membran atau peningkatan tekanan intra uterin atau kombinasi antara keduanya. Berkurangnya kekuatan membran disebabkan karena adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina atau serviks. Ketuban pecah dini juga dapat disebabkan oleh karena:a. Inkompetensi Serviks b. Peningkatan Tekanan Intra Uterin c. Kelainan letak janin dan uterus, seperti letak sungsang atau letak lintang d. Infeksi disebabkan oleh sejumlah mikroorganisme yang menyebabkan infeksi pada selaput yang biasanya berasal dari vagina. Infeksi yang terjadi menyebabkan proses biomekanik pada selaput ketuban dalam bentuk proteolitik sehingga selaput ketuban mudah pecah. e. Faktor Genetik f. Riwayat Ketuban Pecah Dini (KPD) Sebelumnya Pengaruh Ketuban Pecah Dini (KPD) terhadap Seksio Sesarea dan Lama Perawatan Komplikasi yang ditimbulkan akibat ketuban pecah dini diantaranya infeksi maternal ataupun neonatus, persalinan prematur, hipoksia karena kompresi tali pusat, deformitas janin, insiden seksio sesarea yang meningkat karena persalinan normal yang gagal. Ketuban pecah dini merupakan salah salah satu indikasi medis untuk dilakukan tindakan seksio sesarea oleh karena sudah terjadi gawat janin. Pada kasus ketuban pecah dini memungkinkan terjadinya infeksi intrapartum, infeksi puerpuralis atau nifas hingga peritonitis dan septikemia. Kasus infeksi pada ketuban pecah dini lebih sering terjadi pada persalinan preterm daripada aterm dan secara umum insiden infeksi sekunder pada ketuban pecah dini meningkat sebanding dengan lamanya periode laten.-Partus Lama Partus lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 18 jam yang dimulai dari tanda-tanda persalinan. Penyebab Sebab-sebab terjadinya partus lama adalah multi-komplek yang tergantung pada keadaan kehamilan, pertolongan persalinan dan penatalaksanaannya. Faktor-faktor yang menyebabkan partus lama adalaha. Kelainan letak janin b. Kelainan panggul c. Kelainan his d. Pimpinan partus yang salah e. Kelainan kongenital f. Primitua g. Grande multipara h. Ketuban pecah dini

Pengaruh Partus Lama terhadap Seksio Sesarea dan Lama Perawatan Disamping kasus gawat janin, persalinan berkepanjangan merupakan suatu indikasi medis dilakukannya tindakan seksio sesarea, misalnya pada keadaan disproporsi sefalo-pelvis atau terdapat kelainan his sehingga pembukaan tidak berkembang. Terdapat kenaikan insidensi atonia uteri, laserasi, perdarahan, infeksi hingga sepsis, asidosis atau gangguan elektrolit, kelelahan ibu, dehidrasi, syok dan kegagalan fungsi organ, robekan jalan lahir dan terjadinya fistula buli-buli, vagina, uterus dan rektum sehingga turut meningkatkan angka morbiditas ibu.-Faktor Maternal Usia Usia adalah lama waktu untuk hidup atau sejak dilahirkan atau sejak diadakan.33 Usia ibu merupakan penyebab kematian maternal dari faktor reproduksi. Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada usia lebih dari 35 tahun adalah 2 hingga 5 kali lebih tinggi daripada kematian maternal yang terjadi pada usia antara 20 hingga 35 tahun.11 Usia Ibu Kurang dari 20 Tahun Pada usia kurang dari 20 tahun, organ reproduksi belum berfungsi dengan sempurna, sehingga bila terjadi kehamilan dan persalinan rentan mengalami komplikasi. Pada usia ini, kekuatan otot perineum dan otot perut belum bekerja secara optimal, sehingga sering terjadi persalinan lama yang memerlukan tindakan.Risiko kehamilan dengan usia di bawah 20 tahun adalah anemia, gangguan tumbuh kembang janin, prematuritas atau berat badan lahir rendah (BBLR), gangguan persalinan, pre-eklampsia, perdarahan antepartum, asfiksia dan persalinan pervaginam dengan instrumen.Pengaruh Usia terhadap Seksio Sesarea dan Lama Perawatan Kemungkinan terjadi komplikasi pada primigravida usia yang terlalu muda ataupun tua lebih besar dibandingkan primigravida usia 20-30 tahun. Penelitian Awad Shehadeh di Queen Alia and Prince Hashem Hospital pada primigravida yang berusia lebih dari 35 tahun terdapat angka kejadian peningkatan komplikasi keluaran maternal dan perinatal bila dibandingkan dengan primigravida usia 20-25 tahun, yaitu terjadinya perdarahan postpartum dan persalinan bedah sesar.Wanita dengan usia diatas 35 tahun rentan dengan masalah kesehatan yang kronis, seperti menderita penyakit diabetes melitus atau tekanan darah tinggi.10 Risiko pada wanita usia lebih dari 35 tahun, 2 kali lebih rawan dibandingkan wanita berusia 20 tahun untuk menderita tekanan darah tinggi dan diabetes pada saat kehamilan pertama. Wanita yang pertama kali hamil pada usia di atas 40 tahun memiliki kemungkinan sebesar 60% menderita takanan darah tinggi dan 4 kali lebih rawan terkena penyakit diabetes selama kehamilan dibandingkan wanita yang berusia 20 tahun.12 Masalah kesehatan kronis ini merupakan morbiditas pasien postpartum yang turut mempengaruhi lama perawatan menjadi lebih panjang.

