bab ii tinjauan pustaka 2.1 umum -...

40
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Breising (bracing) merupakan sistem yang sangat efektif dan ekonomis untuk menahan beban horisontal yang bekerja dalam suatu sistem struktur. Breising sangat efisien karena elemen yang dipasang diagonal hanya menahan gaya aksial sehingga tidak diperlukan dimensi yang besar untuk memberikan kekakuan dan kekuatan dalam menahan gaya geser horisontal (Smith and Coull, 1991). Menurut Taranath (2012) rangka breising dapat mengefisienkan struktur rigid frame dengan mengurangi momen lentur yang terjadi pada kolom dan balok. Hal ini dikarenakan dengan menambah breising, gaya geser horisontal yang terjadi akan ditahan oleh rangka breising melalui mekanisme aksial sehingga dapat meminimalkan momen lentur yang terjadi pada kolom dan balok. Elemen breising berperilaku sebagai truss element yang menerima gaya tekan (batang tekan) dan tarik (batang tarik). Perbedaan antara batang tekan dan batang tarik adalah kemungkinan terjadinya tekuk pada batang tekan. Setelah mengalami tekuk batang tekan akan menjadi tidak stabil sehingga kapasitas tekan dari suatu elemen tekan akan lebih kecil dari pada kapasitas tariknya jika elemen mengalami tekuk. 2.2 Sistem Rangka Breising Konsentrik (SRBK) Sistem rangka breising konsentrik merupakan sistem rangka breising dimana ujung-ujung batangnya saling berpotongan pada suatu titik dan membentuk suatu sistem rangka vertikal penahan gaya lateral. Selama terjadinya gempa kuat, rangka breising akan mengalami gaya tekan dan tarik bolak-balik akibat beban siklik. Pada elemen breising yang mengalami tekan akan terjadi tekuk lentur sehingga akan menyebabkan terbentuknya sendi plastis pada breising akibat adanya deformasi lateral (AISC, 2010). Rasio kelangsingan batang breising harus memenuhi ketentuan berikut : KL/r ≤ 4√/ (2.1) KL/r ≤ 200 (2.2)

Upload: lekhue

Post on 02-Mar-2018

261 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/11970/3/46892e0ac9442b9c4ee779c79746f61a.pdf · tekan (batang tekan) ... yang mengalami tekan (Taranath, 2012)

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum

Breising (bracing) merupakan sistem yang sangat efektif dan ekonomis

untuk menahan beban horisontal yang bekerja dalam suatu sistem struktur. Breising

sangat efisien karena elemen yang dipasang diagonal hanya menahan gaya aksial

sehingga tidak diperlukan dimensi yang besar untuk memberikan kekakuan dan

kekuatan dalam menahan gaya geser horisontal (Smith and Coull, 1991). Menurut

Taranath (2012) rangka breising dapat mengefisienkan struktur rigid frame dengan

mengurangi momen lentur yang terjadi pada kolom dan balok. Hal ini dikarenakan

dengan menambah breising, gaya geser horisontal yang terjadi akan ditahan oleh

rangka breising melalui mekanisme aksial sehingga dapat meminimalkan momen

lentur yang terjadi pada kolom dan balok.

Elemen breising berperilaku sebagai truss element yang menerima gaya

tekan (batang tekan) dan tarik (batang tarik). Perbedaan antara batang tekan dan

batang tarik adalah kemungkinan terjadinya tekuk pada batang tekan. Setelah

mengalami tekuk batang tekan akan menjadi tidak stabil sehingga kapasitas tekan

dari suatu elemen tekan akan lebih kecil dari pada kapasitas tariknya jika elemen

mengalami tekuk.

2.2 Sistem Rangka Breising Konsentrik (SRBK)

Sistem rangka breising konsentrik merupakan sistem rangka breising

dimana ujung-ujung batangnya saling berpotongan pada suatu titik dan membentuk

suatu sistem rangka vertikal penahan gaya lateral. Selama terjadinya gempa kuat,

rangka breising akan mengalami gaya tekan dan tarik bolak-balik akibat beban

siklik. Pada elemen breising yang mengalami tekan akan terjadi tekuk lentur

sehingga akan menyebabkan terbentuknya sendi plastis pada breising akibat adanya

deformasi lateral (AISC, 2010). Rasio kelangsingan batang breising harus

memenuhi ketentuan berikut :

KL/r ≤ 4√𝐸/𝐹𝑦 (2.1)

KL/r ≤ 200 (2.2)

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/11970/3/46892e0ac9442b9c4ee779c79746f61a.pdf · tekan (batang tekan) ... yang mengalami tekan (Taranath, 2012)

6

Keterangan :

K : Faktor panjang efektif

L : Panjang tanpa breising dari komponen struktur (mm)

r : Radius girasi (mm)

E : Modulus elastisitas baja (MPa)

Fy : Tegangan leleh baja (MPa)

Breising dengan 4√𝐸/𝐹𝑦 ≤ KL/r ≤ 200, dapat digunakan bila kekuatan tekan

kolom yang tersedia paling tidak sama dengan beban maksimum yang ditransfer ke

kolom dan mempertimbangkan nilai Ry dikalikan dengan kekuatan nominal elemen

breising. Tipe sistem rangka breising konsentrik dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Sistem rangka breising konsentrik dapat dibedakan menjadi Sistem

Rangka Breising Konsentrik Khusus (SRBKK) dan Sistem Rangka Breising

Konsentrik Biasa (SRBKB). SRBKK diharapkan dapat mengalami deformasi

inelastis yang cukup besar akibat gaya gempa rencana. SRBKK memiliki tingkat

daktilitas yang lebih tinggi daripada tingkat daktilitas SRBKB mengingat

penurunan kekuatannya yang lebih kecil pada saat terjadinya tekuk pada batang

breising tekan (DPU, 2002).

2.3 Sistem Rangka Breising Eksentrik (SRBE)

Sistem rangka breising eksentrik merupakan sistem struktur yang unik,

karena menggabungkan kekakuan dan kekuatan yang dimiliki sistem rangka

breising dengan karakteristik disipasi energi secara inelastik yang dimiliki sistem

rangka pemikul momen. Sistem ini disebut eksentrik karena ujung batang dari

breising direncanakan memiliki eksentrisitas yang biasanya terletak pada balok.

Gambar 2.1 Tipe sistem rangka breising konsentrik (SRBK)

Sumber : AISC (2010)

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/11970/3/46892e0ac9442b9c4ee779c79746f61a.pdf · tekan (batang tekan) ... yang mengalami tekan (Taranath, 2012)

7

Segmen eksentrik pada balok disebut dengan link dimana komponen ini berfungsi

sebagai fuse (sekring) pada struktur. Elemen link akan mengalami leleh terlebih

dahulu melalui mekanisme lentur dan atau geser sebelum terjadi tekuk pada elemen

yang mengalami tekan (Taranath, 2012).

Menurut AISC 341-10, link adalah segmen dari balok yang berada

diantara ujung-ujung sambungan dua breising diagonal atau di antara ujung suatu

breising diagonal dengan kolom. Pada SRBE diharapkan dapat terjadi deformasi

inelastis yang cukup besar pada link saat memikul gaya-gaya akibat beban gempa

rencana. Kolom-kolom, batang bresing, dan bagian dari balok di luar link harus

direncanakan untuk tetap dalam keadaan elastis akibat gaya-gaya yang dihasilkan

oleh link pada saat mengalami pelelehan penuh. Tipe breising eksentrik ditunjukkan

pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Tipe sistem rangka breising eksentrik (SRBE)

Sumber : AISC (2010)

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/11970/3/46892e0ac9442b9c4ee779c79746f61a.pdf · tekan (batang tekan) ... yang mengalami tekan (Taranath, 2012)

8

2.3.1 Elemen Link

Menurut Moestopo dan Panjaitan (2012), link pada SRBE berupa elemen

yang berperilaku sebagai balok pendek yang pada kedua sisinya bekerja gaya geser

sama besar dengan arah yang berlawanan serta momen dengan besar dan arah yang

sama. Mekanisme leleh yang terjadi pada link dapat berupa terbentuknya sendi

plastis pada kedua ujung link akibat tercapainya momen sebesar Mp (momen plastis

penampang link) dan disebut link lentur, atau berupa terjadinya leleh pada pelat

badan link akibat tercapainya gaya geser sebesar Vp (gaya geser plastis penampang

link) dan disebut link geser.

Kinerja struktur yang telah terkena gempa akan berkurang akibat rusaknya

link, yang membahayakan jika struktur tersebut mengalami kejadian gempa

berikutnya. Penggantian link menjadi tidak mudah dilakukan bila link merupakan

satu kesatuan dengan balok dan/atau kolom melalui sambungan las. Penggunaan

SRBE akan menjadi lebih ekonomis apabila link yang telah rusak akibat gempa

dapat diganti tanpa mengganti komponen struktur lainnya (balok, kolom, breising)

yang masih tetap elastik memikul beban gravitasi. Sejumlah kajian telah dilakukan

terhadap penggunaan link dengan sambungan baut, sebagai link yang dapat diganti

(replaceable link).

