web viewdi atas sinus. bervariasi. sporadik atau konstan. ... nyeri tekan dan benjolan. ... palpasi...
TRANSCRIPT
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA
LAPORAN KASUS
“ COMMON MIGRAIN”
Disusun Untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Saraf Rumah
Sakit Umum Daerah Ambarawa
Diajukan Kepada:
Pembimbing: dr. Nurtakdir Kurnia Setiawan, Sp.S, MSc
Disusun Oleh:
Yonathan Siswo Pratama 161 0221 022
KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN UPN “VETERAN” JAKARTA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AMBARAWA
1
Kepaniteraan Klinik Status Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran UPN “Veteran” Jakarta
SMF Ilmu Penyakit Saraf
Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa
Nama Mahasiswa :Yonathan Siswo Pratama
NIM :1610221022
Dokter Pembimbing : dr. Nur Takdir Setiawan, Sp.S
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. IL
Umur : 24 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Mahasiswa
Alamat : Sumowono, Kab. Semarang
Dirawat diruang : Wijaya Kusuma
Tanggal masuk : 21 Agustus 2017
II. DATA DASAR
Keluhan Utama:
Pasien mengeluh nyeri kepala berdenyut yang semakin memberat sejak 6 jam SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang:
Keluhan nyeri kepala seperti ini muncul setelah pasien terjadi jatuh dari motor saat 9 tahun
SMRS. Posisi jatuh saat itu adalah terlentang dan mengenai kepala bbagian depan. Lalu pasien di
rujuk dan di rawat inap di RSDK Kayadi Semarang.
2
Keluhan nyeri kepala hebat ini terjadi pada 7 tahun yang lalu, pasien mengakui bahwa ia pingsan
ketika mengalami keluhan nyeri kepala yang teramat berat. Sejak saat itu ia mulai sering
mengalami kekambuhan nyeri kepala hebat setiap ia bekerja dengan waktu serangan yang dapat
terjadi kapan saja hingga mengganggu aktivitas sehari-hari.
Keluhan pingsan seperti ini terjasdi terakhir kali pada satu tahun yang lalu. Keluhan pingsan itu
secara tiba-tibba dan terjadi pada saat keluhan nyeri kepala yang memberat itu muncul.Keluhan
pingsan bbiasa terjadi selama 10-15 menit.
Pasien mengeluhkan sakit kepala sejak 6 jam sebelum masuk rumah sakit. Timbul secara tiba-
tiba ketika sedang beraktivitas seperti biasa dan berlangsung hilang timbul. Nyeri dirasakan
sepanjang hari. Lama nyeri kepala berlangsung 3-4 jaman. Rasa sakit seperti berdenyut di
seluruh bagian kepala namun terasa lebih berat di sisi kanan. Keluhan bertambah parah jika
pasien melakukan aktivitas dan tidak berkurang jika pasien beristirahat. Keluhan nyeri kepala ini
dirasakan sangat berat dan pingsan 1 kali.
Kekambuhan nyeri kepala tersebut dapat terjadi 2-3 kali setiap bulan ketika pasien sedang
melakukan aktivitas. Untuk mengatasi nyeri tersebut pasien hanya bisa berbaring saat nyeri
kepala kambuh dan membeli obat warung yang dapat meredakan nyeri kepala, berupa
kombinasi obat parasetamol, ibuprofen serta kafein. Biasanya nyeri kepala berkurang setelah
minum obat tersebut, namun kali ini keluhan tak membaik. Akhirnya pasien memutuskan pergi
mengunjungi dokter keluarga dan disarankan berobat ke rumah sakit untuk pengobatan lebih
lanjut. Di IGD Rumah Sakit, pasien mendapatkan segera terapi injeksi ketorolac 1 ampul untuk
mengatasi nyeri kepalanya yang cukup hebat hingga pasien direncanakan untuk rawat inap
dengan terapi yang lebih spesifik.
Keluhan diperparah dengan reaksi mual dan muntah, berlangsung 3-4 kali dalam sehari tersebut.
Banyaknya muntahan diperkirakan setengah gelas akua berupa cairan jernih dan sedikit sisa
ampas makanan. Di IGD Rumah Sakit, pasien mendapatkan segera terapi injeksi Ondansentron
1 ampul untuk mengatasi mual dan muntah hingga pasien direncanakan untuk rawat inap dengan
terapi yang lebih spesifik.
3
Keluhan lain seperti demam diakui pasien namun menurutnya panas nya tidak terlalu tinggi
namun hanya greges-greges biasa. Keluhan pandangan kabur tidak ada, pandangan gelap tidak
ada, pandangan ganda tidak ada, telinga berdengung tak dikeluhkan. Pasien juga menyangkal
pernah mengalami kejang, mulut lumpuh, maupun bicara pelo. Anggota gerak juga tak
mengalami kelumpuhan maupun kekakuan. Tak ada rasa kebas atau kesemutan yang dirasakan
pasien pada anggota geraknya. Keringat berlebih saat nyeri kepala kambuh disangkal dan
masalah dalam buang air kecil dan buang air besar disangkal selama perjalanan penyakit dan
masih dalam batas normal. Daya ingat dan fungsi berpikir baik dan masih dalam batas normal.
Pasien juga menyangkal sedang memiliki beban pikiran yang dapat menimbulkan stress.
Keluhan pasien ini diperparah dengan adanya pingsan. Menurut keluarga pasien, pasien
mengalami pingsan 1 jam SMRS. Dan pasien sadar ketika sudah sampai di IGD RSU
Ambarawa. Pasien mengatakan keluhan pingsan seperti ini terjadi berkisar 1 tahun yang lalu dan
kambuh kembali sekarang. Pasien mengatakan keluhan pingsan ini terjadi apabila nyeri kepala
yang terjadi sudah terlalu berat.
Pasien juga tidak mengeluhkan adanya nyeri pada bagian kepala lain baik di dahi, nyeri pada
wajah ataupun bagian lainnya. Pasien tidak sedang program hamil. Riwayat terakhir menstruasi 3
hari yang lalu dengan siklus lancar 7 hari, lama 30 hari.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Riwayat trauma diakui pada usia tahun (9 tahun yang lalu) yang menyebabkan luka pada kepala
bagian belakang. Namun pasien merasakan adanya keluhan nyeri di kepala. Pada saat itu, ia
tidak pingsan, kejang ataupun ada tanda-tanda mual ataupun muntah.. Pada saat itu dilakukan CT
Scan pada kepalanya. Menurut keluarga pasien hasil CT Scan mengatakan bahwakeadaan tulang
tengkoraknya tidak mengalami masalah termasuk pada keadaan otaknya dalam keadaan normal.
Menurut keterangan dokter yang mereka terima saat itu keluhan nyeri kepala adalah dampak post
jatuh terbenturnya kepala pasien. Saat itu pasien diterapi rawat inap di RS Karyadi Semarang
dan pulang setelah observasi selama tiga hari opname namun pasien tak ingat mengenai obat
pulang apa saja yang diberikan oleh dokter saat itu karena sudah berlangsung lama sekali.
4
Riwayat Lain:
Riwayat tekanan darah tinggi ataupun anemia disangkal,
Riwayat sakit kencing manis disangkal,
Riwayat sinusitis disangkal
Riwayat maag disangkal.
Riwayat pingsan Riwayat TB disangkal,
Riwayat kontak dengan orang yang memiliki batuk lama juga disangkal.
Riwayat alergi (makanan : -), (obat : -).
Riwayat kejang disangkal.
Riwayat gigi berlubang disangkal, karena ia rajin control ke dokter gigi.
Kebiasaan memelihara unggas/ kucing disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga:
Riwayat keluhan serupa disangkal
Riwayat tekanan darah tinggi disangkal
Riwayat sakit kencing manis disangkal
Riwayat TB disangkal
Riwayat kontak dengan orang yang memiliki batuk lama juga disangkal
Riwayat Sosial Ekonomi Pribadi:
Sehari-hari berperan sebagai mahasiswi dan karyawati di sebuah perusahaan. Biaya
pengobatan pasien memakai BPJS. Kesan ekonomi cukup. Pasien mengaku sedang tidak
memiliki masalah yang menjadi beban pikirannya. Pasien tidak merokok ataupun minuman
beralkohol. Dalam pekerjannya pun office hour tidak ada pembagian shift. Pasien pun tidak
memiliki kebiasaan tidur larut malam.
Anamnesis Sistem:
Sistem serebrospinal : Nyeri kepala diakui
Sistem kardiovaskuler : Tidak ada keluhan
5
Sistem respirasi : Tidak ada keluhan
Sistem gastrointestinal : Tidak ada keluhan
Sistem
musculoskeletal : Tidak ada keluhan
Sistem integumentum : Tidak ada keluhan
Sistem urogenital : Tidak ada keluhan
Resume Anamnesis :
Pasien Ny. IL, 24 tahun, mengeluhkan sakit kepala yang semakin memberat sejak 6 jam
sebelum masuk rumah sakit. Timbul secara tiba-tiba ketika sedang beraktivitas dan terus
menerus. Nyeri dirasakan sepanjang hari. Rasa sakit seperti diremas di seluruh bagian
kepala namun terasa lebih berat di sisi kanan. Keluhan bertambah parah jika pasien
melakukan aktivitas dan tidak berkurang walaupun pasien beristirahat Pasien hanya bisa
berbaring saat nyeri kepala kambuh. Pasien terkadang pingsan saat nyeri kepala sangat
terasa berat.
Keluhan pasien ini disertai dengan mual dan muntah yang sudah terjadi 3 kali sebelum
masuk RS. Muntahan berbentuk sisa ampas makanan yang berkisar kira-kira setengah
gelas akua banyaknya. Keluhan lain yang ada adalah pasien pingsan sebanyak 1 kali
sebelum dibawa ke RS. Pasien sadar ketika sudah sampai di IGD.
Kekambuhan nyeri kepala tersebut dapat terjadi 2-3 kali setiap bulan ketika pasien sedang
melakukan aktivitas. Untuk mengatasi nyeri tersebut pasien membeli obat warung yang
dapat meredakan nyeri kepala, berupa kombinasi obat parasetamol, ibuprofen serta kafein.
