sari pustaka postpartum blueserepo.unud.ac.id/id/eprint/10704/1/6578de69b71d0a9e8676d...melahirkan...
TRANSCRIPT
SARI PUSTAKA
POSTPARTUM BLUES
PEMBIMBING:
dr. Made Bagus Dwi Aryana, SpOG(K)
Ignatius Pramudya Widjaja
SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RSUP SANGLAH
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014
SARI PUSTAKA
POSTPARTUM BLUES
PEMBIMBING:
dr. Made Bagus Dwi Aryana, SpOG(K)
Ignatius Pramudya Widjaja
SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RSUP SANGLAH
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014
i
Lembar Persetujuan Pembimbing
Postpartum Blues
Oleh:
Ignatius Pramudya Widjaja
Disetujui untuk dipresentasikan pada tanggal 22 Juli 2014
Pembimbing:
dr. Made Bagus Dwi Aryana, Sp.OG(K)
………………………………
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I
BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FK UNUD/RSUP SANGLAH DENPASAR
2014
ii
LEMBAR PENGESAHAN
SARI PUSTAKA
POSTPARTUM BLUES
Sari Pustaka ini telah diujikan pada tanggal 22 Juli 2014
Pembimbing:
dr. Made Bagus Dwi Aryana, Sp.OG(K)
………………………………
Penguji:
1. dr. I Made Darmayasa, Sp.OG(K)
………………………………
2. dr. I Wayan Megadhana, Sp.OG(K)
………………………………
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I
BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FK UNUD/RSUP SANGLAH DENPASAR
2014
iii
DAFTAR ISI
Lembar Persetujuan Pembimbing ...................................................... i
Lembar Pengesahan Sari Pustaka ...................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ............................................................................. v
BAB I PENDAHULUAN ................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ................................................................... 1
BAB II KAJIAN PUSTAKA............................................................. 5
2.1 DefinisiPostpartum Blues................................................................ . 5
2.2 Prevalensi. ..................................................................................... 6
2.3 Tanda dan Gejala.............................................................................. 6
2.4 Etiologi .......................................................................................... 10
2.5 Gambaran Biologi ......................................................................... 16
2.6 Aksis Plasenta-Pituitari-Adrenal ................................................... 17
2.7 Gestasional Steroids and the Blues ............................................... 19
2.8Stres Adrenal dan Fungsi Tiroid....................................................... 19
2.9 Pengukuran Postpartum Blues Dengan Edinburgh Postpartum
Depression Scale........................................................................... 22
iv
2.10 Penatalaksanaan ............................................................... 33
2.11 Pengobatan Psikotropik Selama Periode Laktasi ............... 35
2.12 Pencegahan ...................................................................... 36
2.12.1 Skrining Prenatal .................................................... 36
2.12.2 Terapi Musik .......................................................... 36
2.12.3 Hubungan Pemberian ASI Pada Bayi Umur 10 Hari
Dengan Gejala Postpartum Blues ........................... 37
2.13 Prognosis .......................................................................... 38
BAB III. Kesimpulan ........................................................................ 39
Daftar Pustaka....................................................................................... 40
v
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kriteria Postpartum Blues Menurut Pitt dan Handley .............. 9
Tabel 2.2 Perbandingan Antara Postpartum Blues, Depresi Postpartum, dan
Psikosis Postpartum ............................................................... 9
Tabel. 2.3. EPDS ..................................................................................... 24
Tabel 2.4 Pemeriksaan Beck .................................................................. 29
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perubahan biologis pada wanita hamil dimulai sejak terjadinya pembuahan
(konsepsi). Kehamilan tersebut mempengaruhi psikologis terutama bila kehamilan
tersebut merupakan kehamilan yang pertama. Perubahan endokrin pada kehamilan
sama pentingnya dengan perubahan pada proses persalinan dalam memicu
terjadinya depresi pada individu yang rentan. Kehadiran bayi dapat memicu
terjadinya stres pada pasangan, sehingga mereka berusaha beradaptasi dengan
kehidupan yang baru. 1
Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder (American
Psychiatric Association), gangguan yang dikenali selama periode postpartum
adalah: 1
1. Postpartum blues,
2. Depresi pasca persalinan,
3. Psikosis pasca persalinan.
Pelaporan prevalensi kejadian postpartum blues bervariasi di seluruh
dunia. Prevalensi postpartum blues di Tanzania sebanyak 80 % sementara di
Jepang 8 %. Hal ini disebabkan oleh kurangnya kriteria diagnosis dan metodologi
penelitian yang berbeda pada masing-masing penelitian. Di Asia prevalensinya
2
antara 3,5 % hingga 63,3 % dimana Malaysia dan Pakistan menjadi peringkat
yang terendah dan tertinggi.2
Hasil penelitian Setyowati dan Riska pada tahun 2006 di RSU dr. Soetomo
Surabaya mengidentifikasi bahwa dari 31 ibu postpartum, ada sebanyak 17 (54,48
%) yang mengalami postpartum bluesdengan menggunakan EPDS ( Edinburgh
Postnatal Depression Scale)3
Pada awal abad ke-20, Blueler dan Krepelin secara terpisah menyatakan
bahwa psikosis postpartum merupakan gangguan yang dipicu oleh kelahiran dan
tidak menetap seperti bentuk psikosis lainnya.1
Selama masa postpartum wanita lebih mudah mengalami depresi dan
terjadi peningkatan kebutuhan wanita tersebut untuk menemui dokter ahli jiwa.1
Studi prospektif menggambarkan bahwa anxietas (kecemasan) dan depresi
ditemukan pada wanita hamil, dimana wanita hamil yang menderita anxietas lebih
berfokus untuk menunda kelahiran dan lebih memikirkan kesehatan bayi mereka.
Depresi pada kehamilan ditemukan lebih jarang dan tidak seberat pada masa
nifas.1
Morbiditas psikologi ibu pada saat hamil dan proses persalinan
dipengaruhi oleh:1
1. Genetik
2. Faktor kepribadian
3. Elemen sosiokultural
Dukungan sosial saat hamil memiliki pengaruh yang menguntungkan
kesehatan mental dan kesejahteraan ibu dan bayi. 1
Kelainan psikiatri umum
3
terjadi pada wanita hamil dan pasca bersalin, namun sering tidak terdiagnosis dan
tertangani. Postpartum blues jarang terjadi pada masyarakat yang memiliki
kebebasan untuk mengekspresikan emosi, keadaan dimana keluarga atau teman
menunjukkan perhatian dan dukungan. Walaupun umumnya keadaan ini akan
hilang sendiri dalam waktu dua sampai tiga minggu tanpa perlu pengobatan, 10-
15 % diantaranya ada yang menderita depresi selama tahun pertama pasca salin.
Contoh lain adalah peristiwa kegagalan kehamilan ( reproductive failure). Yang
termasuk kelainan ini antara lain adalah abortus, kehamilan ektopik, mola
hidatidosa, dan cacat bawaan. Dengan terjadinya kegagalan, calon orang tua,
terutama calon ibu tentunya akan mengalami gangguan psikologis. Hatinya
terguncang dan berbagai macam perasaan akan timbul, seperti kecewa, sedih,
murung, bahkan mungkin ada perasaan khawatir dan takut akan terjadi
pengulangan. Bila terjadi pengulangan, rasa takutnya akan meningkat. 4
Upaya yang telah dilakukan untuk mencegah terjadinya postpartum blues
dapat dilakukan dengan melakukan skrining prenatal, terapi musik, dan pemberian
ASI pada bayi dengan umur < 10 hari.
Apabila gangguan psikiatrik diatas tidak tertangani dengan baik, maka
dapat menimbulkan gangguan mental yang berat yang memerlukan perawatan
yang serius karena perempuan tersebut dapat melukai dirinya ataupun bayinya.
Keadaan ini disebut sebagai psikosis pascapersalinan, dimana terjadi dalam 1-2
dalam 1000 persalinan. Gejala terjadi umumnya dari beberapa hari sampai 4-6
minggu pascapersalinan. Gejalanya berupa tidak dapat tidur, mudah tersinggung,
4
dan sebagainya. 25 % kasus akan berulang pada kehamilan berikutnya, dan
membutuhkan pengobatan psikoterapi, antidepresan, dan antipsikotik. 5
Meskipun angka kejadiannya 1-2 per 1000 kelahiran, psikosis pasca
persalinan merupakan salah satu kasus kegawatdaruratan di bidang obsteteri. Oleh
sebab itu, perlu kiranya seorang dokter memahami dan mempelajari kejadian
postpartum blues.
Selain kasus diatas terdapat beberapa fenomena yang mendapat sorotan
akhir-akhir ini yaitu kasus bayi yang dibuang oleh orang tuanya. Sejumlah alasan
mendapat perhatian seperti keinginan menyembunyikan aib keluarga, karena bayi
tersebut merupakan hasil hubungan gelap, juga faktor kesulitan ekonomi, dan
banyak anak.
i
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Definisi Postpartum Blues
Adalah keadaan transien dari peningkatan reaktifitas emosional
yang dialami oleh separuh dari wanita dalam jangka waktu satu minggu pasca
persalinan.6 Gejala utamanya yaitu insomnia, depresi, cemas, penurunan
konsentrasi, cepat tersinggung, dan mood yang berubah-ubah. Wanita-wanita
tersebut secara sementara menangis untuk beberapa jam dan kemudian membaik.