Kinerja link yang efektif menyerap gempa ditunjukkan dengan kelelehan

yang mampu membentuk sudut rotasi inelastik yang cukup besar pada link, dimana

hal ini direncanakan terjadi pada saat struktur sudah mengalami deformasi yang

besar akibat gempa besar, sementara itu komponen struktur lainnya (balok, kolom,

pengaku/breising) direncanakan tetap dalam kondisi elastik. Kerusakan link akibat

kelelehan inilah yang sebenarnya diharapkan terjadi, untuk menghindari runtuhnya

struktur (Moestopo dkk., 2009).

Menurut Becker dan Ishler (1996) dalam Nidiasari dan Budiono (2010),

perilaku inelastik pada link dipengaruhi oleh panjangnya. Mekanisme kelelehan

link, kapasitas disipasi energi dan mode kegagalan sangat erat hubungannya dengan

faktor panjang dari link. Untuk link pendek, perilaku inelastik dominan terhadap

gaya geser, sebaliknya untuk link panjang perilaku inelastik didominasi oleh lentur.

Untuk link antara (intermediate link), kelelehan dipengaruhi oleh geser dan lentur.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/11970/3/46892e0ac9442b9c4ee779c79746f61a.pdf · tekan (batang tekan) ... yang mengalami tekan (Taranath, 2012)

9

Kekakuan link juga sangat dipengaruhi oleh faktor panjang link. Link

panjang memiliki kekakuan yang lebih rendah dari link pendek. Gambar 2.3 (a) dan

(b) memperlihatkan bahwa link dengan rasio e/L = 0 memiliki kekakuan yang tinggi

sesuai dengan konsep desain Concentrically Braced Frame (CBF), sedangkan link

dengan rasio e/L = 1 memiliki kekakuan elastis yang rendah sesuai dengan konsep

desain Moment Resisting Frame (MRF). Agar kekakuan dan deformasi inelastik

link tidak berlebihan, maka panjang link harus dibatasi.

2.3.2 Kekuatan Geser dan Batasan Panjang Link

Berdasarkan AISC 341-10, Seismic Provisions for Structural Steel

Buildings, kekuatan geser pada link merupakan nilai terendah dari kondisi batas

pelelehan geser dalam badan dan pelelehan lentur pada penampang bruto.

1. Kondisi pelelehan geser

Vn = Vp (2.3)

Dimana :

Vp : kekuatan geser (N)

Vp = 0,6 Fy (d-2tf) tw, untuk Pr/Pc ≤ 0,15 (2.4a)

Vp = 0,6 Fy (d-2tf) tw √1− (𝑃𝑟

𝑃𝑐)2, untuk Pr/Pc > 0,15 (2.4b)

Gambar 2.3 (a) dan (b) Pengaruh variasi e/L terhadap kekakuan elastis EBF

Sumber : Engelhart dan Popov (1988) dalam Nidiasari dan Budiono (2010)

(a) (b)

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/11970/3/46892e0ac9442b9c4ee779c79746f61a.pdf · tekan (batang tekan) ... yang mengalami tekan (Taranath, 2012)

10

Pr : kekuatan aksial perlu kombinasi LRFD (N)

Pc : kekuatan leleh aksial nominal (N)

Pc= Fy Ag (2.5)

Fy : tegangan leleh baja (MPa)

d : tinggi penampang (mm)

tf : tebal sayap penampang (mm)

tw : tebal badan penampang (mm)

Ag : luas penampang (mm²)

2. Kondisi pelelehan lentur

Vn = 2Mp/e (2.6)

Dimana :

Mp : momen plastis penampang (Nmm)

Mp= Fy Z, untuk Pr/Pc ≤ 0,15 (2.7a)

Mp= 𝐹𝑦 𝑍 (1−𝑃𝑟/𝑃𝑐

0,85), untuk Pr/Pc > 0,15 (2.7b)

e : panjang link (m)

Z : modulus plastis penampang (mm³)

Panjang link (e) harus dibatasi jika nilai Pr/Pc > 0,15 dengan ketentuan

sebagai berikut :

Untuk ρ’ ≤ 0, 5 maka 𝑒 ≤ 1,6 𝑀𝑝

𝑉𝑝 (2.8a)

Untuk ρ’ > 0, 5 maka 𝑒 ≤ 1,6 𝑀𝑝

𝑉𝑝(1,15 − 0,3𝜌′) (2.8b)

Keterangan :

ρ’ = 𝑃𝑟/𝑃𝑐

𝑉𝑟/𝑉𝑐 (2.9)

Pr : kekuatan aksial perlu kombinasi LRFD (N)

Pc : kekuatan leleh aksial nominal (N)

Vr : kekuatan geser perlu kombinasi LRFD (N)

Vc : kekuatan leleh geser nominal (N)

Vc = 0,6 Fy (d-2tf) tw (2.10)

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/11970/3/46892e0ac9442b9c4ee779c79746f61a.pdf · tekan (batang tekan) ... yang mengalami tekan (Taranath, 2012)

11

2.3.3 Sudut Rotasi Link

Berdasarkan AISC 341-10, Seismic Provisions for Structural Steel

Buildings sudut rotasi link merupakan variabel primer yang digunakan untuk

mendeskripsikan deformasi inelastik dari link. Sudut rotasi link merupakan sudut

rotasi plastis antara link dengan bagian dari balok di luar bagian link. Besarnya

rotasi link dapat dihitung dengan mengasumsikan Eccentrically Braced Frame

(EBF) akan berdeformasi dalam mekanisme rigid-plastis seperti pada Gambar 2.4.

Keterangan :

L : panjang bentang

h : tinggi tingkat

∆p : story drift

θp : besar sudut story drift, rad (∆p/h)

γp : sudut rotasi link, rad

Respon inelastik dari link sangat dipengaruhi oleh panjang link yang

berkorelasi dengan perbandingan nilai Mp/Vp, yaitu sebagai berikut ini :

1. Jika 𝑒 ≤ 1,6𝑀𝑝

𝑉𝑝 (2.11)

Respon inelastik pada link akan didominasi oleh geser.

Sudut rotasi link dibatasi hingga 0,08 rad.

2. Jika 1,6𝑀𝑝

𝑉𝑝 < 𝑒 ≤ 2,6

𝑀𝑝

𝑉𝑝 (2.12)

Gambar 2.4 Rotasi link pada struktur rangka breising eksentrik V-terbalik

Sumber : AISC (2010)

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/11970/3/46892e0ac9442b9c4ee779c79746f61a.pdf · tekan (batang tekan) ... yang mengalami tekan (Taranath, 2012)

12

Respon inelastik pada link dipengaruhi oleh kombinasi lentur dan geser.

Sudut rotasi link merupakan hasil interpolasi antara 0,08 – 0,02 rad

3. Jika 𝑒 > 2,6𝑀𝑝

𝑉𝑝 (2.13)

Respon inelastik pada link akan didominasi oleh lentur.

Sudut rotasi link dibatasi hingga 0,02 rad.

Keterangan :

e : panjang link (mm)

Mp : momen plastis (Nmm)

Vp : kekuatan geser (N)

2.4 Sistem Sambungan

Berdasarkan SNI 1729:2015, desain sambungan untuk konstruksi baja

dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :

1. Sambungan Sederhana

Sambungan sederhana merupakan sambungan yang mengabaikan adanya

momen. Pada analisis struktur sambungan sederhana dianggap memungkinkan

terjadinya rotasi relatif tidak terkekang antara elemen yang tersambung

bercabang. Sambungan sederhana harus mempunyai kapasitas rotasi yang

cukup untuk mengakomodasi rotasi perlu yang ditentukan melalui analisis

struktur. Hubungan balok kolom yang menggunakan sambungan sederhana

ditunjukkan pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5 Sambungan Sederhana

Sumber : Detallesconstructivos (2015)

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/11970/3/46892e0ac9442b9c4ee779c79746f61a.pdf · tekan (batang tekan) ... yang mengalami tekan (Taranath, 2012)

13

2. Sambungan Momen

Sambungan momen dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu sambungan

momen Tertahan Penuh (TP) dan sambungan momen Tertahan Sebagian (TS).

a. Sambungan Momen Tertahan Penuh (TP)

Sambungan momen tertahan penuh menyalurkan momen dengan rotasi

yang boleh diabaikan antara komponen struktur yang tersambung. Pada

analisis struktur, sambungan ini diasumsikan untuk tidak mengalami rotasi

relatif. Suatu sambungan TP harus memiliki kekuatan dan kekakuan untuk

mempertahankan sudut antara komponen struktur yang tersambung pada

kondisi batas kekuatan.

b. Sambungan Momen Tertahan Sebagian (TS)

Sambungan momen tertahan sebagian mampu menyalurkan momen, tetapi

rotasi antara komponen struktur yang tersambung tidak boleh diabaikan.

Pada analisis struktur harus mencakup karakteristik respon gaya-deformasi

sambungan. Elemen komponen sambungan TS kekuatan, kekakuan dan

kapasitas deformasi yang cukup pada kondisi batas kekuatan.

Penggunaan sambungan momen pada hubungan balok kolom ditunjukkan pada

Gambar 2.6.

