serangga yang berasosiasi dengan tanaman jambu air (eugenia aqua burm) di sentra an pertanian...
TRANSCRIPT
USULAN PENELITIAN
SERANGGA YANG BERASOSIASI DENGAN TANAMAN JAMBU AIR (Eugenia aqua Burm) DI SENTRA PENGEMBANGAN PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS RIAU
Oleh:
MUSA ROMADHON NIM. 0506120710
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGIJURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU2011
USULAN PENELITIAN
SERANGGA YANG BERASOSIASI DENGAN TANAMAN JAMBU AIR (Eugenia aqua Burm) DI SENTRA PENGEMBANGAN PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS RIAU
Oleh:
MUSA ROMADHON NIM. 0506120710
Diajukan sebagai salah satu syarat untukmelaksanakan penelitian
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGIJURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU2011
USULAN PENELITIAN
SERANGGA YANG BERASOSIASI DENGAN TANAMAN JAMBU AIR (Eugenia aqua Burm) DI SENTRA PENGEMBANGAN PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS RIAU
Oleh:
MUSA ROMADHON NIM. 0506120710
Menyetujui:
Pembimbing I, Pembimbing II,
Ir. Desita Salbiah, MSi Ir. J. Hennie Laoh, MSNIP. 19611220 1988030 2003 NIP. 19500204196012001
Mengetahui:
Ketua Program Studi Agroteknologi
Ir. Ardian, MS NIP. 19600809 198703 1 002
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan usulan penelitian ini dengan judul “Serangga Yang
Berasosiasi dengan Tanaman Jambu Air (Eugenia Aqua Burm) Di Sentra
Pengembangan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Riau).
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. Desita Salbiah, MSi.
Sebagai pembimbing I dan Ir. J. Hennie Laoh, MS Sebagai pembimbing II yang
telah banyak memberikan bimbingan, petunjuk dan motivasi sampai selesainya
usulan penelitian ini.Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih untuk semua
rekan-rekan yang telah membantu penulis dalam penyelesaian usulan penelitian
ini, yang tidak bisa penulis tuliskan satu persatu.
Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif untuk
kesempurnaan usulan penelitian ini.
Pekanbaru, Juni 2011
Musa Romadhon
iii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR.................................................................................... iii
DAFTAR ISI................................................................................................... iv
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................... v
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang................................................................................. 1
1.2. Tujuan .............................................................................................. 4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tanaman jambu air (Eugenia Aqua Burm)...................................... 5
2.2. Serangga .......................................................................................... 7
III. BAHAN DAN METODE
3.1. Tempat dan Waktu........................................................................... 13
3.2. Bahan dan Alat................................................................................. 13
3.3. Metode Penelitian............................................................................. 13
3.4. Pelaksanaan Penelitian..................................................................... 13
3.5. Pengamatan...................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
iv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Jadwal Penelitian ...................................................................................... 20
2. Kuesioner .................................................................................................. 21
3. Gambar alat tangkap serangga................................................................... 22
4. Gambar perangkap cahaya......................................................................... 23
5. Gambar perangkap kuning......................................................................... 24
6. Gambar sugar trap .................................................................................... 25
7. Gambar Peta peletakan perangkap............................................................. 26
v
I. PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Antara komunitas dan lingkungannya selalu terjadi interaksi. Interaksi ini
menciptakan kesatuan ekologi yang disebut ekosistem. Komponen penyusun
ekosistem adalah produsen (tumbuhan hijau), konsumen (herbivora, karnivora,
dan omnivora), dan dekomposer/pengurai (mikroorganisme) (Anonim, 2011 b).
Ekosistem tanaman jambu air merupakan salah satu ekosistem yang memiliki
hubungan timbal balik yang beragam terhadap faktor-faktor fisik dari lingkungan
yang ada di dalamnya.
Tanaman jambu air (Eugenia aqua Burm) termasuk dalam famili
Myrtaceae merupakan tanaman asli Indonesia dan sejak masa penjajahan Belanda
dikenal sebagai buah segar dimusim kemarau. Wajar bila buah jambu air banyak
disebut sebagai primadonanya buah-buahan musim kemarau. Sesuai dengan
sebutannya memang jambu air banyak mengandung air sekitar 90%-nya dari 100
gram bagian buah yang dapat dimakan dan berfungsi sebagai penghilang rasa
haus. Kulit buahnya banyak mengandung gula 11,8 gr dan vitamin C 5 mgr
(Hardiantono, 1992).