Perawatan pasca SC1. Perawatan luka insisiLuka insisi dibersihkan dengan alkohol dan larutan betadin dan sebagainya, lalu ditutup dengan kain penutup luka. Secara periodik pembalut luka diganti dan luka dibersihkan.2. Tempat perawatan pasca bedahSetelah tindakan di kamar operasi selesai, pasien dipindahkan ke dalam kamar rawat khusus yang dilengkapi dengan alat pendingin kamar udara selama beberapa hari. Bila pasca bedah kondisi gawat segera pindahkan ke ICU untuk perawatan bersama-sama dengan unit anastesi, karena di sini peralatan untuk menyelamatkan pasien lebih lengkap. Setelah pulih barulah di pindahkan ke tempat pasien semula dirawat.3. Pemberian cairanKarena selama 24 jam pertama pasien puasa pasca operasi, maka pemberian cairan perinfus harus cukup banyak dan mengandung elektrolit yang diperlukan, agar tidak terjadi dehidrasi.4. NyeriNyeri pasca operasi merupakan efek samping yang harus diderita oleh mereka yang pernah menjalani operasi, termasuk bedah Caesar. Nyeri tersebut dapat disebabkan oleh perlekatan-perlekatan antar jaringan akibat operasi. Nyeri tersebut hampir tidak mungkin di hilangkan 100%, ibu akan mengalami nyeri atau gangguan terutama bila aktivitas berlebih atau melakukan gerakan-gerakan kasar yang tiba-tiba.Sejak pasien sadar dalam 24 jam pertama rasa nyeri masih dirasakan didaerah operasi. Untuk mengurangi rasa nyeri tersebut dapat diberikan obat-obat anti nyeri dan penenang seperti suntikan intramuskuler pethidin dengan dosis 100-150 mg atau morfin sebanyak 10-15 mg atau secara perinfus.5. MobilisasiMobilisasi segera tahap demi tahap sangat berguna untuk membantu jalanya penyembuhan pasien. Mobilisasi berguna untuk mencegah terjadinya thrombosis dan emboli. Miring ke kanan dan kiri sudah dapat dimulai sejak 6-10 jam setelah pasien sadar. Latihan pernafasan dapat dilakukan pasien sambil tidur terlentang sedini mungkin setelah sadar. Pada hari kedua pasies dapat didukukan selama 5 menit dan dan diminta untuk bernafas dalam-dalam lalu menghembuskanya disertai batuk-batuk kecil yang gunanya untuk melonggarkan pernafasan dan sekaligus menumbuhkan kepercayaan pada diri pasien bahwa ia mulai pulih. Kemudian posisi tidur terlentang dirubah menjadi setengah duduk (semi fowler).selanjutnya secara berturut-turut, hari demi hari pasien dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar berjalan dan berjalan sendiri pada hari ke 3 sampai 5 pasca bedah.

