sejarah pendidikan islam pendidikan islam.pdfpendidikan islam klasik oleh: nurul hikmah 203 a....

307
SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM

Upload: others

Post on 31-Jan-2021

53 views

Category:

Documents


15 download

TRANSCRIPT

  • SEJARAHPENDIDIKAN

    ISLAM

  • PENDIDIKAN

    ISLAM

    Divisi Buku Perguruan Tinggi PTRajaGrafindo PersadaJ A K A R T A

    SEJARAH

    Pada Periode Klasikdan Pertengahan

    Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A. (Ed.)

  • Perpustakaan Nasional: katalog dalam terbitan (KDT)

    Nata, Abuddin, Haji

    Sejarah pendidikan Islam pada periode klasik dan pertengahan/H. Abuddin Nata (Ed.) —Ed. 1, Cet. 1,—Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004.

    XII, 304 hlm.; 21 cm ISBN 979-3654-02-3

    1. Pendidikan agama Islam. I. Judul297.64

    Hak cipta 2004, pada penulis

    Dilarang mengutip sebagian atau seluruh isibuku ini dengan cara apa pun, termasuk dengan carapenggunaan mesin fotokopi, tanpa izin sah dari penerbit

    Cetakan pertama, Juni 2004

    2004.0758 RAJProf. Dr. H. Abuddin Nata, M.A. (Ed.)SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM Pada Periode Klasikdan Pertengahan

    Hak penerbitan pada PT RajaGrafindo Persada, Jakarta

    Desain cover oleh Rahmatika

    Dicetak di Fajar Interpratama OffsetPT RajaGrafindo Persada Jl. Pelepah Hijau IV TN I. No. 14 -15 Kelapa Gading Permai Jakarta 14240Tel/Fax : 4520951—452§409 E-mail : [email protected] : //www.rajawalipers.com

  • Kata Pengantar

    [

    Assalamualaikum Wr. Wb.

    Puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat Allah Swt., karenaberkat taufik dan hidayah-Nya, buku Sejarah Pendidikan Islamini dapat diterbitkan dan sampai kepada para pembaca yangbudiman.

    Salawat serta salam semoga senantiasa tercurah untukjunjungan kita Nabi Muhammad Saw. beserta keluarga dansahabatnya, diiringi dengan upaya meneladani akhlaknya yangmulia.

    Selanjutnya disampaikan bahwa penerbitan buku ini didasarioleh keinginan untuk ikut serta mengembangkan khazanah ilmiahdalam bidang pendidikan Islam dalam perspektif sejarah, yanghingga saat ini masih dirasakan kurang.

    Dengan penerbitan buku ini diharapkan dapat men- dorong parapeneliti untuk menggali lebih lanjut khazanah ilmiah dalam bidangsejarah pendidikan Islam. Hasil penelitian tersebut nantinya selainuntuk membuktikan kiprah pengab-

    V

  • VISejarah Pendidikan islam

    dian pendidikan Islam bagi kemajuan umat juga sekaligus untukmendorong timbulnya rasa bangga dan kecintaan pada pendidikanIslam.

    Dengan sifatnya sebagai kumpulan makalah yang ditulis olehpara mahasiswa saya di Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN)Syarif Hidayatullah Jakarta, maka buku ini sudah dipastikan selainmemiliki keragaman gaya bahasa dan logika, juga memilikikekurangan di sana sini, seperti adanya pengulangan,kekurangpiawaian dalam menuangkan gagasan dan seterusnya.

    Sehubungan dengan berbagai kekurangan tersebut di atas, makasaran, kritik, masukan dan sebagainya sangat kami harapkan.

    Kepada berbagai pihak yang telah memberikan bantuan dandorongan untuk penerbitan buku ini kami ucapkan terima kasih.

    Akhirnya doa kami panjatkan semoga upaya yang kita lakukanini mendapatkan ridha Allah Swt., dan menjadi amal ibadah bagi kitasemua. Amin.

    Jakarta, 22 Maret 2004 Editor

  • VI I

    Daftar Isi

    KATA PENGANTAR V

    BAB I PENDAHULUAN 1

    BAB II PRINSIP-PRINSIP UMUM PENDIDIKANISLAMOleh: Syahraini Tambak 9

    A. Pendahuluan 9

    B. Prinsip-prinsip Umum Pendidikan Islam 11

    C. Kesimpulan 26

    BAB III LEMBAGA-LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAMSEBELUM MADRASAH Oleh: Susari 29

    A.Pendahuluan 29

    B. Lembaga-lembaga Pendidikan Sebelum Madrasah 31C. Kesimpulan 42

  • Sejarah Pendidikan IslamVIII

    BAB IV PERTUMBUHAN MADRASAH PADAPERIODE AWAL SEBELUM LAHIRNYAMADRASAH NIZHAMIYAHOleh: Ahmad Qurtubi 45

    A. Pendahuluan 45B. Latar Belakang Munculnya Istilah Madrasah 47C. Sejarah dan Motivasi Pendirian Madrasah 51D. Madrasah Sebagai Institusi Pendidikan 55E. Madrasah Pra Madrasah Nizhamiyah 56E Kesimpulan 57

    BAB V MADRASAH NIZHAMIYAHOleh: M. Akmansyah 59

    A. Pendahuluan 59B. Letak Geografis dan Motivasi Pendirian

    Madrasah Nizhamiyah Baghdad 61C. Sistem Pendidikan Madrasah

    Nizhamiyah Baghdad 65D. Pengaruh Madrasah Nizhamiyah 71E. Kesimpulan 73

    BAB VI MADRASAH-MADRASAH DI MAKKAH DANMADINAHOleh: Muhajir 75

    A. Pendahuluan 75B. Madrasah-madrasah di Makkah 79C. Madrasah-madrasah di Madinah 83D. Kesimpulan 86

  • Daftar Isi

    BAB VII MADRASAH TINGKAT TINGGI(UNIVERSITAS AL-AZHAR)Oleh: Imamudin 87

    A. Pendahuluan 87

    B. Pembahasan 89

    C. Kesimpulan 97

    BAB VIII PERAN LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAMKLASIK DALAM MENCETAK ULAMA Oleh:Fauzan Asiy 99

    A. Pendahuluan 99

    B. Pembahasan 100

    C. Kesimpulan 111

    BAB IX KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAMKLASIK 750-1350 MOleh: Hasani Asro 113

    A. Pengertian Kurikulum Pendidikan 115

    B. Kurikulum Pendidikan IslamSebelum Berdirinya Madrasah 116

    C. Kurikulum Setelah Berdirinya Madrasah 123

    D. Kesimpulan 126

    BAB X KEHIDUPAN PARA SISWA DI ZAMAN ISLAMKLASIK Oleh: Nurika Khali la Daulay 129

    A. Pendahuluan 129

    IX

  • X Sejarah Pendidikan Islam

    B. Kehidupan Para Siswa di MasaIslam Klasik 130

    C. Kesimpulan 139

    BAB XI GURU MASA KLASIKOleh: Moh. Miftachul Choiri, S Ag. 141

    A. Pendahuluan 141B. Kompetensi Mengajar Guru Pada

    Masa Klasik 143C. Pranata Sosial dan Guru 146D. Peranan Guru dalam Kehidupan

    Masyarakat 148E. Organisasi Guru Pada Masa Klasik 152 -F. Kesimpulan 153

    BAB XII UNSUR-UNSUR FILSAFAT YUNANIDALAM PENDIDIKAN ISLAM PADAMASA KLASIKOleh: Sitti Salmiah 155

    A. Pendahuluan 155B. Hubungan Ilmuwan Muslim

    dengan Filsafat Yunani 156C. Dasar-dasar Pemikiran Filosof Yunani 160D. Pengaruh Filsafat Yunani dalam

    Pendidikan Islam pada Masa Klasik 165E.Kesimpulan 170

  • Daftar Isi XI

    BAB XIII FUNGSI MADRASAH DALAMPENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUANISLAM Oleh: Elza Fachria 171

    A.Pendahuluan 171B. Madrasah dan Perkembangan

    Ilmu Pengetahuan Islam 173C. Fungsi Madrasah dalam Mentransmisikan Ilmu

    Pengetahuan Agama 178D. Peranan Ulama dalam Pengembangan

    Ilmu Pengetahuan Islam 182E. Kesimpulan 183

    BAB XIV MODERNISASI PENDIDIKAN ISLAMOleh: Syahril 185

    A. Pendahuluan 185

    B. Definisi Modernisasi Pendidikan Islam 187

    C. Latar Belakang dan Pola Pembaruan 188

    D. Al-Azhar 188

    E. Pendidikan Islam di Indonesia 194

    F. Kesimpulan 200

    BAB XV POLA INTERAKSI GURU DAN SISWA PADAPENDIDIKAN ISLAM KLASIK Oleh: NurulHikmah 203

    A. Pendahuluan 203

  • XII Sejarah Pendidikan Islam

    B. Gambaran Interaksi Rasulullah dan SahabatPada Periode Awal Pendidikan Islam 204

    C. Pola Sikap Guru dan Siswa Pada PendidikanIslam Klasik 205

    D.Kesimpulan 212

    BAB XVI PENDANAAN PENDIDIKAN ISLAMMASA KLASIKOleh: Maftuhah 215

    A. Pendahuluan 215

    B. Sumber Biaya Pendidikan IslamMasa Klasik 218

    C. Pola Pengelolaan Dana Pendidikan 226

    D. Kesimpulan 230

    BAB XVII MAZHAB-MAZHAB DALAMPENDIDIKAN ISLAMOleh: Lathifatul Hasanah 233

    A. Pendahuluan 233

    B. Mengenal Pemikiran Tokoh 236

    C. Kesimpulan 2 5 5

    BAB XVIII PENDIDIKAN ISLAM DI SPANYOLOleh: Ahmad lrfan Mufid 257

    A. Pendahuluan 257

    B. Islam Masuk ke Spanyol 258

    C. Pendidikan Islam di Spanyol 263

  • Daftar Isi XIII

    D. Faktor-faktor Pendukung KemajuanPendidikan di Spanyol 268E.Kesimpulan 269

    BAB XIX PENDIDIKAN ISLAM PADA MASAKERAJAAN TURKI UTSMANI (I)Oleh: Nur’ani 271

    A.Pendahuluan 271B. Perkembangan Pendidikan pada

    Masa Turki Utsmani 272C. Kesimpulan 280

    BAB XX PENDIDIKAN ISLAM DI KERAJAAN TURKIUTSMANI (II)Oleh: Muhammad Syukur 281

    A. Pendahuluan 281B. Perkembangan Pendidikan

    Islam Utsmani 283

    C. Kesimpulan 290

    BAB XXI PENUTUP 293

    DAFTAR PUSTAKA 295

  • BAB I

    Pendahuluan

    Dilihat dari sifat, corak dan pendekatannya, ilmu pendidikanIslam dapat dibagi menjadi empat bagian. Pertama, ilmu pendidikanIslam yang bercorak normatif-perenialis (Islamic Education in Normatif andPerennialis Perspective). Kedua, ilmu pendidikan Islam yang bercorakfilosofis (Islamic Education in Filosofical Perspective). Ketiga, pendidikan Islamyang bercorak sejarah (Islamic Education in Historical Perspective), dankeempat, pendidikan Islam yang bercorak aplikatif, (Islamic Education inApplicative Perspective).

    Ilmu pendidikan Islam yang bercorak normatif-perenialis adalahilmu pendidikan Islam yang memfokuskan kajiannya pada penggalianajaran Alquran dan Hadis yang berkaitan dengan pendidikan Islamyang diyakini sebagai ajaran yang pasti benar, harus diamalkan dandinilai lebih unggul dibandingkan konsep pendidikan yang berasaldari sumber agama lainnya. Ajaran-ajaran tersebut telah terseleksidalam sejarah yang amat panjang, yakni dari sejak Nabi Adam a.s.,hingga Nabi Muhammad Saw. Dengan sifatnya yang demikian, ajaranini harus diabadikan sepanjang sejarah. Kajian terha-

    1

  • 2 Sejarah Pendidikan Islam

    dap ilmu pendidikan yang bersifat normative perennialis ini telah banyakdilakukan sarjana Muslim, antara lain Muhammad Quthb melaluikaryanya Sistem Pendidikan Islam, Shalih Abdullah Shalih melaluibukunya Islamic Education: Quranic Outlook; Muhammad Nashih Ulwanmelalui bukunya Tarbiyah al-Aulad fi al-Islam. Di Indonesia kajianterhadap ayat- ayat Alquran dan Al-Hadis yang berkaitan denganpendidikan dikembangkan di Pascasarjana UIN Syarif HidayatullahJakarta. Di antara yang mengembangkannya adalah Abuddin Nata,melalui bukunya Tafsir Ayat-ayat Pendidikan, serta para pakar lainnyadalam berbagai tulisannya pada Jurnal Islamika Didaktika padaFakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif HidayatullahJakarta, serta dalam bentuk artikel pada berbagai buku tentang ke-Islaman.

