serapan anggaran pada organisasi perangkat daerah : bukti

18
JAP | Jurnal Akuntansi Publik Web | https://jap.fdasp.org Issue | Vol 2 No 1 hal 66-83 Histori artikel: Diterima: 11-02-2019 Direvisi: 25-02-2019 Disetujui: 18-03-2019 Syukriy Abdullah, Muhtar, Marwan, Aliamin Prodi Akuntansi FEB Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, Indonesia Penerbit: Forum Dosen Akuntansi Sektor Publik Penelitian Kuantitatif Syukriy Abdullah, Muhtar, Marwan, Aliamin Serapan Anggaran Pada Organisasi Perangkat Daerah : Bukti Empiris dari Kota Banda Aceh ABSTRAK: Tujuan penelitian ini adalah menguji pengaruh besaran anggaran (BA), perubahan anggaran (PA), dan sisa anggaran tahun sebelumnya (SI) terhadap serapan anggaran (SA) pada satuan kerja perangkat daerah (SKPD) kota Banda Aceh. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 30 SKPD untuk tahun anggaran 2013- 2016, sehingga diperoleh 120 pengamatan. Analisis data menggunakan model regresi linear berganda. Hasil analisis menunjukkan bahwa BA tidak berpengaruh terhadap SA, sedangkan PA dan SI berpengaruh negatif terhadap SA. Kata Kunci: serapan anggaran, besaran anggaran, perubahan anggaran, sisa anggaran tahun sebelumnya, satuan kerja perangkat daerah. ABSTRACT: The purpose of this study is to examine the effect of budget size (BA), budget change (PA), and previous year budget (SI) on budget absorption (SA) at agencies of Banda Aceh city. The sample in this study amounted to 30 agencies for fiscal year 2013-2016, so that obtained 120 observations. Data analysis using multiple linear regression model. The results show that BA has no effect on SA, while PA and SI have negative effect on SA. Keywords: budget size, budget changes, prior year budget balance, budget absorption, local government agencies. This is an open access article under the CC–BY-SA license ©fdasp 2019. All rights reserved Corresponding Author: Syukriy Abdullah [email protected] PENDAHULUAN Serapan anggaran merupakan ukuran dari keberhasilan dari pemerintah daerah dan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) 1 dalam pelaksanaan anggaran yang sudah ditetapkan. Anggaran adalah target yang harus dicapai dan menjadi bagian dari akuntabilitas yang harus dipertanggungjawabkan oleh pelaksana (eksekutif) kepada 1 Sebutan SKPD pada pemerintah daerah di Aceh adalah satuan kerja perangkat kabupaten/kota (SKPK) atau satuan kerja perangkat Aceh (SKPA). Secara substansi dan fungsi, SKPD dan SKPK/SKPA tidak berbeda. Tulisan ini menggunakan istilah SKPD dan SKPK bergantian tanpa ada perbedaan makna.

Upload: others

Post on 18-Dec-2021

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Serapan Anggaran Pada Organisasi Perangkat Daerah : Bukti

JAP | Jurnal Akuntansi Publik Web | https://jap.fdasp.org Issue | Vol 2 No 1 hal 66-83

Histori artikel: Diterima: 11-02-2019 Direvisi: 25-02-2019 Disetujui: 18-03-2019

Syukriy Abdullah, Muhtar, Marwan, Aliamin Prodi Akuntansi FEB Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, Indonesia

Penerbit: Forum Dosen Akuntansi Sektor Publik

Penelitian Kuantitatif

Syukriy Abdullah, Muhtar, Marwan, Aliamin

Serapan Anggaran Pada Organisasi Perangkat Daerah : Bukti Empiris dari Kota Banda Aceh

ABSTRAK: Tujuan penelitian ini adalah menguji pengaruh besaran anggaran (BA), perubahan anggaran (PA), dan sisa anggaran tahun sebelumnya (SI) terhadap serapan anggaran (SA) pada satuan kerja perangkat daerah (SKPD) kota Banda Aceh. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 30 SKPD untuk tahun anggaran 2013-2016, sehingga diperoleh 120 pengamatan. Analisis data menggunakan model regresi linear berganda. Hasil analisis menunjukkan bahwa BA tidak berpengaruh terhadap SA, sedangkan PA dan SI berpengaruh negatif terhadap SA. Kata Kunci: serapan anggaran, besaran anggaran, perubahan anggaran, sisa anggaran tahun sebelumnya, satuan kerja perangkat daerah.

ABSTRACT: The purpose of this study is to examine the effect of budget size (BA), budget change (PA), and previous year budget (SI) on budget absorption (SA) at agencies of Banda Aceh city. The sample in this study amounted to 30 agencies for fiscal year 2013-2016, so that obtained 120 observations. Data analysis using multiple linear regression model. The results show that BA has no effect on SA, while PA and SI have negative effect on SA. Keywords: budget size, budget changes, prior year budget balance, budget absorption, local government agencies.

This is an open access article under the CC–BY-SA license ©fdasp 2019. All rights reserved

Corresponding Author: Syukriy Abdullah [email protected]

PENDAHULUAN

Serapan anggaran merupakan ukuran dari keberhasilan dari pemerintah daerah dan satuan kerja perangkat daerah (SKPD)1 dalam pelaksanaan anggaran yang sudah ditetapkan. Anggaran adalah target yang harus dicapai dan menjadi bagian dari akuntabilitas yang harus dipertanggungjawabkan oleh pelaksana (eksekutif) kepada

1 Sebutan SKPD pada pemerintah daerah di Aceh adalah satuan kerja perangkat kabupaten/kota

(SKPK) atau satuan kerja perangkat Aceh (SKPA). Secara substansi dan fungsi, SKPD dan SKPK/SKPA tidak berbeda. Tulisan ini menggunakan istilah SKPD dan SKPK bergantian tanpa

ada perbedaan makna.

Page 2: Serapan Anggaran Pada Organisasi Perangkat Daerah : Bukti

Jurnal Akuntansi Publik, Vol 2 No 1, 66-83, Maret 2019 | 67

pemberi kewenangan (rakyat melalui legislatif) melalui sebuah mekanisme yang telah diatur (Rubin, 1996). Setiap SKPD memiliki besaran anggaran yang berbeda, yang mencerminkan beban kerja SKPD bersangkutan, baik untuk penyelenggaraan operasional maupun pelayanan publik oleh pemerintah daerah. Selain menggambarkan tingkat keakuratan dalam peramalan anggaran, serapan anggaran juga menyiratkan adanya masalah keagenan dalam penganggaran pemerintah daerah (Smith & Bertozzi, 1998; Abdullah, 2012a) dan kekuatan politik yang terlibat di dalamnya (Weingast, et al., 1981) sehingga terjadi bias dalam perumusannya (Larkey & Smith, 1989). Menurut Schick (2003), penganggaran merupakan sebuah proses yang dilandasi aturan terkait pencarian dan pembelanjaan uang. Artinya, uang publik haruslah dikelola berdasarkan peraturan yang berlaku dan untuk kepentingan publik, termasuk merencanakan dengan baik rencana pembayaran belanja selama satu tahun anggaran melalui manajemen kas. Faktanya, pada setiap triwulan pertama atau di awal tahun, realisasi anggaran sangat kecil. Penumpukan realisasi belanja terjadi pada dua triwulan terakhir atau di semester kedua tahun anggaran berjalan (Sukadi, 2012; Nugroho & Alfarisi, 2017), sehingga berimplikasi pada sulitnya mencapai target yang telah ditetapkan, yang bermuara pada rendahnya kualitas pelayanan publik. Menurut BPKP (2011), dibutuhkan pengawasan yang lebih baik untuk peningkatan penyerapan anggaran pemerintah daerah. Sampai saat ini pemerintah pusat maupun daerah belum memiliki ukuran baku tentang kategorisasi persentase serapan anggaran suatu daerah, apakah termasuk baik atau buruk. Serapan APBD mencerminkan kinerja pelaksanaan anggaran sekaligus keakurasian dalam penentuan target anggaran. Namun, beberapa pemerintah daerah di negara maju membuat pakta integritas yang ditanda-tangani oleh kepala agency sebagai bentuk komitmen bahwa mereka harus mampu merealisasikan paling tidak sembilan puluh persen dari total anggaran yang telah ditetapkan (Annesi-Pessina, et al., 2012). Studi terdahulu menemukan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi serapan anggaran pemerintah daerah. Pertama, besaran anggaran (budget size). Hasil penelitian Sancoko (2008) dan Puspitasari (2013) menunjukkan bahwa besaran anggaran berkaitan dengan serapan anggaran. Penelitian Ruhmaini & Abdullah (2017) menemukan bahwa besaran anggaran tidak berpengaruh terhadap serapan anggaran belanja langsung. Kedua, perubahan anggaran. Lestari, et al. (2014) menemukan bahwa serapan anggaran berhubungan positif dengan perubahan anggaran. Zakiati (2016) menyatakan bahwa penambahan alokasi belanja pada SKPD di Kota Sabang menjadi kendala bagi SKPD dalam merealisasikan anggarannya. Lebih spesifik, hasil penelitian Ruhmaini & Abdullah (2017) menunjukkan bahwa perubahan anggaran berpengaruh negatif terhadap serapan anggaran belanja langsung untuk kasus SKPD di Kabupaten Aceh Tengah. Perubahan dalam komponen anggaran belanja sendiri memiliki korelasi

