rumah sakit keluar dari comfort zone demi dukung bpjs indonesia 2014
DESCRIPTION
Menyambut impian Indonesia untuk memulai universal coverage ternyata membutuhkan persiapan system yang bagus, RS sebagai pelayanan sekunder dan tersier perlu menata diri dan masyarakat perlu dididik untuk mengenal pelayanan primerTRANSCRIPT
FOKUS
Oleh sebab itu, DJSN telah menetapkan 114
langkah road map menuju pembentukan BPJS
yang tengah disosialisasikan hingga tingkat
provinsi dan kabupaten/kota agar dapat segera
diimplementasikan. Optimisme pelaksanaan BPJS
diutarakan Wakil Menteri Keuangan Ani Ratnawati asal syarat-
syaratnya terpenuhi.
Pertama, yaitu kestabilan ekonomi secara makro dapat terus
terjaga. Kelangsungan program BPJS sangat bergantung pada
pertumbuhan ekonomi dan ketersediaan infrastruktur penunjang
seperti tenaga kesehatan, fasilitas rumah sakit, puskesmas, dan
lainnya. "Kalau ekonomi baik, lapangan kerja tersedia, tidak terjadi
PHK, maka premi akan tetap terkumpul dengan baik," ucapnya.
Kunci sukses BPJS yaitu database penduduk penerima jaminan
sosial yang harus selalu terbaru. Sedangkan Kementerian Dalam
Negeri sudah mulai merealisasi database penduduk secara online
untuk menghindari terjadinya kartu identitas ganda dan palsu.
Pemerintah optimistis dapat melaksanakan Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) bidang kesehatan pada Januari 2014. Saat ini,
pemerintah sudah merampungkan 80 persen peraturan presiden dan
peraturan lainnya. Termasuk kaitannya dengan besaran dana premi yang
harus dibayarkan pemerintah bagi golongan rakyat miskin.
BPJS Jangan Seperti Pisau Bermata Dua
RS Diajak Keluar dari Masa
"Comfort"
PT Askes sendiri menilai program
e-KTP sangat mendukung
dalam pendataan peserta Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS Kesehatan). Alasanya, dengan
E-KTP, maka BPJS tak perlu lagi
mencetak kartu peserta. Intinya bisa
menghemat uang Negara karena tidak
perlu mencetak kartu baru lagi, tetapi
cukup memanfaatkan e-KTP sebagai
peserta universal coverage jaminan
kesehatan.
Pentingnya profesionalisme personil
manajemen BPJS nanti, mendapatkan
sorotan serius, terutama karena
menyangkut pengelolaan dana yang
sangat besar. "kriteria investasi yang
dapat dilakukan BPJS dapat diperketat
INFOASKES
10
FOKUS
dan diutamakan untuk mendukung sektor
riil," tuturnya.
Pada sisi lain, Kementerian Kesehatan
sudah menyusun roadmap dalam
pencapaian universal coverage jaminan
kesehatan, dalam persiapan transformasi
kelembagaan menuju pelaksanaan Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) di
tahun 2014.
Roadmap itu meliputi aspek kepesertaan,
pemberi pelayanan kesehatan, iuran, dan
regulasi. Pemberi pelayanan kesehatan
dari tahun 2010 sampai dengan tahun
2014, dengan denominator ixed 1.371
rumah sakit yang terdiri dari rumah sakit
pemerintah maupun swasta adalah 75
persen di tahun 2010, 80 persen tahun
2011, 85 persen tahun 2012, 90 persen
tahun 2013, dan 95 persen tahun 2014.
Puskesmas yang memberikan pelayanan
kesehatan dasar bagi penduduk miskin
diharapkan dapat dilayani di 9.001
Puskesmas di tahun 2014. Jumlah ini
meningkat terus mulai dari tahun 2010
baru bisa dilayani di 8.471 Puskesmas,
tahun 2011 di 8.608 Puskesmas, tahun
2012 bisa dilayani di 8.737 Puskesmas,
dan di tahun 2013, ada 8.869 Puskesmas
yang siap melayani Jamkesmas.