    Ilmu pendidikan Islam yang bercorak filosofis adalah ilmupendidikan Islam yang memfokuskan kajiannya pada pemikiranfilsafat Islam yang berkaitan dengan pendidikan Islam. Dengansifatnya yang mendalam, radikal, universal dan sistematis, filsafatpendidikan Islam berupaya menjelaskan konsep-konsep yangmendasar tentang berbagai hal yang ada hubungannya denganberbagai aspek pendidikan Islam, yaitu visi, misi, tujuan, kurikulum,bahan pelajaran, guru, murid, hubungan guru murid, proses belajarmengajar, mana- jemen, dan aspek pendidikan lainnya dikaji secaramendalam untuk ditemukan inti gagasan yang terdapat di dalamnya.Dengan demikian, ilmu ini berguna untuk membangun ber- bagaikonsep yang terdapat dalam pendidikan Islam tersebut. Kajianterhadap ilmu pendidikan Islam yang bercorak filosofis ini telahbanyak dilakukan oleh para sarjana pendidikan. Mereka itu, antaralain Mohammad Al-Taomy Al-Syaibani

  • melalui karyanya yang berjudul Falsafah al-Tarbiyah al- Islamiyah;Majid Fakhry dengan karyanya Sejarah dan Filsafat Pendidikan. DiIndonesia kajian terhadap ilmu pendidikan dalam perspektiffilsafat ini, antara lain dilakukan oleh Prof. Drs. H.M. MuzayyinArifin, M.Ed., dalam bukunya Filsafat Pendidikan Islam, Prof. Dr. H.Abuddin Nata, M.A., dengan bukunya antara lain Filsafat PendidikanIslam, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam serta Pola Hubungan GuruMurid dalam Perspektif Pendidikan Islam. Kajian ilmu pendidikan Islamdalam perspektif filsafat ini juga dikembangkan di Pasca- sarjanaUIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

    Selanjutnya, ilmu pendidikan Islam yang bercorak historisadalah ilmu pendidikan Islam yang memfokuskan kajiannya padadata-data empiris yang dapat dilacak dalam sejarah, baik yangberupa karya tulis, peninggalan berupa lembaga mau- punpendidikan dengan berbagai aspeknya. Melalui kajian ini, umat akandiajak untuk menyaksikan maju mundurnya pendidikan Islamsepanjang sejarah untuk kemudian direnung- kan, dianalisis dandiambil hikmahnya untuk dijadikan bahan perbandingan danmasukan untuk membangun kemajuan pendidikan Islam di masasekarang. Dengan kajian ini, umat diajak untuk melihat masa laluuntuk kemajuan masa depan. Kajian terhadap ilmu pendidikan Islamdalam perspektif sejarah ini telah banyak pula dilakukan olehsarjana Muslim. Mereka itu antara lain Prof. Dr. A. Syalabi melaluikaryanya Tarikh al-Tarbiyah al-Islamiyah (Sejarah Pendidikan Islam);Dr. Munir Mursi, al-Tarbiyah al-Islamiyah: Ushuluha wa Tathawwuruha; Dr.Mahmud Qombar dengan bukunya Dirasah Turasiyah fi al-Tarbiyah al-Islamiyah. Di Indonesia kajian terhadap ilmu pendidikan Islam dan-perspektif sejarah

    3Pendahuluan

  • 4 Sejarah Pendidikan Islam

    ini antara lain dilakukan oleh Prof. Dr. H. Mahmud Yunus melaluikaryanya berjudul Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia-, Prof. Dr.Azyumardi Azra, M.A. Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi MenujuMillenium Baru; Dr. H. Maksum, Madrasah Sejarah & Perkembangannya;Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A. melalui karyanya SejarahPertumbuhan dan Perkembangan Pendidikan Islam di Indonesia; Pendidikan Islamdi Indonesia Tantangan dan Peluang, serta Manajemen Pendidikan Islam:Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di Indonesia.

    Adapun ilmu pendidikan Islam yang bercorak aplikatif adalahilmu pendidikan Islam yang memfokuskan kajiannya pada upayamenerapkan konsep-konsep pendidikan dalam kegiatan yang lebihkonkret dan dapat diukur serta dilihat hasilnya. Kajian inimengharuskan adanya uji coba konsep melalui eksperimen di kelasdan lainnya. Hasilnya adalah konsep-konsep yang siap diaplikasikan.Upaya ini termasuk yang agak kurang dilakukan oleh para sarjanapendidikan Muslim dibandingkan dengan yang dilakukan oleh parasarjana Barat.1 Di Indonesia, kajian terhadap pendidikan

    1Kajian ilmu pendidikan yang bersifat aplikatif termasuk yang paling banyakdigemari oleh para peneliti pendidikan di Barat. Dengan menggunakan uji coba ataueksperimen di laboratorium atau pada unit-unit kegiatan yang - sengaja mereka adakandan lakukan selama bertahun-tahun, mereka dapat menghasilkan berbagai model konseppendidikan yang siap diaplikasikan. Kajian ini mencoba memanfaatkan berbagai konsepatau teori yang telah dikembangkan oleh para ahli dalam berbagai bidang, seperti kajiantentang konsep-konsep psikologi, sosiologi, antroplogi dan sebagainya. Melalui teori-teori psikologi, mereka telah berhasil mengembangkan model-model pembelajaran yangdinilai dapat mempercepat proses pembelajaran. Se- perti konsep pembelajaran QuantumTeaching oleh Boby de Porter; Cooperative

  • Pendahuluan 5

    Islam yang bercorak aplikatif ini, misalnya kita jumpai pada Prof. Dr.H. Mahmud Yunus melalui konsepnya dalam bidang metodologipengajaran bahasa Arab. Setelah melakukan pengamatan selamabeberapa tahun terhadap metode peng- ajaran bahasa Arab yangdilakukan di pesantren-pesantren, Mahmud Yunus sampai padakesimpulan, bahwa metode pengajaran bahasa Arab yang menekankangramatika yang dilakukan secara parsial di pesantren amatlah sulit,rumit dan melelahkan, tapi hasilnya tidak sebanding dengan upayayang dilakukan. Para lulusan pesantren sangat kaya dan mendalampengetahuan teoretisnya dalam bidang bahasa, tapi mereka tidakmampu mengaplikasikannya dalam bentuk percakapan, dan tulisanyang berbahasa Arab. Upaya ini harus segera diatasi dengan membuatmetode pengajaran yang baru yang ia kenalkan dengan nama Al-Thariqah al- Mubasyarah (Direct Methode) yang mengajarkan berbagaikomponen ilmu bahasa Arab secara integrated dan ditekankan padapenerapannya dalam percakapan sehari-hari di dalam kelas danpergaulan selama di pesantren. Upaya ini telah berhasil ia wujudkanmelalui lembaga pendidikan Adabiyah School di Sumatera Barat, dansalah seorang muridnya

    Learning, Partisipative Learning, dan sebagainya. Dengan berbagai konsep tersebut prosesbelajar mengajar makin dikembangkan sesuai dengan perkembangan zaman. Di DuniaIslam kajian terhadap pendidikan yang bercorak aplikatif masih kurang dibandingkandengan konsep kajian pendidikan Islam yang bercorak normatif, perenialis, historisdan filosofis. Hal yang demikian terjadi karena untuk melakukan kajian yang bersifatuji coba eksperimen dibutuhkan lebih banyak modal dibandingkan dengan modaluntuk penelitian dalam kajian pendidikan lainnya.

  • 6 Sejarah Pendidikan Islam

    bernama Imam Zarkasyi berhasil menguasainya dengan baik danmempraktikkan di Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo.Melalui metode ini, Gontor Ponorogo telah ber- hasil mencetaklulusan yang di samping memiliki keman- dirian dan ketangguhansikap dan akhlak, juga mahir dalam berbahasa Arab dan Inggrishingga diakui oleh Dunia Islam.2 Kajian terhadap ilmu pendidikanIslam dalam corak yang aplikatif ini telah dilakukan pula oleh parapakar ilmu Alquran. Mereka telah berhasil mengembangkanberbagai metode mengajarkan membaca Alquran dengan cepat,seperti metode Iqra3, metode al-Barqi, dan lain-lain.

    Berdasarkan pada pembagian paradigma keilmuan pen-didikan Islam sebagaimana tersebut di atas, maka dapat diketahuibahwa kajian yang terdapat dalam buku ini adalah kajian yangketiga, yaitu ilmu pendidikan Islam dalam perspektif sejarah.

    2Lulusan Pesantren Modern Darussalam Gontor Ponorogo, Jawa Timur selainmemiliki sikap mental mandiri dan akhlak yang mulia, juga mampu berkomunikasi danmenulis bahasa Arab dengan baik. Para lulusannya diakui oleh Universitas Al-AzharCairo dengan diterimanya sebagai mahasiswa di Universitas tersebut tanpa testing.Sejumlah tokoh nasional yang disegani juga banyak yang tamatan Gontor Ponorogo.Mereka itu antara lain Prof. Dr. Nurcholish Madjid, Prof. Dr. Dien Syamsuddin, K.H.Syukron Makmun dan sebagainya masih banyak lagi. Lihat Abuddin Nata, Pemikiran ParaTokoh Pendidikan Islam, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2001), cet I, hlm. 167.

    3Metode Iqra telah diakui sebagai metode yang banyak membantu masyarakatyang ingin mampu membaca Alquran dalam waktu yang tidak terlalu lama. Metode inisudah sangat populer dan menjadi nama yang khas pada sejumlah pergujuan yangmengajarkan cara membaca Alquran. Departemen Agama RI telah menetapkan metodeIqra sebagai cara meng- ajarkan Alquran yang menjadi gerakan nasional pemberantasanbuta aksara baca tulis Alquran.

  • Kajian terhadap ilmu pendidikan Islam dalam empat kate- goritersebut kini semakin berkembang dan kehadirannya sangat dibutuhkanoleh masyarakat akademik pada umumnya, dan oleh para penelitipendidikan Islam pada khususnya.

    Melalui buku ini, para pembaca akan menjumpai kajian secaramendalam dan komprehensif tentang prinsip-prinsip umum pendidikanIslam, lembaga-lembaga pendidikan Islam sebelum madrasah,pertumbuhan madrasah pada periode awal sebelum timbulnya madrasah,Madrasah Nizhamiyah, madrasah di Makkah dan Madinah, madrasahTingkat Tinggi (Al-Azhar), para sarjana Muslim dan lembaga pendidikanIslam, kurikulum pendidikan Islam klasik (750-1350 M), ke- hidupanpara siswa di zaman Islam masa klasik, guru masa klasik: kajian historistentang status sosial dan peran guru, unsur filsafat Yunani dalampendidikan Islam, fungsi madra- sah dalam pengembangan pengetahuanIslam, modernisasi pendidikan Islam: alam dan lembaga pendidikanIslam di Indonesia, pola interaksi guru dan siswa dalam pendidikan Islamklasik, sistem pendanaan pendidikan Islam masa klasik, mazhab-mazhabdalam pendidikan Islam: analisis terhadap konsep para tokoh pendidikanIslam klasik, pendidikan Islam di Spanyol, pendidikan Islam pada masakerajaan Turki Utsmani dan pendidikan Islam di kerajaan Turki Utsmani.

    Dengan melihat ruang lingkup kajian tersebut, dapat dikatakanbahwa buku ini menyajikan sesuatu yang sifatnya pemula atau perintis,karena sebelum itu tidak ada model penyelenggaraan pendidikan yangdikembangkan. Terlepas dari segala kekurangan yang terdapat didalamnya, yang pasti kegiatan pendidikan Islam yang dilaksanakan olehumat Is- lam tersebut telah menjadi model atau sekurang-kurangnya

    Pendahuluan 7

  • 8 Sejarah Pendidikan Islam

    memberi inspirasi terhadap Dunia Eropa dan Barat dalammengembangkan lembaga pendidikannya. Universitas Al- AzharCairo yang usianya lebih dari seribu tahun misalnya, menjadi modelbagi Eropa dan Barat untuk membangun lembaga pendidikan dankajian ilmiah lainnya.

    Melalui kajian ini pula diharapkan dapat mendorong parasarjana yang datang kemudian untuk melakukan penelitian secaralebih luas lagi.

  • Prinsip-prinsip Umum PendidikanIslam

    Dalam Alquran ditegaskan bahwa Allah menciptakan manusiaagar menjadikan tujuan akhir atau hasil segala aktivitasnya sebagaipengabdiannya kepada Allah.1 Aktivitas yang dimaksud tersimpuldalam ayat Alquran yang menegas- kan bahwa manusia adalahkhalifah Allah.2 Dalam statusnya sebagai khalifah, manusia hidup dialam mendapat tugas dari Allah untuk memakmurkan bumi sesuaidengan konsep yang ditetapkan-Nya.3 Manusia sebagai khalifah Allahmemikul beban yang sangat berat. Tugas ini dapat diaktualisasikanjika manusia dibekali dengan pengetahuan. Semua ini dapat dipenuhihanya dengan proses pendidikan.

    Pendidikan Islam terjadi sejak nabi diangkat menjadi Rasul diMakkah dan beliau sendiri sebagai gurunya. Pendi-

    1QS. Al-Dzariyat 51: 562QS. Al-Baqarah 2: 30, dan QS. Hud 11:613Lih. M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan

    Masyarakat, Bandung: Mizan, 1992, hlm. 172.

    A. PENDAHULUAN

    BAB II

    9

    fatchulTypewritten textOleh: Syahraini Tambak

  • 10 Sejarah Pendidikan Islam

    dikan masa ini merupakan prototype yang terus menerusdikembangkan oleh umat Islam untuk kepentingan pendi- dikanpada zamannya. Pendidikan Islam mempunyai sejarah yang panjang.Dalam pengertian yang seluas-luasnya, pen- didikan Islamberkembang seiring dengan kemunculan Islam itu sendiri.4

    Apabila kita sepakat bahwa pendidikan Islam itu adalah prosespembentukan individu berdasarkan ajaran Islam untuk mencapaiderajat tinggi sehingga mampu menunaikan fungsi kekhalifahannyadan berhasil mewujudkan kebaha- giaan dunia dan akhirat.5 Olehsebab itu, setiap pendidik dan perancang kurikulum haruslahmenentukan falsafah dan tujuan dan menggariskan prinsip serta dasaryang perlu ditrans- ferkan sehingga tercipta usaha-usaha pendidikanberdasarkan anak didik, masyarakat dan umat Islam secarakeseluruhan.

