selasa, 21 september 2010 | media indonesia dari … filemangkas anggaran pembuang-an sampah dan...

1
Pop Lingkungan | 21 SELASA, 21 SEPTEMBER 2010 | MEDIA INDONESIA Botol minuman kemasan yang dibuang ke stasiun daur ulang di Taiwan ‘bereinkarnasi’ dalam rupa selimut abu-abu berbahan poliester. Clara Rondonuwu Dari Selimut Pengungsi Haiti sampai Ritsleting G UNUNGAN botol plastik bekas di stasiun daur ulang Taipei samar-samar menebar bau sampah. Tapi te- nang, bau itu tak lama. Seben- tar lagi lenyap. Sebab, tumpukan botol tadi segera ‘disulap’ menjadi wig, pakaian, selimut, rompi pe- main bola, juga bata sebagai bahan bangunan bagi warga Taiwan. Kini negara itu tengah meng- hirup kehidupan baru dari lim- bah plastik mereka yang masif. Mencecap booming bisnis baru, seiring dengan bergulirnya jurus-jurus untuk menjadi ko- munitas hijau di planet ini. ‘Negeri Kimchi’ itu memu- lai daur ulang plastik lebih dari satu dekade lalu, ketika kepedulian lingkungan mera- suki warganya. Dan sekarang, angka daur ulangnya mencapai 73%, menurut badan perlin- dungan lingkungan Taiwan. Tahun lalu 180.000 ton plas- tik bekas dikumpulkan dan diubah menjadi bahan mentah senilai NT$4,5 miliar (sekitar Rp1,2 triliun), serta turut me- mangkas anggaran pembuang- an sampah dan emisi karbon dioksida. “Daur ulang plastik bisa untuk menciptakan segudang pro duk baru, dari garmen, pot kembang, wig, sampai ritsleting,” kata Ma Nien-ho, juru bicara dewan manajemen keuangan daur ulang di badan tersebut, seperti dikutip dari Taipei Times. “Kami tidak sekadar menjaga lingkungan, tetapi mendulang uang juga,” imbuh dia. Tekstil hijau Taiwan bangga sekali de- ngan produk garmen ramah lingkungannya yang diguna- kan perusahaan lokal untuk membuat rompi bagi sembilan tim di laga Piala Dunia Afrika Selatan baru-baru ini. Tiap-tiap rompi sepak bola tersebut dibuat dari delapan botol plastik yang dilelehkan kembali menjadi poliester, 13% lebih ringan daripada bahan kain biasa dan bisa menyerap keringat lebih cepat, menurut Institut Riset Tekstil Taiwan. “Proses produksinya juga lebih ramah lingkungan kare- na hanya butuh sedikit air dan energi untuk mencelup kaus ke dalam pewarna, sebab bahan dasarnya sendiri adalah botol berwarna,” kata Alex Lo, Direktur Super Textile Corp. Super Textile, pembuat teks- til ‘hijau’ terdepan di Taiwan, mulai mengekspor produknya ke Amerika Serikat dan Jepang beberapa tahun terakhir sehing- ga nilai bisnisnya terdongkrak 10% dari biasa. “Respons pasar memang le- bih hangat dua tahun terakhir, seiring dengan tumbuhnya kesadaran akan pemanasan global dan fluktuasi harga ka- tun,” kata Lo. Taiwan, yang mengonsumsi 4,5 miliar botol plastik per ta- hun, dianggap potensial untuk membangun pabrik tekstil ‘hi- jau’ karena rendahnya biaya transportasi dan daur ulang. Yayasan Tzu Chi, salah satu lembaga kemanusiaan terbesar di Taiwan yang dikelola umat Buddha, mengoperasikan 4.500 stasiun daur ulang di berbagai tempat di Taiwan. Mereka didukung 70.000 relawan yang bekerja mengumpulkan 12.000 ton botol plastik bekas sepan- jang tahun lalu. Selama tiga tahun yayasan ini telah memproduksi 244.000 selimut dari bahan poliester yang kemudi an dikirim ke zona bencana di 20 negara. Ta- hun lalu, Tzu Chi memperluas upaya daur ulang sejenis untuk membuat kaus, syal, dan tas tote untuk belanja. Tzu Chi mengirimkan botol- botol plastik ke pabrik yang meleburnya menjadi polimer poliester untuk diberikan ke- pada pekerja sukarela yang menyusunnya menjadi selimut atau garmen. Tzu Chi berdiri sejak 1966 dan telah mengirim relawan bersama suplai bantuan ke sebagian besar lokasi bencana terbesar di dunia, termasuk ke pengungsi korban badai Katri- na di Amerika Serikat pada 2005 dan ke korban gempa China yang memorak-poranda- kan Sichuan dua tahun lalu. Baru-baru ini target proyek selimut mereka adalah korban gempa Haiti dan korban banjir Pakistan. “Kami tidak punya target berapa banyak barang yang ha- rus dibuat karena kami bukan pabrik konvensional,” kata Chen Yi-chun, dari Tzu Chi. “Yang terpenting adalah membuat barang-barang ini karena korban bencana mem- butuhkannya untuk menyong- song musim dingin.” Satu ‘reinkarnasi’ lain dari Taiwan yaitu mereka meng- ubah botol plas tik menja di ba ta tahan deraan gempa, angin, dan api yang dinamai polli-bricks. Bahan bangunan itu transparan, ringan, dan harga- nya jauh lebih murah ketim- bang bata dari kayu atau kaca. Bata jenis ini sudah diguna- kan untuk membangun sebuah hotel butik mewah, beberapa pabrik, dan bangunan perkan- toran di Taiwan. Ambil con- toh aula pameran di Taipei International Floral Exposition. Aula itu memanfaatkan 1,5 juta botol plastik untuk konstruksi bangunan yang berdinding transparan tersebut, dan dino- batkan sebagai yang pertama di dunia. (Taipei Times/Reuters/ AP/M-4) clara@ mediaindonesia.com DINDING BOTOL PLASTIK: Pekerja memperbaiki dinding yang terbuat dari botol plastik di dalam Gedung Ecoark di Taiwan, beberapa waktu lalu. REUTERS/NICKY LOH

