sejarah wahabi dan muhammad bin abdul.docx

39
Sejarah Wahabi dan Muhammad bin Abdul Wahhab Posted on Desember 21, 2012 by Admin Mufti Mekkah Syekh Abdullah Az Zawawi yang Disembelih Wahhabi SEJARAH WAHABI Oleh Habib Munzir Al mousawa Menanggapi banyaknya permintaan pembaca tentang sejarah berdirinya Wahabi maka kami berusaha memenuhi permintaan itu sesuai dengan asal usul dan sejarah perkembangannya semaksimal mungkin berdasarkan berbagai sumber dan rujukan kitab-kitab yang dapat dipertanggung-jawabkan, diantaranya, Fitnatul Wahabiyah karya Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, I’tirofatul Jasus AI-Injizy pengakuan Mr. Hempher, Daulah Utsmaniyah dan Khulashatul Kalam karya Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, dan lain-lain.

Upload: devy-octaviany

Post on 11-Dec-2015

102 views

Category:

Documents


20 download

TRANSCRIPT

Page 1: Sejarah Wahabi dan Muhammad bin Abdul.docx

Sejarah Wahabi dan Muhammad bin Abdul   Wahhab

Posted on Desember 21, 2012 by Admin

Mufti Mekkah Syekh Abdullah Az Zawawi yang Disembelih Wahhabi

SEJARAH WAHABI

Oleh Habib Munzir Al mousawa

Menanggapi banyaknya permintaan pembaca tentang sejarah berdirinya Wahabi maka

kami berusaha memenuhi permintaan itu sesuai dengan asal usul dan sejarah

perkembangannya semaksimal mungkin berdasarkan berbagai sumber dan rujukan kitab-kitab

yang dapat dipertanggung-jawabkan, diantaranya, Fitnatul Wahabiyah karya Sayyid

Ahmad Zaini Dahlan, I’tirofatul Jasus AI-Injizy pengakuan Mr. Hempher, Daulah Utsmaniyah

dan Khulashatul Kalam karya Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, dan lain-lain.

Nama Aliran Wahabi ini diambil dari nama pendirinya, Muhammad bin Abdul

Wahab (lahir di Najed tahun 1111 H / 1699 M). Asal mulanya dia adalah seorang

pedagang yang sering berpindah dari satu negara ke negara lain dan diantara negara

yang pernah disinggahi adalah Baghdad, Iran, India dan Syam.

Page 2: Sejarah Wahabi dan Muhammad bin Abdul.docx

Kemudian pada tahun 1125 H / 1713 M, dia terpengaruh oleh seorang orientalis Inggris

bernama Mr. Hempher yang bekerja sebagai mata-mata Inggris di Timur Tengah. Sejak itulah

dia menjadi alat bagi Inggris untuk menyebarkan ajaran barunya.

Inggris memang telah berhasil mendirikan sekte-sekte bahkan agama baru di tengah

umat Islam seperti Ahmadiyah dan Baha’i. Bahkan Muhammad bin Abdul Wahab ini

juga termasuk dalam target program kerja kaum kolonial dengan alirannya Wahabi.

Mulanya Muhammad bin Abdul Wahab hidup di lingkungan sunni pengikut madzhab

Hanbali, bahkan ayahnya Syaikh Abdul Wahab adalah seorang sunni yang baik, begitu pula

guru-gurunya. Namun sejak semula ayah dan guru-gurunya mempunyai firasat yang kurang

baik tentang dia bahwa dia akan sesat dan menyebarkan kesesatan. Bahkan mereka menyuruh

orang-orang untuk berhati-hati terhadapnya.

Ternyata tidak berselang lama firasat itu benar. Setelah hal itu terbukti ayahnya pun

menentang dan memberi peringatan khusus padanya. Bahkan kakak kandungnya, Sulaiman

bin Abdul Wahab, ulama’ besar dari madzhab Hanbali, menulis buku bantahan

kepadanya dengan judul As-Sawa’iqul Ilahiyah Fir Raddi Alal Wahabiyah. Tidak

ketinggalan pula salah satu gurunya di Madinah, Syekh Muhammad bin Sulaiman AI-Kurdi as-

Syafi’i, menulis surat berisi nasehat: “Wahai Ibn Abdil Wahab, aku menasehatimu karena Allah,

tahanlah lisanmu dari mengkafirkan kaum muslimin, jika kau dengar seseorang meyakini

bahwa orang yang ditawassuli bisa memberi manfaat tanpa kehendak Allah, maka ajarilah dia

kebenaran dan terangkan dalilnya bahwa selain Allah tidak bisa memberi manfaat maupun

madharrat, kalau dia menentang bolehlah dia kau anggap kafir, tapi tidak mungkin

kau mengkafirkan As-Sawadul A’dham (kelompok mayoritas) diantara kaum muslimin, karena

engkau menjauh dari kelompok terbesar, orang yang menjauh dari kelompok terbesar lebih

dekat dengan kekafiran, sebab dia tidak mengikuti jalan muslimin.

Sebagaimana diketahui bahwa madzhab Ahlus Sunah sampai hari ini adalah kelompok

terbesar. Allah berfirman : “Dan barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran

baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, kami biarkan ia

leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu (Allah biarkan mereka

bergelimang dalam kesesatan) dan kami masukkan ia ke dalam jahannam, dan jahannam

itu seburuk-buruk tempat kembali (QS: An-Nisa 115)

Page 3: Sejarah Wahabi dan Muhammad bin Abdul.docx

Salah satu dari ajaran yang (diyakini oleh Muhammad bin Abdul Wahab,

adalah mengkufurkan kaum muslim sunni yang mengamalkan tawassul, ziarah kubur, maulid

nabi, dan lain-lain. Berbagai dalil akurat yang disampaikan ahlussunnah wal jama’ah berkaitan

dengan tawassul, ziarah kubur serta maulid, ditolak tanpa alasan yang dapat diterima. Bahkan

lebih dari itu, justru berbalik mengkafirkan kaum muslimin sejak 600 tahun

sebelumnya, termasuk guru-gurunya sendiri.

Pada satu kesempatan seseorang bertanya pada Muhammad bin Abdul Wahab,

Berapa banyak Allah membebaskan orang dari neraka pada bulan Ramadhan??

Dengan segera dia menjawab, “Setiap malam Allah membebaskan 100 ribu orang, dan di

akhir malam Ramadhan Allah membebaskan sebanyak hitungan orang yang telah dibebaskan

dari awal sampai akhir Ramadhan” Lelaki itu bertanya lagi “Kalau begitu pengikutmu tidak

mencapai satu person pun dari jumlah tersebut, lalu siapakah kaum muslimin yang

dibebaskan Allah tersebut? Dari manakah jumlah sebanyak itu? Sedangkan engkau membatasi

bahwa hanya pengikutmu saja yang muslim. Mendengar jawaban itu Ibn Abdil Wahab pun

terdiam seribu bahasa.

Sekalipun demikian Muhammad bin Abdul Wahab tidak menggubris nasehat

ayahnya dan guru-gurunya itu. Dengan berdalihkan pemurnian ajaran Islam, dia terus

menyebarkan ajarannya di sekitar wilayah Najed. Orang-orang yang pengetahuan agamanya

minim banyak yang terpengaruh. Termasuk diantara pengikutnya adalah penguasa

Dar’iyah, Muhammad bin Saud (meninggal tahun 1178 H / 1765 M) pendiri dinasti Saudi, yang

dikemudian hari menjadi mertuanya.

Dia mendukung secara penuh dan memanfaatkannya untuk memperluas wilayah

kekuasaannya. Ibn Saud sendiri sangat patuh pada perintah Muhammad bin Abdul Wahab. Jika

dia menyuruh untuk membunuh atau merampas harta seseorang dia segera

melaksanakannya dengan keyakinan bahwa kaum muslimin telah kafir dan syirik selama 600

tahun lebih, dan membunuh orang musyrik dijamin surga.

Sejak semula Muhammad bin Abdul Wahab sangat gemar mempelajari sejarah nabi-

nabi palsu, seperti Musailamah Al-Kadzdzab, Aswad Al-Ansiy, Tulaihah Al-Asadiy dll. Agaknya

dia punya keinginan mengaku nabi, ini tampak sekali ketika ia menyebut para pengikut dari

daerahnya dengan julukan Al-Anshar, sedangkan pengikutnya dari luar daerah dijuluki Al-

Muhajirin. Kalau seseorang ingin menjadi pengikutnya, dia harus mengucapkan dua syahadat di

hadapannya kemudian harus mengakui bahwa sebelum masuk Wahabi dirinya adalah musyrik,

Page 4: Sejarah Wahabi dan Muhammad bin Abdul.docx

begitu pula kedua orang tuanya. Dia juga diharuskan mengakui bahwa para ulama2

besar sebelumnya telah mati kafir. Kalau mau mengakui hal tersebut dia diterima menjadi

pengikutnya, kalau tidak dia pun langsung dibunuh.

