rumus ankkkkjjjjtoine
DESCRIPTION
jjjTRANSCRIPT
Rumus Antoine
MENGHITUNG TEKANAN SATURATEDRumus :
Psat = exp [C1 + (C2/T) + C3 x ln (T) + C4 x T^C5]
Keterangan:Psat : tekanan saturated (Pa)T : temperature (Kelvin)C1-5 : konstanta Antoine (data dapat dilihat pada perry table 2-6)
Diketahui: Konstanta Antoine komponen ammonia (NH3) sebagai berikut:C1 = 90,483C2 = -4669,7C3 = -11,607C4 = 1,7194 x 10-2C5 = 1
* Menghitung P saturated dalam flash drum 110-FT = 14,4 0C = 287,4 0KPsat = exp [C1 + (C2/T) + C3 x ln (T) + C4 x T^C5]= exp [90,483 + (-4669,7/287,4) + (-11,607 x ln 287,4) +( 1,7194 x 10-2 x 287,4)]= exp [90,483 – 16,248 – 65,706 + 4,942]= exp [13,471]= 708.567,0711 Pa = 7,224 kg/cm2
* Menghitung P saturated dalam flash drum 111-FT = -8 0C = 265 0KPsat = exp [C1 + (C2/T) + C3 x ln (T) + C4 x T^C5]= exp [90,483 + (-4669,7/265) + (-11,607 x ln 265) +( 1,7194 x 10-2 x 265)]= exp [90,483 – 17,622 – 64,764 + 4,556]= exp [12,653]= 312.700,1428 Pa = 3,188 kg/cm2
* Menghitung P saturated dalam flash drum 112-FT = -33 0C = 240 0KPsat = exp [C1 + (C2/T) + C3 x ln (T) + C4 x T^C5]= exp [90,483 + (-4669,7/240) + (-11,607 x ln 240) +( 1,7194 x 10-2 x 240)]= exp [90,483 – 19,457 – 63,614 + 4,127]= exp [11,539]= 102.641,745 Pa = 1,046 kg/cm2
Membuat Diagram t-xy -Sistem Ideal
Kategori: ThermoDiposting oleh Chemeng Sai pada Jumat, 07 Agustus 2009 [2296 Dibaca] [4 Komentar]
Pada perhitungan - perhitungan yang melibatkan kesetimbangan uap cair ( VLE ), seringkali kita diminta untuk membuat diagram T-xy, dengan diagram tersebut kita dapat menentukan temperature bubble dan dew pada berbagai komposisi. Umumnya grafik tersebut dibuat dalam komposisi senyawa yang lebih ringan ( more volatile ) dari campuran tersebut. Pada diagram T-xy, tekanan sistem sudah ditentukan terlebih dahulu ( tekanan sistem sudah fix ) , sehingga dengan demikian, komposisi dan temperature yang akan dihitung
Berikut bentuk dari diagram T-xy
sumber : http://www.cheresources.com/phaseeq3.gif
Pada diagram di atas terbagi atas tiga area, yang pertama adalah fase liquid, yang kedua adalah fase campuran uap- liquid ( area yang bewarna kuning ) dan yang ketiga adalah fase uap. Fase campuran uap liquid dibatasi oleh dua buah kurva yaitu kurva dew point dan kurva bubble point. bubble point adalah kondisi dimana gelembung uap pertama kali terbentuk, pada kondisi ini fraksi uap adalah sama dengan nol, sedangkan pada dew point adalah kondisi dimana tetes cairan pertama terbentuk akibat dari pengkondensasian, pada kondisi ini fraksi uap sama dengan 1. Jika kurva tersebut semakin mendekat ke arah kurva bubble point, maka kualitas uap atau fraksi uap yang terbentuk semakin sedikit, begitu juga sebaliknya. Garis horizontal putus - putus disebut juga dengan tie line, dimana garis ini menghubungkan komposisi liquid dan uap dalam keadaan setimbang. Pada grafik di atas, nilai x1 ( pada
liquid ) akan memiliki komposisi pada uap dengan nilai y1, dapat kita lihat bahwa x1 dan y1 memiliki memiliki temperature yang sama pada saat setimbang.
sumber:http://www.chemeng.ed.ac.uk/~jwp/procalcs/procalcs/mixtures/vle_data/hex-pent.gif
Ambil contoh pada grafik di atas jika kita tarik garis vertikal untuk x1 dengan nilai 0.45 ( fase liquid ) kemudian dari kurva bubble point tersebut kita tarik garis horizontal ( kiri ke kanan ) dan berpotongan pada kurva dew point, dan terus kita tarik garis vertikal dari atas menuju ke bawah, maka akan di dapatkan nilai y1 ( pada fase uap ) sebesar 0.7, dan temperature saat setimbang adalah 50 oC.
