salmonella thypi usu

14
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.A. Salmonella Salmonella merupakan bakteri batang gram-negatif. Karena habitat aslinya yang berada di dalam usus manusia maupun binatang, bakteri ini dikelompokkan ke dalam enterobacteriaceae (Brooks, 2005). Isolasi dari mikroorganisme Salmonella pertama sekali dilaporkan pada tahun 1884 oleh Gaffky dengan nama spesies Bacterium thyposum. Kemudian, pada tahun 1886 perkembangan nomenklatur semakin kompleks karena peranan Salmon dan Smith serta sempat menjadi bahan pembicaraan yang rumit. Bahkan dalam perkembangannya, Salmonella menjadi bakteri yang paling kompleks dibandingkan enterobacteriacea lain, oleh karena bakteri ini memiliki lebih dari 2400 serotipe dari antigen bakteri ini (Winn, 2006). Walaupun begitu banyak serotip dari Salmonella, namun telah disepakati bahwa hanya terdapat dua spesies, yakni S. bongori dan S. enterica dengan enam subspesies (tabel 2.1). Tabel 2.1 Klasifikasi spesies dan subspesies Salmonella Spesies Subspesies Salmonella enterica S. enteric subsp. enteric (I) S. enteric subsp. salamae (II) S. enteric subsp. arizonae (IIIa) S. enteric subsp. diarizonae (IIIb) S. enteric subsp. houtenae (IV) S. enteric subsp. indica (VI) Salmonella bongori (V) Sumber : Winn, 2006. Universitas Sumatera Utara

Upload: witrisyah-putri

Post on 02-Jan-2016

82 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Salmonella Thypi Usu

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.A. Salmonella

Salmonella merupakan bakteri batang gram-negatif. Karena habitat aslinya

yang berada di dalam usus manusia maupun binatang, bakteri ini dikelompokkan

ke dalam enterobacteriaceae (Brooks, 2005).

Isolasi dari mikroorganisme Salmonella pertama sekali dilaporkan pada

tahun 1884 oleh Gaffky dengan nama spesies Bacterium thyposum. Kemudian,

pada tahun 1886 perkembangan nomenklatur semakin kompleks karena peranan

Salmon dan Smith serta sempat menjadi bahan pembicaraan yang rumit. Bahkan

dalam perkembangannya, Salmonella menjadi bakteri yang paling kompleks

dibandingkan enterobacteriacea lain, oleh karena bakteri ini memiliki lebih dari

2400 serotipe dari antigen bakteri ini (Winn, 2006).

Walaupun begitu banyak serotip dari Salmonella, namun telah disepakati

bahwa hanya terdapat dua spesies, yakni S. bongori dan S. enterica dengan enam

subspesies (tabel 2.1).

Tabel 2.1 Klasifikasi spesies dan subspesies Salmonella Spesies Subspesies Salmonella enterica

S. enteric subsp. enteric (I)

S. enteric subsp. salamae (II)

S. enteric subsp. arizonae (IIIa)

S. enteric subsp. diarizonae (IIIb)

S. enteric subsp. houtenae (IV)

S. enteric subsp. indica (VI) Salmonella bongori (V) Sumber : Winn, 2006.

Universitas Sumatera Utara

Page 2: Salmonella Thypi Usu

Klasifikasi Salmonella terbentuk berdasarkan dasar epidemiologi, jenis

inang, reaksi biokimia, dan struktur antigen O, H, V ataupun K. Antigen yang

paling umum digunakan untuk Salmonella adalah antigen O dan H.

Antigen O, berasal dari bahasa Jerman (Ohne), merupakan susunan

senyawa lipopolisakarida (LPS). LPS mempunyai tiga region. Region I merupakan

antigen O-spesifik atau antigen dinding sel. Antigen ini terdiri dari unit-unit

oligosakarida yang terdiri dari tiga sampai empat monosakarida. Polimer ini

biasanya berbeda antara satu isolat dengan isolat lainnya, itulah sebabnya antigen

ini dapat digunakan untuk menentukan subgrup secara serologis. Region II

merupakan bagian yang melekat pada antigen O, merupakan core polysaccharide

yang konstan pada genus tertentu. Region III adalah lipid A yang melekat pada

region II dengan ikatan dari 2-keto-3-deoksioktonat (KDO). Lipid A ini memiliki

unit dasar yang merupakan disakarida yang menempel pada lima atau enam asam

lemak. Bisa dikatakan lipid A melekatkan LPS ke lapisan murein-lipoprotein

dinding sel (Dzen, 2003).