Muhammad bin Abdul Wahab juga sering merendahkan Nabi SAW dengan dalih

pemurnian akidah, dia juga membiarkan para pengikutnya melecehkan Nabi di hadapannya,

sampai-sampai seorang pengikutnya berkata :

“Tongkatku ini masih lebih baik dari Muhammad, karena tongkat-ku masih bisa digunakan

membunuh ular, sedangkan Muhammad telah mati dan tidak tersisa manfaatnya sama sekali.

Muhammad bin Abdul Wahab di hadapan pengikutnya tak ubahnya seperti Nabi di hadapan

umatnya.

Pengikutnya semakin banyak dan wilayah kekuasaan semakin luas. Keduanya

bekerja sama untuk memberantas tradisi yang dianggapnya keliru dalam masyarakat

Arab, seperti tawassul, ziarah kubur, peringatan Maulid dan sebagainya. Tak

mengherankan bila para pengikut Muhammad bin Abdul Wahab lantas menyerang makam-

makam yang mulia. Bahkan, pada 1802, mereka menyerang Karbala-Irak, tempat dikebumikan

jasad cucu Nabi Muhammad SAW, Husein bin Ali bin Abi Thalib. Karena makam tersebut

dianggap tempat munkar yang berpotensi syirik kepada Allah. Dua tahun kemudian, mereka

menyerang Madinah, menghancurkan kubah yang ada di atas kuburan, menjarah hiasan-

hiasan yang ada di Hujrah Nabi Muhammad.

Keberhasilan menaklukkan Madinah berlanjut. Mereka masuk ke Mekkah pada 1806,

dan merusak kiswah, kain penutup Ka’bah yang terbuat dari sutra. Kemudian merobohkan

puluhan kubah di Ma’la, termasuk kubah tempat kelahiran Nabi SAW, tempat kelahiran

Sayyidina Abu Bakar dan Sayyidina Ali, juga kubah Sayyidatuna Khadijah, masjid Abdullah

bin Abbas. Mereka terus menghancurkan masjid-masjid dan tempat-tempat kaum solihin sambil

bersorak-sorai, menyanyi dan diiringi tabuhan kendang. Mereka juga mencaci-maki ahli kubur

bahkan sebagian mereka kencing di kubur kaum solihin tersebut.

Gerakan kaum Wahabi ini membuat Sultan Mahmud II, penguasa Kerajaan Usmani,

Istanbul-Turki, murka. Dikirimlah prajuritnya yang bermarkas di Mesir, di bawah pimpinan

Muhammad Ali, untuk melumpuhkannya. Pada 1813, Madinah dan Mekkah bisa direbut

kembali.

Page 5: Sejarah Wahabi dan Muhammad bin Abdul.docx

Gerakan Wahabi surut. Tapi, pada awal abad ke-20, Abdul Aziz bin Sa’ud bangkit kembali

mengusung paham Wahabi. Tahun 1924, ia berhasil menduduki Mekkah, lalu ke Madinah dan

Jeddah, memanfaatkan kelemahan Turki akibat kekalahannya dalam Perang Dunia I. Sejak itu,

hingga kini, paham Wahabi mengendalikan pemerintahan di Arab Saudi. Dewasa ini pengaruh

gerakan Wahabi bersifat global.

Riyadh mengeluarkan jutaan dolar AS setiap tahun untuk menyebarkan

ideologi Wahabi. Sejak hadirnya Wahabi, dunia Islam tidak pernah tenang penuh

dengan pergolakan pemikiran, sebab kelompok ekstrem itu selalu menghalau pemikiran dan

pemahaman agama Sunni-Syafi’i yang sudah mapan.

Kekejaman dan kejahilan Wahabi lainnya adalah meruntuhkan kubah-kubah di atas makam

sahabat-sahabat Nabi SAW yang berada di Ma’la (Mekkah), di Baqi’ dan Uhud (Madinah)

semuanya diruntuhkan dan diratakan dengan tanah dengan mengunakan dinamit penghancur.

Demikian juga kubah di atas tanah Nabi SAW dilahirkan, yaitu di Suq al Leil diratakan dengan

tanah dengan menggunakan dinamit dan dijadikan tempat parkir onta.

Tambahan Ulama Besar yang dibunuh dengan kejam oleh Wahabi:

Kisah Nyata ; Pembantaian Keluarga Syaikh Nawawi

al-Bantani al-Syafi’i (Pembesar Syafi’iyyah) Oleh

Kaum Wahhabi

Kisah ini diceritakan oleh keturunan dari keluarga Syaikh Nawawi al-Bantani yang berhasil lolos

dari kejaran Wahhabi. Beliau adalah KH. Thabari Syadzily. Berikut adalah sedikit kisah

pembantaian tersebut.

KISAH NYATA : Pada zaman dahulu di kota Mekkah keluarga Syeikh Nawawi bin Umar Al-

Bantani (pujangga Indonesia) pun tidak luput dari sasaran pembantaian Wahabi. Ketika salah

seorang keluarga beliau sedang duduk memangku cucunya, kemudian gerombolan Wahabi

datang memasuki rumahnya tanpa diundang dan langsung membunuh dan membantainya

hingga tewas. Darahnya mengalir membasahi tubuh cucunya yang masih kecil yang sedang

dipangku oleh beliau.Sedangkan keluarganya yang lain di golongan laki-laki dikejar-kejar oleh

gerombolan Wahabi untuk dibunuh. Alhamdulillah mereka selamat sampai ke Indonesia dengan

cara menyamar sebagai perempuan.

Page 6: Sejarah Wahabi dan Muhammad bin Abdul.docx

Syaikh Nawawi Al Bantani ulama Mazhab Syafi’ie yang dibantai keji oleh Wahabi

Syaikh Nawawi bin ‘Umar bin ‘Arabi bin ‘Ali al-Tanari al-Bantani al-Syafi’i (Salah seorang

ulama pembesar Syafi’iyyah)

Page 7: Sejarah Wahabi dan Muhammad bin Abdul.docx

KH Thabari, Keturunan Syaikh Nawawi Al Bantani

KH. Thobari Syadzily Mengenakan Jubah Syaikh Nawawi al-Bantani. Baju jubah Syeikh

Nawawi bin Umar bin ‘Arobi bin Ali, Tanara – Banten masih tersimpan dengan rapih di rumah

saudara sepupu KH. Thobary Syadzily di desa Kampung Gunung Kecamatan Mauk Kabupaten

Tangerang, Banten.

Sumber: http://ashhabur-royi.blogspot.com/2011/07/kisah-nyata-pembantaian-keluarga.html

http://wahabinews.wordpress.com/2012/06/11/kisah-nyata-pembantaian-keluarga-syaikh-

nawawi-al-bantani-al-syafii-pembesar-syafiiyyah-oleh-kaum-wahhabi/

Ulama baru yang dibunuh Wahabi adalah Syekh Al Buthi. Seperti biasa, Wahabi tidak pernah

mau mengaku meski mereka selalu menghina dgn penuh rasa kebencian thd Syekh Al Buthi

dan bergembira ria atas kematiannya.

Page 8: Sejarah Wahabi dan Muhammad bin Abdul.docx

Al-Buti sendiri yang tahun ini berusia 84 tahun adalah seorang pensiunan dekan dan profesor

Fakultas Hukum Islam di Universitas Damaskus. Ia dikenal keras menentang terorisme dan

pengkritik pihak asing yang didukung kelompok-kelompok militan, yang ia gambarkan sebagai

“para tentara bayaran”.

Seminggu sebelum pembunuhan itu, ia mengatakan dalam ceramahnya, “Kami diserang di

setiap jengkal tanah kami, makanan kami, kesucian dan kehormatan perempuan dan anak-

anak kami Hari ini kami menjalankan tugas yang sah… yakni kebutuhan mobilisasi untuk

melindungi nilai-nilai, tanah air, dan tempat-tempat suci kami, dan dalam hal ini tidak ada

perbedaan antara tentara nasional dan seluruh bangsa ini”.

Seminggu setelah pembunuhan Al-Buti, ulama Sunni lainnya Syaikh Hassan Saifuddin (80

tahun) secara brutal dipenggal kepalanya di bagian utara Kota Aleppo oleh sekelompok militan

yang dibekingi pihak asing dan menyeret tubuhnya di jalanan. Kepalanya ditanam di menara

sebuah masjid yang biasa digunakan untuk berkhotbah. Syaikh Saifuddin juga dikenal sebagai

seorang anti-milisi, dan penentang perang yang sedang berkecamuk melawan pemerintah

Suriah.