Jika suatu campuran liquid kita panaskan dari fase liquid, maka campuran tersebut akan perlahan - lahan bergerak menuju ke kurva bubble point, dengan suhu didih sebesar Tbp jika di panas kan terus ,maka uap akan terbentuk dan fraksi uap secara perlahan akan terus meningkat begitu pula dengan temperaturnya , hingga menuju ke kurva dew point, dimana uap akan terbentuk seluruhnya ( fraksi uap = 1 ) dengan temperature Tdp ( temperatuer dew point ) , jika campuran ini terus dipanaskan, maka akan terbentuk superheated vapour, dengan temperature yang jauh lebih tinggi dari pada Tdp.
Ambil Contoh, jika komposisi ( fraksi mol ) liquid hexane/pentane yang kita panaskan awalnya adalah masing - masing sebesar 0.5 ( lihat grafik diatas ), maka Tbp nya adalah ± 48 oC, jika campuran tersebut terus dipanaskan maka akan terbentuk campuran uap liquid, jika dipanaskan lagi maka akan mencapai Tdp yaitu sebesar 52 oC, temperature superheatednya adalah besar dari 52 oC
Perhitungan diagram t-xy dapat dilakukan sebagai berikut :
1. Tentukan temperature saturated komponen 1 (t1sat ) dan temperature saturated komponen 2
( (t1sat ) dengan persamaan Antoine : t1
sat = -C1 dan t2sat = -C2
2. Buat Range temperature , misalkan dengan --> range = ( t2sat
- t1sat )/10, sehingga kenaikan
( increment ) temperature menjadi t1sat = t1
sat + range, 3. Untuk masing- masing increament hitung tekanan saturated 1 ( P1
sat ) dan tekanan saturated
2 ( P2sat ) dengan persamaan Antoine : Psat = exp A -
4. Hitung rumus x1 ( x2 = 1-x1 )dengan , x1 = , sedangkan untuk menghitung komposisi kesetimbangannya pada fase uap y1, dapat dihitung dengan menggunakan Roult , y 1 =
, y2 = 1 - y1
Alogritma di atas dapat diselesaikan dengan Excel, maupun dengan fortran, untuk penyelesaian dengan fortran dapat dibuat sebagai berikut :
Contoh :
Example 10.1 pada buku Introduction to Chemical Engineering Thermodynamics , karangan Van Ness, buatlah diagram t vs x1 dan t vs y1 untuk sistem acetonitrile (1) / nitromethane (2) pada tekanan 70 kPa dengan data konstanta Antoine untuk acetonitrile A1 = 14.2724 , B1 = 2945.47, C1 = 224.0 dan nitromethane A2 = 14.2043, B2 = 2947364 , C2 = 209.0, dimana P dalam kPa dan T dalam celcius
Penyelesaian :
Dengan menggunakan kode program di atas dan dengan input yang diberikan maka didapatkan hasil sebagai berikut :
T1SAT = 69.845 T2SAT = 89.584 T P1SAT P2SAT x1 y1 ---------------------------------------- 69.845 70.000 34.596 1.000 1.000 71.818 74.842 37.288 .871 .931 73.792 79.948 40.147 .750 .857 75.766 85.329 43.182 .636 .776 77.740 90.994 46.399 .529 .688 79.714 96.954 49.807 .428 .593 81.688 103.219 53.414 .333 .491 83.662 109.802 57.228 .243 .381 85.636 116.712 61.258 .158 .263 87.610 123.961 65.512 .077 .136 89.584 131.560 70.000 .000 .000 -----------------------------------------
Sumber :
1. J.M Smith, H.C Van Ness, M.M Abbott, Introduction to Chemical Engineering Thermodynamics, 3rd Ed, 2001, McGraw Hill
2. Ari Kurniawan, Perhitungan Plate Pada Kolom Destilasi Untuk Sistem Binary Berdasarkan Metode McCabe-Thiele Dengan menggunakan Quick Basic, 2006, ( tidak dipublikasikan )
KATA PENGANTAR
Puji syukur praktikan ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmat-Nya sehingga
praktikan dapat melaksanakan praktikum dan pembuatan laporan pada Praktikum Kimia Fisika di
Laboratorium Kimia Fisika, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara
dengan baik.
Laporan ini praktikan susun berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan di dalam Laboratorium
Kimia Fisika, Departemen Teknik Kimia, Universitas Sumatera Utara dan ditambahkan dengan teori-
teori kimia fisika tentang Kesetimbangan Uap-Cair.