Upload: doantruc

Post on 28-Mar-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Pop Lingkungan | 21SELASA, 21 SEPTEMBER 2010 | MEDIA INDONESIA

Botol minuman kemasan yang dibuang ke stasiun daur ulang di Taiwan ‘bereinkarnasi’ dalam rupa selimut abu-abu berbahan poliester.

Clara Rondonuwu

Dari Selimut Pengungsi Haiti sampai Ritsleting

GUNUNGAN botol plastik bekas di sta siun daur ulang Taipei samar-samar

menebar bau sampah. Tapi te-nang, bau itu tak lama. Seben-tar lagi lenyap.

Sebab, tumpukan botol tadi segera ‘disulap’ menjadi wig, pa kaian, selimut, rompi pe-main bola, juga bata sebagai ba han bangunan bagi warga Taiwan.

Kini negara itu tengah meng-hirup kehidupan baru dari lim-bah plastik mereka yang masif. Mencecap booming bisnis baru, seiring dengan bergulirnya jurus-jurus untuk menjadi ko-munitas hijau di planet ini.

‘Negeri Kimchi’ itu memu-lai daur ulang plastik lebih da ri satu dekade lalu, ketika ke pe dulian lingkungan mera-suki warganya. Dan sekarang, angka daur ulangnya mencapai 73%, menurut badan perlin-dungan lingkungan Taiwan.

Tahun lalu 180.000 ton plas-tik bekas dikumpulkan dan diubah menjadi bahan mentah senilai NT$4,5 miliar (sekitar Rp1,2 triliun), serta turut me-mangkas anggaran pembuang-an sampah dan emisi karbon dioksida.

“Daur ulang plastik bisa un tuk menciptakan segudang pro duk baru, dari garmen,

pot kembang, wig, sampai ritsleting,” kata Ma Nien-ho, ju ru bicara dewan manajemen ke uangan daur ulang di badan tersebut, seperti dikutip dari Taipei Times.

“Kami tidak sekadar menjaga lingkungan, tetapi mendulang uang juga,” imbuh dia.