Infeksi puerperal ( nifas )Infeksi post operasi terjadi apabila sebelum keadaan pembedahan sudah ada gejala-gejala infeksi intra partum atau ada faktor-faktor yang merupakan gejala infeksi.a. Infeksi bersifat ringan : kenaikan suhu beberapa hari saja.b. Infeksi bersifat sedang : dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi,disertai dengan dehidrasi dan perut sedikit kembung.c. Infeksi bersifat berat : dengan peritonitis septis ileus paralitik, hal ini sering kita jumpai pada partus teriambat, dimana sebelumnya telah terjadi infeksi intraportal karena ketuban yang telah lama.Penanganannya adalah dengan pemberian cairan elektrolik dan antibiotikyang adekuat dan tepat.

3 Infeksi nifasInfeksi NifasPenyebab dan Cara Terjadinya Infeksi Nifasa. Penyebab infeksi nifasBermacam-macam jalan kuman masuk ke dalam alat kandungan seperti eksogen (kuman datang dari luar), autogen (kuman masuk dari tempat lain dalam tubuh) dan endogen (dari jalan lahir sendiri). Penyebab yang terbanyak dan lebih dari 50% adalah streptococcus anaerob yang sebenarnya tidak patogen sebagai penghuni normal jalan lahir. Kuinan-kuman yang sering menyebabkan infeksi antara lain adalah : 1) Streptococcus haemoliticus anaerobic Masuknya secara eksogen dan menyebabkan infeksi berat. Infeksi ini biasanya eksogen (ditularkan dari penderita lain, alat-alat yang tidak suci hama, tangan penolong, infeksi tenggorokan orang lain). 2) Staphylococcus aureus Masuknya secara eksogen, infeksinya sedang, banyak ditemukan sebagai penyebab infeksi di rumah sakit dan dalam tenggorokan orang-orang yang nampaknya sehat. Kuman ini biasanya menyebabkan infeksi terbatas, walaupun kadang-kadang menjadi sebab infeksi umum. 3) Escherichia ColiSering berasal dari kandung kemih dan rektum, menyebabkan infeksi terbatas pada perineum, vulva, dan endometriurn. Kuman ini merupakan sebab penting dari infeksi traktus urinarius4) Clostridium WelchiiKuman ini bersifat anaerob, jarang ditemukan akan tetapi sangat berbahaya. Infeksi ini lebih sering terjadi pada abortus kriminalis dan partus yang ditolong oleh dukun dari luar rumah sakit.b. Cara terjadinya infeksi nifasInfeksi dapat terjadi sebagai berikut:1) Tangan pemeriksa atau penolong yang tertutup sarung tangan pada pemeriksaan dalam atau operasi membawa bakteri yang sudah ada dalam vagina ke dalam uterus. Kemungkinan lain ialah bahwa sarung tangan atau alat-alat yang dimasukkan ke dalam jalan lahir tidak sepenuhnya bebas dari kuman-kuman.2) Droplet infection. Sarung tangan atau alat-alat terkena kontaminasi bakteri yang berasal dari hidung atau tenggorokan dokter atau petugas kesehatan lainnya. Oleh karena itu, hidung dan mulut petugas yang bekerja di kamar bersalin harus ditutup dengan masker dan penderita infeksi saluran pernafasan dilarang memasuki kamar bersalin.3) Dalam rumah sakit terlalu banyak kuman-kuman patogen, berasal dari penderita-penderita dengan berbagai jenis infeksi. Kuman-kuman ini bisa dibawa oleh aliran udara kemana-mana termasuk kain-kain, alat-alat yang suci hama, dan yang digunakan untuk merawat wanita dalam persalinan atau pada waktu nifas.4) Koitus pada akhir kehamilan tidak merupakan sebab infeksi penting, kecuali apabila mengakibatkan pecahnya ketuban.Faktor Predisposisi Infeksi Nifasa. Semua keadaan yang menurunkan daya tahan penderita seperti perdarahanbanyak, diabetes, preeklamsi, malnutrisi, anemia. Kelelahan juga infeksilain yaitu pneumonia, penyakit jantung dan sebagainya.b. Proses persalinan bermasalah seperti partus lama/macet terutama denganketuban pecah lama, korioamnionitis, persalinan traumatik, kurangbaiknya proses pencegahan infeksi