Antigen H merupakan antigen yang terdapat pada flagela dari bakteri ini,

yang disebut juga flagelin. Antigen H adalah protein yang dapat dihilangkan

dengan pemanasan atau dengan menggunakan alkohol. Antibodi untuk antigen ini

terutamanya adalah IgG yang dapat memunculkan reaksi aglutinasi. Antigen ini

memiliki phase variation, yaitu perubahan fase salam satu serotip tunggal. Saat

serotip mengekspresikan antigen H fase-1, antigen H fase-2 sedang disintesis

(Chart, 2002).

Antigen K berasal dari bahasa Jerman, kapsel. Antigen K merupakan

antigen kapsul polisakarida dari bakteri enteric (Dzen, 2003). Antigen ini

mempunyai berbagai bentuk sesuai genus dari bakterinya. Pada salmonella,

antigen K dikenal juga sebagai virulence antigen (antigen Vi).

Seperti yang sudah dikatakan sebelumnya, antigen menentukan klasifikasi

dari Salmonella, yakni ke dalam serogrup dan serotipnya seperti contoh pada tabel

2.2.

Tabel 2.2 Contoh penggolongan dengan menggunakan antigen

Antigen O Antigen O Antigen H Antigen

Universitas Sumatera Utara

Page 3: Salmonella Thypi Usu

grup Fase-1 Fase-2 K S. enteriditis

bioserotip parathypi A bioserotip parathypi B bioserotip parathypi c

A B C

1,2,12

1,4,5,12 6,7

a b c

-

1,2 1,5

- -

Vi S. typhi D 9,12 d - Vi

Sumber: Departemen Mikrobiologi FKUI, 1994

Demikian banyaknya serotip dari Salmonella, namun hanya Salmonella

typhi, Salmonella cholera, dan mungkin Salmonella paratyphi A dan Salmonella

parathypi B yang menjadi penyebab infeksi utama pada manusia. Infeksi bakteri

ini bersumber dari manusia, namun kebanyakan Salmonella menggunakan

binatang sebagai reservoir infeksi pada manusia, seperti babi, hewan pengerat,

ternak, kura-kura, burung beo, dan lain-lain. Dari beberapa jenis salmonella

tersebut di atas, infeksi Salmonella typhi merupakan yang tersering (Brooks,

2005).

2.B. Salmonella typhi

Penamaan yang umum digunakan, seperti Salmonella typhi sebenarnya

tidak benar. Taksonomi S. typhi adalah sebagai berikut.

Phylum : Eubacteria Class : Prateobacteria Ordo : Eubacteriales Family : Enterobacteriaceae Genus : Salmonella

Species : Salmonella enterica Subspesies : enteric (I) Serotipe : typhi

Karena itu, penamaan yang benar adalah S. enterica subgrup enteric

serotip typhi, ataupun sering dipersingkat dengan S. enteric I ser. typhi. Namun

penamaan Salmonella typhi telah umum digunakan karena lebih sederhana

sehingga penamaan ini lebih sering digunakan dalam tulisan ini.

2.B.1. Morfologi

Universitas Sumatera Utara

Page 4: Salmonella Thypi Usu

S. typhi merupakan bakteri batang gram negatif dan tidak membentuk

spora, serta memiliki kapsul. Bakteri ini juga bersifat fakultatif, dan sering disebut

sebagai facultative intra-cellular parasites. Dinding selnya terdiri atas murein,

lipoprotein, fosfolipid, protein, dan lipopolisakarida (LPS) dan tersusun sebagai

lapisan-lapisan (Dzen, 2003).

Ukuran panjangnya bervariasi, dan sebagian besar memiliki peritrichous

flagella sehingga bersifat motil. S. typhi membentuk asam dan gas dari glukosa

dan mannosa. Organisme ini juga menghasilkan gas H2S, namun hanya sedikit

(Winn, 2006). Bakteri ini tahan hidup dalam air yang membeku untuk waktu yang

lama (Brooks, 2005).