Page 9: Sejarah Wahabi dan Muhammad bin Abdul.docx

Muhammad bin Abdul WahhabDari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Muhammad bin 'Abd al-Wahab

Lahir 1703

Meninggal 1792

Era Era modern

Aliran Sunni Salafi

Minat

utama

Pemurnian syariat Islam sesuai

ajaran Muhammad

Gagasan

penting

Melarang adanya inovasi ibadah (bid'ah)

dan keyakinan adanya kekuatan selain

Allah (syirik)

Dipengaruhi[tampilkan]

Mempengaruhi[tampilkan]

Muhammad bin ʿAbd al-Wahhāb (1115 - 1206 H/1701 - 1793 M) (bahasa Arab:محمد

التميمى الوه�اب عب�د (بن adalah seorang ahli teologi agama Islam dan seorang tokoh

pemimpin gerakan keagamaan yang pernah menjabat sebagai mufti Daulah

Su'udiyyah yang kemudian berubah menjadi Kerajaan Arab Saudi.

Para pendukung pergerakan ini sering disebut Wahhabi, namun mereka lebih memilih

untuk menyebut diri mereka sebagai Salafis atau Muwahhidun yang berarti "satu

Tuhan".

Daftar isi

  

1   Genealogi

2   Biografi

Page 10: Sejarah Wahabi dan Muhammad bin Abdul.docx

o 2.1   Masa Kecil

o 2.2   Kehidupannya di Madinah

o 2.3   Belajar dan berdakwah di Basrah

o 2.4   Perjuangan memurnikan aqidah Islam

o 2.5   Kehidupannya di Dir'iyyah

o 2.6   Berdakwah Melalui Surat-menyurat

o 2.7   Tantangan Dakwah dan Pemecahannya

o 2.8   Wafat

3   Referensi

Genealogi

Muhammad bin ʿAbd al-Wahhāb memiliki nama lengkap Muhammad bin ʿAbd al-

Wahhāb bin Sulaiman bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Rasyid bin Barid bin

Muhammad bin al-Masyarif at-Tamimi al-Hambali an-Najdi. Dari nama lengkapnya ini

diperoleh silsilah keluarganya.

Biografi

Muhammad bin ʿAbd al-Wahhāb, adalah seorang ulama yang berusaha

membangkitkan kembali dakwah tauhid dalam masyarakat dan cara beragama sesuai

dengan tuntunan Rasulullah dan para sahabat. Para pendukung gerakan ini menolak

disebut Wahabbi, karena pada dasarnya ajaran Muhammad bin ʿAbd al-Wahhāb adalah

ajaran Nabi Muhammad, bukan ajaran tersendiri. Karenanya mereka lebih memilih

untuk menyebut diri mereka sebagai Salafiyun (mengikuti jejak generasi salaf) atau

Muwahhidun yang berarti "Mengesakan Allah".

Istilah Wahhabi sering menimbulkan kontroversi berhubung dengan asal usul dan

kemunculannya dalam dunia Islam. Umat Islam umumnya keliru menilai mereka dan

menyangka bahwa mazhab mereka mengikuti pemikiran Ahmad ibn Hanbal dan

alirannya saja, al-Hanbaliyyah atau al-Hanabilah yang merupakan salah sebuah

mazhab dalam Ahl al-Sunnah wa al-Jama'ah. Dan adapula yang menghubungkan

mereka dengan gerakan teroris, padahal ajaran mereka sangat anti teroris.

Nama Wahhabi atau al-Wahhabiyyah kelihatannya dihubung-hubungkan kepada nama

'Abd al-Wahhab yaitu ayahanda penggagas gerakan ini, Syaikh Muhammad bin 'Abd al-

Wahhab al-Najdi. Bagaimanapun, istilah Wahhabi ini tidaklah sah dinisbatkan untuk

Page 11: Sejarah Wahabi dan Muhammad bin Abdul.docx

nama suatu kelompok, karena sejatinya nama Wahhab adalah nama hanya untuk Allah

Ta'ala. Oleh karena itu mereka menisbatkan diri mereka sebagai golongan al-

Muwahhidun(3) (unitarians) karena mereka ingin mengembalikan ajaran-ajaran tauhid

ke dalam Islam dan cara beragama menurut sunnah Rasulullah yang telah ditinggalkan

masyarakat. Beliau mengikat perjanjian dengan Muhammad bin Saud, seorang

pemimpin suku di wilayah Najd. Sesuai kesepakatan, Ibnu Saud ditunjuk sebagai

pengurus administrasi politik, sementara Muhammad bin ʿAbd al-Wahhāb menjadi

pemimpin spiritual. Sampai saat ini, gelar "keluarga kerajaan" negara Arab Saudi

dipegang oleh keluarga Saud. Namun mufti umum tidak selalu dari keluarga

Muhammad bin ʿAbd al-Wahhāb misalnya Syaikh 'Abdul 'Aziz bin Abdillah bin Baz.

Masa Kecil

Syeikh Muhammad bin ʿAbd al-Wahhāb dilahirkan pada tahun 1115 H (1701 M) di

kampung Uyainah (Najd), lebih kurang 70 km arah barat laut kota Riyadh, ibukota Arab

Saudi sekarang. Beliau tumbuh dan dibesarkan dalam kalangan keluarga terpelajar.

Ayahnya adalah seorang tokoh agama di lingkungannya. Sedangkan kakak laki-lakinya

adalah seorang qadhi (mufti besar), sumber rujukan di mana masyarakat

Najd menanyakan segala sesuatu masalah yang bersangkutan dengan agama.

Sebagaimana lazimnya keluarga ulama, maka Syeikh Muhammad bin ʿAbd al-Wahhāb

sejak masih kanak-kanak telah dididik dengan pendidikan agama yang diajar sendiri

oleh ayahnya, Syeikh ʿAbd al-Wahhāb. Berkat bimbingan orangtuanya, ditambah

dengan kecerdasan otak dan kerajinannya, Syeikh Muhammad bin ʿAbd al-Wahhāb

berhasil menghafal 30 juz al-Quran sebelum berusia sepuluh tahun. Setelah itu, beliau

diserahkan oleh orangtuanya kepada para ulama setempat sebelum akhirnya mereka

mengirimnya untuk belajar ke luar daerah

Saudara kandungnya, Sulaiman bin Abdul Wahab, menceritakan betapa

bangganya Syeikh Abdul Wahab, ayah mereka, terhadap kecerdasan Muhammad. Ia

pernah berkata, "Sungguh aku telah banyak mengambil manfaat dari ilmu pengetahuan

anakku Muhammad, terutama di bidang ilmu Fiqh".

Setelah mencapai usia dewasa, Syeikh Muhammad bin ʿAbd al-Wahhāb diajak oleh

ayahnya untuk bersama-sama pergi ke tanah suci Mekkah untuk menunaikan

rukun Islam yang kelima - mengerjakan haji di Baitullah. Ketika telah selesai

Page 12: Sejarah Wahabi dan Muhammad bin Abdul.docx

menunaikan ibadah haji, ayahnya kembali ke Uyainah sementara Muhammad tetap

tinggal di Mekah selama beberapa waktu dan menimba ilmu di sana. Setelah itu, ia

pergi ke Madinah untuk berguru kepada ulama disana. Di Madinah, ia berguru pada

dua orang ulama besar yaitu Syeikh Abdullah bin Ibrahim bin Saif an-Najdi dan Syeikh

Muhammad Hayah al-Sindi.

Kehidupannya di Madinah

Ketika berada di kota Madinah, ia melihat banyak umat Islam di sana yang tidak

menjalankan syariat dan berbuat syirik, seperti mengunjungi makam Nabi atau makam

seorang tokoh agama, kemudian memohon sesuatu kepada kuburan dan

penguhuninya. Hal ini sangat bertentangan dengan ajaran Islam yang mengajarkan

manusia untuk tidak meminta selain kepada Allah.

Hal ini membuat Syeikh Muhammad semakin terdorong untuk memperdalam ilmu

ketauhidan yang murni (Aqidah Salafiyah). Ia pun berjanji pada dirinya sendiri, akan

berjuang dan bertekad untuk mengembalikan aqidah umat Islam di sana kepada akidah

Islam yang murni (tauhid), jauh dari sifat khurafat, tahayul, ataubidah.

Belajar dan berdakwah di Basrah

Setelah beberapa lama menetap di Mekah dan Madinah, ia kemudian pindah

ke Basrah. Di sini beliau bermukim lebih lama, sehingga banyak ilmu yang

diperolehnya, terutama di bidang hadits dan musthalahnya, fiqih dan usul fiqhnya, serta

ilmu gramatika (ilmu qawaid). Selain belajar, ia sempat juga berdakwah di kota ini.

Syeikh Muhammad bin ʿAbd al-Wahhāb memulai dakwahnya di Basrah, tempat di

mana beliau bermukim dan untuk menuntut ilmu ketika itu. Akan tetapi dakwahnya di

sana kurang bersinar, karena menemui banyak rintangan dan halangan dari kalangan

para ulama setempat.