Demikian, Direktur Bina Upaya
Kesehatan Rujukan Kemenkes dr
Chairul Rajab Nasution. Kemenkes kini
tengah membuat aturan baru, selain
meminta rumah sakit swasta melayani
Jamkesmas, juga agar menambah
kapasitas rawat inap untuk kelas 3.
"Saat pendirian rumah sakit swasta, ada
ketentuan untuk menyediakan ruang
kelas 3 sebanyak 10 persen," jelasnya.
Semua pihak, termasuk rumah sakit
swasta untuk keluar dari "masa
nyamannya" terkait dengan persiapan
melaksanakan sistem jaminan
sosial nasional. "BPJS I yang akan
menyelenggarakan jaminan kesehatan
akan dimulai awal tahun 2014. Mari
kita keluar dari masa comfort untuk
kepentingan seluruh rakyat Indonesia,"
ajaknya.
Menurutnya, seharusnya semakin
banyak rumah sakit yang dapat
melayani peserta asuransi baik dari
Askes, Jamkesda, dan Jamkesmas.
Karena nantinya, dapat menjadi
satu sistem. "Tetapi yang penting,
masyarakat jika datang ke rumah
sakit langsung dapat dilayani, baik dia
peserta Jamkesmas, Jamkesda, atau
Askes," ujarnya.
Mengenai penyediaan dan penyebaran
dokter agar merata sampai di daerah,
pihaknya telah mendidik dokter umum
untuk mengikuti pelatihan khusus agar
menjadi dokter umum plus. Sehingga
dapat melayani kasus-kasus khusus yang
perlu segera ditangani, seperti menolong
persalinan.
Kemenkes memberikan beasiswa kepada
dokter-dokter dari daerah dan akan
kembali bekerja di wilayah asalnya. Hal ini
agar di daerah segera terisi dokter-dokter.
Adanya sistem kesehatan nasional dan
SJSN, diharapkan dokter akan tertarik ke
dearah. Dan harus disesuaikan dengan
sistem otonomi daerah.
Benahi rujukan
Menurut Direktur Umum RSUP Cipto
Mangungkusumo Prof Dr Akmal Thaher,
pihaknya, ada persiapan khusus
menyambut pelaksanaan BPJS 2014. Yang
penting adalah pentingnya membenahi
sistem kesehatan nasional dan sistem
rujukannya.
RSCM sebagai rumah sakit rujukan
nasional seharusnya hanya menangani
kasus-kasus yang berat yang tidak bisa
diselesaikan di RSUD. Saat ini sekitar 40
persen hingga 50 persen pasien yang
2013, Jamkesmas akan dikelola Askes
11
April 2012
seharusnya tidak perlu ke RSCM, misalnya
operasi usus buntu tidak perlu di RSCM
cukup di RSUD saja.
Tetapi kenyataanya banyak sekali kasus
biasa datang ke RSCM, tetapi pihaknya
tidak boleh menolak pasien. Setiap hari
ada 30 sampai 50 pasien waiting list untuk
dilayani, karena tidak ada kamar.
" Nah jadi seringkali ada kasus yang berat
yang seharusnya ditangani segera oleh
RSCM tidak bisa dilayani karena kamarnya
sudah penuh oleh pasien yang seharunya
ditangani di RSUD itu. Ini perlu perbaikan,"
keluhnya.
Masyarakat juga perlu diberikan edukasi,
tetapi ini pun perlu waktu lama. "Upaya
membuat sistem rujukan di DKI Jakarta
saja tidak mudah, tetapi mulai Juli 2012,
Pemprov DKI Jakarta sudah sepakat,
pasien yang boleh ke RSCM hanya pasien
yang dirujuk dari RSUD DKI Jakarta,"
jelasnya.
Rujukan balik sudah berjalan, tetapi baru
dua RS yaitu rujuk balik ke RS Pasar Rebo
dan RS Budhi Asih.Jadi, RSCM tidak perlu
menambah tempat tidur lagi. Sekarang
saja sudah tersedia 1.300 – 1.400 tempat
tidur. Saat ini sedang dibangun RS khusus
anak di lingkungan RSCM sehingga
semua tempat tidur tersedia 1.600 di
RSCM. Sekitar 70 persen adalah pasien
kelas 3.
