sejarah geologi kulonprogo

25
Geologi Kulonprogo dan Sejarah Geologi Kulonprogo “Asosiasi Batugamping diatas Paleo Vulkanik yang menerobos Endapan Transisi Pasir-Kuarsaan Sisipan Lignit” Dimas Anas Hakim, 21100113130081 Dalam Pemetaan Geologi 2016, Teknik Geologi Universitas Diponegoro angkatan 2013 ini menuju Pegunungan Selatan, lebih tepatnya daerah Kulonprogo. Gambar 1. Sketsa Fisografi Jawa (Van Bemmmelen, 1949) dan Citraan Landsat (SRTM NASA, 2004), Zona Merah merupakan zona pegunungan Selatan daerah Kulonprogo Pada proses pembentukan batuan vulkanoklastik pada Cekungan Jawa Timur, material vulkanoklastik banyak tersingkap pada kawasan pegunungan selatan. Pada daerah Jawa Timur tidak ditemukan adanya batuan Basement, batuan basement ini ditemukan tersingkap pada bagian

Upload: dimas-anas-hakim

Post on 09-Jul-2016

68 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

Sejarah Geologi daerah kulonprogo

TRANSCRIPT

Page 1: Sejarah Geologi Kulonprogo

Geologi Kulonprogo dan Sejarah Geologi Kulonprogo

“Asosiasi Batugamping diatas Paleo Vulkanik yang menerobos Endapan

Transisi Pasir-Kuarsaan Sisipan Lignit”

Dimas Anas Hakim, 21100113130081

Dalam Pemetaan Geologi 2016, Teknik Geologi Universitas Diponegoro

angkatan 2013 ini menuju Pegunungan Selatan, lebih tepatnya daerah

Kulonprogo.

Gambar 1. Sketsa Fisografi Jawa (Van Bemmmelen, 1949) dan Citraan Landsat (SRTM NASA, 2004), Zona Merah merupakan zona pegunungan Selatan daerah Kulonprogo

Pada proses pembentukan batuan vulkanoklastik pada Cekungan Jawa Timur,

material vulkanoklastik banyak tersingkap pada kawasan pegunungan selatan.

Pada daerah Jawa Timur tidak ditemukan adanya batuan Basement, batuan

basement ini ditemukan tersingkap pada bagian barat Jawa Timur yaitu di

Kompleks Basement Karangsambung dan Bukit Jiwo. Batuan yang tersingkap

terdiri atas seri ofiolite dan potongan busur kepulauan (Smyth dkk. (2005).

a. Sistem Pertama

Sedimentasi ini berasal pada saat umur Awal Kenozoikum, endapan ini

berstruktur angular unconformity dengan basement. sedimen pada sistem ini

terdiri atas konglomerat fluvial. Di atasnya terdapat sekuen trangresif dari

Page 2: Sejarah Geologi Kulonprogo

batubara, konglomerat, lempung, dan pasir kuarsa dari Formasi Nanggulan

yang berumur Eosen Tengah (Lelono 2000, dalam Smyth dkk. 2005). Pada

batupasir terdiri dari depu lapisan vulkanik, pumice, dan lapisan selang seling

tuff dan mudstone.

Semakin ke atas terjadi perubahan komposisi batupasir berupa

peningkatan mineral feldspar . Pada sistem ini material volkanik meningkat

dan sedimen berubah dari kaya akan kuarsa menjadi kaya mineral feldspar.

sedimen pada sistem ini diperkirakan setebal 1000 m yang tersingkap pada

bagian barat (Karangsambung, Nanggulan dan Jiwo). Pada bagian atas sistem

ini terdapat unconformity ini dapat diinterpretasi terjadi akibat dari penurunan

muka air laut. Sedimentasinya memiliki orientasi perlapisan yang hampir

sama, dengan tidak adanya kegiatan deformasi.

b. Sistem Ke-Dua

Pada sistem ini endapan yang ditemukan berupa hasil dari vulkanik

primer berumur Oligo - Miosen yang menutupi sebagian Zona Pegunungan

Selatan. Pada saat ini terjadi aktivitas vulkanik yang sangat intensif, eksplosif

dan bertipe plinian (Smyth dkk. 2005). Endapan berupa batuan Andesite -

Riolit, termasuk abu vulkanik, Tuff kristal, Pumice, Breksia litik, lava dome

dan lava flows. Tebal lapisan berkisar antara 250 m - 2000 m. Sistem ini dan

vulkanik aktifitas terekam sebagai vulkanisme dengan umur pendek dan

mungkin terjadi letusan besar (Smyth dkk. 2005).

c. Sistem Ke-Tiga

Sedimen sistem ini sekitar 500 m terekam sebagai pengerosian sistem kedua

dan peningkatan endapan karbonat. Terumbu berkembang sangat baik dan

terjadi penurunan aktifitas vulkanik secara besar, sehingga mengakibatkan

kematian aktifitas vulkanik.