Page 3: Serapan Anggaran Pada Organisasi Perangkat Daerah : Bukti

68 | Abdullah, Muhtar, Marwan, Aliamin, Serapan Anggaran Pada Organisasi Perangkat

satu sama lain, misalnya perubahan belanja tidak langsung berkorelasi positif dengan belanja langsung pada perubahan APBD di Aceh untuk tahun 2011-2013 (Nikmawati, et al., 2016). Ketiga, sisa anggaran tahun sebelumnya berpengaruh negatif terhadap serapan anggaran (Abdullah, et al., 2015). Ruhmaini & Abdullah (2017) menemukan bahwa sisa anggaran tahun sebelumnya berpengaruh negatif terhadap serapan anggaran belanja langsung SKPD di Kabupaten Aceh Tengah. Namun, secara kasuistik, beberapa SKPD di kota Banda Aceh pada tahun 2015 yang mengalami peningkatan jumlah sisa anggaran tahun sebelumnya, justru memiliki serapan anggaran yang tinggi pada tahun bersangkutan. Hal ini kemungkinan disebabkan adanya pemrioritasan sisa anggaran tahun sebelumnya dalam merealisasikan anggaran dan anggaran kas dilaksanakan dengan baik. Penelitian ini menggunakan data sekunder untuk menguji beberapa variabel yang diduga berpengaruh terhadap serapan anggaran SKPD pada pemerintah Kota Banda Aceh, yakni besaran anggaran, perubahan anggaran dan sisa anggaran tahun sebelumnya. Berbeda dengan penelitian terdahulu yang menggunakan data primer melalui survei, penelitian ini menggunakan data historis yang dapat diperoleh dari laporan keuangan pemerintah daerah yang sudah diaudit oleh auditor pemerintah yang independen untuk tahun 2013-2016. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perubahan anggaran dan sisa anggaran tahun sebelumnya berpengaruh negatif terhadap serapan anggaran SKPD, sedangkan besaran anggaran yang tidak berpengaruh. TINJAUAN LITERATUR

Anggaran daerah atau APBD merupakan rencana keuangan yang menjadi landasan dan pedoman dalam pelaksanaan pelayanan publik (Halim & Abdullah, 2006) yang ditetapkan dengan peraturan daerah (Perda). Perda tentang APBD adalah sebuah “kontrak” antara eksekutif, yakni penyelenggara pelayanan publik dan fungsi-fungsi pemerintahan, dan legislatif, yang merupakan perestu legalitas kewenangan pada eksekutif untuk menggunakan sumberdaya publik dan melakukan pengawasan atas nama pemilih (Abdullah, 2012). Pada tahun 1971 William H. Niskanen menyatakan bahwa agency (unit kerja di pemerintahan) cenderung memaksimalkan anggarannya melalui bargaining dengan “Sponsor” pemerintah yang memiliki kelemahan dalam penguasaan informasi (McGuire, et al., 1979). Perspektif hubungan prinsipal-agen menjelaskan fenomena ini dengan menyatakan bahwa agency sebagai agent akan berperilaku self-interest ketika mengajukan usulan anggaran kepada prinsipalnya (Moe, 1984; Fozzard, 2001). Permintaan sponsor untuk memperoleh pelayanan atau target kinerja cenderung disepakati dengan pengajuan anggaran yang lebih besar dari seharusnya (budget slack) oleh agency, karena agency cenderung memasukkan kepentingannya dalam proses anggaran (McGuire, et al., 1979). Hal ini menyebabkan penggunaan kinerja

Page 4: Serapan Anggaran Pada Organisasi Perangkat Daerah : Bukti

Jurnal Akuntansi Publik, Vol 2 No 1, 66-83, Maret 2019 | 69

anggaran berupa besaran persentase realisasi terhadap anggaran, atau sering disebut serapan anggaran, menjadi sebuah paradoks dalam hubungan antara agency dan kepala daerah. Serapan anggaran adalah besaran persentase realisasi atas anggaran belanja yang telah ditetapkan dan kemudian dipertanggungjawabkan oleh kepada kepala daerah/SKPD kepada DPRD/kepala daerah berupa laporan keuangan yang disebut laporan realisasi anggaran atau LRA (Abdullah & Nazry, 2015). Selisih antara jumlah anggaran yang ditetapkan dengan anggaran yang terserap atau terealisasi (budget variances) dapat dimaknai sebagai kesalahan dalam estimasi anggaran. Semakin kecil varian anggaran, maka semakin besar serapan anggaran. Serapan anggaran menggambarkan kemampuan pemerintah dalam pencapaian target-target pembangunan yang dijabarkan dalam angka-angka finansial dalam laporan keuangan, yang merupakan media akuntabilitas publik (Steccolini, 2004). Perbedaan antara anggaran dan realisasinya menggambarkan varian anggaran, yang secara tersirat menggambarkan ketidakmampuan pemerintah dalam mencapai target-target pembangunan yang ingin dicapai melalui pelaksanaan anggaran belanja. Daya serap anggaran yang tinggi secara implisit menunjukkan bahwa sisa anggaran (varian anggaran) yang rendah pada akhir tahun, yang mengindikasikan kemampuan pemerintah dalam merealisasikan anggaran yang sudah ditetapkan. Artinya, daya serap anggaran berkorelasi positif dengan keakurasian dalam perencanaan anggaran atau kualitas anggaran (Abdullah & Nazry, 2015). Serapan anggaran sebagai ukuran kinerja memiliki implikasi pada terjadinya perilaku moral hazard dalam perspektif keagenan. Halim & Abdullah (2006) menjelaskan hal ini sebagai fenomena self-interest seorang agent yang memanfaatkan anggaran untuk kepentingan pribadinya, misalnya melakukan mark-up ketika mengusulkan anggaran belanja dan melakukan mark-down ketika mengusulkan pendapatan. Hal ini menimbulkan bias dalam perumusan anggaran (Larkey & Smith, 1989). Proses perubahan anggaran (rebudgeting) juga berkaitan dengan politik anggaran (Anessi-Pessina, et al., 2012), yang sejatinya untuk memperbaiki kinerja anggaran (Forrester & Mullins, 1992), malah menjadi penyebab terjadinya varians anggaran yang lebih tinggi (Mayper, et al., 1991). Politik anggaran dapat menyebabkan anggaran menjadi bias dan tidak efisien (Weingast, et al., 1986; Chen & Malhotra, 2007). Sukadi (2012) menemukan bahwa sebesar 73,50 persen serapan anggaran dipengaruhi oleh empat faktor, yakni perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran, pengadaan barang dan jasa, dan internal satuan kerja. Sementara Putri (2014) menyatakan bahwa serapan anggaran SKPD dipengaruhi oleh kompetensi sumber daya manusia, dokumen pengadaan, dan uang persediaan. Priatno & Khusaini (2013) menemukan adanya pengaruh faktor perencanaan dan faktor pengadaan barang dan jasa terhadap penyerapan anggaran satuan kerja. Hasil penelitian Mutmainna & Iqbal (2017) menunjukkan bahwa pergantian pimpinan, dokumen perencanaan, kompetensi sumber daya manusia, dan dokumen pengadaan memiliki pengaruh

Page 5: Serapan Anggaran Pada Organisasi Perangkat Daerah : Bukti

70 | Abdullah, Muhtar, Marwan, Aliamin, Serapan Anggaran Pada Organisasi Perangkat

signifikan terhadap penyerapan anggaran. Pada level SKPD, Miliasih (2012) menemukan bahwa penyebab keterlambatan penyerapan anggaran belanja adalah kebijakan teknis dan kultur pengelolaan anggaran di satuan kerja. Zarinah, et al. (2016) menemukan bahwa tingkat penyerapan anggaran SKPD dipengaruhi oleh perencanaan anggaran dan kualitas sumber daya manusia, sementara Ruwaida, et al. (2015) menemukan bahwa selain kedua faktor tersebut, variabel teknis, koordinasi, dan pengadaan barang dan jasa juga berpengaruh terhadap realisasi belanja. Realisasi anggaran yang tinggi akan menyisakan anggaran yang kecil. Temuan penelitian Andalia, et al. (2012) menunjukkan bahwa pendapatan dan varian belanja berpengaruh positif terhadap sisa anggaran.

