senin, 30 agustus 2010 | media indonesia sulit bersaing ... · ... produk-produk dalam satu negara...

1
16 | Wawancara SENIN, 30 AGUSTUS 2010 | MEDIA INDONESIA D I era globalisasi, arus barang bebas bergerak dari satu ne gara ke negara lain. Jika tidak siap, produk- produk dalam satu negara bisa kalah bersaing dengan produk- produk yang masuk dari luar negaranya. Oleh karena itu, butuh ber- bagai tindakan dan cara agar produk-produk dalam negeri mampu menjadi penguasa di rumah sendiri, sambil mulai merambah ke pasar dunia. Dalam sebuah perbincang- an dengan wartawan Media Indonesia, Marchelo, Menteri Perdagangan Mari Elka Pa- ngestu memaparkan langkah- langkah apa yang telah dilaku- kan pemerintah untuk menjaga kekuatan produk di dalam negeri. Termasuk bagaimana cara menerobos pasar dunia. Bagaimana agar produk Indonesia bisa bersaing di dalam negeri, terutama di te- ngah-tengah era globalisasi dan perdagangan bebas? Kalau daya saing, tentu kom- ponennya banyak. Pertama kalau kita lihat faktor eksternal- nya, kita harus bisa mengukur diri kita dengan pesaing. Kalau kita bicara siapa yang menjadi pesaing utama kita, antara lain China, Vietnam, Thailand, dan Malaysia. Kalau kita lihat di Asia, kira-kira begitu. Ka- lau China, kan unggulnya di produk murah dan skala besar. Dia itu murah karena massal. Dengan begitu, skala produk- sinya seratus kali, seribu kali lebih besar daripada kita. Jadi kita akan sulit bersaing kalau itu produk yang massal. Jadi kita jangan bersaing head to head dengan itu. Kita mencari diferensiasi dari produk kita. Kita produksi yang berkualitas atau yang tidak bisa mereka produksi. Yang dia tidak punya bahan bakunya, tidak punya keunggulannya. Misalnya kopi. Mereka tidak punya kopi. Kita sangat bisa bersaing untuk kopi. Namun, di luar itu, ada ju- ga faktor eksternal lain yang harus kita perbaiki. Misal- nya, infrastruktur dan logistik. Memang sudah kita ketahui bahwa logistik dan infrastruk- tur memperlemah daya saing kita. Ini memang menjadi PR (pekerjaan rumah) prioritas dari pemerintah. Namun, secara eksternal, kita ada peluang. China sekarang apresiasi mata uangnya, biaya tenaga kerjanya meningkat, dan dia juga sudah harus beralih dari produk yang tidak berkualitas kepada produk menengah ke atas. Di dalam perubahan ini, ternyata ada yang relokasi juga, memindahkan basis produksi ke negara lain. Itu yang menjadi manfaat bagi kita. Sementara itu, di sisi internal, apa yang harus dibenahi, ya sumber daya manusia (SDM). Jadi bagaimana kita tingkatkan produktivitas mulai dari SDM- nya, mulai dari iklim investasi yang mendukung, mengurangi ekonomi biaya tinggi, dan juga bersaingnya tidak harus hanya dengan biaya yang murah. Jadi bagaimana kita unggul di desain, teknologi, kualitas, dan standar. Inilah PR-PR yang harus dikerjakan di dalam negeri. Lalu, bagaimana upaya dari pemerintah sendiri untuk mendorong industri dalam negeri agar bersaing dengan produk luar negeri? Kita sudah ada tim. Istilah- nya tim yang mengatasi ham- batan industri. Ada tiga bagian dalam tim itu. Yakni bagian mengaman- kan pasar dalam negeri, mem- perkuat daya saing, dan me- ningkatkan akses ekspor. Dalam tim yang terdiri dari Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Keuangan, Kantor Menko Perekonomian, Kamar Dagang dan Industri(Kadin) serta Asosiasi Pengusaha In- donesia (Apindo), kita mengi- dentifikasi berbagai isu dan masalah yang dihadapi, serta mengatasi hambatan-ham- batan yang dihadapi. Termasuk pengamanan pasar dalam nege- ri dalam kaitannya dengan persaingan yang tidak adil, termasuk penyelundupan, pro- duk impor yang masuk tidak resmi. Persaingan tidak adil itu kan termasuk selundupan. Sebab walaupun bea masuknya nol, dia semestinya kena PPn (pajak pertambahan nilai) 10%. Jadi tetap ada selisih harga 10%. Belum lagi barang palsu dan lainnya. Di luar itu, pemerintah fokus ke daya saing, masalah in- frastruktur, logistik, memang- kas biaya tinggi, dan mengu- rangi birokrasi. Dalam me- ngurangi birokrasi dan biaya tinggi itu, kita punya beberapa program yang terus-menerus kita perbaiki. Yang pertama adalah national single window (NSW). Di situ proses ekspor impor kita sederhanakan. Untuk dokumen, sebetulnya sudah relatif baik ya. Sudah satu atap. Namun, jika barang benar-benar satu