status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di
TRANSCRIPT
TESIS
STATUS THERMAL COMFORT PADA LINGKUNGAN
ATMOSFER PERMUKIMAN DI WILAYAH
KECAMATAN DENPASAR BARAT
KOMANG EDY INDRAWAN KUSUMA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
i
SAMPUL DALAM TESIS
STATUS THERMAL COMFORT PADA LINGKUNGAN
ATMOSFER PERMUKIMAN DI WILAYAH
KECAMATAN DENPASAR BARAT
KOMANG EDY INDRAWAN KUSUMA
NIM 1391261004
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
ii
STATUS THERMAL COMFORT PADA LINGKUNGAN
ATMOSFER PERMUKIMAN DI WILAYAH
KECAMATAN DENPASAR BARAT
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister
pada Program Magister, Program Studi Ilmu Lingkungan,
Program Pascasarjana Universitas Udayana
KOMANG EDY INDRAWAN KUSUMA
NIM 1391261004
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
iii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING TESIS Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI
TANGGAL 29 JULI 2015
Pembimbing I,
Prof. Dr. Ir. I Wayan Kasa, M.Rur.Sc
NIP. 194607031980111001
Pembimbing II,
Dr. Drs. I Nyoman Dhana, MA
NIP. 195709161984031002
Mengetahui
Ketua Program Studi
Magister Ilmu Lingkungan
Program Pascasarjana
Universitas Udayana,
Prof. Dr. I Wayan Budiarsa Suyasa, MS
NIP. 196703031994031002
Direktur
Program Pascasarjana
Universitas Udayana,
Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K).
NIP. 195902151985102001
iv
Tesis Ini Telah Diuji pada
Tanggal 23 Juli 2015
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana,
Nomor :2151/UN.14.4/HK/2015, Tanggal 9 Juli 2015
Ketua : Prof. Dr. Ir. I Wayan Kasa, M.Rur.Sc
Anggota :
1. Dr. Drs. I Nyoman Dhana, MA
2. Dr. Ir. I Made Adhika, MSP
3. Dr. Ir. Syamsul Alam Paturusi, MSP
v
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Komang Edy Indrawan Kusuma
NIM. : 1391261004
Program Studi : Magister Ilmu Lingkungan
Judul : Status Thermal Comfort pada Lingkungan Atmosfer
Permukiman di Wilayah Kecamatan Denpasar Barat
Dengan ini menyatakan bahwa karya Tesis ini bebas plagiat.
Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya
bersedia menerima sanksi sesuai Peraturan Mendiknas No. 17 Tahun 2010 dan
Peraturan Perundang-Undangan lainnya yang berlaku.
Gianyar, 29 Juli 2015
Hormat saya,
Komang Edy Indrawan Kusuma
NIM. 1391261004
vi
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur dan angayu bagia penulis panjatkan ke hadapan Ida Sang
Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, karena atas asung kertha wara
nugraha-Nya, tesis yang berjudul “Status Thermal Comfort pada Lingkungan
Atmosfer Permukiman di Wilayah Kecamatan Denpasar Barat” dapat
diselesaikan.
Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. Ir. I Wayan Kasa, M.Rur.Sc selaku
Pembimbing I yang dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan,
semangat, bimbingan, dan saran dalam penyelesaian tesis ini. Terima kasih
sebesar-besarnya pula penulis sampaikan kepada Dr. Drs. I Nyoman Dhana, MA
selaku Pembimbing II yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah
memberikan bimbingan dan saran kepada penulis. Ucapan terima kasih pula
ditujukan kepada Dr. Ir. I Made Adhika, MSP selaku Pembahas yang dengan
sabar memberikan berbagai masukan dan bimbingan demi kesempurnaan tesis ini.
Ucapan yang sama pula ditujukan kepada Dr. Ir. Syamsul Alam Paturusi, MSP
selaku Penguji yang dengan penuh ketelitian dan kesabaran memberikan berbagai
masukan, koreksi dan arahan sehingga tesis ini dapat diselesaikan.
Tidak lupa penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus
kepada Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K). selaku Direktur Program
Pascasarjana yang telah memberikan kesempatan penulis memperoleh pendidikan
Magister Ilmu Lingkungan dan ucapan terima kasih pula penulis tujukan kepada
Prof. Dr. I Wayan Budiarsa Suyasa, MS selaku Ketua Program Studi Magister
Ilmu Lingkungan (PSMIL) Universitas Udayana yang selalu memberikan arahan
dan petunjuk dan dorongan motivasi kepada penulis dalam menyusun tesis ini.
Ungkapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada para dosen dan staf
pengajar Program Studi Magister Ilmu Lingkungan (PSMIL) Universitas Udayana
yang memberikan ilmu dan membuka wawasan keilmuan penulis di bidang Ilmu
Lingkungan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada para staf Sekretariat
Program Studi Magister Ilmu Lingkungan (PSMIL) Universitas Udayana yang
vii
membantu kelancaran semua keperluan administrasi dan akademik penulis.
Terima kasih pula ditujukan kepada rekan-rekan mahasiswa Program Studi
Magister Ilmu Lingkungan (PSMIL) Universitas Udayana yang senantiasa
kompak dalam memberikan dorongan semangat serta masukan dalam penyusunan
tesis ini.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Pemerintah Provinsi
Bali melalui Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Bali yang telah memberikan
ijin belajar kepada penulis dan memberikan biaya studi sehingga penulis dapat
menempuh pendidikan pada Program Studi Magister Ilmu Lingkungan (PSMIL)
Universitas Udayana. Terima kasih pula disampaikan kepada UPT Balai Hiperkes
dan Keselamatan Kerja Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Bali yang
telah memberikan pinjaman alat guna keperluan penelitian dan Bappeda Provinsi
Bali yang telah memberikan sumbangan data-data yang diperlukan dalam
penelitian.
Ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan
kepada Prof. Ir. I Nyoman Rai, M.Si., yang dengan penuh semangat memberikan
dorongan dan bimbingan baik dalam penyusunan tesis maupun dalam masa studi.
Akhirnya penulis menyampaikan terima kasih kepada istri tercinta Dewi
Pusparini, ananda tersayang Bagus Kayana Andhika dan Bhaskara Satyapriya,
orang tua I Nyoman Kusuma dan mendiang Ni Made Rusni yang telah
membesarkan dan mendidik dengan penuh kasih sayang, dan keluarga besar, yang
dengan penuh pengorbanan telah memberikan kesempatan kepada penulis
berkonsentrasi menyelesaikan tesis ini. Semoga Ida Sang Hyang Widhi
Wasa/Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada semua
pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini, serta kepada
penulis sekeluarga.
Gianyar, Juli 2015
Penulis
viii
ABSTRACT
STATUS OF THERMAL COMFORT ON
RESIDENTIAL ATMOSPHERE ENVIRONMENT AT
WEST DENPASAR SUB-DISTRICT AREA
The effect of residential atmosphere environment generally gives
environment stress to the life of the dwellers. One of the environment stress
source is the unfulfilment of thermal comfort. The rapid development of
residential at Denpasar City cause the variation on building density that are low,
medium, high, and very high density classifications. Residential configuration of
each classification gives very strong influence to status of urban’s thermal
comfort. Purpose of the research is to understand the thermal index profile PET,
to identify the status of thermal comfort and to analyze the influence of Tmrt to
thermal index PET of residential atmosphere environment at West Denpasar Sub-
district area.
The research was performed at residential atmosphere environment of
West Denpasar Sub-district area by using RayMan model simulation to obtain
thermal index profile PET. Sampling technique used the stratified random
sampling method with data diversity that is used based on the buildings density.
The thermal index profile PET of residential of low density
classification is the lowest thermal index profile PET compared to the other three
classifications, which are the medium, high, and very high density. One hundred
percent of status of thermal comfort of residential atmosphere environment is in
hot thermal stress and based on average thermal index PET is on physiological
stress level of “Strong heat stress”. Tmrt is the most influential variable to thermal
index PET. The concept to increase the status of thermal comfort of residential
atmosphere environment at West Denpasar area used the bioclimatic approach.
Investigation of status of thermal comfort of residential atmosphere
environment at West Denpasar Sub-district area has given the directive of urban
planning in improving and revitalized urban spaces.
Key words: thermal comfort, thermal index PET, urban bioclimatic, atmosphere
environment.
ix
ABSTRAK
STATUS THERMAL COMFORT PADA LINGKUNGAN
ATMOSFER PERMUKIMAN DI WILAYAH
KECAMATAN DENPASAR BARAT
Efek lingkungan atmosfer permukiman umumnya memberikan tekanan
lingkungan terhadap kehidupan penghuninya. Salah satu sumber tekanan
lingkungan tersebut adalah tidak terpenuhinya thermal comfort. Pertumbuhan
permukiman yang sangat pesat di Kota Denpasar mengakibatkan variasi
kepadatan bangunan yaitu klasifikasi kepadatan rendah, sedang, tinggi dan sangat
padat. Konfigurasi permukiman masing-masing klasifikasi memberikan pengaruh
yang sangat besar terhadap status thermal comfort perkotaan. Tujuan penelitian
adalah mempelajari profil indeks termal PET, mengidentifikasi status thermal
comfort dan menganalisis pengaruh Tmrt terhadap indeks termal PET lingkungan
atmosfer permukiman di wilayah Kecamatan Denpasar Barat.
Penelitian dilakukan di lingkungan atmosfer permukiman wilayah
Kecamatan Denpasar Barat dengan menggunakan simulasi model RayMan untuk
mendapatkan profil indeks termal PET. Teknik pengambilan sampel
menggunakan metode pengambilan sampel acak terstratifikasi dengan keragaman
data yang digunakan berdasarkan kepadatan bangunan.
Profil indeks termal PET permukiman klasifikasi kepadatan rendah
adalah profil indeks termal PET yang terendah dibandingkan dengan tiga
klasifikasi lainnya, yaitu kepadatan sedang, tinggi dan sangat padat. Seratus
persen status thermal comfort lingkungan atmosfer permukiman berada dalam
tekanan termal panas dan berdasarkan rerata indeks termal PET berada pada
tingkat tekanan fisiologis “Strong heat stress”. Tmrt merupakan variabel yang
paling berpengaruh terhadap indeks termal PET. Konsep untuk meningkatkan
status thermal comfort lingkungan atmosfer permukiman di wilayah Denpasar
Barat menggunakan pendekatan bioklimatik.
Investigasi status thermal comfort lingkungan atmosfer permukiman di
wilayah Kecamatan Denpasar Barat telah memberikan pedoman perencanaan
perkotaan dalam meningkatkan dan merevitalisasi ruang perkotaan.
Kata kunci : thermal comfort, indeks termal PET, bioklimatik perkotaan,
lingkungan atmosfer.
x
RINGKASAN
STATUS THERMAL COMFORT PADA LINGKUNGAN
ATMOSFER PERMUKIMAN DI WILAYAH
KECAMATAN DENPASAR BARAT
Efek lingkungan atmosfer permukiman di Kecamatan Denpasar Barat
menciptakan kondisi iklim artificial yang memberikan efek tekanan lingkungan
terhadap kehidupan penghuninya. Pembangunan lingkungan binaan yang tidak
memperhatikan kebutuhan fisik, psikologis dan sosial merupakan salah satu
sumber tekanan lingkungan. Kebutuhan fisik bagi penghuni sebuah perkotaan
salah satunya adalah thermal comfort, yang didefinisikan sebagai kondisi pikiran
yang mengekspresikan kepuasan terhadap lingkungan termal. Lingkungan termal
relevan dengan kesejahteraan (produktivitas) dan kesehatan manusia karena
berhubungan erat dengan mekanisme termoregulasi dan sistem peredaran darah.
Selain itu, lingkungan termal ruang terbuka perkotaan mempengaruhi konsumsi
energi sebuah kota, dan prosesnya dalam penciptaan iklim perkotaan sangat
kompleks.
Tugas penting dari suatu penelitian bioklimatologi adalah untuk
mengevaluasi termo-fisiologis lingkungan termal dan radiasi dari tubuh manusia,
yang akan menentukan dasar keseimbangan energi tubuh. Bioklimatologi
merupakan perspektif untuk melihat hubungan manusia dengan iklim, yang terkait
dengan kenyamanan manusia pada lingkungan artifisial dan lingkungan alam
sekitarnya.