Biasanya nyeri kepala berkurang setelah minum obat tersebut, namun kali ini keluhan tak
membaik. Di IGD Rumah Sakit, pasien mendapatkan segera terapi injeksi ketorolac dan
ondansentron 1 ampul untuk mengatasi nyeri kepalanya dan mual muntahnya yang cukup
hebat hingga pasien direncanakan untuk rawat inap dengan terapi yang lebih spesifik.
Keluhan lain tak didapatkan.
6
DISKUSI I
Dari hasil anamnesa didapatkan seorang pasien wanita 24 tahun mengeluhkan kepala sakit
dominan pada sebelah kanan. Nyeri kepala timbul karena perangsangan terhadap struktur
yang peka didaerah kepala dan leher yang peka terhadap rasa nyeri. Bangunan-bangunan
peka nyeri pada kepala dibedakan menjadi dua bagian, yaitu bangunan intrakranial
meliputi sinus venosus, arteri-arteri basalis, durameter, nervus V, IX, X, dan bangunan
ekstrakranial meliputi pembuluh darah dan otot kulit kepala, orbita, membrane mukosa
sinus nasalis dan paranasalis, telinga luar dan tengah, gigi dan gusi, nervus cervical II dan
III (Lindsay, 2002). Perangsangan bangunan-bangunan ekstrakranial akan dirasakan pada
umumnya sebagai nyeri pada daerah terangsang. Sedangkan nyeri kepala sebagai akibat
perangsangan bangunan intracranial akan diproyeksikan ke permukaan dan dirasakan di
daerah distribusi saraf yang bersangkutan.
Nyeri kepala pada pasien kemungkinan disebabkan oleh penyebab primer berupa migren,
nyeri kepala klaster, nyeri kepala tegang otot, ataupun bisa disebabkan oleh penyebab
sekunder, seperti neoplasma (primer/ sekunder), infeksi (akut/ kronis) virus, bakteri, jamur,
vaskuler.
Nyeri yang dirasakan pasien, diduga merupakan nyeri yang terbagi atas dua bagian nyeri
non neurogenik dan neurogenik. Pada yang non neurogenik merupakan nyeri yang terjadi
pada anggota gerak diantaranya, artalgia (patologis pada persendian), myalgia (otot),
entesialgia (proses patologis pada tendon, fasia jaringan miofasial dan periosteum).
Umumnya, hal teresebut disebabkan karena proses patologik setempat berupa peradangan
bakterial, imonologik, non infeksi atau perdarahan serta keganasan. Pada nyeri neurogenik,
jenis nyeri ini terjadi akibat iritasi langsung terhadap serabut sensoris perifer. Ciri khasnya
adalah nyeri menjalar sepanjang daerah distal saraf dan perjalanan nyeri tersebut
berpangkal pada bagian saraf yang mengalami iritasi. Nyeri neurogenik ini juga dapat
menyebabkan penurunan kesadaran apabila terjadi sensitisasi sangat hebat dan tak
tertahankan. Hal inilah yang diduga sebagai penyebab pasien pingsan saat mengalami nyeri
kepala.
7
A. Cephalgia
I.1 Definisi
Nyeri kepala adalah suatu rasa nyeri atau rasa tidak enak pada daerah kepala
termasuk meliputi daerah wajah dan tengkuk leher. (Sjahrir dkk, 2013). Sedangkan,
menurut Arif Mansjoer (2000) nyeri kepala atau cephalgia adalah rasa nyeri atau rasa tidak
enak di kepala, setempat atau menyeluruh dan dapat menjalar ke wajah, gigi, rahang bawah
dan leher.
I.2. Epidemiologi
Faktor resiko terjadinya sakit kepala adalah gaya hidup, kondisi penyakit, jenis kelamin,
umur, pemberian histamin atau nitrogliserin sublingual dan faktor genetik.
Prevalensi sakit kepala di USA menunjukkan 1 dari 6 orang (16,54%) atau 45juta orang
menderita sakit kepala kronik dan 20 juta dari 45juta tersebutmerupakan wanita. 75 % dari
jumlah di atas adalah tipe tension headache yang berdampak pada menurunnya konsentrasi
belajar dan bekerja sebanyak 62,7 %.
Menurut IHS, migren sering terjadi pada pria dengan usia 12 tahunsedangkan pada wanita,
migren sering terjadi pada usia diatas 12 tahun. HIS juga mengemukakan cluster headache
80-90 % terjadi pada pria dan prevalensi sakitkepala akan meningkat setelah umur 15
tahun.
I.3. Etiologi
1. Penggunaan obat yang berlebihan.
Hampir semua obat sakit kepala, termasuk dan penghilang migrain seperti acetaminophen
dan triptans, bisa membuat sakit kepala parah bila terlalu sering dipakai untuk jangka
waktu lama. Menggunakan terlalu banyak obat dapat menyebabkan kondisi yang disebut
rebound sakit kepala.
8
2. Stres
Stress adalah pemicu yang paling umum untuk sakit kepala, termasuk sakit kepala kronis.
Selain itu, itu terkait dengan kecemasan dan depresi, yang juga faktor risiko untuk
berkembang menjadi sakit kepala kronis.
3. Masalah tidur
Kesulitan tidur merupakan faktor risiko umum untuk sakit kepala kronis. Mendengkur,
yang dapat mengganggu pernapasan di malam hari dan mencegah tidur nyenyak, juga
merupakan faktor risiko.
Dokter tidak yakin persis mengapa, menjaga berat badan yang sehat tampaknya dapat
dihubungkan dengan penurunan risiko untuk sakit kepala kronis.
Sementara kafein telah ditunjukkan untuk meningkatkan efektivitas ketika ditambahkan ke
beberapa obat sakit kepala, terlalu banyak kafein dapat memiliki efek yang berlawanan.
Sama seperti obat sakit kepala berlebihan dapat memperburuk gejala sakit kepala, kafein
yang berlebihan dapat menciptakan efek rebound.
4. Penyakit atau infeksi,
Seperti meningitis, saraf terjepit di leher, atau bahkan tumor.
I.4. Klasifikasi
Berdasarkan The International Classification of Headache Disorders, 2nd Edition, dari the
International Headache Society (Sjahrir dkk, 2013) secara garis besar nyeri kepala
diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Migren
2. Tension-Type Headache
3. Nyeri kepala klaster dan sefalalgia trigeminal-otonomik yang lainnya
4. Nyeri kepala primer lainnya
5. Nyeri kepala yang berkaitan dengan trauma kepala dan/atau leher
6. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan vaskuler kranial dan/atau servikalis
9
7. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan non vaskuler
8. Nyeri kepala yang berkaitan dengan suatu substansi atau proses withdrawal nya
9. Nyeri kepala yang berkaitan dengan infeksi
10. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan hemostasis
11. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan kranium, leher, mata, telinga, hidung, sinus,
gigi, mulut atau struktur fasial atau kranial lainnya
12. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan psikiatri
13. Neuralgia kranial dan penyebab sentral nyeri fa
Jenis-Jenis Nyeri Kepala:
Nyeri
Kepala
Sifat
Nyeri
Lokasi Lama Nyeri Frekuensi Gejala
Migren
umum
Berdenyut Unilateral
atau
Bilateral
6-48 jam Sporadik Mual,
muntah,
malaise,
fotobia
Beberapa kali
sebulan
Migren
klasik
Berdenyut Unilateral 3-12 jam Sporadik Prodromal
visual,
mual,
muntah,
malaise,
fotobia
Beberapa kali
sebulan
Klaster Menjemu-
kan, tajam
Unilateral,
orbita
15-20 menit Serangan
berkelompok
dengan
remisi lama
Lakrimasi
ipsilateral,
wajah
merah,
hidung
tersumbat,
horner
10
Tipe
tegang
Tumpul,
ditekan
Difus,
Bilateral
Terus
menerus
Konstan Depresi,
ansietas
Neuralgia
trigeminu
s
Ditusuk-
tusuk
Dermaton
saraf V
Singkat, 15-
60 detik
Beberapa kali
sehari
Zona
pemicu
nyeri
Atipikal Tumpul Unilateral
atau
Bilateral
Terus
menerus
Konstan Depresi,
kadang-
kadang
psikosis
Sinus Tumpul/
tajam
Di atas
sinus
Bervariasi Sporadik atau
konstan
Rinore
Lesi
desak
ruang
Bervariasi
`
Unilateral
(awal),
Bilateral
(lanjut)
Bervariasi,
progresif
Bervariasi,
semakin
sering
Papiledema
, defisit
neurologik
fokal,
gangguan
mental atau
perilaku,
kejang
Menurut Arif Mansjoer (2000) pada nyeri kepala atau cephalgia struktur diwajah yang
peka terhadap rasa nyeri adalah kulit, fasia, otot-otot, arteri ekstra serebral dan intra
serebral, meningen, dasar fosa anterior, fosa posterior, tentorium serebri, sinus venosus,
nervus V, VII, IX, X, radiks posterior C2, C3, bola mata, rongga hidung, rongga sinus,
dentin dan pulpa gigi. Sedangkan otak tidak sensitif terhadap nyeri. Pada struktur yang
disebutkan sebelumnya terdapat ujung saraf nyeri yang mudah dirangsang atau etiologinya
oleh :
1. Traksi atau pergeseran sinus venosus dan cabang-cabang kortikal.
2. Traksi, dilatasi atau inflamasi pada arteri intrakranial dan ekstrakranial.
11
3. Traksi, pergeseran atau penyakit yang mengenai saraf kranial dan servikal.
4. Perubahan tekanan intrakranial.
5. Penyakit jaringan kulit kepala, wajah, mata, hidung, telinga dan leher.
I..5 MANIFESTASI KLINIS
Menurut Arif Mansjoer, dkk (2000) manifestasi klinis adanya nyeri kepala atau cephalgia
memerlukan anamnesis khusus yaitu:
1. Awitan dan lama serangan
2. Bentuk serangan; paroksismal periodik atau terus menerus
3. Lokalisasi nyeri
4. Sifat nyeri; berdenyut-denyut, rasa berat, menusuk-nusuk, dll
5. Prodromal
6. Gejala penyerta
7. Faktor presipitasi
8. Faktor yang mengurangi atau memberatkan nyeri kepala
9. Pola tidur
10. Faktor emosional/stres
11. Riwayat keluarga
12. Riwayat trauma kepala
13. Riwayat penyakit medik; peradangan selaput otak, hipertensi, demam tifoid, sinusitis,
glaukoma, dsb.