    Dengan melihat trend perkembangan sejarah abad ke-7-12 M,academic curiosity penulis termotivasi untuk me- ngangkat tema ini-prinsip-prinsip umum pendidikan Islam- menjadi pokok padapembahasan ini. Karena keterbatasan literatur dan luasnya bidangkajian, penulis membatasi pem- bahasan pada prinsip-prinsip umumyang mendasari tujuan, kurikulum, metode, murid dan guru,lingkungan dan evaluasi pendidikan Islam. Pada akhir pembahasandiharapkan adanya deskripsi yang jelas tentang prinsip-prinsipumum pendidikan Islam tersebut.

    4Azyumardi Azra, Pendidikan lslam:Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, Jakarta:Logos, 1999, hlm. vii.

    3Lih. Azyumardi Azra, Esei-Esei Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam, Jakarta: Logos,1998, hlm. 5-6.

  • 1. Tujuan Pendidikan IslamPendidikan Islam yang dilakukan nabi di Makkah meru- pakan

    prototype yang bertujuan untuk membina pribadi Mus- lim agarmenjadi kader yang berjiwa kuat dan dipersiapkan menjadimasyarakat Islam, mubalig dan pendidik yang baik.6 Setelah hijrah,pendidikan Islam mengalami perkembangan dan pendidikandiarahkan-di samping membentuk pribadi kader Islam-jugadiarahkan untuk membina aspek-aspek kemanusiaan dalammengelola dan menjaga kesejahteraan alam semesta.7

    Pelaksanaan pendidikan Islam semakin meningkat pada masaDinasti Umayyah yang meletakkan dasar-dasar bagi ke- majuanpendidikan. Sehingga masa ini disebut dengan “masa inkubasi” ataumasa bagi perkembangan intelektual Islam.8

    Dapat dikemukakan bahwa tujuan pendidikan Islam9 adalahsesuai dengan tujuan hidup manusia,10 sebab pen-

    6Lih. Soekarno dan Ahmad Supardi, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam,Bandung: Angkasa, 1985, hlm. 54-59.

    7Lih. Hanun Asrohah, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Logos, 1999,hlm. 5.

    8Philip K. Hitty, History of the Arab, London: Macmillan Press, 1974,hlm. 240.

    9Secara umum tujuan pendidikan Islam itu diarahkan pada pemben- ...tukan kepribadian yang utama dan akhlakul karimah. Ini sesuai dengan misikerasulan Nabi Muhammad Saw. untuk menyempurnakan akhlak yang muliayang berdasar pada wahyu Allah, li-utammima makarimal akhlak. Lih. AbuddinNata, Filsafat Pendidikan hlam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997, hlm. 49

    10Tujuan hidup manusia ini tercermin dalam QS'Al-An’am, 162. Sesung-

    Prinsip-prinsip Umum Pendidikan Islam 11

    B. PRINSIP-PRINSIP UMUM PENDIDIKAN ISLAM

  • 12 Sejarah Pendidikan Islam

    didikan hanyalah alat yang digunakan oleh manusia untukmemelihara kelanjutan hidupnya (survival), baik sebagai individumaupun masyarakat.

    Manusia dalam usahanya memelihara kelanjutan hidup- nya,mewariskan berbagai nilai-nilai budaya dari satu gene- rasi kegenerasi berikutnya. Di samping itu, pengembangan potensi yangada pada diri individu supaya dapat diperguna- kan oleh dirinyasendiri untuk menghadapi tantangan millieu yang selalu berubah.11

    Dari penjelasan di atas dapatlah dikemukakan beberapa prinsipyang terkandung dalam tujuan pendidikan Islam, di antaranya:

    a. Universal (menyeluruh)

    Agama Islam yang menjadi dasar pendidikan Islam itu bersifatmenyeluruh dalam pandangannya terhadap agama, manusia,masyarakat dan kehidupan. Islam berusaha membina individusebagaimana ia membina masyarakat dan meng- hargainya sekaligus.

    Pendidikan Islam berdasar pada prinsip ini bertujuan untukmembuka, mengembangkan, dan mendidik segala aspek pribadimanusia dan dayanya. Juga mengembangkan segala segi kehidupandalam masyarakat, turut menyelesai- kan masalah sosial danmemelihara sejarah dan kebuda-

    guhnya sembahyangku, ibadahku, hidup dan matiku, semuanya untuk Allah Tuhan seluruh alam.11Lih. Hasan Langgulung, Asas Asas Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka Al-Husna,

    1988, hlm. 7.

  • yaan.12 Dengan demikian, pendidikan Islam itu tidak bersifateksklusif.

    b. Keseimbangan dan kesederhanaan

    Pendidikan Islam dalam prinsip ini bermakna mewujud- kankeseimbangan antara aspek-aspek pertumbuhan anak dankebutuhan-kebutuhan individu, baik masa kini maupun akan datang,secara sederhana yang berapiliasi sesuai dengan semangat fitrah yangsehat.13

    c. Kejelasan

    Prinsip ini memberi jawaban yang jelas dan tegas pada jiwa danakal dalam memecahkan masalah, tantangan dan krisis. Prinsip inimerupakan prinsip penting yang harus ada dalam setiap tujuan-tujuan pengajaran. Kejelasan tujuan memberi makna dan kekuatanterhadap pengajaran. Men- dorong pengajaran untuk bertolak padaarah yang jelas untuk mencapai tujuan dan menghalangi terjadinyaperselisihan dalam persepsi dan interpretasi.14

    d. Realisme dan realisasi

    Kedua prinsip ini berusaha mencapai tujuan melalui metodeyang prakds dan realistis. Sesuai dengan fitrah. Ter- realisasi sesuaidengan kondisi dan kesanggupan individu,

    Prinsip-prinsip Umum Pendidikan Islam 13

    12Lih. Omar Mohammad Al-Toumy Al-Syaibany, Falsafab al-Tarbiyah al-lslamiyah, terj.Hasan Langgulung (Falsafah Pendidikan Islam), Jakarta: Bulan Bintang, 1979, hlm.438.

    13Lih. Ibid.14Lih. Ibid, hlm. 439.

  • sehingga dapat dilaksanakan pada setiap waktu dan tempat secaraideal.15

    Dari keterangan ini, tujuan pendidikan yang baik adalah yangsesuai dengan psikologi anak, tahap kematangan jas- mani, akal,emosi, spiritual dan sosial. Juga sesuai dengan tatanan masyarakat,kebudayaan dan peradaban.

    e. Prinsip dinamisme

    Pendidikan Islam tidak beku dalam tujuan, kurikulum danmetode-metodenya, tetapi selalu memperbarui dan berkem- bang. Iamemberi respon terhadap perkembangan individu, sosial danmasyarakat, bahkan inovasi-inovasi dari bangsa- bangsa lain didunia.16

    2. Kurikulum Pendidikan IslamSecara formal, kemunculan17 kurikulum18 sebagai bidang

    15Lih. Ibid, hlm. 440.16Untuk mengembangkan prinsip ini kaitannya dengan perkembangan ke depan

    adalah dengan mengadakan research pendidikan, eksperimen pendidikan dan responsif terhadapperkembangan bangsa-bangsa lain. Sehingga pendi- dikan yang disebut sebagai prosesperubahan yang dikehendaki pada tingkah laku individu dapat terrealisasi. Dalam kaitanini-perubahan tingkah laku- dalam tujuan pendidikan meliputi: pengetahuan, konsep,pikiran, kemahiran, nilai-nilai, adat kebiasaan dan sikap pelajar. Lih. Ibid, him. 442-443.

    17Kemunculan ini ditandai dengan semakin banyaknya hasil-hasil pe- nelitianyang dipublikasikan melalui jurnal-jurnal kependidikan.-J. L. Goodlad, “Curriculum asa Fild of Study”, dalam A. Lewy, (Ed), The International Encyclopedia of Curriculum, Toronto:Pergamon Press, 1991, him. 185.

    l8Kurikulum adalah rencana pengajaran yang isinya sejumlah mata pelajaranyang disusun secara sistematis yang diperlukan sebagai syarat untuk menyelesaikanprogram tertentu. Crow and Crow, Pengantar Ilmu

    1 4 Sejarah Pendidikan Islam

  • kajian ilmiah baru pada awal abad ke-20.19 Kurikulum pen- didikanIslam klasik hanya berkisar pada bidang studi ter- tentu.20 Ilmu-ilmuagama mendominasi kurikulum di lembaga formal dengan matapelajaran hadis dan tafsir, fiqih, retorika dakwah21 (dianggap sebagaisesuatu yang sangat penting dalam dunia pendidikan klasik),22 ilmukalam, ilmu filsafat dan ilmu-ilmu hellenis.

    Namun dengan perkembangan sosial dan kultural, isi kurikulumsemakin meluas. Dengan perkembangan ini diperlukan prinsip-prinsipumum yang menjadi dasar dalam penyusunan kurikulum pendidikanIslam. Dalam meletakkan cetak biru (blue print) pendidikan Islam adalahdengan meng- integrasikan ajaran-ajaran ideologi dan pandangan Islamsecara menyeluruh ke dalam mata pelajaran (subject matter)

    Pendidikan, Yogyakarta: Rake Sarasin, 1990, hlm. 75. Lih. pula Abdurrahman SalehAbdullah, Educational Theory Qur’ani Outlook, Makkah Al-Mukarra- mah: Ummul QuraUniversity, tt, him. 123, dan literatur-literatur lain yang membahas pendidikan.

    19G. A. Beuchamp, Curriculum Theory, Wilmete: The Kagg Press, 1968, hlm. 26.“Kurikulum masa klasik dapat dilihat ketika nabi berada di Madinah.

    Kurikulum pelajaran meliputi: belajar menulis, membaca Alquran, keimanan, ibadah,akhlak, dasar ekonomi, dasar politik dan kesatuan. Lih. Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikandalam Persfektif Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992, hlm. 53.

    2lRetorika ini terbagi tiga cabang, yaitu: al-Ma’ani(membahas perbedaan kalimatdan melafalkannya), al-Bayan (mengajarkan seni mengekspresikan ide-ide dengan fasihdan tidak mengandung arti ganda), dan al-Badi’ (mem- bahas tentang kata-kata indahdan hiasan kata-kata dalam pidato). Hanun Asroh, op. cit., hlm. 76.

    “Carles Michael Stanton, Higler Learning in Islami the Classical Period. A.. D. 700-1300,Meryland: Rowman and Littlefield Publisher, 1990. him. 43.

    Prinsip-prinsip Umum Pendidikan Islam 15

  • pada kurikulum di sekolah.23 Dalam penyusunan kurikulum tersebutdapat dilihat dari prinsip-prinsip sebagai berikut:

    1. Ruh Islamiyah

    Setiap yang berkaitan dengan kurikulum-termasuk falsa- fah,tujuan, metode dan lainnya-harus berdasar pada agama dan akhlakIslam. Terisi dengan jiwa agama Islam dan bertujuan untukmencapai tujuan-tujuan spiritual dan akhlak dalam membina pribadimukmin.24

    2. Universal

    Antara tujuan dan kandungan kurikulum harus meliputi segalaaspek. Apabila tujuan meliputi segala aspek pribadi pelajar,kandungannya juga meliputi segala aspek yang ber- guna untukmembina pribadi pelajar yang berpadu dan bermanfaat bagiperkembangan masyarakat.25

    3. Balancing

    Antara tujuan dan kandungan kurikulum harus memilikikeseimbangan (balance) dalam penyusunannya. Agama Islam yangmerupakan sumber ilham kurikulum dalam mencip- takan falsafahdan tujuan-tujuannya menekankan kependngan duniawi dan ukhrawidengan memperhatikan perkembangan

    23Lih. Azyumardi Azra, Esei-Esei Intelektual Muslim..., op, cit., hlm. 23-24.24Lih. Omar Mohammad Al-Toumy Al- Syaibany, op. cii, hlm. 520.25Dalam perkembangan'masyarakat ini perlu diperhatikan perkem- bangan

    spiritual, ke'budayaan, sosial, ekonomi dan politik, termasuk ilmu- ilmu agama, bahasa,kemanusiaan, fisik, praktis, profesional, seni rupa dan lain- lain. Lih. Ibid.

    16 Sejarah Pendidikan Islam

  • Prinsip-prinsip Umum Pendidikan Islam 17 .

    26Lih. Ibid, hlm. 521.27Lih. Husein Sulaiman Qurah,Al-UshulAl-Tarbawiyah fi BinaAl-Manahij, Cairo: Dar Al-

    Ma’arif, 1975, hlm. 47-49.28Metode pengajaran adalah rentetan terarah bagi guru yang menyebab- kan

    timbulnya proses belajar pada murid-murid atau jalan yang dengannya pelajaran itumenjadi terkesan. Edgard Gruce Wesley, Teaching Social Studies in High School, Boston: USAPress, 1950, hlm. 421. Ghunaimah mengatakan bahwa metode pengajaran adalah cara-caraguru yang praktis dalam men- jalankan tujuan-tujuan dan maksud-maksud pengajaran.Moh. Abd. Rahim Ghunaimah, Tarikh al-]ami’at al-Islamiyah al-Kubra, Maroko: Dar al-Tiba’ah al-Mughribiyah, 1953, hlm. 77.

    jasmani, akal, jiwa dan kebutuhan-kebutuhan lainnya.26

    4. Sesuai dengan perkembangan psikologis

    Prinsip ini berkaitan dengan bakat, minat, kemampuan pelajar,kebutuhan pelajar dan kondisi realitas lingkungan alam sekitar dimana pelajar itu hidup dan berinteraksi.