Gambar 2.6 Sambungan Momen

Sumber : Dewobroto (2015)

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/11970/3/46892e0ac9442b9c4ee779c79746f61a.pdf · tekan (batang tekan) ... yang mengalami tekan (Taranath, 2012)

14

2.5 Pelat Komposit

Struktur komposit adalah struktur gabungan dua atau lebih bahan yang

bekerja bersama-sama sebagai satu kesatuan, dengan memanfaatkan karakteristik

masing-masing bahan secara optimal. Struktur komposit dapat berupa gabungan

antara baja dan beton, beton dan kayu atau gabungan antara bahan-bahan yang lain.

Dua buah atau lebih material yang disusun dapat mengalami aksi komposit hanya

jika terjadi interaksi antara kedua material tersebut (Giri, 2009).

Salah satu bagian struktur yang dapat dibuat komposit adalah pelat beton

dengan dek baja gelombang. Pada struktur komposit antara pelat beton dan dek baja

gelombang, dek baja gelombang dimanfaatkan sebagai tulangan tarik. Untuk

penyederhanaan perhitungan dek baja gelombang didekati dengan penampang pelat

ekivalen seperti Gambar 2.7 dan untuk persyaratan pelat komposit ditunjukkan pada

Gambar 2.8.

2.6 Analisis Modal

Analisis modal adalah suatu bentuk analisis yang digunakan untuk

menentukan vibration modes dari struktur. Mode ini digunakan untuk mengetahui

perilaku struktur (CSI, 2013). Analisis modal dilakukan dengan hanya

Gambar 2.7 (a) Tebal pelat ekivalen (Dp)

(b) Diagram tegangan pelat komposit

Sumber : Giri (2009)

(a) (b)

Gambar 2.8 Persyaratan pelat komposit

Sumber : Giri (2009)

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/11970/3/46892e0ac9442b9c4ee779c79746f61a.pdf · tekan (batang tekan) ... yang mengalami tekan (Taranath, 2012)

15

memperhitungkan berat sendiri struktur tanpa adanya beban tambahan. Dari

analisis ini akan diperoleh beberapa parameter seperti bentuk mode struktur (mode

shapes), periode alami struktur (T), dan frekuensi alami struktur (ω).

2.7 Pembebanan

Beban yang bekerja pada struktur secara umum dapat dibedakan menjadi

dua jenis yaitu beban vertikal dan beban lateral. Beban vertikal terdiri atas beban

mati (berat sendiri struktur dan beban mati tambahan) serta beban hidup. Beban

lateral terdiri atas beban angin dan beban gempa, dalam hal ini beban lateral yang

diperhitungkan adalah beban gempa karena dianggap mempunyai pengaruh yang

lebih dominan pada struktur.

2.7.1 Beban Mati

Menurut SNI 1727:2013, beban mati adalah berat seluruh bahan

konstruksi bangunan gedung yang terpasang, termasuk dinding, lantai, atap,

plafond, tangga, dinding partisi tetap, finishing, klading gedung dan komponen

arsitektural dan struktural lainnya serta peralatan layan terpasang lain termasuk

berat keran. Berat sendiri elemen struktur dihitung secara otomatis oleh software

ETABS 2015, dimana berat material beton diambil 2400 kg/m³ dan untuk material

baja diambil 7850 kg/m³. Beban mati tambahan yang bekerja pada stuktur dihitung

berdasarkan Pedoman Perencanaan Pembebanan Untuk Rumah dan Gedung

(PPPURG) tahun 1987, yaitu sebagai berikut :

1. Berat spesi/adukan (screeding) = 21 kg/m² per cm tebal

2. Berat penutup lantai = 24 kg/m² per cm tebal

3. Berat plafond = 11 kg/m²

4. Berat penggantung plafond = 7 kg/m²

5. Berat instalasi MEP = 40 kg/m²

6. Berat pasangan dinding ½ bata = 250 kg/m²

2.7.2 Beban Hidup

Menurut SNI 1727:2013, beban hidup adalah beban yang diakibatkan oleh

pengguna dan penghuni bangunan gedung atau struktur lain yang tidak termasuk

beban konstruksi dan beban lingkungan, sepeti beban angin, beban hujan, beban

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/11970/3/46892e0ac9442b9c4ee779c79746f61a.pdf · tekan (batang tekan) ... yang mengalami tekan (Taranath, 2012)

16

gempa, beban banjir atau beban mati. Beban hidup atap merupakan beban pada atap

yang diakibatkan (1) pelaksanaan pemeliharaan oleh pekerja, peralatan, dan

material serta (2) selama masa layan struktur yang diakibatkan oleh benda bergerak,

seperti tanaman atau benda dekorasi kecil yang tidak berhubungan dengan

penghunian. Besaran beban hidup untuk masing-masing kategori bangunan dapat

dilihat pada Lampiran A.

2.7.3 Beban Gempa

Beban gempa yang dikerjakan pada model struktur adalah beban gempa

berupa respon spektrum. Berikut ini adalah tahapan perhitungan beban gempa

respon spektrum yang mengacu pada SNI 1726:2012 :

1. Menentukan kategori risiko (KR) dan Faktor Keutamaan Gempa (Ie).

Penentuan kategori risiko dan Faktor Keutamaan Gempa mengikuti tabel pada

Lampiran B.

2. Menentukan nilai Ss (T=0,2 detik) dan S1 (T=1,0 detik) berdasarkan lokasi

bangunan.

3. Menentukan kelas situs dan koefisien situs

Berdasarkan sifat-sifat tanah pada lokasi bangunan, situs diklasifikasikan

sebagai kelas situs yaitu SA (batuan keras), SB (batuan), SC (tanah keras, sangat

padat dan batuan lunak), SD (tanah sedang), SE (tanah lunak), dan SF (tanah

khusus, yang membutuhkan investigasi geoteknik). Koefisien situs ditentukan

dengan menggunakan Tabel 2.1 dan Tabel 2.2.

Tabel 2.1 Koefisie situs, Fa

Sumber : SNI 1726:2012 (2012)

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/11970/3/46892e0ac9442b9c4ee779c79746f61a.pdf · tekan (batang tekan) ... yang mengalami tekan (Taranath, 2012)

17

4. Menghitung parameter spektrum respon percepatan pada periode pendek (SMS)

dan periode 1 detik (SM1) yang disesuaikan dengan pengaruh kelas situs.

SMS = Fa.Ss (2.14)

SM1 = Fv.S1 (2.15)

5. Menghitung parameter percepatan spektral desain untuk periode pendek (SDS)

dan periode 1 detik (SD1).

SDS = 2/3 SMS (2.16)

SD1 = 2/3 SM1 (2.17)

6. Menentukan kategori desain seismik (KDS) struktur menggunakan Tabel 2.3

dan Tabel 2.4.

Tabel 2.2 Koefisien situs, Fv

Sumber : SNI 1726:2012 (2012)

Tabel 2.3 Kategori desain seismik berdasarkan nilai SDS

Sumber : SNI 1726:2012 (2012)

Tabel 2.4 Kategori desain seismik berdasarkan nilai SD1

Sumber : SNI 1726:2012 (2012)

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/11970/3/46892e0ac9442b9c4ee779c79746f61a.pdf · tekan (batang tekan) ... yang mengalami tekan (Taranath, 2012)

18

Selain kategori pada Tabel 2.3 dan Tabel 2.4, struktur dengan kategori risiko I,

II, atau III yang berlokasi di mana parameter respon spektral percepatan

terpetakan pada periode 1 detik (S1) lebih besar dari 0,75 harus dikategorikan

sebagai struktur dengan kategori desain seismik E. Struktur dengan kategori

risiko IV yang berlokasi di mana parameter respon spektral percepatan

terpetakan pada periode 1 detik (S1) lebih besar dari 0,75 harus dikategorikan

sebagai struktur dengan kategori desain seismik F (BSN, 2012).

7. Membuat grafik spektrum respon desain (Sa)

Untuk T < T0, maka :

𝑆𝑎 = 𝑆𝐷𝑆 (0,4 + 0,6𝑇

𝑇0) (2.18)

Untuk T0 ≤ T ≤ Ts, maka :

𝑆𝑎 = 𝑆𝐷𝑆 (2.19)

Untuk T > Ts, maka :

𝑆𝑎 = 𝑆𝐷1

𝑇 (2.20)

Keterangan :

SDS : parameter respon spektral percepatan desain pada

periode pendek.

SD1 : parameter respon spektral percepatan desain pada

periode 1 detik.

T : periode getar fundamental struktur.

T0 = 0,2 𝑆𝐷1

𝑆𝐷𝑠 (2.21)

TS = 𝑆𝐷1

𝑆𝐷𝑆 (2.22)

Nilai untuk masing-masing parameter desain terkait dengan gaya yang ditinjau,

termasuk simpangan antar lantai tingkat, gaya dukung, dan gaya elemen

struktur individu untuk masing-masing ragam dan spektrum respon dibagi

dengan kuantitas (R/Ie). Nilai R dan Ie dapat dilihat pada Lampiran B. Grafik

respon spektrum desain dapat dilihat pada Gambar 2.9.

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/11970/3/46892e0ac9442b9c4ee779c79746f61a.pdf · tekan (batang tekan) ... yang mengalami tekan (Taranath, 2012)

19

8. Prosedur kombinasi orthogonal (pasal 7.5.3, SNI 1726:2012)

Pengaruh beban paling kritis akibat arah penerapan gaya gempa pada struktur

dianggap terpenuhi jika komponen dan pondasinya didesain untuk memikul

kombinasi beban-beban yang ditetapkan berikut : 100 persen gaya untuk satu

arah ditambah 30 persen gaya arah tegak lurus.

