s3-2014-294343-chapter1

10
1 I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Palinologi adalah ilmu yang mempelajari tentang polen, spora dan palinomorf lainnya, baik yang masih hidup (actuopalinology) ataupun yang sudah memfosil (paleopalinology). Dalam palinologi juga dipelajari mengenai struktur, bentuk maupun preservasinya dalam kondisi tertentu. Palinologi banyak digunakan dalam aplikasi yang berhubungan dengan disiplin ilmu yang lain, contohnya geokronologi, biostratigrafi, paleoekologi, perubahan iklim, migrasi, evolusi flora, stratigrafi, paleoekologi, paleoklimatologi, dan arkeologi (Birks & Birks, 2005; Traverse, 2007). Sejarah flora dan vegetasi di suatu daerah dapat diungkap melalui pendekatan palinologi. Analisis polen dan spora yang terendapkan dalam suatu sedimen dapat mengungkapkan latar belakang perubahan flora dan vegetasi pada periode tertentu. Perubahan tersebut sebagian hasil dari perubahan iklim baik iklim lokal, regional maupun global (Faegri & Iversen, 1989; Moore dkk., 1991). Bukti-bukti palinologi berupa polen dan spora tumbuhan, baik yang ada sekarang maupun yang telah mati dan terendapkan dalam sedimen yang berupa fosil dapat digunakan sebagai sumber data dan bahan untuk merekonstruksi vegetasi maupun bentang alam suatu daerah. Polen dan spora berasal dari tumbuhan yang membentuk vegetasi pada suatu wilayah atau daerah sehingga dapat digunakan untuk merekonstruksi vegetasi dan bentang alam baik lokal maupun regional yang berada di sekelilingnya. Bukti palinologi ini merupakan

Upload: astri-nurhayati

Post on 27-Jan-2016

9 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

paper

TRANSCRIPT

Page 1: S3-2014-294343-chapter1

1

I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Palinologi adalah ilmu yang mempelajari tentang polen, spora dan

palinomorf lainnya, baik yang masih hidup (actuopalinology) ataupun yang sudah

memfosil (paleopalinology). Dalam palinologi juga dipelajari mengenai struktur,

bentuk maupun preservasinya dalam kondisi tertentu. Palinologi banyak

digunakan dalam aplikasi yang berhubungan dengan disiplin ilmu yang lain,

contohnya geokronologi, biostratigrafi, paleoekologi, perubahan iklim, migrasi,

evolusi flora, stratigrafi, paleoekologi, paleoklimatologi, dan arkeologi (Birks &

Birks, 2005; Traverse, 2007).

Sejarah flora dan vegetasi di suatu daerah dapat diungkap melalui

pendekatan palinologi. Analisis polen dan spora yang terendapkan dalam suatu

sedimen dapat mengungkapkan latar belakang perubahan flora dan vegetasi pada

periode tertentu. Perubahan tersebut sebagian hasil dari perubahan iklim baik

iklim lokal, regional maupun global (Faegri & Iversen, 1989; Moore dkk., 1991).

Bukti-bukti palinologi berupa polen dan spora tumbuhan, baik yang ada

sekarang maupun yang telah mati dan terendapkan dalam sedimen yang berupa

fosil dapat digunakan sebagai sumber data dan bahan untuk merekonstruksi

vegetasi maupun bentang alam suatu daerah. Polen dan spora berasal dari

tumbuhan yang membentuk vegetasi pada suatu wilayah atau daerah sehingga

dapat digunakan untuk merekonstruksi vegetasi dan bentang alam baik lokal

maupun regional yang berada di sekelilingnya. Bukti palinologi ini merupakan

Page 2: S3-2014-294343-chapter1

2

representasi dari tumbuhan yang hidup di tempat tersebut, sehingga dapat

menggambarkan bagaimana kondisi lingkungan beserta vegetasinya. Secara

khusus, bukti palinologi telah digunakan untuk merekonstruksi lingkungan, iklim

dan sejarah flora suatu daerah. Analisis palinologi secara vertikal terhadap urutan

lapisan sedimen merupakan cara yang tepat dalam menelusuri perubahan iklim

yang terjadi selama proses sedimentasi berlangsung. Dengan diketahuinya tipe

polen maupun spora dapat diketahui tumbuhan penghasilnya. Analisis polen dan

spora yang terendapkan pada suatu sedimen juga dapat mengungkapkan latar

belakang perubahan vegetasi dan bentang alam suatu daerah pada satu periode

waktu tertentu (Moore & Webb, 1978; Faegri & Iversen, 1989; Morley, 1990;

Rahardjo dkk., 1998).