    5. Memperhatikan lingkungan sosial

    Dalam lingkungan sosial ini, kurikulum harus akomodatifdalam proses pemasyarakatan (socialisation) bagi pelajar, penyesuaianmereka dengan lingkungannya, kebiasaan dan sikap, cara berpikirdan tingkah laku, kerja sama dan tanggung jawab serta pengorbananpada lingkungannya. Bagi masya- rakat, kurikulum harusakomodatif untuk ikut mengembang- kan dan mengubahmasyarakat ke arah yang lebih baik.27

    3. Metode Pendidikan IslamMetode28 merupakan aspek penting untuk mentransfer ilmu

    pengetahuan dari guru kepada siswa. Sehingga terjadi

  • 18 Sejarah Pendidikan Islam

    proses internalisasi dan pemilikan ilmu oleh siswa. Dalam pendidikanIslam, metode mendapat perhatian yang sangat besar. Alquran danal-Sunnah sebagai sumber ajaran Islam berisi petunjuk dan prinsip-prinsip yang dapat diinterpre- tasikan menjadi konsep tentangmetode ini.

    Signifikansi metode ini mengakibatkan guru harus memahamiproses belajar dan metode mengajar serta memahami syarat-syaratberlakunya proses belajar dan juga prinsip-prinsip umum yangmenjadi dasar bagi teori-teori dalam proses belajar-mengajar.Adapun prinsip-prinsip yang harus diketahui dalam metodependidikan Islam itu adalah:

    a. Prinsip kesesuaian dengan psikologi anak

    Metode yang dikembangkan oleh pendidik harusmemperhatikan motivasi, kebutuhan, minat dan keinginan siswadalam proses belajar. Menggerakkan motivasi yang terpendam,sekaligus menjaga dan memeliharanya, sehingga menjadikan pelajartermotivasi belajar lebih aktif.

    Dalam menumbuhkan dan memelihara motivasi ini, pendidikharus mengakulturasikan atau memadukan antara persuation dandetermination supaya anak didik tidak lemah dan tidak pula memilkisifat kekerasan.29 Suatu ungkapan menarik mengenai permasalahanini dapat dikemukakan sebagaimana perkataan Ali r.a. “Dalam hatiada syahawat, sifat ingin dan sifat benci. Datangilah ia sewaktu iasedang ingin. Sebab kalau hati dipaksa ia akan jadi buta”.30

    29Lih. Omar Muhammad Al-Toumy Al-Syaibani, op. cit, hlm. 595.30Muhammad Abu Zahrah, Tanzjm al-lslam li al-Mujtama’, Cairo: Maktabah al-Masriya,

    tt., hlm. 187.

  • b. Menjaga tujuan pelajaran

    Tujuan pelajaran yang telah diketahui oleh siswa perlu dijaga dandikembangkan bahkan membimbingnya sehingga ia menyukaipelajaran. Tugas utama guru dalam hal ini adalah menolong muriduntuk menentukan tujuannya dalam belajar dan menjaga tujuanpelajaran tersebut dalam proses belajar mengajar.31

    c. Memelihara tahap kematangan

    Menjaga tahap kematangan murid dalam proses belajardimaksudkan agar usaha pengajaran dapat mencapai pada titikoptimal dan memungkinkan pelajar mengambil manfaat dari usaha-usaha pendidikan yang diberikan.32 Dengan demi- kian, pengajaranyang disampaikan sesuai dengan akal, tahap pengamatan danpemahaman siswa. Juga dapat dikemuka- kan, dengan memeliharatahap kematangan ini proses belajar mengajar dapat berlangsungdengan enjoy dan menciptakan kesan yang baik bagi diri siswa.

    d. Partisipasi praktikal

    Penekanan dalam prinsip ini adalah pada amal (action) untukmenanamkan dan meneguhkan tujuan pelajaran. Dalam tercapainya“perubahan” dalam pendidikan dapat diketahui melalui tingkah lakudan metode pelaksanaannya melalui pengamalan dan partisipasi yangberulang-ulang.33

    31Lih. Omar Muhammad Al-Toumy Al-Syaibany, loc. cit. 32lbid, hlm. 598.33Lih. Ibid' hlm. 604

    Prinsip-prinsip Umum Pendidikan Islam 19

  • 4. Murid dan Guru dalam Pendidikan Islam

    Mengawali pembahasan ini lebih dahulu kita harus me- lihat polahubungan guru34 dan murid.35 Dari semua penger- tian pendidikanterlihat penekanan pendidikan Islam pada “bimbingan” bukan“pengajaran” yang mengandung konotasi otoritatif pihak pelaksanaanpendidikan. Dengan bimbingan sesuai dengan ajaran Islam, makaanak didik mempunyai ruang gerak yang cukup luas untukmengaktualisasikan segala potensi yang dimilikinya.

    Di sini seorang guru lebih berfungsi sebagai “fasilitator” ataupetunjuk jalan ke arah penggalian potensi anak didik. Dengandemikian, guru bukanlah segala-galanya, sehingga cenderungmenganggap anak didik bukan apa-apa; manusia yang masih kosongyang perlu diisi.36

    Dengan kerangka dasar pengertian dan hubungan murid danpendidik dapat pula sekaligus dihindari apa yang disebut bankingconcept37 dalam pendidikan yang banyak dikritik

    34Guru adalah orang yang bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaranyang ikut bertanggung jawab dalam membantu anak-anak mencapai kedewasaanmasing-masing. Hadari Nawawi, Organisasi, Sekolah dan Pengelolaan Kelas, Jakarta: HajiMasagung, 1989, hlm. 122.

    35Ada tiga istilah yang dipakai dalam bahasa Arab yang menunjuk pada murid,yaitu: Pertama, murid, secara harfiyah adalah orang yang menginginkan ataumembutuhkan sesuatu. Kedua, tilmidz yang berarti murid, dan yang ketiga adalah thalib al-’ilmyang berarti yang menuntut ilmu,-pelajar atau mahasiswa. Lih. Abuddin Nata op. cit.,hlm. 79.

    ’'Azyumardi Azra, Pendidikan Islam..., op. cit., hlm. 6.37Banking Concept of Education adalah salah satu istilah yang diperkenal- kan Paula

    Preire. Konsep ini merupakan suatu gejala di mana guru berlaku sebagai penyimpanyang memperlakukan murid sebagai tempat penyim-

    20 Sejarah Pendidikan Islam

  • sekarang ini. Dari pola hubungan guru dan murid ini dapatlahdikemukakan prinsip-prinsip umum yang mendasari, yaitu:

    a. Prinsip humanistik

    Dalam kegiatan proses belajar mengajar, dominasi tidak beradapada guru saja dan bukan pula pada siswa, akan tetapi prosespembelajaran itu berlangsung dengan dasar-dasar kemanusiaan.Mengajar anak didik dengan rendah hati dan memberikan petunjukdan mengarahkannya sesuai dengan kecenderungan-kecenderunganpemikiran anak didik.38

    b. Prinsip egaliter

    Dalam prinsip ini bukanlah guru yang menduduki posisi tinggidan murid dianggap sebagai yang terendah, akan tetapi antara gurudan murid berada dalam posisi yang sama yang memiliki kesederajatandalam pembelajaran. Dan bukan pula seperti yang dikemukakan olehBullet, bahwa ciri pendidikan Islam klasik adalah teacher oriented,sehingga kualitas suatu pendidikan tergantung pada guru,39 akantetapi all oriented (berorientasi pada guru dan murid) dan tentu pulakualitas pendidikan itu bergantung pada guru dan murid.

    Prinsip-prinsip Umum Pendidikan Islam 21

    panan-semacam bank-yang kosong yang karenanya perlu diisi. Dalam proses seperti inimurid tidak lebih sebagai gudang, yang tak kreatif sama sekali. Murid dianggap beradadalam kebodohan absolut (absolute ignurance). Ini merupakan suatu penindasan kesadaranmanusia. Lih. Ibid, hlm. 7.

    38Lih. Ahmad Syalabi, Sejarah Pendidikan Islam, Terj. Muchtar Yahya dan Sanusi Latif,Jakarta: Bulan Bintang, 1973, hlm. 298.

    39Richard W. Bullet, The Petrician of Nishaper: a Study in Medieval Islamic Social History,Harvard: Harvard University Press, 1972, hlm. 54.

  • 22 Sejarah Pendidikan Islam

    c. Prinsip demokratis

    Dalam sistem pembelajaran, pendidik memiliki sifat yang baik,terbuka dan tidak bersifat otoriter. Sikap keter- bukaan antara gurudan murid merupakan hal pokok yang perlu dikembangkan. Dalamproses belajar mengajar, murid bebas mengeluarkan pendapat, baikuntuk bertanya maupun mengkritik guru, dan berada pada bingkainorma-norma religi. Dengan prinsip seperti ini, kreativitas anakdapat terbongkar dan hasil belajar pun akan berpeluang besar padaskala tinggi.

    5. Lingkungan Pendidikan IslamLingkungan pendidikan40 menunjuk pada situasi dan kondisi

    yang mengelilingi dan mempunyai pengaruh terhadap perkembanganpribadi murid. Tegasnya, lingkungan pendi- dikan adalah suatuinstitusi dan tempat yang mempengaruhi di mana proses belajar ituberlangsung.

    Dalam praktiknya, sejarah lingkungan pendidikan Islam adalahrumah, masjid, perpustakaan, kuttab, madrasah dan universitas.Lingkungan pendidikan ini berfungsi untuk menunjang terjadinyaproses belajar mengajar dengan aman, tertib dan berkelanjutan.41

    Karena mengajar adalah mem- bimbing murid bukan transformasiilmu saja, guru harus

    40Lingkungan pendidikan dibagi dua. Pertama, milieu (lingkungan seki-

    tar) adalah segala keadaan, benda, orang, serta kejadian di sekitar anak didik. Kedua,pusat-pusat pendidikan adalah tempat, organisasi dan kumpulan manusia sebagaisarana pendidikan. Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Logos, 1999, hlm. 209.

    41Lih. Abuddin Nata, op. cit., hlm. 112.

  • mengatur lingkungan belajar sebaik-baiknya sehingga ter- ciptasyarat-syarat yang baik dan menjauhkan dari pengaruh yang buruk.

    Secara umum, prinsip lingkungan dalam mengajar sangatmenekankan pada integrasi anak dengan lingkungannya,42 sehinggaanak didik dapat menyesuaikan diri dengan norma-norma kehidupandi mana dia berada.

    Usaha yang dapat dilakukan dalam melaksanakan prinsiplingkungan dalam pengajaran adalah:a. Memberikan pengetahuan tentang lingkungan anak dan dari

    sinilah pengetahuan agama anak diluaskan.b. Mengusahakan agar alat yang digunakan berasal dari

    lingkungan yang dikumpulkan, baik oleh guru maupun siswa.c. Mengadakan karya wisata ke tempat-tempat yang dapat

    mendukung untuk memperluas wawasan pengetahuan agamadan keimanan siswa.

    d. Memberi kesempatan pada anak untuk melaksanakan sesuaidengan kemampuannya melalui bacaan dan obser- vasi danlainnya.43

    6. Evaluasi Pendidikan IslamRangkaian akhir dari komponen suatu pendidikan adalah

    evaluasi.44 Evaluasi dalam pendidikan Islam telah mengga-

    42Lih. Zakiyah Daradjat, dkk, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, Jakarta: BumiAksara, 1995, hlm. 129-130 43Ibid, him. 130.

    44Evaluasi adalah suatu proses tindakan untak menentukan segala

    Prinsip-prinsip Umum Pendidikan Islam 23

  • riskan tolok ukur yang serasi dengan tujuan pendidikan, yaitutujuan jangka pendek dan jangka panjang. Tujuan jangka pendekadalah membimbing manusia agar hidup selamat di dunia,sedangkan tujuan jangka panjang adalah mem- bimbing manusiauntuk kesejahteraan akhirat.

    Kedua tujuan di atas menyatu dalam sikap dan tingkah lakuyang mencerminkan akhlak mulia. Sebagai tolok ukur dari akhlakmulia itu dapat dilihat dari cerminan tingkah lakunya dalamkehidupan sehari-hari.43

    Berkenaan dengan hal di atas, dalam pelaksanaan evaluasiperlu diperhatikan beberapa prinsip sebagai dasar pelaksanaanpenilaian. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut:

    a. Prinsip objektivitas

    Pemberian nilai yang dilakukan pendidik merupakan bagianintegral dari proses belajar mengajar. Evaluasi dida- sarkan atashasil pengukuran yang komprehensif yang meliputi aspek kognitif,afektif, dan psikomotorik.46 Dalam Islam, penilaian ini meliputipenilaian pada segi ucapan, perbuatan, dan hati sanubari, yangdikenal dengan istilah

    sesuatu yang ada hubungannya dengan pendidikan. Yuyun Nurkancana dan PPNSumantara, Evaluasi Pendidikan, Surabaya: Usaha Nasional, 1986, hlm. 1. Lih. pulaSuharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 1991, hlm. 3.Lih. pula M. Ngalim Purwanto, Prinsip- Prinsip dan Teknik-Teknik Evaluasi Pengajaran,Bandung: Remaja Rosdakarya,

    1992, hlm. 3.45Jalaluddin dan Usman Said, Filsafat Pendidikan Islam: Konsep dan Perbandingan

    Pemikirannya, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1996, hlm. 58-59.46A. Tabrani Rusyan, dkk., Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar, Bandung Remaja

    Rosdakarya, 1992, hlm. 211.