Di antara pendukung dakwahnya di kota Basrah ialah seorang ulama yang

bernama Syeikh Muhammad al-Majmu’i. Tetapi Syeikh Muhammad bin ʿAbd al-Wahhāb

bersama pendukungnya mendapat tekanan dan ancaman dari sebagian ulama yang

menuduhnya sesat. Akhirnya beliau meninggalkan Basrah dan mengembara ke

beberapa negeri Islam untuk menyebarkan ilmu dan pengalamannya.

Setelah beberapa lama, lalu beliau kembali ke al-Ahsa menemui gurunya Syeikh

Abdullah bin `Abd Latif al-Ahsai untuk mendalami beberapa bidang ilmu tertentu yang

Page 13: Sejarah Wahabi dan Muhammad bin Abdul.docx

selama ini belum sempat dipelajarinya. Di sana beliau bermukim beberapa waktu,

kemudian kembali ke kampung asalnya Uyainah.

Pada tahun 1139H/ 1726M, ayahandanya pindah dari 'Uyainah ke Huraymilah dan

beliau ikut serta dengan ayahandanya sambil menuntut ilmu dari ayahnya. Tetapi beliau

masih meneruskan tentangannya yang kuat terhadap amalan-amalan agama di Najd.

Hal ini yang menyebabkan ayahnya gusar karena banyak tekanan dari beberapa ulama

yang takut kehilangan jama'ahnya. Keadaan tersebut terus berlanjut hingga pada tahun

1153H/1740M, ayahandanya meninggal dunia.

Perjuangan memurnikan aqidah Islam

Sejak dari itu, Syeikh Muhammad tidak lagi terikat. Dia bebas mengemukakan akidah-

akidahnya sekehendak hatinya, menolak dan mengesampingkan amalan-amalan

agama yang dilakukan umat islam saat itu dengan sikap toleransi dan saling

menghargai perbedaan pendapat .

Melihat keadaan umat islam yang sudah melanggar akidah, ia mulai merencanakan

untuk menyusun sebuah barisan ahli tauhid (muwahhidin) yang diyakininya sebagai

gerakan memurnikan dan mengembalikan akidah Islam. Oleh lawan-lawannya, gerakan

ini kemudian disebut dengan nama gerakan Wahabiyah.

Muhammad bin Abdul Wahab memulai pergerakan di kampungnya sendiri, Uyainah.

Ketika itu, Uyainah diperintah oleh seorang Amir (penguasa) bernama Usman bin

Muammar. Amir Usman menyambut baik ide dan gagasan Syeikh Muhammad, bahkan

beliau berjanji akan menolong dan mendukung perjuangan tersebut.

Suatu ketika, Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab meminta izin pada Amir Uthman

untuk menghancurkan sebuah bangunan yang dibina di atas maqam Zaid bin al-

Khattab. Zaid bin al-Khattab adalah saudara kandung Umar bin al-

Khattab, Khalifah Rasulullah yang kedua. Membuat bangunan di atas kubur menurut

pendapatnya dapat menjurus kepada kemusyrikan.

Amir menjawab "Silakan... tidak ada seorang pun yang boleh menghalang rancangan

yang mulia ini." Tetapi Sbeliau khuatir masalah itu kelak akan dihalang-halangi oleh

penduduk yang tinggal berdekatan maqam tersebut. Lalu Amir menyediakan 600 orang

tentara untuk tujuan tersebut bersama-sama Syeikh Muhammad merobohkan maqam

yang dikeramatkan itu.

Page 14: Sejarah Wahabi dan Muhammad bin Abdul.docx

Sebenarnya apa yang mereka sebut sebagai makam Zaid bin al-Khattab ra. yang gugur

sebagai syuhada’ Yamamah ketika menumpaskan gerakan Nabi Palsu (Musailamah al-

Kazzab) di negeri Yamamah suatu waktu dulu, hanyalah berdasarkan prasangka

belaka. Karena di sana terdapat puluhan syuhada’ (pahlawan)Yamamah yang

dikebumikan tanpa jelas lagi pengenalan mereka.

Bisa saja yang mereka anggap makam Zaid bin al-Khattab itu adalah makam orang

lain. Tetapi oleh karena masyarakat setempat di situ telah terlanjur beranggapan bahwa

itulah makam beliau, mereka pun mengkeramatkannya dan membina sebuah masjid di

dekatnya. Makam itu kemudian dihancurkan oleh Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab

atas bantuan Amir Uyainah, Uthman bin Muammar.

Pergerakan Syeikh Muhammad tidak berhenti sampai disitu, ia kemudian

menghancurkan beberapa makam yang dipandangnya berbahaya bagi ketauhidan. Hal

ini menurutnya adalah untuk mencegah agar makam tersebut tidak dijadikan objek

peribadatan oleh masyarakat Islam setempat.

Berita tentang pergerakan ini akhirnya tersebar luas di kalangan masyarakat Uyainah

mahupun di luar Uyainah.

Ketika pemerintah al-Ahsa' mendapat berita bahwa Muhammad bin'Abd al-Wahhab

mendakwahkan pendapat, dan pemerintah 'Uyainah pula menyokongnya, maka

kemudian memberikan peringatan dan ancaman kepada pemerintah'Uyainah. Hal ini

rupanya berhasil mengubah pikiran Amir Uyainah. Ia kemudian memanggil Syeikh

Muhammad untuk membicarakan tentang cara tekanan yang diberikan oleh Amir al-

Ahsa'. Amir Uyainah berada dalam posisi serba salah saat itu, di satu sisi dia ingin

mendukung perjuangan syeikh tapi di sisi lain ia tak berdaya menghadapi tekanan Amir

al-Ihsa. Akhirnya, setelah terjadi perdebatan antara syeikh dengan Amir Uyainah, di

capailah suatu keputusan: Syeikh Muhammad harus meninggalkan daerah Uyainah

dan mengungsi ke daerah lain.

Dalam bukunya yang berjudul Al-Imam Muhammad bin Abdul Wahab,Da'watuhu

Wasiratuhu, Syeikh Muhammad bin `Abdul `Aziz bin `Abdullah bin Baz, beliau berkata:

"Demi menghindari pertumpahan darah, dan karena tidak ada lagi pilihan lain, di

samping beberapa pertimbangan lainnya maka terpaksalah Syeikh meninggalkan

negeri Uyainah menuju negeri Dariyah dengan menempuh perjalanan secara berjalan

Page 15: Sejarah Wahabi dan Muhammad bin Abdul.docx

kaki seorang diri tanpa ditemani oleh seorangpun. Ia meninggalkan negeri Uyainah

pada waktu dini hari, dan sampai ke negeri Dariyah pada waktu malam hari." (Ibnu Baz,

Syeikh `Abdul `Aziz bin `Abdullah, m.s 22)

Tetapi ada juga tulisan lainnya yang mengatakan bahwa: Pada mulanya Syeikh

Muhammad mendapat dukungan penuh dari pemerintah negeri Uyainah Amir Uthman

bin Mu’ammar, namun setelah api pergerakan dinyalakan, pemerintah setempat

mengundurkan diri dari percaturan pergerakan karena alasan politik (besar

kemungkinan takut dipecat dari kedudukannya sebagai Amir Uyainah oleh pihak

atasannya). Dengan demikian, tinggallah Syeikh Muhammad dengan beberapa orang

sahabatnya yang setia untuk meneruskan dakwahnya. Dan beberapa hari kemudian,

Syeikh Muhammad diusir keluar dari negeri itu oleh pemerintahnya.

Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab kemudian pergi ke wilayah Dir’iyyah.

Kehidupannya di Dir'iyyah

Sesampainya Syeikh Muhammad di sebuah kampung wilayah Dir'iyyah yang tidak

berapa jauh dari tempat kediaman Amir Muhammad bin Saud (pemerintah wilayah

Dir’iyyah), Syeikh menemui seorang penduduk di kampung itu, orang tersebut

bernama Muhammad bin Suwailim al-`Uraini. Bin Suwailim ini adalah seorang yang

dikenal soleh oleh masyarakat setempat. Syeikh kemudian meminta izin untuk tinggal

bermalam di rumahnya sebelum ia meneruskan perjalanannya ke tempat lain. Pada

awalnya ia ragu-ragu menerima Syeikh di rumahnya, karena suasana Dir'iyyah dan

sekelilingnya pada waktu itu tidak aman. Namun, setelah Syeikh memperkenalkan

dirinya serta menjelaskan maksud dan tujuannya datang ke negeri Dir’iyyah, yaitu

hendak menyebarkan dakwah Islamiyah dan membenteras kemusyrikan, barulah

Muhammad bin Suwailim ingin menerimanya sebagai tamu di rumahnya.