2.B.2. Penentu Patogenitas, Patogenesis dan Patologi

S. typhi yang menginfeksi manusia dan menyebabkan demam enterik,

yakni demam tifoid. Jumlah organisme dalam makanan dan minuman yang

terkontaminasi menentukan infection rate.

2.B.2.a. Penentu patogenitas

Antigen Vi dari serotip S. typhi merupakan bentuk antigen K.

Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa Vi mempunyai sifat antiopsonik

dan antifagositik, mengurangi sekresi TNFα terhadap S enterica ser. thypi

Gambar 2.1. S. typhi di bawah mikroskop

Sumber: Kunkel (2001) dalam Pollack, 2003

Gambar 2.2. S. typhi pada McConkey

Sumber: Kelleher, 2004

Universitas Sumatera Utara

Page 5: Salmonella Thypi Usu

oleh makrofag inang, meningkatkan resistensi bakteri terhadap oxidative

killing (Wain, 2005). Antigen Vi meningkat infektivitas dari S. thypi dan

keparahan penyakitnya.

Antigen O menurunkan kepekaan bakteri terhadap protein

komplemen, host cationic proteins, dan interaksi dengan makrofag.

Antigen O memberikan perlindungan dari serum normal karena adanya

complement-activating A dan LPS core polysaccharides. Selain itu,

antigen O juga mencegah aktivasi dan deposisi faktor komplemen (Dzen,

2003).

Plasmid virulensi untuk Salmonella hanya ditemukan pada

beberapa serotip dari subgrup I saja, salah satunya S. typhi. Plasmid

virulensi ini penting untuk multiplikasi bakteri di sistem retikuloendotelial.

Namun, beberapa mengatakan bahwa plasmid tidak menentukan

keparahan dari invasi bakteri karena perannya yang hanya bekerja di luar

sel-sel intestinal. Berdasarkan penelitian, plasmid ini hanya membantu

replikasi bakteri di makrofag (Rotger, 1999).

S. typhi juga diduga memiliki adhesion yang berasal dari Outer

Membrane Protein (OMP) dengan berat molekul sekitar 36kDa, yang

kemudian dikenal sebagai Adh036. Adh036 ini bersifat imunogenik dan

mampu menginduksi respon imun mucosal dengan terbentuknya SIsA

protektif pada mencit (Dzen, 2003).

Seperti halnya semua bakteri basil enterik, S. typhi juga

menghasilkan endotoksin. Endotoksin merupakan senyawa

lipopolisakarida (LPS) yang dihasilkan dari lisisnya sel bakteri. Di

peradaran darah, endotoksin ini akan berikatan dengan protein tertentu

kemudian berinteraksi dengan reseptor yang ada pada makrofag dan

monosit serta sel-sel RES, maka akan dihasilkan IL-1, TNF, dan sitokin

lainnya. Selain itu, S. typhi juga menghasilkan sitotoksin, namun hanya

sedikit sekali (Dzen, 2003)

S. enterica memiliki region DNA yang berhubungan dengan

patogenitasnya dan dimiliki oleh semua serotipnya. Region ini disebut

Universitas Sumatera Utara

Page 6: Salmonella Thypi Usu

sebagai Salmonella Patogenicity Island sering disingkat dengan SPI

(Retamal, 2010). SPI berfungsi dalam menambah fungsi virulensi yang

kompleks oleh bakteri terhadap inang yang diinfeksinya (Saroj, 2008).

Hensel (2004), Chiu (2005), Vernikos & Parkhill (2006) dalam Saroj

(2008) mengatakan bahwa adalah sekitar 17 jenis SPI yang sudah

dideteksi.

SPI-1 dan SPI-2 mengatur type III secretion system (T3SS) yang

membentuk organela berbentuk syringe. Organela ini akan mempermudah

bakteri untuk menginjeksi langsung sitosol dari sel inang. SPI-1 dan SPI-2

mempunyai peran yang berbeda sesuai dengan organ yang dipengaruhi.

SPI-1 bekerja pada sel enterosit dan menginisiasi inflamasi. SPI-2 bekerja

dalam pertahanan dan multiplikasi bakteri pada sel fagositik. SPI-7

merupakan genom terbesar yang mencapai ukuran 134 kb dan pertama kali

ditemukan pada S. typhi (Seth, 2008). S. typhi juga memiliki SPI-8 dan

SPI-10 (Saroj, 2008).

