sarah, kebangkitan kekuatan korporasi
TRANSCRIPT
KEBANGKITAN KEKUATAN KORPORASI
Sarah Anderson
Sebagian besar yang kita minum, makan, kenakan, kendarai, dan lihat adalah produk
perusahaan-perusahaan yang kini sudah global operasinya. Dulunya mengakar dalam
komunitas-komunitas lokal, kebanyakan perusahaan itu kini bergerak di lusinan negara di
seluruh benua kecuali Antartika. Makin banyak perusahaan-perusahaan yang dimiliki
pemegang saham di negara-negara berbeda. Ukuran perusahaan raksasa milik swasta ini
menyaingi ukuran banyak negara.
Bagi konsumen yang mampu membeli produk mereka, perusahaan-perusahaan
tersebut menawarkan aneka barang dan jasa memikat di seluruh dunia. Mereka juga
menggerakkan triliunan dolar melintasi batas-batas negara dalam kecepatan cahaya.
Kekuasaan mereka atas kehidupan kita, planet kita, dan lembaga-lembaga demokratis kita
belum pernah sebesar sekarang dan pasti akan bertambah besar.
Bahkan sebagian besar pemerintah di dunia sedang menjalankan kebijakan yang
meningkatkan kemampuan korporasi untuk menggerakkan produk, uang dan pabrik
mereka ke seluruh dunia lebih cepat dengan hambatan regulasi lebih kecil. Persetujuan
investasi dan perdagangan regional dan global baru yang ditawarkan bertujuan
menyingkirkan lebih jauh berbagai rintangan yang masih tersisa bagi arus investasi dan
perdagangan lintas batas. Kebijakan-kebijakan demikian juga didukung oleh lembaga-
lembaga keuangan internasional seperti Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional.
Akan tetapi, reaksi keras juga mendapat kekuatan di lusinan negara. Perdebatan
memanas di seluruh dunia mengenai apakah globalisasi yang disetir korporasi itu
membantu atau menghalangi aspirasi mayoritas penduduk bumi. Yang jelas ini adalah
perkembangan yang sehat karena, selama beberapa dekade, kebijakan ekonomi global
dibentuk oleh segelintir orang, sebagian besar orang-orang kulit putih di negara-negara
kaya, yang benar-benar terasing dari khalayak.
Dalam perdebatan ini mereka yang mendukung percepatan globalisasi menunjuk
pada maslahat bagi konsumen dan para pekerja yang mendapatkan pekerjaan di
perusahaan-perusahaan global. Mereka yang tergabung dalam kubu yang sering disebut
sebagai “reaksi makin kuat menentang globalisasi” menyebut-nyebut dampak buruk
Direktur Proyek Ekonomi Global pada Institut untuk Studi-studi Kebijakan di Washington DC. Artikel ini didasarkan pada buku Field Guide to the Global Economy (edisi 2), New York: New Press, 2005.
1
terhadap kesetaraan, sumber daya alam, pekerjaan, makanan, komunitas, kebudayaan,
bahkan demokrasi.
Pertumbuhan Kekuatan Korporasi
Kekuatan perusahaan-perusahaan global tersebut tumbuh dalam sejumlah cara. Menurut
Perserikatan Bangsa-Bangsa, terdapat 7.000 korporasi transnasional pada 1970. Sekarang,
ada 64.000, dengan 870.000 afiliasi di seluruh dunia.1 Dari semua itu, 200 perusahaan
terbesar adalah mesin utama perekonomian global.