14. Riwayat operasi
15. Riwayat alergi
16. Pola haid bagi wanita
17. Riwayat pemakaian obat; analgetik, narkotik, penenang, vasodilator.
12
I.6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang disarankan menurut Basuki Pramana (2007) adalah:
1. Foto Rontgen terhadap tengkorak
2. Pemeriksaan kadar Lemak darah ( kolesterol, Trigliuseride HDL dan LDL)
3. Kadar Hemoglobin darah ( Hb ) dll pemeriksaan
Lebih lanjut menurut Arif Mansjoer, dkk, (2000) pemeriksaan khusus pada cephalgia
meliputi palpasi pada tengkorak untuk mencari kelainan bentuk, nyeri tekan dan benjolan.
Palpasi pada otot untuk mengetahui tonusdan nyeri tekan daerah tengkuk. Perabaan arteri
temporalis superfisialis dan arteri karotis komunis. Pemeriksaan leher, mata, hidung,
tenggorok, telingan, mulut dan gigi geligi perlu dilakukan. Pemeriksaan neurologis
lengkap, ditekankan pada fungsi saraf otak termasuk funduskopi, fungsi motorik, sensorik
serta koordinasi.
Beberapa nyeri kepala menunjukkan tanda bahaya dan memerlukan evaluasi penunjang
adalah:
1. Nyeri kepala hebat pertama kali yang timbul mendadak
2. Nyeri kepala yang paling berat yang pernah dialami
3. Nyeri kepala yang berat progresif selama beberapa hari atau minggu
4. Nyeri kepala yang timbul bila latihan fisik, batuk, bersin, membungkuk atau nafsu seksual
meningkat
5. Nyeri kepala yang disertai penyakit umum atau demam, mualo, muntah atau kaku kuduk
6. Nyeri kepala yang disertai gejala neurologis seperti afasia, koordinasi buruk, kelemahan
fokal atau rasa baal, mengantuk, fungsi intelek menurun, perubahan kepribadian dan
penurunan visus.
13
Pemeriksaan penunjang tersebut antara lain:
1. CT-Scan atau resonansi magnetik (MRI) otak hanya dilakukan pada nyeri kepala yang
menunjukkan kemungkinan penyakit intrakranial, seperti tumor, perdarahan subaraknoid,
AVM, dll.
2. Elektroensefalogram dilakukan bila ada riwayat kejang, kesadaran menurun, trauma kepala
atau presinkop.
Foto sinus paranasal untuk melihat adanya sinusitis dan foto servikal untuk menetukan
adanya spondiloartrosis dan fraktur servikal.
B. Encepalitis Virus
1.1 Definisi
Ensefalitis adalah inflamasi jaringan otak oleh berbagai macam mikroorganisme, virus,
bakteri, jamur, protozoa atau parasit. Penyebab ensefalitis yang terpenting adalah virus,
sehingga “ensefalitis” infeksi oleh virus.
1.2 Manifestasi Klinis
Ensefalitis dapat merupakan bagian dari penyakit sistemik seperti varisela atau measles
dengan sendirinya manifestasi awalnya adalah gejala dari penyakit awalnya. Bila ensefalitis tidak
merupakan bagian dari penyakit virus yang sistemik maka kemungkinan dapat dijumpai keluhan
yang mendahului sindroma neurologi yang berupa nyeri kepala, kelemahan atau malaise,
mialgia, keluhan gangguan saluran nafas bagian atas dan demam. Dapat dijumpai adanya mual,
muntah dan kaku kuduk. Pengaruh langsung pada otak ditandai dengan letargi, kebingungan,
atau stupor yang dapat menjurus ke koma. Bila penderita tidak mengalami gangguan tingkat
kesadaran dapat dijumpai kebingungan, halusinasi dan disorientasi dan dapat pula terjadi kejang,
baik fokal maupun kejang umum, dan gejala-gejala/tanda-tanda gangguan neurologi lain seperti
hemiplegic, nistagmus, ataksia, anisokoria, disfasia, diplopia, disartria dan hemianopsia. Gejala-
gejala tersebut dapat disebabkann oleh karena kenaikan intracranial yang meningkat dan atau
akibat herniasi serebri dari pada akibat pengaruh langsing dari virus. Karena terutama menyerang
bangtang otak, maka dapat terjadi gangguan dapa reflek pupil dan oculovestibular. Gangguan
14
pada pernafasan dan saraf cranial dapat pula terjadi. Terjadinya ataksia, tremor, dan gangguan
koordinasi dapat disebabkan oleh karena disfungsi pada jaras penghubung serebelum. Bila
infeksi terjadi pada mielum , terjadi pula paraplegia, gangguan rasa raba dan juga gangguan
spingter. Sedangkan gangguan pada sel cornu anterior dapat menyebabkan kelumpuhan flaksid,
hipotonia dan hilangnya reflek tendon tanpa adanya gangguan sensorik.
Gejala trias ensefalitis adalah demam, kejang dan kesadaran menurun. Gejala-gejala
ensefalitis viral beraneka ragam, bergantung pada masing-masing kasus, epidemi, jenis virus dan
lain-lain. Pada umumnya terdapat 4 jenis bentuk manifestasi kliniknya yaitu :
a. Bentuk asimtomatik: gejala ringan sekali, kadang ada nyeri kepala ringan atau demam tanpa
diketahui sebabnya. Diplopia, vertigo dan parestesi juga berlangsung sepintas saja. Diagnosis
hanya ditegakkan atas pemeriksaan CSS.
b. Bentuk abortif: Gejala-gejala berupa nyeri kepala, demam yang tidak tinggi dan kaku kuduk
ringan. Umumnya terdapat gejala-gejala seperti infeksi saluran pernafasan bagian atas atau
gastrointestinal.
c. Bentuk fulminan: bentuk ini beberapa jam sampai beberapa hari yang berakhir dengan
kematian. Pada stadium akut: demam tinggi, nyeri kepala difus yang hebat, apatis, kaku
kuduk, disorientasi, sangat gelisah dan dalam waktu singkat masuk ke dalam koma yang
dalam. Kematian biasanya terjadi dalam 2-4 hari akibat kelainan bulbar atau jantung
d. Bentuk khas ensefalitis: bentuk ini mulai secara bertahap, gejala awal nyeri kepala ringan,
demam, gejala ISPA atau gastrointestinal selama beberapa hari. muncul tanda radang SSP
(kaku kuduk, tanda Kernig positif, gelisah, lemah dan sukar tidur). Defisit neurologik yang
timbul bergantung pada tempat kerusakan. Penurunan kesadaran menyebabkan koma, dapat
terjadi kejang fokal atau umum, hemiparesis, gangguan koordinasi, kelainan kepribadian,
disorientasi, gangguan bicara, dan gangguan mental.
1.3 Patofisiologi
Virus-virus yang menyebabkan parotitis, morbili, varisela masuk ke dalam tubuh manusia
melalui saluran pernafasan. Virus polio dan enterovirus melalui mulut, virus herpes simpleks
melalui mulut atau mukosa kelamin. Virus-virus yang lain masuk melalui inokulasi seperti
15
gigitan nyamuk atau binatang (rabies). Bayi dalam kandungan mendapat infeksi melalui plasenta
virus rubella atau cytomegalovirus.
Pada umumnya virus ensefalitis masuk melalui sistem limfatik. Di dalam sisem limfatik ini
terjadi perkembangbiakan dan penyebaran kedalam aliran darah dan mengakibatkan infeksi pada
beberapa organ. Pada stadium ini (fase ekstraneural), ditemukan penyakit demam nonpleura, dan
sistemis.
Didalam tubuh manusia, virus memperbanyak diri secara local, kemudian menjadi viremia
yang menyerang susunan saraf pusat melalui kapilaris di pleksus koroideus. Cara lain ialah
melalui saraf perifer (gerakan sentripetal) atau secara retrograde axoplasmic spread misalnya
oleh virus-virus herpes simpleks, rabies, dan herpes zoster.
Pertumbuhan virus mulai di jaringan ektraneural seperti usus atau kelenjar getah bening
(poliomyelitis, saluran pernafasan bagian atas atau mukosa gastrointestinal (arbovirus) dan
jaringan lemak (coxsackie, poliomyelitis, rabies, variola).
Didalam system saraf pusat, virus menyebar secara langsung atau melalui ruang
ekstraseluler. Infeksi virus dalam otak menyebabkan meningitis aseptik dan ensefalitis (kecuali
rabies). Pada meningitis aseptik, proses radang terjadi di mening dan koroid yang menjadi
hiperemik disertai infiltrasi limfosit. Pada ensefalitis terdapat kerusakan neuron dan glia dimana
terjadi intraceluler inclusion bodies, peradangan otak dan medulla spinalis serta edema otak.
Juga terdapat peradangan pada pembuluh-pambuluh darah kecil, thrombosis dan proliferasi
astrosit dan microglia. Neuron-neuron yang rusak dimakan oleh makrofag atau mikroglia,
disebut sebagai neuronofagia yaitu sesuatu yang khas bagi ensefalitis primer.
Didalam medulla spinalis, virus menyebar melalui endoneurium dalam ruang intersisial
pada saraf-saraf seperti yang terjadi pada rabies dan herpes simpleks. Pada ensefalitis sel-sel
neuron dan glia mengalami kerusakan.
