sarden kaleng
TRANSCRIPT
-
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ikan
Sejak beberapa abad yang lalu, manusia telah memanfaatkan ikan sebagai salah
satu bahan pangan yang banyak mengandung protein 18 30 %.Protein ikan sangat
dibutuhkan karena mengandung asam amino essensial, nilai biologisnya tinggi (90%),
lebih murah dibandingkan dengan sumber protein yang lain. Selain kandungan
protein,ikan juga mengandung lemak yang bersifat tak jenuh,vitamin,mineral, dan
jaringan pengikatnya sedikit sehingga mudah dicerna.Hal paling penting adalah
harganya jauh lebih murah dibandingkan dengan sumber protein lain. Ikan juga dapat
digunakan sebagai bahan obat-obatan,pakan ternak dan lainnya.(Rabiatul, 2008)
2.2 Komposisi Kimia Ikan
Kandungan kimia, ukuran dan nilai gizi ikan tergantung pada jenis, umur,
kelamin, tingkat kematangan, dan kondisi tempat hidupnya. Agar dapat memanfaatkan
ikan dengan baik, perlu diketahui karakteristik yang dimiliki, misalnya struktur tubuh
ikan, perbandingan ukuran tubuh dan berat, sifat fisik dan kimia, protein, lemak,
vitamin, dan senyawa lain yang dikandungnya. Hasil-hasil perikanan merupakan
sumber daya alam yang sangat besar manfaatnya untuk menbantu pertumbuhan dan
pemeliharaan tubuh , memperkuat daya tahan tubuh serta juga memperlancar proses
fisiologi dalam tubuh.(Rabiatul, 2008)
-
Tabel 2.1 Mineral yang terdapat pada ikan
No Mineral Rata-rata mencukupi
(mg%)
1. Kalium 300
2. Klorida 200
3. Phospor 200
4. Sulfur 200
5. Natrium 63
6. Magnesium 25
7. Calsium 15
8. Besi 1,5
9. Mangan 1
10. Zink 1
11. Flour 0,5
12. Arsenik 0,4
Sumber : Rabiatul
2.3 Pengolahan Ikan Kaleng
Bahan baku ikan segar diproses dengan beberapa tahap dari proses
pengalengan yaitu :
a. Pembuangan Udara/Penghampaan/Exhausting
Sebelum wadah ditutup, biasanya dilakukan penghampaan/exhausting untuk
memperoleh keadaan vakum parsial. Tujuan penghampaan yaitu untuk memperoleh
keadaan vakum dalam wadah yaitu dengan jalan mengeluarkan udara terutama
oksigen (O2
Tujuan penutupan wadah yaitu Memasang tutup dari wadah sedemikian rupa,
sehingga faktor-faktor penyebab kerusakan tidak dapat masuk lagi ke dalamnya
setelah dilakukan sterilisasi. Penutupan kaleng dilakukan dengan alat khusus.
Penutupan kaleng harus sempurna, sebab kebocoran dapat merusak produknya.
Sebelum wadah ditutup diperiksa dahulu apakah head space-nya sudah cukup dan
) yang ada dalam head space.
b. Penutupan Wadah (Sealing)
-
sesuai dengan perhitungan. Setelah ditutup sempurna, kaleng/wadah perlu dibersihkan
jika ada sisa-sisa bahan yang menempel pada dinding kaleng / wadah. Pencucian
dilakukan dengan air panas (suhu sekitar 82,2OC) yang mengandung larutan H3PO4
c. Sterilisasi (Processing)
Sterilisasi (Processing) pada pengalengan adalah proses pemanasan wadah
serta isinya pada suhu dan jangka waktu tertentu untuk menghilangkan atau
mengurangi faktor - faktor penyebab kerusakan makanan, tanpa menimbulkan gejala
lewat pemasakan (over cooking) pada makanannya. Suhu yang digunakan biasanya
121
dengan konsentrasi 1,0 1,5 %, kemudian dibilas dengan air bersih beberapa kali
O
d. Pendinginan (Cooling)
C selama 20 40 menit, tergantung dari jenis bahan makanan.