Tanaman jambu air merupakan tanaman yang mudah di budidayakan
dibandingkan dengan tanaman buah-buahan yang ada, dan mampu tumbuh di
hampir semua tempat di Indonesia selain itu mudah menyesuaikan diri dengan
segala jenis tanah asalkan tanah itu subur, gembur dan berair banyak.
Keistimewaan lain dari tanaman jambu air, tidak memerlukan perawatan yang
1
terlalu mahal, buahnya sering bermunculan sepanjang tahun dan sosok
tanamannya sangat teduh (Hariyanto, 1992).
Menurut Kemal (2000) terdapat dua jenis jambu air yang banyak ditanam,
tetapi keduanya tidak begitu menyolok perbedaannya. Kedua jenis tersebut adalah
Syzygium quaeum (jambu air kecil) dan Syzygium samarangense (jambu air
besar). Varietas jambu air besar yakni: jambu Semarang, Madura, Lilin (super
manis), Apel dan Cincalo (merah dan hijau/putih, Camplong (Bangkalan),
Kancing, Mawar (jambu Keraton), Sukaluyu, Baron, Kaget, Rujak, Neem,
Lonceng (super lebat), dan Manalagi (tanpa biji). Sedangkan varietas yang paling
komersil adalah Cincalo dan Semarang, yang masing-masing terdiri dari 2 macam
(merah dan putih).
Budidaya tanaman jambu air tidak lepas dari adanya serangga- serangga
yang berasosiasi baik sebagai hama maupun sebagai serangga berguna ataupun hanya
sebagai tempat berlindung atau itirahat. Kemal (2000) menyatakan bahwa hama yang
menyerang tanaman jambu air terdiri dari golongan Lepidoptera, Homoptera, dan
Diptera. Sebenarnya jenis serangga perusak tidak banyak, diperkirakan kurang dari
1% dari semua jenis serangga yang terdapat dipermukaan bumi ini.
Serangga ditemukan hampir di semua ekosistem. Semakin banyak tempat
dengan berbagai ekosistem maka terdapat jenis serangga yang beragam. Serangga
yang berperan sebagai pemakan tanaman disebut hama, tetapi tidak semua serangga
berbahaya bagi tanaman. Ada juga serangga berguna seperti serangga penyerbuk,
pemakan bangkai, predator dan parasitoid. Untung (1996) berpendapat bahwa setiap
serangga mempunyai sebaran khas yang dipengaruhi oleh biologi serangga, habitat
dan kepadatan populasi.
2
Selanjutnya Jumar (2000) menyatakan bahwa serangga adalah spesies yang
paling banyak menjadi hama dibandingkan dengan spesies hewan dari kelas lainnya,
karena hampir 50% dari serangga adalah fitofagus (pemakan tumbuhan), selebihnya
adalah pemakan serangga lain (entomofagus), binatang lain atau sisa-sisa tanaman
dan binatang. Serangga mudah sekali menyesuaikan diri dengan keadaan sekitarnya.
Walaupun tanaman inangnya tidak ada maka serangga masih dapat hidup dengan
memakan jenis tanaman lain.
Serangga pada umumnya mempunyai peranan yang sangat penting bagi
ekosistem, baik secara langsung maupun tidak langsung. Tanpa kehadiran suatu
serangga, maka kehidupan suatu ekosistem akan terganggu dan tidak akan
mencapai suatu keseimbangan. Peranan serangga dalam ekosistem diantaranya
adalah sebagai polinator, dekomposer, predator (pengendali hayati), parasitoid
(pengendali hayati), hingga sebagai bioindikator bagi suatu ekosisitem.
Untuk dapat melakukan perlindungan hama secara tepat, efektif, dan
efesien, maka perlu diketahui informasi tentang serangga-serangga yang
berasosiasi pada areal tanaman jambu air serta jenis-jenis serangga yang ada di
ekosistem termasuk peranan dari masing-masing serangga berdasarkan fungsinya.
Dengan demikian dampak negatif terhadap lingkungan dan serangga-serangga
berguna lainnya dapat di minimalisir. Sehubungan dengan hal tersebut maka perlu
dilakukan penelitian dengan judul “Serangga-Serangga Yang Berasosiasi Pada
Tanaman Jambu air (Eugenia aqua Burm) di Sentra Pengembangan Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Riau”.
3
I.2. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui serangga yang berasosiasi
dengan tanaman jambu air (Eugenia aqua Burm) di Sentra Pengembangan
Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Riau.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Tanaman Jambu air (Eugenia aquea Burm)
Ekosistem tanaman jambu air merupakan satu unit tunggal dari komuniti
tumbuhan jambu air dan serangga bersama-sama dengan semua interaksi faktor-
faktor fisik dari lingkungan yang ada di dalamnya (Anonim, 2011 b). Ekosistem
tanaman jambu air juga tidak lepas dari peran serangga yang berasosiasi
didalamnya.