Pertumbuhan penduduk di Kecamatan Denpasar Barat yang sangat
pesat mengakibatkan pertumbuhan permukiman baru yang berakibat pula pada
variasi kepadatan bangunan dengan klasifikasi kepadatan rendah, sedang, tinggi
dan sangat padat. Konfigurasi permukiman masing-masing klasifikasi di
Kecamatan Denpasar Barat memiliki andil yang sangat besar terhadap kondisi
bioklimatologi termal perkotaan. Pertumbuhan permukiman baru juga
membutuhkan ruang dan lahan tambahan yang mengakibatkan terdesaknya ruang
terbuka hijau di Kecamatan Denpasar Barat. Penelitian sangat penting dilakukan
untuk memberikan pedoman perencanaan perkotaan oleh perencana teknis dan
pengambil keputusan (stakeholders) dengan cara yang tepat dan efektif menilai
pembangunan perkotaan di Kecamatan Denpasar Barat, menargetkan RTHK yang
lebih besar, meningkatkan dan merevitalisasi ruang perkotaan.
Tujuan penelitian adalah mengetahui profil indeks termal PET,
mengidentifikasi status thermal comfort dan menganalisis pengaruh Tmrt terhadap
indeks termal PET lingkungan atmosfer permukiman di wilayah Kecamatan
Denpasar Barat. Terdapat enam parameter dasar yang mempengaruhi lingkungan
termal atmosfer permukiman di wilayah Kecamatan Denpasar Barat, yaitu
temperatur udara (Ta), kelembaban relatif (RH), kecepatan angin (Va), temperatur
radiasi rata-rata (Tmrt), aktivitas (W), dan pakaian (Clo). Pengaruh lingkungan
termal pada penghuni permukiman di wilayah Kecamatan Denpasar Barat dapat
xi
dilihat melalui indeks termal PET. Tujuan penelitian adalah mempelajari profil
indeks termal PET, mengidentifikasi status thermal comfort dan menganalisis
pengaruh nilai temperatur radiasi rata-rata (Tmrt) terhadap nilai indeks termal PET
pada lingkungan atmosfer permukiman di Kecamatan Denpasar Barat.
Rancangan penelitian adalah analitik observasional yang dilakukan
secara cross sectional. Penelitian menggunakan simulasi model RayMan dengan
terlebih dahulu melakukan observasi parameter meteorologi skala mikro
lingkungan atmosfer permukiman di wilayah Kecamatan Denpasar Barat. Data
konfigurasi dan struktur permukiman yang meliputi data rasio H/W, orientasi dan
sifat fisik permukaan digunakan untuk pendukung analisis. Populasi penelitian
adalah lingkungan atmosfer permukiman di wilayah Kecamatan Denpasar Barat.
Teknik pengambilan sampel menggunakan metode pengambilan sampel acak
terstratifikasi dengan keragaman data yang digunakan berdasarkan kepadatan
bangunan. Klasifikasi kepadatan bangunan menghasilkan empat strata kepadatan
bangunan yaitu rendah, sedang, tinggi dan sangat padat. Variabel bebas penelitian
adalah temperatur udara (X1), kelembaban udara (X2), kecepatan angin (X3), dan
temperatur radiasi rata-rata (X4), sedangkan variabel terikat adalah nilai indeks
termal PET (Y). Analisis data menggunakan statistik deskripsi dan analisis regresi
linier berganda yang menggunakan bantuan perangkat lunak SPSS versi 20.
Permukiman di wilayah Kecamatan Denpasar Barat memiliki kondisi
meteorologi skala mikro dengan temperatur udara tertinggi adalah sebesar 36,0 °C
dan terendah sebesar 25,6 °C. Kelembaban udara tertinggi adalah sebesar 91,6 %
dan terendah sebesar 43,3 %. Kecepatan angin tertinggi sebesar 2,8 m/dt dan
terendah adalah sebesar 0,2 m/dt. Temperatur radiasi rata-rata tertinggi adalah
sebesar 58,0 °C dan terendah sebesar 43,8 °C. Setelah dilakukan simulasi
menggunakan model RayMan, didapat indeks termal PET tertinggi sebesar
46,7 °C dan terendah sebesar 25,7 °C. Profil indeks termal PET di permukiman
dengan klasifikasi kepadatan rendah adalah profil indeks termal PET yang
terendah dibandingkan dengan profil indeks termal PET di tiga klasifikasi lainnya,
sedangkan profil indeks termal PET tertinggi adalah profil indeks termal PET di
permukiman dengan klasifikasi kepadatan bangunan tinggi saat pagi hingga
tengah hari dan profil indeks termal PET di permukiman dengan klasifikasi
bangunan sangat padat saat setelah tengah hari hingga sore hari.
Seratus persen status thermal comfort pada lingkungan atmosfer
permukiman di Kecamatan Denpasar Barat berada dalam tekanan termal panas
dengan rentang dari slight heat stress sampai dengan extreme heat stress.
Berdasarkan rerata indeks termal PET maka status kondisi thermal comfort berada
pada tingkat tekanan fisiologis “Strong heat stress”. Status termal comfort di
permukiman klasifikasi kepadatan bangunan rendah memiliki durasi tingkat
tekanan fisiologis “strong heat stress” tertinggi mencapai 33%, sedangkan tingkat
“extreme heat stress” dan “slight heat stress” masing-masing sebesar 25% dan
tingkat “moderate heat stress” sebesar 17%. Status termal comfort di permukiman
klasifikasi kepadatan bangunan sedang memiliki durasi tingkat tekanan fisiologis
“extreme heat stress” tertinggi sebesar 42% sedangkan tingkat tekanan fisiologis
“strong heat stress”, “moderate heat stress”, dan “Slight heat stress” sebesar
xii
masing-masing 25%, 25%, dan 8%. Status termal comfort di permukiman
klasifikasi kepadatan bangunan tinggi memiliki durasi tingkat tekanan fisiologis
“extreme heat stress” tertinggi sebesar 50% sedangkan tingkat tekanan fisiologis
“strong heat stress”, “moderate heat stress”, dan “Slight heat stress” sebesar
masing-masing 17%, 25%, dan 8%. Status termal comfort di permukiman
klasifikasi kepadatan bangunan sangat padat memiliki durasi tingkat tekanan
fisiologis “extreme heat stress” sebesar 50% sedangkan tingkat tekanan fisiologis
“strong heat stress” dan “moderate heat stress” sebesar masing-masing 25%, 17%
dan untuk tingkat “slight heat stress” sebesar 8%.
Dengan uji statistik regresi linier berganda terhadap empat model yang
mewakili masing-masing lingkungan atmosfer permukiman, menunjukkan
pengaruh positif variabel Tmrt terhadap variabel indeks termal PET dan variabel
Tmrt juga merupakan variabel yang paling berpengaruh terhadap indeks termal
PET. Hasil ANOVA menunjukkan variabel Ta, RH, v dan Tmrt berpengaruh secara
simultan terhadap indeks termal PET.
Proses perencanaan permukiman dengan pendekatan bioklimatik telah
dimulai dengan pemahaman terhadap kondisi iklim mikro lingkungan atmosfer
permukiman di wilayah Kecamatan Denpasar Barat. Konsep untuk meningkatkan
status thermal comfort lingkungan atmosfer permukiman di wilayah Denpasar
Barat menggunakan pendekatan bioklimatik di mana perencanaan tata ruang dan
perkotaan di wilayah Kecamatan Denpasar Barat setidaknya harus
memperhatikan parameter meteorologi skala mikro, strategi penempatan orientasi
ngarai jalan permukiman sebaiknya berorientasi terhadap arah mata angin East-
West, kepadatan bangunan memiliki klasifikasi kepadatan bangunan rendah
dengan nilai SVF yang tinggi, Rasio H/W kurang dari tiga, dan beberapa konsep
lainnya.
Penelitian Status Thermal Comfort pada Lingkungan Atmosfer
Permukiman di wilayah Kecamatan Denpasar Barat memperoleh beberapa
simpulan yaitu: (1) Profil indeks termal PET lingkungan atmosfer permukiman
dengan klasifikasi kepadatan bangunan rendah adalah profil yang terendah
dibanding dengan profil klasifikasi sedang, tinggi dan sangat padat; (2) Status
thermal comfort lingkungan atmosfer permukiman di wilayah Denpasar Barat
berada dalam tingkat persentase 100% mengalami tekanan termal panas dengan
rentang tingkat tekanan fisiologis “slight heat stress” sampai dengan “extreme
heat stress”; dan (3) Tmrt berpengaruh positif terhadap indeks termal PET di
semua klasifikasi permukiman menurut kepadatan bangunan di wilayah
Kecamatan Denpasar Barat dan merupakan variabel yang paling berpengaruh
dibandingkan dengan variabel lainnya. Saran-saran berdasarkan hasil analisis
penelitian dan simpulan dari penelitian tentang status thermal comfort lingkungan
atmosfer permukiman di wilayah Kecamatan Denpasar Barat diberikan kepada
perencana perkotaan dan Pemerintah Kota Denpasar, masyarakat dan saran untuk
penelitian selanjutnya.