Peraturan di Dir'iyyah ketika itu mengharuskan setiap pendatang melaporkan diri

kepada penguasa setempat, maka pergilah Muhammad bin Suwailim menemui Amir

Muhammad untuk melaporkan kedatangan Syeikh Abdul Wahab yang baru tiba dari

Uyainah serta menjelaskan maksud dan tujuannya kepada beliau. Namun mereka

gagal menemui Amir Muhammad yang saat itu tidak ada di rumah, mereka pun

menyampaikan pesan kepada amir melalui istrinya.

Page 16: Sejarah Wahabi dan Muhammad bin Abdul.docx

Istri Ibnu Saud ini adalah seorang wanita yang soleh. Maka, tatkala Ibnu Saud

mendapat giliran ke rumah isterinya ini, sang istri menyampaikan semua pesan-pesan

itu kepada suaminya. Selanjutnya ia berkata kepada suaminya: "Bergembiralah

kakanda dengan keuntungan besar ini, keuntungan di mana Allah telah mengirimkan ke

negeri kita seorang ulama, juru dakwah yang mengajak masyarakat kita kepada agama

Allah, berpegang teguh kepada Kitabullah dan SunnahRasulNya. Inilah suatu

keuntungan yang sangat besar, janganlah ragu-ragu untuk menerima dan membantu

perjuangan ulama ini, mari sekarang juga kakanda menjemputnya kemari."

Namun baginda bimbang sejenak, ia bingung apakah sebaiknya Syeikh itu dipanggil

datang menghadapnya, atau dia sendiri yang harus datang menjemput Syeikh untuk

dibawa ke tempat kediamannya? Baginda pun kemudian meminta pandangan dari

beberapa penasihatnya tentang masalah ini. Isterinya dan para penasihatnya yang lain

sepakat bahwa sebaiknya baginda sendiri yang datang menemui Syeikh Muhammad di

rumah Muhammad bin Sulaim. Baginda pun menyetujui nasihat tersebut. Maka pergilah

baginda bersama beberapa orang pentingnya ke rumah Muhammad bin Suwailim, di

mana Syeikh Muhammad bermalam.

Sesampainya baginda di rumah Muhammad bin Suwailim, amir Ibnu Saud memberi

salam dan dibalas dengan salam dari Syeikh dan bin Suwalim. Amir Ibnu Saud berkata:

"Ya Syeikh! Bergembiralah anda di negeri kami, kami menerima dan menyambut

kedatangan anda di negeri ini dengan penuh gembira. Dan kami berjanji untuk

menjamin keselamatan dan keamanan anda di negeri ini dalam menyampaikan dakwah

kepada masyarakat Dir'iyyah. Demi kejayaan dakwah Islamiyah yang anda rencanakan,

kami dan seluruh keluarga besar Ibnu Saud akan mempertaruhkan nyawa dan harta

untuk berjuang bersama-sama anda demi meninggikan agama Allah dan

menghidupkan sunnah RasulNya, sehingga Allah memenangkan perjuangan ini, Insya

Allah!"

Kemudian Syeikh menjawab: "Alhamdulillah, anda juga patut gembira, dan Insya Allah

negeri ini akan diberkati Allah Subhanahu wa Taala. Kami ingin mengajak umat ini

kepada agama Allah. Siapa yang menolong agama ini, Allah akan menolongnya. Dan

siapa yang mendukung agama ini, nescaya Allah akan mendukungnya. Dan Insya Allah

kita akan melihat kenyataan ini dalam waktu yang tidak begitu lama." Demikianlah

Page 17: Sejarah Wahabi dan Muhammad bin Abdul.docx

seorang Amir (penguasa) tunggal negeri Dir'iyyah yang bukan hanya sekadar membela

dakwahnya saja, tetapi juga sekaligus melindungi darahnya bagaikan saudara kandung

sendiri yang berarti di antara Amir dan Syeikh sudah bersumpah setia sehidup-semati,

dan senasib-sepenanggungan, dalam menegakkan hukum Allah dan RasulNya di bumi

Dir'iyyah. Ternyata apa yang diikrarkan oleh Amir Ibnu Saud itu benar-benar

ditepatinya. Ia bersama Syeikh seiring sejalan, bahu-membahu dalam menegakkan

kalimah Allah, dan berjuang di jalanNya.

Nama Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab dengan ajaran-ajarannya itu sudah begitu

terdengar di kalangan masyarakat, baik di dalam negeri Dir'iyyah maupun di negeri-

negeri tetangga. Masyarakat luar Dir'iyyah pun berduyun-duyun datang ke Dir'iyyah

untuk menetap dan tinggal di negeri ini, sehingga negeri Dir'iyyah penuh sesak dengan

kaum muhajirin dari seluruh pelosok tanah Arab. Ia pun mulai

membuka madrasah dengan menggunakan kurikulum yang menjadi modal utama bagi

perjuangan beliau yang meliputi disiplin ilmu Aqidah al-Qur’an, tafsir, fiqh, usul fiqh,

hadith, musthalah hadith, gramatikanya (nahwu-shorof) dan lain-lain.

Dalam waktu yang singkat , Dir'iyyah telah menjadi kiblat ilmu dan tujuan mereka yang

hendak mempelajari Islam. Para penuntut ilmu, tua dan muda, berduyun-duyun datang

ke negeri ini. Di samping pendidikan formal (madrasah), diadakan juga dakwah yang

bersifat terbuka untuk semua lapisan masyarakat. Gema dakwah beliau begitu

membahana di seluruh pelosok Dir'iyyah dan negeri-negeri jiran yang lain. Kemudian,

Syeikh mulai menegakkan jihad, menulis surat-surat dakwahnya kepada tokoh-tokoh

tertentu untuk bergabung dengan barisan Muwahhidin yang dipimpin oleh beliau

sendiri. Hal ini dalam rangka pergerakan pembaharuan tauhid demi membasmi

syirik, bidah dan khurafat di negeri mereka masing-masing. Untuk langkah awal

pergerakan itu, beliau memulai di negeri Najd. Ia pun mula mengirimkan surat-suratnya

kepada ulama-ulama dan penguasa-penguasa di sana.

Berdakwah Melalui Surat-menyurat

Syeikh menempuh pelbagai macam dan cara, dalam menyampaikan dakwahnya,

sesuai dengan keadaan masyarakat yang dihadapinya. Di samping berdakwah melalui

lisan, beliau juga tidak mengabaikan dakwah secara pena dan pada saatnya juga jika

perlu beliau berdakwah dengan besi (pedang).

Page 18: Sejarah Wahabi dan Muhammad bin Abdul.docx

Maka Syeikh mengirimkan suratnya kepada ulama-ulama Riyadh dan para umaranya,

salah satunya adalah Dahham bin Dawwas. Surat-surat itu dikirimkannya juga kepada

para ulama dan penguasa-penguasa. Ia terus mengirimkan surat-surat dakwahnya itu

ke seluruh penjuru Arab, baik yang dekat ataupun jauh. Di dalam surat-surat itu, beliau

menjelaskan tentang bahaya syirik yang mengancam negeri-negeri Islam di seluruh

dunia, juga bahaya bid’ah, khurafat dan tahyul.

Berkat hubungan surat menyurat Syeikh terhadap para ulama dan umara dalam dan

luar negeri, telah menambahkan kemasyhuran nama Syeikh sehingga beliau disegani

di antara kawan dan lawannya, hingga jangkauan dakwahnya semakin jauh

berkumandang di luar negeri, dan tidak kecil pengaruhnya di kalangan para ulama dan

pemikir Islam di seluruh dunia, seperti di Hindia, Indonesia, Pakistan, Afganistan, Afrika

Utara, Maghribi, Mesir, Syria, Iraq dan lain-lain lagi.

Memang cukup banyak para da’i dan ulama di negeri-negeri tersebut, tetapi pada waktu

itu kebanyakan dari mereka tidak fokus untuk membasmi syirik dalam dakwahnya,

meskipun mereka memiliki ilmu-ilmu yang cukup memadai.

Demikian banyaknya surat-menyurat di antara Syeikh dengan para ulama baik di dalam

dan luar Jazirah Arab, sehingga menjadi dokumen yang amat berharga sekali. Akhir-

akhir ini semua tulisan beliau yang berupa risalah, maupun kitab-kitabnya, sedang

dihimpun untuk dicetak dan sebagian sudah dicetak dan disebarkan ke seluruh pelosok

dunia Islam, baik melalui Rabithah al-`Alam Islami, maupun dari pihak kerajaan Saudi

sendiri (pada masa mendatang). Begitu juga dengan tulisan-tulisan dari putera-putera

dan cucu-cucu beliau serta tulisan-tulisan para murid-muridnya dan pendukung-

pendukungnya yang telah mewarisi ilmu-ilmu beliau. Di masa kini, tulisan-tulisan beliau

sudah tersebar luas ke seluruh pelosok dunia Islam.