Dinamika vegetasi dan perubahan muka air laut dapat mencerminkan

perubahan iklim masa lampau. Perubahan iklim tidak hanya terjadi pada saat ini,

namun merupakan proses yang berkesinambungan sejak keberadaan bumi ini dari

masa lampau hingga sekarang. Penelitian perubahan iklim masa lampau

(paleoklimat) dengan memanfaatkan data palinologi akan memberikan gambaran

penting mengenai hubungan iklim di masa lampau, sekarang dan akan datang

(The past is the key to the present and the future). Data tersebut dapat memberikan

perspektif iklim jangka panjang yang mengandung bukti iklim baik secara

langsung maupun tidak langsung dan mengandung informasi sejarah iklim global

dalam resolusi atau skala puluhan sampai jutaan tahun, fosil polen dan spora

merupakan salah satu kunci utama dari informasi ini.

Page 3: S3-2014-294343-chapter1

3

Perubahan iklim yang terjadi pada Kala Holosen sangat mempengaruhi

kehidupan yang ada pada waktu itu, baik fauna maupun floranya. Perubahan

bentang alam vegetasi juga terjadi bersamaan dengan terjadinya perubahan iklim,

dalam hal ini polen dan spora sangat berperan dalam penelusuran kembali

perubahan iklim. Kehadiran fosil lain yang dapat dipakai untuk menelusuri

kembali iklim masa lampau antara lain punahnya Discoaster, dan punahnya

Globigerinoides saculiferus fistolusus di laut Atlantik, munculnya Globorotalia

truncatulinoides dan perubahan ratio kamar Globorotalia menardii dari dekstral

menjadi sinistral (Rahardjo, 1993).

Suhu bumi kembali menurun menjelang paruh kedua Holosen, memasuki

awal paruh kedua suhu bumi kembali meningkat. Peningkatan ini diperkirakan

merupakan suhu bumi maksimum terakhir pada Kala Holosen sebelum

berfluktuasi kembali beberapa kali untuk kemudian mencapai kondisi suhu bumi

saat ini. Perubahan suhu merupakan salah satu aspek dari perubahan iklim. Di

daerah berlintang tinggi perubahan suhu kurang dari 10ºC sudah berdampak

langsung pada tumbuhan dan komunitasnya, sedangkan perubahan komunitas

tumbuhan pada daerah tropis justru lebih disebabkan dampak tidak langsung dari

perubahan suhu bumi yang mengakibatkan naik turunnya muka laut. Penurunan

muka laut akan menggeser jalur-jalur tumbuhan pantai, selain itu juga akan

mengakibatkan meningkatnya perluasan daratan. Akibat perluasan daratan

menyebabkan kondisi lingkungan menjadi relatif lebih kering. Pada kondisi

sebaliknya ketika terjadi kenaikan suhu bumi akan memicu pencairan es yang

mengakibatkan naiknya muka laut. Kenaikan muka laut akan menyebabkan

Page 4: S3-2014-294343-chapter1

4

berkurangnya luas daratan akibat penggenangan, hal ini mengakibatkan kondisi

lingkungannya menjadi relatif lebih basah (Yulianto & Sukapti, 1998).

Kajian iklim Kala Holosen dengan memanfaatkan pendekatan palinologi

ini berdasarkan asumsi bahwa setiap perubahan iklim berdampak langsung

maupun tidak langsung kepada flora maupun komunitas tumbuhannya. Sejak

Zaman Kuater, variasi flora yang ada dapat dikatakan sama dengan flora sekarang

bahkan sampai tingkat spesies, sehingga kajian iklim Holosen dan paleo-flora

dengan pendekatan palinologi menjadi sangat signifikan dilakukan.