Dalam kesempatan ini praktikan ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Orang tua yang telah memberikan bantuan baik materil dan spiritual
2. Kepala Laboratorium Kimia Fisika : Zuhrina Masyithah, ST, MSc
3. Abang dan Kakak asisten Laboratorium Kimia Fisika
4. Teman-teman angkatan 2007 yang telah memberikan saran dan bantuannya kepada praktikan
sehingga dapat menyelesaikan laporan ini.
Namun demikian praktikan menyadari apa yang ada dalam laporan ini masih jauh dari
sempurna. Untuk itu adanya kritik dan saran yang membangun sangat membantu dalam
penyempurnaan laporan. Akhirnya praktikan berharap semoga laporan ini ada manfaatnya bagi
praktikan dan yang membacanya.
Medan, 2009
Praktikan,
( Mhd. Darwis Munthe )
BAB I
APLIKASI
1.1 Aplikasi percobaan
1.1.1 Produksi Paraxylene dan Terepthalic Acid
Xylene adalah hidrokarbon aromatik yang terdiri dari benzen yang berikatan dengan dua
metil dan dapat diproduksi melalui reformasi katalitik naphta. Reformasi katalitik naphta
menghasilkan campuran xylene yang terdiri dari paraxylene (p-xylene), ortoxylene (o-xylene),
metaxylene (m-xylene), dan ethylbenzene. P-xylene adalah isomer yang bernilai jual paling tinggi
karena dapat digunakan sebagai bahan baku pada produksi terephthalic acid pada pabrik polyester.
Masalah utama dari pemisahan p-xylene dari m-xylene dan o-xylene ialah dekatnya nilai titik
didih ketiga senyawa tersebut yang menyebabkan sulitnya dilakukan distilasi sebagai metode
pemisahan. Saat ini telah banyak berkembang teknik untuk memisahkan p-xylene dari kedua
isomernya dan sejarah perkembangan teknik pemisahan tersebut diawali dengan kristalisasi. Teknik
pemisahan melalui kristalisasi memiliki beberapa kekurangan yaitu hanya dapat dilakukan pada skala
yang kecil dan reliabilitas alat-alat yang digunakan rendah. Teknik pemisahan lain yang berkembang
ialah adsorpsi selektif. Saat ini, 90% produksi p-xylene dunia menggunakan teknik adsorpsi selektif.
1.1.2 Pemisahan Paraxylene
1.1.2.1 Kristalisasi
CrystPXsm menerapkan teknik kristalisasi 2 tahap dan merupakan hasil pengembangan
teknologi awal pemishan p-xylene dengan kristalisasi. Umpan yang berupa campuran xylene
dialirkan ke kristalisator tahap pertama. Pada kristalisator tahap pertama terjadi penurunan
temperatur sehingga p-xylene yang memiliki titik beku tertinggi membentuk kristal, sedangkan
isomer lainnya tetap berfasa cair. Campuran cairan dan kristal tersebut kemudian dialirkan ke
sentrifugator sehingga terjadi pengendapan kristal p-xylene membentuk slurry.
Cairan yang terdiri dari o-xylene dan m-xylene dialirkan ke isomerator untuk menghasilkan
lebih banyak p-xylene, sedangkan slurry dialirkan ke kolom pelelehan. Pada kolom pelelehan, terjadi
pemanasan sehingga kristal p-xylene meleleh. Kemudian, lelehan dialirkan ke kristalisator tahap
kedua. Pada kristalisator tersebut kembali terjadi kristalisasi p-xylene. Setelah itu, campuran cairan
dan kristal dialirkan ke sentrifugator dan kemudian slurry dialirkan ke bejana pelelehan. Beberapa
perusahaan pengembang sejenis ialah BEFS Prokem, Raytheon, BP, Sulzer, dan Axens.
1.1.2.2 Adsorbsi Selektif
Pada proses adsorpsi, p-xylene dan isomer-isomernya dialirkan ke bejana unggun tetap yang
berisi molecular sieves yang secara selektif hanya mengadsorpsi p-xylene, sedangkan isomer-isomer
lainnya tidak teradsorp dan dialirkan keluar dari bejana adsorpsi. Pelarut yang dapat diregenerasi
dialirkan ke bejana adsorpsi dan berfungsi untuk melarutkan p-xylene yang telah teradsorp pada
molecular sieves. Setelah proses adsorpsi, pelarut dipisahkan dari p-xylene dengan cara distilasi.
Rafinat yang terdiri dari m-xylene dan o-xylene diisomerisasi untuk menghasilkan lebih banyak p-
xylene. Teknik pemisahan p-xylene dari isomer-isomer xylene lainnya melalui proses adsorpsi selektif
telah dikembangkan oleh Axen’s Eluxyl dan UOP’s Parex (Hidayat, 2008).