Jambu air (Eugenia aquea Burm) berasal dari daerah Indo Cina dan
Indonesia, tersebar ke Malaysia dan pulau-pulau di Pasifik. Selama ini masih
terkonsentrasi sebagai tanaman pekarangan untuk konsumsi keluarga. Buah
Jambu air tidak hanya sekedar manis menyegarkan, tetapi memiliki keragaman
dalam penampilan. Jambu air dikategorikan salah satu jenis buah-buahan
potensial yang belum banyak disentuh pembudidayannya untuk tujuan komersial.
Sifatnya yang mudah busuk menjadi masalah penting yang perlu dipecahkan.
Buahnya dapat dikatakan tidak berkulit, sehingga rusak fisik sedikit saja pada
buah akan mempercepat busuk buah (Kemal, 2000).
Sistematika tanaman jambu air adalah sebagai berikut: Kingdom:
Plantarum, Divisio: Spermatophyta, Sub Divisio: Angiospermae, Class:
Dycotyledoneae, Ordo: Myrtales, Familia: Myrtaceae, Genus: Syzygium, Species:
Eugenia aquea (Kemal, 2000).
Jambu air umumnya berupa perdu, dengan tinggi 3-10 m. Sering dengan
batang bengkak-bengkok dan bercabang mulai dari pangkal pohon, kadang-
kadang gemangnya mencapai 50 cm. Daun tunggal terletak berhadapan,
bertangkai 0,5-1,5 cm. Helaian daun berbentuk jantung jorong sampai bundar
telur terbalik lonjong, 7-25 x 2,5-16 cm, tidak atau sedikit berbau aromatis apabila
diremas. Karangan bunga dalam malai di ujung ranting (terminal) atau muncul di
ketiak daun yang telah gugur (aksial), berisi 3-7 kuntum. Bunga kuning
keputihan, dengan tabung kelopak lk. 1 cm panjangnya; daun mahkota bundar
sampai menyegitiga, 5-7 mm; benang sari antara 0,75-2 cm dan tangkai putik
yang mencapai 17 mm. Buah bertipe buah buni, berbentuk gasing dengan pangkal
kecil dan ujung yang sangat melebar (sering dengan lekukan sisi yang
memisahkan antara bagian pangkal dengan ujung); 1,5-2 x 2,5-3,5 cm;
bermahkota kelopak yang berdaging dan melengkung; sisi luar berwarna putih
sampai merah. Daging buah putih, banyak berair, hampir tidak beraroma; berasa
asam atau asam manis, kadang-kadang agak sepat. Biji berukuran kecil, 1-2(-6)
butir. (Anonim, 2011)
Tanaman jambu air tidak mengenal musim berbuah. Pohon ini tetap dapat
berbuah sepanjang tahun, tetapi ada waktu-waktu tertentu di mana jambu air
berbuah sangat lebat. Biasanya di bulan Maret sampai dengan Juni jambu air
mulai berbunga banyak. Hasilnya yang melimpah dapat dipetik sampai dengan
bulan Agustus (Patkurinanik, 2000).
Kandungan gizi buah jambu air untuk 100 gram bagian
buah yang dapat dimakan (bdd) mengandung kalori 46 kal, 0,6
gram protein, 0,2 gram lemak, 11,8 gram karbohidrat, 2 mgram
kalsium, 7,5 mgram kapur, 9 gram fosfor, 1,1 gram zat besi, 5
mgram vitamin C, dan 90% bagian tanaman jambu air dapat di
makan (Hariyanto,1992).