Kerusakan neurologis pada ensefalitis disebabkan oleh:
1. Invasi langsung dan destruksi jaringan saraf oleh virus yang berproliferasi aktif
2. Reaksi jaringan saraf terhadap antigen-antigen virus
16
Patofisiologi
Infeksi menyebar melalui darah
Virus/bakteri masuk jaringan otak secara lokal, hematogen dan melalui saraf-saraf
Faktor-faktor predisposisi pernah mengalami campak, cacar air, herpes, dan
bronchopneumonia
Peradangan di otak
Infeksi menyebar melalui saraf
Penurunan kesadaran
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh
Kesulitan makan
Pembentukan transudat dan
eksudat
Kerusakan saraf V
Iritasi korteks serebral area
fokal
Reaksi kuman patogen
Edema serebral
Kerusakan saraf IX
Risiko ketidakefektifan
perfusi jaringan otak
Kesulitan mengunyah
Kejang
Ketidakefektifan bersihan jalan napas
Penumpukan sekret Gangguan mobilitas fisik
Hiperterm
Peningkatan suhu tubuh
Nyeri kepala
Resiko Nyeri
Peningkatan TIK
Gangguan persepsi sensori visual
Koping individu tidak efektif
Ansietas
Ensephalitis
Resiko
17
1.4 Klasifikasi
1. Berdasarkan tahapan virus menginvasi otak
a. Ensefalitis Primer, virus langsung menyerang otak
b. Ensefalitis sekunder, diawali adanya infeksi sistemik atau vaksinasi.
2. Berdasarkan jenis virus
a. Ensefalitis virus sporadik : virus rabies, Herpes Simpleks Virus (HSV), Herpes Zoster,
mumps, limfogranuloma dan lymphocytic choriomeningitis yang ditularkan gigitan
tupai dan tikus
b. Ensefalitis virus epidemik : virus entero seperti poliomyelitis, virus Coxsacki, virus
ECHO, virus ARBO.
3. Ensefalitis pasca infeksi: Pasca morbili, pasca varisela, pasca rubella, pasca vaksinasi,
dan jenis-jenis virus yang mengikuti infeksi traktus respiratorius yang tidak spesifik.
1.5 Diagnosis
Penegakkan diagnosis berdasarkan anamnesis yang cermat, pemeriksaan fisik, laboratorium dan
penunjang yang dilakukan.
a. Panas tinggi, nyeri kepala hebat, kaku kuduk, stupor, koma, kejang dan gejala-gejala
kerusakan SSP
b. Pada pemeriksaan cairan serebro spinal (CSS) terdapat pleocytosis dan sedikit
peningkatan protein
c. Isolasi virus dari darah, CSS atau spesimen post mortem (otak dan darah)
Identifikasi serum antibodi dilakukan dengan 2 spesimen yang diperoleh dalam 3-4 minggu
secara terpisah
1.6 Tatalaksana
a. Terapi Umum:
1. Tirah baring total.
2. Bila diperkirakan infeksi akibat enterovirus hendaknya hygiene perorangan
diperhatikan.
18
3. Nyeri kepala dan panas yang tinggi perlu penanganan dengan pemberian
antipiretik untuk dapat diberikan acetaminophen/parasetamol.
4. Jika terdapat kenaikan intracranial dapat dilakukan:
a) Kepala penderita dielevasi ± 300
b) Batasi pemberian cairan
c) Lakukan hiperventilasi sampai PCO2 mencapai 25 mmHg
d) Berikan:
1) Manitol diberikan intravena dengan dosis 1,5-2,0 g/kgBB selama
30-60 menit, diulang setiap 8-12 jam.Gliser ol, melalui pipa
nasogastrik, 0,5-1,0 ml/kgbb diencerkan dengan dua bagian sari jeruk,
dapat diulangi setiap 6 jam untuk waktu lama
2) Deksametason 0,15-1,0 mg/kgBB/hari i.v dibagi dalam 3 dosis.
5. Bila kejang, dapat diberikan:
a) Phenytoin
b) Fenobarbital 5-8 mg/kgBB/24 jam. Jika kejang sering terjadi, perlu
diberikan Diazepam (0,1-0,2 mg/kgBB) IV, dalam bentuk infus selama 3
menit.
6. Memperbaiki homeostatis : infus cairan D5 - 1/2 S atau D5 - 1/4 S
(tergantung umur) dan pemberian oksigen.3
b. Pengobatan khusus.
1. Pengobatan kausatif. Sebelum berhasil menyingkirkan etiologi bakteri
diberikan antibiotik parenteral. Pengobatan untuk ensefalitis karena infeksi
virus herpes simplek adalah Acyclovir intravena, 10 mg/kgbb sampai 30
mg/kgbb per hari selama 10 hari.
2. Interferon
Zat ini menghambat replikasi virus. Dapat diberikan secara intravena,
intratekhal atau intraventrikuler pada rabies.
c. Non farmakologis
1. Fisioterapi dan upaya rehabilitatif
2. Makanan tinggi kalori protein
19
Lain-lain: perawatan yang baik, konsultan dini dengan ahli anestesi untuk
pernapasan buatan.
d. Pencegahan
1. Imunisasi, seperti MMR atau HiB
2. Status gizi juga harus baik
3. Melindungi diri dari organisme vektor. Vektor utama nyamuk Culex dengan
memusnahkan nyamuk dewasa dan tempat pembiakannya. Vektor
komponen fisik/alam (udara dan air) memastikan tidak terpapar langsung
4. Operasi Seksio sesaria pada ibu dengan infeksi HSV
1. 9 Komplikasi
a. Susunan saraf pusat : kecerdasan, motoris, psikiatris, epileptik, penglihatan dan
pendengaran
b. Sistem kardiovaskuler, intraokuler, paru, hati dan sistem lain dapat terlibat
secara menetap
c. Gejala sisa berupa defisit neurologik (paresis/paralisis, pergerakan
koreoatetoid), hidrosefalus maupun gangguan mental sering terjadi.
d. Komplikasi pada bayi biasanya berupa hidrosefalus, epilepsi, retardasi mental
karena kerusakan SSP berat
1.10Prognosis
Perjalanan penyakit pada ensefalitis tergantung dari macam virus, umur penderita
dan keadaan umum penderita. Infeksi in utero sering mempengaruhi pertumbuhan otak dan
menyebabkan gejala sisa atau sekuel yang permanen seperti gangguan motorik dan mental,
kebutaan, tuli dan epilepsi. Warren dan Mettews menyebutkan gejala sisa neurologi
berkisar antara 5-75% pada penderita yang terserang Japanese encephalitis dan HSE
terutama pada anak-anak. Mortalitas akibat infeksi virus cukup tinggi. Rabies dapat
mencapai 100%, HSE 40-75%, Japanese encephalitis 10-40%, measles 10-20%, varisela
10-30%, Mumps < 1%.4
20
Prognosis sukar diramalkan tergantung pada kecepatan dan ketepatan pertolongan
dan penyulit yang muncul.
1. Sembuh tanpa gejala sisa
2. Sembuh dengan gangguan tingkah laku/gangguan mental
3. Kematian bergantung pada etiologi penyakit dan usia penderita
C.MIGRAIN
1.1 Definisi
Nyeri kepala berulang dengan manifestasi serangan selama 4-72 jam. Karekteristik
nyeri kepala unilateral, berdenyut, intensitas sedang atau berat, bertambah berat dengan
aktivitas fisik yang rutin dan diikuti dengan mual dan/atau fotofobia dan fonofobia.1
1.2 Etiologi
Penyebab pasti migren tidak diketahui, namun 70-80% penderita migren memiliki
anggota keluarga dekat dengan riwayat migren juga. Risiko terkena migren meningkat 4 kali
lipat pada anggota keluarga para penderita migren dengan aura.1,3 Namun, dalam migren
tanpa aura tidak ada keterkaitan genetik yang mendasarinya, walaupun secara umum
menunjukkan hubungan antara riwayat migren dari pihak ibu. Migren juga meningkat
frekuensinya pada orang-orang dengan kelainan mitokondria seperti MELAS (mitochondrial
myopathy, encephalopathy, lactic acidosis, and strokelike episodes). Pada pasien dengan
kelainan genetik CADASIL (cerebral autosomal dominant arteriopathy with subcortical
infarcts and leukoencephalopathy) cenderung timbul migrane dengan aura.
1.3 Klasifikasi
Secara umum migren dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Migren dengan aura
Migren dengan aura disebut juga sebagai migren klasik. Diawali dengan adanya
gangguan pada fungsi saraf, terutama visual, diikuti oleh nyeri kepala unilateral, mual,
dan kadang muntah, kejadian ini terjadi berurutan dan manifestasi nyeri kepala biasanya
tidak lebih dari 60 menit yaitu sekitar 5-20 menit.
21
2. Migren tanpa aura
Migren tanpa aura disebut juga sebagai migren umum. Sakit kepalanya hampir
sama dengan migren dengan aura. Nyerinya pada salah satu bagian sisi kepala dan
bersifat pulsatil dengan disertai mual, fotofobia dan fonofobia. Nyeri kepala berlangsung
selama 4-72 jam.
1.4 Manifestasi Klinis
Migren tanpa aura
Serangan dimulai dengan nyeri kepala berdenyut di satu sisi dengan durasi serangan
selama 4-72 jam. Nyeri bertambah berat dengan aktivitas fisik dan diikuti dengan nausea
dan atau fotofobia dan fonofobia.
Migren dengan aura
Sekitar 10-30 menit sebelum sakit kepala dimulai (suatu periode yang disebut aura),
gejala-gejala depresi, mudah tersinggung, gelisah, mual atau hilangnya nafsu makan muncul
pada sekitar 20% penderita. Penderita yang lainnya mengalami hilangnya penglihatan pada
daerah tertentu (bintik buta atau skotoma) atau melihat cahaya yang berkelap-kelip. Ada
juga penderita yang mengalami perubahan gambaran, seperti sebuah benda tampak lebih
kecil atau lebih besar dari sesungguhnya. Beberapa penderita merasakan kesemutan atau
kelemahan pada lengan dan tungkainya. Biasanya gejala-gejala tersebut menghilang sesaat
sebelum sakit kepala dimulai, tetapi kadang timbul bersamaan dengan munculnya sakit
kepala. Nyeri karena migren bisa dirasakan pada salah satu sisi kepala atau di seluruh
kepala. Kadang tangan dan kaki teraba dingin dan menjadi kebiru-biruan. Pada penderita
yang memiliki aura, pola dan lokasi sakit kepalanya pada setiap serangan migran adalah
sama. Migren bisa sering terjadi selama waktu yang panjang tetapi kemudian menghilang
selama beberapa minggu, bulan bahkan tahun.