    24 Sejarah Pendidikan Islam

  • Prinsip-prinsip Umum Pendidikan Islam 25

    qauliyah,fi’liyah dan qalbiyah.47 Ini erat kaitannya dengan kualitas imanseseorang.

    b. Prinsip keadilan

    Keadilan merupakan pokok penting yang harus diper- hatikanseorang guru dalam evaluasi. Tidak terjadi ketim- pangan-ketimpangan. Dalam proses pemberian nilai ini ada dua macampenilaian yang perlu diperhatikan, yaitu peni- laian norm referenced danorientation referenced. Yang pertama berkaitan dengan hasil belajarsedang yang kedua berkaitan dengan penempatan.48

    c. Prinsip kejujuran

    Dalam proses penilaian, seorang guru harus mengatakansesuatu sesuai dengan realitas konkretnya,49 tanpa mengurangi danmenambah esensi kebenarannya. Orang yang menilai seperti inidalam Islam disebut dengan shadiq.50 Dengan demikian, seorang guruyang melakukan penilaian harus meyakini terhadap hasilpenilaiannya. Perlu diingat, guru tidak boleh menilai sesuatu yangbelum diketahui secara pasti51 (sesuatu yang masih diragukan).

    47Sayyid Sabiq, Al-Aquid al-lslamiyah, terj. Muhammad Abdai Rathomy, (AqidahIslam Pola Hidup Manusia Beriman), Bandung: Diponegoro, 1977, hlm. 17.

    48Lih. Ibid.49 Ahmad Amin, Al-Akhlaq, terj. Farid Mu’arif dengan judul ilmu Akhlak,

    Jakarta: Bulan Bintang, 1975, hlm. 68.50Ali Hasan, Tuntunan Akhlak, Jakarta: Bulan Bintang, 1978, hlm. 44. 51Lih.Abuddin Nata, op.cit., hlm. 141.

  • 26 Sejarah Pendidikan Islam

    d. Prinsip keterbukaan

    Penilaian yang berkaitan dengan tujuan akhir proses belajarmengajar dilakukan dengan sistem penilaian keter- bukaan. Dalamartian, penilaian tersebut mempergunakan sistem yang jelas,sistematis dan teratur, sehingga tidak me- nimbulkan sikapkebingungan bagi murid.52

    C. KESIMPULANPendidikan adalah sesuatu yang esensial bagi manusia.

    Manusia bisa menghadapi alam semesta demi memperta- hankanhidupnya agar tetap survive melalui pendidikan. Karena pentingnyapendidikan, Islam menempatkan pen- didikan pada kedudukannyayang penting dan tinggi dalam doktrinnya.

    Mengingat pentingnya pendidikan tersebut, sesuai denganuraian di atas, agar tidak terjadi miss discussion dalam pelaksanaanpendidikan tersebut pada anak dan untuk mencapai tujuanpendidikan, diperlukan prinsip-prinsip yang mendasari pendidikantersebut. Adapun prinsip-prinsip tersebut adalah:

    1. Prinsip-prinsip yang mendasari tujuan pendidikan Islamadalah prinsip universal (menyeluruh), keseimbangan dankesederhanaan, kejelasan, realisme dan realisasi, sertadinamisme. Adapun prinsip-prinsip yang mendasari kurikulumpendidikan Islam itu adalah prinsip ruh Isla- miyah, universal,balancing, kesesuaian dengan perkem-

    52Lih. A. Tabrani Rusyan, dkk., op. cit., hlm. 212.

  • Prinsip-prinsip Umum Pendidikan Islam 27

    bangan psikologis anak dan prinsip memperhatikan lingkungansosial.

    2. Prinsip yang mendasari metode pendidikan Islam ada- lah prinsipkesesuaian dengan psikologi anak, menjaga tujuan pelajaran,memelihara tahap kematangan dan prinsip partisipasi praktikal.Sedangkan prinsip-prinsip yang mendasari murid dan guru dalampendidikan Islam adalah prinsip humanistik, prinsip egaliter danprinsip demokratis.

    3. Prinsip-prinsip yang mendasari lingkungan pendidikan Islamsecara umum adalah adanya integrasi anak terha- dap lingkungansehingga dia merasakan bahwa dirinya bagian dari lingkungan.Sedangkan prinsip-prinsip yang mendasari evaluasi pendidikanIslam adalah prinsip objek- tivitas, keadilan, kejujuran dan prinsipketerbukaan.

  • BAB III

    Lembaga-lembaga Pendidikan IslamSebelum Madrasah

    A. PENDAHULUANAgama Islam yang diwahyukan kepada Nabi Muham- mad Saw

    mengandung implikasi kependidikan yang bertu- juan untukmenjadi rahmat bagi sekalian alam. Dalam agama Islam terkandungsuatu potensi yang mengacu kepada dua fenomena perkembangan, 1

    yaitu: Pertama, potensi psikologis dan paedagogis yangmempengaruhi manusia untuk men- jadi pribadi yang berkualitasbijak dan menyandang derajat mulia melebihi makhluk-makhluklainnya. Kedua, potensi pengembangan kehidupan manusia sebagaikhalifah di muka bumi yang dinamis dan kreatif serta responsifterhadap lingkungan sekitarnya, baik yang alamiah maupun yangijtima’iyah, di mana Tuhan menjadi potensi sentral perkem-bangannya.

    Untuk mengaktualisasikan dan memfungsikan potensi tersebutke dalam pribadi manusia diperlukan upaya kepen-

    1 Muzayin Arifin, Pendidikan Islam dalam Anis Dinamika Masyarakat, Jakarta GoldenTerayobn Press, tt., hlm. 6.

    29

    fatchulTypewritten textOleh: Susari

  • 30 Sejarah Pendidikan Islam

    didikan yang sistematis dan terencana dengan baik sehingga dapatmenghasilkan pribadi manusia yang berkualitas.

    Dalam sejarah awal perkembangan Islam, pendidikan Islamsebagaimana yang telah dilaksanakan oleh Nabi Muhammad Saw.adalah merupakan upaya pembebasan manusia dari belenggu aqidahyang sesat yang dianut oleh kelompok Quraisy dan upayapembebasan manusia dari segala bentuk penindasan suatu kelompokterhadap kelom- pok lain yang dipandang rendah status sosialnya.Dengan menginternalisasikan nilai keimanan berdasarkan tauhid,segala kepercayaan yang sesat itu dapat dibersihkan dari jiwamanusia sehingga tauhid menjadi landasan yang kokoh dalamkehidupan manusia.

    Metode yang dipergunakan oleh Nabi Muhammad Saw. adalahpersonalisasi berdasarkan pendekatan personal-indi- vidual, kemudianmeluas ke arah pendekatan keluarga yang pada gilirannya meluas kearah pendekatan sosiologis (masyarakat). Pendekatan personal,keluarga, dan masyara- kat tersebut merupakan proses ke arahpendekatan sistemik yang memandang bahwa orang per orangmerupakan bagian dari unit keluarga, sedangkan keluarga menjadisubsistem masyarakat, dan masyarakat semakin berkembang menjadimakro-sistem dalam bentuk negara.

    Kebutuhan prioritas pendidikan pada masa itu adalahpenanaman dan penumbuhan akidah tauhid yang berproses selama10 tahun pada periode Makkah, kemudian, disusul denganpembinaan masyarakat dalam praktik ibadah pada periode Madinahselama 13 tahun lebih. Dalam periode ini pendidikan Islammenyertakan peranan sanksi-sanksi hukum-

  • an dan ganjaran pada individu dan masyarakat atas tanggungjawabnya dalam mempraktikan ajaran Islam. Pendekatan sistemikIslami dari Nabi Muhammad Saw. didasarkan pada hikmah danmauidhah hasanah dengan metode targhib dan tarhib yangdidramatisasikan melalui uswatun hasanah yang pada akhirnya barupenerapan sanksi-sanksi.

    Walaupun pada zaman Nabi Muhammad Saw. memim pinmasyarakat Makkah dan Madinah belum muncul lembagapendidikan semacam madrasah sebagaimana yang dikem bangkanoleh Nizam al-Mulk, perdana menteri pada masa dinasti Saljuk(1065-1067), tapi pendidikan Islam secara institusional telahberproses secara mapan. Dalam makalah ini, dengan menggunakanmetode deskriptif-analitis, penulis mencoba menguraikan lembaga-lembaga pendidikan Islam yang ada sebelum kebangkitan madrasah.

    B. LEMBAGA-LEMBAGA PENDIDIKAN SEBELUM MADRASAHPada umumnya lembaga pendidikan Islam sebelum madrasah di

    masa klasik diklasifikasikan atas dasar muatan kurikulum yangdiajarkan. Dalam hal ini, kurikulumnya meliputi pengetahuan agamadan pengetahuan umum. Atas dasar ini, lembaga pendidikan Islamdi masa klasik menurut Charles Michael Stanton2 digolongkan kedalam dua bentuk, yaitu lembaga pendidikan formal dan nonformal,di mana yang pertama mengajarkan ilmu pengetahuan agama danyang kedua mengajarkan pengetahuan umum, termasuk

    2Charles Michael Stanton, Higher Learning in Islam: the Classical Period, AD 700-1300,Maryland, 1990, hlm. 122.-

    Lembaga-lembaga Pendidikan Islam Sebelum Madrasah 31

  • 32 Sejarah Pendidikan Islam

    filsafat. Sementara George Makdisi3 dalam hal yang samamenyebutnya sebagai lembaga pendidikan eksklusif (tertu- tup) danlembaga pendidikan inklusif (terbuka). Tertutup, artinya hanyamengajarkan pengetahuan agama, dan ter- buka, artinya menawarkanpengetahuan umum.

    Adapun lembaga-lembaga pendidikan Islam yang ada sebelumkebangkitan madrasah pada masa klasik adalah sebagai berikut:

    1. ShuffahPada masa Rasulullah Saw. shuffah adalah suatu tempat yang

    telah dipakai untuk aktivitas pendidikan.4 Biasanya tempat inimenyediakan pemondokan bagi pendatang baru dan mereka yangtergolong miskin. Di sini para siswa diajar- kan membaca danmenghafal Alquran secara benar dan hukum Islam di bawahbimbingan langsung dari nabi. Pada masa itu setidaknya telah adasembilan shuffah yang tersebar di kota Madinah. Salah satu diantaranya berlokasi di samping Masjid Nabawi. Rasulullah Saw.mengangkat Ubaid ibn Al-Samit sebagai guru pada sekolah shuffah diMadinah. Dalam perkembangan berikutnya, sekolah shuffah jugamenawarkan pelajaran dasar-dasar berhitung, kedokteran,astronomi, geneologi, dan ilmu fonetik.

    3George Makdisi, Typology ofl nstitutions of Learning dalam An Antology Studies olehIssa J. Boullata, Montreal: McGill Indonesia IAIN Develop- ment Project, 1992, hlm.16.

    4Abuddin Nata (terj.), 'Pemikiran Pendidikan Islam pada Abad Pertengahan, Canada:Montreal, 2000, hlm. 12.

  • 2. Kuttab/MaktabKuttab/maktab berasal dari kata dasar yang sama, yaitu kataba

    yang artinya menulis. Sedangkan 'kuttab/maktab berarti tempatuntuk menulis, atau tempat di mana dilang- sungkan kegiatan tulismenulis5. Kebanyakan para ahli sejarah pendidikan Islam sepakatbahwa keduanya meru- pakan istilah yang sama, dalam arti lembagapendidikan Is- lam tingkat6 dasar yang mengajarkan membaca danmenulis kemudian meningkat pada pengajaran Alquran dan penge-tahuan agama tingkat dasar. Namun Abdullah Fajar membe-dakannya, ia mengatakan bahwa maktab adalah istilah untuk zamanklasik, sedangkan kuttab adalah istilah untuk zaman modern.7

    Philip K. Hitti mengatakan bahwa kurikulum pendidikan dikuttab ini berorientasi kepada Alquran sebagai suatu texbook. Halini mencakup pengajaran membaca dan me- nulis, kaligrafi,gramatikal bahasa Arab, sejarah nabi hadis, khususnya yangberkaitan dengan Nabi Muhammad Saw. Mengenai kurikulum iniAhmad Amin pun menyepakatinya.8

    Sejak abad ke-8 M, kuttab mulai mengajarkan penge- tahuanumum di samping ilmu agama. Hal ini terjadi akibat adanyapersentuhan antara Islam dengan warisan budaya

    5Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1997, hlm. 89.

    6A. Shalabi, History of Moslem Education, Beirut, 1954, hlm. 16.7Abdullah Fajar, Peradaban dan Pendidikan Islam, Jakarta: Rajawali Pers, 1996, hlm.

    16.8A. Shalabi, op.cit, hlm. 17.

    Lembaga-lembaga Pendidikan Islam Sebelum Madrasah 33

  • 34 Sejarah Pendidikan Islam

    Helenisme sehingga banyak membawa perubahan dalam bidangkurikulum pendidikan Islam. Bahkan dalam perkem- banganberikutnya kuttab dibedakan menjadi dua, yaitu kuttab yangmengajarkan pengetahuan nonagama (secular learning) dan kuttab yangmengajarkan ilmu agama (religius learning) 9

    Dengan adanya perubahan kurikulum tersebut dapat dikatakanbahwa kuttab pada awal perkembangan merupa- kan lembagapendidikan yang tertutup dan setelah adanya persentuhan denganperadaban Helenisme menjadi lembaga pendidikan yang terbukaterhadap pengetahuan umum, termasuk filsafat.