6
Beberapa jenis jambu air yang ada di Sentra Pengembangan Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Riau diantaranya Jenis Jambu Semarang, King
Rose, Citra, Cincalo Merah dan Jambu Air Cincalo Hijau. Jenis jambu air
semarang dicirikan dengan Buah yang bertipe buah buni, berbentuk gasing
dengan pangkal kecil dan ujung yang sangat melebar (sering dengan lekukan sisi
yang memisahkan antara bagian pangkal dengan ujung); 1,5-2 x 2,5-3,5 cm;
bermahkota kelopak yang berdaging dan melengkung; sisi luar berwarna putih
sampai merah. Daging buah putih, banyak berair, hampir tidak beraroma; berasa
asam atau asam manis, kadang-kadang agak sepat. Biji berukuran kecil, 1-2(-6)
butir (Anonim, 2011)
Jambu Air Citra ditemukan oleh seorang pakar ahli tanaman buah di
daerah Anyer, Banten. Jambu ini begitu fenomenal besar, sedikit air namun segar,
berbiji kecil (bahkan tak menutup kemungkinan tak berbiji) dan manis. Dan yang
lebih mencengangkan lagi, dipasaran harganya cukup tinggi di atas lima puluh
ribu per kilogram. Pohon jambu citra mampu memperlihatkan hasil yang
memuaskan. Berat jambu Citra biasanya lebih ketimbang jambu air biasa yakni
antara 200 hingga 300 gram. (Maulana, 2010)
Jambu Air Cincalo Merah dalam penamaannya tidak berbeda dengan
cincalo lainnya, yaitu karena rasanya yang enak dan manis. Hanya saja karena
warnanya yang merah bila matang menyebabkan orang menyebutnya cincalo
gondrong merah. Bentuk buah jambu ini memanjang seperti lonceng dan di
bagian tengahnya agak gemuk membulat. Dibandingkan dengan jenis cincalo
lainnya, ukuran buahnya memang lebih kecil, yaitu panjangnya hanya sekitar 7
7
cm dan diameternya 6 cm. jambu ini merupakan jenis jambu yang tidak berbiji.
(Anonim, 2011 a)
Jambu air King Rose ini ditemukan oleh peneliti ahli tanaman buah buah
di Taman Buah Mekarsari. Jambu ini sedikit air namun segar, berbiji kecil
(bahkan tak menutup kemungkinan tak berbiji) dan manis. Pohon jambu King
Rose mampu memperlihatkan hasil yang memuaskan. Berat jambu King Rose
biasanya lebih ketimbang jambu air biasa yakni antara 200 hingga 300 gram.
(Maulana, 2010)
II.2. Serangga
Serangga merupakan kelompok hewan yang dominan di muka bumi
dengan jumlah spesies hampir 80 persen dari jumlah total hewan di bumi. Dari
751.000 spesies golongan serangga, sekitar 250.000 spesies terdapat di Indonesia.
(Kalshoven, 1981). Selanjutnya Nosa (2010) menyatakan bahwa sebagai negara
tropis, di dunia Indonesia mempunyai kedudukan tertinggi setelah negara Brazil
dalam kekayaan keanekaragaman jenis tumbuhan, hewan, dan mikroba. Salah satu
yang terpenting dan terbanyak adalah serangga. Selain ada yang membahayakan
dan merugikan, sebagian besar serangga justru memberi keuntungan pada
manusia dan ekosistem.
Kekayaan alam tersebut menyimpan kurang lebih 17 persen keragaman
hayati yang sudah dikenal di dunia, sehingga Indonesia menduduki peringkat
ketiga dunia sebagai negara megabiodiversiti setelah Brazil dan Kolombia. Dalam
hal serangga yang telah dikenal di seluruh dunia, 250.000 diantaranya
terdapat di Indonesia. Menurut perkiraan para ahli, jumlah spesies serangga
tersebut diperkirakan masih akan mencapai 5-10 juta. Di samping potensinya,
8
Indonesia diklasifikasikan sebagai kawasan yang keragaman hayatinya
terancam punah (Mitra. 2003).
Dibandingkan dengan kelompok organisme lainnya dalam Phylum
Arthropoda, serangga merupakan kelompok yang terbesar. Hingga saat ini telah
diketahui sebanyak lebih kurang 950.000 spesies serangga didunia, atau sekitar
59,5% dari total organisme yang telah dideskripsi (Sosromartono, 2000). Tingkat
keragaman serangga yang sangat tinggi dapat beradaptasi pada berbagai kondisi
habitat, baik yang alamiah seperti hutan-hutan primer maupun habitat buatan
manusia seperti lahan pertanian dan perkebunan (Siswanto dkk, 2001).
Tingginya keanekaragaman serangga berpengaruh terhadap kualitas dan
kuantitas produk pertanian yang dihasilkan. Kestabilan populasi hama dan musuh
alaminya umumnya terjadi pada ekosistem alami sehingga keberadaan serangga
hama pada pertanaman tidak lagi merugikan. Kenyataan tersebut perlu
dikembangkan sehingga mampu menekan penggunaan pestisida untuk menekan
serangga hama di lapangan, terutama pada tanaman-tanaman yang beroriaentasi
ekspor dan mempunyai nilai ekonomi tinggi (Siswanto dan Wiratno, 2001).
Penelitian mengenai serangga-serangga yang berasosiasi telah banyak
dilakukan terutama pada serangga. Hal ini disebabkan karena serangga merupakan
komponen keanekaragaman hayati yang paling besar jumlahnya, mempunyai
fungsi ekologi yang penting dan dapat menjadi indikator rusaknya lingkungan
(Zahrial, 2010 dalam Scowalter, 2000).