Gambar 1.1 Flowchart pembuatan Pararxylene
(Hidayat, 2008)
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN
2.1 Hasil Percobaan
Larutan biner yang digunakan adalah aquadest 70 ml dan asam asetat 40 ml dan
peniter adalah larutan NaOH 1 N 250 ml.
Tabel 2.1 Hasil Percobaan
T (oC) Volume
Destilat (ml)
Volume NaOH
(ml)
Massa
destilat (gr)
Massa jenis
(gr/ml)
105 23 21,7 21,82 0,949
107 20 22 18,18 0,859
109 19 23,4 16,91 0,890
111 17 25,5 14,96 0,880
113 15 30,5 13,07 0,871
2.2 Pembahasan
2.2.1 Grafik PoH2O -vs- Suhu (Teori)
Gambar 2.1 Grafik poH2O -vs- Suhu (Teori)
Pada Gambar 2.1 terlihat bahwa grafik yang terbentuk dari data tekanan uap PoH2O dengan
suhu T(oC) secara teori adalah berupa suatu garis lurus yang meningkat dari kiri ke kanan yang
menandakan bahwa kenaikan suhu sebanding dengan tekanan uap dari air (Smith, 2005).
Secara matematis dapat dilihat pada persamaan Antoine berikut :
ln Psat = A - (Perry, 1997)
Dimana : Psat = Tekanan uap ( Atm )
A, B, C = Konstanta parameter persamaan Antoine
T = Suhu ( oC )
2.2.2 Grafik Suhu -vs- xH2O (Teori)
Gambar 2.2 Grafik Suhu -vs- xH2O (Teori)
Pada gambar 2.2 terlihat bahwa fraksi mol cair H2O secara teori menurun seiring dengan
bertambahnya suhu. Hal ini disebabkan pada suhu yang semakin tinggi di atas titik didih air 100oC,
air sudah menguap sehingga jumlah air dalam bentuk cair makin sedikit. Akibatnya fraksi mol cair
H2O semakin berkurang pula. Grafik yang diperoleh secara teori berupa grafik eksponensial yang
semakin menurun (Perry, 1997).
Secara matematis dapat dilihat melalui rumus :
(Kenneth, 1993)
Dimana : μi* = Viskositas uap (Cp)
μio = Viskositas cairan (Cp)
T = Suhu (oC)
Pi = Tekanan (atm)
Ki = Tetapan Kesetimbangan
R = Bilangan Avogadro (0,08206 L.Atm/mol.K atau 8,314
L.Pa/mol.K
2.2.3 Grafik Suhu -vs- xH2O (Praktek)
Gambar 2.3 Grafik Suhu -vs- xH2O (Praktek)
Pada Gambar 2.3 ditunjukkan grafik suhu -vs- fraksi mol cair H2O yang diperoleh secara
praktek. Grafik berupa garis lurus. Pada suhu yang semakin tinggi diatas titik didih H2O 100oC, H2O
sudah menguap sehingga jumlah H2O dalam bentuk cair makin sedikit yang mengakibatkan xH2O
semakin berkurang pula (Smith, 2005).
Berarti hasil percobaan yang diperoleh sesuai dengan teori dimana semakin tinggi suhu H2O
maka semakin sedikitnya xH2O yang diperoleh, yaitu pada suhu 105 oC ; 107oC ; 109oC ; 111oC dan
113oC diperoleh xH2O masing-masing sebesar 0,967 ; 0,960 ; 0,954 ; 0,943 dan 0,939.
Dari percobaan yang telah dilakukan diperoleh bahwa fraksi mol cair H2O akan semakin
menurun dengan adanya peningkatan suhu meskipun dari grafik terlihat adanya perbedaan fraksi
mol cair H2O praktek dengan teori. Hal itu mungkin disebabkan oleh berbagai hal seperti berikut :
1. Pembacaan suhu termometer yang kurang tepat
2. Kurang terisolasinya rangkaian peralatan yang menyebabkan uap cairan keluar pada saat
proses destilasi
3. Penentuan volume pentiter yang tidak tepat (kelebihan atau kekurangan)
4. Pengukuran volume dan massa cairan yang tidak tepat.
2.2.4 Grafik Suhu -vs- xHAc (Teori)
Gambar 2.4 Grafik Suhu -vs- xHAc (Teori)
Pada Gambar 2.4 ditunjukkan grafik suhu -vs- fraksi mol cair HAc yang diperoleh secara teori.
Terlihat bahwa fraksi mol cair HAc secara teori bertambah seiring dengan bertambahnya suhu. Hal
ini disebabkan pada suhu yang semakin tinggi di atas titik didih air 100oC, air sudah menguap tetapi
asam asetat belum menguap. Akibatnya fraksi mol cair HAc semakin bertambah pula. Grafik yang
diperoleh secara teori berupa grafik eksponensial yang semakin meningkat (Kenneth, 1993).