200 Korporasi Tumbuh Lebih Pesat daripada Perekonomian Dunia
Salah satu cara mengukur kekuatan korporasi global adalah dengan membandingkan rata-
rata pertumbuhan penjualan dan aset mereka dengan pertumbuhan perekonomian dunia
secara keseluruhan. Selain itu, ekspansi mereka jauh melampaui peningkatan tenaga kerja
mereka. Pada 2002, penjualan gabungan 200 Besar sebanding dengan 28,1% GDP dunia,
sementara jumlah karyawan mereka cuma 0,82% tenaga kerja dunia.2
Percent Growth (1983-2002)
179.5 215.0
655.9
22.10.0
200.0
400.0
600.0
800.0
World GDP Top 200sales
Top 200assets
Top 200employees
Kekuatan Korporasi vs. Kekuatan Perekonomian Negara
Cara lain mengukur kekuatan perusahaan global adalah dengan membandingkan nilai
penjualan mereka dengan GDP berbagai negara. Langkah membandingkan perusahaan dan
negara ini menghasilkan sebuah peringkat di mana 52 dari 100 besar adalah korporasi
sedangkan negara hanya 48 selebihnya.3 Indonesia menduduki peringkat 31, dengan lima
korporasi yang angka penjualannya pada 2002 mengungguli GDP negara (Wal-Mart,
General Motors, Exxon Mobile, Royal Dutch Shell, dan BP).
Karena GDP mengukur nilai tambah, sebaiknya GDP negara dibandingkan dengan
nilai tambah korporasi, bukan dengan penjualan korporasi. Sayangnya ini memerlukan data
yang tidak tersedia bagi publik. Sebuah studi di Belgia tahun 2002 mencoba
2
memperkirakan nilai tambah dengan mengekstrapolasi data dari beberapa perusahaan
industri (mereka tidak bisa memperoleh informasi tentang perusahaan jasa, yang
pertumbuhannya paling pesat).4 Berdasarkan data yang tidak memadai itu, mereka
mendapati bahwa dari 100 besar, 37 di antaranya adalah korporasi—tetap saja ini adalah
cerminan mencengangkan kekuatan korporasi.
Sekadar contoh kekuatan korporasi versus kekuatan perekonomian negara:
Jumlah uang yang dibelanjakan untuk pakaian dalam murah dan barang rabat
lainnya di Wal-Mart pada 2003 lebih banyak daripada GDP 174 negara.
Walaupun berisiko terserang kanker, para perokok membantu Philip Morris (kini
Altria Group) menaikkan penjualan tahun 2003 lebih tinggi dari GDP 148 negara.
Raksasa perangkat keras Home Depot berkembang dari 200 toko menjadi 1.500
pada dekade lalu, dengan penjualan melibas GDP 147 negara.
Apakah Besar Selalu Buruk?
Sebagian pihak mengatakan bahwa korporasi-korporasi ‘mammoth’ (raksasa) lebih efisien
karena bisa memanfaatkan pengurangan biaya. Yang lainnya berpendapat bahwa
perkembangan obat-obatan dan teknologi baru menghendaki investasi besar-besaran dalam
riset yang hanya sanggup ditanggung perusahaan besar. Yang jelas, keprihatinan tentang
membesarnya kekuatan perekonomian korporasi memperoleh pembenaran ketika regulasi
lingkungan hidup dan kepentingan umum lainnya, juga tanggung jawab pemerintah dalam
mengontrol sepak terjang korporasi, sedang melemah di sebagian besar negara di dunia. Ini
memperbesar kemungkinan bagi korporasi raksasa untuk merongrong demokrasi melalui
pengaruh politik berlebihan dan menelikung kepentingan ekonomi masyarakat luas melalui
kekuatan monopoli.
Tidak ada lembaga internasional untuk mengakhiri monopoli global. Di Amerika
Serikat, tempat tinggal bagi perusahaan-perusahaan terbesar dunia, pemerintah mengurangi
aktivitas antimonopolinya sejak periode pasca-Perang Dunia II ketika Amerika
membubarkan gabungan bisnis besar Jerman dan Jepang dengan alasan bisnis tersebut
tidak sesuai dengan demokrasi. Khususnya sejak 1980-an, umumnya pemerintah memilih
tidak ikut campur.
Selanjutnya tulisan ini memusatkan perhatian pada dampak menanjaknya kekuatan
korporasi dalam tiga sektor: Pertanian, Farmasi dan Penjualan Ritel.
3
Agromonopoli
Salah satu contoh paling ekstrem adalah konsentrasi korporasi di sektor pangan, dari
produsen benih hingga toko bahan makanan.