Selanjutnya borror et al (1998) menerangkan bahwa Serangga herbivora
yang menyerang tanaman atau makan pada bagian tanaman tertentu merupakan
serangga fitofagus. Cara hidup serangga fitofagus beragam ada yang hidup di
9
permukaan tanaman, tinggal dalam jaringan tanaman dengan cara mengebor, ada
juga yang hidup dari dalam tanah di sekitar perakaran. Oleh karena itu pada setiap
tanaman dapat hidup bermacam-macam serangga. Serangga tersebut akan
mendiami tempat yang paling sesuai bagi pemenuhan persyaratan hidupnya.
Tempat yang paling sesuai tersebut dinamakan mikrohabitat. Di mikrohabitat
tersebut serangga akan terkonsentrasi dan beradaptasi baik secara fisiologi,
struktural dan perilaku yang sering disebut relung ekologi (Budiharsono, 2006)
Menurut Saranga dkk (2008) secara garis besar serangga mempunyai arti
pada manusia dalam 2 hal ciri khas yaitu, serangga yang berguna (bukan hama)
dan serangga sebagai hama. Ada beberapa jenis di antaranya yang tidak berguna
tetapi tidak merusak tetapi jumlahnya sedikit sekali.
Serangga berguna bagi manusia dalam beberapa hal: (1) Membantu
penyerbukan, dan (2) Serangga sebagai penghasil bahan-bahan yang mempunyai
nilai ekonomis yang tinggi seperti: a) Penghasil madu dan lilin madu, bahan-
bahan politur, untuk pembuatan berbagai jenis tinta dan bahan-bahan kosmetik,
b) Sebagai parasitoid dan predator yang banyak membantu dalam pengendalian
hama berbagai jenis tanaman. c) Serangga sebagai pembersih dan penggembur
tanah, d) Serangga sebagai pembasmi tumbuh-tumbuhan yang tidak berguna, e)
Sebagai makan bagi manusia dan binatang-binatang lainnya, f) Sebagai bahan
yang digunakan di dalam bidang penelitian sitologi, genetika, dinamika populasi
dan evolusi, g) Sebagai bahan yang mempunyai nilai estetika contoh kupu-kupu
dan berbagai jenis kumbang yang berwarna indah-indah (Saranga dkk 2008).
Serangga tidak berguna atau hama merupakan jazad yang merusak
tanaman atau hasilnya sehingga menimbulkan kerugian ekonomis (Oka, 1998).
10
Selain merusak pada bahan-bahan tanaman atau hasilnya, serangga juga merusak
pada bahan-bahan simpanan, pakaian, kayu-kayuan yang mempunyai nilai penting
bagi manusia. Serangga umumnya bertindak sebagai hama karena lebih dari 50%
serangga termasuk kelompok fitofag serangga pemakan tumbuhan atau tanaman
Ordo serangga yang berperan sebagai hama: Lepidoptera, Diptera, Coleoptera,
Homoptera, Hemiptera, Orthoptera, Hymenoptera, Thysanoptera, Isoptera (Borror
et al, 1993).
Serangga pemakan hewan bisa berarti menjadi: predator (memakan hewan
lain), parasit (makan pada hewan lain, tetapi tidak membunuh inangnya), atau
parasitoid (makan pada inang dan membunuh inangnya). Serangga predator
umumnya memakan jenis serangga yang lebih kecil atau lebih lemah, untuk sekali
makan, dan memangsa satu atau lebih serangga, biasanya serangganya aktif dan
kuat, hidup terpisah dari mangsa mereka dan seringkali mencari serangga ke
tempat berbeda untuk waktu makan yang berbeda (Hidayat, 2007).
Selanjutnya Hidayat (2007) menyatakan bahwa Serangga parasit biasanya
hidup pada tubuh inangnya dan hidup terus-menerus selama paling tidak sebagian
dari siklus hidupnya, ukurannya biasanya lebih kecil daripada inangnya, dan
dalam satu inang bisa hidup lebih dari satu parasit. Ordo serangga yang banyak
menjadi parasit adalah Hymenoptera, Diptera dan Strepsiptera. Serangga parasit
yang memarasit dan mematikan serangga inangnya dikenal sebagai parasitoid.
11
III. BAHAN DAN METODE
III.1. Tempat dan waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Sentra Pengembangan Pertanian Fakultas
Pertanian Universitas Riau. Lama penelitian berlangsung tiga bulan yaitu bulan
Juli sampai dengan September 2011.
III.2. Bahan dan alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman
jambu air produktif, aquades, alkohol 70%.