xiii
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ..................................................................................... i LEMBAR PERSYARATAN GELAR ........................................................ ii LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING TESIS ................................. iii PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS................................................ iv SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT............................................ v
UCAPAN TERIMA KASIH ....................................................................... vi ABSTRAK .................................................................................................. ix RINGKASAN ............................................................................................. x
DAFTAR ISI ............................................................................................... xiii DAFTAR TABEL ....................................................................................... xv DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xvi DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xvii
DAFTAR SINGKATAN ............................................................................ xviii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................ 1 1.2 Rumusan Masalah ........................................................... 7
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................ 7 1.4 Manfaat Penelitian .......................................................... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................... 9 2.1 Lingkungan Atmosfer ..................................................... 9 2.2 Teori dan Parameter Dasar Thermal Comfort ................ 10
2.2.1 Temperatur udara (Ta) ......................................... 11 2.2.2 Kelembaban relatif (RH) ..................................... 12
2.2.3 Kecepatan angin (v) ............................................ 12 2.2.4 Temperatur radiasi rata-rata (Tmrt). ..................... 13
2.2.5 Aktivitas (W) ...................................................... 14 2.2.6 Pakaian (Clo-value) ............................................ 15
2.3 Indeks Termal ................................................................. 16 2.3.1 Keseimbangan panas ........................................... 16 2.3.2 Physiological equivalent temperature (PET) ...... 18
2.4 Reaksi Manusia dalam Lingkungan Termal ................... 20 2.4.1 Respons fisiologis ............................................... 20
2.4.2 Respons psikologis .............................................. 22 2.5 Sky View Factor (SVF atau ψs) ....................................... 24 2.6 Model RayMan ............................................................... 25 2.7 Bioklimatologi Perkotaan ............................................... 27 2.8 Desain Bioklimatik ......................................................... 28
2.9 Hasil Penelitian Sebelumnya .......................................... 30
xiv
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS
PENELITIAN........................................................................... 32
3.1 Kerangka Berpikir .......................................................... 32 3.2 Kerangka Konsep ............................................................ 35 3.3 Hipotesis ......................................................................... 37
BAB IV METODE PENELITIAN ......................................................... 40 4.1 Rancangan Penelitian ...................................................... 40
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian .......................................... 40
4.3 Ruang Lingkup Penelitian .............................................. 42
4.4 Penentuan Sumber Data .................................................. 43 4.4.1 Jenis dan sumber data ......................................... 43 4.4.2 Populasi penelitian .............................................. 45 4.4.3 Besaran sampel dan teknik pengambilan sampel 45
4.5 Variabel Penelitian .......................................................... 49
4.6 Instrumen Penelitian ....................................................... 50 4.7 Prosedur Penelitian ......................................................... 53
4.7.1 Pengukuran data meteorologi ............................. 53 4.7.2 Pengukuran SVF ................................................. 55
4.7.3 Pengukuran indeks termal PET ........................... 56 4.7.4 Pengukuran konfigurasi dan struktur
permukiman ........................................................ 57 4.8 Analisis Data ................................................................... 57
4.8.1 Statistik deskripsif ............................................... 57 4.8.2 Analisis regresi .................................................... 58
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................ 60
5.1 Profil Indeks Termal PET ............................................... 60 5.2 Status Thermal Comfort .................................................. 71
5.3 Pengaruh Tmrt terhadap Indeks Termal PET ................... 76 5.3.1 Uji multikolinearitas ........................................... 76 5.3.2 Uji heteroskedastisitas ........................................ 77
5.3.3 Uji normalitas ...................................................... 78
5.3.4 Uji regresi linier berganda .................................. 79 5.4 Metode Meningkatkan Status Thermal Comfort
Permukiman di Wilayah Kecamatan Denpasar Barat .... 83
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 97 6.1 Simpulan ......................................................................... 97 6.2 Saran ............................................................................... 97
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 101
LAMPIRAN ................................................................................................ 108
xv
DAFTAR TABEL
Halaman
2.1 Comfort vote dan sensasi termal, berkaitan dengan zona fisiologis
efek termal ......................................................................................... 10
2.2 Tipikal tingkat metabolik ................................................................... 15
2.3 Isolasi termal beberapa jenis pakaian ................................................ 16
2.4 Rentang indeks termal PMV dan PET untuk tingkat perbedaan
persepsi termal dan tekanan fisiologis manusia................................. 19
4.1 Kepadatan bangunan keadaan akhir tahun 2013 dan klasifikasi
kepadatan bangunan di wilayah Kecamatan Denpasar Barat ............ 46
4.2 Pembagian strata populasi penelitian................................................. 47
4.3 Lokasi pengambilan sampel lingkungan di wilayah Kecamatan
Denpasar Barat................................................................................... 49
4.4 Definisi operasional variabel penelitian ............................................ 49
4.5 Daftar instrumen dan spesifikasi ....................................................... 51
4.6 Dua kolom nilai data dalam layar real-time ...................................... 55
5.1 Kondisi meteorologi skala mikro dan hasil indeks termal PET di
lokasi studi ......................................................................................... 60
5.2 Persepsi termal dan tingkat tekanan fisiologis lingkungan atmosfer
permukiman di wilayah Kecamatan Denpasar Barat berdasarkan
rerata indeks termal PET ................................................................... 71
5.3 Prediksi rerata indeks termal PET dan status thermal comfort di
wilayah Kecamatan Denpasar Barat pada akhir abad ke-21 ............. 74
5.4 Hasil uji multikoreliniaritas variabel bebas penelitian ...................... 77
5.5 Hasil uji normalitas data penelitian ................................................... 79
5.6 Hasil uji regresi linier berganda penelitian ........................................ 79
5.7 Karakteristik ngarai jalan di lokasi penelitian ................................... 85
xvi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
2.1 Hubungan dalam perspektif desain bioklimatik ............................... 29
3.1 Diagram kerangka berpikir penelitian ............................................... 34
3.2 Kerangka konsep penelitian ............................................................... 36
3.3 Model hipotesis penelitian ................................................................. 38
4.1 Wilayah Kecamatan Denpasar Barat yang menjadi lokasi penelitian 41
4.2 Peta strata kepadatan bangunan permukiman di Kecamatan
Denpasar Barat................................................................................... 48
4.3 Instrumen HSM untuk pengambilan data meteorologi skala mikro .. 52
5.1 Profil indeks termal PET di permukiman dengan klasifikasi
kepadatan bangunan rendah di Kecamatan Denpasar Barat ............. 61
5.2 Profil indeks termal PET di permukiman dengan klasifikasi
kepadatan bangunan sedang di Kecamatan Denpasar Barat ............. 62
5.3 Profil indeks termal PET di permukiman dengan klasifikasi
kepadatan bangunan tinggi di Kecamatan Denpasar Barat .............. 64
5.4 Profil indeks termal PET di permukiman dengan klasifikasi
kepadatan bangunan sangat padat di Kecamatan Denpasar Barat .... 65
5.5 Perbandingan profil indeks termal PET di setiap klasifikasi
permukiman menurut kepadatan bangunan. ...................................... 66
5.6 Grafik perbandingan temperatur udara di empat lokasi studi. ........... 69
5.7 Grafik perbandingan temperatur radiasi rata-rata di empat lokasi
studi.................................................................................................... 70
5.8 Grafik tekanan fisiologis manusia di permukiman wilayah
Kecamatan Denpasar Barat................................................................ 72
5.9 Grafik scatter plot pengamatan di setiap permukiman menurut
klasifikasi kepadatan bangunan ......................................................... 78
5.10 Nilai horizon limitation dan SVF di lokasi penelitian. ...................... 86
5.11 Rencana zona penyangga hijau permukiman di wilayah Denpasar
Barat yang ditunjukkan dengan tanda panah ..................................... 91
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Rekapitulasi Kebutuhan Data, Metoda dan Instrumen ...................... 109
2 Grafik Kondisi Moteorologi Skala Mikro ......................................... 111
3 Uji Asumsi Klasik (Uji Data) ............................................................ 113
4 Uji Regresi Linier Berganda .............................................................. 119
5 Data Penelitian ................................................................................... 139
6 Data Hasil Simulasi RayMan V.1.2 ................................................... 140
7 Image Fish-Eye Metode Fotografi ..................................................... 142
8 Dokumentasi Penelitian ..................................................................... 144
9 Peta Orientasi Kecamatan Denpasar Barat ........................................ 147
10 Peta Pemanfaatan Ruang Tahun 2010 ............................................... 148
11 Peta Sebaran Ruang Terbuka Hijau Kota di Kecamatan Denpasar
Barat ................................................................................................... 149
xviii
DAFTAR SINGKATAN
ASHRAE : American Society of Heating, Refrigerating, and Air-
Conditioning Engineers
BPS : Badan Pusat Statistik
CNN : Cable News Network
H/W : High/Wide
HSM : Heat Stress Monitor
IPCC : Intergovernmental Panel on Climate Change
KDB : Koefisien Dasar Bangunan
PET : Physiological Equivalent Temperature
PMV : Predicted Mean Vote
RH : Relative Humadity
RTH : Ruang Terbuka Hijau
RTHK : Ruang Terbuka Hijau Kota
SET* : Standard Effective Temperature
SPSS : Statistical Package for the Social Sciences
SVF : Sky View Factor
Ta : Temperatur udara
Tsk : Temparatur permukaan kulit
Tmrt : The Mean Radiant Temperature
TB : Thermal Balance
UHI : Urban Heat Island
WHO : World Health Organization
Va : Kecepatan angin
VDI : Verein Deutscher Ingenieure
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu faktor tekanan lingkungan pada manusia yang tinggal di
daerah perkotaan adalah efek dari kondisi iklim artifisial, yang terjadi pada
lingkungan eksternal terutama pada lingkungan binaan (Gulyas et al., 2003).
Kondisi iklim artifisial tersebut dapat terancam oleh peningkatan temperatur udara
global yang diperkirakan lebih dari 3ºC pada akhir abad ke-21 dalam laporan
Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) sebagai akibat pemanasan
global (IPCC, 2007).
Lingkungan eksternal memberikan efek signifikan pada kehidupan
manusia, yang ditentukan oleh kondisi alami, faktor antropogenik, kepadatan
bangunan perkotaan, dan ukuran area tutupan vegetasi (Kelmm, 2007 dalam
Setaih et al., 2013). Pembangunan lingkungan binaan yang tidak memperhatikan
kebutuhan fisik, psikologis dan sosial merupakan salah satu sumber tekanan
lingkungan. Kebutuhan fisik bagi penghuni sebuah perkotaan salah satunya adalah
thermal comfort, yang didefinisikan oleh American Society of Heating,
Refrigerating, and Air-Conditioning Engineers (ASHRAE) (1966) dalam Epstein
dan Moran (2006) sebagai kondisi pikiran yang mengekspresikan kepuasan
terhadap lingkungan termal.
Lingkungan termal relevan dengan kesejahteraan (produktivitas) dan
kesehatan manusia karena berhubungan erat dengan mekanisme termoregulasi dan
sistem peredaran darah (Jendritzky et al., 1990). Lingkungan termal, sering
1
2
diremehkan, namun baru-baru ini telah terjadi gelombang panas ekstrim di negara
bagian Andhra Pradesh dan Telangana, India, yang telah menewaskan lebih dari
1.100 jiwa penduduknya. Menurut Departemen Meteorologi India, temperatur
udara tertinggi tercatat sebesar 47°C di negara bagian Odisha (CNN, 2015).
Lingkungan termal pada ruang terbuka, pada kenyataannya, dipengaruhi oleh
lingkungan binaan, melalui panas antropogenik (Ichinose et al., 1999), tutupan
permukaan tanah (Lin et al., 2007), evaporasi dan evapotranspirasi tanaman
(Robitu et al., 2006), serta shading oleh pohon atau bangunan (Lin et al., 2010).
Selain itu, lingkungan termal ruang terbuka perkotaan mempengaruhi
konsumsi energi sebuah kota, dan prosesnya dalam penciptaan iklim perkotaan
sangat kompleks (Latini et al., 2010). Sebuah laporan audit energi pada gedung
Blok B.1 Kementerian Pekerjaan Umum di Jakarta, menunjukkan bahwa
persentase konsumsi energi yang digunakan untuk pengkondisian udara mencapai
53,9% dari keseluruhan konsumsi energi dalam gedung tersebut (Sarwono dan
Sujatmiko, 2009).
Tugas penting dari suatu penelitian bioklimatologi adalah untuk
mengevaluasi termo-fisiologis lingkungan termal dan radiasi dari tubuh manusia,
yang akan menentukan dasar keseimbangan energi tubuh (Hoppe, 1993 dalam
Gulyas et al., 2003). Bioklimatologi merupakan perspektif untuk melihat
hubungan manusia dengan iklim, yang terkait dengan kenyamanan manusia pada
lingkungan artifisial dan lingkungan alam sekitarnya (Olgyay, 1967 dalam Dewi
Larasati, 2013). Penilaian relevansi fisiologi dari iklim perkotaan dan terutamanya
iklim mikro perkotaan, memerlukan penggunaan metode dan indeks yang
3
menggabungkan unsur-unsur meteorologi dengan parameter tersendiri (Mayer,
1993; Verein Deutscher Ingenieure, 1998 dalam Gulyas et al., 2003). Aplikasi
lengkap indeks termal dari keseimbangan energi dalam tubuh manusia
memberikan informasi rinci tentang pengaruh lingkungan termal pada manusia
(VDI, 1998).
Beberapa literatur telah melaporkan banyak aplikasi indeks termal yang
digunakan. Aplikasi yang umum digunakan adalah predicted mean vote (PMV),
physiological equivalent temperature (PET) (Matzarakis et al., 1999), standard
effective temperature (SET*) (Gagge et al., 1986), perceived temperature (Tinz
and Jendritzky, 2003) dan thermal balance (TB, COMFA) (Brown and Gillespie,
1986). Namun demikian, PET memiliki keuntungan dengan unitnya (ºC) yang
telah dikenal luas yang membuat hasilnya lebih mudah dipahami dalam
perencanaan kota atau regional (Matzarakis et al., 1999). PET adalah indeks
universal yang digunakan untuk mengkarakteristikkan bioklimatologi termal,
yang memungkinkan juga untuk mengevaluasi kondisi termal fisiologis secara
signifikan (Matzarakis dan Mayer, 1996).
Cara yang paling tepat dalam menghitung atau menilai kondisi
lingkungan termal adalah melalui model RayMan yang dapat menangani
kompleksitas struktur perkotaan dan bahkan dapat memperhitungkan thermal
comfort manusia. Dalam literatur, metode untuk memperkirakan fluks radiasi
direkomendasikan berdasarkan parameter temperatur udara, kelembaban udara,
tingkat tutupan awan, transparansi udara dan waktu. Namun juga albedo (ukuran
dari reflektifitas permukaan bumi) dari permukaan-permukaan sekitar dan
4
proporsi sudut pandangnya juga harus ditetapkan. Selain itu, juga harus diketahui
dan dipertimbangkan faktor lainnya seperti sifat geometris bangunan, vegetasi dan
sebagainya. Model RayMan sangat cocok untuk perhitungan fluks radiasi
terutamanya dalam struktur perkotaan, karena mempertimbangkan berbagai
horizon yang kompleks (Matzarakis et al., 1999 dalam Matzarakis dan Mayer,
2000). Fluks radiasi dapat dinyatakan dengan temperatur radiasi rata-rata,
parameter dengan variabilitas tinggi di daerah perkotaan setidaknya dengan
modifikasi radiasi global (Herrmann dan Matzarakis, 2010). Temperatur radiasi
rata-rata (Tmrt) adalah temperatur seragam permukaan dan sekitarnya yang
memberikan radiasi blackbody, yang menghasilkan energi yang sama yang
didapatkan dari tubuh manusia sebagai akibat dari fluks radiasi (Matzarakis et al.,
2007).