    Mengenai waktu belajar di kuttab, Mahmud Yunus10

    menyebutkan dimulai hari Sabtu pagi hingga Kamis siang denganwaktu sebagai berikut:

    1. Alquran : Pagi s.d. Dhuha2. Menulis : Dhuha s.d. Zuhur3. Gramatikal Arab, : Ba’da Zuhur s.d. siang

    Matematika, Sejarah

    3. HalaqahHalaqah artinya lingkaran. Artinya, proses belajar me- ngajar di

    sini dilaksanakan di mana murid-murid melingkari gurunya. Seorangguru biasanya duduk di lantai menerang

    9Hanun Asrohah, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Logos, 1999, hlm. 49.

    l0Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Mutiara, 1966, hlm. 15.

  • Lembaga-lembaga Pendidikan Islam Sebelum Madrasah 35

    kan, membacakan karangannya, atau memberikan komentar atas karyapemikiran orang lain. Kegiatan halaqah ini bisa terjadi di masjid atau dirumah-rumah.11 Kegiatan di halaqah ini tidak khusus untukmengajarkan atau mendiskusikan ilmu agama, tetapi juga ilmupengetahuan umum, termasuk filsafat. Oleh karena itu, halaqah inidikelompokkan ke dalam lembaga pendidikan yang terbuka terhadapilmu pengeta- huan umum. Dilihat dari segi ini, halaqah dikategorikanke dalam lembaga pendidikan tingkat lanjutan yang setingkat dengancollege.

    Istilah majlis telah dipakai dalam pendidikan sejak abad pertamaIslam. Mulanya ia merujuk pada arti tempat-tempat pelaksanaanbelajar mengajar. Pada perkembangan berikutnya di saat duniapendidikan Islam mengalami zaman keemasan, majlis berarti sesi dimana aktivitas pengajaran12 atau diskusi berlangsung. Danbelakangan majlis diartikan sebagai sejum- lah aktivitas pengajaran,sebagai contoh, majlis Al-Nabi, artinya majlis yang dilaksanakan olehnabi, atau majlis Al- Syafi’i artinya majlis yang mengajarkan fiqihimam Syafi’i.

    Seiring dengan perkembangan pengetahuan dalam Islam, majlisdigunakan sebagai kegiatan transfer ilmu pengetahuan sehinggamajlis banyak ragamnya. Menurut Muniruddin Ahmed ada 7 macammajlis, sebagai berikut:13

    11Hanun Asrohah, op. cit., hlm. 49.12Ibid., hlm. 51.

    13Ibid.

    4. Majlis

  • 36 Sejarah Pendidikan Islam

    a. Majlis al-HadisMajlis ini biasanya diselenggarakan oleh ulama/guru yang ahli

    dalam bidang hadis. Ulama tersebut membentuk majlis untukmengajarkan ilmunya kepada murid-muridnya. Majlis ini bisaberlangsung antara 20 - 30 tahun. Dan jumlah peserta yangmengikuti majlis ini dapat mencapai ratusan ribu orang, sepertimajlis yang disampaikan oleh Ashim ibn Ali di Masjid al-Rusafadiikuti oleh 100.000 sampai 120.000 orang.

    b. Majlis al-TadrisMajlis ini biasanya menunjuk kepada majlis selain dari- pada

    hadis, seperti majlis fiqih, majlis nahwu, atau majlis kalam.

    c. Majlis al-MunazharahMajlis ini biasanya dipergunakan sebagai sarana untuk

    perdebatan mengenai suatu masalah oleh para ulama. Me- nurutSyalabi, khalifah Muawiyah sering mengundang para ulama untukberdiskusi di istananya, demikian juga khalifah Al-Ma’mun daridinasti Abasiyah. Di luar istana, majlis ini ada yang dilaksanakansecara kontinu dan spontanitas, bahkan ada yang berupa kontesterbuka di kalangan ulama. Untuk model ini biasanya hanya dipakaiuntuk mencari popularitas ulama saja.

    d. Majlis al-MuzakarahMajlis ini. merupakan inovasi dari murid-murid yang belajar

    hadis. Majlis ini diselenggarakan sebagai sarana untuk berkumpuldan saling mengingat dan mengulang pelajaran yang sudah diberikansambil menunggu kehadiran

  • Lembaga-lembaga Pendidikan Islam Sebelum Madrasah 37

    guru. Pada perkembangan berikutnya, majlis-al-Muzakarah inidibedakan berdasarkan materi yang didiskusikan, yaitu meliputi:sanad hadis, materi hadis, perawi hadis, hadis- hadis dho’if, korelasihadis dengan bidang ilmu tertentu, kitab-kitab musnad.

    e. Majlis al-Syu’araMajlis ini adalah lembaga untuk belajar syair dan juga sering

    dipakai untuk kontes para ahli syair.

    f. Majlis al-AdabMajlis ini adalah tempat untuk membahas masalah adab yang

    meliputi puisi, silsilah, dan laporan bersejarah bagi orang-orangyang terkenal.

    g. Majlis al-Fatwa dan al-NazarMajlis ini merupakan sarana pertemuan untuk mencari

    keputusan suatu masalah di bidang hukum kemudian difatwa- kan.Disebut juga majlis al-Nazar karena karakteristik majlis ini adalahperdebatan antara ulama fiqih/hukum Islam.

    5. MasjidSemenjak berdirinya di zaman Nabi Saw. masjid telah menjadi

    pusat kegiatan dan informasi berbagai masalah kaum Muslimin, baikyang menyangkut pendidikan maupun sosial ekonomi. Namun, yanglebih penting adalah sebagai lembaga pendidikan. Sebagai lembagapendidikan masjid pada awal perkembangannya dipakai sebagaisarana infor masi dan penyampaian doktrin ajaran Islam. 14

    14A. Shalabi, op. cit., hlm. 47.

  • 38 Sejarah Pendidikan Islam

    Perkembangan masjid sangat signifikan dengan per-kembangan yang terjadi di masyarakat. Terlebih lagi pada saatmasyarakat Islam mengalami kemajuan, urgensi ma- syarakatterhadap masjid menjadi semakin kompleks. Hal ini yangmenyebabkan karakteristik masjid berkembang menjadi dua bentuk,yaitu masjid tempat shalat Jum’at atau jami’ dan masjid biasa.15

    Jumlah jami’ lebih sedikit dibanding jumlah masjid. Pada abad ke-11M, di Baghdad hanya ada 6 jami’, sedangkan masjid jumlahnyamencapai ratusan. Demikian juga di Damaskus, sedikit sekali jumlahjami’ daripada masjid. Namun di Cairo jumlah jami’ cukup banyak.

    jami' maupun masjid keduanya digunakan sebagai sarana untukpenyelenggaraan pendidikan Islam. Namun jami’ biasanya memilikihalaqah-halaqah, majlis-majlis dan Zawi- yah-Zawiyah16

    Ada perbedaan penting antara jami’ dengan masjid. Jami’dikelola dan di bawah otoritas penguasa atau khalifah. Penguasaatau khalifah memiliki otoritas yang kuat dalam hal pengelolaanseluruh aktivitas jami’, seperti kurikulum, tenaga pengajar,pembiayaan dan lain-lain.

    Sementara masjid tidak berhubungan dengan keku- asaan.Namun demikian, baik jami’ maupun masjid termasuk lembagapendidikan setingkat college.

    l5Hanun Asrohah, op. cit., hlm. 57.16Zawiyah sama dengan kuttab dalam hal pendidikan dasar. Namun muatan

    kurikulum lebih tinggi karena memasukan pendidikan moral dan spiritual/tasawuf.Lihat Abdullah Fajar, op. cit., hlm. 16.

  • Kurikulum pendidikan di masjid biasanya merupakan tumpuanpemerintah untuk memperoleh pejabat-pejabat pemerintah, sepertiqodhi, khotib, dan imam masjid. Melihat keterkaitan antara masjid dankekuasaan dalam hal ini dapat dikatakan bahwa masjid merupakanlembaga pendidikan formal.17

    6. KhanKhan biasanya difungsikan sebagai penyimpanan barang-barang

    dalam jumlah besar atau sebagai sarana komersial yang memilikibanyak toko, seperti khan al-Narsi yang berlokasi di alun-alun Karkhdi Baghdad. Selain itu, khan juga berfungsi sebagai asrama untukmurid-murid dari luar kota yang hendak belajar hukum Islam disuatu masjid, seperti khan yang dibangun oleh Di’lij ibn Ahmad ibnDi’lij pada akhir abad ke-10 M di Suwaiqat Ghalib dekat maqamSuraij. Di samping fungsi di atas, khan juga digunakan seba- gaisarana untuk belajar privat.18

    7. Ribath

    Ribath adalah tempat kegiatan kaum sufi yang ingin menjauhkandiri dari kehidupan duniawi dan mengkonsen- trasikan diri untuksemata-semata ibadah. Juga memberikan perhatian terhadap kegiatankeilmuan yang dipimpin oleh seorang syaikh yang terkenal denganilmu dan kesalehannya. Pada perkembangan lebih lanjut, setelahmunculnya mad-

    17Hanun Asrohah, op. cit., hlm. 59.18Ibid, him. 64.

    Lembaga-lembaga Pendidikan Islam Sebelum Madrasah 39

  • 40 Sejarah Pendidikan Islam

    rasah, banyak madrasah yang dilengkapi dengan ribath-ribatb. Sejakmasa dinasti Saljuk, madrasah dan ribath diorganisir dalam satu gariskebijakan yang sama, yaitu kembali kepada ortodoksi sunni.

    8. Rumah-rumah UlamaRumah sebenarnya bukan tempat yang nyaman untuk kegiatan

    belajar mengajar. Namun para ulama di zaman klasik banyak yangmempergunakan rumahnya secara ikhlas untuk kegiatan belajarmengajar dan pengembangan ilmu pengetahuan.19 Hal ini umumnyadisebabkan karena ulama yang bersangkutan tidak memungkinkanmemberikan pe- lajaran di masjid, sedangkan para pelajar banyakyang berniat untuk mempelajari ilmu darinya. Setidaknya itulah yangdilakukan oleh Al-Ghazali ketika ia memilih kehidupan sufi,demikian juga Ali ibn Muhammad Al-Fasihi ketika ia dipecat dariMadrasah Nizhamiyah karena dituduh syi’ah dan juga Ya’qub ibnKillis.20

    9. Toko-toko Buku dan PerpustakaanToko-toko buku memiliki peranan penting dalam kegi- atan

    keilmuan Islam. Pada awalnya memang hanya menjual buku-buku,tapi berikutnya menjadi sarana untuk berdis- kusi dan berdebat,bahkan pertemuan rutin sering dirancang dan dilaksanakan di situ.21

    19A. Shalabi, op. cit., hlm. 29.20Ibid., hlm. 31.21 A. Shalabi, op. cit., hlm. 26.

  • Di samping toko buku, perpustakaan juga memiliki perananpenting dalam kegiatan transmisi keilmuan Islam. Penguasa-penguasabiasanya mendirikan perpustakaan umum, sedangkan perpustakaanpribadi biasanya dibangun oleh orang-orang kaya saja atau di istanaraja-raja.

    Seorang pelopor pendiri perpustakaan adalah khalifah Al-Ma’mun dari dinasti Abbasiyah, kemudian diikuti oleh penguasasetelahnya.

    10. Rumah SakitRumah Sakit pada zaman klasik bukan saja berfungsi sebagai

    tempat merawat dan mengobati orang-orang sakit, tetapi jugamendidik tenaga-tenaga yang berhubungan de- ngan perawatan danpengobatan. Pada masa itu, penelitian dan percobaan dalam bidangkedokteran dan obat-obatan juga dilaksanakan sehingga ilmukedokteran dan obat-obatan berkembang cukup pesat.

    Rumah Sakit juga merupakan tempat praktikum sekolahkedokteran yang didirikan di luar rumah sakit, tetapi ada juga sekolahkedokteran yang bersatu dengan rumah sakit Dengan demikianrumah sakit berfungsi juga sebagai lem- baga pendidikan. DiBaghdad, sampai pada tahun 1160 M terdapat 60 lembaga medis;Cairo mempunyai 5 rumah sakit. Sedangkan pusat lembaga medikketika itu ada di Spanyol, Cordove, dan Seville.22

    22Zuhairini, op. cit., hlm. 97.

    Lembaga-lembaga Pendidikan Islam Sebelum Madrasah 41.

  • 42 Sejarah Pendidikan Islam

    11. Badiab (Padang Pasir, Dusun Tempat Tinggal Badwi)Semenjak berkembang luasnya Islam, bahasa Arab banyak

    digunakan sebagai bahasa pengantar oleh bangsa-bangsa di luar Arabyang beragama Islam. Namun, bahasa Arab di situ cenderungkehilangan keaslian dan kemurniannya, karena mereka kurang fasihmelafazkannya dan kurang memahami kaidah-kaidah bahasa Arab,sehingga bahasa Arab menjadi bahasa pasaran.23 Namun tidakdemikian halnya di badiah- badiah. Mereka tetap mempertahankankeaslian dan kemur- nian bahasa Arab. Dengan demikian, badiah-badiah ini meru- pakan sumber bahasa Arab yang asli dan murni.

    Oleh karena itu, badiah-badiah menjadi pusat untuk pelajaranbahasa Arab yang asli dan murni. Sehingga banyak anak-anakkhalifah, ulama-ulama dan para ahli ilmu pengeta- huan pergi kebadiah-badiah dalam rangka mempelajari ilmu bahasa dankesusastraan Arab. Dengan begitu, badiah-badiah telah berfungsisebagai lembaga pendidikan.24

    C. KESIMPULANPada zaman Nabi Muhammad Saw. pendidikan Islam secara

    institusional telah berproses secara mapan dengan embrio modelpendidikan, seperti Halaqah, Majlis, Kuttab, Zawiyah dan lain-lain. Halini dimungkinkan mengingat pendidikan memiliki peranan strategisdalam rangka pena- naman nilai-nilai Islam kepada Masyarakat.