Alat yang digunakan adalah berwarna kuning, dengan ukuran
panjang 10 cm dan lebar 10 cm, lampu badai, ember, kayu persegi
panjang, loupe, kikroskop, pinset, kuas, plastik, toples, lem, wadah plastik,
kantong plastik, kertas label, kawat, dan bambu.
III.3. Metode penelitian
Metode penelitian menggunakan metode survei. Adapun tehnik
pengambilan sampel serangga dilakukan secara purposive sampling
(sampel yang dipilih secara sengaja). Data hasil penelitian dianalisis secara
deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel dan gambar.
III.4. Pelaksanaan penelitian
III.4.1.Dilapangan
III.4.1.1. Survei/Data Sekunder
Daerah penelitian yang digunakan adalah Sentra Pengembangan Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Riau. Survei dilakukan untuk mendapatkan data
sekunder dengan cara melakukan wawancara langsung kepada petugas lapangan
dengan menggunakan daftar kuesioner (Lampiran 2).
III.4.1.2. Penentuann Peletakan Perangkap
Luas areal penelitian adalah 10% dari luas areal tanaman yaitu 324
m2 luas keseluruhan areal penelitian tanaman jambu air 3240 m2 dengan
populasi tanaman jambu air 90 tanaman. Semua jenis perangkap di
letakkan 3 m dari pinggir tanaman dan di letakkan 2 perangkap per
varietas tanaman. Total alat tangkap yaitu 2 alat tangkap berupa jaring
serangga dan 30 perangkap terdiri dari 10 perangkap cahaya, 10 perangkap
kuning, dan 10 sugar trap. Jarak antara perangkap 3 m. Jarak tanaman
ketanaman lain 6 m. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan
alat tangkap dan perangkap sebagai berikut:
III.4.1.2.1.Alat Tangkap Jaring Serangga
Metode ini menggunakan jaring serangga yang terbuat dari kain
tile dengan rangka kawat yang melingkar dengan diameter 35 cm dan
diberi tangkai sepanjang 1 (satu) meter (lampiran 3). Jaring serangga
digunakan pada setiap titik sampel yang telah ditentukan dengan lima kali
ayunan ganda. Serangga yang tertangkap langsung dimasukkan ke dalam
botol film yang telah berisi alkohol 70% lalu dibawa ke Laboratorium
Hama Tumbuhan.
III.4.1.2.2.Perangkap cahaya
Perangkap cahaya dipasang pada pukul 18.30 WIB sampai pada
pukul 06.30 WIB, dengan cara meletakkan perangkap lampu minyak tanah
diatas baskom pelastik dengan diameter 60 cm yang dibawahnya telah
diberi air setinggi 20 cm (lampiran 4) kemudian diletakkan pada setiap
14
titik sampel yang telah di tentukan. Serangga yang terperangkap akan
dipindahkkan kedalam botol film yang berisi alkohol 70% lalu dibawa ke
Laboratorium Hama Tumbuhan.
III.4.1.2.3.Perangkap kuning
Penggunaan perangkap kuning dilakukan dengan cara meletekkan
kertas perangkap berwarna kuning, sebelumnya telah diberi lem perekat
yang tidak mudah kering. Warna kuning tersebut menarik untuk di
hinggapi serangga, sehingg serangga akan terperangkap dan mati.
Pengambilan sampel dilakukan pada setiap titik sampel yang telah di
tentukan dengan memasang perangkap kuning yang berupa lembaran
plastik kuning berbentu segi empat dengan ukuran 30 x 40 cm dan di beri
lem serangga pada permukaan luar kemudian diberi tiang tinggi 2 m dapat
dilihat pada lampiran 5. Perangkap kuning dipasang 1 (satu) kali
seminggu yaitu 1 x 24 jam, dimulai dari minggu pertama sampai minggu
keempat, tinggi riang perangkap kuning 1 (satu) meter. Serangga yang
terperangkap di pisahkan dengan menggunakan minyak tanah kemudian
dimasukan ke dalam botol plastik yang berisi alkohol 70% di beri label
kemudian di bawa ke Laboratorium Hama Tumbuhan.
III.4.1.2.4.Perangkap Gula (Sugar Trap)
Perangkap gula dilakukan dengan penambahan gula pada
perangkap jebak dan ditelakkan pada titik sampel yang telah di tentukan.