pintu itu, pembenahan di pelabuhan diperlukan. Jadi kita membahas masalah-masalah di pelabuh- an. Barang itu pada saat dia sampai, dan dia keluar, masih terlalu lama. Di luar itu, pelayanan ter- padu satu pintu untuk investa- si. Kalau urusan perizinan, kita cukup ke satu tempat, apakah itu BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal), atau kan- tor investasi yang ada di dae- rah. Jadi hal-hal seperti itu yang diharapkan dapat mening- katkan esiensi. Soal membuka akses pasar, apa tindakan konkret yang dilakukan pemerintah? Kalau membuka akses pasar, itu caranya banyak. Pertama kalau kita melakukan negosiasi dalam konteks perjanjian per- dagangan bebas, kita menggu- nakan istilah economic partner- ship agreement (EPA) atau per- janjian kemitraan ekonomi. Kita anggap ini tidak hanya akses pasar, tapi juga fasilitas perdagangan dan investasi, maupun kerja sama ekonomi. Jadi lebih kuat. Tentunya akses pasar selalu menjadi bagian. Itu salah satu cara untuk menda- pat akses pasar. Kedua, promosi. Promosi itu bisa bentuknya misi dagang, ikut pameran di sana, bisa juga melalui retail outlet yang berada di sana. Umpamanya yang ki- ta lakukan pada Maret-April lalu di London. Kita masuk ke Harrods (department store di London). Juga trade expo yang kita lakukan setiap Oktober. Kita galang semua perwakilan di luar negeri, termasuk yang di Kementerian Luar Negeri. Langkah tersebut cukup ber- hasil tiga tahun terakhir ini. Setiap duta besar ditugaskan membawa rombongan pembeli ke Trade Expo Indonesia. Serta yang terakhir, men- jaga akses pasar. Seperti itu umumnya kalau ada potensi kena dumping, potensi kena safeguard, atau seperti yang terjadi di Eropa, ketika masalah lingkungan mulai banyak mun- cul. Misalnya, ketika kelapa sawit kita dianggap tidak sustainable. Suatu pendekatan, penjelasan, perlu kita luruskan bahwa itu tidak benar. Kalaupun itu dianggap tidak tepat, bagaimana kita menyele- saikan bersama. Jangan lang- sung tidak membeli lagi dari kita. Itu semua bagian dari diplo- masi perdagangan yang me- merlukan atensi dan pendekat- an intensif. Itu tugas dari KPI (Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional) maupun atase perdagangan di kantor Indonesian Trade Pro- motion Center kita yang ada di berbagai tempat. Sejauh ini bagaimana Anda melihat usaha dari industri di dalam negeri kita memasarkan dan mengembangkan pro- duknya di luar negeri? Kalau yang perusahaan be- sar, sepertinya sudah cukup mapan melakukan itu. Yang memerlukan fasilitas dari pe- merintah itu yang usaha kecil dan menengah (UKM). Banyak perusahaan industri kita ini, karena punya pasar besar di dalam negeri, tidak merasa perlu untuk keluar. Berbeda dengan perusahaan di Malaysia. Karena pasarnya kecil, dia mau tidak mau harus mencari pasar di luar (negara- nya). Jadi mereka lebih global ka- rena pasar dalam negerinya ke- cil. Itu memang selalu terjadi. Mungkin perusahaan-pe- rusahaan kita memang harus lebih berani go global, minimal go ASEAN dulu. Dengan sendi- rinya, ASEAN sudah seperti domestic market kita karena bea masuknya sudah nol. Mungkin lebih mudah kita masuk dan bersaing di pasar ASEAN. Jadi bertahaplah. Ka- lau baru mau menjual ke luar negeri, mulai dari ASEAN, ke- mudian ke Asia, baru global. Namun, industri besar kita sih sudah global. Jadi sudah menjual ke mancanegara, dan mempunyai divisi khusus. Menurut saya sih, perusa- haan besar kita sudah global. Namun, kalau dibandingkan de ngan negara lain, jumlah global company kita masih ter- batas. (E-1/Jaz) marchelo @mediaindonesia.com Sulit Bersaing dengan Produk Massal MARI ELKA PANGESTU Kita mencari diferensiasi dari produk kita. Kita produksi yang berkualitas atau yang tidak bisa mereka produksi.” MI/ADAM DWI Lahir : 23 Oktober 1956 Pendidikan : Bachelor dan Master of Economics, Australian National University PhD in Economics, University of California Status : Menikah, 2 anak Menteri Perdagangan RI

Upload: dinhngoc

Post on 13-Jun-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

16 | Wawancara SENIN, 30 AGUSTUS 2010 | MEDIA INDONESIA

DI era globalisasi, arus barang bebas ber gerak dari satu ne gara ke negara

lain. Jika tidak siap, produk-produk dalam satu negara bisa kalah bersaing dengan produk-produk yang masuk dari luar negaranya.