9. Berat seismik efektif (pasal 7.7.2, SNI 1726:2012)

Berat seismik efektif struktur (W) harus menyertakan seluruh beban mati dan

minimum sebesar 25 persen beban hidup lantai (beban lantai di garasi publik

dan struktur parkiran terbuka serta beban penyimpanan yang tidak melebihi 5

persen dari berat seismik efektif lantai, tidak perlu disertakan).

2.8 Kombinasi Pembebanan

Berdasarkan SNI 1727:2013, struktur, komponen dan pondasi harus

dirancang sedemikian rupa sehingga kekuatan desainnya sama atau melebihi efek

dari beban terfaktor. Kombinasi beban terfaktor yang digunakan dalam metode

desain kekuatan adalah sebagai berikut :

1. 1,4D (2.23)

2. 1,2D + 1,6L +0,5 (Lr atau S atau R) (2.24)

3. 1,2D + 1,6 (Lr atau S atau R) + ( L atau 0,5W) (2.25)

4. 1,2D + 1,0W + L + 0,5 (Lr atau S atau R) (2.26)

5. 1,2D + 1,0E + L + 0,2S (2.27)

Gambar 2.9 Spektrum respon desain

Sumber : BSN (2012)

𝑆𝑎 =𝑆𝐷1

𝑇

𝑆𝑎 = 𝑆𝐷𝑆

𝑆𝑎 = 𝑆𝐷𝑆 0,4 + 0,6𝑇

𝑇0

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/11970/3/46892e0ac9442b9c4ee779c79746f61a.pdf · tekan (batang tekan) ... yang mengalami tekan (Taranath, 2012)

20

6. 0,9D + 1,0W (2.28)

7. 0,9D + 1,0E (2.29)

Keterangan :

D : beban mati

E : beban gempa

L : beban hidup

Lr : beban hidup atap

R : beban hujan

S : beban salju

W : beban angin

Berdasarkan SNI 1726:2012, pengaruh gempa E pada persamaan 2.27 dan

persamaan 2.29 harus ditentukan sebagai berikut :

E = Eh + Ev

= ρQE + 0,2.SDS.D (2.30)

E = Eh - Ev

= ρQE - 0,2.SDS.D (2.31)

Persamaan 2.30 disubtitusikan ke persamaan 2.27 dan persamaan 2.31

disubtitusikan ke persamaan 2.29 sehingga diperoleh kombinasi untuk beban

gempa sebagai berikut :

(1,2 + 0,2 SDS)D + 1,0(ρQE) + L + 0,2S (2.32)

(0,9 - 0,2 SDS)D + 1,0(ρQE) (2.33)

Keterangan :

Eh : pengaruh gempa horizontal

Ev : pengaruh gempa vertikal

ρ : faktor redudansi, diambil 1,3 (pasal 7.3.4.2, SNI 1726:2012)

QE : pengaruh gaya gempa horizontal dari V atau Fp

SDS : parameter percepatan spektral desain pada periode pendek

2.9 Batasan Simpangan Antar Lantai Tingkat

Simpangan antar lantai tingkat desain (∆) tidak boleh melebihi simpangan

antar lantai tingkat ijin (∆a). Batasan simpangan antar lantai tingkat ijin dari

beberapa jenis sistem struktur ditunjukkan pada Tabel 2.5.

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/11970/3/46892e0ac9442b9c4ee779c79746f61a.pdf · tekan (batang tekan) ... yang mengalami tekan (Taranath, 2012)

21

2.10 Perilaku Struktur Terhadap Beban Gempa

Akibat pengaruh beban gempa rencana, struktur bangunan yang

direncanakan harus masih dalam keadaan berdiri, tetapi sudah mencapai kondisi di

ambang keruntuhan. Perilaku struktur sebelum mencapai ambang keruntuhan

sangat dipengaruhi oleh kekuatan, kekakuan dan tingkat daktilitas dari struktur

yang direncanakan. Dalam keadaan normal parameter kekuatan dan kekakuan

struktur sangat penting untuk menjaga stabilitas bangunan, tetapi di bawah

pengaruh beban gempa daktilitas struktur sangat penting untuk menjaga agar

struktur tidak runtuh secara mendadak saat menerima beban gempa.

Untuk menghindari keruntuhan total pada struktur yang direncanakan

maka diperlukan mekanisme keruntuhan struktur yang aman. Berdasarkan lokasi

terbentuknya sendi plastis pada elemen struktur maka ada dua tipe mekanisme

keruntuhan yang biasanya terjadi, yaitu (Indarto, 2013) :

a. Mekanisme keruntuhan pada balok, yaitu keadaan dimana sendi-sendi plastis

terbentuk pada balok dari struktur bangunan, baru kemudian diikuti dengan

keruntuhan pada kolom struktur (strong column-weak beam).

b. Mekanisme keruntuhan pada kolom, yaitu keadaan dimana sendi-sendi plastis

terbentuk pada kolom dari bangunan pada suatu tingkat kemudian baru diikuti

dengan keruntuhan balok (strong beam-weak column).

Mekanisme keruntuhan pada struktur gedung diperlihatkan pada Gambar 2.10.

Tabel 2.5 Simpangan antar lantai tingkat ijin

Sumber : SNI 1726:2012 (2012)

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/11970/3/46892e0ac9442b9c4ee779c79746f61a.pdf · tekan (batang tekan) ... yang mengalami tekan (Taranath, 2012)

22

2.10.1 Daktilitas Struktur

Daktilitas adalah kemampuan struktur untuk mengalami deformasi

inelastik yang besar secara berulang kali dan bolak-balik akibat beban gempa

sambil mempertahankan kekuatan dan kekakuan yang cukup sehingga tidak terjadi

keruntuhan secara mendadak pada struktur. Tingkat daktilitas merupakan

perbandingan antara simpangan maksimum struktur sebelum mengalami

keruntuhan (δm) dengan simpangan struktur pada saat terjadinya leleh pertama

(δy). Tingkat daktilitas struktur dapat dibedakan menjadi 3 yaitu sebagai berikut :

1. Tingkat 1 (struktur elastis), yaitu dimana struktur diproporsikan sedemikian

rupa sehingga dapat memenuhi persyaratan penyelesaian detail struktur yang

ringan dimana struktur akan merespon terhadap gempa secara elastik.

2. Tingkat 2 (daktilitas parsial), yaitu dimana struktur diproporsikan sedemikian

rupa sehingga dapat memenuhi persyaratan penyelesaian detail struktur secara

khusus, dimana struktur dapat merespon terhadap gempa secara elastik tanpa

mengalami keruntuhan getas.

3. Tingkat 3 (daktilitas penuh) yaitu dimana struktur di proporsikan sedemikian

rupa, sehingga dengan memenuhi persyaratan penyelesaian detail struktur yang

lebih rinci, struktur mampu merespon gempa kuat secara inelastik sambil

mengembangkan sendi plastis di dalam balok – baloknya dengan kapasitas

Gambar 2.10 Mekanisme leleh pada struktur gedung

(a) mekanisme leleh pada balok, (b) mekanisme leleh pada kolom

Sumber : Indarto (2013)

(a) (b)

Sendi plastis

pada kolom

Sendi plastis

pada balok

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/11970/3/46892e0ac9442b9c4ee779c79746f61a.pdf · tekan (batang tekan) ... yang mengalami tekan (Taranath, 2012)

23

Taraf Kinerja Sturktur Gedung R

Elastik Penuh 1 1,60

1,5 2,40

2 3,20

2,5 4,00

3 4,80

3,5 5,60

4 6,40

4,5 7,20

5 8,00

Daktail Penuh 5,3 8,50

Daktail Parsial

pemancaran energi yang baik tanpa mengalami keruntuhan. Daktilitas struktur

dapat dirumuskan sebagai berikut :

1 < 𝜇 = 𝛿𝑚

𝛿𝑦 (2.34)

Dalam persamaan 2.34, 𝜇 = 1 adalah tingkat daktilitas untuk struktur yang

berperilaku elastis penuh. Parameter daktilitas untuk struktur gedung ditunjukkan

pada Tabel 2.6.

2.11 Kinerja Struktur

Pada proses perencanaan stuktur, evaluasi terhadap kinerja struktur sangat

penting untuk dilakukan. Hal ini dikarenakan sasaran dari kinerja stuktur yang

direncanakan dapat dinyatakan secara jelas, sehingga penyewa, pemilik, asuransi,

pemerintah atau penyandang dana mempunyai kesempatan untuk menetapkan level

kinerja yang dipilih. Ketetapan tersebut nantinya akan digunakan oleh perencana

sebagai pedoman dalam perencanaannya. Sasaran kinerja terdiri atas kejadian

gempa rencana yang ditentukan (earthquake hazard) dan taraf kerusakan yang

diijinkan atau level kinerja (performance level) dari bangunan terhadap kejadian

gempa tersebut. Menurut FEMA (1997) yang menjadi acuan klasik untuk

perencanaan berbasis kinerja adalah level kinerja bangunan yang terdiri atas :

1. Operational Level

Tidak terjadi kerusakan struktural maupun non struktural pada bangunan.