2.1. Pengaruh Besaran Anggaran terhadap Serapan Anggaran Besaran anggaran adalah jumlah alokasi belanja untuk suatu SKPD yang mencerminkan beban kerja SKPD yang menjadi tanggungjawab SKPD bersangkutan (Ruhmaini & Abdullah, 2017). Besaran anggaran SKPD ditetapkan sejak awal proses perencanaan anggaran pemerintah daerah dalam bentuk pagu indikatif di dalam dokumen rencana kerja pembangunan daerah (RKPD) yang pada praktiknya selalu mengalami peningkatan disbanding tahun sebelumnya (incrementalism). Besaran anggaran SKPD yang ditetapkan dalam APBD murni dapat mengalami penyesuaian ketika dilakukan perubahan anggaran dalam tahun pelaksanaannya. Besaran anggaran ditentukan berdasarkan kebutuhan SKPD dalam melaksanakan program dan kegiatan sesuai urusan yang menjadi kewenangannya, dengan tujuan untuk menyelenggarakan pelayanan publik, meningkatkan perekonomian masyarakat, dan peningkatan sarana dan prasarana, baik untuk kelancaran pelaksanaan tugas pemerintahan maupun untuk penyediaan fasilitas publik (Abdullah, et al., 2014). Pelaksanaan anggaran yang ditetapkan untuk suatu SKPD pada prinsipnya adalah pelaksanaan misi kepala daerah terpilih sesuai dengan tanggung jawab SKPD yang bersangkutan, yang ditetapkan dengan peraturan kepala daerah. Unit kerja pemerintahan (agency) memiliki kecenderungan untuk memaksimalkan jumlah anggaran yang dialokasikan pada fungsi-fungsi yang menjadi kewenangannya (Niskanen, 1971 dalam Blais & Dion, 1990). Maksimalisasi jumlah alokasi anggaran oleh suatu SKPD akan mengakibatkan berkurangnya alokasi anggaran untuk SKPD lain (Abdullah & Nazry, 2015). Temuan Abdullah (2014a) yang menyatakan bahwa besaran anggaran berpengaruh positif terhadap perubahan anggaran, memiliki dampak terhadap serapan anggaran. Artinya, semakin besar anggaran pada suatu SKPD maka akan semakin besar tanggung jawab dan beban SKPD bersangkutan, sehingga tingkat keakuratan penganggaran juga akan semakin rendah. Rendahnya akurasi prediksi anggaran ini disebabkan karena keterbatasan kapasitas sumberdaya manusia SKPD dalam melaksanakan anggaran, selain keterbatasan sumberdaya manusia perencanaan dan penganggaran sendiri tentunya.

Page 6: Serapan Anggaran Pada Organisasi Perangkat Daerah : Bukti

Jurnal Akuntansi Publik, Vol 2 No 1, 66-83, Maret 2019 | 71

Politik anggaran juga memiliki peran dalam pengambilan keputusan alokasi dan pencapaian atas target keluaran (outcome) anggaran (Stapenhurst, 2004) serta penentuan besaran defisit anggaran (Weingast, et al., 1981). Besaran anggaran yang menjadi tanggungjawab suatu agency seringkali tidak didasarkan pada kebutuhan dan kapasitas agensi bersangkutan, namun disebabkan oleh keputusan politik legislatif dalam pengalokasian sumberdaya dalam anggaran (Chen & Malhotra, 2007). Legislatif memiliki kepentingan untuk mengalokasikan anggaran belanja untuk wilayah pemilihannya untuk memenuhi janji kampanye kepada pemilih, sehingga semakin besar jumlah anggota legislatif, maka belanja juga akan semakin besar. Belanja yang besar meningkatkan beban SKPD sehingga membebani serapan anggaran di SKPD pada saat pelaksanaan nantinya. Oleh karena itu, hipotesis kedua (H1) dapat dinyatakan seperti berikut:

H1: Besaran Anggaran berpengaruh terhadap Serapan Anggaran. 2.2. Pengaruh Perubahan Anggaran terhadap Serapan Anggaran Perubahan anggaran merupakan agenda yang dilakukan secara rutin oleh pemerintah daerah dalam setiap periode anggaran. Bagi Forrester & Mullins (1992), proses penyusunan anggaran perubahan merupakan hal umum yang sangat penting dalam penganggaran. Oleh karena anggaran belanja menjadi dasar dalam pelaksanaan aktivitas pemerintahan dan pelayanan publik, maka perubahan anggaran belanja merupakan penyesuaian paling penting dalam perubahan tersebut (Forrester, 1991). Pasal 154 Permendagri No.13/2006 menyebutkan bahwa selama tahun berjalan perlu diadakan perbaikan atau penyesuaian terhadap alokasi anggaran belanja. Perubahan APBD masih dimungkinkan apabila proses pelaksanaan anggaran yang sebahagian tidak sesuai dengan rencana harus disesuaikan kembali, sehingga tujuan dan sasaran dapat terlaksana dengan baik. Perubahan anggaran dimaksudkan untuk menyesuaikan rencana keuangan dengan perkembangan yang terjadi. Perubahan dapat berupa penambahan atau pengurangan pagu anggaran belanja SKPD, pergeseran antar-objek belanja dan antar-rincian belanja, serta penggantian kegiatan dalam satu SKPD. Annesi-Pessina, et al. (2012) menyebutkan bahwa penganggaran awal (budgeting) dan perubahan anggaran (rebudgeting) nyaris tidak memiliki perbedaan karena sama-sama digunakan sebagai alat dalam pencapaian tujuan pemerintahan melalui pencapaian atas target-target tahunan yang sudah ditetapkan dalam dokumen perencanaan pembangunan. Perubahan anggaran hanyalah penyesuaian atas rencana keuangan awal, untuk membuat pencapaian atas target-target dimaksud dapat lebih efektif dan efisien. Hal ini didukung secara empiris oleh studi terdahulu, seperti Lestari, et al. (2014) dan Darma, et al. (2014), yang menemukan bahwa anggaran perubahan berpengaruh positif terhadap serapan anggaran. Perubahan anggaran memeperbaiki daya prediksi atau akurasi anggaran awal terhadap realisasi anggaran (Forrester & Mullins, 1992). Kualitas penganggaran yang buruk, yang berdampak pada kegagalan dalam mencapai target-target fiskal, diperbaiki melalui penyesuaian atas jumlah alokasi sehingga serapan anggaran bisa menjadi lebih baik. Artinya, penambahan atau pengurangan, serta pergeseran anggaran dimaksudkan untuk