Dengan demikian, jadilah Dir'iyyah sebagai pusat penyebaran dakwah kaum

Muwahhidin (gerakan pemurnian tauhid) oleh Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab

yang didukung oleh penguasa Amir Ibnu Saud. Kemudian murid-murid keluaran

Dir'iyyah juga menyebarkan ajaran-ajaran tauhid murni ini ke seluruh penjuru dunia

dengan membuka madrasah atau kajian umum di daerah mereka masing-masing.

Page 19: Sejarah Wahabi dan Muhammad bin Abdul.docx

Sejarah pembaharuan yang digerakkan oleh Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab ini

tercatat dalam sejarah dunia sebagai yang paling hebat dari jenisnya dan amat

cemerlang.

Di samping itu, hal ini merupakan suatu pergerakan perubahan besar yang banyak

memakan korban manusia maupun harta benda. Hal ini terjadi karena banyaknya

perlawanan dari luar maupun dari dalam. Perlawanan dari dalam terutama dari tokoh-

tokoh agama Islam sendiri yang takut akan kehilangan pangkat, kedudukan, pengaruh

dan jamaahnya. Maupun dari Penguasa Turki Utsmani yang khawatir terhadap

pengaruh dakwah Ibnu Abdil Wahhab yang telah merambah dua kota suci umat Islam,

Mekkah dan Madinah. Karenanya, demi mempertahankan kekuasaan mereka, mereka

mengirim pasukan besar di bawah komando Muhammad Ali Basya (Gubernur Mesir)

untuk menaklukkan Dir'iyyah beberapa kali, hingga akhirnya jatuh pada tahun 1233 H.

Banyak di antara tokoh Al Saud dan Al Syaikh (anak-cucu Syaikh Muhammad bin Abdul

Wahhab) yang ditangkap dan diasingkan ke Mesir pasca jatuhnya ibukota Dir'iyyah,

bahkan sebagiannya dieksekusi oleh musuh, contohnya adalah Syaikh Sulaiman bin

Abdullah bin Muhammad bin Abdul Wahhab yang merupakan pakar hadits di

zamannya. Beliau dibunuh dengan cara sangat keji oleh Ibrahim Basya. Demikian pula

imam Daulah Su'udiyyah kala itu, yaitu Imam Abdullah bin Su'ud bin Abdul Aziz bin

Muhammad bin Saud (cicit Muhammad bin Saud). Beliau dieksekusi di Istanbul, Turki.

Inilah periode Daulah Su'udiyyah I (1151-1233 H). Kemudian berdiri Daulah Su'udiyyah

II (1240-1309 H), dan yang terakhir ialah Daulah Su'udiyyah III yang kemudian berganti

nama menjadi Al Mamlakah Al 'Arabiyyah As Su'udiyyah (Kerajaan Arab Saudi) yang

didirikan oleh Abdul Aziz bin Abdurrahman Al Saud (Bapak Raja-raja Saudi sekarang)

pada tahun 1319 H hingga kini.

Selain mendapat perlawanan sengit dari Pihak Turki Utsmani, mereka juga sangat

dimusuhi oleh kaum Syi'ah Bathiniyyah, baik dari Najran (selatan Saudi) maupun yang

lainnya. Salah satu pertempuran besar pernah terjadi antara kaum muwahhidin dengan

pasukan Hasan bin Hibatullah Al Makrami dari Najran yang berakidah Syi'ah

Bathiniyyah, dan peperangan ini memakan korban jiwa cukup besar di pihak

muwahhidin. Bahkan Imam Abdul Aziz bin Muhammad bin Saud konon terbunuh di

Page 20: Sejarah Wahabi dan Muhammad bin Abdul.docx

tangan salah seorang syi'ah yang menyusup ke tengah-tengah kaum muwahhidin,

beliau ditikam dari belakang ketika sedang mengimami salat berjama'ah.

Selain perlawanan sengit dari mereka yang mengatasnamakan Islam, para pengikut

dakwah Syaikh Ibnu Abdil Wahhab juga dimusuhi oleh pihak kafir. Imperialis Inggris

yang menjajah banyak negeri kaum muslimin kala itu pun khawatir terhadap dampak

buruk penyebaran dakwah Syaikh Ibnu Abdil Wahhab bagi eksistensi mereka. Sebab

beliau menghidupkan kembali ajaran tauhid dan berjihad melawan berbagai bentuk

syirik dan bid'ah, sedangkan Inggris justeru mempertahankan hal tersebut karena di

situlah titik kelemahan kaum muslimin. Artinya, bila kaum muslimin kembali kepada

tauhid dan meninggalkan semua bentuk syrik dan bid'ah, niscaya mereka akan angkat

senjata melawan para penjajah. Karenanya, Inggris memunculkan istilah 'Wahhabi' dan

merekayasa berbagai kedustaan dan kejahatan yang mereka lekatkan pada pengikut

dakwah Syaikh Ibn Abdil Wahhab, sehingga banyak dari kaum muslimin di negeri-

negeri jajahan Inggris yang termakan hasutan tersebut dan serta merta membenci

mereka.

Alhamdulillah, masa-masa tersebut telah berlalu. Umat Islam kini lebih faham tentang

apa dan siapa kaum pengikut dakwah Rasulullah yang diteruskan Muhammad bin

Abdul Wahhab (yang dijuluki Wahabi) tersebut. Satu persatu kejahatan dan kebusukan

kaum orientalis yang sengaja mengadu domba antara sesama umat Islam semenjak

awal, begitu juga dari kaum penjajah Barat, semuanya kini terungkap.

Meskipun usaha musuh-musuh dakwahnya begitu hebat, baik dari luar maupun dalam

yang dilancarkan melalui pena atau ucapan demi membendung dakwah tauhid ini,

namun usaha mereka sia-sia belaka, karena ternyata Allah Subhanahu wa Ta'ala telah

memenangkan perjuangan dakwah tauhid yang dipelopori oleh Syeikh Muhammad bin

`Abdul Wahab yang telah mendapat sambutan bukan hanya oleh penduduk negeri Najd

saja, akan tetapi juga sudah menggema ke seluruh dunia Islam dari Ujung barat benua

Afrika sampai ke Merauke, bahkan mulai menjamah Eropa dan Amerika.

Untuk mencapai tujuan pemurnian ajaran agama Islam, Syeikh Muhammad bin `Abdul

Wahab telah menempuh pelbagai macam cara. Kadangkala lembut dan kadangkala

kasar, sesuai dengan sifat orang yang dihadapinya. Ia mendapat pertentangan dan

perlawanan dari kelompok yang tidak menyenanginya karena sikapnya yang tegas dan

Page 21: Sejarah Wahabi dan Muhammad bin Abdul.docx

tanpa kompromi, sehingga lawan-lawannya membuat tuduhan-tuduhan ataupun

pelbagai fitnah terhadap dirinya dan pengikut-pengikutnya.

Musuh-musuhnya pernah menuduh bahwa Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab telah

melarang para pengikutnya membaca kitab fiqh, tafsir dan hadith. Malahan ada yang

lebih keji, yaitu menuduh Syeikh Muhammad telah membakar beberapa kitab tersebut,

serta menafsirkan Al Qur’an menurut kehendak hawa nafsu sendiri.

Apa yang dituduh dan difitnah terhadap Syeikh Ibnu `Abdul Wahab itu, telah dijawab

dengan tegas oleh seorang pengarang terkenal, yaitu al-Allamah SyeikhMuhammad

Basyir as-Sahsawani, dalam bukunya yang berjudul Shiyanah al-Insan di halaman 473

seperti berikut:

"Sebenarnya tuduhan tersebut telah dijawab sendiri oleh Syeikh Ibnu `Abdul Wahab

sendiri dalam suatu risalah yang ditulisnya dan dialamatkan kepada `Abdullah bin

Suhaim dalam pelbagai masalah yang diperselisihkan itu. Diantaranya beliau menulis

bahwa semua itu adalah bohong dan kata-kata dusta belaka, seperti dia dituduh

membatalkan kitab-kitab mazhab, dan dia mendakwakan dirinya sebagai mujtahid,

bukan muqallid."

Kemudian dalam sebuah risalah yang dikirimnya kepada `Abdurrahman bin `Abdullah,

Muhammad bin `Abdul Wahab berkata: "Aqidah dan agama yang aku anut, ialah

mazhab Ahli Sunnah wal Jamaah, sebagai tuntunan yang dipegang oleh para Imam

Muslimin, seperti Imam-imam Mazhab empat dan pengikut-pengikutnya sampai hari

kiamat. Aku hanyalah suka menjelaskan kepada orang-orang tentang pemurnian

agama dan aku larang mereka berdoa (mohon syafaat) pada orang yang hidup atau

orang mati daripada orang-orang soleh dan lainnya."