Menurut Geologi Regional, Kawasan Pegunungan Selatan memiliki

susunan Stratigrafi sebagai berikut :

Page 3: Sejarah Geologi Kulonprogo

Gambar 2. Susunan Stratigrafi Kulonprogo dalam beberapa publikasi

Gambar 3. Susunan Stratigrafi Kulonprogo dalam beberapa publikasi

Page 4: Sejarah Geologi Kulonprogo

Beberapa Formasi dan Singkapan Geologi yang akan dikunjungi adalah :

1. Formasi Nanggulan

Nanggulan merupakan formasi tertua di Kulonprogo, dimana Formasi ini

terletak di desa Nanggulan yang berada di kaki sebelah timur pegunungan

Kulonprogo. Litologi penyusun formasi ini terdiri dari Batupasir dengan

sisipan Lignit, Napal pasiran, Batulempung dengan konkresi Limonit, sisipan

Napal dan Batugamping, Batupasir dan Tuf serta kaya akan fosil foraminifera

dan Moluska, dengan ketebalan sekitar 30 meter. Singkapan batuan Eosen di

Nanggulan merupakan singkapan batuan Paleogen yang paling banyak diteliti

dibandingkan ditempat lain di Pulau Jawa terutama karena di Nanggulan

kandungan fosilnya sangat kaya. Pada masa lalu, Nanggulan dianggap sebagai

daerah di “Hindia Timur” (East Indies) dengan fosil fauna Paleogen yang

paling beragam dan paling baik terawetkan di Asia Tenggara. Sebab di daerah

Nanggulan dapat dikenali fauna moluska berumur Eosen yang terdiri atas 106

gastropoda, 23 lamellibranchiata, 3 scaphopoda, dan 4 foraminifera (Rutten,

1927; Martin, 1915).

Nanggulan juga merupakan lokasi-tipe bagi sejumlah spesies moluska

dan foramifera besar, antara lain Nummulites djokdjakartae (Martin),

Nummulites nanggoelina (Verbeek), Discocyclina papyracea var. javana

(Verbeek). Penelitian untuk disertasi oleh Eko Budi Lelono dari Lemigas

(2000) tentang palinologi (serbuk spora) di Nanggulan menetapkan umur

Formasi Nanggulan adalah Eosen Tengah sampai Eosen Akhir berdasarkan

kehadiran spora-spora: Longapertites vaneendenbergi, Proxapertites

operculatus, Proxapertites cursus dan Cicatricosisporites eocenicus dan

bersama-sama dengan bentuk-bentuk lain yang berasal dari tanaman seperti

Beaupreadites matsuokae, Palmaepollenites spp., Cupanieidites cf. C.

flaccidiformis, Ixonanthes, Lakiapollis ovatus, dan Polygalacidites clarus.

Menurut Marks (1957), Formasi Nanggulan dapat dibagi menjadi 3

Anggota yang secara statigrafi dari bawah ke atas adalah :

• Anggota Axinea (Axinea Beds)

Page 5: Sejarah Geologi Kulonprogo

Anggota axinea terletak paling bawah dengan ketebalan mencapai 40

meter, dimana memiliki tipe penciri laut dangkal dengan litoogi

penyusunnya terdiri dari batupasir interkalasi Lignit, kemudian tertutup

oleh batupasir dengan kandungan fosil Pelcypoda yang cukup melimpah,

dan Axinea dunkeri Boetgetter yang dominan.

• Anggota Yogyakarta (Yogyakarta Beds)

dengan litologi penyusun berupa Napal pasiran, serta batuan dan lempung

dengan konkresi yang bersifat gampingan, formasi ini terendapkan secara

selaras di atas axinea beds dengan ketebalan sekitar 60 meter. Formasi ini

banyak terdapat fosil gastropoda dengan fosil penciri Nummulities

djogjakartae.