Secara matematis dapat dilihat melalui rumus :
(Kenneth, 1993)
Dimana : μi* = Viskositas uap (Cp)
μio = Viskositas cairan (Cp)
T = Suhu (oC)
Pi = Tekanan (atm)
Ki = Tetapan Kesetimbangan
R = Bilangan Avogadro (0,08206 L.Atm/mol.K atau 8,314
L.Pa/mol.K
2.2.5 Grafik Suhu -vs- xHAc (Praktek)
Gambar 2.5 Grafik Suhu -vs- xHAc (Praktek)
Dari Gambar 2.5 ditunjukkan grafik suhu –vs- fraksi mol cair HAc yang diperoleh secara
praktek. Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan diperoleh bahwa fraksi mol cair dari
asam asetat akan semakin meningkat dengan adanya peningkatan suhu, yaitu pada suhu 105 oC ; 107
oC ; 109 oC ; 111 oC dan 113 oC diperoleh xHAc masing-masing sebesar 0,033 ; 0,040 ; 0,046 ; 0,057
dan 0,061. Dapat dilihat bahwa untuk suhu yang semakin tinggi maka fraksi mol cair HAc akan
semakin meningkat.
Berarti hasil percobaan yang diperoleh sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa suhu
yang semakin tinggi di atas titik didih air 100 oC, air sudah menguap tetapi asam asetat belum
menguap yang mengakibatkan fraksi mol asam asetat semakin bertambah pula (Kenneth, 1993).
2.2.6 Grafik Suhu – vs – yH2O (Teori)
Gambar 2.6 Grafik Suhu -vs- yH2O (Teori)
Pada Gambar 2.6 ditunjukkan grafik suhu -vs- fraksi mol uap air yH2O. Dapat dilihat bahwa
fraksi mol uap H2O secara teori berkurang seiring dengan bertambahnya suhu. Hal ini disebabkan
pada suhu 100oC (titik didih air), air sudah mulai menguap sedangkan HAc belum. Tetapi jika
pemanasan terus dilanjutkan, maka pada suatu saat asam asetat akan mulai menguap juga.
Akibatnya fraksi uap H2O akan berkurang karena adanya uap asamasetat yang tercampur dengan
uap air (Smith, 2005).
Secara matematis dapat dilihat dari persamaan Hukum Roult berikut :
yiPo = xiPisat (Perry, 1997)
Dimana : Po = Tekanan uap (atm)
Pisat = Tekanan uap murni (atm)
x = Fraksi mol cair
y = Fraksi mol uap
Dan dari persamaan Antoine, P adalah
ln Psat = A - (Perry, 1997)
Dimana : Psat = Tekanan uap (atm)
A, B, C = Konstanta parameter persamaan Antoine
T = Suhu (oC)
2.2.7 Grafik Suhu -vs- yH2O (Praktek)
Gambar 2.7 Grafik Suhu -vs- yH2O (Praktek)
Dari grafik suhu -vs- fraksi mol uap air yang diperoleh secara praktek. Pada suhu 100 oC (titik
didih air), air sudah mulai menguap sedangkan asam asetat belum. Tetepi jika pemanasan terus
dilanjutkan, maka pada suatu saat asam asetat akan mulai menguap juga. Akibatnya fraksi uap air
yH2O akan berkurang karena adanya uap asam asetat yang tercampur dengan uap air (Smith, 2005).
Berarti hasil percobaan yang diperoleh sesuai dengan teori dimana semakin tinggi suhu H2O
maka semakin sedikitnya yH2O yang diperoleh, yaitu pada suhu 105 oC ; 107 oC ; 109 oC ; 111 oC dan
113 oC masing-masing diperoleh yH2O sebesar 0,981 ; 0,977 ; 0,974 ; 0,967 dan 0,965.
2.2.8 Grafik Suhu -vs- yHAc (Teori)
Gambar 2.8 Grafik Suhu -vs- yHAc (Teori)
Pada Gambar 2.8 dapat diketahui bahwa fraksi mol uap HAc akan semakin meningkat
dengan bertambahnya suhu. Hal ini disebabkan karena titik didih asam asetat lebih besar
dibandingkan dengan titik didih air karena pada suhu sekitar 100 oC asam asetat sudah
menguap. Jika pemanasan terus dilanjutkan, maka asam asetat yang menguap akan semakin
banyak. Akibatnya fraksi mol uap HAc akan semakin bertambah pula (Kenneth, 1993).