Pendinginan dilakukan sampai suhunya sedikit di atas suhu kamar, maksudnya
agar air yang menempel pada dinding wadah cepat menguap, sehingga terjadinya
karat dapat dicegah . Tujuan Pendinginan yaitu mencegah lewat pemasakan (over
cooking) dari bahan pangan dan tumbuhnya spora-spora dari bakteri perusak bahan
pangan yang belum mati. Cara Pendinginan yaitu kaleng / wadah yang sudah
dipanaskan kemudian didinginkan dengan air dingin sampai suhunya 35 40O
C.
Pendinginan dapat dilakukan di dalam otoklaf sebelum autoklaf dibuka atau di luar
otoklaf dengan jalan menyemprotkan air dingin.
-
2.4 Syarat Mutu Ikan Kaleng Sarden
Tabel 2.2 Syarat Mutu Ikan Kaleng Sarden Berdasarkan SNI
No Uraian Satuan Syarat Mutu
1. Keadaan kaleng Dalam kondisi normal (sebelum
dan sesudah dieram) tidak bocor,
tidak kembung, tidak berkarat,
permukaan dalam tidak bernoda,
lipatan kaleng baik..
2. Kehampaan mm Hg Min 50
3. Keadaan isi Sesuai dengan
SNI 01 2345 1991 *)
4. Media
4.1 Jenis
4.2 Kepekatan
Brix
Saus tomat
Min 11
5. Ph 4,6 6
6. Ruang kosong ( Head
Space), % v/v
Maks . 10
7. Bobot tuntas, % b/b Min. 70
8. Zat warna makanan
tambahan
Sesuai dengan
SNI 01 0222 1987
9. Cemaran logam
9.1 Cu mg/kg Maks. 20,0
9.2 Pb mg/kg Maks. 2,0
9.3 Hg mg/kg Maks. 0,5
9.4 Zn mg/kg Maks. 100,0
9.5 Sn mg/kg Maks. 250,0
10. Cemaran As mg/kg Maks. 1,0
Sumber : SNI 01 3548 1994
-
2.5 Struktur Kaleng Dan Persyaratannya
Kaleng yang sering juga disebut sebagai timah yang digunakan sebagai wadah
dari beberapa produk makanan dan minuman sesungguhnya terdiri dari pelat baja
karbon rendah yang dilapisi timah pada kedua sisinya yang disebut tin-plate. Tebal
lapisan timah tertentu, disesuaikan dengan keperluan. Tin-plate merupakan bahan
yang ideal untuk wadah dari makanan dan minuman. Meskipun tidak selalu bersifat
inert secara sempurna terhadap setiap jenis produk makanan dan minuman, akan tetapi
dengan memperhatikan persyaratan-persyaratan tertentu serta memilih kombinasi
yang tepat dari material-material yang bersangkutan, maka interaksi antara produk dan
kalengnya dapat ditekan sedemikan sehingga tidak melampaui batas yang diizinkan
pemerintah.
Bila produk makanan dan minuman yang dikalengkan sangat korosif, maka
setelah lapisan timah ditambahkan lapisan pelindung organic, yang akan menghalangi
kontak antara permukaan lapisan timah dan lingkungan yang korosif. Selain itu pada
permukaan lapisan timah juga dapat dibuat lapisan oksidanya untuk mendapatkan
permukaan yang pasif. (Murdiati S,1982)
Tabel 2.3 Ketebalan Lapisan Kaleng Makanan
Lapisan Tebal (m)
Minyak 10-9
Oksida 10-9
Timah 10-6
Paduan 10-7
Baja 10-4
Sumber : SNI:19-1899-1991
2.6 Korosi Dalam kemasan kaleng, makanan dapat dipanaskan hingga suhu yang sangat tinggi
dan tekanan yang tinggi pula. Dengan demikian semua mikroba yang hidup bersama
makanan tersebut akan mati. Karena kaleng juga ditutup dengan sangat rapat, maka
-
mikroba baru tidak akan bisa masuk kembali ke dalamnya. Oleh karena itu makanan
kaleng dapat disimpan hingga dua tahun dalam keadaan baik, tidak busuk, dan tidak
beracun. Jadi, umur tempat jalannya reaksi panas makanan selama penyimpanan
ditentukan oleh daya tahan kaleng terhadap korosi.Banyak sekali faktor yang
mempengaruhi besarnya korosi pada kaleng bagian dalam, diantaranya tingginya sisa
oksigen dalam makanan, adanya akselator korosi, seperti Nitrat dan senyawa Sulfur