Kota Denpasar dengan berbagai fungsinya baik sebagai kota
pendidikan, perdagangan, pariwisata, dan ibu kota Provinsi Bali, menjadi daya
tarik arus urbanisasi menyebabkan pertumbuhan penduduk demikian pesat.
Kecamatan Denpasar Barat adalah kecamatan dengan kepadatan penduduk
tertinggi di antara empat kecamatan yang ada di Kota Denpasar, mencapai 10.207
jiwa/km2 dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 2,02% (Badan Pusat
Statistik Kota Denpasar, 2014).
Pertumbuhan penduduk di Kecamatan Denpasar Barat mengakibatkan
pertumbuhan permukiman baru yang berakibat juga pada variasi kepadatan
bangunan. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Denpasar (2014)
bahwa berdasarkan keadaan akhir Tahun 2012 dan keadaan akhir Tahun 2013
5
terjadi pertumbuhan bangunan sebesar 7.176 bangunan. Dampaknya dapat berupa
perkembangan infrastruktur pendukung pemukiman baru tersebut, baik jalan
ataupun perkerasan lainnya yang memiliki sifat fisik permukaan yang beragam.
Perkembangan bangunan, jalan dan infrastruktur lainnya menyebabkan kenaikan
temperatur dan disertai sebuah fenomena yang dinamakan urban heat island
(Oke, 1973 dalam Morakinyo, 2013). Urban heat island adalah fenomena di mana
temperatur area urban lebih tinggi dibandingkan dengan sub urban (Oke, 1988
dalam Shishegar, 2013). Kenaikan temperatur berkembang dengan cepat pada
lingkungan perkotaan yang disebabkan oleh perubahan tutupan permukaan tanah,
pengurangan jumlah ruang terbuka hijau, dan transformasi tiba-tiba lingkungan
outdoor (Wong, 2007 dalam Morakinyo, 2013).
Konfigurasi permukiman di Kecamatan Denpasar Barat memiliki andil
yang sangat besar dalam kondisi bioklimatologi termal perkotaan. Simulasi yang
dilakukan oleh Herrmann dan Matzarakis (2010) menunjukkan bahwa Tmrt dan
juga kondisi bioklimatik termal di daerah perkotaan dipengaruhi kuat oleh
konfigurasi perkotaan. Lebar, tinggi dan orientasi dari sebuah ngarai perkotaan
adalah semua parameter yang sangat penting untuk evaluasi kondisi bioklimatik
termal tertentu.
Pertumbuhan permukiman baru juga membutuhkan ruang dan lahan
tambahan yang mengakibatkan terdesaknya ruang terbuka hijau di Kecamatan
Denpasar Barat. Terdesaknya ruang terbuka hijau tergambarkan pada Peraturan
Daerah Kota Denpasar Nomor 27 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota Denpasar Tahun 2011 – 2031 yang hanya merencanakan komposisi
6
luas Ruang Terbuka Hijau Kota (RTHK) publik dan private Kecamatan Denpasar
Barat masing-masing sebesar 167,31 Ha dan 356,89 Ha dengan total keseluruhan
sebesar 524,20 Ha atau 21,72% dari luas wilayah Kecamatan Denpasar Barat
(Pemerintah Kota Denpasar, 2011). Ini adalah komposisi terkecil dibandingkan
dengan kecamatan lainnya dan masih berada di bawah luas ideal ruang terbuka
hijau kota.
Penelitian bioklimatologi sangat jarang dilakukan di Indonesia
terutamanya penelitian yang mengambil wilayah studi di Kota Denpasar. Hal ini
menyebabkan data yang dibutuhkan untuk perencanaan kota dengan pendekatan
bioklimatologi tidak tersedia. Masalah kenyamanan penduduk dan indeks
bioklimatologi kuantitatif dapat memberikan informasi yang sangat penting untuk
perencanaan Kota Denpasar khususnya Kecamatan Denpasar Barat, yang dapat
membantu meningkatkan kesejahteraan (produktivitas) penduduk kota dengan
perencanaan lingkungan yang sesuai dan sehat dan juga efisien dalam konsumsi
energi. Dalam sebuah penelitian di negara lain menunjukkan bangunan-bangunan
bioklimatologi memberikan efisiensi energi dengan variasi antara 19,6 sampai
100% dengan rata-ratanya sebesar 68% (Tzikopoulos et al., 2005). Desain pada
sebuah ruang dan bangunan juga dapat meningkatkan kenyamanan dan solusi
energi yang lebih berkelanjutan (energy sustainable) (Smith dan More, 2008).
Penelitian sangat penting dilakukan untuk memberikan pedoman
perencanaan perkotaan oleh perencana teknis dan pengambil keputusan
(stakeholders) dengan cara yang tepat dan efektif menilai pembangunan perkotaan
di Kecamatan Denpasar Barat, menargetkan RTHK yang lebih besar,
7
meningkatkan dan merevitalisasi ruang perkotaan. Hal ini dapat dicapai dengan
melakukan investigasi terlebih dahulu terhadap status thermal comfort pada
lingkungan atmosfer permukiman dengan menggunakan pendekatan indeks termal
physiological equivalent temperature (PET).
1.2 Rumusan Masalah
Masalah yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Bagaimana profil indeks termal PET lingkungan atmosfer
permukiman di wilayah Kecamatan Denpasar Barat?
2) Bagaimana status thermal comfort lingkungan atmosfer
permukiman di wilayah Kecamatan Denpasar Barat?
3) Bagaimana pengaruh nilai temperatur radiasi rata-rata (Tmrt)
terhadap nilai indeks termal PET lingkungan atmosfer permukiman
di Kecamatan Denpasar Barat?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk:
1) Mengetahui profil indeks termal PET lingkungan atmosfer
permukiman di wilayah Kecamatan Denpasar Barat.
2) Mengidentifikasi status thermal comfort lingkungan atmosfer
permukiman di wilayah Kecamatan Denpasar Barat.
3) Menganalisis pengaruh nilai temperatur radiasi rata-rata (Tmrt)
terhadap nilai indeks termal PET lingkungan atmosfer permukiman
di wilayah Kecamatan Denpasar Barat.
8
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan:
1) Manfaat akademik; Penelitian ini diharapkan dapat menambah
pengalaman dan pengetahuan peneliti mengenai pendekatan
bioklimatologi dalam perencanaan perkotaan. Manfaat akademik
lainnya bagi lembaga keilmuan dimana hasil penelitian ini
diharapkan dapat memberi sumbangan ilmu bagi lembaga di bidang
bioklimatologi perkotaan yang belum banyak diteliti di Indonesia,
dan dapat menjadi dasar bagi peneliti lain yang ingin melakukan
penelitian lebih lanjut.
2) Manfaat praktis; Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi bagi masyarakat mengenai kondisi bioklimatologi dan
status thermal comfort lingkungan atmosfer permukiman di wilayah
Kecamatan Denpasar Barat. Hasil penelitian ini juga dapat menjadi
bahan masukan bagi Pemerintah Kota Denpasar dan pembuat
kebijakan lainnya dalam perencanaan perkotaan.
9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lingkungan Atmosfer
Sebab dan akibat hubungan antara lingkungan atmosfer dan kesehatan
manusia atau kenyamanan manusia dapat dianalisis dengan klasifikasi
biometeorologi manusia yang dibedakan menjadi: kompleks termal, kompleks
polusi udara, kompleks aktinisma, dan biotropy (Jendritzky et al., 1990;VDI,
1998; dalam Matzarakis dan Mayer, 2000).
Kompleks termal terdiri dari faktor-faktor meteorologi yaitu temperatur
udara, kelembaban udara dan kecepatan angin, dan juga radiasi gelombang
pendek dan gelombang panjang secara termo-fisiologis mempengaruhi manusia
pada iklim indoor dan outdoor. Kompleks ini relevan dengan kesehatan manusia
karena hubungan yang erat antara mekanisme termoregulasi dan sistem peredaran
darah.
Kompleks polusi udara meliputi senyawa-senyawa alami dan
anthopogenik baik berupa padat, cair dan gas. Kompleks polusi udara
menyebabkan efek merugikan pada kesehatan manusia baik indoor dan outdoor.
Relevansi kondisi kualitas udara terhadap kesehatan manusia tergantung pada
sumber emisi dan kondisi transmisi (penyebaran, pengenceran, kemungkinan
reaksi-reaksi kimia, pembersihan dan pengeluaran polusi udara oleh hujan).
Faktor-faktor ini ditentukan oleh lapisan atmosfer (tingkat turbulensi), angin,
presipitasi, kelembaban dan radiasi sinar matahari.
9
10
Kompleks aktinisma meliputi radiasi sinar matahari pada rentang
gelombang cahaya tampak dan ultraviolet yang menunjukkan efek biologis
langsung yang terlepas dari efek termal belaka. Biotropy berkaitan dengan efek
biologis dari cuaca. Ada tiga kemungkinan reaksi dari organisme manusia
terhadap cuaca, yaitu: reaksi tubuh, sensitivitas meteorologi ringan dan intens.
2.2 Teori dan Parameter Dasar Thermal Comfort
Thermal comfort didefinisikan sebagai kondisi pikiran yang
mengekspresikan kepuasan terhadap lingkungan termal (ASHRAE, 1966 dalam
Epstein dan Moran, 2006). Thermal comfort dan sensasi termal adalah fenomena
bipolar dengan rentang dari “too cold” sampai “too hot” dengan kenyamanan dan
sensasi netral di tengahnya. Rangkaian kesatuan sensasi ini telah dideskripsikan
ke dalam beberapa skala (Fanger, 1970; ASHRAE, 1966; ISO 7730, 1984;
Bedford, 1936; Rohles dan Levins, 1971 dalam Epstein dan Moran, 2006).
Peringkat subyektif dari ketidaknyamanan dan korelasi-korelasi fisiologisnya
yang sesuai diringkas dalam Tabel 2.1.
Tabel 2.1
Comfort vote dan sensasi termal, berkaitan dengan
zona fisiologis efek termal
Vote Thermal sensation Comfort sensation Zone of thermal effect
(a) (b) (c) (d) (e)
9 Very hot Very uncomfortable Incompensable heat
+3 8 Hot Uncomfortable
+2 7 Warm Slightly uncomfortable Sweat evaporation
+1 6 Slightly warm Compensable
0 5 Neutral Comfortable Vasomotor compensable
-1 4 Slightly cool
-2 3 Cool Slightly uncomfortable Shivering compensable
-3 2 Cold
1 Very cold Uncomfortable Incompensable cold
Berdasarkan Goldman, 1982 dan Shapiro dan Eipstein, 1984 dalam Epstein dan Moran, 2006.
11
a. Skala termal berdasarkan ASRAE 55(ASHRAE, 1966)
b. Skala termal berdasarkan Rohles (Rohles dan Levins, 1971)
American Society of Heating, Refrigerating, and Air-Conditioning
Engineers (ASHRAE) menentukan enam parameter dasar yang mempengaruhi
sensasi termal secara simultan, yaitu: temperatur udara (Ta), kelembaban relatif
(RH), kecepatan angin (v), temperatur radiasi rata-rata (Tmrt), aktivitas (W), dan
pakaian (Clo). Kaitannya terhadap iklim, temperatur ambien yang dapat diterima
akan sedikit lebih tinggi pada saat musim panas daripada saat musin dingin, yaitu
masing-masing menjadi 23-27ºC dan 20-25ºC (ASHRAE, 1992 dalam Epstein
dan Moran, 2006).