dan manipulasi yang berlebihan.c. Tindakan obstetrik operatif baik pervaginam maupun perabdominam.d. Tertinggalnya sisa plasenta, selaput ketuban dan bekuan darah dalamrongga rahim.e. Episiotomi atau laserasi.Tanda dan GejalaInfeksi lokal warna kulit berubah, bengkak pada luka, lokia bercampur nanah, mobilitas terbatas, suhu badan meningkat.Infeksi umum sakit dan lemah, suhu badan meningkat, TD menurun, nadi meningkat, pernafasan meningkat dan sesak, kesadaran menurun, gangguan involusi uterus, lokia berbau, bernanah, kotor.Gambaran Klinis Infeksi Nifasa. Infeksi pada perineum, vulva, vagina dan serviksGejalanya berupa rasa nyeri serta panas pada tempat infeksi dan kadang-kadang perih bila kencing. Bila getah radang bisa keluar, biasanya keadaannya tidak berat, suhu sekitar 38C dan nadi di bawah 100 per menit. Bila luka terinfeksi tertutup oleh jahitan dan getah radang tidak dapat keluar, demam bisa naik sampai 39 - 40C dengan kadang-kadang disertai menggigil.b. EndometritisKadang-kadang lokia tertahan oleh darah, sisa-sisa plasenta dan selaput ketuban. Keadaan ini dinamakan lokiametra dan dapat menyebabkan kenaikan suhu. Uterus pada endometritis agak membesar, serta nyeri pada perabaan dan lembek.Pada endometritis yang tidak meluas, penderita merasa kurang sehat dan nyeri perut pada hari-hari pertama. Mulai hari ke-3 suhu meningkat, nadi menjadi cepat, akan tetapi dalam beberapa hari suhu dan nadi menurun dan dalam kurang lebih satu minggu keadaan sudah normal kembali.Lokia pada endometritis, biasanya bertambah dan kadang-kadang berbau. Hal ini tidak boleh dianggap infeksinya berat. Malahan infeksi berat kadang-kadang disertai oleh lokia yang sedikit dan tidak berbau. c. c. Septicemia dan piemiaKedua-duanya merupakan infeksi berat namun gejala-gejala septicemia lebih mendadak dari piemia. Pada septicemia, dari permulaan penderita sudah sakit dan lemah. Sampai tiga hari postpartum suhu meningkat dengan cepat, biasanya disertai menggigil. Selanjutnya, suhu berkisar antara 39 - 40C, keadaan umum cepat memburuk, nadi menjadi cepat (140 - 160 kali/menit atau lebih). Penderita meninggal dalam enam sampai tujuh hari postpartum. Jika ia hidup terus, gejala-gejala menjadi seperti piemia.Pada piemia, penderita tidak lama postpartum sudah merasa sakit, perut nyeri, dan suhu agak meningkat. Akan tetapi gejala-gejala infeksi umum dengan suhu tinggi serta menggigil terjadi setelah kuman-kuman dengan embolus memasuki peredaran darah umum. Suatu ciri khusus pada piemia ialah berulang-ulang suhu meningkat dengan cepat disertai menggigil, kemudian diikuti oleh turunnya suhu. Ini terjadi pada saat dilepaskannya embolus dari tromboflebitis pelvika. Lambat laun timbul gejala abses pada paru-paru, pneumonia dan pleuritis. Embolus dapat pula menyebabkan abses-abses di beberapa tempat lain.d. PeritonitisPeritonitis nifas bisa terjadi karena meluasnya endometritis, tetapi dapat juga ditemukan bersama-sama dengan salpingo-ooforitis dan sellulitis pelvika. Selanjutnya, ada kemungkinan bahwa abses pada sellulitis pelvika mengeluarkan nanahnya ke rongga peritoneum dan menyebabkan peritonitis.Peritonitis, yang tidak menjadi peritonitis umum, terbatas pada daerah pelvis. Gejala-gejalanya tidak seberapa berat seperti pada peritonitis umum. Penderita demam, perut bawah nyeri, tetapi keadaan umum tetap baik. Pada pelvioperitonitis bisa terdapat pertumbuhan abses. Nanah yang biasanya terkumpul dalam kavum douglas harus dikeluarkan dengan kolpotomia posterior untuk mencegah keluarnya melalui rektum atau kandung kencing.Peritonitis umum disebabkan oleh kuman yang sangat patogen dan merupakan