Kemungkinan terjadi sedikit kerusakan utilitas pada bangunan dan beberapa

sistem yang tidak terlalu penting tidak berfungsi. Bangunan memiliki risiko

Tabel 2.6 Daktilitas struktur

Sumber : SNI 03-1726-2002 (2002)

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/11970/3/46892e0ac9442b9c4ee779c79746f61a.pdf · tekan (batang tekan) ... yang mengalami tekan (Taranath, 2012)

24

yang sangat rendah terhadap keselamatan jiwa. Bangunan yang berada di lokasi

dengan tingkat gempa rendah harus dapat memenuhi atau melampaui level ini.

2. Immediate Occupancy Level

Bangunan yang memiliki level kinerja ini diharapkan untuk meminimalisir atau

tidak ada kerusakan yang terjadi pada elemen struktur dan hanya terjadi

kerusakan ringan pada elemen non struktur. Setelah terjadi gempa bangunan

dapat langsung difungsikan kembali (reoccupy) tetapi tetap memerlukan

beberapa perbaikan, pembersihan dan menunggu pemulihan layanan utilitas.

Bangunan ini memiliki risiko terhadap keselamatan jiwa yang sangat rendah.

3. Life Safety

Pada level kinerja ini, terjadi kerusakan pada elemen struktural dan non

struktural sehingga diperlukan perbaikan sebelum bangunan dapat difungsikan

kembali. Walaupun terjadi kerusakan pada beberapa elemen struktur, tetapi

keselamatan penghuni gedung tetap terjamin.

4. Collapse Prevention

Bangunan yang berada pada level kinerja ini dapat menimbulkan bahaya yang

signifikan terhadap keselamatan jiwa penghuni akibat adanya kegagalan

komponen non struktural tetapi karena bangunan tidak langsung runtuh maka

kerugian yang besar dapat dihindari.

Tabel 2.7 Level kinerja bangunan

Sumber : FEMA 273 (1997)

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/11970/3/46892e0ac9442b9c4ee779c79746f61a.pdf · tekan (batang tekan) ... yang mengalami tekan (Taranath, 2012)

25

Berdasarkan Tabel 2.8, level kinerja struktur dapat ditentukan dengan

menghitung roof drift ratio pada saat target perpindahan tercapai. Roof drift ratio

adalah perbandingan antara perpindahan yang terjadi pada atap dengan tinggi total

bangunan (ATC 40, 1996). Besarnya perpindahan atap (roof drift) dapat diperoleh

setelah melakukan analisis statik nonlinear pushover pada model struktur.

Penentuan nilai roof drift ratio dapat dilihat pada Gambar 2.11.

Tabel 2.8 Level kinerja struktur

Sumber : FEMA 273 (1997)

Gambar 2.11 Roof drift ratio pada struktur

Sumber : ATC 40 (1996)

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/11970/3/46892e0ac9442b9c4ee779c79746f61a.pdf · tekan (batang tekan) ... yang mengalami tekan (Taranath, 2012)

26

2.12 Analisis Statik Nonlinear Pushover

Analisis statik nonlinear pushover merupakan prosedur khusus yang

digunakan untuk mendesain struktur berbasis kinerja di bawah pengaruh beban

seismik (CSI, 2013). Menurut Dewobroto (2005) analisis pushover dilakukan

dengan memberikan suatu pola beban lateral statik pada struktur, yang kemudian

secara bertahap ditingkatkan dengan faktor pengali, sampai satu target perpindahan

lateral dari suatu titik acuan tercapai. Biasanya titik tersebut adalah titik pada atap,

atau lebih tepat lagi adalah pusat massa atap. Analisis pushover akan menghasilkan

sebuah grafik/kurva yang menggambarkan hubungan gaya geser dasar (V) dengan

perpindahan yang terjadi pada titik kontrol (δ).

Kurva kapasitas akan memperlihatkan suatu kondisi linier sebelum

mencapai kondisi leleh dan selanjutnya berperilaku non-linier. Tujuan analisis

pushover adalah untuk memperkirakan gaya maksimum dan deformasi yang terjadi

serta untuk memperoleh informasi bagian kritis dari elemen struktur. Selanjutnya

dapat diidentifikasi bagian-bagian yang memerlukan perhatian khusus untuk

pendetailan atau stabilitasnya. Cukup banyak studi menunjukkan bahwa analisis

statik pushover dapat memberikan hasil mencukupi (ketika dibandingkan dengan

hasil analisis dinamik nonlinier) untuk bangunan regular dan tidak tinggi. Analisis

pushover dapat digunakan sebagai alat bantu untuk perencanaan tahan gempa,

asalkan menyesuaikan dengan keterbatasan yang ada, yaitu :

1. Hasil analisis pushover masih berupa suatu pendekatan, karena bagaimanapun

perilaku gempa yang sebenarnya adalah bersifat bolak-balik melalui suatu

siklus tertentu, sedangkan sifat pembebanan pada analisis pushover adalah

statik monotonik.

2. Pemilihan pola beban lateral yang digunakan dalam analisis adalah sangat

penting.

3. Untuk membuat model analisis nonlinear akan lebih rumit dibanding model

analisis linear. Model tersebut harus memperhitungkan karakteristik inelastik

beban-deformasi dari elemen-elemen yang penting dan efek P-Δ.

Analisis pushover dilakukan dengan memberikan beban lateral pada pola

tertentu sebagai simulasi beban gempa, dan harus diberikan bersama-sama dengan

pengaruh kombinasi beban mati dan tidak kurang dari 25% dari beban hidup yang

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/11970/3/46892e0ac9442b9c4ee779c79746f61a.pdf · tekan (batang tekan) ... yang mengalami tekan (Taranath, 2012)

27

disyaratkan, selanjutnya beban tersebut harus diberikan secara bertahap dalam satu

arah (monotonik). Pada proses pushover, struktur didorong sampai mengalami leleh

di satu atau lebih lokasi di struktur tersebut. Urutan terjadinya leleh ini berkaitan

dengan urutan terbentuknya sendi plastis pada masing-masing elemen struktur.

Sendi plastis akan terus bermunculan hingga batas deformasi pada struktur tercapai.

Secara umum, tahapan dari analisis statik non linear pushover adalah sebagai

berikut (Dewobroto, 2005) :

1. Menentukan titik kontrol untuk memantau besarnya perpindahan yang terjadi

pada struktur yang akan digunakan untuk menyusun kurva pushover.

2. Membuat kurva pushover berdasarkan berbagai macam pola distribusi gaya

lateral terutama yang ekivalen dengan distribusi dari gaya inersia, sehingga

diharapkan deformasi yang terjadi hampir sama atau mendekati deformasi yang

terjadi akibat gempa. Oleh karena sifat gempa adalah tidak pasti, maka perlu

dibuat beberapa pola pembebanan lateral yang berbeda untuk mendapatkan

kondisi yang paling menentukan. Bentuk kurva pushover ditunjukkan pada

Gambar 2.12.

3. Estimasi besarnya perpindahan lateral saat gempa rencana (target perpindahan).

Titik kontrol didorong sampai batas perpindahan tersebut, yang mencerminkan

perpindahan maksimum yang diakibatkan oleh intensitas gempa rencana yang

ditentukan.

4. Mengevaluasi level kinerja struktur ketika titik kontrol tepat berada pada target

perpindahan merupakan hal utama dari perencanaan barbasis kinerja.

Komponen struktur dan aksi perilakunya dapat dianggap memuaskan jika

Gambar 2.12 Kurva pushover

Sumber : Dewobroto (2005)

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/11970/3/46892e0ac9442b9c4ee779c79746f61a.pdf · tekan (batang tekan) ... yang mengalami tekan (Taranath, 2012)

28

memenuhi kriteria yang dari awal sudah ditetapkan, baik terhadap persyaratan

deformasi maupun kekuatan.

2.12.1 Mekanisme Sendi Plastis

Pada analisis pushover, struktur didorong sampai mengalami keruntuhan

dengan pola beban lateral tertentu. Menurut Dewobroto (2005) pola beban lateral

yang harus diberikan pada model struktur dalam proporsi yang sama dengan

distribusi gaya inersia sebidang dengan diafragma lantai, dimana untuk analisis pola

pembebanan terdiri atas dua jenis. Berikut ini adalah pola pembebanan yang dapat

digunakan :

1. Distribusi gaya lateral yang diberikan adalah sama dengan pola ragam

fundamental pada arah yang ditinjau, jika sedikitnya 75% massa dapat

diantisipasi pada ragam tersebut.

2. Besarnya pola distribusi gaya lateral yang kedua adalah proporsional dengan

total massa tiap lantai. Pola ini berbentuk beban merata sepanjang tinggi lantai.

Pola keruntuhan menunjukkan tahapan terjadinya sendi plastis pada

elemen-elemen struktur seperti pada balok, breising, dan kolom. Pada struktur

rangka pemikul momen, sendi plastis hanya diperbolehkan terjadi pada balok

(mekanisme balok) dan ujung bawah kolom lantai dasar atau ujung kolom atas

lantai teratas. Oleh karena itu, perlu diterapkan konsep “strong column weak beam”

agar dipastikan terjadinya sendi plastis hanya pada elemen balok saja (mekanisme

balok). Khusus pada model SRBE diharapkan terjadinya sendi plastis dan

keruntuhan terlebih dahulu pada elemen balok link. Adapun keterangan mengenai

karakteristik sendi plastis ditampilkan pada Gambar 2.13.