2.2.1 Temperatur udara (Ta)
Temperatur udara dapat didefinisikan sebagai temperatur udara sekitar
tubuh manusia yang menentukan aliran panas antara tubuh manusia dan udara
(Parsons, 2005 dalam Ji, 2006). Pertukaran panas antara seseorang dan udara
merupakan proses yang berkesinambungan. Kartasapoetra (2006) menyebutkan,
bahwa temperatur adalah derajat panas atau dingin yang diukur berdasarkan skala
tertentu dengan menggunakan thermometer. Satuan temperatur yang biasa
digunakan adalah derajat Celsius (ºC).
Temperatur udara merupakan parameter penting yang mempengaruhi
thermal comfort. Ini berdasarkan uji dalam model manusia yang dilaksanakan
pada temperatur radiasi rata-rata Tmrt = 20ºC, kelembaban relatif RH=50% dan
kecepatan angin Va=0,05 m/dt. Didapatkan bahwa temperatur kulit rata-rata Tsk
model manusia meningkat apabila temperatur udara Ta naik, yaitu Ta=21ºC. Jika
Ta naik lagi, transpirasi bermula yang menyebabkan kenaikan Tsk hampir dapat
12
diabaikan. Temperatur kulit yang nyaman dicapai pada temperatur udara
Ta = 20 ºC yaitu semasa transpirasi belum berlaku (Hoppe, 1988).
2.2.2 Kelembaban relatif (RH)
Penguapan keringat merupakan fungsi dari kelembaban udara. Air atau
keringat dipanaskan oleh tubuh manusia menguap menjadi uap dan diserap di
udara. Proses ini memungkinkan perpindahan panas dari tubuh ke lingkungan dan
pendinginan tubuh. Udara kering dapat dengan mudah menyerap kelembaban dari
kulit dan penguapan yang cepat yang dihasilkan secara efektif akan mendinginkan
tubuh. Pendorong transfer uap ini adalah perbedaan massa per satuan volume
udara lembab. Pendorong kehilangan panas adalah perbedaan tekanan uap parsial
antara kulit dan lingkungan. Untuk kenyamanan RH harus di atas 20% sepanjang
tahun, di bawah 60% di musim panas dan di bawah 80% di musim dingin (Lecher,
1990 dalam Ji, 2006).
2.2.3 Kecepatan angin (v)
Pergerakan udara di seluruh tubuh dapat mengubah aliran panas ke/dari
tubuh dan temperatur tubuh oleh konveksi dan evaporasi. Oleh karenanya,
kecepatan tubuh memiliki efek langsung terhadap kehilangan panas. Pergerakan
udara akan bervariasi dalam waktu, ruang dan arah. Deskripsi kecepatan angin
pada satu titik dapat dibedakan menurut intensitas variasi waktu dalam tiga sumbu
ortogonal. Kecepatan angin dapat dianggap sebagai intensitas kecepatan angin
rata-rata atas waktu paparan semua arah yang tertarik dan terintegrasi. Hal ini
yang menjadikan kecepatan angin rata-rata dan nilai standar deviasi, keduanya
harus diambil (ISO, 1994 dalam Ji, 2006).
13
Rentang kenyamanan adalah sekitar 0,1016 sampai 0,3048 m/dt. Dari
0,3048 sampai 1,016 m/dt pergerakan udara dirasakan tetapi penerimaannya
bergantung pada tingkat aktivitas. Diatas 1,016 m/dt, gerakan udara tidak nyaman
(Lecher, 1990 dalam Ji, 2006).
2.2.4 Temperatur radiasi rata-rata (Tmrt).
Selain pengaruh Ta pada suhu tubuh manusia ada juga pengaruh dari
Tmrt. Panas merupakan pertukaran radiasi antara semua benda, dan di sana
terdapat batas aliran panas dari benda yang panas ke benda dingin dengan jumlah
yang terkait dengan perbedaan antara kekuatan ke empat dari temperatur absolut
pada dua benda (Ji, 2006).
Dalam lingkungan apapun akan ada pertukaran energi yang terus-
menerus, berefleksi dan berabsorpsi. Pada setiap bidang radiasi akan ada dinamika
pertukaran energi oleh radiasi. Temperatur radiasi dapat didefinisikan sebagai
temperatur dari sumber blackbody yang memberikan nilai yang sama dari
beberapa kuantitas terukur pada medan radiasi yang ada dalam realitas (McIntyre,
1980).
Temperatur radiasi rata-rata (Tmrt) adalah parameter input meteorologi
yang paling penting untuk mendapatkan keseimbangan energi manusia selama
cuaca panas. Oleh sebab itu, Tmrt berpengaruh kuat pada indeks signifikan
termofisiologi seperti PET atau PMV yang berasal dari model keseimbangan
energi manusia (Mayer, 1993). Tmrt didefinisikan sebagai temperatur seragam dari
permukaan sekitar yang memberikan radiasi blackbody (ε=1), yang menghasilkan
penerimaan energi radiasi yang sama dari tubuh manusia sebagai fluks radiasi
14
yang berlaku. Tmrt biasanya sangat bervariasi dalam kondisi ruang terbuka.
(Hoppe, 1992 dalam dalam Matzarakis et al., 2000).
Untuk menghitung Tmrt, harus diketahui sifat relevan dan dimensi
permukaan teradiasi dan SVF serta postur tubuh manusia (misalnya duduk atau
berdiri) (VDI, 1998 dalam Matzarakis et al., 1999). Beberapa prosedur dapat
digunakan untuk menentukan Tmrt dengan rerata pengukuran radiasi integral
(Fanger, 1972).
2.2.5 Aktivitas (W)
Aktivitas mempengaruhi kadar pengeluaran metabolik tubuh manusia
(Fanger, 1976). Tingkat metabolik dideskripsikan dalam standar ASHRAE
sebagai tingkat transformasi energi kimia menjadi energi panas dan kerja mekanik
oleh aktivitas metabolisme dalam organisme, biasanya dinyatakan dalam satuan
luas permukaan tubuh total. Tingkat metabolik dinyatakan dalam unit ‘met’
(ASHRAE, 2004).
Untuk menjaga keseimbangan termal, tubuh kita harus kehilangan
panas pada tingkat yang sama dengan panas yang dihasilkan metabolisme.
Produksi panas ini sebagian merupakan akibat dari temperatur luar namun
kebanyakan merupakan akibat dari aktivitas. Tabel 2.2 menunjukkan tingkat
metabolik tipikal yang berhubungan dengan beberapa aktivitas.
15
Tabel 2.2
Tipikal tingkat metabolik
Aktivitas Tingkat Metabolik
Aktivitas Tingkat Metabolik
Met unit W/m2 Met unit W/m2
Istirahat Lain-lain Aktivitas
Penghuni
Tidur 0.7 40 Memasak 1.6-2.0 95-115
Santai 0.8 45 Membersihkan rumah 2.0-3.4 115-200
Duduk, tenang 1.0 60 Duduk, gerakan berat
anggota badan
2.2 130
Berdiri, rileks 1.2 70 Pekerjaan mesin
Menggergaji (meja
gergaji)
1.8 105
Berjalan (pada permukaan
datar)
Ringan (industri
kelistrikan)
2.0-2.4 115-140
0.9m/s, 3.2km/h, 2.0mph 2.0 115 Berat 4.0 235
1.2m/s, 4.3km/h, 2.7mph 2.6 150
1.8m/s, 6.8km/h, 4.2mph 3.8 220 Mengangkat tas
50kg(100lb)
4.0 235
Mengambil dan
pekerjaan mencangkul
4.0-4.8 235-280
Aktivitas Kantor
Duduk, membaca, atau
menulis
1.0 60 Lain-lain Aktivitas Waktu
Luang
Mengetik 1.1 65 Berdansa, sosial 2.4-4.4 140-255
Mengarsip, duduk 1.2 70 Senam 3.0-4.0 175-235
Mengarsip, berdiri 1.4 80 Tennis, tunggal 3.6-4.0 210-235
Berjalan 1.7 100 Basket 5.0-7.6 290-440
Mengangkat, mengepak 2.1 120 Gulat, pertandingan 7.0-8.7 410-505
Sumber: ASHRAE, 2004
2.2.6 Pakaian (Clo-value)
Pakaian merupakan insulator efektif yang memperlambat radiasi,
konveksi dan konduksi panas. Sifat isolasi pakaian telah diukur dalam satuan
tahan panas yang disebut clo. Pakaian yang digunakan akan mempengaruhi
pertukaran panas antar tubuh dengan lingkungan sekelilingnya, yang juga akan
memberi pengaruh terhadap kenyamanan termal (Fanger, 1976). Tabel 2.3
menunjukkan nilai clo pada pakaian berdasarkan SNI 03-6572-2001 (Badan
Standar Nasional, 2001).
16
Tabel 2.3
Isolasi termal beberapa jenis pakaian
Baju Pria clo Baju Wanita Clo
Singlet tanpa lengan 0,06 Kutang dan celana dalam 0,05
Kaos berkerah 0,09 Rok dalam – setengah 0,13
Celana dalam 0,05 Rok dalam – penuh 0,19
Kemeja, ringan lengan pendek 0,14 Blus – ringan 0,20 (a)
Kemeja, ringan lengan panjang 0,22 Blus – berat 0,29 (a)
Waistcoat-ringan 0,15 Pakaian – ringan 0,22 (a,b)
Waistcoat-berat 0,29 Pakaian – berat 0,70 (a,b)
Celana – ringan 0,26 Rok - ringan 0,10 (b)
Celana – berat 0,32 Rok – berat 0,22 (b)
Sweater – ringan 0,20 (a) Celana panjang wanita – ringan 0,26
Sweater – berat 0,37 (a) Celana panjang wanita – berat 0,44
Jacket – ringan 0,22 Sweater – ringan 0,17 (a)
Jacket – berat 0,49 Sweater – berat 0,37 (a)
Kaos tumit 0,04 Jacket – ringan 0,17
Kaos dengkul 0,10 Jacket – berat 0,37
Sepatu 0,04 Kaos kaki panjang 0,01
Sepatu bot 0,08 Sandal 0,02
Sepatu 0,04
Sepatu bot 0,08
Keterangan:
(a) Dikurangi 10% jika tanpa lengan atau lengan pendek
(b) Ditambah 5% jika panjangnya dibawah dengkul, dikurangi 5% jika diatas dengkul
1 clo = 0,155 m2K / Watt
Sumber: SNI 03-6572-2001
Untuk menghitung keseluruhan clo dari pakaian yang dipakai,
digunakan rumus (SNI 03-6572-2001):
Untuk pria:
(1)
Untuk wanita:
(2)
2.3 Indeks Termal
2.3.1 Keseimbangan panas
Pada saat darah dan air dalam tubuh terjadi kelebihan panas pada
permukaan kulit, terdapat empat cara untuk melepaskannya ke lingkungan, yaitu:
konveksi, konduksi, radiasi dan evaporasi. Besaran panas yang dilepaskan pada
17
metode tersebut tergantung pada interaksi metabolisme, pakaian dan lingkungan
itu sendiri. Temperatur tubuh internal dijaga dalam kisaran 37 ºC secara fisiologis
yang menandakan bahwa terjadi keseimbangan panas antara tubuh dan
lingkungan. Artinya, transfer panas dan panas yang dihasilkan tubuh harus
seimbang dengan panas yang keluar dari tubuh. Jika panas yang dihasilkan dan
diterima lebih besar dari panas yang keluar, maka temperatur tubuh akan
meningkat. Demikian pula sebaliknya, jika panas yang dikeluarkan lebih besar,
maka temperatur tubuh akan turun. Fanger (1970) menggunakan persamaan
keseimbangan panas berdasarkan analisis klasik konsep tersebut sebagai berikut:
(3)
Keterangan:
H = panas yang diproduksi dalam tubuh manusia
Ed = panas yang hilang oleh difusi uap air melalui kulit
Esw = panas yang hilang oleh evaporasi keringat melalui permukaan
kulit
Ere = Panas yang hilang saat respirasi laten
L = panas yang hilang saat pernapasan kering
K = transfer panas dari kulit ke permukaan luar tubuh berpakaian
(konduksi melalui pakaian)
R = panas yang hilang oleh radiasi dari permukaan luar tubuh
berpakaian
C = panas yang hilang oleh konveksi dari permukaan luar tubuh
berpakaian
Artinya, untuk menjaga temperatur tubuh pada tingkat yang konstan, tubuh
manusia mengontrol tingkat metabolisme dan penguapan seperti sekresi
keringat,namun menggigil akibat perpindahan kalor secara konduksi, konveksi
dan radiasi yang tidak dapat dikontrol oleh tubuh manusia.