Secara global, 10 besar perusahaan mengontrol :
sepertiga dari keseluruhan pasar benih;
lebih dari separuh bioteknologi; dan
80 persen pasar agrokimia.5
Dengan begitu sedikit perusahaan mengontrol begitu banyak industri pangan, yang rugi
adalah konsumen. Perusahaan-perusahaan raksasa juga bisa menekan pemasok yang
lemah, menekan agar persyaratan lingkungan hidup dan kondisi kerja diturunkan. Regulasi
dan penegakan hukum untuk menanggulangi konsentrasi korporasi boleh dikatakan tidak
ada. Beberapa kasus yang berakhir di meja hijau menggambarkan persoalannya.
1. Penetapan harga: ketika perusahaan berkolusi menetapkan harga secara curang.
Salah satu skandal penetapan harga paling terkenal melibatkan Archer Daniels
Midland yang berpusat di AS dan beberapa perusahaan Asia dalam sebuah skema
untuk menetapkan harga lysine, pakan tambahan ternak. Waktu itu, AS dan ADM
bersama tiga perusahaan Asia memproduksi 95 persen lysine dunia. Seorang
ekonom Universitas Purude memperkirakan bahwa kartel itu menjual terlalu mahal
kepada produsen dan pabrik pakan sebesar $65 juta - $140 juta antara 1992 dan
1995.6
2. Monopsoni: Ketika korporasi secara ilegal menurunkan harga untuk pemasok
mereka.
Pada 2004, sebuah dewan juri AS memenangkan gugatan senilai hampir $1,3 juta
sebuah kelompok produsen ternak dalam sebuah perkara melawan Tyson/IBP
karena memanipulasi pasar untuk menurunkan harga bagi pemasok. Saksi-saksi
ahli penggugat menyatakan bahwa perusahaan itu menekan harga hingga rata-rata
5,1 persen selama periode 8 tahun.7 Gugatan serupa sudah diajukan terhadap empat
perusahaan pengalengan daging terbesar.8
3. Monopoli: ketika korporasi dominan memanipulasi harga
4
Sebuah kasus dalam industri bioteknologi melibatkan gugatan antitrust terhadap
perusahaan benih Seminis Vegetable Seeds Inc. dan LSL Biotechnologies yang
produksi tomat long-shelf-life yang diduga mengurangi kompetisi dalam
pengembangan dan penjualan benih sayuran.9
Fokus pada Bioteknologi
Selama 12.000 tahun petani bertahan dengan menyimpan, membibit, dan mempertukarkan
benih untuk panen tahun berikutnya. Kesehatan dan pangan miliaran orang miskin dunia
bergantung pada keanekaragaman hayati yang berkembang dari proses-proses tersebut.
Kini kemunculan sebuah industri baru bernama “bioteknologi” hendak membunuh
keanekaragaman itu. Perusahaan kimia, agribisnis dan farmasi memanipulasi kode-kode
genetik untuk menciptakan penemuan yang mereka klaim menyempurnakan kinerja Ibu
Alam. Di bidang pertanian, berbagai korporasi dengan agresifnya memasarkan benih hasil
rekayasa genetis yang dirancang untuk memproduksi hasil lebih banyak namun
mendatangkan sejumlah keprihatinan:
monopoli: perusahaan-perusahaan bioteknologi menggunakan cara-cara tangan
besi untuk memperoleh makin banyak kontrol atas suplai pangan dunia dan
melenyapkan keanekaragaman hayati;
lingkungan hidup: tanaman pangan hasil rekayasa genetis kebanyakan tak teruji
dan bisa menyebarkan gen tahan pestisida pada rumput.
1 United Nations Conference on Trade and Development, World Investment Report 2003 (United Nations: New York and Geneva, 2003), h. 14.2 Dihitung penulis dari data dalam Fortune, 21 Juli 2003, International Labour Organization, World Bank, World Development Indicators Online. Catatan: Bank-bank AS tidak dimasukkan dalam aset untuk 2002, karena mereka tidak masuk dalam survei 1984.3 Dihitung penulis dari data dalam Fortune, 21 Juli 2003, International Labour Organization, World Bank, World Development Indicators Online. Catatan: Perusahaan-perusahaan yang 50% sahamnya dimiliki pemerintah tidak termasuk. GDP Arab Saudi berasal dari tahun 2001.4 Paul De Grauwe dan Filip Camerman, “How Big Are the Big Multinational Companies?” (http://www.degrauwe.org), Januari 2002. 5 ETC Group, “Oligopoly Inc,” 5 Desember 2003.6 Purdue News, July 1999.7 Organization for Competitive Markets, press release, February 17, 2004.8 John R. Wilke, “How Driving Prices Lower Can Violate Antitrust Statutes,” Wall Street Journal, Jan. 27, 2004.