Kemampuan patogen pada manusia untuk mempengaruhi siklus

Na+ memungkinkan adanya faktor virulensi, salah satunya pada S. typhi

(Hase, 2011).

2.B.2.b. Patogenesis

Salmonella yang terbawa melalui makanan ataupun benda lainnya

akan memasuki saluran cerna. Di lambung, bakteri ini akan dimusnahkan

oleh asam lambung, namun yang lolos akan masuk ke usus halus. Bakteri

ini akan melakukan penetrasi pada mukosa baik usus halus maupun usus

besar dan tinggal secara intraseluler dimana mereka akan berproliferasi.

Ketika bakteri ini mencapai epitel dan IgA tidak bisa menanganinya, maka

akan terjadi degenerasi brush border.

Kemudian, di dalam sel bakteri akan dikelilingi oleh inverted

cytoplasmic membrane mirip dengan vakuola fagositik (Dzen, 2003).

Setelah melewati epitel, bakteri akan memasuki lamina propria. Bakteri

dapat juga melakukan penetrasi melalui intercellular junction. Dapat

Universitas Sumatera Utara

Page 7: Salmonella Thypi Usu

dimungkinkan munculnya ulserasi pada folikel limfoid (Singh, 2001). S.

typhi dapat menginvasi sel M dan sel enterosit tanpa ada predileksi

terhadap tipe sel tertentu (Santos, 2003).

Evolusi dari S. typhi sangat mengagumkan. Pada awalnya S. typhi

berpfoliferasi di Payer’s patch dari usus halus, kemudian sel mengalami

destruksi sehingga bakteri akan dapat menyebar ke hati, limpa, dan sistem

retikuloendotelial. Dalam satu sampai tiga minggu bakteri akan menyebar

ke organ tersebut. Bakteri ini akan menginfeksi empedu, kemudian

jaringan limfoid dari usus halus, terutamanya ileum. Invasi bakteri ke

mukosa akan memicu sel epitel untuk menghasilkan berbagai sitokin

seperti IL-1, IL-6, IL-8, TNF-β, INF, GM-CSF (Singh, 2001).

2.B.2.c. Patologi

Huckstep (1962) dalam Singh (2001) membagi keadaan patologi di

Payer patch akibat S. typhi menjadi 4 fase sebagai berikut.

1. Fase 1 : hiperplasia dari folikel limfoid.

2. Fase 2 : nekrosis dari folikel limfoid pada minggu kedua yang

mempengaruhi mukosa dan submukosa.

3. Fase 3 : ulserasi sepanjang usus yang memungkinkan terjadinya

perforasi dan perdarahan.

4. Fase 4 : penyembuhan mungkin terjadi pada minggu keempat dan

tidak terbentuk striktur.

Ileum memiliki jumlah dan ukuran Payer’s patch yang lebih

banyak dan besar. Meskipun kebanyak infeksi berada di ileum, namun

jejunum dan usus besar juga mungkin mengalami kelainan dari folikel

limfoid.

Egglestone (1979) dalam Singh (2001) mengatakan bahwa

perforasi pada demam tifoid biasanya sederhana dan mempengaruhi

pinggiran antimesentrik dari usus dimana lubang muncul.

Ditemukan pembesaran dan kongesti dari limpa dan kelenjar

mesentrik pada sistem retikuloendotelial. Pada biopsi, kemungkinan

Universitas Sumatera Utara

Page 8: Salmonella Thypi Usu

ditemukan nekrosis fokal hati yang berhubungan dengan infiltrasi

mononuklear (nodul tifoid) dilatasi dan kongesti sinusoidal dan infiltrasi

sel mononuklear pada area portal.

Gambaran yang penting untuk infeksi S. typhi adalah adanya

infiltrat neutrofil dan pada hewan coba ditemukan dominasi dari leukosit

mononuklear (Santos, 2003).