Gejala biasanya ringan dan biasanya berakhir beberapa jam sampai beberapa hari.
Pengobatan suportif diindikasikan, dan wanita-wanita tersebut diyakinkan bahwa
depresinya tersebut sementara dan kebanyakan disebabkan oleh perubahan
biokimia. Akan tetapi, wanita tersebut sebaiknya dimonitor untuk dipantau
perkembangan penyakit yang dapat memberat seperti gangguan psikiatri yang
berat termasuk depresi postpartum dan psikosis. 7
Bobak tahun 2005 menjelaskan adanya perubahan mood pada ibu
post partum yang dapat terjadi setiap waktu setelah melahirkan tetapi perubahan
mood ini seringkali terjadi pada hari ke tiga atau keempat postpartum, dan
memuncak antara hari kelima dan ke-14 yang ditandai dengan perasaan kesepian
atau ditolak, cemas, bingung, tangisan yang singkat, gelisah, keletihan, pelupa,
dan tidak dapat tidur. 8.9
ii
2.2 Prevalensi
Postpartum blues ditandai episode transien (selintas) dari disforia, emosi
yang berlebih, gangguan memori ringan, dan kesedihan yang mampu
mempengaruhi 50% hingga 80% ibu-ibu di rumah sakit pada hari-hari pertama
setelah melahirkan.6 Selama periode post partum, pada 85% wanita akan
mengalami beberapa tipe atau jenis gangguan alam perasaan. Pada kebanyakan
wanita gejala-gejala ada yang bersifat ringan dan sementara, namun pada
beberapa wanita lainnya mendapat gejala sisa yang berkepanjangan.1
Diperkirakan sekitar 10-15 % dari wanita yang mengalami postpartum
blues, apabila tidak mendapatkan penatalaksanaan yang baik akan cenderung
berkembang menjadi penyakit depresi postpartum non-psikotik. 6
2.3 Tanda dan Gejala
Wanita pasca persalinan ditandai dengan kondisi tubuh yang lemah
fisiknya, dan lemah mental. Bersamaan dengan keadaan tersebut terjadi pula
perubahan lingkungannya. Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa setiap wanita
berbeda, dan memiliki perbedaan dalam menempatkan peranan mereka.1
Gangguan mental yang terjadi setelah melahirkan telah menarik perhatian sejak
dahulu, seperti Hipocrates telah mencatat bahwa seorang wanita karena
melahirkan dapat saja mengalami gangguan kognisi, gangguan fungsi, atau
gangguan afek.1
iii
Sebenarnya tidak secara jelas disebutkan penyakit mental pasca persalinan
hingga tahun 1700-an, namun kemudian mulai dibicarakan dalam laporan-laporan
masalah gangguan jiwa setelah persalinan.1
Pada tahun 1818 pertama kali Jean
Esquirol menunjukkan secara detail data kuantitatif terhadap 92 kasus sakit jiwa
pasca persalinan yang diambil dari studinya selama perang.1
Gangguan kejiwaan pasca melahirkan digambarkan sebagai suatu depresi
abnormal, yang mempengaruhi para ibu setelah melahirkan.1
Gangguan mental
pada pasca persalinan dikarenakan adanya beberapa gangguan secara spesifik
yang berhubungan dengan kehamilan dan kelahiran seperti perubahan hormonal
masa nifas, perubahan spesifik pada aksis Hipotalamus-Pituitari-Adrenal.1
Kesedihan maternal cenderung memuncak dalam waktu 3-5 hari
postpartum pada saat wanita masih berada di rumah sakit. Gejala –gejala tersebut
diantaranya gelisah, sulit tidur, serta gejala-gejala lain seperti kurang percaya diri,
dan merasa tidak memiliki kemampuan dalam merawat anaknya. 1
Henshaw pada tahun 2003 menjelaskan tanda dan gejala postpartum blues
antara lain tearfulness, emosi yang labil, perubahan mood, bingung, cemas dan
gangguan kognitif ( kurang perhatian, tidak bisa konsentrasi, dan pelupa).10
Keadaan ini diperkirakan sebagai sekuele (gejala sisa) dari kelahiran terutama
pada ibu-ibu yang tidak siap, dan hal ini dapat menyebabkan derajat distress
personal.1
Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder(American
Psychiatric Association) tentang petunjuk resmi diagnostik penyakit psikiatri,
iv
bahwa gangguan yang dikenali selama periode postpartum adalah postpartum
blues, depresi postpartum, psikosis postpartum. 1
Postpartum blues terjadi pada hari pertama sampai sepuluh hari setelah
melahirkan dan hanya bersifat sementara dengan gejala gangguan mood, rasa
marah, mudah menangis (tearfulness), sedih (sadness), nafsu makan menurun
(appetite), sulit tidur.9,11
Keadaan ini akan terjadi beberapa hari saja setelah melahirkan dan
biasanya akan berangsur-angsur menghilang dalam beberapa hari dan masih
dianggap sebagai kondisi yang normal terkait dengan adaptasi psikologis
postpartum. Apabila memiliki faktor predisposisi dan pemicu lainnya, maka dapat
berlanjut menjadi depresi postpartum. 12
Penegakkan diagnosis postpartum blues menggunakan kriteria Pitt dan
Kriteria Handley.13
Tabel 2.1 Kriteria Postpartum Blues Menurut Pitt dan Handley
Kriteria Pitt
Periode berlangsung setidaknya dalam satu hari (dari 1 minggu
hingga 10 hari pasca persalinan) dimana wanita merasa sangat depresi dan
sedih.
Kriteria Handley
Sedikitnya empat dari tujuh gejala ini ada dalam 1 minggu hingga 10
hari pasca persalinan:
Mood dismorfik setidaknya dalam 1 hari
v
Mudah berganti mood yang secara jelas terlihat
Sering menangis dalam periode 1 hari
Perasaan cemas yang secara jelas ditemukan
Insomnia sedikitnya selama 3 hari
Nafsu makan yang menurun, yang terlihat jelas
Iritabilitas (mudah tersinggung) yang terlihat secara jelas
Dikutip dari: O’Hara MW, Segre LS, 2008
Tabel 2.2 Perbandingan Antara Postpartum Blues, Depresi
Postpartum, dan Psikosis Postpartum
Postpartum blues Depresi postpartum Psikosis
Insiden 60-80 % 10-20 % 3-5 %
Gejala Labilitas mood, mudah
menangis, nafsu makan
menurun, gangguan
tidur, biasanya terjadi
dalam 2 minggu atau
kurang dari 2 minggu
Cemas, rasa kehilangan
sedih, kehilangan
harapan ( hopelessness),
menyalahkan diri
sendiri, gangguan
percaya diri, kehilangan
tenaga, lemah, gangguan
nafsu makan ( appetite),
berat badan menurun,
insomnia, rasa khawatir
Semua gejala yang
ada pada depresi
postpartum
ditambah gejala
halusinasi, delusi,
dan agitasi
vi
yang berlebihan,
perasaan bersalah da
nada ide bunuh diri
Kejadian 1-10 hari setelah
melahirkan
1-12 bulan setelah
melahirkan
Umum terjadi pada
bulan pertama
setelah melahirkan
Penyebab Perubahan hormonal
dan perubahan/ adanya
stresor dalam hidup
Ada riwayat depresi.
Respon hormonal.
Kurangnya dukungan
sosisal
Ada riwayat
penyakit mental,
perubahan hormon,
ada riwayat
keluarga dengan
penyakit bipolar
Tindakan Support dan empati Konseling Psikoterapi dan
terapi obat
Dikutip dari : Lynn & Piere, 2007; Pillitteri, 2003
vii
2.4 Etiologi
Penelitian yang telah dilakukan akhir-akhir ini lebih banyak memfokuskan
pada penyebab dan akibat jangka panjangnya. Penyebabnya diduga multifaktor
seperti sosiokultural, faktor obstetrik dan ginekologi, faktor psikososial (tekanan
hidup selama masa kehamilan hubungan keluarga yang kurang baik dan
kurangnya hubungan sosial serta rasa tidak puas dalam perkawinan), serta faktor
hormonal. Adanya hubungan antara faktor demografi seperti umur, status
perkawinan, tingkat pendidikan, status sosial ekonomi terhadap risiko gangguan
jiwa pada postpartum dapat saja terjadi. Penelitian yang lain menyatakan bahwa
26 % pada pasien depresi berusia muda.1
Kesedihan maternal lebih umum terjadi pada wanita yang menderita
tension premenstrual atau mereka yang mempunyai pengalaman masalah
ginekologi. 1
Ibu-ibu dengan kesedihan maternal biasanya mengalami gejala
depresi pada trimester terakhir kehamilannya, dan memiliki risiko yang lebih
besar unuk berkembang menjadi depresi postpartum. 1
Hal ini tidak berhubungan
dengan komplikasi persalinan, penggunaan anestesi, dan bukan karena persalinan
melalui vagina atau dengan sectio cesaria.1
Perubahan karier dan sosial yang
sementara atau menetap dapat menjadi konsekuensi langsung dari kehamilan dan
dapat saja merupakan sumber masalah yang besar.1
Pada sebagian besar wanita , mengandung dan melahirkan anak
merupakan suatu hal yang biasa, namun pada sebagian kecil wanita lainnya hal
tersebut mempengaruhi kesehatan mental mereka. Mereka mengalami konflik
viii
kehidupan dimana terjadi lingkaran masalalah kehidupan dan seseorang harus
mencoba menjadi ibu, istri, dan teman. 1
Gejala-gejala depresif yang terjadi selama periode post partum sering kali
diabaikan. Sakit yang timbul setelah melahirkan, menempatkan risiko pada ibu
dalam waktu jangka panjang dan mempengaruhi perkembangan dan perilaku
anak.1
Penyebab dari postpartum blues belum diketahui secara pasti, tapi diduga
disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain perubahan biologis, stress dan
penyebab sosial atau lingkungan. Perubahan kadar hormon estrogen,
progesterone, kortikotropin dan endorphin serta prolaktin diduga menjadi faktor
pendukung terjadinya postpartum blues. Faktor sosial dan lingkungan yang dapat
menjadi faktor pendukung terjadinya postpartum blues antara lain tekanan dalam
hubungan pernikahan dan hubungan keluarga, riwayat sindroma pramenstruasi,
rasa cemas dan takut terhadap persalinan, dan penyesuaian yang buruk terhadap
peran maternal. 5.7,8
Individu yang berisiko mengalami postpartum blues antara lain:
1. Mempunyai riwayat premenstrual syndrome atau depresi sebelum hamil.
Perempuan dengan riwayat dysphoric premenstrual syndrome, neurotik,
kecemasan dan depresi selama hamil mempunyai risiko yang lebih tinggi
untuk terjadinya postpartum blues.8
Bloch pada tahun 2005
mengidentifikasi faktor risiko yang menyebabkan gangguan mood pada
trimester tiga, adanya premenstrual dysphoric syndrome, adanya riwayat
postpartum depresi sebelumnya, riwayat depresi mayor atau gangguan
ix
paikiatrik lainnya, dan riwayat keluarga dengan depresi / gangguan
affective. Selain itu riwayat depresi pada masa anak-anak atau remaja juga
dapat merupakan faktor yang berperan terhadap kejadian depresi
postpartum. 14
2. Stresor psikososial selama kehamilan atau persalinan. Stresor psikososial
adalah suatu peristiwa atau kejadian yang mengakibatkan seseorang harus
melakukan penyesuaian atau adaptasi terhadap kondisi yang dialami
tersebut. Peristiwa yang terjadi tersebut menyebabkan keadaan yang
semula stabil selama bertahun-tahun, kini harus diubah atau disesuaikan.
Setiap orang mempunyai ketahanan tertentu terhadap stresor yang
dialaminya, ada yang lebih kuat dan sebaliknya ada yang lebih rentan
dibandingkan orang kebanyakan. Ketahanan terhadap stres ini
mengakibatkan perbedaan reaksi yang terjadi pada ibu yang melahirkan,
bagaimana persepsi seorang ibu terhadap proses kehamilan, dan
persalinan, tergantung dari ketahanannya atau kekuatan pribadinya yang
didapat sejak kecil. 14
3. Keadaan atau kualitas kesehatan bayi ( termasuk problem kehamilan dan
persalinan). Problem yang dialami bayi menyebabkan ibu kehilangan
minat untuk mengurus bayinya. Masalah pada bayi tersebut antara lain
adanya komplikasi kelahiran atau lahir dengan cacat bawaan.15
Kondisi
kesehatan bayi juga akan menjadi tambahan stressor bagi ibu, bayi
menjadi lebih membutuhkan perhatian, perawatan juga lebih banyak
membutuhkan biaya. Hal ini banyak dialami oleh ibu yang melahirkan
x
bayi dengan berat badan lahir rendah. Salah satu penyebab gangguan
psikologis pada maternal adalah kondisi bayi baru antara lain gangguan
iritabilitas dan berat badan lahir rendah. 5
4. Melahirkan dibawah usia 20 tahun. Kehamilan dan persalinan pada remaja
menjadi salah satu faktor pendukung terjadinya postpartum blues. Hal ini
dikaitkan dengan kesiapan remaja dalam perubahan perannya sebagai ibu,
antara lain: kesiapan fisik, mental, finansial dan sosial.8 Remaja yang
hamil lebih berisiko mengalami anemia, hipertensi dalam kehamilan dan
disproporsi sefalopelvis (CPD), dan berisiko melahirkan bayi dengan berat
badan lahir rendah. Remaja yang hamil juga lebih sulit menerima terhadap
kehamilan mereka berusaha menutupi kehamilannya. Hal ini
menyebabkan remaja tidak mendapatkan perawatan prenatal sebelum
trimester ketiga. Remaja hanya dapat berfantasi tentang bayi yang lucu,
sehat seperti boneka, tetapi tidak dapat menerima bahwa bayi mereka
butuh perawatan untuk menjadi tumbuh dan berkembang menjadi anak
yang lebih besar. 5
5. Kehamilan yang tidak direncanakan. Pada perempuan yang hamil tidak
direncanakan misalnya karena belum menikah atau pada ibu yang sudah
tidak menginginkan anak lagi, kejadian depresi postpartum lebih tinggi
dibandingkan dengan perempuan yang siap dan sangat menantikan
kelahiran bayinya.14
Perencanaan kehamilan terkait dengan kesiapan fisik,
mental maupun ekonomi. Jika ibu mempunyai kesiapan fisik dan mental
yang adekuat, maka dapat mengurangi stres, rasa cemas dan rasa takut
xi
tentang kehamilan dan persalinan serta dapat memudahkan ibu dalam
beradaptasi dengan peran barunya. Rasa takut dan cemas tentang
persalinan dan penyesuaian sosial yang buruk merupakan faktor
predisposisi gangguan psikologis pada ibu postpartum.5
6. Dukungan sosial ( terutama dari suami atau keluarga). Dukungan suami
yang dimaksud disini berupa perhatian, komunikasi, dan hubungan
emosional yang intim, hal ini merupakan faktor yang paling bermakna
menjadi pemicu terjadinya postpartum blues. Adapun dukungan keluarga
yang dimaksud adalah komunikasi dan hubungan emosional yang baik dan
hangat dengan orang tua, terutama ibu. Dari penelitian didapatkan data
bahwa rendahnya atau ketidakpastian dukungan suami dan keluarga akan
meningkatkan kejadian postpartum blues.14
Buruknya hubungan
perkawinan dan tidak adekuatnya dukungan sosial mempengaruhi kejadian
postpartum blues.15
7. Status sosial dan ekonomi. Status sosial ekonomi merupakan salah satu
faktor pendukung terjadinya postpartum blues, terkait dengan pemenuhan
kebutuhan dan perawatan pada bayi.8
Postpartum blues banyak terjadi
pada ibu yang tidak mempunyai penghasilan atau tidak bekerja (65%),
atau pada ibu yang bekerja dan mempunyai penghasilan kurang dari satu
juta rupiah (86%).15
8. Pendidikan. Ada hubungan antara jumlah dan riwayat kelahiran dengan
tingkat pendidikan. Ibu yang tingkat pendidikannya rendah akan
mempunyai jumlah anak yang banyak dan kualitas dalam perawatan bayi
xii
juga tidak baik. Kehamilan yang terjadi pada usia muda, biasanya terjadi
pada perempuan yang putus sekolah.16
Ibu yang mempunyai pendidikan
pada tingkat dasar mempunyai kecenderungan mengalami maternity blues
sebanyak satu kali (OR=1). Sedangkan ibu yang mempunyai pendidkan
tinggi (SMA/ Sarjana) mempunyai kecenderungan untuk mengalami
maternity blues sebanyak 0,84 (OR=0,84).15
2.5 Gambaran Biologi
Sejak terjadi konsepsi dimana telur/ovum telah dibuahi oleh sperma,
terjadi berbagai perubahan biologis pada wanita hamil. Kehamilan mempengaruhi
aspek psikologis, khususnya pada kehamilan pertama.1
Perubahan endokrin pada
masa awal kehamilan sama pentingnya dengan proses persalinan dalam memacu
terjadinya depresi pada individu yang rentan. 1
Onset kesedihan diperkirakan terjadi bersamaan dengan perubahan
hormonal masa nifas dan perubahan psikologi yang lain. Terjadi penurunan kadar
oestradiol progesterone dan total triptofan dalam sirkulasi atau fluktuasi kadar
prolaktin dapat menyebabkan hal tersebut, sedangkan konsentrasi kortisol
meningkat pada akhir kehamilan dan meningkat lagi selama persalinan, lalu
konsentrasinya berkurang setelah melahirkan dan kemudian berangsur normal
kembali pada bulan berikutnya. Disimpulkan bahwa peranan hormone tersebut
cukup besar selama masa post partum. Sindroma depresi yang muncul tiba-tiba
xiii
pada pasien yang ditandai oleh defisiensi estradiol terjadi perbaikan setelah
diberikan terapi dengan estradiol 17 beta. 1
Terjadinya postpartum blues merupakan suatu sindrom afektif spesifik
yang berkaitan dengan persalinan, hal ini terjadi sebagai akibat kombinasi
komponen fisik dan psikologis.1
Diperkirakan bahwa postpartum blues mempunyai dasar biologis yang
berhubungan dengan munculnya perubahan hormonal postpartum. Manifestasi
gejala dapat dimodifikasi dalam bentuk neurosis, penyesuaian sosial, kehidupan
sehari-hari, dan riwayat depresi personal maupun dalam keluarga.