`Abdullah bin Muhammad bin `Abdul Wahab, menulis dalam risalahnya sebagai

ringkasan dari beberapa hasil karya ayahnya, Syeikh Ibnu `Abdul Wahab, seperti

berikut: "Bahwa mazhab kami dalam Ushuluddin (Tauhid) adalah mazhab Ahlus

Sunnah wal Jamaah, dan cara (sistem) pemahaman kami adalah mengikuti cara Ulama

Salaf. Sedangkan dalam hal masalah furu’ (fiqh) kami cenderung mengikuti

mazhab Ahmad bin Hanbal rahimahullah. Kami tidak pernah mengingkari (melarang)

seseorang bermazhab dengan salah satu daripada mazhab yang empat. Dan kami

tidak mempersetujui seseorang bermazhab kepada mazhab yang luar dari mazhab

Page 22: Sejarah Wahabi dan Muhammad bin Abdul.docx

empat, seprti mazhab Rafidhah, Zaidiyah, Imamiyah dan lain-lain lagi. Kami tidak

membenarkan mereka mengikuti mazhab-mazhab yang batil. Malah kami memaksa

mereka supaya bertaqlid (ikut) kepada salah satu dari mazhab empat tersebut. Kami

tidak pernah sama sekali mengaku bahwa kami sudah sampai ke

tingkat mujtahid mutlaq, juga tidak seorang pun di antara para pengikut kami yang

berani mendakwakan dirinya dengan demikian. Hanya ada beberapa masalah yang

kalau kami lihat di sana ada nash yang jelas, baik dari Qur’an mahupun Sunnah, dan

setelah kami periksa dengan teliti tidak ada yang menasakhkannya, atau yang

mentaskhsiskannya atau yang menentangnya, lebih kuat daripadanya, serta dipegangi

pula oleh salah seorang Imam empat, maka kami mengambilnya dan kami

meninggalkan mazhab yang kami anut, seperti dalam masalah warisan yang

menyangkut dengan kakek dan saudara lelaki; Dalam hal ini kami berpendirian

mendahulukan kakek, meskipun menyalahi mazhab kami (Hambali)."

Demikianlah bunyi isi tulisan kitab Shiyanah al-Insan, hal. 474. Seterusnya beliau

berkata: "Adapun yang mereka fitnah kepada kami, sudah tentu dengan maksud untuk

menutup-nutupi dan menghalang-halangi yang hak, dan mereka membohongi orang

banyak dengan berkata: `Bahwa kami suka mentafsirkan Qur’an dengan selera kami,

tanpa mengindahkan kitab-kitab tafsirnya. Dan kami tidak percaya kepada ulama,

menghina Nabi kita Muhammad Shalallahu 'alaihi wassalam’ dan dengan perkataan

`bahwa jasad Nabi Shalallahu 'alaihi wassalam itu buruk di dalam kuburnya. Dan bahwa

tongkat kami ini lebih bermanfaat daripada Nabi, dan Nabi itu tidak mempunyai syafaat.

Dan ziarah kepada kubur Nabi itu tidak sunat, dan Nabi tidak mengerti makna "La ilaha

illallah" sehingga perlu diturunkan kepadanya ayat yang berbunyi: "Fa’lam annahu La

ilaha illallah," dan ayat ini diturunkan di Madinah. Dituduhnya kami lagi, bahwa kami

tidak percaya kepada pendapat para ulama. Kami telah menghancurkan kitab-kitab

karangan para ulama mazhab, karena didalamnya bercampur antara yang hak dan

batil. Malah kami dianggap mujassimah(menjasmanikan Allah), serta kami

mengkufurkan orang-orang yang hidup sesudah abad keenam, kecuali yang mengikuti

kami. Selain itu kami juga dituduh tidak mahu menerima bai’ah seseorang sehingga

kami menetapkan atasnya `bahwa dia itu bukan musyrik begitu juga ibu-bapaknya juga

bukan musyrik.’

Page 23: Sejarah Wahabi dan Muhammad bin Abdul.docx

Dikatakan lagi bahwa kami telah melarang manusia membaca selawat ke atas Nabi

Shalallahu 'alaihi wassalam dan mengharamkan berziarah ke kubur-kubur. Kemudian

dikatakannya pula, jika seseorang yang mengikuti ajaran agama sesuai dengan kami,

maka orang itu akan diberikan kelonggaran dan kebebasan dari segala beban dan

tanggungan atau hutang sekalipun.

Kami dituduh tidak mahu mengakui kebenaran para ahlul Bait Radiyallahu 'anhum. Dan

kami memaksa menikahkan seseorang yang tidak kufu serta memaksa seseorang yang

tua umurnya dan ia mempunyai isteri yang muda untuk diceraikannya, karena akan

dinikahkan dengan pemuda lainnya untuk mengangkat derajat golongan kami.

Maka semua tuduhan yang diada-adakan dalam hal ini sungguh kami tidak mengerti

apa yang harus kami katakan sebagai jawaban, kecuali yang dapat kami katakan hanya

"Subhanaka - Maha suci Engkau ya Allah" ini adalah kebohongan yang besar. Oleh

karena itu, maka barangsiapa menuduh kami dengan hal-hal yang tersebut di atas tadi,

mereka telah melakukan kebohongan yang amat besar terhadap kami. Barangsiapa

mengaku dan menyaksikan bahwa apa yang dituduhkan tadi adalah perbuatan kami,

maka ketahuilah: bahwa kesemuanya itu adalah suatu penghinaan terhadap kami yang

dicipta oleh musuh-musuh agama ataupun teman-teman syaithan dari menjauhkan

manusia untuk mengikuti ajaran sebersih-bersih tauhid kepada Allah dan keikhlasan

beribadah kepadaNya.

Kami beri’tiqad bahwa seseorang yang mengerjakan dosa besar, seperti melakukan

pembunuhan terhadap seseorang Muslim tanpa alasan yang wajar, begitu juga seperti

berzina, riba’ dan minum arak, meskipun berulang-ulang, maka orang itu hukumnya

tidaklah keluar dari Islam (murtad), dan tidak kekal dalam neraka, apabila ia tetap

bertauhid kepada Allah dalam semua ibadahnya." (Shiyanah al-Insan, m.s 475)

Khusus tentang Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wassalam, Syeikh Muhammad bin

`Abdul Wahab berkata: "Dan apapun yang kami yakini terhadap martabat Muhammad

Shalallahu 'alaihi wassalam bahwa martabat beliau itu adalah setinggi-tinggi martabat

makhluk secara mutlak. Dan Beliau itu hidup di dalam kuburnya dalam keadaan yang

lebih daripada kehidupan para syuhada yang telah digariskan dalam Al-Qur’an. Karena

Beliau itu lebih utama dari mereka, dengan tidak diragukan lagi. Bahwa Rasulullah

Shalallahu 'alaihi wassalam mendengar salam orang yang mengucapkan kepadanya.

Page 24: Sejarah Wahabi dan Muhammad bin Abdul.docx

Dan adalah sunnah berziarah kepada kuburnya, kecuali jika semata-mata dari jauh

hanya datang untuk berziarah ke maqamnya. Namun Sunat juga berziarah ke masjid

Nabi dan melakukan salat di dalamnya, kemudian berziarah ke maqamnya. Dan

barangsiapa yang menggunakan waktunya yang berharga untuk membaca selawat ke

atas Nabi, selawat yang datang daripada beliau sendiri, maka ia akan mendapat

kebahagiaan di dunia dan akhirat."

Tantangan Dakwah dan Pemecahannya

Sebagaimana lazimnya, seorang pemimpin besar dalam suatu gerakan perubahan ,

maka Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab pun tidak lepas dari sasaran permusuhan

dari pihak-pihak tertentu, baik dari dalam maupun dari luar Islam, terutama setelah

Syeikh menyebarkah dakwahnya dengan tegas melalui tulisan-tulisannya, berupa buku-

buku mahupun surat-surat yang tidak terkira banyaknya. Surat-surat itu dikirim ke

segenap penjuru negeri Arab dan juga negeri-negeri Ajam (bukan Arab).

Surat-suratnya itu dibalas oleh pihak yang menerimanya, sehingga menjadi beratus-

ratus banyaknya. Mungkin kalau dibukukan niscaya akan menjadi puluhan jilid tebalnya.

Sebagian dari surat-surat ini sudah dihimpun, diedit serta diberi ta’liq dan sudah

diterbitkan, sebagian lainnya sedang dalam proses penyusunan. Ini tidak termasuk

buku-buku yang sangat berharga yang sempat ditulis sendiri oleh Syeikh di celah-celah

kesibukannya yang luarbiasa itu. Adapun buku-buku yang sempat ditulisnya itu berupa

buku-buku pegangan dan rujukan kurikulum yang dipakai di madrasah-madrasah ketika

beliau memimpin gerakan tauhidnya.