2.B.3. Gejala klinis demam tifoid

Demam tifoid merupakan penyakit sistemik yang ditandai dengan demam

dan nyeri abdomen dan muncul akibat infeksi S. typhi dan S. paratyphi. Gejala

klinis demam tifoid bervariasi dari asimtomatik, ringan, berat, bahkan sampai

menyebabkan kematian. Masa inkubasi S. typhi berkisar 3-21 hari dimana

durasinya merefleksikan ukuran inokulum dan kesehatan serta status imun inang

yang terinfeksi. Gejala klinis yang umum adalah demam yang panjang (38,8˚ -

40,5˚C). Demam ini dapat berkelanjutan selama empat minggu jika tidak segera

ditangani. Keluhan nyeri abdomen hanya berkisar 30-40% dari penderita yang

menderita demam tifoid (Fauci, 2008).

Pada minggu pertama, keluhan yang dapat muncul sangat umum, seperti

demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau

diare, perasaan tidak enak pada perut, batuk, dan epistaksis. Jika dilakukan

pemeriksaan fisik, hanya dapat ditemukan suhu tubuh yang meningkat. Di minggu

kedua gejala mulai lebih menonjol, yakni demam, bradikardi relatif, lidah yang

berselaput, hepatomegali, splenomegali, meteorismus, gangguan mental berupa

somnolen, stupor, koma, delirium, atau psikosis (Sudoyo, 2006).

2.B.4. Patofisiologi demam tifoid

Adanya infeksi dari S. typhi baik pada saluran cerna maupun organ lain,

akan menyebabkan reaksi inflamasi. Reaksi inflamasi ini akan menghasilkan

pirogen endogen sehingga set point tubuh meningkat, dan suhu tubuh pun

meningkat. Rasa tidak nyaman pada bagian perut juga merupakan hasil reaksi

inflamasi pada saluran cerna yang menghasilkan bradikinin. Adanya bradikinin

Universitas Sumatera Utara

Page 9: Salmonella Thypi Usu

akan menimbulkan sensasi nyeri. Sedangkan endotoksin yang dihasilkan S. typhi

dapat menyebabkan gangguan kardiovaskular, gangguan neuropsikiatrik, dan

gangguan pernafasan (Sudoyo, 2006).

Gambar 2.3. Skema patofisiologi infeksi S. typhi

2.B.5. Diagnosis laboratorium

2.B.5.a. Metode isolasi Salmonella

Kultur merupakan metode pembiakan bakteri dalam suatu media.

Salmonella pada umumnya tumbuh dalam media peptone ataupun kaldu ayam

tanpa tambahan natrium klorida atau suplemen yang lain. Media kultur yang

sering digunakan dan sangat baik adalah agar MacConkey (Brooks, 2005)

Media seperti EMB, MacConkey’s atau medium deoksikholat dapat

mendeteksi adanya lactose non-fermenter dengan cepat. Namun lactose non-

Demam Perasaan tidak enak pada

perut

Gangguan kardiovaskular

Gangguan neuropsikiatrik

Reaksi inflamasi

Infeksi S. typhi

Endoktoksin

Gangguan pernafasan

Di saluran cerna Di hepar, Limpa

Hepatomegali Splenomegali

Bradikinin Pirogen endogen

Di saluran cerna Di hepar, Limpa Gangguan kardiovaskular

Gangguan neuropsikiatrik

Gangguan pernafasan

Di saluran cerna Di hepar, Limpa

Hepatomegali Splenomegali

Gangguan kardiovaskular

Gangguan neuropsikiatrik

Gangguan pernafasan

Di saluran cerna Di hepar, Limpa

Pirogen endogen

Hepatomegali Splenomegali

Gangguan kardiovaskular

Gangguan neuropsikiatrik

Gangguan pernafasan

Di saluran cerna Di hepar, Limpa Di saluran cerna Di hepar, Limpa Gangguan kardiovaskular

Gangguan neuropsikiatrik

Di saluran cerna Di hepar, Limpa

Gangguan pernafasan

Gangguan kardiovaskular

Gangguan neuropsikiatrik

Di saluran cerna Di hepar, Limpa

Pirogen endogen

Hepatomegali Splenomegali

Gangguan pernafasan

Gangguan kardiovaskular

Gangguan neuropsikiatrik

Di saluran cerna Di hepar, Limpa

Bradikinin Pirogen endogen

Hepatomegali Splenomegali Gangguan pernafasan

Gangguan kardiovaskular

Gangguan neuropsikiatrik

Di saluran cerna Di hepar, Limpa

Demam Perasaan tidak enak pada

perut

Universitas Sumatera Utara

Page 10: Salmonella Thypi Usu

fermenter tidak hanya dihasilkan oleh Salmonella, tetapi juga Shigella, Proteus,

Serratia, Pseudomonas, dan beberapa bakteri gram negatif lainnya.