Postpartum blues ini akan membaik spontan dalam beberapa hari.1
Postpartum blues yang berat mempengaruhi sekitar satu dari 10 ibudan
diperkirakan akan meningkatkan risiko depresi postnatal pada 6 minggu post
partum. 1
2.6 Aksis Plasenta-Pituitari-Adrenal
Perubahan spesifik pada aksis HPA terjadi selama kehamilan. Perubahan
ini menghasilkan sekresi CRH (Corticotropine Releasing Hormone) dari plasenta
yang disekresi ke dalam sirkulasi maternal-fetal.17
Corticotropine Releasing
Hormone diproduksi oleh trofoblas, fetal membrane, dan desidua, diregulasi oleh
steroid, berkurang kadarnya karena pengaruh progesterone, dan berlawanan
dengan umpan balik pada hipotalamus. Kadar CRH meningkat karena pengaruh
glukokortikoid. Sintesis CRH plasenta distimulasi oleh kortisol begitu pula
xiv
sebaliknya kortisol menstimulasi sintesis CRH plasenta dimana hal ini
menciptakan umpan balik positif. 2
Peningkatan progresif kadar CRH maternal selama kehamilan akibat
sekresi CRH intrauterine ke dalam sirkulasi maternal. Kadar tertinggi ditemukan
selama persalinan. Protein pengikat untuk CRH terdapat pada sirkulasi manusia
dan diproduksi di plasenta, fetal membrane, dan desidua. Plasental CRH dan
maternal CRH merangsang hipofisis anterior untuk meningkatkan ACTH,
sehingga merangsang sekresi maternal kortisol dari korteks adrenal. 2
Peningkatan glukokortikoid menginisiasi umpan balik negative pada aksis
HPA, menghambat pelepasan maternal CRH, namun kortisol yang dilepaskan
oleh korteks adrenal memiliki efek umpan balik positif dengan CRH plasenta,
sehingga merangsang sekresi hipofisis ACTH dan kortisol. 17
Wanita yang mengalami depresi selama hamil memproduksi kortisol yang
lebih tinggi dan kadar CRH yang lebih tinggi selama trimester ke dua. Konsentrasi
CRH yang bersirkulasi meningkat sejalan dengan berkembangnya kehamilan.
Setelah plasenta lahir, kadar CRH tersebut secara cepat menurun selama 24 jam
begitu juga dengan kortisol. Hal ini menyebabkan aktivasi otak untuk mensekresi
preptida CRH dan AVP (Arginine Vasopressin) oleh karena hilangnya umpan
balik negative dari system CRH-ACTH-kortisol pada hipotalamus yang
kemudian menyebabkan perubahan mood pada awal pasca persalinan. 17
Fungsi aksis HPA yang abnormal ditemukan pada depresi, dimana
pada depresi terjadi peningkatan aktivitas aksis HPA. Peningkatan aktivitas ini
xv
diatur oleh hipersekresi CRH dan AVP (Arginine Vasopressin), sebagai akibat
terganggunya umpan balik negatif reseptor glukokortikoid dan atau
mineralokortikoid dalam hipotalamus. 17
2.7 Gestasional Steroids and the Blues 17
Selama hamil, oestriol disintesis dalam plasenta dari
dehidroepiandrosteron sulfat (DHEAS) yang merupakan derivat dari kelenjar
adrenal fetal. Dehidroepiandrosteron sulfat adalah produk utama yang sekresinya
dikontrol oleh sekresi CRH plasental. Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa
kadar oestriol menurun secara signifikan pada postpartum blues, namun seperti
diketahui oestriol adalah oestrogen yang lemah. Penelitian ini menunjukkan
bahwa penurunan oestriol hanya berhubungan dengan tingkat perubahan
emosional yang berat. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa terjadi penurunan
konsentrasi progesteron dari saat persalinan sampai dengan hari ke lima
postpartum hal ini menunjukkan terjadinya progesterone withdrawal. Penurunan
curam dari kadar progesteron berhubungan dengan tampilan gejala postpartum
blues. Progesteron dan estrogen memiliki efek pada produksi CRH, dimana
estrogen berperan sebagai stimulator dan progesterone berperan sebagai inhibitor.
2.8 Stres Adrenal dan Fungsi Tiroid
Konsentrasi tiroksin meningkat selama kehamilan dan menurun selama
periode postpartum. Terjadi disfungsi tiroid khususnya hipotiroidisme yang
mungkin dapat menimbulkan masalah kejiwaan. Etiologinya dipengaruhi oleh
xvi
banyak faktor, dan komponen kausatif tersebut termasuk perubahan organic dari
tubuh itu sendiri dapat mempengaruhi fungsi psikologikal. Menurut DSM IV
gangguan jiwa post partum dapat terjadi karena onset yang spesifik pada post
partum. 1
Dampak langsung stress adrenal yang dapat mempengaruhi fungsi tiroid
adalah pada keadaan stres, terjadi gangguan aksis HPA, dimana stress adrenal
yang berkepanjangan akan mendepresi fungsi hipotalamus dan pituitari yang
merupakan organ penghasil hormone tiroid. Penelitian menunjukkan sitokin
inflamasi seperti Interleukin-1 (IL-1), Interleukin-6 (IL-6) dan Tumor Necrosis
Factor-alpha (TNF-alpha) yg dihasilkan selama terjadinya respon stress akan
mengurangi produksi Thyroid Stimulating Hormone (TSH).
Studi lain menunjukkan dengan injeksi TNF-alpha, suatu peptide
inflamasi, akan mengurangi serum Thyroid Stimulating Hormone (TSH), T3, T4
bebas, T3 bebas. Tumor Necrosis Factor-alpha (TNF-alpha) juga mengurangi
konversi T4 menjadi T3 (bentuk aktif hormone tiroid), dan mengurangi ambilan
hormone tiroid.
Onset yang spesifik tersebut dapat digunakan untk menggambarkan
adanya sebuah depresi mayor atau episode campuran atau gangguan mental yang
singkat yang terjadi terutama pada 4 minggu pertama setelah melahirkan.1
Biasanya gangguan tersebut terjadi setelah 2 minggu pertama pada masa
nifas dan tanda-tanda yang sering muncul adalah:1
- Malas, lelah
xvii
- Sedih, putus asa
- Gangguan nafsu makan, gangguan tidur
- Konsentrasi menurun dan bingung
- Kecemasan berlebihan pada bayi
- Menangis tak terkontrol, mudah tersinggung
- Merasa berdosa, lemah, merasa tak berharga
- Rasa sayang pada bayi menurun
- Takut melukai bayi atau diri sendiri
- Takut lepas control dan menjadi gila
- Berlebih-lebihan
- Keinginan seksualitas yang menurun
- Insomnia
- Gangguan pikiran
Penatalaksanaan dilakukan dalam tiga tahap, yaitu:1
- Perawatan akut (6-12 minggu) bertujuan menanggulangi remisi dari
gejala-gejala yang muncul
- Perawatan lanjutan (4-9 minggu) bertujuan menstabilkan dan
pemulihan
- Perawatan pemeliharaan, bertujuan untuk pencegahan kembali pada
pasien dengan episode sebelumnnya
Terapi suportif adalah sesuatu yang penting, apalagi bila ditemukan gejala
depresi yang berat seyogyanya segera diberikan terapi antidepresan. Kunci untuk
perawatan yang optimal adalah sejak awal teridentifikasi dan cara intervensi,
xviii
suportif secara farmakologi. Perawatan ini terbukti sangat efektif dan mampu
mengurangi dampak dari penyakitnya. 1
2.9 Pengukuran Skrining Postpartum Blues Dengan Edinburgh Postpartum
Depression Scale
Edinburgh Postnatal Depression Scale (EPDS) merupakan alat
ukur yang sudah diteliti dan dikembangkan untuk mendeteksi intensitas perubahan
perasaan depresi selama tujuh hari postpartum.
Ismail menggunakan instrument EPDS ini untuk melakukan
penelitian tentang faktor-faktor risiko yang mempengaruhi kejadian maternity
blues di RSP Persahabatan Jakarta.18
Peneliti lain yang menggunakan instrument EPDS ini adalah
Nurbaeiti untuk menganalisis hubungan antara karakteristik ibu, kondisi bayi baru
lahir, dukungan sosial dan kepuasan perkawinan dengan depresi postpartum
primipara di RSAB Harapan Kita Jakarta.19
Edinburgh Postnatal Depression Scale (EPDS) berupa kuisioner
yang terdiri dari dari 10 pertanyaan dengan 4 pilihan jawaban dari masing-masing
pertanyaan. Setiap jawaban memiliki skor yang dipilih oleh ibu yang melahirkan
sesuai dengan suasana hati yang dirasakan saat pemeriksaan.