18
2.3.2 Physiological equivalent temperature (PET)
Secara umum indeks termal dapat diklasifikasikan ke dalam empat
kelompok sebagai berikut (Scudo, 2002): (1) Indeks termal empiris yang
berhubungan dengan hanya beberapa parameter iklim dan biasanya dijabarkan
untuk iklim tertentu; (2) Indeks psiko-sosiologis-iklim, yang menghubungkan
persepsi subyektif dengan variabel iklim mikro; (3) Indeks keseimbangan energi
yang didasarkan pada model dua simpul dari tubuh manusia dan pada penilaian
semua parameter iklim termal yang relevan; dan (4) Indeks keseimbangan energi
yang didasarkan pada model satu simpul dari tubuh manusia.
Di masa lalu, beberapa indeks termal yang berdasarkan parameter
meteorologi (seperti temperatur efektif, temperatur ekuivalen, indeks tekanan
panas, atau indeks kenyamanan manusia) sering digunakan untuk mengevaluasi
komponen termal iklim yang berbeda. Sebagian besar indeks ini, memiliki
keterbatasan utama bahwa relevansi termofisiologisnya kurang (Mayer dan
Hoppe, 1987).
Saat ini ada beberapa indeks termal yang lebih populer dengan relevasi
psikologis yang berasal dari keseimbangan energi manusia (Höppe, 1993; Taffé,
1997, dalam Matzarakis et al., 1999). Salah satunya adalah physiological
equivalent temperature (PET) yang jika dibandingkan dengan indeks termal
lainnya, seperti predicted mean vote (PMV), PET memiliki keuntungan dengan
unitnya (ºC) yang telah dikenal luas yang membuat hasilnya lebih mudah
dipahami dalam perencanaan kota atau regional (Matzarakis et al., 1999). PET
adalah indeks universal yang digunakan untuk mengkarakteristikkan
19
bioklimatologi termal, yang memungkinkan juga untuk mengevaluasi kondisi
termal dalam fisiologis secara signifikan (Matzarakis dan Mayer, 1996). PET
telah dipakai VDI (1998) sebagai metode evaluasi biometeorologi manusia pada
iklim dan kualitas udara untuk perencanaan perkotaan dan regional (VDI guideline
3787, part 2), dan juga direkomendasikan sebagai aplikasi indeks termal untuk
mengevaluasi komponen termal pada iklim-iklim yang berbeda. Matzarakis dan
Mayer (1996) menghubungkan rentang PMV untuk persepsi termal dan tingkat
tekanan psikologis manusia pada rentang PET yang sesuai (Tabel 2.4), yang
hanya berlaku untuk nilai-nilai asumsi produksi panas internal dan resistensi
panas pakaian.
Tabel 2.4
Rentang indeks termal PMV dan PET untuk tingkat perbedaan persepsi termal
dan tekanan fisiologis manusia
PMV
PET
(ºC)
Thermal
perception
Grade of physiological
stress
Very cold Extreme cold stress
-3.5 4
Cold Strong cold stress
-2.5 8
Cool Moderate cold stress
-1.5 13
Slightly cool Slight cold stress
-0.5 18
Comfortable No thermal stress
0.5 23
Slightly warm Slight heat stress
1.5 29
Warm Moderate heat stress
2.5 35
Hot Strong heat stress
3.5 41
Very hot Extreme heat stress
(sumber: Jendritzky et al., 1990; Matzarakis and Mayer 1997)
20
Faktor meteorologi yang paling penting yang mempengaruhi PET pada
hari-hari musim panas dengan kecepatan angin lemah adalah Tmrt (Mayer dan
Matzarakis, 1998). Tmrt terpengaruh paling besar akibat bayangan dari pepohonan
dan menunjukkan penurunan nilai sebesar 30°C pada ngarai jalan dengan barisan
pepohonan (Matzarakis et al., 1999). Oleh karena itu, PET menunjukkan
penurunan tingkat tekanan termal manusia pada siang hari, ketika radiasi matahari
langsung dinaungi oleh pohon. Perbedaan nilai PET dalam area yang dinaungi
pohon dan yang tidak di kota Friburg, rata-rata sebesar 15°C (Mayer dan
Matzarakis, 1998).
Penggunaan PET juga untuk mengevaluasi komponen termal iklim
mikro perkotaan yang berbeda. Ada variabilitas spasial yang luar biasa dari PET.
Jika radiasi matahari langsung tidak dinaungi oleh tajuk pohon atau bangunan,
nilai PET relatif tinggi, dan menunjukkan beban panas intensitas yang lebih besar
bagi manusia dalam iklim mikro perkotaan (Matzarakis et al., 1999). PET juga
telah diaplikasikan untuk mengevaluasi komponen termal iklim dalam sebuah
ruang antara batang-batang pepohonan di sebuah hutan. Hasilnya, terdapat
perbedaan nilai Tmrt antara ruang antara batang pepohonan dengan ruang terbuka
(tanah rerumputan di tepian hutan) sebesar 30°C pada saat tengah hari (Mayer et
al., 1997 dalam Matzarakis et al., 1999).
2.4 Reaksi Manusia dalam Lingkungan Termal
2.4.1 Respons fisiologis
Reseptor yang sensitif terhadap temperatur (termoreseptor) terletak
pada kulit dan hipotalamus. Termoreseptor berjenis hangat atau dingin, sesuai
21
dengan responnya terhadap rangsangan. Termoreseptor pada kulit terhubung ke
hipotalamus dengan sistem aliran saraf. Hipotalamus anterior dan regio preoptik
mengontrol pengeluaran panas dan hipotalamus posterior terlibat dalam
vasokonstriksi dan proses menggigil. Pengontrolan hipotalamus terhadap respon
tersebut, menyebabkan tubuh manusia dapat mengontrol pengeluaran panas di
kulit dan paru-paru (Ji, 2006).
Tubuh menyebabkan vasodilatasi kulit untuk meningkatkan
pengeluaran panas dan vasokonstriksi untuk mengurangi pengeluaran panas.
Vasokonstriksi dingin masih memungkinkan terjadi aliran darah yang terbatas,
dengan tujuan oksigen dalam jumlah kecil yang diperlukan mencapai sel-sel.
Hasil aliran darah ini adalah penurunan temperatur kulit, pengurangan gradien
temperatur antara permukaan kulit dan lingkungan, dan akibatnya penurunan
tingkat pengeluaran panas. Pada tungkai, pertukaran panas terjadi berlawanan
karena penyempitan pembuluh darah vena sehingga darah dingin dari kulit
kembali di sepanjang vena yang dekat dengan arteri, sehingga darah dingin
mendapatkan panas dan kembali ke pusat tubuh. Selama vasodilatasi, darah vena
kembali ke dekat kulit yang meningkatkan kemungkinan pengeluaran panas dari
kulit ke lingkungan. Dengan meningkatnya aliran darah lebih banyak, panas
keluar dari pusat tubuh ke permukaan dan meningkatkan temperatur kulit,
sehingga tingkat pengeluaran panas melalui radiasi dan konduksi meningkat
(Frisancho, 1981 dalam Ji, 2006).
Manusia dapat berkeringat dengan derasnya, yang merupakan
kapasitasnya dalam beradaptasi dengan berbagai tekanan panas. Keringat akibat
22
termal terjadi melalui kelenjar ekrin yang terletak di seluruh tubuh. Kelenjar ini
diaktifkan oleh impuls hipotalamus di sepanjang serabut saraf motorik simpatis
untuk melepaskan asetilkolin (Frisancho, 1981 dalam Ji, 2006). Sekresi keringat
yang meningkat, meningkatkan pengeluaran panas oleh penguapan saat
temperatur tubuh naik. Vasodilatasi lebih lanjut dirangsang oleh keringat dan
memberikan suplai darah yang membawa cairan ke kelenjar keringat. Peningkatan
temperatur kulit lokal dapat meningkatkan produksi kelenjar keringat dan
merangsang kelenjar yang tidak aktif (Kerslake, 1972 dalam Ji, 2006).
Proses menggigil dipengaruhi oleh temperatur kulit dan temperatur
pusat tubuh. Saat temperatur tubuh turun, tingkat metabolisme mulai meningkat
dengan peningkatan tonus otot dan terjadi proses menggigil. Menggigil dapat
meningkatkan metabolisme yang memproduksi panas hingga sekitar lima kali
dibandingkan tidak menggigil (Parsons, 2005 dalam Ji, 2006).
Piloerektil terjadi ketika kulit menjadi dingin dan merupakan upaya
untuk mengurangi pengeluaran panas dengan mempertahankan lapisan udara yang
statis antara udara dan lingkungan. Manusia sebagai makhluk yang memiliki
sedikit rambut dan selalu berpakaian, reaksi ini dianggap tak berkontribusi
signifikan pada termoregulasi manusia. Namun demikian, konstribusinya
mungkin signifikan sebagai parameter interaktif dalam penentuan insulasi termal
oleh pakaian saat proses menggigil dalam lingkungan udara statis (Ji, 2006).
2.4.2 Respons psikologis
Lingkungan termal sangat mempengaruhi sensasi panas dan perilaku
manusia yang merupakan respon psikologis seperti mood dan perilaku. Ada
23
kesulitan dalam mengidentifikasi bagaimana iklim mempengaruhi mood dan
tingkah laku. Namun demikian, penelitian pada serambi stasiun mencatat bahwa
kepadatan kerumunan adalah faktor yang paling penting yang mempengaruhi
kondisi termal dan sensasi termal (Braun dan Parsons, 1991 dalam Ji, 2006).
Kerusuhan yang biasanya langka terjadi di Inggris dapat dikaitkan
dengan musim panas yang panjang. Penelitian di India juga mencatat bahwa
kerusuhan terjadi dengan temperatur umumnya di atas 26 °C, meskipun tidak
terjadi panas berlebihan. Dalam percobaan yang dilakukan pada guru yang
agresif, teramati bahwa perusuh lebih agresif dalam kondisi panas dibandingkan
dalam kondisi nyaman. Hal ini diartikan bahwa dalam kondisi panas, kejadian
kekerasan tunggal memberikan model bagi manusia untuk menjadi agresif
(Parsons, 2005 dalam Ji, 2006).
Respon manusia terhadap lingkungan termal akan dipengaruhi oleh
faktor-faktor psikologis seperti ancaman iklim, harapan orang yang terpapar, dan
bagaimana kesenangan yang akan dirasakan. Jika lingkungan tidak
memungkinkan memberi kesempatan untuk beradaptasi terhadap perubahan
kondisi termal, lingkungan dingin atau hangat setelah lima menit paparan
mungkin dianggap sebagai ancaman besar jika sadar akan terkena selama dua atau
tiga jam dan tidak memiliki alat penyesuaian atau melarikan diri (Parsons, 2005
dalam Ji, 2006).
Kenyamanan dan ketidaknyamanan dapat bervariasi dengan harapan
orang untuk berada di kondisi bagaimana. Ada kemungkinan orang merasa
nyaman meskipun lingkungan menunjukkan di luar zona nyaman jika tidak
24
mengharapkan kondisi yang lebih baik. Respon terhadap perbedaan antara kondisi
aktual dengan kondisi yang diharapkan akan tergantung individu (Ji, 2006).
Evaporasi emosional terjadi melalui kulit di dahi, kelenjar ekrin dan
kelenjar apokrin. Berkeringat non termal ini biasanya terjadi ketika individu
dalam kondisi di bawah tekanan emosional daripada tekanan fisik atau termal.
Meskipun respon psikologis ini tidak terjadi akibat tekanan termal, penguapan
pengeluaran panas dengan keringat juga mempengaruhi sensasi termal (Ji, 2006).