Oleh karena itu, butuh ber-bagai tindakan dan cara agar produk-produk dalam negeri mampu menjadi penguasa di rumah sendiri, sambil mulai merambah ke pasar dunia.

Dalam sebuah perbincang-an dengan wartawan Media Indonesia, Marchelo, Menteri Perdagangan Mari Elka Pa-ngestu memaparkan langkah-langkah apa yang telah dilaku-kan pemerintah untuk menjaga kekuatan produk di dalam negeri. Termasuk bagaimana cara menerobos pasar dunia.

Bagaimana agar produk Indonesia bisa bersaing di da lam negeri, terutama di te-ngah-tengah era globalisasi dan perdagangan bebas?

Kalau daya saing, tentu kom-ponennya banyak. Pertama kalau kita lihat faktor eksternal-nya, kita harus bisa mengukur diri kita dengan pesaing. Kalau kita bicara siapa yang menjadi pesaing utama kita, antara lain China, Vietnam, Thailand, dan Malaysia. Kalau kita lihat di Asia, kira-kira begitu. Ka-lau China, kan unggulnya di produk murah dan skala besar. Dia itu murah karena massal. Dengan begitu, skala produk-sinya seratus kali, seribu kali lebih besar daripada kita. Jadi kita akan sulit bersaing kalau itu produk yang massal.

Jadi kita jangan bersaing head to head dengan itu. Kita mencari diferensiasi dari produk kita. Kita produksi yang berkualitas atau yang tidak bisa mereka produksi. Yang dia tidak punya bahan bakunya, tidak punya keunggulannya. Misalnya kopi. Mereka tidak punya kopi. Kita sangat bisa bersaing untuk kopi.

Namun, di luar itu, ada ju-ga faktor eksternal lain yang harus kita perbaiki. Misal-nya, infrastruktur dan logistik. Memang sudah kita ketahui bahwa logistik dan infrastruk-tur memperlemah daya saing kita. Ini memang menjadi PR (pekerjaan rumah) prioritas da ri pemerintah.

Namun, secara eksternal, kita ada peluang.

China sekarang apresiasi mata uangnya, biaya tenaga kerjanya meningkat, dan dia juga sudah harus beralih dari produk yang tidak berkualitas kepada produk menengah ke atas. Di dalam perubahan ini, ternyata ada yang relokasi juga, memindahkan basis produksi ke negara lain. Itu yang menjadi manfaat bagi kita.

Sementara itu, di sisi internal, apa yang harus dibenahi, ya sumber daya manusia (SDM). Jadi bagaimana kita tingkatkan produktivitas mulai dari SDM-nya, mulai dari iklim investasi yang mendukung, mengurangi ekonomi biaya tinggi, dan juga bersaingnya tidak harus hanya dengan biaya yang murah. Jadi bagaimana kita unggul di desain, teknologi, kualitas, dan standar. Inilah PR-PR yang harus dikerjakan di dalam negeri.

Lalu, bagaimana upaya dari pemerintah sendiri untuk mendorong industri dalam negeri agar bersaing dengan produk luar negeri?

Kita sudah ada tim. Istilah-nya tim yang mengatasi ham-batan industri.

Ada tiga bagian dalam tim itu. Yakni bagian mengaman-kan pasar dalam negeri, mem-perkuat daya saing, dan me-ningkatkan akses ekspor.

Dalam tim yang terdiri dari Kementerian Perdagangan,

Kementerian Perindustrian, Kementerian Keuangan, Kantor Menko Perekonomian, Kamar Dagang dan Industri(Kadin) serta Asosiasi Pengusaha In-donesia (Apindo), kita mengi-dentifikasi berbagai isu dan masalah yang dihadapi, serta mengatasi hambatan-ham-batan yang dihadapi. Termasuk pengamanan pasar dalam nege-ri dalam kaitannya dengan per saingan yang tidak adil, termasuk penyelundupan, pro-

duk impor yang masuk tidak resmi.

Persaingan tidak adil itu kan termasuk selundupan. Sebab walaupun bea masuknya nol, dia semestinya kena PPn (pajak pertambahan nilai) 10%. Jadi tetap ada selisih harga 10%. Be lum lagi barang palsu dan lainnya.

Di luar itu, pemerintah fokus ke daya saing, masalah in-frastruktur, logistik, memang-kas biaya tinggi, dan mengu-

rangi birokrasi. Dalam me-ngurangi birokrasi dan biaya tinggi itu, kita punya beberapa program yang terus-menerus kita perbaiki. Yang pertama adalah national single window (NSW). Di situ proses ekspor impor kita sederhanakan.