Saat ini EPDS menjadi metode skrining yang paling umum
digunakan. Metode kuisioner EPDS terdiri dari berbagai bentuk, dari lembar
kuisioner, melalui layar telepon dan EPDS terkomputerisasi.
xix
Keuntungan EPDS:20
1. Mudah di interprestasikan (oleh perawat, bidan, petugas kesehatan lain)
2. Sederhana
3. Cepat dikerjakan (membutuhkan waktu 5-10 menit bagi ibu untuk
menyelesaikan EPDS)
4. Mendeteksi dini terhadap adanya depresi pasca persalinan
5. Dapat diterima oleh pasien
6. Menggunakan skrining ini tidak memerlukan biaya
Kekurangan EPDS:20
1. Tidak bisa mendiagnosis depresi pasca persalinan
2. Tidak bisa mengetahui penyebab dari depresi pasca persalinan
Cara penilaian EPDS:20
1. Pertanyaan 1, 2, dan 4
Mendapatkan nilai 0, 1, 2, atau 3 dengan kotak paling atas mendapatkan nilai 0
dan kotak paling bawah mendapatkan nilai 3
2. Pertanyaan 3,5 sampai dengan 10
Merupakan penilaian terbalik, dengan kotak paling atas mendapatkan nilai 3
dan kotak paling bawah mendapatkan nilai 0
3. Pertanyaan 10 merupakan pertanyaan yang menunjukkan keinginan bunuh diri.
4. Nilai maksimal : 30
5. Kemungkinan depresi: nilai 10 atau lebih
6. Semakin tinggi skor yang didapat menyatakan semakin berat gangguan depresi
yang dialami.
xx
Cara pengisian EPDS:20
1. Para ibu diharap untuk memberikan jawaban tentang perasaan yang terdekat
dengan pertanyaan yang tersedia dalam 7 hari terakhir.
2.Semua pertanyaan kuisioner harus dijawab.
3.Jawaban kuisioner harus berasal dari ibu sendiri. Hindari kemungkinan ibu
mendiskusikan pertanyaan dengan orang lain.
4.Ibu harus menyelesaikan kuisioner ini sendiri, kecuali ia mengalami kesulitan
dalam memahami bahasa atau tidak bisa membaca.
Tabel. 2.3. EPDS
Edinburgh Postnatal Depression Scale (EPDS)
Nama: __________________________ Alamat: ____________________________
Tanggal Lahir:_________________ Tanggal kelahiran Bayi: ______________
No. Telepon: ____________________
Sebagaimana kehamilan atau proses persalinan yang baru saja anda alami, kami ingin
mengetahui bagaimana perasaan anda saat ini. Mohon memilih jawaban yang paling
mendekati keadaan perasaan anda DALAM 7 HARI TERAKHIR, bukan hanya
perasaan anda hari ini.
Dibawah ini ialah contoh pertanyaan yang telah disertai oleh jawabannya.
Saya merasa bahagia:
� Ya, setiap saat
� Ya, hampir setiap saat
� Tidak, tidak terlalu sering
xxi
� Tidak pernah sama sekali
Arti jawaban diatas ialah: “saya merasa bahagia di hampir setiap saat” dalam satu minggu
terakhir ini.
Mohon dilengkapi pertanyaan lain dibawah ini dengan cara yang sama.
DALAM 7 HARI TERAKHIR:
1. Saya bisa tertawa dan merasakan hal-hal yang menyenangkan
� Sesering yang saya bisa
� Kadang-kadang
� Jarang
� Tidak sama sekali
2. Saya mampu menikmati setiap hal yang telah saya lakukan
� Selalu
� Kadang-kadang
� Jarang dibandingkan dengan sebelumnya
� Tidak pernah sama sekali
3. * Saya menyalahkan diri saya sendiri saat sesuatu terjadi tidak sebagaimana mestinya
� Ya, setiap saat
� Ya, kadang-kadang
� Tidak terlalu sering
� Tidak pernah sama sekali
4. Saya merasa cemas atau merasa kuatir tanpa alasan yang jelas
� Tidak pernah sama sekali
� Jarang
� Ya, kadang-kadang
� Ya, sering sekali
5. * Saya merasa takut atau panik tanpa alasan yang jelas
xxii
� Ya, cukup sering
� Ya, kadang-kadang
� Tidak terlalu sering
� Tidak pernah sama sekali
6. * Saya merasa kewalahan dalam mengerjakan segala sesuatu
� Ya, hampir setiap saat saya tidak mampu mengerjakannya
� Ya, kadang-kadang saya tidak mampu mengerjakan seperti biasanya
� Tidak terlalu, sebagian besar berhasil saya tangani
� Tidak pernah, saya mampu mengerjakan segala sesuatu dengan baik
7. * Saya merasa sangat tidak bahagia sehingga mengalami kesulitan tidur
� Ya, setiap saat
� Ya, kadang-kadang
� Tidak terlalu sering
� Tidak pernah sama sekali
8. * Saya merasa sedih dan merasa diri saya sengsara
� Ya, setiap saat
� Ya, cukup sering
� Tidak terlalu sering
� Tidak pernah sama sekali
9. * Saya merasa tidak bahagia sehingga menyebabkan saya menangis
� Ya, setiap saat
� Ya, cukup sering
� Disaat tertentu saja
� Tidak pernah sama sekali
10. *Muncul pikiran untuk menyakiti diri saya sendiri
� Ya, cukup sering
� Kadang-kadang
xxiii
� Jarang sekali
� Tidak pernah sama sekali
Diperiksa/ditelaah oleh:________________________ Tanggal:__________________
Sumber: Cox, J.L., Holden, J.M., and Sagovsky, R. 1987. Detection of Postnatal
Depression: Development of the 10-item: Edinburgh Postnatal Depression Scale. British
Journal of Psychiatry150:782-786
Karakteristik gejala psikologi dan gejala fisik yang terdapat dalam
gangguan depresi terangkum pada pertanyaan yang terdapat dalam kuisioner
EPDS. Perasaan tertekan yang dialami oleh pasien dijelaskan pada pertanyaan
pertama (saya bisa tertawa dan merasakan hal-hal yang menyenangkan dalam 7
hari terakhir). Hilangnya ketertarikan dalam melakukan aktifitas yang
menyenangkan dijelaskan pada pertanyaan kedua (saya mampu menikmati setiap
hal yang telah saya lakukan dalam 7 hari terakhir). Perasaan bersalah dijelaskan
pada pertanyaan ketiga (saya menyalahkan diri saya sendiri saat sesuatu terjadi
tidak sebagaimana mestinya dalam 7 hari terakhir). Salah satu faktor risiko dari
depresi yaitu timbulnya perasaan cemas atau khawatir dan perasaan takut atau
panik tanpa alasan yang jelas dijelaskan pada pertanyaan keempat dan kelima
(saya merasa cemas atau merasa kuatir tanpa alasan yang jelas dan saya merasa
takut atau panik tanpa alasan yang jelas dalam 7 hari terakhir). Energi yang
hilang, atau perasaan lelah yang tidak bisa dijelaskan pada pertanyaan keenam
(saya merasa kewalahan dalam mengerjakan segala sesuatu dalam 7 hari terakhir).
Salah satu gejala fisik dari gangguan depresi yaitu gangguan tidur dijelaskan pada
xxiv
pertanyaan ketujuh (saya merasa sangat tidak bahagia sehingga mengalami
kesulitan tidur dalam 7 hari terakhir). Gejala psikologis dari gangguan depresi
dijelaskan pada pertanyaan kedelapan (saya merasa sedih dan merasa diri saya
sengsara dalam 7 hari terakhir) dan pertanyaan kesembilan (saya merasa tidak
bahagia sehingga menyebabkan saya menangis dalam 7 hari terakhir).
Untuk pertanyaan kesepuluh (muncul pikiran untuk menyakiti diri saya
sendiri dalam 7 hari terakhir),apabila jawaban: ya dan cukup sering, merupakan
suatu tanda dimana dibutuhkan keterlibatan segera dari perawatan psikiatri.
Semakin besar gangguan depresi pasca persalinan yang timbul maka nilai
EPDS juga semakin besar. Para pasien yang memiliki skor EPDS diatas 10
sepertinya menderita suatu depresi dengan tingkat keparahan yang bervariasi.
Skala ini menunjukan perasaan pasien dalam 1 minggu terakhir. Khusus untuk
nomor 10 , jawaban: ya, cukup sering, merupakan suatu tanda dimana dibutuhkan
keterlibatan segera dari perawatan psikiatri. Wanita yang memiliki skor antara 5
hingga 9 tanpa adanya pikiran untuk bunuh diri sebaiknya dilakukan evaluasi
ulang setelah 2 minggu untuk menentukan apakah episode depresi mengalami
perburukan atau membaik.Melakukan skrining EPDS di minggu pertama pada
wanita yang tidak menunjukkan gejala depresi dapat memprediksi kemungkinan
terjadinya depresi pasca persalinan pada minggu ke 4 dan 8. Edinburgh Postnatal
Depression Scale (EPDS) tidak dapat mendeteksi kelainan neurosis, phobia,
kecemasan, atau kepribadian, namun dapat dilakukan sebagai alat untuk
mendeteksi adanya kemungkinan depresi antepartum.2
xxv
Efektivitas instrument EPDS juga pernah diteliti oleh Latifah dan Hartati
(2006) yaitu dengan membandingkan efektivitas skala EPDS dengan skala BDI
(Beck Depression Inventory). Hasilnya instrument EPDS cukup efektif digunakan
untuk menilai kejadian postpartum depresi, sementara BDI lebih cocok digunakan
untuk menilai kasus depresi secara umum.21
Tabel 2.4 Pemeriksaan Beck22
Pemeriksaan Beck
Nama: __________________________ Tanggal: ____________________________
Kuesioner ini terdiri dari kelompok-kelompok pernyataan. Bacalah setiap kelompok
pernyataan dengan seksama. Kemudian pilih satu pernyataan dalam setiap kelompok
yang paling menggambarkan perasaan anda DALAM MINGGU TERAKHIR
TERMASUK HARI INI. Lingkari nomor di samping pernyataan yang Anda pilih. Jika
dalam kelompok tersebut terdapat beberapa pernyataan yang tampaknya hamper sama,
maka lingkari masing-masingnya. Pastikanlah anda membaca semua pernyataan dalam
setiap kelompok sebelum memilih
1.