9 Heykoop and Alejandro E. Segarra, “Merger and Antitrust Issues in Agriculture,” Congressional Research Service, Jan. 10, 2001.
5
kesehatan: masih sedikit penelitian yang sudah dilakukan tentang efek
mengkonsumsi tanaman pangan hasil rekayasa genetis.
Monsanto yang berpusat di AS adalah jawara bioteknologi paling agresif di bidang
pertanian. Pada 2003, benih kedelai, jagung, kapas, canola yang dimodifikasi secara
genetis dari perusahaan ini menguasai 90 persen lahan dunia yang ditanami benih
bioteknologi.10
Perusahaan ini juga memproduksi Roundup, herbisida paling laris di dunia, yang
dirancang untuk digunakan bagi benih-benih hasil modifikasi genetis Monsanto.
Monsanto mengatakan perlu satu dekade dan $300 juta untuk mengembangkan
dengan sukses benih yang dimodifikasi secara genetis. Untuk menutup biaya ini
perusahaan menekan petani supaya membeli dalam jumlah besar setiap tahunnya dengan
membuat mereka setuju tidak menanam kembali benih-benih itu di musim berikutnya.
Walaupun tradisi menyimpan dan menanam kembali benih sudah berusia ribuan tahun,
kini Monsanto bisa menuntut petani yang mengikuti praktik kuno itu dengan tuduhan
“pembajakan benih”. Sebuah gugatan Monsanto menyeret seorang petani Kanada yang
menyatakan bahwa benih canola Roundup Ready Monsanto diterbangkan angin ke
ladangnya. Walaupun si petani sudah meyakinkan bahwa dia tidak sengaja menanam benih
itu, Mahkamah Agung Kanada memenangkan Monsanto pada Mei 2004.
Di seluruh dunia petani organik terancam problem serupa, karena tidak ada regulasi
yang menangani potensi polusi genetik. Di lain pihak, penolakan konsumen terhadap
makanan bioteknologi sedang meninggi. Para konsumen bahu membahu dengan aktivis
lingkungan hidup dan petani kecil memprotes makanan yang dimodifikasi secara genetis
(GM) di setiap benua, mencabuti tanaman di Inggris, aksi duduk di toko bahan makanan di
Brazil, dan membuang karung-karung jagung simbolis di anak tangga gedung parlemen
Afrika Selatan. Reaksi konsumen global menentang makanan GM membuahkan tindakan
legislatif signifikan:
Sedikitnya 35 negara memberlakukan pembatasan terhadap makanan yang
dimodifikasi secara genetis.11
India, negara berpenduduk terpadat kedua di dunia, melarang semua benih GM
kecuali kapas.
10 Monsanto 2003 Annual Report. 11 Mike Toner, “Biotech Wheat Plan Halted,” Atlanta Journal and Constitution, May 11, 2004, and Friends of the Earth, “European Commission Warned Over GM Food Import,” (press release) May 14, 2004.
6
Di Amerika Serikat, dewan pemerintahan di sedikitnya tujuh kota dan satu county
(setingkat kabupaten) juga sudah melarang pengembangan atau pemasaran
makanan GM atau mendesak diberlakukannya undang-undang pelabelan federal.