Pemahaman mengenai perubahan vegetasi dan bentang alam masa lampau

baik mekanisme maupun penyebabnya sangat diperlukan untuk dapat dijadikan

acuan dalam memprediksi iklim yang akan datang. Interpretasi dari pusat

informasi paleoklimat menyatakan bahwa pemanasan pada 50 tahun terakhir

merupakan kejadian yang tidak biasa selama 1300 tahun akhir ini. Terakhir kali

area kutub secara signifikan mengalami pemanasan dibandingkan saat ini untuk

waktu yang lama (sekitar 125.000 tahun lalu), pengurangan volume es kutub,

menaikkan permukaan air laut sekitar 4 - 6 meter.

Berbeda dengan kondisi saat ini, yang dapat di ketahui melalui pengukuran

variabel iklim seperti perubahan temperatur, curah hujan, arah angin, perubahan

muka air laut, perubahan bentang alam, dan perubahan vegetasi. Keberadaan

bukti dan data berdasarkan fosil polen dan spora ini menjadi sangat penting

karena sebagai salah satu bukti valid dari keberadaan flora di masa lampau pada

suatu habitat atau lingkungan tertentu yang dipengaruhi suatu kondisi iklim

tertentu juga.

Page 5: S3-2014-294343-chapter1

5

2. Perumusan Masalah

Lokasi penelitian berada pada beberapa desa antara lain Desa Karangturi

Kecamatan Kroya, Desa Binangun Kecamatan Binangun, dan Desa Glempang

Pasir Kecamatan Adipala. Secara umum lokasi penelitian termasuk dalam wilayah

Kabupaten Cilacap. Dilihat dari morfologinya bagian selatan lokasi penelitian

merupakan suatu pantai yang memiliki kelurusan arah relatif Barat-Timur. Pola

morfologi tinggian diikuti morfologi rendahan ini berkembang beberapa kali ke

arah daratan di bagian Utara pantai sekarang. Fenomena ini menunjukkan bahwa

lokasi penelitian merupakan daerah perulangan sekuen morfologi pantai. Pola

kelurusan morfologi di bagian Utara tidak seideal bagian Selatan. Morfologi

bagian Utara telah mengalami proses erosi yang intensif, dikarenakan bagian

Utara merupakan morfologi pantai yang paling awal terbentuk. Morfologi yang

terbentuk lebih awal merupakan yang paling tua, sehingga proses erosional yang

dialaminya lebih intensif (Sunarto dkk. 2002).

Berdasarkan interpretasi kenampakan kelurusan dari citra DEM dan peta

topografi terdapat pola kelurusan yang dapat diinterpretasikan sebagai pantai

purba di daerah penelitian. Fenomena ini masih menerus hingga jauh di luar

daerah penelitian. Lebar tubuh-tubuh morfologi pantai purba yang pada awalnya

berupa gumuk pasir pantai dan daerah rendahan berupa tidal flat (Widagdo &

Setijadi, 2013). Studi endapan pantai akan efisien bila didahului dengan

interpretasi citra satelit dan analisis peta geomorfologi, dan peta geologi (Sunarto,

dkk., 2002).

Page 6: S3-2014-294343-chapter1

6

Gambaran melalui citra satelit dan peta rupa bumi menunjukkan adanya

perubahan garis pantai yang terjadi dari waktu ke waktu pada daerah Cilacap yang

merupakan lokasi penelitian dilakukan. Cilacap merupakan model yang baik

untuk mempelajari dinamika garis pantai yang ideal. Bentang alam yang terbentuk

pada area pantai pada umumnya merupakan daerah pasang surut (tidal flat), gisik

(beach), beting gisik (beach ridge), swale, delta dan gumuk pasir (sand dunes).