• Anggota Discocyclina (Discocyclina Beds)

Lapisan ini memiliki ketebalan 200 meter dengan menumpang selaras di

atas anggota yogyakarta yang tersusun batuan napal dan batugamping

berselingan dengan batupasir dan serpih. Semakin ke atas, kandungan

foraminifera planktonik yang melimpah dengan fosil penciri Discocyciina

omphalus. Formasi Nanggulan memiliki kisaran umur antara Eosen

Tengah sampai Oligosen Atas (Hartono, 1969, vide Wartono Raharjo dkk,

1977).

Gambar 4. Batupasir kaya kuarsa pada Songo Beds, Formasi Nanggulan berusia Eosen Tengah (Awang Satyana dkk , 2013)

Page 6: Sejarah Geologi Kulonprogo

Gambar 5. Channelised conglomeratic sandstone of basement origin from the Kali Songo Member of the Nanggulan Formation, Central Java ( Smyth dkk , 2003)

Gambar 6. Serpih Karbonan pada Formasi Nanggulan berusia Eosen Tengah ( Awang Satyana dkk , 2013)

Nanggulan memiliki karakteristik endapan transisi - laut dangkal, hal

ini terlihat dari karakteristik batuan sedimennya dimana dapat ditemui struktur

sedimen flaser dan lenticular, ripple, wavy, cross laminasi, serta Hummocky

Cross Stratification. Pada Zaman Paleosen terjadi susut laut yang berlangsung

hingga oligosen, menyebabkan sedikitnya terbentuknya endapan saat itu.

Sedangkan Formasi Nanggulan dianggap sebagai daerah rendahan dan

terdapat daerah lain yang menjadi tinggian yang kemudian terombakkan dan

dapat menjadi sumber sedimen. Hal ini karena pada Zaman Paleosen - Eosen

belum ditemui adanya vulkanisme yang umum menjadi sumber material

sedimen. Sedangkan bagian atas Formasi Nanggulan yang berumur Oligosen

sudah mendapatkan pengaruh Vulkanik pada material sedimennya, hal ini

ditandai dengan banyak ditemuinya komposisi pasir kuarsa-an. Dengan

Page 7: Sejarah Geologi Kulonprogo

karakteristik endapan yang ditunjukkannya, beberapa lingkungan yang dapat

menjadi lingkungan pengendapan Formasi Nanggulan antara lain:

Page 8: Sejarah Geologi Kulonprogo

Gambar 7. Beberapa Lingkungan Pengendapan yang Diinterpretasikan sebagai Lingkungan Pengendapan Formasi Nanggulan, (a) Estuarin, (b) Delta, (c) Wave-

Dominated Delta, (d) Pantai, (e) Shelf.

2. Old Andesite Formation

Di atas Formasi Nanggulan diendapkan Formasi Andesit Tua

(Bemmelen, 1949). Pringgoprawiro dan Riyanto (1987) merevisi penamaan

Page 9: Sejarah Geologi Kulonprogo

Formasi Andesit Tua menjadi dua Formasi yaitu Formasi Kaligesing dan

Formasi Dukuh. Formasi Kaligesing dicirikan oleh breksi monomik, dengan

fragmen andesit, sisipan batupasir dan lava andesit. Rahardjo, dkk,(1995)

menamakan Formasi ini sebagai Formasi Kebobutak. Sedangkan Formasi

Dukuh terdiri dari breksi polimik dengan fragmen andesit, batupasir,

batugamping. Hal ini dapat terjadi karena pada Zaman Oligosen Akhir pada

skala global mulai terjadi kenaikan muka air laut. Sehingga pada Formasi

Kebobutak dan Dukuh diperkirakan material piroklastik yang terbentuk

banyak terendapkan pada lingkungan transisi - laut akibat terjadinya sea level

rise. Sehingga dapat terjadi pencampuran dengan fragmen batupasir dan

batugamping, terkhusus seperti yang ditemui pada Formasi Dukuh. Material

piroklastik yang ditemui dapat berupa endapan aliran, surge, dan jatuhan.

Umur Formasi tersebut adalah Oligosen Akhir – Miosen Awal.

Selain Kedua Formasi tersebut, terdapat intrusi yang diperkirakan

sebagai tubuh utama magmatik yang mengontrol aktivitas vulkanik kompleks

pegunungan Kulonprogo, Magma ini pada awalnya bersifat Andesit,

kemudian aktivitas berikutnya yang menerobos tubuh batuan Andesit

memiliki komposisi yang sedikit bergeser ke arah asam, menjadi Dasit. Umur

Intrusi ini diperkirakan berumur Oligosen Akhir – Miosen Awal.