Secara matematis dapat dilihat dari persamaan hukum Roult sebagai berikut :
yiPo = xiPisat (Perry, 1997)
Dimana : Po =Tekanan uap (atm)
Pisat = Tekanan uap murni (atm)
X = Fraksi mol cair
y = Fraksi mol uap
Dan juga persamaan Antoine berikut ini :
ln Psat = A - (Perry, 1997)
Dimana : Psat = Tekanan uap (atm)
A, B, C = Konstanta parameter persamaan Antoine
T = Suhu (oC)
2.2.9 Grafik Suhu -vs- yHAc (Praktek)
Gambar 2.9 Grafik Suhu -vs- yHAc (Praktek)
Dari Gambar 2.9 ditunjukkan pada grafik suhu -vs- yHAc yang diperoleh secara praktek,
dapat dilihat bahwa untuk suhu yang semakin tinggi maka fraksi mol uap HAc akan semakin
meningkat.Pada suhu 100oC, asam asetat mulai menguap.Jika pemanasan terus dilanjutkan, maka
asam asetat yang menguap akan semakin banyak yang mengakibatkan fraksi mol HAc dalam uap
semakin bertambah pula (Smith, 2005).
Berarti hasil percobaan yang diperoleh sesuai dengan teori dimana semakin tinggi suhu HAc
maka semakin banyak yHAc yang diperoleh, yaitu pada suhu 105 oC ; 107 oC ; 109 oC ; 111oC, dan 113 oC masing-masing diperoleh yHAc sebesar 0,019 ; 0,023 ; 0,026 ; 0,033 dan 0,035.
2.2.10 Grafik yH2O -vs- xH2O (Teori)
Gambar 2.10 Grafik yH2O -vs- xH2O (Teori)
Pada Gambar 2.10 grafik yH2O – Vs – xH2O secara teori terlihat bahwa semakin
bertambahnya fraksi mol cair H2O maka semakin bertambah pula fraksi mol uap H2O. Dan
sebaliknya, Fraksi mol uap H2O akan berkurang seiring dengan berkurangnya fraksi mol cair H2O.
Dengan demikian grafik yang diperoleh adalah grafik yang berupa garis lurus yang semakin
meningkat (Perry, 1997).
Secara matematis dapat dilihat dari persamaan hukum Roult :
yiPo = xiPisat (Perry, 1997)
Dimana : Po = Tekanan uap (atm)
Pisat = Tekanan uap murni (atm)
x = Fraksi mol cair
y = Fraksi mol uap
2.2.11 Grafik yH2O -vs- xH2O (Praktek)
Gambar 2.11 Grafik yH2O -vs- xH2O (Praktek)
Pada Gambar 2.11 grafik yH2O -vs- xH2O secara praktek terlihat bahwa hubungan fraksi mol
uap H2O akan semakin meningkat apabila fraksi mol cair H2O juga semakin meningkat pula, yaitu
pada xH2O 0,967 ; 0,960 ; 0,954 ; 0,943 dan 0,939 masing-masing diperoleh yH 2O adalah 0,981 ;
0,977 ; 0,974 ; 0,967 dan 0,965.
Berarti, secara praktek diperoleh bahwa fraksi mol uap H2O sebanding dengan fraksi mol cair
H2O. Hal ini sesuai dengan teori bahwa semakin bertambahnya fraksi mol uap H2O maka fraksi mol
cair H2O akan semakin bertambah juga (Perry, 1997). Grafik yang diperoleh secara praktek berupa
garis lurus yang semakin meningkat. Sedangkan secara teori grafik yang diperoleh berupa garis lurus
yang semakin meningkat juga (Perry, 1997).
2.2.12 Grafik yHAc -vs- xHAc (Teori)
Gambar 2.12 Grafik yHAc -vs- xHAc (Teori)
Pada Gambar 2.12 grafik yHAc – Vs – xHAc secara teori terlihat bahwa semakin
bertambahnya fraksi mol cair HAc maka semakin bertambah pula fraksi mol uap HAc. Dan
sebaliknya, semakin berkurangnya fraksi mol cair asam asetat maka semakin berkurang pula fraksi
mol uap asam asetat. Dengan demikian grafik yang diperoleh adalah grafik garis lurus yang semakin
meningkat (Perry, 1997).
Secara matematis dapat dilihat dari persamaan hukum Roult sebagai berikut :
yiPo = xiPisat (Perry, 1997)
Dimana : Po = Tekanan uap (atm)
Pisat = Tekanan uap murni (atm)
x = Fraksi mol cair
y = Fraksi mol uap
2.2.13 Grafik yHAc -vs- xHAc (Praktek)
Gambar 2.13 Grafik yHAc -vs- xHAc (Praktek)
Secara praktek juga diperoleh bahwa hubungan fraksi mol uap HAc akan semakin meningkat
apabila fraksi mol cair HAc juga akan semakin meningkat. Berarti, secara praktek diperoleh bahwa
fraksi mol uap HAc sebanding dengan fraksi mol cair HAc. Hal ini sesuai dengan teori bahwa semakin
betambahnya fraksi mol uap HAc maka fraksi mol cair HAc akan semakin bertambah juga (Perry,
1997). Grafik yang diperoleh secara praktek berupa garis lurus yang semakin meningkat. Sedangkan
secara teori grafik yang diperoleh berupa garis lurus yang semakin meningkat juga (Perry, 1997).