Tekanan konsumen juga memaksa Monsanto, produsen benih GM terbesar, untuk
mengumumkan bahwa pada Mei 2004 perusahaan itu meninggalkan (setidak-tidaknya
untuk sementara) rencana komersialisasi varietas gandum GM pertama di dunia. Meski
begitu, pertempuran sengit dengan perusahaan-perusahaan teknologi sudah menunggu
konsumen. Pada 2003, Monsanto dan berbagai produsen benih GM lainnya berhasil
mendesak pemerintah Amerika Serikat, Kanada dan Australia untuk menggugat melalui
WTO moratorium Uni Eropa 1998 terhadap impor GM. Pada 2004, UE mulai melunakkan
pendirian dengan menyetujui penggunaan sebuah varietas jagung manis GM. Di Amerika
Serikat, lobi bioteknologi berhasil mempengaruhi perundang-undangan negara bagian dan
daerah, termasuk sekurang-kurangnya 30 rancangan undang-undang untuk meningkatkan
hukuman bagi perusakan tanaman GM.
Farmasi Besar
Pada penghujung 1970-an, 20 besar perusahaan farmasi hanya menghasilkan 5 persen
penjualan obat global. Menyusul gelombang besar-besaran merger, 20 besar itu
mengontrol lebih dari 75 persen pada tahun 2002. 10 besar perusahaan saja sudah
mengontrol 57 persen dari $352 miliar pasar obat global.12
Raksasa-raksasa farmasi berpengaruh luar biasa terhadap kebijakan publik yang
mempengaruhi hidup kita. Walaupun sangat banyak diuntungkan oleh penelitian yang
dibiayai pemerintah, mereka berhasil mematahkan sebagian besar upaya untuk memastikan
agar kemajuan di bidang farmasi diperuntukkan bagi kebutuhan kesehatan masyarakat
yang paling mendesak. Perusahaan-perusahaan obat malah memusatkan upaya untuk
mengembangkan produk-produk paling menguntungkan, termasuk pengobatan untuk
kondisi-kondisi yang tidak mengancam nyawa seperti kebotakan dan impotensi. Penjualan
Viagra Pfizer naik 8 persen menjadi $1,9 miliar pada 2002, walaupun beberapa pesaing
bermunculan.
Kekuatan raksasa obat itu menyulitkan pemerintah dalam menekan biaya kesehatan
—entah di negara-negara miskin atau di Amerika Serikat. Misalnya, Novartis yang
berpusat di Swiss dan menduduki peringkat ke-6 perusahaan farmasi global, menghalangi
12 ETC Group, “Oligopoly, Inc.” December 5, 2003, p. 3, and Multinational Monitor, January/February 2000.
7
upaya-upaya untuk menjadikan obat leukimia terbarunya, Glivec, lebih mudah didapat. Di
Korea, perusahaan itu menolak menjual Glivec menurut harga yang ditetapkan pemerintah.
Pada 2003, setelah melewati banyak perselisihan, pemerintah akhirnya menyetujui
kenaikan harga sebesar 20 persen, walaupun pasien marah-marah protes. Di India, Novartis
memanfaatkan Glivec untuk mempercepat proses negara itu mengizinkan obat generik
demi menjaga agar harga tetap rendah. Berharap mengokohkan diri di negara terbesar
kedua di dunia itu Novartis mula-mula menggratiskan sebagian obat tersebut, tetapi
menghentikan program itu ketika India mengizinkan versi generik.13
Top 10 Pharmaceutical Firms, % of global market
2. GlaxoSmithKline8%
1. Pfizer12%
other43%
10. Wyeth4%
9. Roche Group4% 8. Novartis
4%
7. Bristol-Myers Squibb
4%
3. Merck6% 4. AstraZeneca
5%
6. Aventis5%
5. Johnson & Johnson
5%
Ritel: Wal-Mart
Pada sebagian besar abad lalu, perusahaan mobil dan minyak tanah mendominasi papan
atas perusahaan besar dunia. Tetapi tahun-tahun belakangan ini sebuah perusahaan ritel
melibas mereka semua, tumbuh pesat seukuran planet ini. Penulis Barbara Ehrenreich
menyatakan bahwa upaya mengendalikan perusahaan itu “boleh jadi adalah pertempuran
inti abad ke-21.”14
Wal-Mart No. 1 dalam:
Penjualan Global ($246,5 miliar pada 2002)
Penyerapan tenaga Kerja Global (1.300.000)
Impor AS dari Cina ($15 miliar pada 2003)
Penjualan ritel di Meksiko (7% dari keseluruhan)
13 Stephanie Strom and Matt Fleischer-Black, “Drug Maker’s Vow to Donate Cancer Medicine Falls Short,” New York Times, June 5, 2003. 14 Barbara Ehrenreich, “Wal-Mars Invades Earth,” New York Times, July 25, 2004.