penyakit berat. Suhu meningkat menjadi tinggi, nadi cepat dan kecil, perut kembung dan nyeri, ada defense musculaire. Muka penderita, yang mula-mula kemerah-merahan, menjadi pucat, mata cekung, kulit muka dingin; terdapat apa yang dinamakan facies hippocratica. Mortalitas peritonitis umum tinggi. e. Sellulitis pelvika (Parametritis)Sellulitis pelvika ringan dapat menyebabkan suhu yang meninggi dalam nifas. Bila suhu tinggi menetap lebih dari satu minggu disertai dengan rasa nyeri di kiri atau kanan dan nyeri pada pemeriksaan dalam, hal ini patut dicurigai terhadap kemungkinan sellulitis pelvika.Pada perkembangan peradangan lebih lanjut gejala-gejala sellulitis pelvika menjadi lebih jelas. Pada pemeriksaan dalam dapat diraba tahanan padat dan nyeri di sebelah uterus dan tahanan ini yang berhubungan erat dengan tulang panggul, dapat meluas ke berbagai jurusan. Di tengah-tengah jaringan yang meradang itu bisa tumbuh abses. Dalam hal ini, suhu yang mula-mula tinggi secara menetap menjadi naik-turun disertai dengan menggigil. Penderita tampak sakit, nadi cepat, dan perut nyeri. Dalam dua pentiga kasus tidak terjadi pembentukan abses, dan suhu menurun dalam beberapa minggu. Tumor di sebelah uterus mengecil sedikit demi sedikit, dan akhirnya terdapat parametrium yang kaku.Jika terjadi abses, nanah harus dikeluarkan karena selalu ada bahaya bahwa abses mencari jalan ke rongga perut yang menyebabkan peritonitis, ke rektum, atau ke kandung kencing.f. Salpingitis dan ooforitisGejala salpingitis dan ooforitis tidak dapat dipisahkan dari pelvio peritonitis.Pencegahan Infeksi Nifasa. Masa kehamilan1) Mengurangi atau mencegah faktor-faktor predisposisi seperti anemia, malnutrisi dan kelemahan serta mengobati penyakit-penyakit yang diderita ibu. 2) Pemeriksaan dalam jangan dilakukan kalau tidak ada indikasi yang perlu. 3) Koitus pada hamil tua hendaknya dihindari atau dikurangi dan dilakukan hati-hati karena dapat menyebabkan pecahnya ketuban. Kalau ini terjadi infeksi akan mudah masuk dalam jalan lahir.b. Selama persalinanUsaha-usaha pencegahan terdiri atas membatasi sebanyak mungkin masuknya kuman-kuman dalam jalan lahir : 1) Hindari partus terlalu lama dan ketuban pecah lama/menjaga supaya persalinan tidak berlarut-larut. 2) Menyelesaikan persalinan dengan trauma sedikit mungkin.3) Perlukaan-perlukaan jalan lahir karena tindakan baik pervaginam maupun perabdominam dibersihkan, dijahit sebaik-baiknya dan menjaga sterilitas. 4) Mencegah terjadinya perdarahan banyak, bila terjadi darah yang hilang harus segera diganti dengan tranfusi darah. 5) Semua petugas dalam kamar bersalin harus menutup hidung dan mulut dengan masker; yang menderita infeksi pernafasan tidak diperbolehkan masuk ke kamar bersalin. 6) Alat-alat dan kain-kain yang dipakai dalam persalinan harus suci hama. 7) Hindari pemeriksaan dalam berulang-ulang, lakukan bila ada indikasi dengan sterilisasi yang baik, apalagi bila ketuban telah pecah. c. Selama nifas1) Luka-luka dirawat dengan baik jangan sampai kena infeksi, begitu pula alat-alat dan pakaian serta kain yang berhubungan dengan alat kandungan harus steril. 2) Penderita dengan infeksi nifas sebaiknya diisolasi dalam ruangan khusus, tidak bercampur dengan ibu sehat. 3) Pengunjung-pengunjung dari luar hendaknya pada hari-hari pertama dibatasi sedapat mungkin

Penatalaksanaan1. Sulfonamid Trisulfa mrpkn kombinasi dari sulfadizin 185g, sulfamerazin 130g, dan sulfatiozol 185g. Dosis : 2g diikuti 1g 4-6jam kemudian PO2. Penisilin 1.2 2.4 juta satuan per IM, penisilin 500ribu satuan tiap 6 jam, ampisilin kapsul 4 x 250 gt peroral3. Tetrasiklin eritromisin kloramfenikol