Gambar 2.13 Grafik hubungan gaya vs perpindahan

Sumber : CSI (2013)

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/11970/3/46892e0ac9442b9c4ee779c79746f61a.pdf · tekan (batang tekan) ... yang mengalami tekan (Taranath, 2012)

29

Kurva diatas menunjukkan hubungan gaya – perpindahan yang bergerak

dari titik A – B – C – D –E. Titik tersebut merepresentasikan karakteristik sendi

plastis yang timbul pada elemen struktur. Titik A adalah titik awal, titik B

menandakan leleh pertama, C menandakan kapasitas ultimate, D adalah kekuatan

sisa (residual strength), dan E menandakan elemen struktur tersebut telah

mengalami keruntuhan (failure). Level kinerja struktur (IO, LS, dan CP) terletak di

antara sendi plastis leleh pertama sampai mencapai batas ultimate-nya.

2.12.2 Idealisasi Kurva Pushover

Berdasarkan FEMA 356 (2000) hubungan nonlinier antara gaya geser

dasar dan perpindahan titik kontrol, dapat diidealisasikan agar mendapatkan

kekakuan efektif Ke dan gaya geser dasar saat leleh Vy pada bangunan seperti

terlihat pada Gambar 2.14 dan Gambar 2.15.

Gambar 2.14 Kurva pushover (positive post-yield slope)

Sumber : FEMA 356 (2000)

Gambar 2.15 Kurva pushover (negative post-yield slope)

Sumber : FEMA 356 (2000)

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/11970/3/46892e0ac9442b9c4ee779c79746f61a.pdf · tekan (batang tekan) ... yang mengalami tekan (Taranath, 2012)

30

Hubungan ini harus membentuk garis bilinier dengan kemiringan awal Ke

dan kemiringan pasca leleh berupa sudut α. Kekakuan lateral Ke merupakan nilai

secant stiffness yang dihitung dari gaya geser dasar yang mempunyai nilai sama

dengan 60% kuat leleh efektif stuktur. Nilai kekauan elastik Ki didapatkan dari

rumus kesetimbangan statik, dengan mengambil gaya geser dasar gempa yang

terjadi dan simpangan pada saat struktur masih berperilaku elastis, bisa juga nilai

tersebut diambil melalui kurva pushover yang sudah ada pada tiap-tiap model.

Sedangkan kemiringan pasca leleh α, penentuan titik awalnya merupakan

perpotongan garis Ke dengan Vy kemudian penentuan titik garis yang melewati

kurva pushover aktual dan berhenti pada target perpindahan yang telah ditentukan.

Kekuatan geser efektif tidak boleh diambil lebih dari gaya geser maksimum pada

kurva.

2.13 Target Perpindahan

Target perpindahan (δt) merupakan perpindahan maksimum yang terjadi

pada struktur pada saat dibebani gempa rencana. Untuk mendapatkan perilaku

struktur pasca keruntuhan maka perlu dibuat analisis pushover untuk membuat

kurva hubungan gaya geser dasar dan perpindahan lateral titik kontrol sampai

minimal 150% dari target perpidahan. Permintaan membuat kurva pushover sampai

minimal 150% target perpindahan adalah agar dapat dilihat perilaku strukur yang

melebihi kondisi rencananya. Perencana harus memahami bahwa target

perpindahan hanya merupakan rata-rata nilai dari beban gempa rencana. Perkiraan

target perpindahan menjadi kurang benar untuk bangunan yang mempunyai

kekuatan lebih rendah dari spektrum elastis rencana (Dewobroto, 2005). Cara yang

dapat digunakan untuk menentukan target perpindahan adalah prosedur statik

nonlinear (ASCE 41-13 NSP) dan metode spektrum kapasitas (FEMA 440 EL).

2.13.1 Prosedur Statik Nonlinear (ASCE 41-13 NSP)

Salah satu metode yang dapat digunakan untuk menentukan target

perpindahan adalah menggunakan metode koefisien perpindahan dari ASCE 41-13

untuk prosedur statik non-linear. Penyelesaian dilakukan dengan memodifikasi

respons elastis linier dari sistem SDOF ekivalen dengan faktor koefisien C0, C1, dan

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/11970/3/46892e0ac9442b9c4ee779c79746f61a.pdf · tekan (batang tekan) ... yang mengalami tekan (Taranath, 2012)

31

C2 sehingga diperoleh perpindahan global maksimum (elastis dan inelastis) yang

disebut target perpindahan.

Proses dimulai dengan menetapkan waktu getar efektif (Te) yang

memperhitungkan kondisi inelastis bangunan dan mencerminkan kekakuan linier

dari sistem SDOF ekivalen. Jika diplotkan pada spektrum respons elastis akan

menunjukkan percepatan gerakan tanah pada saat gempa yaitu akselerasi puncak

(Sa) versus waktu getar (T). Redaman yang digunakan selalu 5% yang mewakili

level yang diharapkan terjadi pada struktur yang mempunyai respons pada daerah

elastis. Puncak perpindahan spektra elastis (Sd) berhubungan langsung dengan

akselerasi spektra (Sa) dengan hubungan berikut:

𝑆𝑑 = (𝑇𝑒2

4𝜋2 𝑆𝑎) (2.35)

Selanjutnya target perpindahan pada titik kontrol (δt) ditentukan sebagai

berikut (ASCE, 2013) :

𝛿𝑡 = 𝐶0. 𝐶1. 𝐶2. 𝑆𝑎 (𝑇𝑒2

4𝜋2 ) 𝑔 (2.36)

Dimana :

Te : waktu getar alami efektif yang memperhitungkan kondisi elastik.

C0 : faktor modifikasi yang menghubungkan nilai spektral perpindahan

ekivalen struktur Single Degree of Freedom (SDOF) dengan

perpindahan pada atap dari struktur Multi Degree of Freedom

(MDOF) berdasarkan Tabel 7-5 ASCE 41-13.

C1 : faktor modifikasi yang menghubungkan perpindahan inelastik

maksimum dengan perpindahan yang dihitung dari respon elastik

linier.

C1 = 1,0 untuk T > 1,0 detik (2.37a)

C1 = 1 + 𝜇𝑠𝑡𝑟𝑒𝑛𝑔𝑡ℎ−1

𝛼𝑇𝑒2 untuk T < 0,2 detik (2.37b)

α : faktor kelas situs

α = 130, untuk kelas situs A atau B (2.38a)

α = 90, untuk kelas situs C (2.38b)

α = 60, untuk kelas situs D, E atau F (2.38c)

μstrength : rasio elastik antara kekuatan perlu dengan kekuatan leleh.

𝜇𝑠𝑡𝑟𝑒𝑛𝑔𝑡ℎ = 𝑆𝑎

𝑉𝑦𝑊⁄. 𝐶𝑚 (2.39)

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/11970/3/46892e0ac9442b9c4ee779c79746f61a.pdf · tekan (batang tekan) ... yang mengalami tekan (Taranath, 2012)

32

C2 : koefisien untuk memperhitungkan efek “pinching” dari hubungan

beban deformasi akibat degradasi kekakuan dan kekuatan.

C2 = 1,0, untuk T > 0,7 detik (2.40a)

C2 = 1 +1

800(𝜇𝑠𝑡𝑟𝑒𝑛𝑔𝑡ℎ−1

𝑇𝑒)2

, untuk T ≤ 0,7 detik (2.40b)

Ts : waktu getar karakteristik yang diperoleh dari kurva respons

spektrum pada titik dimana terdapat transisi bagian akselerasi

konstan ke bagian kecepatan konstan.

Sa : akselerasi respons spektrum yang berkesesuaian dengan waktu

getar alami efektif pada arah yang ditinjau.

Vy : gaya geser dasar pada saat leleh, dari idealisasi kurva pushover

menjadi bilinier

W : berat seismik efektif struktur

Cm : faktor massa efektif yang diambil dari Tabel 7-4 ASCE 41-13.

g : percepatan gravitasi

2.13.2 Metode Spektrum Kapasitas (FEMA 440 EL)

Metode spektrum kapasitas (capacity spectrum method) menggambarkan

hubungan dua kurva yang disebut spektrum, yaitu spektrum kapasitas (capacity

spectrum) dan demand spectrum. Spektrum kapasitas menggambarkan kapasitas

struktur yang berupa hubungan gaya dorong total atau gaya geser dasar (base shear)

dengan perpindahan lateral struktur pada titik kontrol. Demand spectrum

menggambarkan besarnya tuntutan kinerja (demand) akibat gempa dengan periode

ulang tertentu.

Spektrum kapasitas diperoleh dari kurva kapasitas hasil analisis statik

nonlinear pushover, tetapi kurva kapasitas harus diubah dengan cara tertentu agar

mempunyai satuan yang sama dengan spektrum demand. Hal ini perlu dilakukan

karena kurva kapasitas merupakan hubungan antara gaya dorong total dan

perpindahan dari struktur Mutli Degree of Freedom System (MDOF), sedangkan

spektrum demand dibuat untuk struktur Single Degree of Freedom System (SDOF).