lainnya, pH makanan dalam kaleng, suhu dan lama penyimpanan dan jenis kaleng dan
lapisan penahan korosi. Logam-logam yang mempunyai E0oksidasi
= 0 .(1) Dimana : F = 96487 Coulomb/ekuivalen;Faraday
n = jumlah electron yang terlibat dalam reaksi redoks
besar akan mudah
mengalami oksidasi yang berarti cepat mengalami korosi. Adanya air,oksigen,karbon
dioksida atau belerang trioksida (pembentuk asam) dan garam dapat mempercepat
terjadinya korosi. Daerah yang tertutup oleh air akan mudah teroksidasi (berkelakuan
sebagai anoda),sehingga membentuk suatu lubang. Menurut teori energetika,
kelarutan dapat terjadi bila energi bebas Gibbs adalah negatif. Hubungan antara energi
bebas Gibbs dengan potensial reduksi logam atau potensial sel adalah sebagai berikut :
E0 = Potensial Elektroda Standar
Selain itu kondisi larutan dalam suasana asam dapat memicu terjadinya pelarutan
logam menjadi ion. Dengan kehadiran H+
Sn Sn
maka logam Sn dan Zn akan bereaksi
sebagai berikut :
2+ + 2e E0 = 0,14 volt
2H+ + 2e H2 E0 = 0,00 volt
Sn + 2H+ Sn2+ + H2 E0
Zn Zn
= 0,14 volt
2+ + 2e E0 = 0,76 volt
2H+ + 2e H2 E0 = 0,00 volt
Zn + 2H+ Zn2+ + H2 E0
Dari persamaan reaksi diatas, dapat kita lihat bahwa harga E
= 0,76 volt
0sel adalah positif, dengan dalah negative yang berarti demikian sesuai dengan persamaan (1) maka
reaksi perubahan logam menjadi ion atau pelarutan adalah spontan (Sentot B.R,1990)
-
2.7 Logam Seng (Zn)
Merupakan elemen pertama dan yang terakhir dari golongan transisi yang
lebih banyak tingkat oksidasi dari pada elemen lain. Dan kimia seng Zn (II) kecuali
ion Zn2+ yang telah diidentifikasi dalam kaca diamagnetic kuning yang diperoleh
dari pendinginan larutan seng metalik ZnCl2 ; ion ini adalah analog dari
ion Cd2+ dan Hg2+ yang akan dibahas dalam bab berikut, tetapi kurang stabil dari
mereka. Zink biasanya diisolasi dari campuran seng, ZnS, dengan pembakaran dan me
ngurangi oksida yang dihasilkan dengan karbon; logam ini lebih tidak stabil dari
logam transisi yang lain (mendidih pada 9080C) dan dapat dipisahkan dengan
pendinginan (untuk menghindari membalikkan reaksi), dan dimurnikan dengan destila
si atau elektrolisa. Zink adalah logam keperak-putih yang cukup lunak,yang sifatnya
mempunyai titik-leleh yang relatif rendah (419oC) dan merupakan struktur-heksagonal
yang tertutup dari logam yang dapat terdistorsi, dengan hasil bahwa jarak interatomik
lebih besar daripada logam transisi dari seri pertama.
(Sharpe,1991)
2.7.1 Toksisitas Logam Seng (Zn)
Logam seng adalah suatu unsur yang sedikit berbahaya, dan senyawanya pada
umumnya rendah toksisitasnya. Kadar arsen, timah, cadmium atau antimony yang
rendah terdapat bersama seng yang tidak murni cukup berbahaya. Kelebihan logam
seng hingga dua kali AKG (Angka Kekurangan Gizi) menurunkan absorbsi
tembaga.Suplemen seng yang berlebihan biasanya menyebabkan keracunan,
begitupun makanan yang asam dan disimpan didalam kaleng yang dilapisi
seng.(Almatsier, S.2001)
2.8 Logam Timah (Sn)
Timah adalah sebuah unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki simbol
Sn (bahasa Latin: stannum) dan nomor atom 50, bobot atom 118,710 sma, titik lebur
449,47 F dan titik didih 4716 F. Unsur ini merupakan logam miskin keperakan,
-
dapat ditempa (malleable), tidak mudah teroksidasi dalam udara sehingga tahan
karat, ditemukan dalam banyak alloy, dengan penampakan abu-abu keperakan
mengkilap dan digunakan untuk melapisi logam lainnya untuk mencegah karat.