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Bahan
3.1.1 Asam asetat Glasial
A. Sifat fisika
1 BM : 60,05 gr/mol
2 Titik didih : 117,9 oC
3 Titik leleh : 16,6 oC
4 Temperatur kritik : 321,6 oC
5 Densitas : 1,049 gr/ml
6 Indeks bias : 1,3719
7 Spesifik grafity : 1,051 saat 20 oC
8 Viskositas (20 oC) : 1,12 cp
9 Spesific heat : 209,4 cal/gr oC (liquid)
0,487 cal/gr oC (solid)
10 Panas pembakaran : 209,4 kkal/mole
11 Panas pembentukan : 116,2 kkal/mole
B. Sifat Kimia
1 Dapat bercampur dengan air, eter, alkohol.
2 Tidak larut dalam karbon disulfida.
3 Merupakan asam lemah dalam larutan air (Ka = 1,8 x 10-5).
4 Asam asetat pekat bersifat korosif, menyebabkan luka bakar pada kulit.
5 Asam asetat dapat menetralisasi hidroksida alkali membentuk garam asetat.
6 Dapat mendekomposisi senyawa – senyawa karbonat dan beberapa sulfida, seperti seng,
untuk membentuk garam asetat.
7 Dengan logam aktif, asam melepaskan hidrogen, membentuk garam dari logam tersebut.
8 Bersifat polar dengan momen dipol 0.
9 Merupakan pelarut yang baik bagi senyawa organik.
10 Melarutkan basa kuat menjadi ion asetat.
3.1.2 NaOH
A. Sifat Fisika
1 BM : 40 gr/mol
2 Titik didih : 139,6 oC
3 Titik leleh : 318,4 oC
4 Spesific gravity : 2,130 (pada 25oC)
5 Densitas : 2,13
6 Kelarutan dalam air : 0.42 bagian (0oC) dan 3.47 bagian (100oC)
7 Panas pembentukan : - 101,96 kkal/mole
8 Berwarna putih
B. Sifat Kimia
1 Merupakan basa kuat
2 Menyerap uap air dari udara bebas.
3 Bila direaksikan dengan asam akan menghasilkan garam.
4 Bersifat korosif terhadap kulit dan harus ditangani dengan hati – hati supaya kulit tidak
terbakar.
5 Bereaksi dengan larutan garam dari semua jenis logam, mengendap dengan praktis kecuali dari
logam alkali dan ammonium.
6 Larut dalam air, alkohol, gliserol.
7 Bersifat polar.
8 Pada temperatur diatas 1300oC, teroksidasi menjadi elemen pembentuknya.
9 Dalam larutan, NaOH terdisosiasi seluruhnya.
10 Non logam yang dapat bereaksi dengan Natrium hidroksida diantaranya adalah boron, silikon,
pospor dan klorin.
3.1.3 Aquadest
A. Sifat Fisika
1 BM : 18 gr/mol
2 Titik didih : 100 oC
3 Titik beku : 0 oC
4 Titik lebur : 0oC
5 Densitas : 1 gr/ml
6 Indeks bias : 1,333
7 Viskositas : 0,01002 poise
8 Konstanta ionisasi : 10-4
9 Kapasitas panas : 1 kal/gr
10 Bentuk molekul padatnya adalah heksagonal
11 Tidak berbau dan tidak berasa.
B. Sifat Kimia
1 Bersifat polar dan pelarut yang baik untuk berbagai senyawaan polar.
2 Pelarut yang baik bagi senyawa organik.
3 Memiliki konstanta ionisasi yang kecil.
4 Tidak mengalami oksidasi yang kuat.
5 Menyebabkan korosi pada logam besi.
6 Memiliki aktivitas katalitik tertentu seperti oksidasi logam.
7 Oksidasi glukosa menghasilkan karbondioksida, air dan energi.
8 Tidak larut dalam berbagai senyawa non polar, seperti minyak.
9 Merupakan elektrolit lemah., mengionisasi menjadi H3O+ dan OH-.
10 Membentuk ikatan hidrogen antara atom hidrogen pada suatu molekul dengan atom oksigen
pada molekul lain.
11 Air dapat dididihkan dibawah titik didihnya dengan memasukkan ke dalam suatu autoclave
dengan penambahan temperatur.
12 Air dapat dibekukan dibawah titik bekunya dengan penambahan NaCl atau campuran ionisasi
yang lain.