Spektrum kapasitas dan spektrum demand diplotkan ke dalam sebuah kurva dengan

format spektral percepatan (Sa) dan spektral perpindahan (Sd) yang disebut

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/11970/3/46892e0ac9442b9c4ee779c79746f61a.pdf · tekan (batang tekan) ... yang mengalami tekan (Taranath, 2012)

33

Acceleration-Displacement Respon Spectrum (ADRS). Grafik ADRS ditunjukkan

pada Gambar 2.16.

Berdasarkan FEMA 440 (2005) ada tiga prosedur yang digunakan dalam

penentuan titik kinerja (performance point) dengan menggunakan metode spektrum

kapasitas, yaitu :

1. Prosedur A (Direct Iteration) : Pada prosedur ini dilakukan iterasi langsung

untuk memperoleh titik kinerja. Spektrum demand ADRS yang dihasilkan tidak

dimodifikasi untuk menghasilkan perpotongan dengan spektrum kapasitas.

Penentuan titik kinerja berdasarkan prosedur ini dapat dilihat pada Gambar

2.17.

Gambar 2.16 Kurva ADRS

Sumber : FEMA 440 (2005)

Gambar 2.17 Penentuan titik kinerja dengan prosedur A

Sumber : FEMA 440 (2005)

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/11970/3/46892e0ac9442b9c4ee779c79746f61a.pdf · tekan (batang tekan) ... yang mengalami tekan (Taranath, 2012)

34

2. Prosedur B (Intersection with MADRS) : Pada prosedur ini, titik kinerja

didefinisikan sebagai titik perpotongan antara spektrum kapasitas dengan

spektrum demand ADRS termodifikasi (MADRS). Spektrum demand MADRS

dihasilkan dengan memodifikasi nilai effective damping spektrum ADRS.

Penentuan titik kinerja berdasarkan prosedur B ditunjukkan pada Gambar 2.18.

3. Prosedur C (MADRS Locus of Possible Performance Points) : Pendekatan ini

menggunakan respon spektrum percepatan termodifikasi untuk beberapa

asumsi penyelesaian dan daktilitas yang sesuai untuk menghasilkan titik kinerja

yang mungkin. Titik kinerja didefinisikan sebagai titik yang tepat berada antara

perpotongan perkiraan titik (locus) dengan spektrum kapasitas. Titik kinerja

berdasarkan prosedur C dapat dilihat pada Gambar 2.19.

Gambar 2.18 Penentuan titik kinerja dengan prosedur B

Sumber : FEMA 440 (2005)

Gambar 2.19 Penentuan titik kinerja dengan prosedur C

Sumber : FEMA 440 (2005)

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/11970/3/46892e0ac9442b9c4ee779c79746f61a.pdf · tekan (batang tekan) ... yang mengalami tekan (Taranath, 2012)

35

2.14 Penelitian Terkait Dengan Penggunaan Breising Pada Struktur Baja

Dalam beberapa tahun terakhir, banyak dilakukan penelitian mengenai

penggunaan breising pada struktur baja. Berikut ini adalah beberapa penelitian

terkait dengan penggunaan breising pada struktur baja khususnya penggunaan

breising konsentrik tipe-X dan breising eksentrik V-terbalik :

2.14.1 Kotabagi et al. (2015)

Penelitian yang dilakukan Kotabagi et al. (2015) bertujuan untuk

mengetahui pengaruh penggunaan berbagai tipe breising konsentrik terhadap

respon struktur akibat beban gempa dan beban angin. Struktur dimodel dan

dianalisis dengan software ETABS 2013. Struktur yang ditinjau adalah struktur

gedung 10 lantai dengan tinggi tingkat 5 meter pada lantai dasar dan 3 meter untuk

lantai diatasnya. Geometri struktur dan hasil analisis dapat dilihat pada Gambar

2.20, Gambar 2.21, dan Gambar 2.22.

V-braced Inverted V X-braced Diagonal 1 Diagonal 2

Gambar 2.20 Model struktur rangka breising konsentrik

Sumber : Kotabagi et al. (2015)

Gambar 2.21 Simpangan struktur arah X dan Y akibat beban gempa

Sumber : Kotabagi et al. (2015)

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/11970/3/46892e0ac9442b9c4ee779c79746f61a.pdf · tekan (batang tekan) ... yang mengalami tekan (Taranath, 2012)

36

Berdasarkan penelitian ini adapat diketahui bahwa penggunaan breising

dapat mengurangi simpangan yang terjadi pada struktur baik itu akibat beban

gempa maupun beban angin. Dibandingkan dengan tipe breising lain yang

dianalisis pada penelitian ini, breising tipe-X (X-brace) memiliki simpangan

terkecil baik itu akibat beban gempa maupun beban angin.

Penelitian yang dilakukan Kotabagi et al. (2015) selanjutnya akan

dikembangkan lebih lanjut pada tugas akhir ini dengan dengan membandingkan

breising konsentrik tipe-X dan breising eksentrik V-terbalik. Perbandingan

dilakukan tidak hanya terbatas pada simpangan struktur melainkan juga akan

ditinjau perilaku dan kinerja struktur. Struktur yang akan dianalisis berupa gedung

perkantoran dengan denah simetris dan akan dianalisis dengan software ETABS

2015.

2.14.2 Kalibhat et al. (2014)

Kalibhat et al. (2014) melakukan penelitian mengenai pengaruh

penambahan breising konsentrik (breising tipe-X dan tipe V-terbalik) terhadap

kinerja struktur portal baja dengan menggunakan software ETABS 9.7.2. Pada

penelitian ini struktur yang ditinjau adalah portal baja 2D satu bentang dengan

panjang bentang 5 meter dengan tinggi tingkat 3 meter. Struktur yang dianalisis

terdiri atas portal 3 lantai, 5 lantai, 7 lantai, dan 10 lantai. Portal yang dianalisis

dapat dilihat pada Gambar 2.23.

Gambar 2.22 Simpangan struktur arah X dan Y akibat beban angin

Sumber : Kotabagi et al. (2015)

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/11970/3/46892e0ac9442b9c4ee779c79746f61a.pdf · tekan (batang tekan) ... yang mengalami tekan (Taranath, 2012)

37

Untuk mengetahui kinerja dari masing-masing model struktur, maka

dilakukan analisis pushover terhadap semua model struktur. Hasil analisis pushover

dari masing-masing model struktur ditunjukkan pada Gambar 2.24.

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa penambahan

breising pada struktur dapat meningkatkan kemampuan struktur dalam memikul

beban gempa dan meningkatkan kekakuan struktur, dimana dalam hal ini breising

konsentrik tipe-X memiliki kemampuan yang lebih baik dibandingkan dengan

breising konsentrik tipe V-terbalik. Besarnya gaya gempa (gaya geser dasar) dan

Gambar 2.23 Model struktur 3 lantai dan 5 lantai

Sumber : Kalibhat et al. (2014)

3 story 5 story

10 story 7 story

Gambar 2.24 Grafik perbandingan simpangan vs gaya geser dasar

Sumber : Kalibhat et al. (2014)

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/11970/3/46892e0ac9442b9c4ee779c79746f61a.pdf · tekan (batang tekan) ... yang mengalami tekan (Taranath, 2012)

38

simpangan atap dari masing-masing tipe breising dapat dilihat pada Tabel 2.9 dan

Tabel 2.10.

Pada tugas akhir ini akan dilakukan pengembangan terhadap hasil

penelitian yang dilakukan Kalibhat et al. (2014) dengan melakukan analisis

terhadap struktur baja dengan breising konsentrik tipe-X dan breising eksentrik

V-terbalik. Pada tugas akhir ini akan dibahas mengenai pebandingan perilaku dan

kinerja dari struktur baja dengan breising tersebut. Model struktur dibuat dalam

bentuk 3D pada software ETABS 2015, dimana model struktur diasumsikan

sebagai gedung perkantoran yang terletak pada tanah lunak (SE).

2.14.3 Tafheem and Khusru (2013)

Penelitian yang dilakukan oleh Tafheem and Khusru (2013) bertujuan

untuk membandingkan respon struktur terhadap beban gempa dan beban angin pada

struktur baja dengan breising konsentrik tipe-X dan breising eksentrik tipe-V.

Struktur yang ditinjau adalah struktur baja 6 lantai dengan dimensi struktur 30 ft x

75 ft dan tinggi tingkat adalah 10 ft. Struktur dimodel dan dianalisis menggunakan

software ETABS 9.6.0. Geometri struktur dan hasil analisis dari penelitian ini

adalah seperti pada Gambar 2.23 dan Gambar 2.24.

Tabel 2.9 Gaya geser dasar masing-masing model struktur

Sumber : Kalibhat et al. (2014)

Tabel 2.10 Simpangan atap (RD) masing-masing model struktur

Sumber : Kalibhat et al. (2014)

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/11970/3/46892e0ac9442b9c4ee779c79746f61a.pdf · tekan (batang tekan) ... yang mengalami tekan (Taranath, 2012)

39

Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat diketahui bahwa penggunaan

breising dapat mengurangi simpangan pada struktur baik akibat beban angin

maupun beban gempa. Breising konsentrik tipe-X memiliki kekakuan yang lebih

tinggi dibandingkan dengan breising eksentrik tipe-V dimana breising konsentrik

tipe-X mengurangi simpangan sebesar 87% sedangkan breising eksentrik tipe-V

mengurangi simpangan sebesar 48%.