Jumlah kecil timah dalam makanan kaleng tidak berbahaya terhadap manusia.
2.8.1 Toksisitas Logam Timah (Sn)
Logam timah merupakan unsur yang beracun dimana rang yang terpapar timah
dalam jangka waktu lama. Misalnya pekerja, atau penduduk yang tinggal di sekitar
industri yang menggunakan bahan timah hitam akan mengalami penyakit anemia,
gejalanya terdapat garis biru hitam pada gusi, nyeri perut, konstipasi (sulit buang air
besar), dan muntah. Oleh karenanya, harus diwaspadai adanya timah pada kemasan
makanan dan minuman, peralatan yang mengandung timah misalnya baterai, cat, dan
minyak bumi.(Darmono,1995)
2.9 Metode Destruksi
Destruksi merupakan suatu cara perlakuan perombakan senyawa menjadi unsur-
unsurnya sehingga dapat dianalisis. Metode destruksi materi organik dapat dilakukan
dengan dua cara yang selama ini dikenal sebagai :
a. Metode destruksi kering
b. Metode destruksi basah
Berdasarkan kedua metode destruksi ini sudah tentu memiliki teknik pengerjaan
yang berbeda pula. Penguraian sampel dengan asam-asam kuat baik tunggal maupun
campuran dikenal dengan metode destruksi basah sedangkan penguraian sampel
dengan cara pengabuan sampel dalam tanur dikenal sebagai metode destruksi
kering.(Pomeranz,1922)
-
2.9.1 Metode Destruksi Basah
Metode destruksi basah dilakukan dengan memanaskan contoh (contoh organic
dan biologis) dengan adanya asam-asam mineral yang pekat atau campuran dari asam-
asam tersebut. Asam-asam kuat yang digunakan untuk mendestruksi sampel organik
adalah asam nitrat yang pertama kalinya digunakan oleh Cerius untuk penentuan S, P,
As dan logam-logam dalam senyawa organik. Suhu pemanasan mencapai 3800
.
C dan
dipanaskan dalam tabung tertutup.
Proses destruksi dilakukan dalam labu kjedahl. Dipanaskan pada penangas dari
logam pada suhu 3000
C, setelah kelebihan asam habis diuapkan lalu dipijarkan,residu
diuapkan kembali dengan penambahan beberapa milliliter asam nitrat dan sisanya
berupa abu putih yang mudah larut dalam asam-asam.Kebaikan metode destruksi
basah dengan menggunakan pelarut asam nitrat yaitu metodenya
sederhana,oksidasinya kontiniu dan cepat serta unsur- unsur yang diperoleh mudah
larut sehingga dapat ditentukan dengan metode analisis tertentu. Kekurangan metode
ini adalah reaksi yang terjadi berlangsung kuat dan dapat membuat residu keluar maka
dilakukan pemanasan lebih berhati-hati.
Metode destruksi basah dengan menggunakan asam nitrat sebagai pengoksidasi
dengan dikombinasikan menggunakan asam pengoksidasi lain seperti asam sulfat ,
asam perklorat dan hidrogen peroksida adalah metode yang paling digunakan.
Kombinasi dengan asam sulfat diperlukan untuk menaikkan suhu sehingga bahan
organik yang sukar dioksidasi pada titik didih asam nitrat akan dapat dioksidasi
dengan sempurna pada suhu yang jauh di atasnya. Namun untuk sampel yang banyak
mengandung kalsium akan menimbulkan endapan sulfat yang dapat mengabsorbsi
unsu analit tertentu. Ion sulfat juga sangat mengganggu dalam analisis unsur tertentu
secara Spekrofotometri Serapan Atom (SSA). Asam perklorat sangat efektif untuk
mendestruksi zat organik yang paling sukar dioksidasi namun mempunyai potensi
mudah menimbulkan ledakan jika tidak digunakan secara tepat.