0 Saya tidak merasa sedih.
1 Saya merasa sedih.
2 Saya sedih sepanjang waktu dan tidak dapat mengubahnya.
3 Saya begitu sedih atau tidak bergembira sehingga saya sama sekali tidak suka.
2.
0 Saya tidak berkecil hati tentang masa depan.
1 Saya merasa berkecil hati tentang masa depan.
2 Saya merasa tidak memiliki apa-apa yang diharapkan.
3 Saya merasa bahwa masa depan tidak ada harapan dan bahwa segalanya tidak dapat
xxvi
membaik.
3.
0 Saya tidak merasa gagal.
1 Saya merasa telah gagal lebih dari rata-rata orang.
2 Saat saya melihat masa lalu, semua yang dapat saya lihat adalah banyaknya kegagalan.
3 Saya merasa saya adalah orang yang gagal total.
4.
0 Saya mendapatkan banyak kepuasan dari banyak hal seperti biasanya.
1 Saya tidak menikmati hal-hal seperti biasanya.
2 Saya tidak lagi mendapat kepuasan sesungguhnya dari setiap hal.
3 Saya tidak puas dan bosan dengan segala sesuatu.
5.
0 Saya tidak merasa bersalah.
1 Saya merasa bersalah dalam sebagian kecil waktu.
2 Saya merasa agak bersalah dalam sebagian besar waktu.
3 Saya merasa bersalah sepanjang waktu.
6.
0 Saya tidak merasa sedang dihukum.
1 Saya merasa mungkin dihukum.
2 Saya perkirakan saya dihukum.
3 Saya merasa saya sedang dihukum.
7.
0 Saya tidak merasa kecewa pada diri saya.
1 Saya kecewa pada diri saya.
2 Saya jijik dengan diri saya.
3 Saya membenci diri saya.
8.
xxvii
0 Saya tidak kehilangan minat pada orang lain.
1 Saya kurang berminat pada orang lain dibanding biasanya.
2 Saya kehilangan sebagian besar minat saya pada orang lain.
3 Saya kehilangan semua minat saya pada orang lain.
9.
0 Saya membuat keputusan sebaik yang saya dapat.
1 Saya menunda membuat keputusan lebih dari biasanya.
2 Saya sangat sulit membuat keputusan disbanding biasanya.
3 Saya tidak dapat membuat keputusan sama sekali.
10.
0 Saya tidak merasa tampak lebih buruk dari biasanya.
1 Saya khawatir bahwa saya tampak tua atau tidak menarik.
2 Saya merasa terdapat perubahan menetap pada penampilan saya yang membuat saya
terlihat tidak menarik.
3 Saya yakin bahwa saya tampak buruk.
11.
0 Saya dapat bekerja sebaik biasanya.
1 Saya memerlukan usaha ekstra untuk memulai mengerjakan sesuatu.
2 Saya harus sangat memaksa diri untuk melakukan segala sesuatu.
3 Saya tidak dapat bekerja sama sekali.
12.
0 Saya dapat tidur sebaik biasanya.
1 Saya lebih mudah lelah disbanding biasanya.
2 Saya lelah setelah melakukan sebagian besar pekerjaan.
3 Saya terlalu lelah untuk melakukan apapun.
13.
0 Saya tidak merasa lelah lebih dari biasanya.
xxviii
1 Saya lebih mudah lelah disbanding biasanya.
2 Saya lelah setelahmelakukan sebagian besar pekerjaan.
3 Saya terlalu lelah untuk melakukan apapun.
14.
0 Nafsu makan saya tidak lebih buruk dari biasanya.
1 Nafsu makan saya tidak sebaik biasanya.
2 Nafsu makan saya jauh lebih buruk sekarang.
3 Saya tidak mempunyai nafsu makan sama sekali.
15.
0 Saya tidak merasa lebih buruk disbanding orang lain.
1 Saya kritis terhadap diri saya untuk kelemahan atau kesalahan saya
2 saya menyalahkan diri saya untuk kesalahan saya sepanjang waktu.
3 Saya menyalahkan diri saya untuk setiap hal buruk yang terjadi.
16.
0 Saya tidak terpikir untuk bunuh diri.
1 Saya terpikir untuk bunuh diri tetapi tidak akan melakukannya.
2 Saya ingin bunuh diri.
3 Saya akan bunuh diri jika ada kesempatan.
17.
0 Saya tidak lebih khawatir tetntang kesehatan dibanding biasanya.
1 Saya khawatir tentang masalah fisik seperti sakit dan nyeri atau gangguan lambung
atau konstipasi.
2 Saya sangat khawatir tentang masalah fisik, dan sulit untuk memikirkan banyak hal lain
3 Saya begitu khawatir tentang masalah fisik saya sehingga saya tidak dapat memikirkan
hal-hal lain.
18.
0 Saya tidak menangis lagi disbanding biasanya.
xxix
1 Saya lebih banyak menangis sekarang disbanding biasanya.
2 Saya menangis sepanjang waktu sekarang.
3 Saya biasanya tidak menangis, tetapi sekarang saya tidak dapat menangis meskipun
saya ingin.
19.
0 Saya tidak dapat memperhatikan adanya perubahan minat terhadap seks belakangan ini.
1 Saya kurang tertarik terhadap seks dibanding biasanya.
2 Saya sangat kurang tertarik terhadap seks sekarang.
3 Saya benar-benar hilang minat terhadap seks.
20.
0 Sekarang saya tidak lebih kesal disbanding biasanya.
1 Saya lebih mudah terganggu atau kesal dibanding biasanya.
2 Sekarang saya merasa kesal sepanjang waktu.
3 Saya tidak dibuat kesal sama sekali oleh hal-hal yang biasanya membuat saya kesal
21.
0 Jika ada penurunan berat badan, saya tidak banyak mengalaminya belakangan ini.
1 Berat badan saya berkurang lebih dari 2,5 kg.
2 Berat badan saya berkurang lebih dari 5 kg.
3 Berat badan saya berkurang lebih dari 7,5 kg.
(Saya sengaja mencoba menurunkan berat badan dengan mengurangi makan. Ya___
Tidak ___
Skor:
0-9 normal
10-15 gejala depresi ringan
16-19 gejala depresi ringan-sedang
20-29 gejala depresi sedang-berat
xxx
30 gejala depresi berat
2.10 Penatalaksanaan22
Penatalaksanaan pasien gangguan mood harus diarahkan kepada beberapa
tujuan. Pertama, keselamatan pasien harus terjamin. Kedua, kelengkapan evaluasi
diagnostik pasien harus dilaksanakan. Ketiga, renacana terapi bukan hanya untuk
gejala, tetapi kesehatan jiwa pasien kedepan juga harus diperhatikan. Walaupun
penatalaksanaan farmakoterapi dan psikoterapi harus dipikirkan pada pasien,
peristiwa kehidupan yang penuh ketegangan dapat meningkatkan angka
kekambuhan pasien dengan gangguan mood.
Selanjutnya melalui terapi harus dapat menurunkan banyaknya stresor
berat dalam kehidupan pasien. Remisi penuh akan dialami pasien dalam waktu 4
bulan dengan pengobatan yang adekuat.
Rawat inap. Indikasi untuk rawat inap adalah kebutuhan untuk prosedur
diagnostik, risiko untuk bunuh diri dan melakukan pembunuhan, dan
berkurangnya kemampuan pasien secara menyeluruh untuk mendapatkan asupan
makanan dan mendapatkan tempat perlindungan. Riwayat gejala berulang dan
hilangnya sistem dukungan terhadap pasien juga merupakan indikasi rawat inap.
xxxi
Tanda klinis yang tidak terlalu kuat sebagai bahan pertimbangan adalah
penurunan berat badan, perbaikan yang minimal dari insomnia. Sistem pendukung
pasien harus kuat, dimana tidak terlalu mencampuri maupun menjauhi pasien.
Tiap perubahan yang kurang baik pada gejala atau tingkah laku atau sikap pasien
merupakan tanda untuk rawat inap.
Pasien dengan gangguan mood sering tidak mau menjalani rawat inap atas
dasar keinginan sendiri. Pasien tidak dapat membuat keputusan karena lambat
berpikir, berpikir negatif, dan tidak mempunyai harapan
Terapi Keluarga. Terapi keluarga dapat membantu pasien dengan
gangguan mood untuk mengurangi dan menghadapi stres dan untuk mengurangi
adanya kekambuhan.
Terapi keluarga diindikasikan untuk gangguan yang membahayakan
perkawinan pasien atau fungsi keluarga, atau jika gangguan mood didasari, atau
dapat ditangani oleh situasi keluarga. Terapi keluarga menguji peran pasien yang
mengalami gangguan mood pada seluruh keluarga, juga menguji peran dari
keluarga untuk menangani gejala pasien. Pasien dengan gangguan ini mempunyai
angka perceraian yang tinggi, dan sekitar 50 persen pasangan dilaporkan tidak
akan menikah atau punya anak jika mereka tahu pasien mempunyai gangguan
mood.
xxxii
2.11 Pengobatan Psikotropik Selama Periode Laktasi 23
Pada hakekatnya semua pengobatan psikotropika disekresi ke dalam ASI.