Take Home Pay
Dihubungi BIA secara terpisah, Ketua
PB IDI dr Prijo Sidipratomo pihaknya
mendukung pelaksanaan BPJS tahun
2014 namun hendaknya persoalan take
home pay dokter harus diperhitungkan
secara matang. BPJS itu, menurutnya,
merupakan bagian dari program
pemerataan dokter.
FOKUS
INFOASKES
12
"Itu bagian dari pemerataan, dokter
menginginkan itu, siapa bilang dokter tidak
mau ke daerah, tetapi kalau dokter dibayar
“murah meriah” dan tanpa penjagaan,
siapa yang mau," kata Prijo.
Dokter perusahaan di pedalaman dibayar
secara benar. Mereka tidak pernah
kekurangan. "Dokter kita di Papua,
pemerintah sudah memberi take home
pay Rp7.5 juta tanpa ada tambahan lain.
padahal, dari kabupaten ke provinsi biaya
pesawat Rp3juta," jelasnya.
Hal ini berbeda dengan perusahaan.Di
perusahaan, dapat rumah, makan, hak
cuti 2 minggu dg pesawat terbang, hak
izin meninggalkan tempat 2 hari, gajinya
Rp14juta.Dalam penelitian IDI zaman
Ketua IDI dipegang dr Fahmi, tahun 2010,
rangenya antara Rp12 juta sampai Rp17 juta
tetapi masih memperoleh hak-hak lain.
Kalau kompensasi dokter spesialisnya
sekitar Rp30 juta. "Kalau diberikan seperti
itu tidak akan menjadi masalah, tetapi jika
kampanye pimpinan daerah, pengobatan
gratis, tapi dokternya ditekan, ya itu
namanya negara kita bukan menjalankan
sistem kesehatan yang baik. Ya semua
balik kanan, di papua saja ngumpulnya
dokter di Jayapura," jelasnya.
Apabila, BPJS membayar murah meriah,
preminya saja Rp9.500 untuk jasa medik
Rp3000, belum perawat dan tenaga
kesehatan lainnya, tentu saja harus
diikirkan lagi. "Kalau penduduknya
Cuma 1.000 Cuma dapat berapa.
Kami ingin berikan dokter take home
pay, yang layak. Klau dipaksakan
kemungkinan dokter hanya akan
merujuk terhadap pelayaan ksehatan
yang diatasnya."
Oleh karena itu dalam BPJS , IDI,
meminta diberikan take home pay, yang
ideal sekitar Rp30 juta. "Kalau mau
menjalankan BPJS ya harus dilakukan
dengan komprehensif. Upaya kesehatan
masyarakatnya harus dikerjakan betul,
selama ini budget yang hanya 2 persen
dari APBN hanya habis untuk UKP
untuk gaji. UKM harus diberi budget
betul, kalau tidak akan terjadi seperti
yang dikhawatirkan oleh Menkeu.
"Hitungan IDI home pay dokter 10
sampai 14 kali pendapatan per kapita
Rp3500 kali 1 USD dibagi 12”. Kalau
di daerah terpencil kali 1.5 . Jangan
sampai BPJS seperti pisau bermata
dua, bisa menjerumuskan bisa
menyelamatkan," tegasnya.
Menurutnya, rujukan itu hanya 30
persen, jangan 70 persen agar tidak
jebol. Hitung secara benar. Premi dan
kapitasi yang rasional.
"Jumlah dokter anggota IDI 110 ribu.
80 ribu dokter umum, 20 dokter
spesialis, 10 ribu mungkin dokter
pensiun. "Kebutuhan dokter 1: 3.000
tapi sekarang sudah mendekati,"
jelasnya.
FOKUS
Masyarakat juga perlu diberikan edukasi, tetapi ini pun
perlu waktu lama. ”Upaya membuat sistem rujukan di
DKI Jakarta saja tidak mudah, tetapi mulai Juli 2012,
Pemprov DKI Jakarta sudah sepakat, pasien yang
boleh ke RSCM hanya pasien yang dirujuk dari RSUD
DKI Jakarta,” jelasnya.
13
April 2012