Migren dengan aura dapat dibagi menjadi empat fase, yaitu:
Fase I Prodromal
Sebanyak 50% pasien mengalami fase prodromal ini yang berkembang pelan-pelan
selama 24 jam sebelum serangan. Gejala: kepala terasa ringan, tidak nyaman, bahkan
memburuk bila makan makanan tertentu seperti makanan manis, mengunyah terlalu kuat,
sulit/malas berbicara.
22
Fase II Aura.
Berlangsung lebih kurang 30 menit, dan dapat memberikan kesempatan bagi pasien untuk
menentukan obat yang digunakan untuk mencegah serangan yang dalam. Gejala dari periode
ini adalah gangguan penglihatan (silau/fotofobia), kesemutan, perasaan gatal pada wajah dan
tangan, sedikit lemah pada ekstremitas dan pusing.
Periode aura ini berhubungan dengan vasokonstriksi tanpa nyeri yang diawali dengan
perubahan fisiologi awal. Aliran darah serebral berkurang, dengan kehilangan autoregulasi
lanjut dan kerusakan responsivitas CO2.
Fase III sakit kepala
Fase sakit kepala berdenyut yang berat dan menjadikan tidak mampu yang
dihubungkan dengan fotofobia, mual dan muntah. Durasi keadaan ini bervariasi, beberapa
jam dalam satu hari atau beberapa hari.
Fase IV pemulihan
Periode kontraksi otot leher dan kulit kepala yang dihubungkan dengan sakit otot dan
ketegangan lokal. Kelelahan biasanya terjadi, dan pasien dapat tidur untuk waktu yang
panjang.
1.5 Patofisiologi
Teori vaskular
Vasokontriksi intrakranial di bagian luar korteks berperan dalam terjadinya migren
dengan aura. Pendapat ini diperkuat dengan adanya nyeri kepala disertai denyut yang sama
dengan jantung. Pembuluh darah yang mengalami konstriksi terutama terletak di perifer otak
akibat aktivasi saraf nosiseptif setempat. Teori ini dicetuskan atas observasi bahwa
pembuluh darah ekstrakranial mengalami vasodilatasi sehingga akan teraba denyut jantung.
Vasodilatasi ini akan menstimulasi orang untuk merasakan sakit kepala. Dalam keadaan
yang demikian, vasokonstriktor seperti ergotamin akan mengurangi sakit kepala, sedangkan
vasodilator seperti nitrogliserin akan memperburuk sakit kepala.
Teori Neurovaskular dan Neurokimia
Teori vaskular berkembang menjadi teori neurovaskular yang dianut oleh para
neurologist di dunia. Pada saat serangan migren terjadi, nervus trigeminus mengeluarkan
CGRP (Calcitonin Gene-related Peptide) dalam jumlah besar. Hal inilah yang
23
mengakibatkan vasodilatasi pembuluh darah multipel, sehingga menimbulkan nyeri kepala.
CGRP adalah peptida yang tergolong dalam anggota keluarga calcitonin yang terdiri dari
calcitonin, adrenomedulin, dan amilin. Seperti calcitonin, CGRP ada dalam jumlah besar di
sel C dari kelenjar tiroid. Namun CGRP juga terdistribusi luas di dalam sistem saraf sentral
dan perifer, sistem kardiovaskular, sistem gastrointestinal, dan sistem urologenital. Ketika
CGRP diinjeksikan ke sistem saraf, CGRP dapat menimbulkan berbagai efek seperti
hipertensi dan penekanan pemberian nutrisi. Namun jika diinjeksikan ke sirkulasi sistemik
maka yang akan terjadi adalah hipotensi dan takikardia. CGRP adalah peptida yang
memiliki aksi kerja sebagai vasodilator poten. Aksi keja CGRP dimediasi oleh 2 reseptor
yaitu CGRP 1 dan CGRP 2. Pada prinsipnya, penderita migren yang sedang tidak
mengalami serangan mengalami hipereksitabilitas neuron pada korteks serebral, terutama di
korteks oksipital, yang diketahui dari studi rekaman MRI dan stimulasi magnetik
transkranial. Hipereksitabilitas ini menyebabkan penderita migren menjadi rentan mendapat
serangan, sebuah keadaan yang sama dengan para pengidap epilepsi. Pendapat ini diperkuat
fakta bahwa pada saat serangan migren, sering terjadi alodinia (hipersensitif nyeri) kulit
karena jalur trigeminotalamus ikut tersensitisasi saat episode migren. Mekanisme migren
berwujud sebagai refleks trigeminal vaskular yang tidak stabil dengan cacat segmental pada
jalur nyeri. Cacat segmental ini yang memasukkan aferen secara berlebihan yang kemudian
akan terjadi dorongan pada kortibular yang berlebihan. Dengan adanya rangsangan aferen
pada pembuluh darah, maka menimbulkan nyeri berdenyut.
Teori cortical spreading depression (CSD)
Patofisiologi migren dengan aura dikenal dengan teori cortical spreading depression
(CSD). Aura terjadi karena terdapat eksitasi neuron di substansia nigra yang menyebar
dengan kecepatan 2-6 mm/menit. Penyebaran ini diikuti dengan gelombang supresi neuron
dengan pola yang sama sehingga membentuk irama vasodilatasi yang diikuti dengan
vasokonstriksi. Prinsip neurokimia CSD ialah pelepasan kalium atau asam amino eksitatorik
seperti glutamat dari jaringan neural sehingga terjadi depolarisasi dan pelepasan
neurotransmiter lagi.
CSD pada episode aura akan menstimulasi nervus trigeminalis nukleus kaudatus,
memulai terjadinya migren. Pada migren tanpa aura, kejadian kecil di neuron juga mungkin
24
merangsang nukleus kaudalis kemudian menginisiasi migren. Nervus trigeminalis yang
teraktivasi akan menstimulasi pembuluh kranial untuk dilatasi. Hasilnya, senyawa-senyawa
neurokimia seperti calcitonin gene-related peptide (CGRP) dan substansi P akan
dikeluarkan, terjadilah ekstravasasi plasma. Kejadian ini akhirnya menyebabkan vasodilatasi
yang lebih hebat, terjadilah inflamasi steril neurogenik pada kompleks trigeminovaskular.
Selain CSD, migren juga terjadi akibat beberapa mekanisme lain, di antaranya aktivasi
batang otak bagian rostral, stimulasi dopaminergik, dan defisiensi magnesium di otak.
Mekanisme ini bermanifestasi pelepasan 5-hidroksitriptamin (5-HT) yang bersifat
vasokonstriktor. Pemberian antagonis dopamin, misalnya Proklorperazin, dan antagonis 5-
HT, misalnya Sumatriptan dapat menghilangkan migren dengan efektif.
1.6 Diagnosis
Migren tanpa aura
A. Sekurang-kurangnya terjadi 5 serangan yang memenuhi kriteria B-D.
B. Serangan nyeri kepala berlangsung selama 4-72 jam (tidak diobati atau tidak berhasil
diobati).
C. Nyeri kepala mempunyai sedikitnya dua diantara karakteristik berikut:
1. Lokasi unilateral
2. Kualitas berdenyut
3. Intensitas nyeri sedang atau berat
4. Keadaan bertambah berat oleh aktifitas fisik atau penderita menghindari aktivitas fisik
rutin (seperti berjalan atau naik tangga).
D. Selama nyeri kepala disertai salah satu dibawah ini:
1. mual dan/atau muntah
2. fotofobia dan fonofobia
E. Tidak berkaitan dengan kelainan yang lain.
Migren dengan aura
Aura tipikal terdiri dari gejala visual dan/atau sensoris dan/atau berbahasa. Yang berkembang
secara bertahap, durasi tidak lebih dari 1 jam, bercampur gambaran positif dan negatif,
kemudian menghilang sempurna yang memenuhi kriteria migren tanpa aura.
25
Kriteria diagnostik:
A. Sekurang-kurangnya terjadi 2 serangan yang memenuhi criteria B-D.
B. Adanya aura yang terdiri paling sedikit satu dari dibawah ini tetapi tidak dijumpai
kelemahan motorik:
1. Gangguan visual yang reversibel seperti : positif (cahaya yang berkedip-kedip, bintik-
bintik atau garis-garis) dan negatif (hilangnya penglihatan).
2. Gangguan sensoris yang reversible termasuk positif (pins and needles), dan/atau
negatif (hilang rasa/baal).
3. Gangguan bicara disfasia yang reversibel
C. Paling sedikit dua dari dibawah ini:
1. Gejala visual homonim dan/atau gejala sensoris unilateral
2. Paling tidak timbul satu macam aura secara gradual > 5 menit dan /atau jenis aura yang
lainnya > 5 menit.
3. Masing-masing gejala berlangsung > 5 menit dan < 60 menit.
D. Nyeri kepala memenuhi kriteria B-D
E. Tidak berkaitan dengan kelainan lain.
Pemeriksaan Penunjang5
a. Pemeriksaan Laboratorium
Dilakukan untuk menyingkirkan sakit kepala yang diakibatkan oleh penyakit struktural,
metabolik, dan kausa lainnya yang memiliki gejala hampir sama dengan migren. Selain itu,
pemeriksaan laboratorium dapat menunjukkan apakah ada penyakit komorbid yang dapat
memperparah sakit kepala dan mempersulit pengobatannya.
b. Pencitraan
CT scan dan MRI dapa dilakukan dengan indikasi tertentu, seperti: pasien baru pertama
kali mengalami sakit kepala, ada perubahan dalam frekuensi serta derajat keparahan sakit
kepala, pasien mengeluh sakit kepala hebat, sakit kepala persisten, adanya pemeriksaan
neurologis abnormal, pasien tidak merespon terhadap pengobatan, sakit kepala unilateral
selalu pada sisi yang sama disertai gejala neurologis kontralateral.