8
Wal-Mart menyatakan menjadi nomor wahid di dunia dengan menawarkan harga
termurah untuk “aneka produk memikat”, dari busana dan peralatan elektronik hingga
bahan makanan. Para kritisi perusahaan tersebut mengatakan bahwa Wal-Mart memangkas
biaya dengan menghisap pekerja di seluruh dunia, memacu “balapan ke dasar jurang”
global dalam upah dan kondisi kerja.
Pekerja Wal-Mart di Amerika Serikat: Walaupun TV Amerika dipenuhi iklan yang
menayangkan karyawan Wal-Mart yang berbahagia, sebetulnya mereka menerima bayaran
menyedihkan menurut standar AS. Upah rata-rata 2004 sekitar $9 per jam untuk karyawan
full-time dan $8 per jam untuk 45 persen karyawan Wal-Mart yang bekerja kurang dari 45
minggu setahun. Imbalan yang begitu kecil, sampai-sampai banyak karyawan Wal-Mart
terpaksa mengandalkan bantuan kesehatan, pangan, perumahan dan bantuan pemerintah
lainnya. Sebuah studi yang dilakukan staf Congretional Democratic memperkirakan bahwa
karyawan Wal-Mart menerima bayaran rata-rata $2.103 per tahun dari subsidi federal
saja.15
Perusahaan ini juga tersohor sebagai pembasmi serikat buruh. Di Amerika Serikat,
satu-satunya kasus karyawan Wal-Mart yang berhasil memperoleh pengakuan hak untuk
berserikat adalah para pemotong daging di sebuah toko Texas. Segera saja perusahaan itu
mengumumkan penutupan operasi pemotongan dagingnya. Pada Agustus 2004, karyawan
al-Mart di Québec, Kanada, mendapatkan sertifikasi serikat buruh, tetapi pada Februari
2005, Wal-Mart mengumumkan sedang menutup toko itu.
Pemasok-pemasok Wal-Mart: Berkat dominasinya di pasar dunia, Wal-Mart mempunyai
kekuasaan luar biasa untuk menekan lebih dari 65.000 pemasoknya.16 Wal-Mart menuntut
agar produsen merk-merk terkenal seperti Vlasic Pickles dan Levi’s sekalipun mencukur
habis biaya, kadang-kadang itu saja masih dianggap kurang. Dalam kasus Levi’s,
memperoleh kontrak Wal-Mart memang melambungkan keuntungan tetapi juga memaksa
perusahaan itu menutup sisa-sisa pabriknya di AS dan Kanada untuk mencari tenaga kerja
lebih murah.17
15 David Moberg, “The Wal-Mart Effect,” In These Times, July 5, 2004.
16 Oxfam, “Trading Away our Rights,” February 2004. 17 Charles Fishman, “The Wal-Mart You Don’t Know,” Fast Company, December 2003, pp. 68-80.