3. Formasi Jonggrangan

Tersusun oleh konglomerat, napal tufan, dan batupasir gampingan

dengan kandungan Moluska serta batulempung dan sisipan lignit di bagian

bawah. Di bagian atas komposisinya batu gamping berlapis dan batugamping

koral. Ketebalan lapisan ini antara 250-400. Formasi ini terbentuk akibat

pasifnya aktivitas Vulkanik Kompleks pegunungan Kulonprogo, dan akibat

kelanjutan proses kenaikan muka air laut sehingga lingkungan transisi menjadi

laut dangkal. Selain itu akibat lingkungan Kulonprogo saat itu yang berupa

Laut lepas ; Samudera Hindia, sehingga memiliki arus yang cukup kuat, dan

sirkulasi air yang baik untuk membawa supply makanan dan dapat mendukung

kehidupan lingkungan terumbu yang umum ditemui pada daerah bergaris

Page 10: Sejarah Geologi Kulonprogo

lintang rendah (0o-10o). Pada Formasi ini, lingkung terumbunya berada pada

puncak - puncak tinggian sehingga lebih dekat dengan permukaan laut agar

mendapatkan sinar matahari. Sedangkan pada daerah rendahannya dianggap

sebagai cekungan yang mendapatkan sumber sedimen berupa pecahan dan

rombakan terumbu serta fosil moluska, foraminifera dan alga.

Gambar 8. Pengaruh Kekuatan Arus dengan Variatif Terumbu yang Hidup ( James, -).

Gambar 9. Pengaruh Garis Lintang terhadap Organisme Penyusun Fragmen Batugamping.

Formasi Jongrangan diperkirakan berumur Miosen Bawah-Tengah dan

terletak secara tidak selaras di atas Formasi Kebo Butak.

Page 11: Sejarah Geologi Kulonprogo

4. Formasi Sentolo

Litologi penyusun Formasi Sentolo ini pada bagian bawah, terdiri dari

Aglomerat dan Napal, semakin ke atas berubah menjadi Batugamping berlapis

dengan lingkungan pengendapan berada pada Fasies Neritik. Batugamping

terumbu dijumpai secara lokal, menunjukkan umur yang sama dengan formasi

Jonggrangan, tetapi di beberapa tempat umur Formasi Sentolo adalah lebih

muda (Harsono Pringgoprawiro, 1968, hal.9). Formasi Sentolo bagian bawah

dianggap merupakan lingkungan laut yang lebih dalam dibandingkan lautan

dangkal yang pada akhirnya terbentuk Formasi Jongrangan. Sehingga pada

Formasi Sentolo bagian bawah umum ditemui Aglomerat dan Napal hasil

rombakan material piroklastik Formasi Dukuh dan Kebobutak yang

terendapkan pada lingkungan karbonat.

Berdasarkan penelitian fosil Foraminifera yang dilakukan Darwin Kadar

(1975) dijumpai beberapa spesies yang khas, seperti : Globigerina insueta

Cushman & Stainforth, dijumpai pada bagian bawah dari Formasi Sentolo.

Fosil-fosil tersebut menurut Darwin Kadar (1975, vide Wartono Rahardjo,

dkk, 1977) mewakili zona N8 (Blow, 1969) atau berumur Miosen bawah.

Menurut Harsono Pringgoprawiro (1968) umur Formasi Sentolo ini

berdasarkan penelitian terhadap fosil Foraminifera Plantonik, adalah berkisar

antara Miosen Awal sampai Pliosen (zona N7 hingga N21). Formasi Sentolo

ini mempunyai ketebalan sekitar 950 meter ( Wartono Rahardjo, dkk, 1977).

Pada beberapa daerah di Kulonprogo, Formasi Sentolo menunjukkan

deformasi struktur yang minim terutama Formasi Sentolo yang terbentuk pada

Zaman Pliosen. Pada beberapa bagiannya Formasi Sentolo menunjukkan

Batuan yang berlapis.

Page 12: Sejarah Geologi Kulonprogo

Gambar 10. Model Sedimentasi Formasi Jongrangan dan Sentolo (C.Prasetyadi,2007)

5. Kolovium

Endapan Kolovium pada daerah Kulonprogo terbentuk dari material

longsoran yang tertransportasi tanpa medium air, satuan endapan ini terbentuk

pada beberapa lembah dan menunjukkan ciri material berbutir kasar,

berbentuk menyudut dan endapan campuran batuan. Endapan Kolovium ini

terbentuk pada Umur Kuarter.