2.5 Sky View Factor (SVF atau ψs)
Sky View Factor adalah parameter berdimensi dengan nilai antara nol
dan satu yang merepresentasikan bagian dari langit terlihat (visible sky) pada
hemisphere yang menempatkan lokasi analisis sebagai pusatnya (Oke, 1981 dalam
Hammerle et al.,2011). Watson dan Johnson (1987) dalam Grimmond et al.,
(2001) mengungkapkan bahwa SVF sebagai rasio radiasi yang diterima
permukaan planar dibandingkan dengan yang diterima dari seluruh radiasi
lingkungan hemisphere.
Dalam lingkungan perkotaan, SVF ditentukan secara dominan oleh
bangunan-bangunan sebagai elemen utama pada permukaan lingkungan
perkotaan. Dengan demikian, salah satu bagian dari langit terhalang oleh
bangunan dan bagian tersisa yang terlihat. Secara teori, elemen permukaan
tertentu (ΔA), bagian langit yang terhalang bangunan-bangunan, dapat ditentukan
dengan memproyeksikan setiap bangunan pada hemisphere yang
merepresentasikan langit dengan garis proyeksi.
25
Geometri ngarai perkotaan, yang memiliki variasi pada ketinggian,
panjang dan jarak bangunan yang membatasinya, memiliki dampak signifikan
pada pertukaran energi dan temperatur daerah perkotaannya (Oke, 1987 dalam
Grimmond et al., 2001). Umumnya, SVF ditentukan berdasarkan metode analisis
atau fotografi. Metode analisis menggunakan persamaan berdasarkan geometri
lokasi untuk menghitung ψs, khususnya tinggi (H) dan lebar (W) dari ngarai.
Metode fotografi menggunakan kamera dengan lensa fish-eye untuk
memproyeksikan lingkungan hemisphere ke dalam sebuah gambar planar
melingkar (Barring et al., 1985 dalam Grimmond et al., 2001). Cara yang paling
tradisional untuk mengukur SVF adalah dengan mengambil foto fish-eye 180º
(Chen dan Black, 1991 dalam Matzarakis dan Matuschek, 2009). Kamera
diletakkan di atas tripod dengan ketinggian satu meter dan lensa fish-eye
menghadap ke langit.
2.6 Model RayMan
Dalam literatur, metode untuk memperkirakan fluks radiasi
direkomendasikan berdasarkan parameter temperatur udara, kelembaban udara,
tingkat tutupan awan, transparansi udara dan waktu. Namun juga albedo dari
permukaan-permukaan sekitar dan proporsi sudut pandangnya juga harus
ditetapkan. Selain itu juga harus diketahui dan dipertimbangkan faktor lainnya
seperti sifat geometris bangunan, vegetasi dan sebagainya. Model RayMan sangat
cocok untuk perhitungan fluks radiasi terutamanya dalam struktur perkotaan,
karena mempertimbangkan berbagai horizon yang kompleks (Matzarakis et al.,
1999 dalam Matzarakis et al., 2000).
26
Model RayMan dapat memperkirakan fluks radiasi dan efek dari awan
dan hambatan solid pada fluks radiasi gelombang pendek yang mengubah
kompleksitas struktur-struktur menjadi sebuah nilai angka yang cocok digunakan
untuk tujuan pemakaian dan perencanaan pada tingkat lokal atau regional. Model
ini dibuat berdasarkan German VDI-Guidelines 3789, Part II (VDI, 1994) dan
VDI-Guideline 3787 Part I (VDI, 1998). Perhitungan indeks termal yang
berdasarkan atas keseimbangan energi manusia, membutuhkan data meteorologi
(temperatur udara, kecepatan angin, kelembaban udara dan radiasi gelombang
panjang dan gelombang pendek) dan data termo fisiologis (aktivitas dan pakaian).
Data temperatur udara, kelembaban udara dan kecepatan angin harus tersedia
untuk menjalankan RayMan (Matzarakis et al., 1999).
Model RayMan dapat diterapkan untuk aplikasi yang beragam.
Hasilnya bahkan dapat diproduksi tanpa data meteorologi atau iklim. Penggunaan
ini untuk kuantifikasi durasi sinar matahari pada suatu titik tertentu dengan dan
tanpa horizon yang terbatas. Hasil durasi sinar matahari rata-rata atau total
bulanan dapat dengan mudah ditampilkan untuk berbagai lingkungan (Matzarakis
dan Rutz, 2005).
Dalam software RayMan tersedia tampilan input untuk struktur
perkotaan (bangunan, pohon deciduous dan pohon coniferous). Dimungkinkan
untuk free drawing dan output dari horizon (baik alami atau buatan) termasuk
untuk estimasi sky view factors (SVF). Juga dimungkinkan memasukkan fotografi
fish-eye untuk perhitungan SVF. Jumlah tutupan awan di langit dapat dimasukkan
27
dalam free drawing di mana dampaknya pada fluks radiasi dapat diestimasi
(Matzarakis et al., 2000).
Informasi horizon (khususnya dalam SVF) perlu diketahui untuk
mendapatkan jalur matahari. Perhitungan rata-rata durasi matahari per jam, harian
dan bulanan, perhitungan fluks radiasi gelombang pendek dan gelombang panjang
dengan dan tanpa topografi dan hambatan pada struktur perkotaan dapat dilakukan
dengan RayMan. Data meteorologi dapat diinput secara manual atau dalam file
yang telah ada sebelumnya. Output dapat berupa grafik dan data teks (Matzarakis
dan Rutz, 2005).
2.7 Bioklimatologi Perkotaan
Berbagai tujuan klimatologi perkotaan, terutamanya untuk perencanaan
kota, informasi parameter tunggal meteorologi seperti temperatur udara atau
polutan udara atau juga konsentrasi ozon tidak cukup jika hanya
memperhitungkan karakteristik komponen iklim mikro perkotaan atau efek iklim
pada rencana perubahan tata guna lahan ruang perkotaan (Mayer, 1986).
Perencanaan perkotaan dan pembangunan kembali perkotaan harus
mempertimbangkan kesehatan dan kesejahteraan manusia yang tinggal dan
bekerja di daerah perkotaan yang berbeda. Oleh karena itu, iklim perkotaan harus
dinilai secara fisiologis signifikan. Tugas ini merupakan bagian penting dari
urban human biometeorology, yang berkaitan dengan efek cuaca, iklim dan polusi
udara pada organisme manusia (Mayer, 1993).
Salah satu tugas penerapan klimatologi perkotaan adalah
merekomendasikan langkah-langkah perencanaan untuk mendekati kondisi iklim
28
setempat yang ideal bagi manusia, terutama pada lapisan kanopi perkotaan
(Mayer, 1993). Iklim perkotaan ideal adalah keadaan spasial dan temporal
variabel atmosfer dalam struktur perkotaan yang mengandung sedikit mungkin
polutan udara akibat antrhopogenik (Mayer, 1989).Sepertinya 'iklim perkotaan
ideal' tidak realistis dapat dicapai. Oleh karena itu, penerapan klimatologi
perkotaan harus menunjukkan bagaimana situasi yang ideal ini dapat didekati
dengan langkah-langkah perencanaan untuk meminimalkan tekanan iklim bagi
manusia. Tujuan akhirnya adalah untuk mendapatkan 'iklim perkotaan ditoleransi'
(Mayer, 1993).
2.8 Desain Bioklimatik
Menurut Olgyay (1967) ada tiga pertimbangan yang saling terkait yang
dapat membentuk keseimbangan antara iklim dan lingkungan binaan selama
proses desain, yaitu: pertimbangan iklim, evaluasi kebutuhan biologis (sesuai
dengan tingkat kenyamanan manusia), dan solusi teknologi dan aplikasi arsitektur.
Ken Yeang memperkenalkan dua pembenaran dari konsep desain bioklimatik,
yaitu pencapaian tingkat kenyamanan yang maksimal bagi pengguna dalam
operasi bangunan, dan konsumsi energi minimum dan biaya dalam operasi
bangunan. Dalam melaksanakan pendekatan ini, memerlukan strategi khusus
karena kedua pendekatan dapat bertentangan satu sama lain dalam
pelaksanaannya. Gambar 2.1 menunjukkan hubungan antara manusia, iklim dan
lingkungan dalam perspektif bioklimatik.
29
Gambar 2.1
Hubungan dalam perspektif desain bioklimatik (Larasati, 2013)
Desain dengan pendekatan bioklimatik didasarkan pada integrasi
faktor-faktor iklim mikro di sekitar bangunan atau ruang untuk meminimalkan
konsumsi energi dan meningkatkan kondisi kenyamanan individu dalam ruang
tersebut (Center for Renewable Energy Sources and Savings, 2010 dalam Al
Sabbagh, 2011). Pendekatan bioklimatik meliputi konservasi energi, kenyamanan
termal/visual, manfaat ekonomi, manfaat lingkungan dan manfaat sosial.
Tercapaianya pendekatan bioklimatik untuk desain ruang luar
terutamanya tergantung pada pemahaman yang mendalam pada semua parameter
lingkungan alam sekitarnya. Dua faktor yang perlu dipertimbangkan mengenai
green design yaitu faktor alam seperti iklim mikro ruang dan faktor buatan
manusia seperti perkotaan yang melingkupi ruang tersebut (Gaitani et al., 2005
dalam Al Sabbagh, 2011).
Pendekatan sistematis desain bangunan bioklimatik diusulkan Olgyay
(1960) dan pendekatannya ini menghasilkan empat jenis iklim utama, yaitu:
dingin, sedang, panas gersang, dan panas lembab (Mahmoud, 2011 dalam Al
30
Sabbagh, 2011). Pemahaman terhadap jenis iklim terutamanya iklim skala mikro,
mengindikasikan permulaan proses perencanaan perkotaan dengan pendekatan
bioklimatik. Komponen iklim skala mikro dapat dimodifikasi oleh dampak
intervensi desain bioklimatik perkotaan sehingga dapat meningkatkan kondisi
thermal comfort lingkungan atmosfer dengan contoh penggunaan material dengan
emisivitas dan refleksivitas tinggi (Lin et al., 2007), penanaman pohon dan
vegetasi di wilayah perkotaan dan penggunaan fitur-fitur air (Robitu et al., 2006),
penggunaan perangkat shading buatan (Lin et al., 2010; Hwang et al., 2011 dalam
Setaih et al., 2013).
2.9 Hasil Penelitian Sebelumnya
Beberapa hasil penelitian sebelumnya yang dianggap relevan dan
berhubungan dengan penelitian ini, dapat menambah wawasan, memahami dan
memanfaatkan metoda dan sebagai pembanding sehingga pembahasan tesis dapat
lebih sempurna. Penelitian Gulyas et al., (2003) yang menganalisis kondisi
bioklimatik pada variasi permukaan struktur di Kota Szeged, Hungaria,
menemukan bahwa nilai indeks termal PET tertinggi adalah sebesar 46,8ºC pada
atap struktur yang termasuk dalam tingkatan tekanan termal panas “very hot”. Tmrt
merupakan faktor utama yang menyebabkan tekanan termal panas yang nilai
tertingginya pada pukul 10:00 sampai dengan pukul 13:00 yang dikarenakan
radiasi matahari yang kuat, langsung dan menyebar.
Penelitian yang dilakukan oleh Setaih et al., (2013) pada jalan
pedestrian di wilayah panas kering Kota Medinah, Saudi Arabia, menunjukkan
rerata nilai indeks termal PET pada saat pengukuran saat musim gugur di Bulan
31
Oktober adalah sebesar 34,8ºC. Rerata indeks termal PET saat musim dingin di
Bulan Januari adalah sebesar 23,2 ºC, sedangkan rerata indeks termal PET saat
musim semi di Bulan April adalah sebesar 29,0 ºC. Penelitian menggunakan
simulasi model RayMan dengan asumsi tingkat metabolisme (W) sebesar 192,5
W/m2 atau 1,8 met dan asumsi insulasi pakaian (Clo) sebesar 0,84 saat musim
dingin dan 0,59 saat musim semi dan musim gugur.