3.1.4 Phenoptalein [(C6H4OH)2C2O2C6H4].
A. Sifat Fisika
1 Berat molekul : 318,31 gr/mol
2 Titik lebur : 216 oC
3 Spesific grafity : 1,299.
4 Densitas : 1,299 gr/ml
5 Kelarutan dalam air : 0,2 / 100 bagian air (20oC)
6 Kelarutan dalam alkohol : 10 / 100 bagian alkohol (25oC)
7 Kelarutan dalam eter : 5,9 / 100 bagian eter
8 Susut pengeringan tidak lebih dari 1,0 %.
9 Kristal berwarna kuning pucat atau putih kekuningan.
10 Berupa serbuk hablur.
B. Sifat Kimia
1 Bersifat asam.
2 Stabil di udara.
3 Larut dalam etanol.
4 Agak sukar dalam eter.
5 Tidak larut dalam air.
6 Range pH 8 – 10.
7 Dalam asam tidak berwarna.
8 Dalam basa akan menjadi warna merah rosa.
9 Larutan tidak berwarna dalam larutan dengan jumlah alkali yang besar.
10 Merupakan hasil interaksi antara fenol dan phthalic anhidrad dalam suatu sulfat.
3.2 Peralatan
1 Labu destilasi
Fungsi : sebagai wadah larutan yanng akan diuapkan.
2 Termometer
Fungsi : sebagai pengukur temperatur labu destilasi.
3 Pendingin leibig
Fungsi : untuk mendinginkanuap destilat.
4 Gelas ukur
Fungsi : untuk mengukur volume zat-zat destilat.
5 Pemanas bunsen
Fungsi : sebagai sumber panas.
6 Kaki tiga
Fungsi : tempat bertumpu labu destilat.
7 Labu erlenmeyer
Fungsi : sebagai tempat penampungan dan pentiteran destilat.
8 Buret
Fungsi : sebagai alat mentiter larutan dengan NaOH.
9 Pipet
Fungsi : sebagai alat penyedot cairan.
10 Corong
Fungsi : sebagai alat memasukkan NaOH ke dalam buret.
11 Klem dan statif
Fungsi : sebagai penyangga pendingin leibig, labu destilat dan buret.
12 Piknometer
Fungsi : untuk menentukan massa larutan atau destilat.
Gambar 3.1 Rangkaian alat percobaan
Keterangan gambar:
1. Labu destilasi
2. Pendingin Leibig
3. Temometer
4. Erlenmeyer
5. Buret
6. Bunsen
7. Kasa dan kaki tiga
8. Statif
9. Gabus
3.3 Prosedur
3.3.1 Prosedur Percobaan
1. Dibuat larutan NaOH 0,4 N sebanyak 400 ml
2. Diambil asam asetat glasial sebanyak 60 ml dan ditambahkan aquades sebanyak 120 ml dan
masukkan kedalam labu destilasi.
3. Densitas larutan diukur dengan menggunakan piknometer
4. Dipipet 5 ml larutan dari labu destilasi dan dimasukkan kedalam erlenmeyer.
5. Ditambahkan phenolptalein sebanyak 3 tetes dan dititer dengan NaOH 0,4 N.
6. Lalu dititrasi hingga berubah warna menjadi merah rosa dan ukur volume NaOH yang digunakan.
7. Kemudian campuran biner dalam labu destilasi dipanaskan perlahan-lahan, hingga tetes pertama
destilat keluar. Dicatat suhu tersebut.
8. Destilat ditampung dalam erlenmeyer setiap kenaikan dua derajat celcius.
9. Lalu destilat diukur volumenya dan ditentukan densitas.
10. Destilat tadi diambil sebanyak 5 ml, lalu ditambahkan 3 tetes phenolptalein dan dititer dengan
NaOH, volume NaOH dicatat.
11. Selanjutnya destilat yang baru, ditampung dalam labu erlenmeyer yang lain dan lakukan hal yang
sama dengan prosedur 10, 11, dan 12 sampai suhu larutan konstan.
3.3.2 Flowchart
Gambar 3.2 Flowchart Prosedur Percobaan Kesetimbangan Uap - Cair
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, Wahyu. 2008. Produksi Paraxylene dan Terepthalic Acid. http://www.majarikanayakan.com.
diakses pada 12 April 2009.
Denbigh, Kenneth. 1993. Prinsip-prinsip Keseimbangan Kimia. Jakarta : Universitas
Indonesia.
Perry, Robert. 1997. Perry’s Chemical Engineer’s Handbook. Edisi ke-7. New York: Mc Graw Hill
Company Inc.
Smith, JM. 2005. Introduction To Chemical Engineering Thermodynamics Sixth
Edition. New York : The McGraw Hill Company Inc.