Gula yang digunakan sebagai bahan perangkap dibuat dengan cara; Jambu
air yang segar atau yang telah jatuh dari pohonnya dipotong-potong lalu
bijinya dibuang sedangkan kulitnya dibiarkan tetap utuh, lalu dihancurkan
15
sampai menjadi bubur kemudian campurkan dengan 4 liter air dan segelas
kecil air gula merah. Diletakkan ditempat hangat dan kedap udara untuk
difermentasi. Setelah beberapa minggu diperiksa sampai berubah menjadi
alkohol. Setelah bahan terfermentasi sempurna, campurkan dengan sedikit
molase atau air tebu kira-kira 0.4 liter bahan secara merata.
Pemasangan perangkap dipasang 1 (satu) kali seminggu yaitu 1 x
24 jam, dimulai dari minggu pertama sampai minggu keempat. Serangga
yang terperangkap dimasukan ke dalam botol plastik yang berisi alkohol
70% di beri label kemudian di bawa ke Laboratorium Hama Tumbuhan.
III.4.2.Di laboratorium
Serangga yang telah di dapatkan dari alat tangkap dan perangkap
dibawa Laboratorium Hama Tumbuhan untuk di identifikasi dan
diklasifikasi sesuai kelompok fungsinya yaitu jenis hama, predator,
parasitoid, dan serangga yang berasosiasi lainnya.
III.5. Pengamatan
III.5.1.Identifikasi serangga
Identifikasi dilakukan pada fase imago secara visual berdasarkan
morfologi meliputi jumlah, bentuk, susunan tekstur sayap, warna
serangga, untuk menentukan tipe antena digunakan mikroskop, semua
hasil pengamatan disesuaikan dengan buku kunci determinasi yang
tersedia yaitu Borror et al (1993) dan Kalshoven
(1981) serta konsultasi dengan pembimbing. Identifikasi dilakukan sampai
tingkat famili.
16
III.5.2.Jumlah populasi serangga hama (ekor)
Menghitung jumlah populasi serangga yang berperan serbagai
hama yang ada pada tanaman jambu air di Sentra Pengembangan Pertanian
Universitas Riau.
17
III.5.3.Jumlah populasi serangga predator (ekor)
Menghitung jumlah populasi serangga yang berperan serbagai
predator yang ada pada tanaman jambu air di Sentra Pengembangan
Pertanian Universitas Riau.
III.5.4.Jumlah populasi serangga parasitoid (ekor)
Menghitung jumlah populasi serangga yang berperan serbagai
parasitoid yang ada pada tanaman jambu air di Sentra Pengembangan
Pertanian Universitas Riau.
III.5.5.Jumlah populasi serangga berguna lainnya (ekor)
Menghitung jumlah populasi serangga yang berguna lainnya yang
ada pada tanaman jambu air di Sentra Pengembangan Pertanian
Universitas Riau.
18
DAFTAR PUSTAKA
Anomin, 2011. Jambu air. http://id.wikipedia.org/wiki/Jambu_air di akses tanggal 16 Maret 2011.
Anonim, 2011.a. Jambu air cincalo merah, clearing house. http://clearinghouse. bplhdjabar.go.id/ index.php?option=com_contentdanview=articledanid= 168%3Ajambu-air-cincalo-identitas-flora-kabupaten-karawangdancatid =82%3Aidentitas-floradanItemid=199 dan lang= id. Balai Kliring Keanekaragaman Hayati - Jawa Barat diakses tanggal 14 april 2011.
Anonim, 2011 b. Ekosistem tanaman. http://maretbio01cs.weebly.com/ uploads/4/6/2/8/4628764/modul_bahan_ajar_biologi_kelas_x.pdf.(diakses tanggal 16 Juni 2011)
Borror, DJ., Triplehorn CA., and Johnson NF. 1989. An Introduction to the study of insects. Sixth Edition. Horcout Brace College Publishers for Worth. USA.
Budiharsanto A.S, 2006 Mikrohabitat dan Relung Ekologi Hama Walang Sangit dan Belalang pada Tanaman Sawah”. Skripsi Fakultas Matermatika dan Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang (tidak di publikasikan). digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/import/1626.pdf diakses tanggal 11 Mei 2011
Direktorat Bina Perlindungan Tanaman, 1994. Hasil Identifikasi dan Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) Tanaman Buah.
Jakarta. http://www.deptan.qo.id/dM^ Diakses tanggal 21 Februari 2011.
Jumar, 2000. Entomology Pertanian. Rineka Cipta. Jakarta.
Hardiantono, Bambang. 1992. Pedoman Praktis Budidaya Tanaman Jambu (jambu mete, jambu aw, dan jambu biji). PD Mahkota, Jakarta.
Hariyanto, Bambang, P. 1992. Jambu Air Jems, Perbanyakan, dan Perawatan. Penebar Swadaya, Jakarta.