Kesempurnaan destruksi ditandai dengan diperolehnya larutan jernih pada larutan
hasil destruksi yang menunjukkan bahwa semua konstituen yang ada telah larut
-
sempurna atau penguraian senyawa-senyawa organik telah berjalan dengan baik.
Senyawa-senyawa garam yang terbentuk setelah hasil destruksi merupakan senyawa
garam yang stabil yang dapat disimpan selama beberapa hari, untuk selanjutnya
dianalisis konsentrasi logamnya dengan metode Spektrofotometri Serapan Atom
(SSA).(Egan,1981)
2.9.2 Metode Destruksi Kering
Destruksi kering merupakan penguraian (perombakan) senyawa organik logam
dalam sampel menjadi logam anorganik dengan jalan pengabuan sampel dan
memerlukan suhu pemanasan tertentu.
Pada metode ini sampel dipanaskan secara bertahap di udara terbuka untuk
menguapkan air, menguraikan dan mengoksidasi sampel dimana akhirnya sampel
diabukan di tanur dengan suhu pengabuan 450-5500 C. Untuk menentukan suhu
pengabuan dengan metode destruksi kering terlebih dahulu ditinjau jenis logamyang
akan dianalisis. Bila oksida logam yang terbentuk bersifat mudah menguap, seperti
halnya dalam analisis unsur kadmium dan kromium maka perlakuan ini tidak
memberikan hasil yang baik, disebabkan pada suhu tinggi oksida-oksida logam ini
sudah habis menguap. (Untuk analisis unsur kadmium dan kromium,suhu pengabuan
antara 320-4200C). Namun ada juga perlakuan destruksi kering dengan suhu
pengabuan mencapai 7500C atau bahkan sampai 9800
C. Suhu pengabuan yang relatif
tinggi akan mempercepat proses destruksi dan hanya berlaku untuk unsur-unsur
logam yang tidak mudah menguap.
Oksidasi-oksidasi ini kemudian dilarutkan ke dalam asam encer yang sesuai
setelah itu dianalisis secara kuantitatif dengan metode SSA.Masalah utama dengan
teknik yang sederhana ini adalah kemungkinan adanya unsur yang menguap
keseluruhan ataupun sebagian. Losses melalui penguapan akan lebih mungkin terjadi
jika temperatur yang digunakan untuk pengabuan lebih tinggi. Tetapi jika tidak
menggunakan suhu yang tinggi maka sampel tidak akan terurai dengan sempurna dan
akan menimbulkan kesalahan dalam analisis. Karena masalah losses yang disebabkan
-
penguapan, metode destruksi kering hanya dapat digunakan untuk unsur-unsur logam
karena sebagian besar senyawa non logam akan dioksidasi menjadi bentuk yang
mudah menguap.Sumber kesalahan lain yang menyebabkan losses adalah abu dapat
bereaksi dengan cawan porselen seperti cawan porselen yang terbuat dari silica.
(Pomeranz,1922)
2.10 Spektrofotometri Serapan Atom
Apabila suatu larutan yang mengandung garam logam (senyawa logam)
dilewatkan ke dalam suatu nyala, akan terbentuk uap yang mengandung atom-atom
logam itu menyerap energi,maka electron pada keadaan dasar akan naik ke tingkat
energi yang lebih tinggi disebut keadaan tereksitasi. Banyaknya energi yang diserap
berbanding lurus dengan jumlah atom yang terserap berbanding lurus dengan jumlah
atom yang terserap. Hal ini merupakan dasar penentuan kuantitatif logam-logam
dengan menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom.Telah lama ahli kimia
menggunakan kimia pancaran radiasi oleh atom yang dieksitasikan dalam suatu nyala
sebagai alat analitis. Suatu nyala yang lain, kebanyakan atom berada dalam keadaan
elektronik dasar bukannya berada dalam keadaan eksitasi. Fraksi atom-atom yang
tereksitasi berubah secara eksponensial dengan temperature.
2.10.1 Prinsip Dasar Analisa SSA
Analisa SSA merupakan metode analisa untuk penentuan unsur atom dalam
keadaan gas (keadaan dasar) berdasarkan serapan cahaya yang mempunyai panjanh
gelombang tertentu.Kelebihan SSA adalah dapat menentukan logam dalam skala
kualitatif karena lampunya tiap sampel tidak sama.