Pada tugas akhir ini akan dilakukan pengembangan terhadap hasil

penelitian yang telah dilakukan oleh Tafheem and Khusru (2013) dengan dengan

membandingkan breising konsentrik tipe-X dan breising eksentrik V-terbalik.

Perbandingan dilakukan tidak hanya terbatas pada simpangan struktur melainkan

juga akan ditinjau perilaku dan kinerja struktur. Struktur yang akan dianalisis

berupa gedung perkantoran 7 lantai dengan denah simetris yang berukuran 18 m x

18m dan akan dianalisis dengan software ETABS 2015.

Gambar 2.25 Portal arah X model struktur breising tipe-X dan tipe-V

Sumber : Tafheem and Khusru (2013)

Gambar 2.26 Grafik simpangan struktur arah Y dan arah X

Sumber : Tafheem and Khusru (2013)

Page 36: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/11970/3/46892e0ac9442b9c4ee779c79746f61a.pdf · tekan (batang tekan) ... yang mengalami tekan (Taranath, 2012)

40

2.14.4 Sudarsana, dkk. (2015)

Penelitian yang dilakukan Sudarsana, dkk. (2015) bertujuan untuk

mengetahui perbandingan efisiensi antara struktur baja dengan Sistem Rangka

Pemikul Momen Khusus (SRPMK) dan struktur baja dengan Sistem Rangka

Bresing Eksentrik (SRBE) pada level kinerja yang sama yaitu Life Safety. Struktur

yang ditinjau terdiri atas struktur SRPMK dan SRBE (V-terbalik) 4 lantai, 7 lantai,

dan 10 lantai dengan tinggi antar tingkat adalah 4 meter. Struktur difungsikan

sebagai gedung perkantoran dengan ukuran denah 30x18 meter. Untuk mengetahui

kinerja dari masing-masing model struktur, maka dilakukan analisis pushover

terhadap semua model struktur dengan bantuan software SAP 2000 v.15. Portal

struktur dan hasil analisis dari masing-masing model struktur ditunjukkan pada

Gambar 2.27, Gambar 2.28, dan Gambar 2.29.

Gambar 2.28 Grafik pushover masing-masing model struktur

Sumber : Sudarsana, dkk. (2015)

Gambar 2.27 Portal struktur SRPMK dan SRBE

Sumber : Sudarsana, dkk. (2015)

Struktur 4 Lantai

Struktur 10 Lantai

Struktur 7 Lantai

Page 37: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/11970/3/46892e0ac9442b9c4ee779c79746f61a.pdf · tekan (batang tekan) ... yang mengalami tekan (Taranath, 2012)

41

Hasil analisis menunjukkan bahwa SRPMK memiliki nilai berat total

material baja yang lebih besar dari SRBE pada level kinerja Life Safety. Pada

struktur 4, 7, dan 10 tingkat, SRPMK akan lebih berat berturut-turut sebesar

29,70%, 26,42%, dan 19,68% dibandingkan dengan SRBE. Semakin tinggi tingkat

gedung, perbedaan berat struktur semakin berkurang. Disamping itu, SRPMK juga

memiliki nilai target perpindahan dan gaya geser seismik yang lebih besar dari

SRBE baik pada Arah sumbu X maupun Y pada saat dicapainya level kinerja Life

Safety.

Penelitian yang dilakukan Sudarsana, dkk. (2015) akan dikembangkan

lebih lanjut dengan melakukan perbandingan perilaku dan kinerja struktur rangka

baja dengan breising konsentrik tipe-X dan breising eksentrik V-terbalik. Model

struktur dibuat dalam bentuk 3D pada software ETABS 2015, dimana model

struktur diasumsikan sebagai gedung perkantoran yang terletak pada tanah lunak

(SE). Namun pada tugas akhir ini tidak dibahas perbandingan efisiensi penggunaan

material baja struktur baja dengan breising konsentrik tipe-X dan breising eksentrik

V-terbalik.

2.14.5 Pradhana (2014)

Pradhana (2014) melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh

variasi L/H terhadap perilaku dan kinerja Struktur Rangka Breising Eksentrik

(SRBE) tipe V-terbalik dengan panjang link beam adalah 300 mm. L adalah panjang

bentang dan H adalah tinggi tingkat. Struktur ditinjau adalah gedung 10 lantai yang

dimodelkan dan dianalisis dengan bantuan software SAP 2000. Model struktur yang

Gambar 2.29 Grafik perbandingan berat masing-masing model struktur

Sumber : Sudarsana, dkk. (2015)

Page 38: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/11970/3/46892e0ac9442b9c4ee779c79746f61a.pdf · tekan (batang tekan) ... yang mengalami tekan (Taranath, 2012)

42

dibuat terdiri atas Sistem Rangka Pemikul Momen (SRPM) dengan sambungan

kaku, model SRBE dengan L/H bervariasi dari 1,25, 1,50, dan 1,75 dengan

sambungan sendi dan SRBE dengan sambungan kaku. Model struktur dan hasil

analisis ditunjukkan pada Gambar 2.30 dan Gambar 2.31.

Dari penelitian ini dapat diketahui bahwa struktur SRBE L/H = 1,75

memiliki kekakuan dan kekuatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan struktur

SRBE dengan variasi L/H yang lainnya. Namun dilihat dari mekanisme

terbentuknya sendi plastis struktur SRBE L/H = 1,75 tidak menunjukkan

mekanisme keruntuhan yang baik, dimana sendi plastis terjadi pada kolom lantai

dasar bagian atas. Pada variasi L/H yang sama yaitu 1,50, struktur yang

Gambar 2.31 Grafik pushover struktur SRPM dan SRBE dengan L/H bervariasi

Sumber : Pradhana (2014)

Gambar 2.30 Model struktur SRPM dan SRBE dengan L/H bervariasi

Sumber : Pradhana (2014)

Page 39: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/11970/3/46892e0ac9442b9c4ee779c79746f61a.pdf · tekan (batang tekan) ... yang mengalami tekan (Taranath, 2012)

43

menggunakan sambungan kaku pada hubungan balok kolom memiliki kekakuan

dan kekuatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan struktur dengan sambungan

sendi.

Pada tugas akhir ini akan dilakukan pengembangan terhadap hasil

penelitian yang dilakukan Pradhana (2014). Pada tugas akhir ini akan dibahas

mengenai perbandingan perilaku yang terdiri atas simpangan, kekakuan, kekuatan,

dan daktilitas serta kinerja struktur rangka baja dengan breising konsentrik tipe-X

dan breising eksentrik V-terbalik pada nilai L/H 1,50. Model struktur diasumsikan

sebagai gedung perkantoran 7 lantai yang berada pada kondisi tanah lunak (SE) dan

dianalisis dengan software ETABS 2015. Sambungan balok kolom pada model

diasumsikan sebagai sambungan momen.

2.14.6 Tama (2013)

Tama (2013) melakukan penelitian untuk mengetahui kinerja struktur baja

dengan Sistem Rangka Breising Eksentrik (SRBE) tipe V-terbalik dengan panjang

link (e) yang bervariasi. Struktur yang ditinjau adalah struktur gedung 10 lantai

dengan dengan tinggi antar tingkat adalah 4 meter dan panjang bentang balok pada

arah X maupun Y adalah 6 m. Struktur dimodelkan dan dianalisis dengan bantuan

software SAP 2000. Model struktur terdiri atas Sistem Rangka Pemikul Momen

(SRPM) sebagai acuan, model SRBE dengan panjang link 500 mm, 400 mm, dan

300 mm serta model dengan panjang link 0 mm atau model Sistem Rangka Breising

Konsentrik (SRBK). Untuk mengetahui kinerja dari masing-masing model struktur,

maka dilakukan analisis pushover terhadap semua model struktur. Model struktur

dan hasil analisis pushover dapat dilihat pada Gambar 2.32 dan Gambar 2.33.

Gambar 2.32 Model struktur SRPM, SRBE, dan SRBK

Sumber : Tama (2013)

Page 40: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/11970/3/46892e0ac9442b9c4ee779c79746f61a.pdf · tekan (batang tekan) ... yang mengalami tekan (Taranath, 2012)

44

Penelitian yang dilakukan pada tugas akhir ini menggunakan penelitian

yang telah dilakukan Tama (2013) sebagai salah satu acuan, dimana diperoleh

bahwa model SRBE memiliki kinerja yang terbaik dengan panjang link 300 mm

pada perbandingan nilai L/H adalah 1,50. Hal ini dilihat dari pola keruntuhan

dimana kelelehan pertama terjadi pada link dan jumlah terjadinya sendi plastis pada

level E paling sedikit. Selanjutnya pada tugas akhir ini dilakukan pengembangan

dengan membandingkan perilaku dan kinerja struktur rangka baja dengan breising

eksentrik V-terbalik dan struktur baja dengan breising konsentrik tipe-X. Model

struktur diasumsikan sebagai gedung perkantoran 7 lantai yang berada pada kondisi

tanah lunak (SE) dan dianalisis dengan software ETABS 2015. Sambungan balok

kolom pada model diasumsikan sebagai sambungan momen.

Gambar 2.33 Grafik pushover struktur SRPM dan SRBE dengan e bervariasi

Sumber : Tama (2013)