sekelumit cerita dari stakeholders musik cutting edge
TRANSCRIPT
Sekelumit Cerita dari Stakeholders Musik Cutting Edge*
Fenomena tentang bagaimana jiwa muda yang penuh dengan keinginan aktualisasi,
berekspresi dan berontak memiliki karakter untuk masing-masing era. Banyak instrumen yang
dipakai oleh para pemuda untuk mengekspresikan ke-akuannya dalam ranah publik. Berbagai
instrumen yang mudah ditemui adalah musik, olahraga, klub motor atau sepeda, dan masih
banyak lagi instrumen yang lain. Tak jarang pula instrumen tadi sudah menjadi sebuah
identitas hidup yang kebanyakan juga akan menjadi “for a lifetime part” bagi sebagian
diantara mereka. Ambil contoh saja untuk keberadaan “kaum tua” di dalam stadion sepakbola
yang jumlahnya cukup signifikan. Pun begitu dengan keberadaannya di event musik-musik
cutting edge. Bahkan dalam momen-momen tersebut mereka juga membawa serta buah
hatinya untuk hadir. Tulisan ini hadir dengan hanya membatasi pada fenomena yang terjadi di
scene musik cutting edge.
Musik cutting edge adalah jenis musik yang jarang atau tidak mendapat tempat sama
sekali di media-media mainstream, seperti televisi. Jenisnya pun berbagai macam genre,
diantaranya adalah metal, british-pop, hardcore, punk, grunge, dan lain sebagainya. Sebagian
genre tersebut sebenarnya juga masih memiliki sub-genre yang cukup banyak dengan masing-
masing peminatnya. Biasanya, orang-orang awam menyebut mereka musik indie atau
underground dikarenakan publikasinya yang sangat terbatas dari media publikasi musik
mainstream. Para pelaku dari musik-musik cutting edge biasanya juga tidak hidup dari
eksistensi mereka di dunia cutting edge. Kebanyakan dari mereka memiliki pekerjaan tetap
untuk melangsungkan kehidupan. Praktis keberadaan mereka pun terkotak dalam sebuah
komunitas yang berkumpul ketika ada suatu event. Meskipun ada dari beberapa komunitas
yang menjadikan identitas tersebut dalam kehidupan sehari-hari, seperti komunitas punk atau
grunge yang sering kita temui keberadaannya di jalanan.
Untuk menunjukkan eksistensi komunitas atau kecintaannya pada suatu genre, ada
ciri-ciri tertentu yang dapat kita lihat untuk mengklasifikasikan masing-masing penganut
genre. Cara paling mudah adalah melihat dari shirt yang sedang mereka pakai. Meskipun tidak
bisa dijustifikasi untuk keseluruhan. Hal ini dikarenakan ada beberapa musisi yang dulunya
cutting edge, namun sudah bermetamorfosa menjadi musisi komersil. Karena itulah bagi
cutting edge ideologis, kaos Metallica, Iron Maiden, atau Nirvana sudah tidak menjadi sakral.
Sama halnya untuk rekan-rekan mahasiswa pergerakan yang sudah tidak menganggap shirt
Che Guevara atau Soekarno yang sudah kehilangan sakralitasnya.
Keberadaan pelajar SMP atau SMA di scene musik cutting edge kini tak boleh
diremehkan lagi keberadaanya, bahkan untuk jenis kelamin perempuan sekalipun. Sangat
mudah ditemui keberadaan mereka dalam setiap even-even musik cutting edge yang sedang
berlangsung saat ini. Genre yang paling popular yang sering dihadiri oleh para pemula ini
adalah metal dan punk. Dikarenakan memang keduanya memiliki ciri fisik yang sangat kental
dengan nuansa ekspresif dan pemberontakan ala anak muda. Para cutting edge ideologis pun
kebanyakan mencibir para pendatang baru ini. Dikarenakan referensi yang mereka tau masih
sangat terbatas dan hanya copy-paste style yang ada. Padahal dalam dunia cutting edge, style
hanyalah prioritas kesekian kali. Semangat untuk tampil beda dari teman-temannya yang lain
adalah motif yang sangat kental, namun terkadang niat ini tidak diikuti dengan meluaskan dan
menambah wawasan akan referensi genre yang coba mereka senangi. Maka tak jarang ketika
kita melihat seorang pemula dengan shirt bertuliskan “Punk is not dead”, namun mereka tidak
tahu siapa Ramones atau Sex Pistols. Ini adalah hal-hal yang memalukan bagi para cutting
edge ideologis. Dan tak jarang para pemula ini mulai mengenal rokok, alkohol, atau hal-hal
negatif lainnya di lingkungan ini.
Stereotype masyarakat yang terlalu menganggap komunitas cutting edge negatif harus
ditepis dengan mengedepankan sisi positif yang universal dari nilai-nilai cutting edge yang
bisa ditampilkan. Misalnya, dalam genre hardcore ada subgenre yang memiliki pandangan
hidup bernama straight edge (sXe). Mereka sangat anti atau menjauhi rokok, narkotika,
alkohol, dan free sex. Mereka biasanya bisa dikenali dengan tanda “X” di atas telapak tangan.
Sayangnya beberapa cutting edge pemula pun jarang mengetahui hal ini. Sisi positif
komunitas cutting edge secara umum adalah mereka sangat yakin dan konsisten dengan apa
yang mereka percayai, lirik-lirik lagu yang cenderung menolak ketidakadilan, serta
persaudaraan dan kebersamaan yang sangat kuat.
Dalam memahami sebuah nilai, tentunya akan sangat naif jika kita hanya mengerti
secara artifisial. Sebuah penggalian terhadap suatu nilai atau pandangan hidup dipastikan akan
dapat menemukan nilai-nilai universal untuk kehidupan manusia yang lebih baik. Ciri fisik
dari sebuah pandangan hidup hanyalah digunakan untuk menunjang kebutuhan manusia yang
senantiasa membutuhkan aktualisasinya dalam kehidupan. Keberadaan musik cutting edge
adalah juga sebagai counter culture terhadap budaya dan musik pop yang kian hari kian terasa
negatif dengan tawaran sebuah fatamorgana keadaan dan hedonisme semata. Tertarik untuk
menjadi seorang cutting edge? Satu saja syaratnya, mari menjadi seorang cutting edge
ideologis.
Gilang Agung Prabowo Insan Cutting Edge Sabtu-Minggu