Berdasarkan proses atomisasi maka Spektrofotometer Serapan Atom dibagi
menjadi dua yaitu :
1. Spektrofotometer Serapan Atom atomisasi dengan nyala
2. Spektrofotometer Serapan Atom atomisasi tanpa nyala
-
2.10.1.1 Spektrofotometer Serapan Atom dengan nyala
Skematis ringkas peralatan Spekrofotometer Serapan Atom dengan nyala adalah :
Sumber Sinar Nyala Monokromator Detektor Pencatat Tempat sampel Gambar 2.1 Skematis Ringkas Peralatan Spektrofotometer Serapan Atom
Keterangan :
A = Tabung Katoda (sumber cahaya)
B = Nyala
C = Monokromator
D = Detektor
E = Pencatat
1. Sumber Cahaya
Sebagai sumber cahaya dipergunakan lampu katoda berongga (hollow cathode
lamp).Sumber ini menghasilkan garis resonansi yang spesifik untuk tiap-tiap unsur.
Kedua elektroda dimasukkan dalam tabung kaca dari silika yang diisi dengan gas Ar,
Ne, atau He dalam tekanan rendah. Untuk mempertajam spectrum radiasi resonansi
dan mengurangi terjadinya pelebaran garis emisi, maka pada lampu katoda diberikan
elektroda tambahan. Elektroda tambahan ini adalah katoda yang dilapisi oleh unsur
logam yang mudah melepaskan elektron yang diperlukannya untuk memborbardir
katoda berongga.
2. Nyala
Nyala yang digunakan pada spektrofotometer serapan atom harus mampu memberikan
suhu > 2000 0K. Untuk mencapai suhu setinggi ini biasanya digunakan gas pembakar
dalam suatu gas pengoksida (oksidan) seperti misalnya udara dan nitrogen oksida
(N2O).Gas pembakar yang umum digunakan adalah etana (C2H2), hidrogen (H2) dan
propana (C3H8
). Suhu maksimum yang dihasilkan pada pembakaran berbagai
campuran gas pembakar dengan gas pengoksida sebagai berikut
A = 0,213
-
Tabel 2.4 Jenis-jenis Gas Pembakar pada SSA Nyala
Gas Pembakar Gas Oksidator Suhu (0K)
Asetilena
Asetilena
Asetilena
Hidrogen
Hidrogen
Propana
Udara
Dinitrogen Oksida
Oksigen
Udara
Oksigen
Udara
2400-2700
2900-3100
2300-3400
2300-3400
2800-3000
2000-2200
3.Monokromator
Monokromator berfungsi untuk memisahkan garis-garis spektrum lainnya yang
mungkin menggangu sebelum pengukuran. Sistem monokromator terdiri dari celah
masuk (entrance slit), pemilih panjang gelombang berupa prisma atau kisi-kisi
difraksi.
4.Detektor
Alat detektor yang umum digunakan adalah tabung pelipat ganda foton. Prinsip
tabung ini adalah mengubah energi cahaya menjadi energi listrik.
5 Pencatat
Pencatat merupakan suatu alat penunjuk atau dapat juga diartikan sebagai sistem
pencatat hasil. Pencatatan hasil dilakukan dengan suatu alat yang telah terkalibrasi
untuk pembacaan suatu transmisi aau absorbansi. Hasil pembacaan dapat berupa
angka atau berupa kurva dari suatu recorder yang menggambarkan absorbansi atau
intensitas emisi.
Dalam analisis logam dengan menggunakan, system ini sampel diatomisasi
pada alat atomizer melalui nyala api dengan bahan baker asetilen murni. Biasanya
logam yang dianalisis dengan flame SSA ini ialah Ca, Cd, Cu, Cr, dan sebagainya
yang dikelompokkan dengan logam normal. Sedangkan untuk analisis Hg dilakukan
tanpa nyala tetapi larutan sampelnya direduksi lebih dahulu dengan pencampuran
dengan Stanous Klorida (SnCl2
). Uap hasil reduksi ditampung dalam berjendela yang
diletakkan di atas atomizer.