Tentangan maupun permusuhan yang menghalang dakwahnya, muncul dalam dua

bentuk:

Permusuhan atau tentangan atas nama ilmiyah dan agama,

Atas nama politik yang berselubung agama.

Bagi yang terakhir, mereka memperalatkan golongan ulama tertentu, demi mendukung

kumpulan mereka untuk memusuhi dakwah Wahabiyah.

Mereka menuduh dan memfitnah Syeikh sebagai orang yang sesat lagi menyesatkan,

sebagai kaum Khawarij, sebagai orang yang ingkar terhadap ijma’ ulama dan pelbagai

macam tuduhan buruk lainnya.

Page 25: Sejarah Wahabi dan Muhammad bin Abdul.docx

Namun Syeikh menghadapi semuanya itu dengan semangat tinggi, dengan tenang,

sabar dan beliau tetap melancarkan dakwah bil lisan dan bil hal, tanpa memedulikan

celaan orang yang mencelanya.

Pada hakikatnya ada tiga golongan musuh-musuh dakwah beliau:

Golongan ulama khurafat yang mana mereka melihat yang haq (benar) itu batil dan

yang batil itu haq. Mereka menganggap bahwa mendirikan bangunan di atas

kuburan lalu dijadikan sebagai masjid untuk bersembahyang dan berdoa di sana

dan mempersekutukan Allah dengan penghuni kubur, meminta bantuan dan

meminta syafaat padanya, semua itu adalah agama dan ibadah. Dan jika ada

orang-orang yang melarang mereka dari perbuatan jahiliyah yang telah menjadi

adat tradisi nenek moyangnya, mereka menganggap bahwa orang itu membenci

auliya’ dan orang-orang soleh yang bererti musuh mereka yang harus segera

diperangi.

Golongan ulama taashub yang mana mereka tidak banyak tahu tentang hakikat

Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab dan hakikat ajarannya. Mereka hanya taqlid

belaka dan percaya saja terhadap berita-berita negatif mengenai Syeikh yang

disampaikan oleh kumpulan pertama di atas sehingga mereka terjebak dalam

perangkap Ashabiyah (kebanggaan dengan golongannya) yang sempit tanpa

mendapat kesempatan untuk melepaskan diri dari belitan ketaashubannya. Lalu

menganggap Syeikh dan para pengikutnya seperti yang diberitakan, yaitu; anti

Auliya’ dan memusuhi orang-orang shaleh serta mengingkari karamah mereka.

Mereka mencaci-maki Syeikh habis-habisan dan beliau dituduh sebagai murtad.

Golongan yang takut kehilangan pangkat dan jawatan, pengaruh dan kedudukan.

Maka golongan ini memusuhi beliau supaya dakwah Islamiyah yang dilancarkan

oleh Syeikh yang berpandukan kepada aqidah Salafiyah murni gagal karena ditelan

oleh suasana hingar-bingarnya penentang beliau.

Demikianlah tiga jenis musuh yang lahir di tengah-tengah nyalanya api gerakan yang

digerakkan oleh Syeikh dari Najd ini yang mana akhirnya terjadilah perang perdebatan

dan polemik yang berkepanjangan di antara Syeikh di satu pihak dan lawannya di pihak

yang lain. Syeikh menulis surat-surat dakwahnya kepada mereka, dan mereka

menjawabnya. Demikianlah seterusnya.

Page 26: Sejarah Wahabi dan Muhammad bin Abdul.docx

Perang pena yang terus menerus berlangsung itu, bukan hanya terjadi pada masa

hayat Syeikh sendiri, akan tetapi berterusan sampai kepada anak cucunya. Di mana

anak cucunya ini juga ditakdirkan Allah menjadi ulama.

Merekalah yang meneruskan perjuangan al-maghfurlah Syeikh Muhammad bin `Abdul

Wahab yang dibantu oleh para muridnya dan pendukung-pendukung ajarannya.

Demikianlah perjuangan Syeikh yang berawal dengan lisan, lalu dengan pena dan

seterusnya dengan senjata, telah didukung sepenuhnya oleh Amir Muhammad bin

Saud, penguasa Dar’iyah.

Beliau pertama kali yang mengumandangkan jihadnya dengan pedang pada tahun

1158 H. Sebagaimana kita ketahui bahwa seorang da’i ilallah, apabila tidak didukung

oleh kekuatan yang mantap, pasti dakwahnya akan surut, meskipun pada tahap

pertama mengalami kemajuan. Namun pada akhirnya orang akan jemu dan secara

beransur-ansur dakwah itu akan ditinggalkan oleh para pendukungnya.

Oleh karena itu, maka kekuatan yang paling ampuh untuk mempertahankan dakwah

dan pendukungnya, tidak lain harus didukung oleh senjata. Karena masyarakat yang

dijadikan sebagai objek daripada dakwah kadangkala tidak mampan dengan lisan

mahupun tulisan, akan tetapi mereka harus diiring dengan senjata, maka waktu itulah

perlunya memainkan peranan senjata.

Alangkah benarnya firman Allah Subhanahu wa Ta'ala: " Sesungguhnya Kami telah

mengutus Rasul-rasul Kami, dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami

turunkan bersama mereka Al-Kitab dan Mizan/neraca (keadilan) supaya manusia dapat

melaksanakan keadilan. Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang

hebat dan pelbagai manfaat bagi umat manusia, dan supaya Allah mengetahui siapa

yang menolong (agama)Nya dan RasulNya padahal Allah tidak dilihatnya.

Sesungguhnya Allah Maha Kuat dan Maha Perkasa." (al-Hadid:25)

Ayat di atas menerangkan bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala mengutus para RasulNya

dengan disertai bukti-bukti yang nyata untuk menumpaskan kebatilan dan menegakkan

kebenaran. Di samping itu pula, mereka dibekalkan dengan Kitab yang di dalamnya

terdapat pelbagai macam hukum dan undang-undang, keterangan dan penjelasan.

Juga Allah menciptakan neraca (mizan) keadilan, baik dan buruk serta haq dan batil,

demi tertegaknya kebenaran dan keadilan di tengah-tengah umat manusia.

Page 27: Sejarah Wahabi dan Muhammad bin Abdul.docx

Namun semua itu tidak mungkin berjalan dengan lancar dan stabil tanpa ditunjang oleh

kekuatan besi (senjata) yang menurut keterangan al-Qur’an al-Hadid fihi basun syadid

yaitu, besi baja yang mempunyai kekuatan dahsyat. yaitu berupa senjata tajam, senjata

api, peluru, senapan, meriam, kapal perang, nuklir dan lain-lain lagi yang

pembuatannya mesti menggunakan unsur besi.

Sungguh besi itu amat besar manfaatnya bagi kepentingan umat manusia yang mana

al-Qur’an menyatakan dengan Wamanafiu linnasi yaitu dan banyak manfaatnya bagi

umat manusia. Apatah lagi jika dipergunakan bagi kepentingan dakwah dan

menegakkan keadilan dan kebenaran seperti yang telah dimanfaatkan oleh Syeikh

Muhammad bin `Abdul Wahab semasa gerakan tauhidnya tiga abad yang lalu.

Orang yang mempunyai akal yang sehat dan fikiran yang bersih akan mudah menerima

ajaran-ajaran agama, sama ada yang dibawa oleh Nabi, maupun oleh para ulama.

Akan tetapi bagi orang zalim dan suka melakukan kejahatan yang diperhambakan oleh

hawa nafsunya, mereka tidak akan tunduk dan tidak akan mau menerimanya,

melainkan jika mereka diiring dengan senjata.

Demikianlah Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab dalam dakwah dan jihadnya telah

memanfaatkan lisan, pena serta pedangnya seperti yang dilakukan oleh Rasulullah

Shalallahu 'alaihi wassalam sendiri, di waktu baginda mengajak kaum Quraisy kepada

agama Islam pada waktu dahulu. Yang demikian itu telah dilakukan terus menerus oleh

Syeikh Muhammad selama lebih kurang 48 tahun tanpa berhenti, yaitu dari tahun 1158

Hinggalah akhir hayatnya pada tahun 1206 H.

Wafat

Muhammad bin `Abdul Wahab telah menghabiskan waktunya selama 48 tahun lebih di

Dar’iyah. Keseluruhan hidupnya diisi dengan kegiatan menulis, mengajar, berdakwah

dan berjihad serta mengabdi sebagai menteri penerangan Kerajaan Saudi di Tanah

Arab. Muhammad bin Abdulwahab berdakwah sampai usia 92 tahun, beliau wafat pada

tanggal 29 Syawal 1206 H, bersamaan dengan tahun 1793 M, dalam usia 92 tahun.

Jenazahnya dikebumikan di Dar’iyah (Najd).