Karena variabilitasnya yang sangat besar, parameter yang sekarang digunakan
untuk mengetahui keterpajanan pada bayi adalah dengan menilai konsentrasi pada
serum bayi tersebut. Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRIs) bukan
merupakan obat yang dikontraindikasikan selama periode laktasi, tetapi
penggunaannya sebaiknya diseimbangkan dengan keinginan ibu untuk menyusui
dan risiko potensialnya terhadap neonatus seperti keluhan gastrik dan kolik.
Wanita yang membutuhkan mood stabilizer selama laktasi, penting untuk
diingatkan bahwa kelainan bipolar dapat dipicu oleh gangguan tidur pada wanita
yang menyusui. Karena gangguan dalam irama sirkardian ini, dokter biasanya
menghalangi wanita dengan gangguan bipolar dan psikotik untuk memberikan
ASI eksklusif selama periode postpartum.
2.12 Pencegahan
2.12.1 Skrining Prenatal
Skrining terhadap penyakit mental sebaiknya dilakukan selama
pemeriksaan prenatal pertama. Di dalamnya termasuk menemukan adanya riwayat
penyakit psikiatri sebelumnya, termasuk riwayat rawat inap, poliklinis, dan
riwayat penggunaan obat-obatan psikoaktif sebelumnya. Faktor-faktor risiko
penyakit mental sebaiknya dievaluasi secara baik. 4
xxxiii
2.12.2 Terapi Musik3
Suryani Manurung dkk dalam penelitiannya membuktikan bahwa ada
pengaruh terapi musik yang bermakna dalam mencegah dan mengatasi kejadian
postpartum blues pada responden postpartum primipara sesudah tiga hari
mendapatkan terapi music (p=0,031) di ruang kebidanan RSUP Cipto
Mangunkusumo Jakarta Pusat. Hasil analisis multivariat menunjukkan variabel
kelompok, pendidikan, skor postpartum blues pretest menunjukkan hubungan
yang erat (R=0,8) terhadap perubahan skor kejadian postpartum blues sesudah
periode intervensi. Perubahan tersebut disebabkan oleh pengaruh intervensi
sebesar 1,8. Keefektifan terapi musik dapat mencegah postpartum blues sebesar
23,3%
Kelompok intervensi diberi terapi music instrumental yakni musik klasik
tipe Mozart: Eine Kleine Nachtmusik dengan frekuensi 20-40 cps hertz lamanya
15-20 menit, dilakukan 2 kali sehari yaitu pukul 08.00 dan pukul 14.00 selama 3
hari.
Rosch dan Koeditz tahun 1998 menyatakan musik mempengaruhi system
limbik di otak yang menekan fungsi poros hipotalamus, hipofisis dan kelenjar
adrenal, sehingga menghambat pengeluaran hormone stres ( epinefrin,
norepinefrin, dopa, kortikosteroid).
xxxiv
2.12.3 Hubungan Pemberian ASI Pada Bayi Umur 10 Hari Dengan
Gejala Postpartum Blues24
Hasil analisis menunjukkan bahwa pemberian ASI pada bayi umur < 10
hari berhubungan dengan gejala postpartum blues. Hasil penelitian ini didukung
oleh pendapat Mezzacappa dan Endicott yang menyatakan bahwa metode
pemberian makanan bayi mempunyai pengaruh terhadap kejadian gejala
postpartum blues, dimana menyusui dapat mengurangi risiko terjadinya gejala
postpartum blues.
Ibu yang menyusui dapat mempengaruhi hipotalamus, susunan saraf
otonom, dan fungsi kardiovaskuler. Menyusui memiliki hubungan yang bermakna
dengan suasana hati ibu dan tingkat stress secara subjektif. Ibu yang menyusui
dilaporkan menjadi lebih tenang, kurang cemas, dan kurang stress.
Penelitian oleh Ratna Dewi tahun 2010 dengan populasi seluruh ibu yang
sudah melahirkan di bidan praktik swasta, rumah bersalin, dan rumah sakit yang
ada di kota Bengkulu dimana jumlah bayi sebanyak 6243 dengan hasil analisis
regresi logistik menunjukkan hubungan yang bermakna antara pola pemberian
makanan dini pada bayi dengan postpartum bluesOR=4,47;95% CI:1,03-10,43)
yang berarti ibu dengan non breastfeeding mempunyai risiko 4,47 kali lebih besar
untuk mengalami postpartum blues dibandingkan dengan ibu yang menyusuksn
bayinya degan ASI secara penuh.
xxxv
2.13 Prognosis25
Kejadian postpartum blues berisiko untuk terjadinya depresi postpartum,
hal tersebut juga meningkatkan risiko bagi wanita tersebut untuk menderita
episode-episode depresi di masa yang akan datang. Penelitian pada tahun 2009
menunjukkan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara postpartum blues
dengan nilai EPDS 13 atau lebih yang dilakukan pada saat 2 dan 6 minggu pasca
persalinan. Nilai EPDS 13 atau lebih menunjukkan tanda awal terjadinya depresi
mayor postpartum yang signifikan secara klinis. Dalam 2 minggu pertama pasca
persalinan skriniing untuk postpartum blues, depresi dan kecemasan sebaiknya
dilakukan untuk mengidentifikasi wanita yang memiliki risiko terjadinya penyakit
psikiatri yang secara klinis signifikan pada periode pasca persalinan untuk dapat
mencegah dan memberikan terapi.
xxxvi
BAB III
KESIMPULAN
Ada 3 bentuk kelainan psikiatri pasca persalinan yaitu Postpartum Blues,
Depresi Pasca Persalinan, dan Psikosis Pasca Persalinan. Pelaporan prevalensi
postpartum blues bervariasi di seluruh dunia. Hal ini disebabkan kurangnya
kriteria diagnosis dan metodologi penelitian yang berbeda pada masing-masing
penelitian.
Postpartum Blues adalah keadaan transien dari peningkatan reaktivitas
emosional yang dialami oleh separuh dari wanita dalam jangka waktu satu minggu
pasca persalinan. Gejala klinis terlihat dari hari ke 3 hingga hari ke 5, kemudian
menghilang dalam beberapa jam hingga beberapa hari kemudian.
Sudut pandang biologi memandang perubahan fisiologis selama kehamilan
/ pasca persalinan dan diduga gangguan ini berasal dari gangguan metabolisme,
sensitifitas terhadap fluktuasi dan penurunan kadar hormon estrogen dan
progesteron, termasuk fluktuasi dari hormon gonad dan kadar hormon steroid
neuroaktif lainnya yang mengalami fluktuasi setelah persalinan.
Perubahan dramatis pada aksis HPA terjadi selama kehamilan sebagai
akibat perubahan kadar hormon progesteron dan estrogen.
Akibat pelepasan plasenta pada persalinan kadar progesterone, estrogen,
dan CRH berkurang drastis, mencapai kadar seperti sebelum hamil pada hari ke 5
pasca persalinan. Kadar kortisol juga berkurang drastis pasca persalinan, namun
xxxvii
korteks adrenal yang mengalami hipertrofi kembali seperti sebelum hamil pada
hari ke 5 pasca persalinan.
Edinburgh Postnatal Depression Scale (EPDS) adalah salah satu metode
untuk mendeteksi adanya postpartum blues, berupa kuisioner, terdiri dari 10
pertanyaan mengenai bagaimana perasan pasien dalam satu minggu terakhir.
Pada dasarnya keadaan ini tidak memerlukan farmakoterapi dimana
penyebab Postpartum Blues adalah fluktuasi hormonal yang bersifat sementara
saja, dan tidak memerlukan terapi spesifik seperti pemberian obat anti depresan.
xxxviii
DAFTAR PUSTAKA
1. Ibrahim HAS. Gangguan Alam Perasaan Manik Depresi. Edisi 1. Tangerang:
Jelajah Nusa; 2011.
2. Gondo HK. Skrining Edinburgh Postnatal Depression Scale (EPDS) Pada
Postpartum Blues. Bagian Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran
Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.
3. Manurung S, Lestari TR, Suryati B, Miradwiyana B, Karma A, Paulina K.
Efektivitas Terapi Musik Terhadap Pencegahan Postpartum Blues Pada Ibu
Primipara di Ruang Kebidanan RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta Pusat.
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan. 2011 Januari;14(1): 17-23
4. Martadisoebrata D. Psikosomatisdalam Obstetri dan Ginekologi. Dalam
Bunga Rampai Obstetri dan Ginekologi Sosial. Edisi 1. Jakarta: Yayasan
Binas Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2005. h. 127-35
5. Hadijanto B. Aspek Psikologi pada Kehamilan, Persalinan, dan Nifas. Dalam
Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Edisi 4. Jakarta: P.T. Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo; 2010. h. 858-65
6. Berga SL, Paary BL, Cyranowski JM. Special Areas of Interest. In Kaplan &
Sadock’s Comprehensive Textbook of Psychiatry. Volume II. 8th
edition.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2004. P. 2293-2316
7. Leveno KJ, Alexander JM, Bloom SL, Casey BM, Dashe JS, Roberts SW, et
al. Postpartum Depreession or “Blues”. In Williams Manual of Pregnancy
Complications. New York: McGraw-Hill; 2013. p. 425-9.
xxxix
8. Bobak IM, Lowdermilk IM, Jensen MD. Buku Ajar Keperawatan Maternitas.
Edisi 4. Jakarta: EGC; 2005
9. Pillitteri. Maternal and Child Health Nursing. Care of Childbearing and
Childbearing Family. 3rd
edition. Philadelphia; Lippincott; 2003.