Page 7: Serapan Anggaran Pada Organisasi Perangkat Daerah : Bukti

72 | Abdullah, Muhtar, Marwan, Aliamin, Serapan Anggaran Pada Organisasi Perangkat

membantu realisasi memperkecil varian anggaran, sehingga semakin mendekatkan anggaran dengan realisasinya. Perubahan anggaran daerah merupakan upaya untuk melakukan penyesuaian atas perubahan-perubahan terkini, seperti berkaitan dengan peraturan, kebijakan dari pemerintah pusat, dan bencana alam/sosial atau kebutuhan mendesak, yang terjadi setelah penetapan anggaran (Abdullah & Nazry, 2015). Proses perubahan anggaran adalah proses merevisi anggaran pada saat pelaksanaannya, yang memberi pengaruh terhadap alokasi belanja secara keseluruhan (Annesi-Pessina, et al., 2012). Pada penganggaran daerah, perubahan sangat penting dilakukan terutama untuk belanja modal, yang memiliki implikasi pada penambahan aset tetap daerah (Abdullah & Rona, 2014). Forrester & Mullins (1992) menjelaskan bahwa ada 3 (tiga) bentuk penyebab perubahan anggaran, yakni managerial necessity, environmental pressure, dan political concern. Managerial necessity adalah penyesuaian yang berkaitan dengan kompleksitas teknis sehubungan dengan kebutuhan dan sumber daya yang memang memiliki keterbatasan (constrainst). Environmental pressure adalah penyesuaian terhadap perubahan lingkungan pada saat pelayanan publik diselenggarakan oleh pemerintah daerah, sedangkan political concern adalah keputusan alokasi sumber daya yang didasarkan pada kompromi politik. Menurut Abdullah, et al. (2015), alasan dilakukannya penyesuaian anggaran adalah untuk mengoptimalkan realisasi anggaran, sehingga serapan anggaran dapat meningkat. Perubahan anggaran dapat menyebabkan realisasi anggaran mencapai 100 persen untuk kegiatan lanjutan yang sumber dananya berasal dari SiLPA atau kegiatan baru yang telah selesai dilaksanakan pada semester pertama, dimana besaran anggarannya disesuaikan pada saat dilakukan perubahan anggaran. Perubahan anggaran dapat mengurangi varian anggaran pada akhir tahun karena SiLPA sudah digunakan kembali, sehingga dan tidak ada lagi dana yang belum dialokasikan penggunaannya. Perubahan anggaran juga untuk menyesuaikan besaran anggaran untuk kegiatan yang sudah berjalan dan selesai sebelum perubahan anggaran, sehingga serapan anggaran menjadi 100 persen. Hipotesis kedua (H2) dapat dinyatakan seperti berikut:

H2: Perubahan Anggaran berpengaruh terhadap Serapan Anggaran.

2.3. Pengaruh Sisa Anggaran Tahun Lalu (SiLPA) terhadap Serapan Anggaran Sisa anggaran pada akhir tahun lalu (SiLPA) merupakan penerimaan (cash-in-flow) bagi pemerintah daerah pada awal tahun anggaran berjalan dan diakui sebagai bagian dari penerimaan di pembiayaan daerah (Abdullah, 2013). SiLPA dapat bersifat bebas, yakni belum ada peruntukkannya dalam tahun anggaran berjalan, dan terikat, yakni tidak boleh digunakan selain untuk yang sudah ditetapkan pada tahun anggaran sebelumnya.

Page 8: Serapan Anggaran Pada Organisasi Perangkat Daerah : Bukti

Jurnal Akuntansi Publik, Vol 2 No 1, 66-83, Maret 2019 | 73

SILPA pada akhir tahun anggaran n akan menjadi SiLPA pada tahun anggaran n+1 atau tahun anggaran berikutnya. Artinya, SiLPA menjadi penerimaan tahun anggaran selanjutnya dan menjadi sumber pendanaan untuk melaksanakan kegiatan tahun tersebut.2 SiLPA dapat digunakan untuk menutup defisit anggaran apabila realisasi pendapatan lebih kecil daripada realisasi belanja, mendanai pelaksanaan kegiatan lanjutan atas beban belanja langsung, dan mendanai kewajiban lainnya yang sampai dengan akhir tahun anggaran sebelumnya tidak dapat diselesaikan.3 SiLPA dapat bersumber dari pelampauan penerimaan PAD dan dana perimbangan, pelampauan penerimaan lain-lain pendapatan daerah yang sah, pelampauan penerimaan pembiayaan, penghematan belanja, kewajiban kepada pihak ketiga sampai dengan akhir tahun belum terselesaikan, dan sisa dana kegiatan lanjutan.4 Bagi suatu SKPD, sisa anggaran tahun lalu merupakan ukuran kapasitas SKPD bersangkutan dalam merealisasikan anggaran belanja yang menjadi tanggungjawabnya. Meskipun SKPD tidak selalu diberi insentif atas “penghematan” yang telah dilakukannya pada tahun sebelumnya, biasanya besaran alokasi tahun berjalan tidak disesuaikan dengan jumlah realisasi tahun lalu, tetapi ditingkatkan dengan dasar besaran anggaran belanja tahun lalu. Pada praktiknya, sisa anggaran tahun sebelumnya tidak dikompensasi atau dibawa ke tahun berikutnya sebagai penambahan alokasi untuk SKPD bersangkutan. Semua sisa anggaran pada akhir tahun harus kembali ke kas daerah dan penentuan alokasi anggaran pada tahun berikutnya tidak dikaitkan dengan pencapaian untuk realisasi anggaran tahun lalu. Sisa anggaran yang setiap tahun muncul dalam laporan keuangan pemerintah daerah, yang mengindikasikan pengelolaan keuangan daerah yang tidak optimal, meskipun sisa anggaran tersebut dapat digunakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan pada tahun anggaran berikutnya. Namun, sisa anggaran tahun sebelumnya akan memperbesar beban pemerintah daerah pada tahun berjalan karena menambah kegiatan yang akan dilaksanakan (Darma, et al., 2015). Abdullah & Rona (2014) menemukan bahwa perubahan anggaran SiLPA berpengaruh terhadap perubahan anggaran belanja, yang memiliki implikasi pada perubahan daya serap anggaran (Darma, et al., 2015). Hasil penelitian Abdullah, et al. (2015) menunjukkan bahwa SiLPA berpengaruh negatif terhadap serapan anggaran. Hal ini bermakna bahwa sisa anggaran tahun sebelumnya akan menambah beban SKPK, karena sisa anggaran tersebut digunakan untuk mendanai kegiatan lanjutan dan atau kegiatan baru yang tidak ada sumber dananya dalam anggaran tahun berjalan. Keberadaan SiLPA tidak mengurangi pagu anggaran tahun berjalan karena penentuan alokasi setiap SKPD cenderung bersifat incremental atau meningkat dari tahun sebelumnya. Semakin besar SiLPA pada suatu tahun anggaran, maka daya serap pemerintah daerah akan semakin rendah. Hal ini

2 Pasal 60 angka 1a Permendagri No.13/2006 dan Pasal 28 angka 2a PP No. 58/2005.

3 Pasal 137 Permendagri No. 13/2006.

4 Pasal 62 Permendagri No. 13/2006.

Page 9: Serapan Anggaran Pada Organisasi Perangkat Daerah : Bukti

74 | Abdullah, Muhtar, Marwan, Aliamin, Serapan Anggaran Pada Organisasi Perangkat

akan berimplikasi pada serapan anggaran suatu unit kerja (agency) yang menerima limpahan penugasan untuk melaksanakan kegiatan yang didanai dari SiLPA tersebut. Oleh karena itu, hipotesis ketiga dinyatakan seperti berikut:

H3: Sisa Anggaran tahun sebelumnya berpengaruh terhadap Serapan Anggaran.

METODE PENELITIAN

3.1. Sampel dan Data Unit analisis dalam penelitian ini adalah SKPD dengan data yang berasal dari dokumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan Laporan Realisasi APBD Kota Banda Aceh untuk tahun anggaran 2013-2016. Data tersebut diperoleh dari Badan Pengelolan Keuangan Daerah (BPKD). Populasi penelitian ini adalah SKPD pada pemerintah Kota Banda Aceh dengan sampel sebanyak 30 SKPD yang dipilih dengan kriteria tertentu, yakni: memiliki anggaran dan perubahan anggaran relatif besar. Jumlah observasi adalah 120, yakni data 30 SKPD selama tahun 2013-2016. 3.2. Operasionalisasi Variabel Model regresi dalam penelitian ini menggunakan satu variabel terikat bernama Serapan Anggaran (SA), dan tiga variabel bebas, yakni: Besaran Anggaran (BA), Perubahan Anggaran (PA), dan Sisa Anggaran Tahun Sebelumnya (SI). Definisi dan pengukuran variabel-variabel ini adalah:

Serapan Anggaran (SA). Serapan anggaran merupakan capaian suatu SKPD dalam merealisasikan anggaran belanjanya pada satu priode anggaran. Semakin tinggi serapan anggaran ini, maka semakin baik kinerja anggaran suatu SKPD. Pengukuran variabel ini dilakukan dengan cara membandingkan antara realisasi belanja dengan anggaran belanja setelah perubahan SKPD yang bersangkutan.