26
c. Pungsi Lumbal
Indikasinya adalah jika pasien baru pertama kali mengalami sakit kepala, sakit kepala
yang dirasakan adalah yang terburuk sepanjang hidupnya, sakit kepala rekuren, onset cepat,
progresif, kronik, dan sulit disembuhkan. Sebelum dilakukan LP seharusnya dilakukan CT
scan atau MRI terlebih dulu untuk menyingkirkan adanya massa lesi yang dapat
meningkatkan tekanan intracranial.
1.7 Tatalaksana
MEDIKAMENTOSA
Terapi Abortif
1. Sumatriptan
Sumatriptan cukup efektif sebagai terapi abortif jika diberikan secara subkutan dengan
dosis 4-6 mg. Dapat diulang sekali setelah 2 jam kemudian jika dibutuhkan. Dosis
maksimum 12 mg per 24 jam. Triptan merupakan serotonin 5-HT1B/1D–receptor agonists.
Golongan obat ini ditemukan dalam suatu penelitian mengenai serotonin dan migren yang
mendapatkan adanya suatu atypical 5-HT receptor. Aktivasi reseptor ini menyebabkan
vasokontriksi dari arteri yang berdilatasi. Sumatriptan juga terlihat menurunkan aktivitas saraf
trigeminal
Indikasi: serangan migren akut dengan atau tanpa aura
Dosis & Cara Pemberian: dapat diberikan secara subkutan dengan dosis 4-6 mg. Dapat
diulang sekali setelah 2 jam kemudian jika dibutuhkan. Dosis maksimum 12 mg per 24 jam.
Efek Samping: flushing, lemah, mengantuk, mual, muntah, peningkatan tekanan darah
sementara.
Kontraindikasi:
o penyakit jantung iskemik
o riwayat infark miokard
o prinzmetal’s angina
o hipertensi yang tidak terkontrol.
27
2. Zolmitriptan
Zolmitriptan efektif untuk pengobatan akut. Dosis awal oral 5 mg. Gejala-gejala akan
berkurang dalam 1 jam. Obat ini dapat diulang sekali lagi setelah 2 jam jika diperlukan. Dosis
maksimal adalah 10 mg untuk 24 jam. Zolmitriptan juga dapat digunakan melalui nasal spray.
Indikasi: Untuk mengatasi serangan migren akut dengan atau tanpa aura pada dewasa. Tidak
ditujukan untuk terapi profilaksis migren atau untuk tatalaksana migren hemiplegi atau
basilar.
Dosis & Cara Pemberian: Pada uji klinis, dosis tunggal 1; 2,5 dan 5 mg efektif mengatasi
serangan akut. Pada perbandingan dosis 2,5 dan 5 mg, hanya terjadi sedikit penambahan
manfaat dari dosis lebih besar, namun efek samping meningkat. Oleh karena itu, pasien
sebaiknya mulai dengan doss 2,5 atau lebih rendah. Jika sakit terasa lagi, dosis bisa diulang
setelah 2 jam, dan tidak lebih dari 10 mg dalam periode 24 jam.
Efek Samping: hiperestesia, parestesia, sensasi hangat dan dingin, nyeri dada, mulut kering,
dispepsia, disfagia, nausea, mengantuk, vertigo, astenia, mialgia, miastenia, berkeringat.
Kontraindikasi: Pasien dengan penyakit jantung iskemik (angina pectoris, riwayat infark
miokard, coronary artery vasospasm, Prinzmetal's angina), dan pasien hipersensitif.
3. Eletriptan
Dosis & Cara Pemberian: 20–40 mg po saat onset berlangsung, dapat diulang 2 jam kemudian
sebanyak 1 kali. Dosis maksimum tidak melebihi 80 mg/24 jam.
Efek Samping: parestesia, flushing, hangat, nyeri dada, rasa tidak enak pada perut, mulut
kering, dispepsia, disfagia, nausea, pusing, sakit kepala, mengantuk.
4. Rizatriptan dengan dosis 5-10 mg po saat onset berlangsung, dapat diulang setiap 2 jam
sebanyak 2 kali. Dosis maksimum 30 mg/24 jam.
5. Naratriptan dengan dosis 1-2,5 mg po saat serangan migren akut, boleh diulang setelah 4 jam.
Dosis maksimum 5 mg/24 jam.
6. Almotriptan dengan dosis 6,25-12,5 mg po saat onset berlangsung, dapat diulang setelah 2
jam sebanyak sekali. Dosis maksimum 25 mg/24 jam.
7. Frovatriptan dengan dosis 2,5 mg po saat onset berlangsung, dapat diulang setelah 2 jam.
Waktu paruhnya lebih panjang dari eletriptan sehingga sangat membantu bagi pasien dengan
serangan migren yang panjang. Dosis maksimum 7,5 mg/24 jam.
28
8. Analgesik seperti aspirin
9. Analgesik opioid seperti meperidin 100 mg IM atau butorphanol tartat dengan nasal spray 1
mg untuk setiap lubang hidung. Bisa diulang setelah 3 atau 4 jam berikutnya.
10. Dihidroergotamin mesilat 0.5–1 mg IV atau 1–2 mg SK atau IM.
11. Proklorperazin 25 mg rektal atau 10 mg IV
12. Cafergot yaitu kombinasi antara ergotamin tartat 1 mg dan kafein 100 mg. Cafergot dapat
diberikan sebanyak 1-2 tablet yang diminum pada saat onset serangan atau ketika gejala-
gejala prodromal berlangsung diikuti dengan 1 tablet setiap 30 menit. Cafergot dapat diminum
maksimal 6 tablet untuk setiap serangan namun tidak boleh dikonsumsi lebih dari 10 hari per
bulan. Ergotamin harus dihindari untuk orang hamil dan bagi orang yang berisiko stroke.
Terapi Profilaktif
Tujuan dari terapi profilaktif adalah untuk mengurangi frekuensi berat dan lamanya
serangan, meningkatkan respon pasien terhadap pengobatan, serta pengurangan disabilitas.
Terapi preventif yang dilaksanakan mencakup pemakaian obat dimulai dengan dosis rendah
yang efektif dinaikkan pelan-pelan sampai dosis efektif. Efek klinik tercapai setelah 2-3 bulan
pengobatan, pemberian edukasi supaya pasien teratur memakai obat, diskusi rasional tentang
pengobatan, efek samping obat. Pasien juga dianjurkan untuk menulis headache diary yang
berguna untuk mengevaluasi serangan, frekuensi, lama, beratnya serangan, disabilitas dan
respon terhadap pengobatan yang diberikan. Obat-obatan yang sering diberikan:
a. Beta-blocker:
- propanolol yang dimulai dengan dosis 10-20 mg 2-3x1 dan dapat ditingkatkan secara
gradual menjadi 240 mg/hari.
- atenolol 40-160 mg/hari
- timolol 20-40 mg/hari
- metoprolol 100-200 mg/hari
b. Calcium Channel Blocker:
- verapamil 320-480 mg/hari
- nifedipin 90-360 mg/hari
c. Antidepresan, misalnya amitriptilin 25-125 mg, antidepresan trisiklik, yang terbukti efektif
untuk mencegah timbulnya migren.
29
d. Antikonvulsan:
- asam valproat 250 mg 3-4x1
- topiramat
e. Methysergid, derivatif ergot 2-6 mg/hari untuk beberapa minggu sampai bulan efektif untuk
mencegah serangan migren.
NON-MEDIKAMENTOSA
Terapi abortif
Para penderita migren pada umumnya mencari tempat yang tenang dan gelap pada saat
serangan migren terjadi karena fotofobia dan fonofobia yang dialaminya. Serangan juga akan
sangat berkurang jika pada saat serangan penderita istirahat atau tidur.
Terapi profilaktif
Pasien harus memperhatikan pencetus dari serangan migren yang dialami, seperti kurang
tidur, setelah memakan makanan tertentu misalnya kopi, keju, coklat, MSG, akibat stress,
perubahan suhu ruangan dan cuaca, kepekaan terhadap cahaya terang, kelap kelip, perubahan
cuaca, dan lain-lain. Selanjutnya, pasien diharapkan dapat menghindari faktor-faktor pencetus
timbulnya serangan migren. Disamping itu, pasien dianjurkan untuk berolahraga secara teratur
untuk memperlancar aliran darah.
III. Diagnosa Sementara
Diagnosa klinis : Cephalgia Kronik Paroksismal
Diagnosa topik : Intrakranial dd ekstrakranial
Diagnosa etiologi : Primer ec Common Migraine dd Post Encephalitis Slow Virus
: Secondary ec general disease
30
IV. DATA OBJEKTIF
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 21 Agustus 2017.
Status Generalis
Keadaan Umum Tampak sakit sedang. Kesan status gizi cukup
Kesadaran compos mentis, GCS: E4V5M6
VAS: 8 dari 10. BMI : Overweight. BB : 65 kg, TB :
160 cm
Tanda Vital Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 86x/menit
Nafas : 18x/menit
Suhu : 36,7oC
Kepala Mesosephal, Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak
ikterik, pupil isokor diameter 3/3 mm, reflek cahaya
+/+, reflek kornea +/+
Leher Limfonodi tak membesar, simetris
Dada Paru:
Inspeksi : dada tampak datar, simetris, warna sesuai
sekitar
Palpasi : nyeri tekan (-), massa (-), kuat angkat
normal
Perkusi : sonor diseluruh lapang paru
Auskultasi: vesikuler diseluruh lap. paru, suara
tambahan (-).