10. Henshaw C. Mood Disturbance in the Early Puerperium: a review. Archives of
Women’s Mental Health. 2003;6(2): 33-42
11. Lynn CE, Pierre CM. The Taboo of Motherhood: Postpartum Depression.
International Journal of Human Caring. 2007;11(2): 22-31
12. Takahashi Y, Tamakoshi K. Factors Associated With Early Postpartum
Maternity Blues and Depression Tendency Among Japanese Mothers With
Full-Term Healthy Infants. Nagoya J. Med. Sci. 2014;129-38
13. O’Hara MW, Segre LS. Psychologic Disorders of Pregnancy and the
Postpartum Period. In : Danforth's Obstetrics and Gynecology 10th
ed.
Lippincott Williams & Wilkins; 2008: 504-16
14. Elvira SD. Depresi Pasca Persalinan. Balai penerbit FKUI. 2006; 1-43
15. Curry AF. Menezes PR, Tedesco JAA, Kahalle S, Zugaib M. Maternity
“Blues”: Prevalence and Risk Factors. The Spanish Journal of Psychology.
2008;11(2): 593-9
16. Gurel SA, Gurel H. The Evaluation of Determinants of Early Postpartum Low
Mood: The Importance of Parity and Inter-pregnancy Interval. European
Journal of Obstetrics & Gynecology and Reproductive Biology. 2000;91(1):
21-4
xl
17. O’Keane V, Lightman S, Patrick K, Marsh M, Papadopoulos AS, Pawlby S, et
al. Change in Maternal Hypothalamic-Pituitary-Adrenal Axis During the Early
Puerperium may be Related to the Postpartum ‘Blues’. Journal of
Neuroendocrinology. 2011;23: 1149-55
18. 1smail RI. Faktor Risiko Depresi Prabersalin dan Depresi Pascabersalin:
Minat Khusus pada Dukun dan Sosial dan Kesesuaian Hubungan Suami Istri.
http://digitlib.litbang.depkes.go.id. Diunduh tanggal 24 April 2014
19. Nurbaeti I. Analisis Hubungan Antara Karakteristik Ibu, Kondisi Bayi Baru
Lahir, Dukungan Sosial dan Kepuasan Perkawinan dengan Depresi
Postpartum Primipara di Rumah Sakit Anak dan Bersalin Harapan Kita
Jakarta, Agustus 2002. Program Magister Keperawatan Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia. 2002
20. Cox, J.L., Holden, J.M., and Sagovsky, R.. Detection of postnatal depression:
Development of the 10-itemEdinburgh Postnatal Depression Scale. British
Journal of Psychiatry. 1987.150:782-6
21. Latifah L, Hartati. Efektivitas Skala Edinburgh dan Skala Beck dalam
Mendeteksi Risiko Depresi Post Partum di Rumah Sakit Umum Prof.
Margono Soekarjo Purwokerto. Jurnal Keperawatan Soedirman ( The
Soedirman Journal of Nursing). 2006;1(1): 15-9
22. Graber MA, Toth PP, Herting RL. Buku Saku Dokter Keluarga. Edisi 3.
Jakarta: EGC; 2006
xli
23. Ismail RI, Siste K. Gangguan Depresi. Dalam Elvira SD, Hadisukanto G,
editor. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia: 2010. h. 209-22
24. Dewi R, Mariati, Wahyuni E. Hubungan Pemberian ASI pada Bayi Umur < 10
Hari Dengan Gejala Postpartum Blues di Kota Bengkulu Tahun 2011. Buletin
Penelitian Sistem Kesehatan. 2012 April;15(2): 193-202
25. Reck C, Stehle E, Reinig K, Mundt C. Maternity Blues as a Predictor of DSM-
IV Depression and Anxiety Disorder in the First Three Months Postpartum.
Journal of Affective Disorder. 2009;113: 77-87
xlii
BERITA ACARA SARI PUSTAKA
Nama : dr. Ignatius Pramudya Widjaja
Judul : Postpartum Blues
Hari & Tanggal : Selasa, 22 Juli 2014
Waktu : Pukul 11.30-12.30 WITA
Tempat : Ruang Pertemuan SMF Obgin Lantai II
Tim Penguji :
1. dr. I Made Darmayasa, Sp.OG(K)
2. dr. I Wayan Megadhana, Sp.OG(K)
.
dr. I Made Darmayasa, Sp.OG(K)
Pertanyaan :
1. Jelaskan Patobiologi terjadinya Postpartum Blues?
2. Perbaiki halaman 1 mengenai penomoran nomor daftar pustaka pada
paragraf
3. Mana lebih dominan segi fisik atau psikis terjadinya Postpartum Blues?
4. Bagaimana diagnosis/ skrining Postpartum Blues?
5. Apakah Postpartum memerlukan terapi atau tidak
6. Berapakah insiden Postpartum Blues?
Jawab :
1. Postpartum Blues diperkirakan terjadi bersamaan dengan perubahan
hormonal masa nifas dan perubahan psikologi yang lain. Terjadi
penurunan kadar oestradiol progesterone dan total triptofan dalam sirkulasi
atau fluktuasi kadar prolaktin dapat menyebabkan hal tersebut, sedangkan
konsentrasi kortisol meningkat pada akhir kehamilan dan meningkat lagi
selama persalinan
xliii
Fungsi aksis HPA yang abnormal ditemukan pada Postpartum
Blues, terjadi peningkatan aktivitas aksis HPA. Peningkatan aktivitas ini
diatur oleh hipersekresi CRH dan AVP (Arginine Vasopressin), sebagai
akibat terganggunya umpan balik negatif reseptor glukokortikoid dan atau
mineralokortikoid dalam hipotalamus
penurunan konsentrasi progesteron dari saat persalinan sampai
dengan hari ke lima postpartum hal ini menunjukkan terjadinya
progesterone withdrawal. Penurunan curam dari kadar progesteron
berhubungan dengan tampilan gejala postpartum blues
2. Sudah diperbaiki pada revisi referat.
3. Segi fisik yang lebih dominan dimana yang telah tersebut pada jawaban
nomor 1. Faktor psikis merupakan faktor risiko yang dapat mencetuskan
terjadinya kelainan ini.
4. Skrining yang dapat digunakan dengan menggunakan Edinburgh Postnatal
Depression Scale.
5. Pada dasarnya keadaan ini tidak memerlukan farmakoterapi dimana
penyebab Postpartum Blues adalah fluktuasi hormonal yang bersifat
sementara saja, dan tidak memerlukan terapi spesifik seperti pemberian
obat anti depresan.
6. Postpartum Blues mempengaruhi 50% hingga 80% ibu-ibu di rumah sakit
pada hari-hari pertama setelah melahirkan
Dr. I Wayan Megadhana, SpOG(K)
Pertanyaan :
1. Definisi Postpartum Blues?
2. Apakah Postpartum Blues masuk ke dalam diagnosis pada PPDGJ ?
3. Seberapa besar masalah yang ditimbulkan oleh Postpartum Blues sehingga
diangkat menjadi suatu masalah?
4. Mengapa bisa muncul Postpartum Blues?
5. Apa hubungan tampilan biologi tentang HPA aksis terhadapa terjadinya
Postpartum Blues?
xliv
6. Apa manfaat dari sari pustaka ini?
Jawab :
1. Postpartum Blues adalah keadaan transien dari peningkatan reaktifitas
emosional yang dialami oleh separuh dari wanita dalam jangka waktu satu
minggu pasca persalinan.
2. Tidak, Postpartum Blues digolongkan dalam gangguan mood menurut
DSM IV
3. Postpartum Blues mempengaruhi 50% hingga 80% ibu-ibu di rumah sakit
pada hari-hari pertama setelah melahirkan.Diperkirakan sekitar 10-15 %
dari wanita yang mengalami postpartum blues, apabila tidak mendapatkan
penatalaksanaan yang baik akan cenderung berkembang menjadi penyakit
depresi postpartum. Apabila gangguan psikiatrik diatas tidak tertangani
dengan baik, maka dapat menimbulkan gangguan mental yang berat yang
memerlukan perawatan yang serius karena perempuan tersebut dapat
melukai dirinya ataupun bayinya. Keadaan ini disebut sebagai psikosis
pascapersalinan
4. Telah dijelaskan patobiologi terjadinya Postpartum Blues Pada soal nomor
1. Di bagian pertanyaan dr. I Made darmayasa, SpOG(K)
5. Fungsi aksis HPA yang abnormal ditemukan pada Postpartum Blues,
terjadi peningkatan aktivitas aksis HPA. Peningkatan aktivitas ini diatur
oleh hipersekresi CRH dan AVP (Arginine Vasopressin), sebagai akibat
terganggunya umpan balik negatif reseptor glukokortikoid dan atau
mineralokortikoid dalam hipotalamus
6. Manfaat dari sari pustaka ini adalah agar kita mampu mengenali dini
gejala Postpartum Blues, sehingga dapat mencegah terjadinya depresi
postpartum dengan mengenali secara dini pencetus yang dapat
menimbulkan terjadinya depresi postpartum, baik itu dengan cara
pencegahan maupun dengan cara penanganan keadaan itu sendiri seperti
memberikan konseling secara dini. Pencegahan postpartum Blues itu
sendiri dapat dilakukan dengan melakukan deteksi dini pada saat Antenatal
care dengan menelusuri faktor risiko terjadinya Postpartum Blues.