    23A. Shalabi, op. cit., hlm. 43.24Zuhairini, op. cit.

  • Kurikulum yang diajarkan pada lembaga pendidikan periodeawal hanyalah ilmu agama. Namun setelah adanya persentuhandengan peradaban Helenisme, maka materi pelajaran yangditawarkan tidak hanya ilmu agama, tetapi juga ilmu pengetahuanumum, seperti filsafat, matematika dan kedokteran. Atas dasar ini,lembaga pendidikan Islam diklasifikasikan menjadi dua, yaitulembaga pendidikan for- mal dan informal. Lembaga pendidikanyang informal biasa- nya menawarkan materi pelajaran umumsementara yang formal, tidak.

    Di sini tampak bahwa ketika itu telah muncul pandangandikotomi antara pengetahuan umum dan agama di lingkung- anlembaga pendidikan Islam. Hal ini terjadi sebagai akibatpersentuhan antara Islam dan peradaban Helenisme. Pan- dangandikotomi tersebut masih berlangsung hingga seka- rang. Padahal,Islam tidak mengenal adanya perbedaan antara ilmu agama danumum. Bahkan sebaliknya, puncak sejarah dan peradaban Islamjustru terjadi ketika menyatu- nya pengetahuan agama danpengetahuan umum. Wallahu a'lam bi al-s hawab.

    Lembaga-lembaga Pendidikan Islam Sebelum Madrasah 43

  • BAB IV

    Pertumbuhan Madrasah pada PeriodeAwal Sebelum Lahirnya Madrasah

    Nizhamiyah*Oleh:Ahmad Qurtubi

    A. PENDAHULUANSesuai catatan sejarah umat Islam pernah mengalami masa

    keemasan dan masa kemunduran. Masa keemasan umat Islamterjadi antara 650-1200 Masehi. Oleh para ahli sejarah, masa inidisebut periode klasik dalam sejarah perkembangan Islam. UmatIslam pada periode ini boleh disebut sebagai super power yangberkuasa di sebagian besar negara-negara yang mencakup di tigabenua.

    Setelah itu umat Islam dilanda perpecahan dan kejumu- danyang pada akhirnya membawa kemunduran. Daerah- daerah yangtadinya berada di bawah kekuasaan Islam menjadi jajahan Barat.Pada masa ini tidak ditemukan lagi tokoh-tokoh ilmu pengetahuanseperti masa sebelumnya. Walaupun pada awal abad XIX Masehiumat Islam mulai

    Makalah disampaikan pada seminar mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam,Program Pascasarjana (S2) IAIN Jakarta pada hari Jum’at 06 Oktober 2000.

    45

  • 46 Sejarah Pendidikan Islam

    bangkit kembali, tetapi sampai kini secara langsung maupun tidaklangsung mereka masih banyak didominasi Barat.

    Sekadar menyebut apa adanya, nasib umat Islam seka- rang inibelum seluruhnya membaik. Berbeda dengan keadaan di zamanemasnya. Pada umumnya, kelemahan Dunia Islam terletak padaberbagai sektor kehidupan, terutama ekonomi dan politik, dua halyang satu sama lain saling berkaitan. Na- mun, penyebabnya yangpaling mendasar dan tak diragukan, adalah berpangkal dari rapuhnyafondasi intelektual yang bila dilacak lebih lanjut akan bermula daribidang pendidikan.

    Pendidikan pada zaman keemasannya perlu diambil sebagaipelajaran guna diteladani; dan sebaliknya membuang yang jelek agartidak terulang kembali. Salah satu peristiwa historis yang perludiketahui adalah sebuah institusi pendi- dikan yang dalam hal iniadalah madrasah yang berkembang pada periode awal sebelumlahirnya Madrasah Nizhamiyah.

    Berdasarkan hal tersebut, timbul beberapa permasalahan antaralain: bagaimana latar belakang munculnya istilah madrasah?bagaimana sejarah dan motivasi pendirian madrasah? Lalu,bagaimana teori muncul madrasah yang pertama?

    Selanjutnya dalam makalah ini akan dibatasi pembahasantentang pertumbuhan madrasah sebelum lahirnya MadrasahNizhamiyah dengan tujuan mendapatkan informasi yang benartentang madrasah dan pertumbuhannya pada periode awal.

    Pembahasan ini menggunakan metodologi telaah ke- pustakaanterhadap sejarah pertumbuhan madrasah pada periode awal disertaianalisis kritis. Adapun analisis yang ada

  • Pertumbuhan Madrasah pada Periode Awal 47

    dalam makalah ini adakalanya diambil dari pendapat penulis laindan juga analisis penulis sendiri.

    B. LATAR BELAKANG MUNCULNYA ISTILAH MADRASAH

    /. Kronologi Lahirnya MadrasahSebelum lebih jauh membahas tentang pertumbuhan

    madrasah, terlebih dahulu akan dikemukakan periodisasipendidikan Islam sebagaimana yang dikemukakan olehZuhairini1 yang membaginya kepada lima periode:1. Periode pembinaan pendidikan Islam, yaitu pada masa

    Rasulullah Saw.2. Periode pertumbuhan pendidikan Islam, yaitu pada masa

    Rasulullah Saw. sampai masa Bani Umayyah.3. Periode kejayaan pendidikan Islam, yaitu pada masa

    Abbasiyah sampai dengan jatuhnya Baghdad diwarnai dengantimbulnya madrasah dan puncak budaya Islam.

    4. Periode kemunduran pendidikan Islam, yaitu jatuh- nyaBaghdad sampai dengan jatuhnya Mesir ke tangan Napoleon.

    5. Periode pembaharuan pendidikan Islam, yaitu pada masaMesir dipegang oleh Napoleon sampai dengan kini.Dari periodisasi di atas dapat diasumsikan bahwa pem-

    bahasan ini berada pada periode ketiga, yaitu pada masa

    1Zuhairini, et. al, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997) Cet. ke 5hlm. 100. Lihat pula Abdullah Fadjar, Peradaban dan Pendidikan Islam, (Jakarta: RajawaliPers, 1996) hlm. 22.

  • 48 Sejarah Pendidikan Islam

    Abbasiyah sampai dengan jatuhnya Baghdad. Dengan demi- kian,pada pembahasan selanjutnya eksistensi madrasah tidak terlepas daribeberapa faktor eksternal maupun internal.

    Di antara faktor eksternal yang mendukung timbulnya madrasahadalah faktor politik. Kesatuan politik yang ham- pir terwujud,seperti telah dipelihara oleh Khalifah Sunni di Baghdad, terpecahketika Khalifah Syi’i didirikan di Cairo sebelum akhir abad ke-4Hijriah. Selain perbedaan doktrin antara kedua golongan, terjadi pulapersaingan politik. Pen- didikan menjadi salah satu senjata dariperlombaan politik tersebut.

    Khalifah-khalifah saingan di Cairo mengklaim dirinya sebagaiketurunan nabi dan mereka memperkuatnya melalui pendidikanterencana yang diselenggarakan oleh negara. Pendidikan inidirancang untuk keperluan orang-orang dewasa yang disebarluaskandari sebuah lembaga pusat yang dikenal dengan nama Dar al-Ilmi.Sebuah masjid yang didirikan setelah Cairo direbut, segeradigunakan untuk tempat belajar, menurut doktrin penguasa baru.Masjid ini, sekarang dikenal dengan Al-Azhar. Yang dipandangsebagai universitas tertua di dunia.

    Tidaklah perlu dibesar-besarkan pentingnya campur tangan aktifdan langsung yang pertama dalam pendidikan, mengingat campurtangan itu terbatas pada tingkat pen- didikan dasar masih harusdipelajari di maktab atau secara privat. Belajar dari langkah-langkahyang ditempuh di Cairo, Baghdad tidak mau ketinggalan. Meskipunagak terlambat, Baghdad menanggapi tantangan pendidikan itudengan langkah yang sama pada abad ke-5 Hijriah, yaitu mendirikan

  • Pertumbuhan Madrasah pada Periode Awal 49

    sebuah lembaga pendidikan baru yang bernama madrasah. Serupadengan apa yang dilakukan oleh kubu saingannya, lembaga madrasah itudidirikan oleh negara guna menye- barluaskan dogma penguasa.

    Pada kesempatan selanjutnya, yaitu pada abad ke-5 Hijriah atau 11Masehi, adalah masa di mana sejarah men- catat terjadinya konflikantara kelompok-kelompok keaga- maan dalam Islam, misalnyaMu’tazilah, Syi’ah, Asy’ariyah, Hanafiyah, Hanbaliyah, dan Syafi’iyah.Wazir Saljuk sebelum Nidzam Al-Mulk adalah Al-Kunduri seorangbermazhab Hanafi dan pendukung Mu’tazilah. Salah satu kebijakannyasebagai wazir adalah mengusir dan menganiaya para penga- nutAsy’ariyah yang sering juga berarti penganut mazhab Syafi’i. Al-Kunduriselanjutnya digantikan oleh Nidzam Al-Mulk, seorang Syafi’iyahAsy’ariyah dan karenanya secara alamiah berhadapan dengan kelompokMu’tazilah, Syi’ah, Hanbaliyah dan Hanafiyah.2

    Lawan politik Dinasti Saljuk yang Sunni adalah Dinasti Fatimiyahdi Mesir, yang beraliran Syi’ah. Ketetapan awal untuk membina lembagapendidikan dalam hal ini madra- sah ialah karena suatu pertimbanganbahwa untuk melawan Syi’ah tidak cukup dengan kekuatan senjata,melainkan juga harus dengan melalui penanaman ideologi yang dapatmelawan ideologi Syi’ah. Pertimbangan ini dilakukan karena Syi’ahsangat aktif dan sistematik dalam melakukan indoktri- nisasi melaluipendidikan atau aktivitas pemikiran yang lain.

    2Hasan Asari, Menyingkap Zaman Keemasan Islam, (Bandung: Mizan, 1996) hlm. 51. Lihatjuga Fadjar, op.,cit., hlm. .21.

  • 50 Sejarah Pendidikan Islam

    Ini pula yang melatarbelakangi lahirnya madrasah dengan tujuanuntuk melawan pengaruh Syi’ah dan memperkuat posisi Sunni.Walaupun ada faktor-faktor lainnya yang mela- tarbelakangi lahirnyamadrasah.

    2. Fenomena MadrasahMadrasah merupakan isim makan dari fi’il madhi dari darasa,

    mengandung arti tempat atau wahana untuk mengenyam prosespembelajaran. Dengan demikian, secara teknis madra- sahmenggambarkan proses pembelajaran secara formal dan memilikikonotasi spesifik. Madrasah itu sendiri merupakan institusiperadaban Islam yang sangat penting.3

    Madrasah (bahasa Arab) yang akan dibicarakan pada bagian iniberbeda dengan madrasah (bahasa Indonesia) yang merupakanlembaga pendidikan dasar dan menengah. Di sini madrasahdidefinisikan sebagai lembaga pendidikan tinggi yang secara luasberkembang di Dunia Islam pra mo- dern sebelum era universitas(al-Jami’ah).

    Hasan Asy’ari4 mengasumsikan ciri-ciri madrasah tidak dapatdikonotasikan dengan lembaga pendidikan yang ada sekarang dankesulitan besar menerjemahkan kata madrasah itu sendiri.

    Sedangkan Nakosteen dan beberapa sarjana lain, me-nerjemahkan kata madrasah dengan university,5 Walaupun tidak terlalutepat, tapi sedikitnya dapat mewakili. Sebab,

    3Ziauddin Alavi, Muslim Educational Thought in The Middle Ages, Terj. Abuddin Nata,(Canada: Montreal, 2000).

    4Asari, op. cit., hlm 48.5Ibid, hlm. 48.

  • Pertumbuhan Madrasah pada Periode Awal 51

    ada tiga perbedaan mendasar antara madrasah dengan universitas,pertama, kata universitas dalam pengertian yang paling awal mengacupada civitas akademika, sedangkan madrasah mengacu pada saranadan prasarana. Kedua, uni- versitas bersifat hierarkis sedangkanmadrasah bersifat individualistis dan personal. Ketiga, izin mengajarpada uni- versitas dikeluarkan oleh komite, sedangkan padamadrasah ijazah diberikan oleh syaikh secara personal. Dengandemi- kian, pada bahasan selanjutnya istilah ini akan dipakai dalambentuk aslinya. Namun demikian, madrasah pada periode awalmerupakan cikal bakal berdirinya universitas.

    C. SEJARAH DAN MOTIVASI PENDIRIAN MADRASAHBeberapa paradigma dapat digunakan dalam meman- dang

    sejarah dan motivasi pendirian madrasah. Paling tidak ada tiga teoritentang timbulnya madrasah.

    Pertama, madrasah selalu dikaitkan dengan nama Nidzam Al-Mulk (W. 485 H/1092M), salah seorang wazir Dinasti Saljuk sejak456 H/1068 M sampai dengan wafatnya, dengan usahanyamembangun Madrasah Nizhamiyah di berbagai kota utama daerahkekuasaan Saljuk. Begitu dominannya peran Nidzam Al-Mulkterkadang mendorong kepada kesimpulan yang keliru denganmengatakan bahwa Nidzam Al-Mulk adalah orang pertama yangmembangun madra- sah. Sebagaimana yang dikemukakan olehAhmad Amin dengan merujuk Al-Dzahabi.6 Pendapat ini dibantaholeh

    6Ibid, hlm. 48. Lihat Ahmad Amin, Dhubal Islam. Cairo, Lajnah al-ta’lif wal-tarjamah wal-nasr, 1952 Jilid II hlm. 49.