Tekstil hijauTaiwan bangga sekali de-

ngan produk garmen ramah ling kungannya yang diguna-kan perusahaan lokal untuk mem buat rompi bagi sembilan tim di laga Piala Dunia Afrika Selatan baru-baru ini.

Tiap-tiap rompi sepak bola ter sebut dibuat dari delapan botol plastik yang dilelehkan kembali menjadi poliester, 13% lebih ringan daripada bahan kain biasa dan bisa menyerap keringat lebih cepat, menurut Institut Riset Tekstil Taiwan.

“Proses produksinya juga lebih ramah lingkungan kare-na hanya butuh sedikit air dan energi untuk mencelup kaus ke dalam pewarna, sebab bahan dasarnya sendiri adalah botol berwarna,” kata Alex Lo, Direktur Super Textile Corp.

Super Textile, pembuat teks-til ‘hijau’ terdepan di Taiwan, mulai mengekspor produknya ke Amerika Serikat dan Jepang beberapa tahun terakhir sehing-ga nilai bisnisnya terdongkrak 10% dari biasa.

“Respons pasar memang le-bih hangat dua tahun terakhir,

seiring dengan tumbuhnya kesadaran akan pemanasan global dan fl uktuasi harga ka-tun,” kata Lo.

Taiwan, yang mengonsumsi 4,5 miliar botol plastik per ta-hun, dianggap potensial untuk membangun pabrik tekstil ‘hi-jau’ karena rendahnya biaya transportasi dan daur ulang.

Yayasan Tzu Chi, salah satu lembaga kemanusiaan terbesar di Taiwan yang dikelola umat Buddha, mengoperasikan 4.500 stasiun daur ulang di berbagai tempat di Taiwan. Mereka didukung 70.000 relawan yang bekerja mengumpulkan 12.000 ton botol plastik bekas sepan-jang tahun lalu.

Selama tiga tahun ya yasan ini telah memproduksi 244.000 selimut dari bahan poliester yang kemudi an dikirim ke zona ben ca na di 20 ne gara. Ta-hun lalu, Tzu Chi mem perluas upa ya daur ulang se jenis un tuk membuat kaus, syal, dan tas tote untuk belanja.

Tzu Chi mengirimkan botol-botol plastik ke pabrik yang meleburnya menjadi polimer poliester untuk diberikan ke-pada pekerja sukarela yang menyusunnya menjadi selimut atau garmen.

Tzu Chi berdiri sejak 1966 dan telah mengirim relawan bersama suplai bantuan ke sebagian besar lokasi bencana terbesar di dunia, termasuk ke pengungsi korban badai Katri-na di Amerika Serikat pada

2005 dan ke korban gempa China yang memorak-poranda-kan Sichuan dua tahun lalu. Baru-baru ini target proyek se limut mereka adalah korban gem pa Haiti dan korban banjir Pakistan.

“Kami tidak pu nya target berapa banyak barang yang ha-rus dibuat karena kami bukan pabrik konvensional,” kata Chen Yi-chun, dari Tzu Chi.

“Yang terpenting adalah membuat barang-barang ini karena korban bencana mem -butuh kan nya untuk me nyong-song mu sim di ngin.”

Satu ‘reinkarnasi’ lain dari Taiwan yaitu me reka meng-ubah botol plas tik menja di ba ta tahan deraan gempa, angin, dan api yang di namai polli-bricks. Bahan bangunan itu transparan, ri ngan, dan harga-nya jauh le bih murah ketim-bang bata dari kayu atau kaca.

Bata jenis ini sudah diguna-kan untuk membangun sebuah hotel butik mewah, beberapa pabrik, dan bangunan perkan-toran di Taiwan. Ambil con-toh aula pameran di Taipei International Floral Exposition. Aula itu memanfaatkan 1,5 juta botol plastik untuk konstruksi bangunan yang berdinding transparan tersebut, dan dino-batkan sebagai yang pertama di dunia. (Taipei Times/Reuters/AP/M-4)

[email protected]

DINDING BOTOL PLASTIK: Pekerja memperbaiki dinding yang terbuat dari botol plastik di dalam Gedung Ecoark di Taiwan, beberapa waktu lalu.

REUTERS/NICKY LOH