6. Alluvium

Endapan Alluvial (Alluvium) pada daerah Kulonprogo terbentuk dari

material longsoran dan lapukkan yang kemudian tertransportasi dengan media

air, satuan endapan ini terbentuk pada beberapa lembah dan dataran, serta tepi

sungai. Menunjukkan ciri material berbutir agak kasar, berbentuk agak

membundar dan agak menyudut dan endapan campuran batuan, serta dominan

material berbutir kasar. Endapan Alluvial ini terbentuk pada Umur Kuarter.

Page 13: Sejarah Geologi Kulonprogo

Gambar 11. Peta Geologi Lembar Yogyakarta yang menunjukkan daerah Kulonprogo. (PPP Geologi, 1995)

Page 14: Sejarah Geologi Kulonprogo

Vulkanoklastik dan Volkanogenik

Gambar 12. Diagram Produk dari Erupsi Vulkanik (McPhie dkk, 1993)

Material erupsi vulkanik menghasilkan berbagai macam karakteristik

endapan, hasil endapan material vulkanik langsung oleh Mcphie,1993, dibagi

menjadi 2 berdasarkan karakter letusannya, dimana karakter erupsi vulkanik

bersifat Efusif, cenderung menghasilkan aliran lava, dimana produknya adalah

lava koheren atau intrusi, dan endapan autoklastik. Sementara m erupsi

Eksplosif cenderung menghasilkan piroklastik yang pada produknya

dibedakan oleh mekanisme transportasinya. Proses resedimentasi material

autoklastik dan piroklastik oleh Mcphie disebut Endapan Vulkaniklastik,

dimana mekanisme transportasinya dapat berjenis aliran massa, traksi, ataupun

Page 15: Sejarah Geologi Kulonprogo

suspensi. Vulkaniklastik cenderung mengalami sangat sedikit pelapukan, erosi

dan rework, dan cenderung langsung mengalami proses resedimentasi.

Sementara proses lebih lanjut dari material endapan Erupsi Vulkanik

adalah Endapan Sedimen Vulkanogenik, Endapan Sedimen ini berasal

sepenuhnya dari material vulkanik yang mengalami pelapukan, erosi, dan

rework, dan telah ter-residementasi pasca erupsi. Secara mekanisme

pengendapan material vulkanogenik dapat berjenis aliran massa, traksi, dan

suspensi.

Perbedaan Vulkanogenik dan Vulkaniklastik secara singkapan dapat

dibedakan secara tekstur dan komposisinya. Vulkaniklastik resedimented syn-

eruptive menurut Mc Phie, et al., (1993) adalah endapan vulkaniklastik yang

berasal dari re-sedimentasi material vulkanik dengan ciri:

- Struktur dan hasil lapisan menunjukkan mekanisme sedimentasi

yang cepat

- Tidak mengalami perubahan drastis secara tekstural,

- Komposisi penyusun umumnya identik (andai menunjukkan

perubahan, bersifat sistematis).

Pada masing - masing asal muasal endapan vulkaniklastik memiliki

ciri lainnya yang lebih detail, yaitu :

a. Resedimentasi Endapan Autoklastik

- Laut Dangkal

Terjadi pencampuran material autoklastik dan piroklastik

Kombinasi mekanisme pengendapan aliran massa dan arus traksi

yang ditunjukkan pada singkapan dan lapisan batuan.

Di dominasi oleh material kasar berkisar > 2mm.

- Laut Dalam

Sedikit Vesikular, di dominasi klastika dari pendinginan lava.

Dominasi mekanisme aliran masa pada pembentukan lapisan

Memungkinkan memiliki dip hingga 25o

Memiliki bentuk butir bulat dan cenderung halus

Berasosiasi dengan Hyaloklastit insitu dan Lava koheren.

Page 16: Sejarah Geologi Kulonprogo

b. Resedimentasi Endapan Piroklastik

- Daratan dan Laut Dangkal

Kombinasi massa aliran, aliran pekat berkonsentrasi tinggi dan

arus traksi pada mekanisme pembentukan lapisan.

Bersih dari material ash.

- Laut Dalam

Endapan sangat tebal yang terdiri dari aliran masa sedimen yang

masif, memiliki kristal, litik dan degradasi normal, dengan endapan

pumice dan glass pada bagian atas.