  • 52 Sejarah Pendidikan Islam

    Hasan7 dengan mengajukan argumentasi bahwa belakanganmembuktikan sebelum berdirinya Dinasti Saljuk telah dikenal secaraluas di daerah Nisyapur.8 Di bawah naungan Dinasti Samaniyah(204-395 H/819-1005 M) berkembang men- jadi salah satu pusatbudaya dan pusat pendidikan terbesar di Dunia Islam sepanjangabad ke-4 H/10 M dan telah banyak madrasah jauh sebelum eraNidzam Al-Mulk. Pendapat ini diperkuat oleh Ghanimah9 yangmenyatakan bahwa pada abad ke-4 H telah muncul madrasah diNisyapur karena banyak bukti yang signifikan tentang hal itu.Demikian pula Abdul Al-’Al yang secara khusus melakukan kajiantentang pendidikan Islam pada abad tersebut dengan mengajukanfakta berdasarkan karya penulis-penulis abad ke-4 H. Antara lain:Ahsan al-Taqasin fi ma'rijat al-aqalim karya al-Makdisi (w.378), Thabaqat al-Syafi’iah al-Kubra karya Al-Subki (w.388 H), al-Rasa-il karya Al-Hamadani (398 H).

    Kedua, menurut Al-Makrizi,10 ia berasumsi bahwa mad- rasahpertama adalah Madrasah Nizhamiyah yang didirikan tahun 457 H.

    7Ibid. Lihat Hasan Ibrahim Hasan, Tarikb al-lslam al-Siyasi wa al-dini

    waal-Tsaqafi wa al-ljtima’i (al-Qahirah: al- Nahdhahal- Mishriyah, 1967) cet. I Juz IV hlm.425.

    8Dalam peta modern Nisyapur mencakup sebagian Iran, sebagianAfganistan, dan daerah bekas Uni Soviet antara laut Kaspia dan laut Aral.

    9Maksum, Madrasah Sejarah dan Perkembangannya, (Jakarta: Logos, 1999)Cet. I hlm. 60.

    10Ibid. Lihat Ahmad Syalaby, Tarikh al-Tarbijah al-lslamijah, (Al-Qahirah:Kasyaf li al-Nasr wa al-Thiba’ah wa al-Tauzi’, 1954) hlm. 99. Lihat Fathi-yah an-Nahrawi, Tarikh al-Nidzam wa badbarab al-lslamiyah, (Lubnan: DarulMa’arif, 1981) Cet. 11 him. 123. Lihat Ibrahim Hasan, loc. rit.

  • Pertumbuhan Madrasah pada Periode Awal 53

    Ketiga, madrasah sudah eksis semenjak awal Islam seperti gait al-Hikmah yang didirikan Al-Makmun di Baghdad abad ke-3 H.

    Dari informasi yang diterima di atas dapat diketahui, bahwamadrasah yang pertama di Nisyapur. Namun demikian, madrasah itukurang dikenal mengingat motivasi pendirian madrasah itu sendiripada waktu itu masih bersifat ahliyah (keluarga), berdasarkan wakafkeluarga dan sejarah baru mencatat sesuatu bila telah menjadifenomena yang meluas. Di samping itu, tidak ada campur tangandari penguasa seba- gaimana halnya Madrasah Nizhamiyah, sehinggatidak di- sangkal bahwa pengaruh Madrasah Nizhamiyah melampauipengaruh madrasah-madrasah yang didirikan sebelumnya.

    Lahirnya lembaga pendidikan formal dalam bentuk mad- rasahmerupakan pengembangan dari sistem pengajaran dan pendidikanyang pada awalnya berlangsung di masjid-masjid.

    Dalam pandangan Hasan Ashari11 bahwa madrasah merupakanhasil evolusi dari masjid sebagai lembaga pendi- dikan dan Khansebagai asramanya. Asumsi ini diperkuat oleh Makdisi,12 antara lainbahwa Masjid Khan yang menjadi cikal bakal madrasah dan fiqihmerupakan bidang studi utama.

    Selanjutnya Zuhairini13 mengemukakan alasan-alasan berdirinyamadrasah di luar masjid:

    11Ashari, op. cit. hlm... Cyril Glasse, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: RajaGrafindo Persada,1996), cet. I hlm. 240.12Asari, up. cit., hlm. 45.

    l3Zuhairini, et. al., op. cit., hlm. 100.

  • 1. Halaqah-halaqah (kelompok studi) yang diselenggarakan dimasjid sering mengganggu terutama terhadap orang- orangyang akan beribadah;

    2. Berkembangnya ilmu pengetahuan melahirkan halaqah-halaqah banyak yang tidak tertampung di Masjid;

    3. Ketika bangsa Turki mulai berpengaruh dalam pemerin- tahanBani Abasiyah dan dalam rangka mempertahan- kan status quo.Mereka berusaha menarik hati dengan berusahamemperhatikan pendidikan dan pengajaran guru-guru digajidan diberi fasilitas yang layak;

    4. Sebagai kompensasi dari dosa yang mereka lakukan jugaberharap ampunan dan pahala dari Tuhan karena merekasering melakukan maksiat;

    5. Ketakutan akan tidak dapat mewariskan harta kepada anak-anaknya. Dengan demikian, mereka membuat wakaf pribadiyang dikelola oleh keluarga;

    6. Usaha mempertahankan dan mengembangkan alirankeagamaan dari para pembesar agama.

    Argumen di atas dapat diilustrasikan bahwa masjid tidak lagidianggap sebagai tempat yang cocok untuk pendidikan.Adapun proses transformasi dari masjid ke madrasah secaratidak langsung, yakni melalui perantara Masjid Kban.14

    Di sisi lain, Syalabi15 mengemukakan bahwa perkem- bangan darimasjid ke madrasah terjadi secara langsung.

    Menurutnya madrasah sebagai konsekuensi logis dari semakin

    14Maksum, op. cit., hlm. 57.15Syalaby, op. cit., hlm. 97.

    54 Sejarah Pendidikan Islam

  • Pertumbuhan Madrasah pada Periode Awal 55

    ramainya pengajian di masjid yang fungsi utamanya adalah ibadah.Agar tidak mengganggu kegiatan ibadah, dibuatlah tempat khususuntuk belajar yang dikenal madrasah.

    Dalam pandangan Glasse bahwa madrasah sebagai sekolahtradisional untuk pendidikan tinggi. Pada masa dinasti Fatimiyahpengembangan itu dilakukan. Di lain pihak aliran Sunnimenanggapinya dengan membuka madrasah teologi untukmenghadapi ancaman dari penyerbuan doktrin syi’ah, sepertiNidzam Al-Mulk dan Sultan Salahuddin yang bertujuan menahansubversi teologis yang dilancarkan dari pihak Fatimiyah.

    D. MADRASAH SEBAGAI INSTITUSI PENDIDIKANPendidikan secara kelembagaan tampak dalam berbagai bentuk

    yang bervariasi. Baik bersifat umum seperti masjid maupun yangkhusus. Pada abad ke-4 H dikenal beberapa sistem pendidikan.

    Hasan Abdul Al-’Al mengemukakan lima sistem denganklasifikasi sebagai berikut: sistem pendidikan Mu’tazilah, sistempendidikan Ikhwan Al-Shafa, sistem pendidikan bercorak filsafat,sistem pendidikan bercorak tasawuf, dan sistem pendidikanbercorak fiqih.16 Institusi yang dipakai masing-masing sebagaiberikut:17

    1. Filosof menggunakan Daar al-Hikmah, al-Muntadiyat,Hawanit dan Waraqi’in;

    16Ibid., hlm. 58.17Ibid.

  • 56 Sejarah Pendidikan Islam

    1. Mutashawif menggunakan al-Zawaya, al-Ribath, al-Masa- jid, danHalaqat al-Dzikr;

    2. Sji’iyjin menggunakan Daar al-Hikmah, al-Masajid, Pertemuanrahasia;

    3. Mutakallim menggunakan al-Masajid, al-Maktabat, Ha- wanit danWaraqi’in serta al-Muntadiyat;

    4. Fuqaha dan ahli hadis menggunakan Al-Katadit, Al-Ma- darisdan Al-Masajid.

    Melihat data di atas jelaslah madrasah merupakan tradisi sistempendidikan bercorak fiqih.

    A. MADRASAH PRA MADRASAH NIZHAMIYAHMenurut Stanton, madrasah yang pertama kali didirikan adalah

    Madrasah Wazir Nizhamiyah pada 1064 M; madrasah ini dikenaldengan sebutan Madrasah Nizhamiyah. Namun penelitian lebihakhir, misalnya, yang dilakukan oleh Richard Bulliet mengungkapkaneksistensi madrasah-madrasah le- bih tua berada di kawasanNisyapur Iran. Pada sekitar tahun 400 H/1009 M terdapat MadrasahAl-Baihaqiyah yang di- dirikan oleh Abu Hasan ‘Ali Al-Baihaqi (w.414 H/1023M). Bulliet bahkan lebih jauh menyebutkan ada 39madrasah di wilayah Persia yang berkembang dua abad sebelumMadrasah Nizhamiyah. Yang tertua adalah Madrasah Niandahiyayang didirikan Abi Ishaq Ibrahim ibn Mahmud di Nisyapur.Pendapat ini didukung Naji Ma’ruf, yang menyatakan-bahwa diKhurasan telah berkembang madrasah 165 tahun sebe- lumkemunculan- Madrasah Nizhamiyah. Selanjutnya Abdul A1-’A1mengemukakan, pada masa Sultan Mahmud Ghaznawi

  • Pertumbuhan Madrasah pada Periode Awal 57

    Sa’idiyah (berkuasa 388-421 H/998-1030 M) juga terdapat MadrasahSa’idiyah.18

    Kurikulum madrasah yang diajarkan di Nisyapur terse- butmeliputi agama dan filsafat.19 Pada masa periode ini telah muncul termijazah. Ijazah pada waktu itu merupakan sebuah lembaran kertas yangmenunjukkan bahwa sang penerimanya diberikan wewenang untukmengajar apa yang dimaksud oleh ijazah tersebut. Namun, ijazah inimempu- nyai skop yang terbatas yang hanya diberikan seorang gurukepada pelajar yang dianggap telah mampu menyebarkan ilmupengetahuan yang diterimanya.20

    Motivasi yang mendasari kelahiran madrasah, yaitu selain motivasiagama dan motivasi ekonomi karena berkaitan dengan ketenagakerjaan,juga motivasi politik. Madrasah sebagai sebuah institusi pendidikan yanglahir karena kon- disi sosial politik pada masa itu yang mendukunglahirnya madrasah di samping faktor-faktor lainnya. Dengan berdi- rinyamadrasah, maka pendidikan Islam memasuki periode baru, yaitupendidikan menjadi fungsi bagi negara dan madrasah-madrasahdilembagakan untuk tujuan pendidikan sektarian dan indoktrinasipolitik.

    Meskipun madrasah sebagai lembaga pendidikan dan pengajaran diDunia Islam baru timbul sekitar abad ke-4 H.

    l8Azyumardi Azra, Pendidikan Tinggi Islam dan Kemajuan Sains (Sebuah Pengantar), dalamStanton, op. cit., hlm. vi. l9Alavi, op. cit., hlm. 15.

    20lbid

    F. KESIMPULAN

  • 58 Sejarah Pendidikan Islam

    Ini bukan berarti bahwa sejak awal perkembangannya Islam tidakmempunyai lembaga pendidikan dan pengajaran.

    Pada periode awal telah berdiri beberapa madrasah yangmenjadi cikal bakal munculnya Madrasah Nizhamiyah. Mad- rasah-madrasah tersebut berada di wilayah Persia, tepatnya di daerahNisyapur, misalnya Madrasah Al-Baihaqiyah, Mad- rasah Sa’idiyahdan madrasah yang terdapat di Khurasan.

  • BAB V

    Madrasah NizhamiyahOleh: M. Akmansyah

    A. PENDAHULUANPendidikan Islam secara kelembagaan tampak dalam

    berbagai bentuk dan variasi. Di samping lembaga yang bersifatumum, seperti masjid, terdapat lembaga-lembaga lain yangmencerminkan kekhasan orientasinya. Ahmad Syalabimenyebutkan tempat-tempat itu, antara lain al-Kuttab, al-Qushur,Hawanit, Manzil al-Ulama, al-Salun al-Adabiyah, al-Badiyah, al-Masjid danMadrasah. Lalu ia membagi institusi- institusi pendidikan Islamtersebut menjadi dua kelompok, yakni kelompok sebelummadrasah dan sesudah madrasah.1 Dengan demikian, berdirinyamadrasah merupakan tonggak baru dalam penyelenggaraanpendidikan Islam dan untuk membedakannya dengan erapendidikan Islam sebelumnya.

    *Makalah dipresentasikan pada Seminar Mata Kuliah Sejarah Pendidik- an IslamProgram Pascasarjana IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, pada hari Jum’at, 6 Oktober2000.

    1Ahmad Syalabi, History of Muslim Education, (Beirut, Dar-al-Kassyaf, 1954.) hlm. 55-59.

    59

  • 60 Sejarah Pendidikan Islam

    Madrasah sudah menjadi fenomena yang menonjol sejak awalabad ke-11-12 M