9
Pekerja Wal-Mart di Luar Negeri: Para pekerja di negara yang sedang berkembang
menanggung akibat dari cengkeraman kokoh Wal-Mart terhadap para pemasok. Sebuah
studi yang dilakukan Komite Buruh Nasional yang berpusat di New York mengungkapkan
bahwa para pekerja di Provinsi Guangdong, Cina, yang membuat mainan untuk Wal-Mart
membanting tulang sampai 130 jam seminggu dengan upah berkisar 16,5 sen per jam (di
bawah upah minimum) tanpa asuransi kesehatan.18 Sebuah studi yang dilakukan Oxfam
mencatat bahwa penggunaan tenaga kerja yang diperas di Cina oleh Wal-Mart makin
menekan upah dan kondisi kerja di pabrik-pabrik pemasok mereka di semua negara sedang
berkembang.19 Tekad Wal-Mart untuk bebas dari serikat buruh menjamah toko-toko
ritelnya di Cina, di mana perusahaan itu melarang serikat buruh yang dikendalikan Partai
Komunias yang berkuasa, walaupun sudah ada jaminan bahwa serikat buruh itu “tidak
akan membantu perjuangan pekerja demi upah lebih baik.”20
Masyarakat: Ketika Wal-Mart merambah kota kecil, bisnis milik warga setempat harus
berjuang keras untuk menyaingi “harga murah setiap hari”. Studi Iowa State University
yang banyak dikutip menunjukkan bahwa masyarakat perdesaan AS (sasaran ekspansi
awal Wal-Mart) kehilangan hingga 47 persen perdagangan ritel mereka 10 tahun setelah
kedatangan raksasa diskon itu.21 Tidak banyak penelitian tentang dampak daerah rambahan
baru Wal-Mart: kawasan hunian perkotaan. Tetapi sebuah studi Universitas Illinois
menyimpulakn bahwa kedatangan Wal-Mart di kawasan hunian Chicago kemungkinan
besar akan mengakibatkan pengurangan pekerjaan seperti pelaku sektor ritel kehilangan
bisnis mereka. Meski begitu, pemerintah negara bagian dan pemerintah daerah di AS sudah
mengeluarkan subsidi lebih dari $1 miliar dalam rangka memikat Wal-Mart agar
mendatangi masyarakat mereka.22 Persoalan-persoalan tadi tidak hanya muncul di Amerika
Serikat tetapi juga di Meksiko, di mana Wal-Mart menjadi pelaku bisnis ritel terbesar
dengan membeli semua jaringan yang ada. Ketika berekspansi dengan membuka toko-toko
baru, perusahaan ini menghadapi tentangan keras dalam berbagai komunitas di mana
warga khawatir raksasa rabat ini akan menggilas pemilik toko setempat. Toko Wal-Mart
18 National Labor Committee, “Toys of Misery 2004,” February 2004. 19 Oxfam, “Trading Away our Rights,” February 200420 Peter S. Goodman and Philip P. Pan, “Chinese Workers Pay for Wal-Mart’s Low Prices,” Washington Post, February 8, 2004. 21 Kenneth E. Stone, “Impact of the Wal-Mart Phenomenon on Rural Communities,” Iowa State University, 1997, p. 2. 22 Philip Mattera and Anna Purinton, “Shopping for Subsidies,” Good Jobs First, May 2004.
10
paling kontroversial adalah yang berada tak jauh dari reruntuhan Aztec di dekat Kota
Meksiko. Banyak orang Meksiko yang memandang toko itu sebagai simbol vulgar
konsumerisme Amerika. Sebuah koalisi kelompok-kelompok buruh, aktivitas lingkungan
hidup, dan lain-lain berusaha menghalangi pembangunan toko itu, tetapi gagal. Kini, toko
tersebut terlihat jelas dari puncak piramid-piramid terkenal itu.