Gisik merupakan suatu bentang lahan yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut

dengan material berupa pasir, sedangkan beting gisik dilihat secara morfologi

merupakan gundukan-gundukan (mounds) yang memanjang dan sejajar dengan

gisik dengan material pasir yang tertimbun akibat gelombang dan angin. Bentang

alam diantara dua beting gisik biasanya disebut swale. Beting gisik tua yang

letaknya sudah jauh dari garis pantai biasanya yang secara morfologi merupakan

suatu tinggian umumnya dipakai untuk perumahan, sedangkan swale yang secara

morfologi merupakan rendahan dipakai sebagai persawahan. Penelitian oleh

Widagdo dan Setijadi (2013) menunjukkan bahwa gambaran morfologi beting

gisik yang berulang berarah Barat-Timur merupakan satu deretan tinggian dan

satu deretan rendahan dapat diinterpretasikan sebagai satu sekuen pantai. Letak

wilayah ini di Kecamatan Kroya, Kecamatan Adipala, dan Kecamatan Binangun,

Kabupaten Cilacap, sehingga menarik untuk diteliti.

Lokasi penelitian merupakan bagian dari kawasan pantai dan termasuk

dalam pantai sebelah selatan Pulau Jawa dari Wilayah Jawa Tengah bagian barat,

posisi pada koordinat UTM Zona 49 di sebelah selatan katulistiwa. Bagian Utara

lokasi penelitian dibatasi oleh garis lintang 9.156.100 Meter Utara, sedangkan

Page 7: S3-2014-294343-chapter1

7

bagian selatan dibatasi oleh garis llintang 9.148.300 Meter Utara. Bagian barat

Lokasi penelitian dibatasi oleh garis bujur 302.800 Meter Timur dan di bagian

Timur oleh garis bujur 311.900 Meter Timur.

Lokasi ini merupakan area permukiman, persawahan dan ladang dengan

pola-pola sebaran yang tertentu. Pola-pola tertentu ini merupakan hasil dari

kondisi geologi tertentu sebagai pembentuknya. Kondisi geologi ini mengontrol

perkembangan tata guna lahan di daerah penelitian (Widagdo & Setijadi, 2013)

Permasalahan yang akan diungkap dalam penelitian ini antara lain :

1. Taksa apa sajakah penyusun vegetasi Kala Holosen di Daerah Cilacap?

2. Bagaimana dinamika vegetasi yang terjadi selama Kala Holosen di

Daerah Cilacap?

3. Bagaimana dinamika garis pantai selama Kala Holosen di Daerah

Cilacap?

Bukti palinologi yang ditemukan dapat digunakan untuk merekonstruksi

pola dinamika vegetasi dan perubahan garis pantai yang terjadi selama Kala

Holosen di Cilacap.

Beberapa asumsi yang mendasari penelitian ini adalah :

1. Bukti palinologi dapat digunakan untuk identifikasi tumbuhan yang ada

sekarang maupun yang telah menjadi fosil.

2. Perubahan iklim yang terjadi pada Kala Holosen sangat mempengaruhi

kehidupan flora maupun fauna yang ada pada waktu itu, baik langsung

maupun tidak langsung. Kajian palinologi memberikan gambaran vegetasi

tumbuhan yang ada pada waktu itu, sehingga data palinologi dapat dipakai

Page 8: S3-2014-294343-chapter1

8

untuk menginterpretasikan masalah yang terkait dengan stratigrafi,

paleoekologi, paleoklimat.

3. Adanya perubahan garis pantai akibat perubahan iklim di suatu daerah dapat

diungkap melalui pendekatan palinologi. Analisis polen dan spora yang

terendapkan dalam suatu sedimen dapat mengungkapkan latar belakang

perubahan tersebut selama periode Holosen.

3. Tujuan Penelitian

Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk merekontruksi vegetasi dan

dinamika garis pantai pada Kala Holosen di daerah Cilacap dengan menggunakan

bukti palinologi melalui:

1. Identifikasi taksa penyusun vegetasi pada Kala Holosen di daerah

Cilacap.

2. Analisis dinamika vegetasi yang terjadi selama Kala Holosen di daerah

Cilacap.