Besaran anggaran (BA). Variabel ini menggambarkan besaran tanggungjawab suatu SKPD dalam menyelenggarakan tugas dan fungsinya. Semakin besar anggaran suatu SKPD, maka semakin berat beban yang harus dilaksanakannya. Variable ini diukur dengan menggunakan angka yang diperoleh dengan membandingkan antara anggaran belanja suatu SKPD dengan total anggaran belanja pemerintah daerah.

Perubahan anggaran (PA). Perubahan anggaran merupakan kebijakan anggaran yang dilakukan oleh pemerintah daerah untuk menyesuaikan anggaran yang telah ditetapkan dengan kebutuhan dan kebijakan lain selama periode pelaksanaan anggaran, dimana SKPD ada di dalamnya. Semakin besar perubahan anggaran belanja suatu SKPD, maka semakin buruk kualitas penyusunan anggaran SKPD yang telah dilakukan sebelumnya. Pengukuran variabel ini menggunakan angka dari perbandingan antara jumlah kenaikan atau penurunan anggaran belanja SKPD setelah perubahan dengan jumlah anggaran belanja awal SKPD yang bersangkutan.

Sisa anggaran tahun sebelumnya (SI). Sisa anggaran tahun sebelumnya merupakan sejumlah dana yang dapat digunakan dalam tahun anggaran berjalan sebagai belanja, sehingga meningkatkan belanja selama tahun berjalan. Pengukuran variabel ini menggunakan angka selisih antara anggaran belanja setelah perubahan SKPD dengan realisasinya lalu dibagi dengan anggaran belanja setelah perubahan SKPD, semuanya menggunakan data tahun lalu.

Page 10: Serapan Anggaran Pada Organisasi Perangkat Daerah : Bukti

Jurnal Akuntansi Publik, Vol 2 No 1, 66-83, Maret 2019 | 75

3.3. Model Analisis Model analisis dalam penelitian ini menggunakan regresi linear berganda menggunakan persamaaan: Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + e. Y adalah serapan anggaran (SA), α adalah konstanta, b1-3 adalah koefisien regresi, X1 adalah besaran anggaran (BA), X2 adalah perubahan anggaran (PA), X3 adalah Sisa anggaran tahun sebelumnya (SI), dan e adalah error terms atau variabel lain yang mempengaruhi variabel Y yang tidak dimasukkan dalam model penelitian ini. Model ini digunakan untuk memprediksi perubahan SA dengan prediktor berupa BA, PA, dan SI. HASIL DAN DISKUSI

4.1. Statistik Deskriptif Ada 120 observasi untuk 23 kabupaten dan kota di Aceh selama tahun 2013-2016, dengan 4 (empat) variabel penelitian, yang diolah dengan menggunakan alat statistik dalam penelitian ini. Secara ringkas, statistik deksritif data penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Analisis Statistika Deskriptif

No. Nama Variebel Minimum Maksimum Rata-rata

1. Serapan Anggaran 0,73788 1,0645 0,93570

2. Besaran Anggaran 0,00119 0,44628 0,03333

3. Perubahan Anggaran -0,09642 0,64973 0,07329

4. Sisa Anggaran Tahun Sebelumnya -0,06458 0,26212 0,07022

Sumber: Data Penelitian, 2008 (Diolah) Varianel Serapan Anggaran memiliki nilai rata-rata 0,93570 atau 93,57%. Artinya, serapan anggaran belanja SKPD, yang dihitung dengan membandingkan realisasi belanja SKPD dengan anggaran belanja SKPD bersangkutan, di Kota Banda Aceh rata-rata sebesar 93,57% atau terjadi varians (tidak terserap) sebesar 4,43%. 4.2. Hasil Pengujian Hipotesis Hasil pengolahan data dengan menggunakan model regresi linier berganda untuk pengujian hipotesis dapat dilihat pada Tabel 1 berikut: Tabel 1. Hasil Pengujian Hipotesis SA = 0,976 ‒ 0,090 BA ‒ 0,147 PA ‒ 0,377 SI + e t-value 152,930 -1,971 -4,221 -5,380 Sig. value 0,000 0,051 0,000 0,000 F-Value / Sig. 19,999 / 0,000 R / R2 / Adj.R2 0,584 / 0,341 / 0,324 Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2018.

Hasil pengujian dengan menggunakan model regresi ditunjukkan pada Tabel 1. Secara bersama-sama, semua variabel bebas, yakni BA, PA, dan SI berpengaruh (secara statistik signifikan pada α=5% dengan nilai signifikansi F sebesar 0,000) terhadap SA. Ketiga variabel tersebut memberikan pengaruh sebesar 34,10 persen terhadap Serapan Anggaran untuk data SKPD Kota Banda Aceh tahun 2013-2016. Variabel lain

Page 11: Serapan Anggaran Pada Organisasi Perangkat Daerah : Bukti

76 | Abdullah, Muhtar, Marwan, Aliamin, Serapan Anggaran Pada Organisasi Perangkat

yang mungkin berpengaruh adalah politik, kebijakan pemerintah pusat, dan praktek penyalahgunaan anggaran (fraud). Adanya pengaruh Besaran Anggaran, Perubahan Anggaran dan Sisa Anggaran Tahun Sebelumnya secara bersama-sama terhadap Serapan Anggaran juga ditemukan oleh Rahmah, et al. (2017). Mereka menyatakan bahwa Besaran Anggaran, Perubahan Anggaran dan Sisa Anggaran Tahun Sebelumnya secara bersama-sama membawa dampak terhadap Serapan Anggaran. Hal yang relevan juga dikatakan oleh Darma, et al. (2015) yang menemukan bahwa Serapan Anggaran tidak dapat dipisahkan dari peranan Perubahan Anggaran dan Sisa Anggaran Tahun Sebelumnya. 4.2.1. Pengaruh Besaran Anggaran terhadap Serapan Anggaran Hasil regresi menunjukkan nilai koefisien regresi variabel Besaran Anggaran -0,090, yang bermakna setiap kenaikan Besaran Anggaran SKPD sebesar 1 kali atau 100% akan menyebabkan realisasi belanja SKPD akan menurun sebesar 0,090 kali atau 9%. Namun, pengaruh ini tidak dianggap penting jika melihat nilai probabilitas (p-value) sebesar 0,051, yang lebih besar dari derajat signifikansi (α) yang ditetapkan sebesar 5% atau 0,05. Artinya, Besaran Anggaran tidak berpengaruh terhadap serapan anggaran SKPK pada pemerintah Kota Banda Aceh. Hasil ini menunjukkan bahwa Serapan Anggaran yang dilakukan oleh SKPK pada pemerintah Kota Banda Aceh tidak terkait dengan Besaran Anggaran. Peningkatan atau penurunan variabel Besaran Anggaran tidak sejalan dengan peningkatan atau penurunan Serapan Anggaran. Besaran Anggaran yang ditetapkan selama tahun 2013-2016 tidak mempengaruhi Serapan Anggaran SKPK pada pemerintah Kota Banda Aceh. Hasil ini mendukung temuan Ruhmaini & Abdullah (2017) yang menggunakan data SKPD di Kabupaten Aceh Tengah. Namun hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Rahmah, et al. (2017). Ia mengungkapkan bahwa Besaran Anggaran berpengaruh terhadap Serapan Anggaran. Peningkatan Besaran Anggaran membawa dampak pada meningkatnya beban SKPD, sehingga semakin sulit untuk merealisasikan anggaran tersebut. Hal ini terjadi jika diasumsikan tidak terjadi peningkatan kapasitas SKPD dalam pelaksanaan anggaran dan proses penyusunan anggaran tidak berkualitas. Rendahnya kualitas penyusunan anggaran ditandai dengan beberapa hal, di antaranya: (1) tidak ada standar belanja dan/atau kegiatan yang menjadi pedoman bagi SKPD dalam penyusunan RKA-SKPD; (2) penentuan pagu anggaran untuk setiap SKPD tidak didasarkan pada kebutuhan dan kemampuan SKPD dalam merealisasikannya; dan (3) adanya “intervensi” dari politisi untuk memasukkan kegiatan dalam anggaran SKPD, meskipun tidak sejalan dengan prioritas pembangunan pada tahun bersangkutan. Hasil penelitian ini memberikan pemahaman bahwa jumlah alokasi belanja SKPD yang besar bukan menjadi alasan bagi SKPD untuk berkinerja buruk dalam pelaksanaan anggarannya. Hal ini bisa saja dikarenakan proses penyusunan anggaran di kota Banda