Untuk lebih spesifik, isolasi dapat dilakukan pada medium selektif, seperti

agar Salmonella-shigella (agar SS) ataupun agar enteric Hectoen yang baik untuk

pertumbuhan Salmonella dan Shigella. Untuk mendeteksi S. typhi dengan cepat

dapat digunakan medium bismuth sulfit (Wilson & Blair). S. typhi akan

membentuk koloni hitam (black jet) karena bakteri ini menghasilkan H2S (Dzen,

2003).

Kultur pada Enrichment Medium memerlukan tinja sebagai bahan

pemeriksaan yang kemudian akan ditanamkan pada medium cair selenit F atau

tetrathionat. Kedua medium ini meningkatkan pertumbuhan Salmonella dan

cenderung menghambat pertumbuhan flora normal yang berasal dari usus. Pada

medium ini, biakan diinkubasi selama satu sampai dua hari, kemudian ditanam

pada media diferensial dan media selektif (Dzen, 2003).

Gambar 2.4. SS agar

Sumber: Todar, 2011

Universitas Sumatera Utara

Page 11: Salmonella Thypi Usu

2.B.5.b. Metode serologi

Metode ini digunakan untuk mendeteksi adanya Salmonella dengan tes

aglutinasi, yakni reaksi dengan antibodi atau mendeteksi titer antibodi penderita

yang terinfeksi Salmonella. Tes aglutinasi dapat dilakukan dengan dua cara, yakni

tes aglutinasi pada gelas objek dan tes aglutinasi dilusi tabung yang disebut juga

tes Widal (Dzen, 2003).

2.B.5.c. Blood culture PCR method

Dalam perkembangan PCR dalam mendeteksi S. typhi, Song telah berhasil

menggunakan gen flagellin (fliC-d) sebagai tanda infeksi S. typhi (Zhou, 2010).

Pemeriksaan ini mengungguli kultur darah yang memakan banyak waktu, ataupun

tes Widal yang kurang sensitif dan spesifik.

2.B.5.d. Reaksi biokimia

S. typhi sedikit mengurai glukosa, maltosa dan mannite, tidak mengurai

sukrosa dan laktosa. Tidak menghasilkan urease, oksidase, maupun indol. Bakteri

ini bersifar motil dan hanya menghasilkan sedikit sitrat (Dzen, 2003).

TSI digunakan untuk melihat apakah bakteri gram negatif mengurai

glukosa dan laktosa atau memfermentasi sukrosa dan membentuk hydrogen sulfit

(H2S). Pada media ini S. typhi akan menunjukkan hasil alkalin-asam (K/A) yang

berarti hanya memfermentasi glukosa. Bakteri ini juga menghasilkan bagian hitam

di dasar yang menunjukkan adanya penghasilan H2S (Forbes, 2007).

Universitas Sumatera Utara

Page 12: Salmonella Thypi Usu

Tabel 2.3 Interpretasi pemeriksaan laboratorium Medium Reaksi/enzim Hasil

Negatif Positif TSI Produksi asam (jika

dasar tabung reakasi kuning, dan bagian

curam berwarna merah, produksi

asam hanya berasal dari glukosa)

Dasar tabung merah Dasar tabung kuning

TSI Produksi asam dari laktosa dan/atau

sukros

Permukaan merah Permukaan kuning

TSI Produksi gas Tidak ada gelembung udara di

dasar tabung

Ada gelembung udara di dasar

tabung TSI Produksi H2S Tidak ada warna

hitam Berwarna hitam

Urea Broth Urease Kuning Merah mawar LDC test Lysine

decarboxylase

Kuning/Coklat Abu-abu

ONPG Β-Galactosidase Tak berwarna Kuning Voges Proskauer Produksi acetoin Tidak berwarna Merah/ merah muda

Indole Produksi indole Cincing kuning Cincin merah/ merah muda

Sumber: WHO, 2003

Tabel 2.4 Identifikasi enterobacteriaceae yang patogen dengan semisolid dan gula-gula pendek