Pengelakan Pajak
Di samping problem-problem berkenaan dengan konsentrasi kekuatan korporasi,
berkembangnya ukuran perusahaan tersebut juga meningkatkan kelihaian mereka
menghindar dari kewajiban membayar pajak. Karena liberalisasi investasi dan perdagangan
(ditambah canggihnya teknologi komunikasi dan transportasi), perusahaan-perusahaan
masa kini bisa membangun pabrik manufaktur di mana pun asal biaya berada di titik
terendah. Akibatnya, perdagangan internal perusahaan yang terkait dengan produksi-
produksi terfragmentasi secara internasional melonjak tajam. Antara 1982 dan 1999,
persentase ekspor yang dilakukan perusahaan-perusahaan global berbasis di AS untuk
afiliasi luar negeri mereka berupa “barang antara” (bagian-bagian untuk manufaktur lebih
lanjut) naik dari 15 menjadi 25 persen.23 Jenis perdagangan ini menawarkan peluang bagi
perusahaan-perusahaan tersebut untuk memaksimalkan kerugian anak perusahaan di
negara-negara berpajak tinggi dan memaksimalkan keuntungan di negara-negara berpajak
lunak. Model trik akuntansi ini, dikenal sebagai “transfer pricing”, menguras pendapatan
yang mestinya bisa dipakai pemerintah untuk mendukung prakarsa-prakarsa penghapusan
kemiskinan atau tujuan-tujuan sosial lainnya. Kecenderungan lain yang kemungkinan besar
akan menipiskan basis pajak pemerintah di seluruh dunia adalah pertumbuhan e-
commerce. Pemerintah AS mendorong pemerintah negara-negara lain untuk tidak
memungut pajak dari e-commerce dengan alasan e-commerce yang tidak diregulasi sangat
penting bagi masa depan perekonomian negara-negara sedang berkembang. Akan tetapi,
Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perdagangan dan Pembangunan
(UNTCAD) mengemukakan keprihatinan mendalam tentang dampak potensial langkah
bebas pajak di Selatan. Karena perusahaan-perusahaan AS mendominasi teknologi baru
ini, sebagian besar pesanan online di negara-negara sedang berkembang diterima sebagai
impor AS. Walaupun secara teknis pemerintah berhak memungut bea masuk (Customs
23 Maria Borga and William Zeile, “International Fragmentation of Production and the Intrafirm Trade of U.S. Multinational Companies,” U.S. Bureau of Economic Analysis, Jan. 22, 2004, p. 37.
11
duties) atas impor tersebut jika dikirim melintasi perbatasan sebagai barang secara fisik,
sebagian besar negara sedang berkembang tidak punya kemampuan memeriksa tiap paket,
menghitung bea dan memungut pendapatan. Berkait dengan produk-produk digitalisasi
(misalnya, musik, gambar arsitektur, perangkat lunak yang bisa di-download), negara-
negara sedang berkembang lebih dirugikan lagi. WTO melarang pemungutan bea atas
transaksi-transaksi demikian dan negara-negara sedang berkembang adalah pengimpor
besar produk-produk tersebut.
Bea masuk umumnya merupakan sumber pendapatan yang jauh lebih penting bagi
negara-negara sedang berkembang ketimbang bagi negara-negara kaya. Menurut
UNCTAD, di beberapa negara kerugian tarif berkaitan dengan e-commerce bisa meningkat
hingga 20 persen dari pendapatan pajak impor. Sebuah laporan e-commerce utama yang
diterbitkan UNCTAD pada 2001 menyimpulkan bahwa “pengembangan sistem penarikan
pajak yang efisien untuk e-commerce harus menjadi prioritas semua negara sedang
berkembang.” Meski begitu, studi itu menyayangkan fakta bahwa negara-negara sedang
berkembang tidak banyak berperan serta dalam berbagai pembicaraan tentang pajak
internet, sedangkan negara-negara kaya umumnya tidak mempedulikan keprihatinan
mereka.
Kesimpulan
Walaupun kecenderungan meningkatnya kekuatan korporasi terus berlangsung,
muncul beberapa tanda bahwa reaksi menentang kekuasaan korporasi ada dampaknya.
Misalnya, di tingkat lokal dan nasional, tercatat banyak keberhasilan upaya mencegah
pemerintah menjual layanan publik, seperti air minum, kepada perusahaan swasta. Di
tingkat internasional, berbagai negosiasi untuk memperluas agenda liberalisasi
perdagangan, yang memfasilitasi kebangkitan kekuatan korporasi, menghadapi banyak
kendala. Pembicaraan-pembicaraan dalam Organisasi Perdagangan Dunia menabrak
banyak perintang jalan, sementara usulan Kawasan Perdagangan Bebas Amerika yang
meliputi 34 negara di belahan barat bumi tidak menunjukkan kemajuan selama setahun
lebih. Tetapi, walaupun terdapat sejumlah kemajuan penting dalam upaya mencegah
korporasi mendapatkan lebih banyak kekuasaan dan privilese, pada tahun-tahun mendatang
masyarakat sipil global harus meningkatkan upaya lebih efektif untuk mengekang kekuatan
berlebihan korporasi global dan memastikan agar aktivitas mereka mendukung tujuan-
tujuan mewujudkan kerja bermutu tinggi, komunitas yang stabil dan lingkungan yang
sehat.
12
13