Jantung:
Inspeksi : ictus cordis tak tampak
Palapasi : teraba ictus cordis kuat angkat, nyeri (-)
Perkusi : Konfigurasi kesan dalam batas normal,
Auskultasi : SI-II teratur reguler, suara tambahan (-)
31
Abdomen Inspeksi : cembung, warna sesuai kulit sekitar
Auskultasi : bising usus (+) menurun 3 kali/menit
Perkusi : thimpani seluruh lapang abomen
Palpasi .: Supel,nyeri tekan (-) diseluruh lapang
abdomen
Status Psikiatrik Normoaktif
Tingkah laku Normotimik
Perasan hati dalam batas normal
Orientasi dalam batas normal
Kecerdasan dalam batas normal
Daya ingat dalam batas normal
Status Neurologis:
Sikap Tubuh Simetri
Gerakan Abnormal (-)
Cara Berjalan Tidak bisa dinilai
Kepala Mesocephal
Nervi Cranialis Kanan Kiri
N I Daya Penghidu N N
N II Daya Penglihatan N N
Medan Penglihatan N N
Pengenalan warna N N
N III Ptosis (-) (-)
Gerakan Mata B B
Ukuran Pupil 3 mm 3 mm
Bentuk Pupil Bulat Bulat
Refleks Cahaya (+) (+)
Refleks Akomodasi (+) (+)
N IV Strabismus Divergen (-) (-)
32
Gerakan Mata Ke
Lateral Bawah
(+) (+)
Strabismus
Konvergen
(-) (-)
N V Menggigit (+) (+)
Membuka Mulut (+) (+)
Sensibilitas Muka N N
Refleks Cornea (+) (+)
Trismus (-) (-)
N VI Gerakan Mata Ke
Lateral
(+) (+)
Strabismus
Konvergen
(-) (-)
Diplopia (-) (-)
N VII Kedipan Mata (+) (+)
Lipatan Nasolabial Simetris
Sudut Mulut Simetris
Mengerutkan Dahi (+) (+)
Mengerutkan Alis (+) (+)
Menutup Mata (+) (+)
Meringis (+) (+)
Menggembungkan
Pipi
(+) (+)
Daya Kecap Lidah
2/3 Depan
N N
N VIII Mendengar Suara
Berbisik
(+) (+)
Mendengar Detik
Arloji
(+) (+)
Tes Rinne (+) (+)
Tes Weber Lateralisasi (-) Lateralisasi (-)
33
Tes Schwabach Memendek Memendek
N IX Arkus Faring N N
Daya Kecap Lidah
1/3 Belakang
N N
Refleks Muntah (+) (+)
Suara Sengau (-) (-)
Tersedak (-) (-)
N X Denyut Nadi 86 x / menit 86 x / menit
Arkus Faring N N
Bersuara N N
Menelan (+) (+)
N XI Memalingkan Kepala (+) (+)
Sikap Bahu N N
Mengangkat Bahu (+) (+)
Trofi Otot Bahu Eutrofi Eutrofi
N XII Sikap Lidah Ditengah
Artikulasi N
Tremor Lidah (-)
Menjulurkan Lidah Simetris
Trofi Otot Lidah Eutrofi Eutrofi
Fasikulasi Lidah (-)
Pemeriksaan Esktremitas Superior
(D/S)
Ekstremitas Inferior
(D/S)
Gerakan Bebas/ Bebas Bebas/Bebas
Sensibilitas +N/+N +N/+N
Kekuatan 555/555 555 / 555
Tonus N/N N/N
Klonus +N/+N +N/+N
Trofi Eutrofi Eutrofi
Refleks Dextra/Sinistra
34
Biceps +N/+N
Triceps +N/+N
Patella +N/+N
Refleks Dextra/Sinistra
Babinski -/-
Chaddock -/-
Oppenheim -/-
Gordon -/-
Schaeffer -/-
Gonda -/-
Kaku Kuduk –
Kernig –
Laseque –
Brudzinski 1, 2 ,3, 4 –
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium Hematologi (21 Agustus 2017)
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai NormalDarah Lengkap
Hemoglobin
Leukosit
Eritrosit
Hematokrit
Trombosit
MCV
MCH
MCHC
12,1
9.2
4,53
41,7
246
82,1
30,9
33,6
g/dL
ribu/mm
juta
%
ribu/mm
fL
pg
g/dL
11,7,2-15,5
3,8-10,6
4,5-5,8
40-52
150-400
82-98
27-32
32-37
35
RDW
MPV
Limfosit
Monosit
Eosinofil
Basofil
12,8
8,0
0,6
0,0
0,1
0,0
%
mikro m3
103/mikro
103/mikro
103/mikro
103/mikro
10-16
7-11
1,0-4,5
0,2-1,0
0,01-0,6
0-0.2
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Darah Lengkap
Neutrofil
Limfosit %
Monosit %
Eosinofil %
Basofil %
Netrofil %
PCT
PDW
Kimia Klinik
Glukosa Puasa
SGOT
SGPT
Ureum
Kreatinin
Kolesterol Total
11,5
5,2
0,1
0,7
0,1
93,8
0,299
14,0
93
25
14
28.2
0,76
232
103/mikro
%
%
%
%
%
%
%
mg/dL
U/L
IU/L
mg/dL
mg/dL
mg/dL
1,8-7,5
25-40
2-8
2-4
0-1
50-70
0,2-0,5
10-18
74-105
0-50
0-50
10-50
0,62-1,1
<200
36
Trigliserida
Elektrolit
Na
K
Cl
192
137
3.54
104
mg/dL
mmol/L
mmol/L
mmol/L
70-140
1.36-1.46
3.5-5.1
8-106
Pemeriksaan tanggal 23Agustus 2017
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Kolesterol Total
Trigliserida
HDL Direct
LDL-Cholestrol
Serologi
Anti Salmonella IgM
177
144
42
106.2
3
mg/dL
mg/dl
mg/dL
mg/dL
< 2 : Negatif
3: Borderline
4-5 : Positif Lemah> 5 : positif kuat
<200
70-140
>40
<150
DISKUSI II
Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan berarti. Khususnya pada pemeriksaan GCS
ulang. Hal ini menunjukan tidak terjadinya penurunan kesadaran, yang umumnya terjadi pada
kasus-kasus encephalitis. Walau pada kasus encephalitis slow virus tidak menunjukan gejala
37
seperti itu secara signifikamn dikarenakan waktu inkubasi dan remisi yang berlangsung cepat.
Angka Hb yang normal menunjukan bahwa pasien tak mengalami perdarahan aktif dan masif
serta angka leukosit yang normal juga tak menunjukan tanda-tanda infeksi pada tubuh. Kondisi
metabolik pasien juga baik dan tidak didapatkan tanda-tanda hiperglikemi. Namun pada hasil
profil lipid didapatkan kenaikan yakni pada angka Kolestrol total dan trigliserid. Hal ini
menunjukan ada sedikit pengaruh terhadap cepalgia yang dirasakan pasien. Hubungan antara
pengaruh kenaikan profil lipid dengan kejadian cepalghia adalah pada dasarnya, kolestrol
tersebut akan dimetabolis di dalam hati Apabila jumlahnya berlebih (hiperkolestrol), maka
akan terjadi gangguan pada proses metabolism kolestrol yang akibatnya akan menumpuk di hati.
Kolestrol tidak dapat diangkut oleh lipoprotein menuju ke hati dari aliran darah seluruh tubuh.
Dan dalam waktu lama akan membentuk plak. Dan disini akan menggangu viskositas dari
pembuluh darah dan aliran darah. Sehingga yang diakibatkan adalah pasokan darah ke seluruh
tubuh akan lambat khususnya ke otak yang mana manifestasi klinis apabila otak kekurangan
bahan adalah rangsang cepalgia tersebut . Untuk memastikan apakah ada kelainan secara fisik
dan fungsional dari otak yang menyebabkan cephalgia tersebut maka perlu dilakukan evaluasi
lebih lanjut yakni dengan EEG, konsultasi mengenai pemeriksaan neuroimaging yang lebih
canggih dengan menggunakan MRI.
Diagnosis Akhir
Diagnosis Klinis : Cephalgia Kronik Paroksismal
Diagnosis Topis : Intracranial
Diagnosis Etiologi : Common Migraine dd Sequele Post Slow Virus Encephalitis
PLANNING:
Evaluasi EEG, CT Scan dan MRI
IgM Anti Sallmonella
TORCH Lab
38
Cek Lab ulang (Profil Lipid)
PENATALAKSANAAN
- IVFD RL 20 tpm
- Inj. Teranol 2x2
- Inj. Ceftriaxon 2 x 1gr IV (Tunda)
- Inj. Ondansentron 3 x 1 ampul (bila perlu)
- Inj. Metilcobalamin 2 x 1 ampul IV
- Inj. Ranitidine 1 x 1 ampul IV
- PO. Diazepam 2 x 2 mg
- PO. Amitriptilin 2 x ½ mg
- PO. Triptagik 2 x 1 mg (Tunda)
DISKUSI III
Pada pemberian obat pasien ini, diantaranya :
Injeksi Teranol
Teranol termasuk golongan obat antiinflamasi non steroid (NSAID), obat ini untuk penggunaan
jangka pendek (tidak lebih dari 5 hari). Ketorolac adalah derivat dari pyrrolo-pyrole pada
kelompok NSAID dengan nama kimianya (+)– 5–benzoyl-2,3-dihydro-1H-pyrrolizine-1-
carboxylic acid, yang merupakan gabungan dari 2-amino-2-(hydroxymethyl)-1,3-propanediol.
Injeksi Amitriptilin
Amitriptyline adalah obat yang digunakan untuk mengobati depresi. Obat yang masuk ke dalam
kelompok antidepresan trisiklik ini berfungsi meningkatkan kadar zat kimia tertentu di dalam
otak, sehingga gejala depresi berangsur menurun. Selain diperuntukkan untuk mengatasi depresi,
amitriptyline juga dapat digunakan untuk meredakan nyeri saraf dan mencegah migrain.
Injeksi Ondansentron
39
Mekanisme kerja obat ini sebenarnya belum diketahui dengan pasti. Meskipun demikian yang
saat ini sudah diketahui adalah bahwa Ondansetron bekerja sebagai antagonis selektif dan
bersifat kompetitif pada reseptor 5HT3, dengan cara menghambat aktivasi aferen-aferen vagal
sehingga menekan terjadinya refleks muntah.
Pemberian sitostatika (kemoterapi) dan radiasi dapat menyebabkan pelepasan 5HT dalam usus
halus yang merupakan awal terjadinya refleks muntah karena terjadi aktivasi aferen-aferen vagal
melalui reseptor 5 HT3. Aktivasi aferen-aferen vagal juga dapat menyebabkan pelepasan 5HT
pada daerah psotrema otak yang terdapat di dasar ventrikel 4. Hal ini merangsang terjadinya efek
muntah melalui mekanisme sentral. Jadi efek ondansentron dalam pengelolaan mual muntah
yang disebabkan sitostatika (kemoterapi) dan radioterapi bekerja sebagai antagonis reseptor
5HT3 pada neuron-neuron yang terdapat pada sistem syaraf pusat dan sistem syaraf tepi.