Untuk dokumen, sebetulnya sudah relatif baik ya. Sudah satu atap. Namun, jika barang benar-benar satu pintu itu, pembenahan di pelabuhan diperlukan. Jadi kita membahas

masalah-masalah di pelabuh-an. Barang itu pada saat dia sampai, dan dia keluar, masih terlalu lama.

Di luar itu, pelayanan ter-padu satu pintu untuk investa-si. Kalau urusan perizinan, kita cukup ke satu tempat, apakah itu BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal), atau kan-tor investasi yang ada di dae-rah. Jadi hal-hal seperti itu yang diharapkan dapat mening-katkan efi siensi.

Soal membuka akses pasar, apa tindakan konkret yang dilakukan pemerintah?

Kalau membuka akses pasar, itu caranya banyak. Pertama kalau kita melakukan negosiasi dalam konteks perjanjian per-dagangan bebas, kita menggu-nakan istilah economic partner-ship agreement (EPA) atau per-janjian kemitraan ekonomi.

Kita anggap ini tidak hanya akses pasar, tapi juga fasilitas perdagangan dan investasi, maupun kerja sama ekonomi. Jadi lebih kuat. Tentunya akses pasar selalu menjadi bagian. Itu salah satu cara untuk menda-pat akses pasar.

Kedua, promosi. Promosi itu bisa bentuknya misi dagang, ikut pameran di sana, bisa juga melalui retail outlet yang berada di sana. Umpamanya yang ki-ta lakukan pada Maret-April lalu di London. Kita masuk ke Harrods (department store di London).

Juga trade expo yang kita lakukan setiap Oktober. Kita galang semua perwakilan di luar negeri, termasuk yang di Kementerian Luar Negeri. Langkah tersebut cukup ber-hasil tiga tahun terakhir ini. Setiap duta besar ditugaskan membawa rombongan pembeli ke Trade Expo Indonesia.

Serta yang terakhir, men-jaga akses pasar. Seperti itu umumnya kalau ada potensi kena dumping, potensi kena safeguard, atau seperti yang terjadi di Eropa, ketika masalah lingkungan mulai banyak mun-cul.

Misalnya, ketika kelapa sawit kita dianggap tidak sustainable. Suatu pendekatan, penjelasan, perlu kita luruskan bahwa itu tidak benar.

Kalaupun itu dianggap tidak tepat, bagaimana kita menyele-saikan bersama. Ja ngan lang-sung tidak membeli lagi dari kita.

Itu semua bagian dari diplo-masi perdagangan yang me-

merlukan atensi dan pendekat-an intensif. Itu tugas dari KPI (Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional) maupun atase perdagangan di kantor Indonesian Trade Pro-motion Center kita yang ada di berbagai tempat.

Sejauh ini bagaimana Anda melihat usaha dari industri di dalam negeri kita memasarkan dan mengembangkan pro-duknya di luar negeri?

Kalau yang perusahaan be-sar, sepertinya sudah cukup mapan melakukan itu. Yang memerlukan fasilitas dari pe-merintah itu yang usaha kecil dan menengah (UKM). Banyak perusahaan industri kita ini, karena punya pasar besar di dalam negeri, tidak merasa perlu untuk keluar.

Berbeda dengan perusahaan di Malaysia. Karena pasarnya kecil, dia mau tidak mau harus mencari pasar di luar (negara-nya).

Jadi mereka lebih global ka-rena pasar dalam negerinya ke-cil. Itu memang selalu terjadi.

Mungkin perusahaan-pe-rusahaan kita memang harus lebih berani go global, minimal go ASEAN dulu. Dengan sendi-rinya, ASEAN sudah seperti domestic market kita karena bea masuknya sudah nol.

Mungkin lebih mudah kita masuk dan bersaing di pasar ASEAN. Jadi bertahaplah. Ka-lau baru mau menjual ke luar negeri, mulai dari ASEAN, ke-mudian ke Asia, baru global.

Namun, industri besar kita sih sudah global. Jadi sudah menjual ke mancanegara, dan mempunyai divisi khusus.

Me nurut saya sih, perusa-haan besar kita sudah global. Namun, kalau dibandingkan de ngan negara lain, jumlah global company kita masih ter-batas. (E-1/Jaz)

[email protected]

Sulit Bersaing dengan Produk MassalMARI ELKA PANGESTU

Kita mencari diferensiasi dari produk kita. Kita produksi yang berkualitas atau yang tidak bisa mereka produksi.”

MI/ADAM DWI

Lahir : 23 Oktober 1956Pendidikan : Bachelor dan Master of Economics, Australian

National University PhD in Economics, University of CaliforniaStatus : Menikah, 2 anak

Menteri Perdagangan RI