3. Analisis dinamika garis pantai di daerah Cilacap selama Kala Holosen.

4. Manfaat Penelitian

Secara teoritis, penelitian ini adalah untuk mencari satu bentuk

pengembangan dan pendekatan serta peningkatan pemahaman tentang penerapan

ilmu pengetahuan. Minimnya bukti–bukti dan data mengenai dinamika iklim,

lingkungan dan vegetasi pada masa lampau menjadi kendala untuk

menggambarkan dan merekonstruksi kembali iklim dan lingkungan pada masa

lampau. Pada masa sekarang perubahan iklim dapat diketahui melalui pengukuran

kuantitatif variabel iklim seperti perubahan temperatur, curah hujan, arah angin,

perubahan muka air laut, perubahan bentang alam vegetasi. Keberadaan bukti dan

Page 9: S3-2014-294343-chapter1

9

berdasarkan data palinologi ini menjadi sangat penting karena sebagai salah satu

bukti valid dari keberadaan flora-vegetasi di masa lampau pada suatu habitat atau

lingkungan tertentu termasuk daerah pantai, sehingga dapat memberi gambaran

iklim, lingkungan dan bentang alam pada masa tersebut.

Sebagai aspek praktis, bukti dan data palinologi berupa fosil polen dapat

menjadi satu alternatif metode serta cara untuk mengungkap dinamika iklim

berupa kurva iklim jangka pendek (short-term) dan biodiversitas flora-vegetasi

Kala Holosen di daerah Cilacap sehingga bisa berguna di masa sekarang dan

yang akan datang diantaranya untuk perencanaan rehabilitasi dan konservasi

sumber daya tumbuhan (biodiversitas tumbuhan) sekitar pantai sebagai upaya

antisipasif perubahan muka air laut sebagai perubahan iklim secara global maupun

perencanaan pembangunan wilayah Cilacap dimasa mendatang. Potensi bahaya

dan kerugian secara ekonomi maupun ekologis sebagai dampak kenaikan muka

air laut dapat diantisipasi dan diminimalisasi.

5. Keaslian Penelitian

Beberapa penelitian tentang flora dengan pendekatan palinologis di Pulau

Jawa telah dilakukan antara lain di Sangiran oleh Semah (1982), Thanikaimoni

(1983) di daerah Borobudur, di Situ Bagendit Jawa Barat oleh Winantris dkk.

(1993), Stuijts (1993) di Situ Gunung, Telaga Saat, Telaga Putri, Situ

Bayongbong, Ranca Upas, Telaga Patengan, Kawah Putih, dan Situ Ciharus. Jawa

Timur pada Formasi Nampol dilakukan oleh Rahardjo dkk (1998), , Pudjoarinto

(1999) di daerah Dieng Wonosobo, Setijadi (2001) penelitian di daerah Bumiayu,

Yulianto dkk. (2005) di Kalimantan, Sayekti (2008) penelitian palinologi di

Page 10: S3-2014-294343-chapter1

10

Telaga Cebong Dieng, Setijadi dan Suedy (2011) di daerah Rembang dan

Semarang, dan Suedy dkk. (2011) di daerah Banyumas. Penelitian palinologi di

daerah Cilacap belum pernah diteliti, sehingga menarik dilakukan penelitian guna

mengungkap dinamika vegetasi dan garis pantainya pada Kala Holosen.

Kebaruan yang diharapkan dalam penelitian yang dilakukan ini adalah

penggunaan fosil polen dan spora untuk merekonstruksi dinamika vegetasi dan

garis pantai di daerah Cilacap. Secara khusus penelitian ini dapat mengembangkan

metode dan model pendekatan ilmiah dengan memanfaatkan data-data palinologi

dan vegetasi masa lampau untuk mengungkapkan fenomena dinamika iklim dan

biodiversitas flora maupun lingkungan, sehingga dapat diperoleh informasi serta

sudut pandang baru sebagai antisipasi perubahan alam dan lingkungan serta iklim

yang telah dan akan terjadi dimasa kini maupun yang akan datang. Gambaran

pola pergeseran vegetasi masa lampau akibat langsung maupun tidak langsung

dari perubahan iklim, sehingga penelitian ini diharapkan mampu membuktikan

telah terjadi fluktuasi iklim selama Holosen. Perubahan iklim masa lampau

terbukti mempengaruhi komunitas tumbuhan baik yang berada di dataran tinggi,

dataran rendah, maupun pantai. Rekonstruksi vegetasi lampau membuktikan

terjadinya fluktuasi iklim yang bersifat global selama Holosen.