TSIA Manit Indol Motilitas Enterobacteriaceae A/K H2S ± + - + S. typhi

A/K H2S +/- +g - + S. paratyphi A, B, C A/K H2S ++ +g - + S. paratyphi A, B A/K H2S - +g - + S. paratyphi A A/K H2S - + - - Sh. sonnei, S. typhi A/K H2S - + +/- - Sh. flexner, Sh. boydii A/K H2S - - - - S. shigae A/K H2S - - + - Sn. schnitzii A/K H2S - + + + V. cholerae

Sumber : Bonang (1997) dalam Ginting, 2005

Keterangan:

Universitas Sumatera Utara

Page 13: Salmonella Thypi Usu

A : kuning (asam) K : merah (basa) +/- : positif atau negative ++ : banyak terbentuk (kuat) g : gas - : negatif + : positif

2.B.6. Penatalaksanaan

Sudoyo (2006) menyarankan untuk menggunakan trilogi penatalaksanaan

demam tifoid, yakni istirahat dan perawatan, diet dan terapi penunjang, serta

pemberian antimikroba.

a. Istirahat dan perawatan

Istirahat dengan tirah baring sangat diperlukan untuk mencegah

komplikasi. Perawatan kebersihan dari tempat pasien juga menjadi sangat

penting. Posisi pasien harus diperhatikan guna mencegah dekubitus dan

pneumonia ortostatik.

b. Diet dan terapi penunjang

Diet yang buruk dapat menurunkan keadaan umum pasien sehingga

memperlambat proses penyembuhan. Pemberian makanan halus dulu

dipercaya berguna untuk mengurangi beban kerja saluran cerna. Namun,

penelitian menunjukkan bahwa pemberian makanan padat dini rendah

selulosa tidak member efek buruk pada pasien.

c. Pemberian antimikroba

Pilihan antibiotik yang biasa digunakan adalah Kloramfenikol,

Tiamfenikol, Kotrimoksazol, Ampisillin dan Amoksisillin, Sefalosporin

generasi ketiga, serta golongan Fluorokuinolon. Kombinasi dua

antimikroba atau lebih hanya bisa diindikasikan pada keadaan seperti

toksik tifoid, peritonitis atau perforasi, serta syok septik, yang pernah

terbukti ditemukan dua jenis mikroorganisme dalam kultur darah selain

Salmonella.

Universitas Sumatera Utara

Page 14: Salmonella Thypi Usu

2.C. Enterobacteriaceae lainnya

Kumpulan bakteri ini adalah bakteri primer yang menyebabkan infeksi

saluran cerna, termasuk Salmonella. Kebanyakan spesies dari golongan bakteri ini

bersifat oportunistik, atau hanya menyerang jika keadaan imun inang sedang tidak

baik. Genus dari enterobacteriaceae yang menyebabkan infeksi oportunistik

umumnya adalah Citrobacter, Enterobacter, Escherichia, Hafni, Morganella,

Providencia, dan Serratia (Fox, 2011).

Semua enterobacteriaceae bersifat gram negatif dan juga fakultatif.

Bakteri ini sedikit cytrochrome oxidase dan bersifat oksidase negatif (Fox, 2011).

2.D. Bakso

Cara pembuatan bakso adalah dengan menggunakan bahan dasar daging,

tepung, baking soda, telur, dan bumbu lainnya. Daging yang biasa digunakan

adalah daging sapi. Namun banyak pedagang bakso tidak menambahkan daging

pada bahan dasar baksonya mengingat mahalnya harga daging. Bahan-bahan

tersebut digiling hingga menyatu kemudian dibentuk bulat. Setelahnya

dimasukkan ke dalam air yang sedang mendidih. Bakso dianggap telah matang

jika sudah mengapung.

Tabel 2.5 Perkiraan kandungan gizi pada bakso

Calories 452 Sodium 552 mg Total Fat 10 g Potassium 0 mg Saturated 3 g Total Carbs 59 g Polyunsaturated 1 g Dietary Fiber 8 g Monounsaturated 3 g Sugars 5 g Trans 0 g Protein 25 g Cholesterol 60 mg Vitamin A 0% Calcium 0% Vitamin C

Sumber: Michael, 2005

Universitas Sumatera Utara