Page 12: Serapan Anggaran Pada Organisasi Perangkat Daerah : Bukti

Jurnal Akuntansi Publik, Vol 2 No 1, 66-83, Maret 2019 | 77

Aceh sudah cukup bagus, sehingga tidak terjadi bias yang besar, yang dapat berakibat pada tingginya sisa anggaran atau rendahnya serapan anggaran pada akhir tahun. 4.2.2. Pengaruh Perubahan Anggaran terhadap Serapan Anggaran Nilai koefisien variabel Perubahan Anggaran bertanda negatif atau minus dengan nilai sebesar -0,147 memiliki makna bahwa setiap terjadi kenaikan anggaran belanja dalam Perubahan Anggaran sebesar 1 kali atau 100%, maka realisasi belanja SKPD akan menurun sebesar 0,147 kali atau 14,70%. Secara statistika, nilai probabilitas (p-value) variabel Perubahan Anggaran sebesar 0,000 menunjukkan bahwa Perubahan Anggaran berpengaruh secara siginifikan dengan arah negatif terhadap Serapan Anggaran SKPD. Serapan Anggaran SKPD yang rendah tidak dapat dipisahkan dari Perubahan Anggaran. Kecenderungan penambahan alokasi belanja pada saat perubahan anggaran akan berakibat pada penurunan serapan anggaran. Meskipun penambahan alokasi belanja bersumber dari SiLPA riil (kenaikan yang terjadi setelah laporan keuangan pemerintah daeah diaudit oleh auditor independen), ketika kapasitas SKPD untuk melaksanakan kegiatan tidak bertambah, maka kenaikan belanja akan menyebabkan serapan anggaran yang semakin rendah. Hasil penelitian ini sejalan dengan temuan Ruhmaini (2017) yang menyatakan bahwa Serapan Anggaran secara negatif dipengaruhi oleh Perubahan Anggaran. Apabila kinerja keuangan SKPD diukur berdasarkan serapan anggaran, maka penyesuaian anggaran berupa penambahan alokasi belanja justru akan memperburuk kinerja SKPD bersangkutan. Artinya, perubahan anggaran pada SKPD di Pemda Kota Banda Aceh tidak sejalan dengan konsep yang menyatakan bahwa perubahan/penyesuaian anggaran adalah untuk memperbaiki kinerja (Forrester & Mullins, 1992; Anessi-Pessina, et al., 2012). Perspektif keagenan menjelaskan fenomena ini sebagai bentuk perilaku oportunistik para pembuat keputusan alokasi sumberdaya yang memanfaatkan kewenangan yang dimilikinya untuk sesuatu yang memberikan keuntungan pribadi, meskipun memperburuk kinerja dan membebani anggaran tahun berikutnya. Varians anggaran belanja yang tinggi sebagai akibat dari penyesuaian anggaran dalam tahun berjalan mengindikasikan komitmen yang rendah dalam perencanaan dan pelaksanaan anggaran. Bagi sebagian pegawai dan pejabat daerah, perubahan anggaran semata-mata dipandang sebagai perluasan dari proses anggaran (Forrester & Mullins, 1992). Hanya saja, proses perubahan anggaran (rebudgeting) relatif tidak terbuka (less visible) dan cenderung bersifat teknis (technically driven), sehingga memberi peran lebih besar kepada administratur, bukan pada publik dan legislatif (Anessi-Pessina, et al., 2012). Menurut Forrester & Mullins (1992), rebudgeting memiliki dampak berbeda untuk fungsi pelayanan yang berbeda, sehingga diperlukan analisis berbeda untuk konteks atau lingkungan penganggaran yang berbeda. Hasil ini berbeda dengan temuan Lestari, et al. (2014) dan Darma, et al. (2014) yang menyatakan adanya pengaruh positif perubahan anggaran terhadap serapan anggaran pada level pemerintah daerah.

Page 13: Serapan Anggaran Pada Organisasi Perangkat Daerah : Bukti

78 | Abdullah, Muhtar, Marwan, Aliamin, Serapan Anggaran Pada Organisasi Perangkat

4.2.3. Pengaruh Sisa Anggaran Tahun Sebelumnya terhadap Serapan Anggaran Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa variabel Sisa Anggaran Tahun Sebelumnya memiliki nilai koefisien regresi sebesar -0,377. Artinya, setiap kenaikan Sisa Anggaran Tahun Sebelumnya 1 kali atau 100%, maka realisasi belanja SKPK akan menurun sebesar 0,377 kali atau 37,7%. Nilai signifikansi (p-value) variabel Sisa Anggaran Tahun Lalu sebesar 0,000, lebih kecil dari tingkat signifikansi 0,05 menunjukkan bahwa secara statistika, variabel Sisa Anggaran Tahun Sebelumnya berpengaruh negatif terhadap Serapan Anggaran pada SKPD pemerintah Kota Banda Aceh. Penurunan Serapan Anggaran SKPD sebagai akibat dari kenaikan Sisa Anaggaran Tahun Lalu menunjukkan bahwa “warisan” dana anggaran yang berasal dari tahun lalu akan mengurangi kemampuan SKPD dalam menyelesaikan seluruh alokasi anggaran yang menjadi kewajibannya selama tahu berjalan. Sisa anggaran tahun sebelumnya secara empiris terbukti akan membebani anggaran tahun berikutnya karena harus diprioritaskan pelaksanaannya di awal tahun anggaran. Kondisi ini menunjukkan bahwa Serapan Anggaran tidak akan menurun jika selisih anggaran belanja tahun lalu dengan realisasinya tidak meningkat. Hasil penelitian ini relevan dengan temuan Darma, et al. (2015), Syahputra & Abubakar (2016), Rahmah, et al. (2017), dan Ruhmaini (2017) yang menyatakan bahwa Serapan Anggaran dipengaruhi oleh Sisa Anggaran Tahun Sebelumnya. Sisa anggaran tahun sebelumnya pada suatu SKPD mencerminkan ketidakmampuan SKPD merealisasikan seluruh anggaran belanja yang sudah ditetapkan untuk SKPD tersebut pada tahun lalu. Sisa anggaran tahun lalu memiliki kaitan logis dengan tahun berjalan. Fenomena menarik di lapangan adalah seringnya keputusan politik dalam penganggaran untuk perubahan tahun lalu yang “membebani” anggaran pada tahun berikutnya sebagai kegiatan luncuran atau lanjutan. Keputusan politik dimaksud adalah mengalokasikan sumberdaya untuk suatu kegiatan pada saat perubahan anggaran dilakukan, meskipun sampai akhir tahun anggaran bersangkutan diyakini tidak dapat diselesaikan, dengan harapan akan ada “proyek luncuran” yang akan dilaksanakan pada tahun berikutnya. Praktik ini merupakan bentuk perilaku oportunistik pengambil keputusan anggaran sebagai agent, yang membuat keputusan untuk keuntungan pribadi (self-interest) dengan mengorbankan kepentingan sebagian principal-nya, yakni masyarakat pembayar pajak. Masyarakat dirugikan karena akan ada kegiatan tahun berjalan yang tidak tercapai targetnya sebagai implikasi dari pemrioritasan “proyek luncuran” yang lahir sebagai akibat adanya sisa anggaran tahun lalu ini. Kegiatan yang tidak dapat diselesaikan sampai akhir tahun anggaran akan dilanjutkan pelaksanaan kegiatannya pada tahun anggaran berikutnya, tanpa perlu menunggu persetujuan DPRD untuk menyetujui penetapan Perda tentang APBD tahun berikutnya. Sisa anggaran dari tahun lalu untuk penyelesaian proyek yang sudah ditetapkan dapat digunakan langsung, meskipun APBD belum ditetapkan dalam bentuk Perda dan/atau peraturan kepala daerah. Pelaksanaan kegiatan yang dananya