Keberadaan Intraclast pada dekat dasar aliran massa.

Pada endapan laminasi, memiliki komposisi kaya akan glass hasil

dari suspensi.

Gambar 13. Karakteristik Resedimentasi Endapan Syn-Eruptive Volcanoclastics ( McPhie dkk, 1993)

Page 17: Sejarah Geologi Kulonprogo

Gambar 14. Contoh gambar beberapa singkapan Vulkaniklastik (McPhie dkk, 1993)

Sedangkan untuk material Vulkanogenik, Mcphie mendeskripsikan

bahwa material ini merupakan material Rework dan Resedimen lanjutan dari

Vulkanoklastik, sehingga memiliki ciri :

- Terjadi pencampuran antara material Non-Vulkanik dan Vulkanik

- Memiliki perbedaan komposisi material vulkanik baik jenis maupun

tekstur

- Ukuran butir cenderung membundar

- Tersortasi cukup baik - baik.

Sedangkan menurut lokasi lingkungan pengendapannya, karakteristik

yang akan ditunjukkan menurut Mcphie adalah

- Darat dan Laut Dangkal

Di dominasi oleh endapan dengan mekanisme arus traksi.

- Laut Dalam

Page 18: Sejarah Geologi Kulonprogo

Di dominasi oleh endapan dengan mekanisme aliran massa

Lapisan sedang - tebal yang memiliki lapisan cenderung datar (

horizontality of strata law )

Gambar 15. Karakteristik Endapan Vulkanogenik pada Lingkungan Darat dan Laut dangkal, serta Laut dalam (McPhie dkk , 1993)

Page 19: Sejarah Geologi Kulonprogo

Struktur Geologi Kawasan Kulonprogo

Struktur geologi kawasan Kulonprogo sendiri secara mayor

diinterpretasikan tidak terdapat sesar besar yang mengontrol. Namun pada

beberapa daerah menunjukkan struktur lokal. Pada Formasi Nanggulan, secara

meso menunjukkan struktur - struktur geologi seperti sesar naik, sesar turun, sesar

mendatar, lipatan dan kekar, serta beberapa struktur penyerta. Sedangkan pada

Formasi Kebobutak, Formasi Dukuh, dan Formasi Sentolo, pada beberapa daerah

menunjukkan sesar turun, bahkan pada Fasies Proksimal daerah Gunung Api

Purba Ijo, memiliki sesar turun dan mendatar bersifat radial menuju Fasies Sentral

Gunung Api Purba Ijo. Sementara struktur antilklin dan sinklin pada Formasi

Sentolo yang diperkirakan pada Fasies Distal dari Gunung Api Purba Ijo

diinterpretasikan terbentuk dari gaya isostasi material piroklastik dan sesar turun

pada Gunung Ijo.

Beberapa struktur geologi Kulonprogo mendapat pengaruh dari gaya

bersifat lokal dan regional (subduksi Indo-Australia di selatan). Selain itu aktivitas

Gunung Api Merapi juga menyebabkan terjadinya struktur - struktur geologi

bersifat lokal pada daerah Kulonprogo untuk struktur berusia Kuarter.

Page 20: Sejarah Geologi Kulonprogo

DAFTAR PUSTAKA

Tim Geologi. Ekskursi Paleontologi Sangiran. 1987. STT Nas: Yogyakarta.

Marwati Djoened Poesponegoro, dkk. 2008. Sejarah Nasional Indonesia I,

Balai pustaka: Jakarta.

S. Winardi, dkk. 2013. Potensi Serpih Eosen Formasi Nanggulan sebagai

Batuan Sumber Hidrokarbon. Indonesian Journal of Geology, Vol. 8.

Van Bemmelen, R.W..1970. The Geology of Indonesia, volume 1. A.Haque.

Netherlands.

H. Smyth, dkk. 2003. Volcanic Origin Of Quartz-Rich Sediments in East Java.

29th IPA Annual Convention & Exhibition.

Elvan dkk. 2015. Tugas Stratigrafi Analisis “Vulkaniklastik”. Universitas

Jenderal Soedirman. Indonesia.

J. McPhie dkk. 1993. Volcanic Textures : A guide to the interpretation of

textures in volcanic rocks. University of Tasmania. Australia.

https://geotrekindonesia.wordpress.com/2013/07/page/2/ (Diakses pada

Minggu, 10 Januari 2016, pukul 12.30 WIB)