Injeksi Ranitidin
Ranitidin diberikan sebagai gastroprotektor dan mencegah efek samping dan interaksi dari obat
lain. Ranitidin bekerja dengan menghambat reseptor H2 sehingga sekresi asam lambung dapat
dihambat.
Injeksi Metycobalamin
Methylcobalamin atau mecobalamin adalah salah satu bentuk kimia dari vitamin B12
(cobalamin), yaitu vitamin larut air yang memegang peranan penting dalam pembentukan darah
serta menjaga fungsi sistem saraf dan otak. Obat ini berfungsi mengobati gangguan yang
diakibatkan oleh defisiensi vitamin B12, seperti pada kondisi anemia megaloblastik (contoh:
anemia pernisiosa), neuropati diabetes, neuropati perifer, dan pengobatan awal sklerosis lateral
amiotrofik.
Injeksi Diazepam
Bekerja pada sistem GABA, yaitu dengan memperkuat fungsi hambatan neuron GABA.
Reseptor Benzodiazepin dalam seluruh sistem saraf pusat, terdapat dengan kerapatan yang tinggi
terutama dalam korteks otak frontal dan oksipital, di hipokampus dan dalam otak kecil. Pada
40
reseptor ini, benzodiazepin akan bekerja sebagai agonis. Terdapat korelasi tinggi antara aktivitas
farmakologi berbagai benzodiazepin dengan afinitasnya pada tempat ikatan. Dengan adanya
interaksi benzodiazepin, afinitas GABA terhadap reseptornya akan meningkat, dan dengan ini
kerja GABA akan meningkat. Dengan aktifnya reseptor GABA, saluran ion klorida akan terbuka
sehingga ion klorida akan lebih banyak yang mengalir masuk ke dalam sel. Meningkatnya
jumlah ion klorida menyebabkan hiperpolarisasi sel bersangkutan dan sebagai akibatnya,
kemampuan sel untuk dirangsang berkurang.
Prognosis
Death : Dubia ad bonam
Disease : Dubia ad bonam
Disability : Dubia ad bonam
Discomfort : Dubia ad bonam
Dissatisfaction : Dubia ad bonam
Distitution : Dubia ad bonam
Follow Up
Tanggal S O A P
Senin, 21
Agustus
2017
Kepala nyeri
berdenyut (+),
mual (+),
muntah (+),
badan terasa
greges
GCS: E4V5M6
TD:125/75
N: 86
RR: 20
T: 37.5
Px Neurologi
- Motorik
Cephalgia Primer
Clasic Migrenous dd
Sekunder Susp.
General Disease
- IVFD RL 20 tpm
- Inj. Teranol 2x2
- Inj. Ceftriaxon 2
x 1gr IV (Tunda)
- Inj.
Ondansentron 3
x 1 ampul (bila
perlu)
- Inj.
Metilcobalamin
2 x 1 ampul IV
- Inj. Ranitidine 1
41
(5555)
- Sensorik (N)
- Tes
Kognisi :
Baik
- Meningeal
Sign (-)
- Tes
Kordinasi :
Baik
x 1 ampul IV
- PO. Diazepam 2
x 2 mg
- PO. Amitriptilin
2 x ½ mg
- PO. Triptagik 2 x
1 mg (Tunda)
Selasa, 22
April 2017
Kepala nyeri
berdenyut (+)
berkurang.
Ketika duduk
kepala masih
nyeri. Keluhan
mual (+) dan
muntah sudah
tidak ada.
GCS: E4V5M6
TD:118/86
N: 7
RR: 20
T: 36
Px Neurologi
- Motorik
(5555)
- Sensorik (N)
- Tes
Cephalgia Primer
Clasic Migrenous dd
Sekunder Susp.
General Disease
- IVFD RL 20 tpm
- Inj. Teranol 2x2
- Inj.
Ondansentron 3
x 1 ampul (bila
perlu)
- Inj.
Metilcobalamin
2 x 1 ampul IV
- Inj. Ranitidine 1
x 1 ampul IV
- PO. Diazepam 2
x 2 mg
- PO. Amitriptilin
2 x ½ mg
- Unalium 2 x 5
42
Kognisi :
Baik
- Tes
Kordinasi :
Baik
mg
Rabu, 23
Agustus
2017
Kepala nyeri
berdenyut (+)
berkurang.
Keluhan mual
dan muntah
sudah tidak ada
GCS: E4V5M6
TD:120/70
N: 68
RR: 20
T: 36.3
Px Neurologi
- Motorik
(5555)
- Sensorik (N)
- Tes
Kordinasi :
Baik
Cephalgia Primer
Clasic Migrenous dd
Sekunder Susp.
General Disease
- IVFD RL 20 tpm
- Inj. Teranol 2x2
- Inj.
Ondansentron 3
x 1 ampul (bila
perlu)
- Inj.
Metilcobalamin
2 x 1 ampul IV
- Inj. Ranitidine 1
x 1 ampul IV
- PO. Diazepam 2
x 2 mg
- PO. Amitriptilin
2 x ½ mg
- Unalium 2 x 5
mg
- Cek Profil
Lipid dan anti-
Salmonella IgM
Kamis, 24
Agustus
2017
Kepala nyeri
berdenyut (+)
berkurang.
Ketika duduk
GCS: E4V5M6
TD:119/81
Cephalgia Primer
Clasic Migrenous dd
Sekunder Susp.
General Disease
- IVFD RL 20 tpm
- Inj. Teranol 2x2
- Inj.
Ondansentron 3
43
kepala masih
nyeri. Keluhan
mual (+) dan
muntah sudah
tidak ada.
N: 86
RR: 20
T: 36,5
Px Neurologi
- Motorik
(5555)
- Sensorik (N)
- Tes
Kordinasi :
Baik
x 1 ampul (bila
perlu)
- Inj.
Metilcobalamin
2 x 1 ampul IV
- Inj. Ranitidine 1
x 1 ampul IV
- PO. Diazepam 2
x 2 mg
- PO. Amitriptilin
2 x ½ mg
Jumat, 25
Agustus
2017
Kepala nyeri
berdenyut (+)
berkurang.
Keluhan mual
dan muntah
sudah tidak ada
GCS: E4V5M6
TD:119/81
N: 86
RR: 20
T: 36,5
Px Neurologi
- Motorik
(5555)
- Sensorik (N)
Cephalgia Primer
Clasic Migrenous dd
Sekunder Susp.
General Disease
- PO. Diazepam 2
x 2 mg
- PO. Amitriptilin
2 x ½ mg
- PO. Triptagik 2 x
1 mg (Tunda)
- PO Unalium 2x5
mg
- PO Imunos 2x1
mg
Plann : CT Scan ulang
Kontrol : Poli Saraf 5
hari post opname
44
- Tes
Kordinasi :
Baik
DAFTAR PUSTAKA
1. Adams and Victor’s Neurology.
45
2. Gilroy, J. Basic neurology. 3rd ed. Michigan: McGraw-Hill. 2000. p 123-126.
3. Srivasta S. Pathophysiology and treatment of migraine and related headache. [Internet];
2010 Mar 29 [cited 2013 February 14]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/1144656-overview
4. Katzung, Bertram. Basic and Clinical Pharmacology. 10th edition. Boston: McGraw Hill.
2007. p 289
5. Chawla J. Migraine Headache: Differential Diagnoses & Workup. [Internet]; 2010 Jun 3
[cited 2013 February 14]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/1142556-diagnosis
6. CURRENT Diagnosis & Treatment in Family Medicine.
7. Brunton, LL. Goodman and Gilman’s Pharmacology. Boston: McGraw-Hill. 2006.
8. Gladstein. Migraine headache-Prognosis. [Internet]; 2010 Jun 3 [cited 2013 February 14].
Available from:
http://www.umm.edu/patiented/articles/how_serious_migraines_000097_2.htm
9. Blanda, M. Migraine headache. [Internet]; 2010 Jul 12 [cited 2013 February 14].
Available from: http://emedicine.medscape.com/article/792267-overview
10. Chawla J. Migraine headache: Follow-up. [Internet]; 2010 Jun 3 [cited 2013 February
14]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1142556-followup
11. Baehr M, Frotscher M. Diagnosis Topik Neurologi DUUS Anatomi, Fisiologi, Tanda, Gejala. Edisi 4. Jakarta: EGC, 2010. Hal: 358-370.
12. Brunton, LL. Goodman and Gilman’s Pharmacology. Boston: McGraw-Hill. 2006.
13. Current Diagnosis & Treatment in Family Medicine.14. Eccher M, Suarez JI. 2004. Cerebral Edema and Intracranial Dynamics.
In : Suarez JI, ed. Critical Care Neurology and Neurosurgery. New Jersey : Humana Press
15. Ginsberg, L. 2008. Lecture Notes: Neurologi. Edisi-8. Erlangga Medical Series. Jakarta. 74-75
16. Goadsby, J Peter. 2009. Treatment of Cluster Headache. Headache Group. Department of Neurology University of California. San Francisco. Diunduh dari : http://www.americanheadachesociety.org.
46
17. 2005. Kapita Selekta Neurologi. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
18. 2011. Health Care Guideline : Diagnosis and Treatment of Headache.19. Katzung, Bertram. Basic and Clinical Pharmacology. 10th edition.
Boston: McGraw Hill. 2007.20. Lumbantombing, SM. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 200421. Pertemuan Nasional III Nyeri, Nyeri Kepala & Vertigo PERDOSSI, Solo,
4-6 Juli 200822. Price Sylvia. Patofisiologi. Edisi 6. Volume 1. EGC: Jakarta. 2006. hal :
231- 236 & 485-90.23. Rasad, Sjahriar. 2009. Radiologi Diagnostik. Jakarta. Balai Penerbit
FKUI. Halaman 359.
47