Page 14: Serapan Anggaran Pada Organisasi Perangkat Daerah : Bukti

Jurnal Akuntansi Publik, Vol 2 No 1, 66-83, Maret 2019 | 79

bersumber dari sisa anggaran tahun lalu akan diprioritaskan oleh SKPD, meskipun kegiatan dan anggaran yang baru untuk tahun berjalan telah ditetapkan. Kegiatan lanjutan yang dananya telah tersedia dengan pasti akan dilaksanakan terlebih dahulu, sementara kegiatan baru untuk tahun anggaran berkenaan harus melalui proses administrasi dan tendering terlebih dahulu. Ada kalanya terjadi masalah atau ada kendala dalam pelelangan dan pelaksanaan kegiatan tahun berjalan sehingga sampai akhir tahun anggaran belum terealisasi sepenuhnya, yang berakibat pada serapan anggaran yang lebih rendah. Ketika kegiatan lanjutan sudah “cukup” untuk memenuhi “preferensi gizi SKPD”, maka pelaksanaan kegiatan murni tahun berjalan bukanlah prioritas yang menjadi kewajiban untuk diselesaikan selama tahun berjalan. Sangat mungkin kegiatan tahun berjalan sengaja tidak diselesaikan agar bisa menjadi “tabungan” untuk awal tahun berikutnya melalui media SILPA (sisa lebih pembiayaan anggaran) pada akhir tahun. SIMPULAN

Penelitian ini menemukan bahwa perubahan anggaran dan sisa anggaran tahun sebelumnya berpengaruh negatif terhadap serapan anggaran SKPD pada pemerintah daerah kota Banda Aceh, sedangkan besaran anggaran yang tidak berpengaruh. Hasil ini memberi bukti tambahan terkait faktor-faktor yang dapat dikaitkan dengan serapan anggaran pada institusi pemerintahan, seperti telah diteliti sebelumnya oleh Sukadi (2012), Priatno & Khusaini (2013), Lestari, et al. (2014), Darma, et al. (2015), Syahputra (2016), Zakiati (2016), dan Rahmah (2017). Ada beberapa keterbatasan dalam penelitian ini, yakni menggunakan sampel kecil dan hanya pada satu pemerintah daerah, menggunakan data sekunder hanya untuk tiga tahun, dan menggunakan regresi linier berganda biasa, tanpa pemoderasi dan/atau pemediasi. Beberapa saran untuk pemerintah daerah adalah, pertama, perlunya memperhatikan alasan perubahan anggaran terkait dengan sisa anggaran yang dapat terjadi sebagai akibat dari perubahan tersebut. Kedua, realisasi anggaran belanja harus direncanakan dengan baik agar tidak menumpuk pada akhir tahun anggaran. Ketiga, memberikan insentif kepada SKPD yang dapat merealisasikan anggarannya secara efektif dan efisien, sehingga serapan anggaran tetap tinggi. Keempat, melakukan analisis tentang penyebab terjadinya penumpukan pada akhir tahun anggaran dan melibatkan stakeholders dalam melakukan pengawasan atas pelaksanaan kegiatan di lapangan. Rekomendasi untuk penelitian berikutnya adalah: pertama, menggunakan pendekatan campuran (mixed methods) dalam mengungkap faktor-faktor yang mempengaruhi serapan anggaran. Artinya, kombinasi data dan informasi kuantitatif perlu dilengkapi dengan data dan informasi kualitatif, sehingga penjelasan tentang determinan serapan anggaran bisa lebih lengkap dan komprehensif. Kedua, perlunya dimasukkan menambah beberapa variabel bebas dan pemoderasi, mengingat praktik perubahan anggaran terkait dengan variabel lain yang tidak dimasukkan dalam penelitian ini, seperti budaya organisasi, politik anggaran, kebijakan anggaran

Page 15: Serapan Anggaran Pada Organisasi Perangkat Daerah : Bukti

80 | Abdullah, Muhtar, Marwan, Aliamin, Serapan Anggaran Pada Organisasi Perangkat

pemerintah pusat/provinsi, pemilihan umum kepala daerah/legislatif, dan terjadinya krisis ekonomi. Ketiga, membandingkan hasil penelitian yang menggunakan data pada pemerintah daerah yang menerapkan status otonomi khusus dengan yang tidak berstatus otonomi khusus. Hal ini terkait dengan ketergantungan fiskal atau kemandirian daerah sebagai akibat dari adanya dana otonomi khusus yang menjadi sumber pendanaan penting bagi pemerintah daerah yang berstatus otonomi khusus. Terakhir, keempat, melakukan kajian lebih mendalam tentang urusan atau sektor yang memiliki dampak langsung terhadap pelayanan publik, sehingga dapat dipahami perilaku belanja secara lebih komprehensif. Hal ini sejalan dengan pernyataan Forrester & Mullins (1992) yang menyatakan bahwa rebudgeting memiliki dampak berbeda untuk fungsi pelayanan yang berbeda. REFERENSI

Abdullah, Syukriy. 2012a. Perilaku Oportunistik Legislatif dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya: Bukti Empiris dari Penganggaran Pemerintah Daerah di Indonesia. Disertasi (Tidak Dipublikasikan) Yogyakarta: Program Doktor Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Gadjah Mada.

_____. 2012b. Varians Anggaran Pendapatan dan Varians Belanja Daerah: Sebuah Pengantar. Tersedia daring di: https://syukriy.wordpress.com/2016/11/26/analisis-varian-anggaran-pemerintah-daerah-penjelasan-empiris-dari-perspektif-keagenan/ (Akses 20/5/2018).

_____. 2013. Perubahan APBD. Tersedia daring di: https://syukriy.wordpress.com/2013/04/22/perubahan-apbd/ (Akses 20/5/2018).

_____ & Ramadhaniatun Nazry. 2015. Analisis Varian Anggaran Pemerintah Daerah Penjelasan Empiris dari Perspektif Keagenan. Jurnal Samudra Ekonomi dan Bisnis. 6(2): 272-283.

Abdullah, Syukriy & Riza Rona. 2014. Pengaruh Sisa Anggaran, Pendapatan Sendiri dan Dana Perimbangan terhadap Belanja Modal. Iqtishadia 7(1): 179-202.

Andalia, Dian, Darwanis, & Syukriy Abdullah. 2012. Pengaruh Varian Pendapatan dan Varian Belanja terhadap Sisa Anggaran Pemerintah Daerah di Kabupaten/Kota se-Aceh. Jurnal Akuntansi Pascasarjana Universitas Syiah Kuala 2(1): 41-52.

Anessi-Pessina, Eugenio, Mariafrancesca Sicilia, & Ileana Steccolini. 2012. Budgeting & Rebudgeting in Local Governments: Siamese Twins. Public Administration Review. 72(6): 875-884.

Blais, André & Stéphane Dion. 1990. Are Bureaucrats Budget Maximizers? The Niskanen Model & Its Critics. Polity 22(4): 655-674

BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan). 2011. Misteri Penyerapan Anggaran. Paris Review 3(6): 1-56.

Chen, Jowei & Neil Malhotra. 2007. The Law of k/n: The Effect of Chamber Size on Government Spending in Bicameral Legislatures. The American Political Science Review 101(4): 657-676.

Page 16: Serapan Anggaran Pada Organisasi Perangkat Daerah : Bukti

Jurnal Akuntansi Publik, Vol 2 No 1, 66-83, Maret 2019 | 81

Darma, Romaidon, Hasan Basri, & Syukriy Abdullah. 2015. Pengaruh Waktu Penetapan Anggaran, Sisa Anggaran Tahun Sebelumnya, dan Perubahan Anggaran terhadap Serapan Anggaran pada Pemerintah Daerah Kabuapten/Kota di Aceh. Jurnal Magister Akuntansi Pascasarjana Universitas Syiah Kuala. 4(2): 18-25.