-
2.10.1.2 Spektrofotometer Serapan Atom Tanpa Nyala
Pada umumnya Spektrofotometer Serapan Atom dengan nyala merupakan
metode atomisasi sampel yang baik tetapi sistem ini jumlah cuplikan hanya berada
dalam jalur waktu yang sangat singkat, sehingga cuplikan yang terkonsentrasi sangat
rendah, maka atomisasi memakai nyala tidak dapat dipakai secara efisien. Cuplikan
dengan ukuran beberapa mikroliter larutan atau beberapa mg padatan ditempatkan
pada tabung grafit. Pemanasan tabung ini dilakukan dengan arus listrik yang biasa
berlangsung dalam tiga tahap yag dibaca secara otomatis.
Tahap 1 : dengan suhu relatif rendah dipakai untuk menghilangkan pelarut
(pengeringan)
Tahap II : dengan suhu yang lebih tinggi untuk pengabuan sampel
Tahap III : pemanasan untuk atomisasi sampel
2.10.2 Cara Kerja Spektrofotometri Serapan Atom
Setiap alat SSA terdiri atas tiga komponen :
1. Unit Atomisasi
2. Sumber Radiasi
3. Sistem Pengukur Fotometrik
Cara kerja ini ialah berdasarkan penguapan larutan sampel dengan adanya unit
tungku penguapan, kemudian yang terkadung didalamnya diubah menjadi atom bebas.
Atom tersebut mengabsorpsi radiasi dari sumber cahaya yang dipancarkan lampu
katoda berongga (hallow cathode lamp ; sebagai sumber radiasi) yang mengandung
unsure yang akan ditentukan.
Atomisasi dapat dilakukan baik dengan nyala maupun dengan tungku. Untuk
mengubah unsure metalik menjadi uap atau hasil disosiasi diperlukan energi panas.
Temperature harus benar-benar terkendali dengan sangat hati-hati agar proses
atomisasinya sempurna. Ionisasi harus dihindarkan dan ini dapat terjadi bila
temperatur terlalu tinggi.Bahan bakar dan oksidator dimasukkkan dlama kamar
pencampur lalu dilewatkan melalui baffle menuju pembakar. Nyala akan dihasilkan
lalu sampel dihisap masuk kekamar pencampur. Dengan gas asetilena dan oksidator
-
udara tekan, temperature dapat dikendalikan secara elektris. Biasanya temperature
dinaikkan secara bertahap, utnuk menguapkan dan sekaligus mendisosiasi senyawa
yang dianalisis. (Khopkar,S.M.1992)
2.10.3 Gangguan pada SSA Dan Cara Mengatasinya
1. Gangguan Spektrum
Gangguan spektrum dalam Spektrofotometri Serapan Atom timbul akibat
terjadinya tumpang tindih antara frekuensi-frekuensi garis resonansi unsur yang
dianalisis dengan garis-garis yang dipancarkan oleh unsur lain. Hal ini disebabkan
karena rendahnya resolusi monokromator.
Adanya peristiwa absorpsi ( yang bukan resonansi atom) dan penghamburan
juga akan menghasilkan kesalahan dalam pembacaan absorbansi.(Underwood,1986)
2. Gangguan Kimia
Gangguan kimia dapat disebabkan oleh pembentukan senyawa refraktori.
Pembentukan senyawa refraktori menyebabkan tidak sempurnanya disosiasi zat yang
dianalisis bila disemprotkan ke dalam nyala. Biasanya gangguan kimia dapat diatasi
dengan salah satu cara berikut :
- Menggunakan nyala yang lebih tinggi suhunya
- Menambahkan unsur penyangga, mengestraksi unsur-unsur yang akan
dianalisis atau mengekstraksi unsur-unsur penggangu (Vogel,1979)
Ada beberapa usaha untuk mengurangi gangguan kimia pada SSA yaitu dengan jalan :
1. Menaikkan temperature nyala agar mempermudah penguraian untuk itu dipakai
gas pembakar campuran C2H2 + N2
2. Menambahkan elemen pengikat gugus atau atom penyangga, sehingga terikat
kuat akan tetapi atom yang ditemtukan bebas sebagai atom netral. Misalya
penentuan yang terikat sebagai garam, dengan penambahan, yang lainnya akan
terjadi ikatan lebih kuat dengan anion pengganggu.(Mulya Muhammad, 1995)
O yang memberikan nyala dengan temperatur
yang tinggi.