Hidayat Purnama. 2007. Entomologi Umum. Departemen Proteksi Tanaman, FAPERTA IPB http://web.ipb.ac.id/~phidayat/ entomologi/outline.htm. Bogor diakses tanggal 05 Mei 2010
Kalshoven L.G.E. 1981. The Pests of Crops in Indonesia . Revised by P.A. Van der Laan. P.T.Ichtiar Baru-VAN HOEVE, Jakarta. 701 pp.
Kemal Prihatman, 2000. Sistim Informasi Manajemen Pembangunan di Perdesaan, BAPPENAS, Jakarta.
Maulana Asep, 2010. Jambu air citra. Mekarsitrun: Jawabarat, http://mekarsitrun.com/jambu-air-citra/. Dikases tanggal 14 april 2011.
Mitra. 2003. Mengenal Pertanian Organik. http://mitrafm.com/blog/2008/02/02/ mengenal-pertanian-organik/. Diakses tanggal (25 April 2011).
Nosa Triana, 2010. Keanekaragaman Serangga Pada Pertanaman Padi Metode Sri Dan Konvensional Di Sumatera Barat. Skripsi universitas andalas: Padang
Oka IN. 1998. Pengendalian Hama Terpadu dan Implementasinya di Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Patkurinanik Lilis. 2000. Studi Perbandingan Kwalitas Buah Jmabu Air Antara Yang Dibungkus Tapis Kelapa Dengan Kertas Koran. Skripsi tidak diterbitkan, Biologi,UMM.
Sarwono B. 1990. Jenis-jenis Jambu Air Top. Jakarta, Trubus
Saranga Annie P dan Thamrin Sulaeha, 2008. Ilmu Serangga “Laporan Modul Pembelajaran Berbasis SCL”. Lembaga Kajian Dan Pengembangan Pendidikan ( L K P P ) UNHAS: Makassar.
Sosromartono, S. dan K. Untung. 2000. Keanekaragaman Hayati Arthropoda Predator dan Parasitoid din Indonesia serta Pemanfaatannya. Proseding Simposium Keanekaragaman Hayati Arthropoda pada Sistem Produksi Pertanian. Cipayung. 16-18 Oktober 2000. Hal.33-46.
Siswanto dan Wiratno. 2000. Biodervisitas serangga pada tanaman panili (Vlanillaplanipolia) dengan tanaman penutup tanah Arachis pintoi K. (Proseding Seminar Nasional III). Perhimpunan Entomologi Indonesia. Bogor.
Untung, K., 1996. Pengantar Penglolaan Hama Terpadu. Universitas Gadjah Mada Press. Yogyakarta
Zahrial Fajri, 2010. Komparasi Keanekaragaman Serangga Herbivora Antara Lahan Kelapa Sawit Dan Areal Konservasi Di Alue Bilie Kabupaten Nagan Raya. Unsyah. http://zahrialfajrijonleo.blogspot.com/2011/02/ komparasi-keanekaragaman -serangga.html diakses tanggal 25 April 2011
19
Lampiran 1. Jadwal Penelitian
No Jenis Kegiatan Juni Juli Agustus
1 Survei lokasi
2 Wawancara
3 Observasi
4 Penentuan peletakkan perangkap
5 Peletakkan perangkap kuning
6 Peletakkan perangkap cahaya
7 Peletakkan sugar trap
8Menangkap serangga dengan alat tangkap (jaring serangga)
9 Pengamatan
20
Lampiran 2. Kuesioner
1. Nama petugas lapangan :
2. Luas areal penanaman :
3. Jenis varietas yang ditanam :
4. Jumlah tanaman :
5. Umur tanaman :
6. Pemupukan
a. Jenis pupuk :
b. Frekwensi :
7. Pengendalian hama :
8. Keadaan sekeliling areal penanaman
a. Sebelah utara :
b. Sebelah selatan :
c. Sebelah barat :
d. Sebelah timur :
21
Lampiran 3. Gambar alat tangkap (Jaring Serangga)
Keterangan:1 : Tangkai jarring setinggi 1 meter2 : Kain Tile3 : Kawat diameter 35 cm
22
Lampiran 4. Gambar perangkap cahaya.
Keterangan:1 : Semprong2 : Penghalang berwarna putih3 : Badan lampu4 : Air setinggi 20 cm5 : Dudukan kayu 6 : Baskom
23
Lampiran 5. Gambar perangkap kuning
Keterangan:1 : Kertas berwarna kuning ukuran 30 x 40 cm2 : Perekat 3 : Penyangga (kayu) setinggi 1 meter
24
Lampiran 6. Gambar sugar trap
Keterangan:1 : Perangkap 2 : Kayu penyangga3 : Botol penambahan gula4 : Papan
25