Forrester, John P. 1991. Budgetary Constraints and Municipal Revenue Forecasting. Policy Sciences. 24(4): 333-356.

_____. 1993. The Rebudgeting Process in State Government: The Case of Missouri. American Review of Public Administration 23(2): 155-178.

_____ & Daniel R. Mullins. 1992. Rebudgeting: The Serial Nature of Municipal Budgetary Processes. Public Administration Review 52(5): 467-473.

Fozzard, A. 2001. The Basic Budgeting Problem: Approaches to Resource Allocation in the Public Sector and Their Implications for Pro-Poor Budgeting. Center for Aid and Public Expenditure, Overseas Development Institute (ODI). Working paper 147.

Junita, Afrah. 2018. Determinan Kinerja Anggaran Pemerintah Daerah dengan Perubahan Anggaran sebagai Pemediasi dan Teknologi Informasi Sebagai Pemoderasi: Studi pada Satuan Kerja Perangkat Daerah di Aceh. Disertasi (Tidak Dipublikasikan). Medan: Program Doktor Ilmu Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

_____ & Syukriy Abdullah. 2016. Pengaruh Fiscal Stress dan Legislature Size terhadap Expenditure Change pada Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. Jurnal Akuntansi 20(3): 477-478.

Larkey, P.D. & R.A. Smith. 1989. Bias in the Formulation of Local Government Budget Problems. Policy Sciences 22(2): 123-166.

Lestari, Soraya, Syukriy Abdullah, & Hasan Basri. 2014. Pengaruh Alokasi Belanja Murni dan Alokasi Belanja Perubahan terhadap Serapan Anggaran Kabuapaten/Kota di Aceh. Jurnal Magister Akuntansi Pascasarjana Universitas Syiah Kuala. 3(3): 80-89.

Mayper, Alan G., Michael Granof & Gary Giroux. 1991. An Analysis of Municipal Budget Variances. Accounting, Auditing & Accountability Journal 4(1): 29-50.

McGuire, Thomas. 1981. Budget-Maximizing Governmental Agencies: An Empirical Test. Public Choice 36: 313-322.

______, Michael Coiner, & Larry Spancake. 1979. Budget-Maximizing Agencies and Efficiency in Government. Public Choice 34: 333-357.

Meridiana, Darwanis, & Syukriy Abdullah. 2017. Pengaruh Sisa Anggaran Sebelumnya, Perubahan Anggaran Tahun Lalu dan Besaran Anggaran terhadap Anggaran Belanja Langsung Satuan Kerja Perangkat Kabupaten (SKPK) pada Kabupaten Aceh Besar. Jurnal Magister Akuntansi Pascasarjana Universitas Syiah Kuala 6(2): 86-96.

Miliasih, Retno. 2012. Analisis Keterlambatan Penyerapan Anggaran Belanja Satuan Kerja Kementerian Negara/Lembaga Tahun Anggaran 2010 di Wilayah Pembayaran KPPN Pekan Baru. Tesis (Dipublikasikan). Jakarta: FEUI.

Moe, T. M. 1984. The New Economics of Organization. American Journal of Political Science 28(5): 739-777.

Page 17: Serapan Anggaran Pada Organisasi Perangkat Daerah : Bukti

82 | Abdullah, Muhtar, Marwan, Aliamin, Serapan Anggaran Pada Organisasi Perangkat

Nikmawati, Syukriy Abdullah, & Heru Fahlevi. 2016. Analisis Korelasi Belanja Daerah dalam Perubahan APBK Kabupaten/Kota: Studi di Aceh. Jurnal Magister Akuntansi Pascasarjana Universitas Syiah Kuala 5(3): 39-49.

Nugroho, Rahadi & Salman Alfarisi. 2017. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Melonjaknya Penyerapan Anggaran Quartal IV Instansi Pemerintah (Studi pada Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan). Jurnal BPPK 10(1): 22-37.

Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.

Priatno, Prasetyo Adi & M. Khusaini. 2013. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Anggaran pada Satuan Kerja Lingkup Pembayaran KPPN Blitar. Jurnal Ilmiah. Malang: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya.

Puspitasari, Ratna. 2013. Studi Penganggaran Berbasis Kinerja pada Pemerintah Provinsi Jawa Timur, Jawa Barat dan DKI Jakarta. Jejaring Administrasi Publik 5(2): 356-369.

Rahmah, Zuraida, & Syukriy Abdullah. 2017. Analisis Kinerja Anggaran pada Satuan Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Bireuen. Jurnal Perspektif Ekonomi Darussalam 3(2): 213-222.

Robbins, Donijo. 2005. Administrative Discretion: Its Use in Budgetary Analysis. Public Administration Quarterly 29(1/2): 186-200.

Rubin, Irene. 1996. Budgeting for Accountability: Municipal Budgeting for 1990s. Public Budgeting & Finance (Summer): 112-132.

Ruhmaini & Syukriy Abdullah. 2017. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Serapan Anggaran Belanja Langsung SKPK di Kabupaten Aceh Tengah. Jurnal Ekonomi dan Pembangunan 8(1): 54-65.

Ruwaida, Darwanis, & Syukriy Abdullah. 2015. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi Anggaran Belanja Pendidikan di Provinsi Aceh. Jurnal Administrasi Akuntansi Program Pascasarjana Unsyiah 4(4): 101-110.

Schick, Allen. 2003. The Role of Fiscal Rules in Budgeting. OECD Journal on Budgeting 3(3): 7-34.

Schneier, Edward. 2004. Emerging Patterns of Legislative Oversight in Indonesia, in Pelizzo, Riccardo & Rick Stapenhurst (Editors). 2004. Legislatures and Oversight. Washington, D.C.: The International Bank for Reconstruction and Development/The World Bank.

Smith, Robert W. & Mark Bertozzi. 1998. Principals and Agents: An Explanatory Model for Public Budgeting. Journal of Public Budgeting, Accounting & Financial Management 10(3): 325-353.

Stapenhurst, Rick. 2004. The Legislature and the Budget. Washington, D.C.: The International Bank for Reconstruction and Development/The World Bank.

Steccolini, Ileana. 2004. Is the Annual Report an Accountability Medium? An Empirical Investigation into Italian Local Governments. Financial Accountability &Management 20(3): 327-350.

Page 18: Serapan Anggaran Pada Organisasi Perangkat Daerah : Bukti

Jurnal Akuntansi Publik, Vol 2 No 1, 66-83, Maret 2019 | 83

Sukadi. 2012. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penumpukan Penyerapan Anggaran Belanja pada Akhir Tahun Anggaran. Abstrak Tesis. Yogyakarta: Universtitas Gadjah Mada. Laman: http://etd.repository.ugm.ac.id/index.php?act=view&buku_id=55894&mod=penelitian_detail&sub=PenelitianDetail&typ=html

Syahputra, Ari. 2016. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Anggaran dengan Perubahan Anggaran sebagai Variabel Moderating pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. Tesis (Tidak Dipublikasikan). Medan: Program Magister Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

Weingast, Barry R., Kenneth A. Shepsle, & Christopher Johnsen. 1981. The Political Economy of Benefits and Costs: A Neo-classical Approach to Distributive Politics. Journal of Political Economy 89 (August): 642-64.

Yuhertiana, Indrawati, Soeparlan Pranoto, & Hero Priono. 2015. Perilaku Disfungsional pada Siklus Penganggaran Pemerintah: Tahap Perencanaan Anggaran. JAAI 19(1): 25-38.

Zakiati, Mulia. (2016). Pengaruh Perencanaan Anggaran dan Politik Penganggaran terhadap Perubahan Anggaran serta Dampaknya terhadap Serapan Anggaran Belanja pada SKPK Pemerintah Kota Sabang. Tesis Magister Akuntansi. Banda Aceh: Program Pascasarjana Universitas Syiah Kuala.

Zarinah, Monik, Darwanis, & Syukriy Abdullah. 2016. Pengaruh Perencanaan Anggaran dan Kualias Sumber Daya Manusia terhadap Tingkat Penyerapan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah di Kabupaten Aceh Utara. Jurnal Magister Akuntansi Pascasarjana Universitas Syiah Kuala 5(1): 90-97.