Penelitian Rahtama (2014) yang melakukan pengujian thermal comfort
ruang luar Koridor Jalan Tugu-Kraton Kota Yogyakarta menunjukkan bahwa
Koridor Jalan Tugu-Kraton tidak nyaman dengan nilai indeks termal PET sebesar
37,96°C. Standar thermal comfort ruang luar Koridor Jalan Tugu-Kraton pada
orang berumur 35 tahun dengan berat badan 57 kg dan tinggi badan 170 cm saat
melakukan aktivitas sebesar 1,1 met dengan pakaian senilai 0,52 clo, suhu udara
31°C, suhu radiasi 39°C, radiasi matahari 51,11 W/m2, kelembaban udara 57,47%
RH dan kecepatan angin 0,11 m/s. Orang muda lebih menyukai kondisi iklim
yang lebih dingin daripada anak kecil dan orang tua. Thermal comfort di Koridor
Jalan Tugu-Kraton sangat dipengaruhi oleh suhu udara, kelembaban udara, dan
kecepatan angin.
32
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN
HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir
Efek lingkungan atmosfer permukiman di Kecamatan Denpasar Barat
yang ditentukan oleh kondisi alami, faktor antropogenik, kepadatan bangunan
perkotaan dan luasan area tutupan vegetasi wilayah tersebut, menciptakan kondisi
iklim artificial yang memberikan efeknya terhadap tekanan lingkungan terhadap
kehidupan penghuninya. Salah satu sumber tekanan lingkungan tersebut dapat
berupa tidak terpenuhinya salah satu kebutuhan fisik penghuni di permukiman
Kecamatan Denpasar Barat, yaitu thermal comfort yang merupakan ekspresi
kepuasan penghuni permukiman di Kecamatan Denpasar Barat terhadap
lingkungan termal wilayah tersebut.
Terdapat enam parameter dasar yang mempengaruhi lingkungan termal
atmosfer permukiman di wilayah Kecamatan Denpasar Barat, yaitu temperatur
udara (Ta), kelembaban relatif (RH), kecepatan angin (Va), temperatur radiasi rata-
rata (Tmrt), aktivitas (W), dan pakaian (Clo). Pengaruh lingkungan termal pada
manusia dalam hal ini penghuni permukiman di wilayah Kecamatan Denpasar
Barat baru bisa dilihat melalui indeks termal PET di wilayah tersebut. Penentuan
status thermal comfort di permukiman Kecamatan Denpasar Barat diperoleh
dengan menganalisa tingkat tekanan fisiologis indeks termal PET tersebut.
Nilai indeks termal PET lingkungan atmosfer permukiman Kecamatan
Denpasar Barat dipengaruhi secara nyata oleh nilai Tmrt dapat terjadi pada saat
32
33
kecepatan angin yang lemah di wilayah tersebut. Konfigurasi permukiman di
wilayah Kecamatan Denpasar Barat dapat mempengaruhi kecepatan angin melalui
hambatan-hambatan oleh ketinggian dan kepadatan bangunannya. Perbedaan nilai
PET terjadi antara area yang dinaungi shade dan yang tidak, rata-rata sebesar
15°C. Geometri bangunan dan tajuk pepohonan dapat menghalangi radiasi panas
yang dihasilkan oleh fluks radiasi gelombang pendek secara langsung,
pembauran, maupun pantulan radiasi matahari, serta gelombang panjang dari
pancaran langit, tanah maupun permukaan yang melingkupi (surrounding).
Dari hal-hal tersebut maka akan dibuat suatu hipotesis mengenai status
thermal comfort lingkungan atmosfer permukiman di wilayah Kecamatan
Denpasar Barat dan pengaruh nilai Tmrt terhadap nilai indeks termal PET di setiap
klasifikasi kepadatan bangunan permukiman yang dapat dijadikan pedoman dan
pertimbangan oleh perencana teknis dan pengambil keputusan (stakeholders)
dengan cara yang tepat dan efektif menilai pembangunan perkotaan di Kecamatan
Denpasar Barat, menargetkan RTHK yang lebih besar, meningkatkan dan
merevitalisasi ruang perkotaan.
Penelitian dilakukan untuk mendapatkan data meteorologi, data struktur
perkotaan, dan data SVF, sedangkan data termo-fisiologis menggunakan nilai
asumsi. Data yang diperoleh selanjutnya diproses menggunakan simulasi model
RayMan untuk mengetahui besaran nilai indeks termal PET. Hasil yang diperoleh
kemudian dianalisis, dibahas, dan disimpulkan dalam sebuah rekomendasi
perencanaan perkotaan di wilayah Kecamatan Denpasar Barat. Untuk lebih mudah
memahami kerangka berpikir penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.1.
34
6 Parameter Dasar
Perubahan
Kondisi
Iklim
Artificial
Lingkungan Atmosfer
Permukiman
Tekanan
Lingkungan Tekanan termal
4 Parameter
Meteorologi :
Ta;
RH;
v;
Tmrt.
Indeks
Termal
PET
Peningkatan
Kepadatan
Bangunan
Permukiman
Tidak
terpenuhi
Thermal
Comfort
2 Parameter
Termo-fisiologis :
W;
Clo.
Perencanaan
Permukiman
Pendekatan
Bioklimatologi
Desain
Bioklimatik
Gambar 3.1
Diagram kerangka berpikir penelitian
35
3.2 Kerangka Konsep
Lingkungan atmosfer permukiman di wilayah Kecamatan Denpasar
Barat dipengaruhi oleh kondisi iklim mikro Kota Denpasar dan konfigurasi
perkotaan wilayah tersebut. Tekanan lingkungan, salah satunya tekanan termal
dapat terjadi pada lingkungan atmosfer permukiman tersebut yang diakibatkan
tidak terpenuhinya kebutuhan fisik thermal comfort penghuninya. Terjadi dua
reaksi atas kondisi tekanan termal, yaitu konsumsi energi dan juga produktivitas
dan kesehatan manusia. Kedua reaksi ini bersifat kontradiktif, jika efisiensi
konsumsi energi ditingkatkan, maka produktivitas dan kesehatan manusia akan
menurun. Demikian pula sebaliknya, jika produktivitas dan kesehatan manusia
ditingkatkan, maka efisiensi konsumsi energi akan menurun.
Untuk itu diperlukan sebuah pendekatan yang dapat menjembatani
kedua reaksi tersebut, yaitu pendekatan bioklimatologi. Pendekatan
bioklimatologi dalam perencanaan kota (urban bioclimatology) pada permukiman
di Kecamatan Denpasar Barat memerlukan empat data dasar (raw data) yang
diperoleh melalui metode observasi, yaitu data konfigurasi permukiman, data
SVF, data meteorologi skala mikro dan data termo-fisiologis. Data dasar
meteorologi skala mikro dan data termo-fisiologis disimulasikan dalam sebuah
model RayMan untuk mendapatkan nilai indeks termal PET. Analisis data
dilakukan untuk mendapatkan tujuan penelitian dan hasil akhir yang diharapkan
berupa rekomendasi perencanaan permukiman di wilayah Kecamatan Denpasar
Barat dengan pendekatan bioklimatologi. Untuk mempermudah pemahaman
kerangka konsep penelitian dapat dilihat dalam Gambar 3.2.
36
Gambar 3.2
Kerangka konsep penelitian
Tekanan Lingkungan (tekanan termal)
Lingkungan atmosfer
permukiman
Reaksi atas tekanan
termal
Konsumsi
energi
Produktivitas
dan kesehatan
manusia Pendekatan
bioklimatologi dalam
perencanaan kota
1) Identifikasi profil indeks termal PET 2) Status Thermal Comfort 3) Pengaruh nilai Tmrt terhadap nilai indeks termal PET
Perencanaan
permukiman dengan
pendekatan
Bioklimatologi
Data
konfigurasi
pemukiman (free drawing)
Data termo-
fisiologis (asumsi)
Data
meteorologi
skala mikro (pengukuran)
Data SVF (pengukuran)
MODEL RAYMAN
OBSERVASI
SIMULASI
ANALISIS
REKOMENDASI
37
3.3 Hipotesis
Berdasarkan kerangka berpikir dan kerangka konsep penelitian, untuk
permasalahan nomor satu dalam penelitian ini tidak diperlukan hipotesis. Profil
indeks termal PET didapatkan dengan melakukan simulasi terhadap data-data
mentah (raw data) hasil observasi lapangan dengan menggunakan model
RayMan.
Untuk menjawab permasalahan nomor dua, sebuah hipotesis dibuat
berdasarkan penelitian-penelitian mengenai thermal comfort sebelumnya.
Penelitian yang dilakukan oleh Alfata dan Sujatmiko (2012) pada bangunan di
Jakarta dan Bandung, menunjukkan bahwa rentang kenyamanan temperatur
operasional berkisar antara 25,70 ºC - 27,70 ºC. Jika dilihat temperatur rata-rata
Kota Denpasar berkisar antara 27,0 ºC – 29,4 ºC (BPS Kota Denpasar, 2014),
maka diperoleh sebuah hipotesis bahwa status thermal comfort yang ditinjau
secara parsial dari variabel temperatur udara (Ta) secara garis besar berada dalam
tekanan termal panas.
Untuk kenyamanan kelembaban relatif (RH) berdasarkan penelitian
Lecher (1990) dalam Ji (2006) menyebutkan bahwa kenyamanan RH harus di atas
20% sepanjang tahun dan di bawah 60% di musim panas, dan 80% di musim
dingin. Data rata-rata kelembaban relatif yang diperoleh BPS Kota Denpasar
(2014) menunjukkan RH pada bulan kering (Maret - Oktober) berkisar antara
70% - 75% dan pada bulan basah (Nopember – Pebruari) berkisar antara 73% -
79%. Status thermal comfort ditinjau secara parsial dari variabel RH pada bulan
38
kering adalah tidak nyaman, namun pada bulan basah masih dalam kondisi
nyaman.
Untuk menjawab permasalahan nomor tiga, dapat dijabarkan dalam
model hipotesis berikut ini:
Gambar 3.3
Model hipotesis penelitian
Menurut Mayer dan Matzarakis (1998) bahwa faktor meteorologi yang
paling mempengaruhi nilai indeks termal PET pada hari-hari panas dengan
kecepatan angin yang lemah adalah Tmrt. Maka dari teori tersebut, dapat ditarik
sebuah hipotesis untuk permasalahan nomor tiga dalam penelitian ini, yang
menjadi fokus analisis untuk mendapatkan rekomendasi perencanaan perkotaan.
Berdasarkan hal-hal tersebut, maka ada dua hipotesis dalam penelitian
ini, yaitu:
Hipotesis 1:
Status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di
Kecamatan Denpasar Barat berada dalam tekanan termal panas.
Temperatur udara (X1)
Kelembaban relatif (X2)
Kecepatan angin (X3)
Temperatur radiasi rata-rata (X4)
Nilai indeks
termal PET
(Y)
Keterangan :
Pengaruh secara simultan
Pengaruh secara parsial
39
Hipotesis 2:
(H1) Nilai Tmrt berpengaruh nyata terhadap nilai indeks termal PET di
semua klasifikasi kepadatan bangunan permukiman di wilayah
Kecamatan Denpasar Barat.
(H0) Nilai Tmrt tidak berpengaruh nyata terhadap nilai indeks termal PET
di semua klasifikasi kepadatan bangunan permukiman di wilayah
Kecamatan Denpasar Barat.
40
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian adalah penelitian analitik observasional.
Penelitian melakukan pengamatan terhadap lingkungan atmosfer permukiman,
tanpa melakukan intervensi (manipulasi). Bagaimanapun, komponen lingkungan
atmosfer ruang luar permukiman tidak memungkinkan untuk dilakukan intervensi.
Komponen-komponen lingkungan atmosfer permukiman selanjutnya berperan
sebagai variabel bebas dalam penelitian ini, yaitu: temperatur udara, kelembaban
relatif, kecepatan angin, dan temperatur radiasi rata-rata. Penelitian akan mencoba
mencari hubungan variabel bebas tersebut dengan variabel terikat, yaitu indeks
termal PET. Observasi data dilakukan secara cross-sectional dengan periode
waktu pengamatan untuk memperoleh gambaran profil indeks termal PET.
Untuk mendapatkan nilai variabel terikat indeks termal PET, penelitian
menggunakan simulasi model RayMan yang dibuat berdasarkan German VDI-
Guidelines 3789, Part II (VDI, 1994) dan VDI-Guideline 3787 Part I (VDI,
1998). Keseluruhan raw data yang diperoleh, yaitu data meteorologi, data SVF
dan data konfigurasi permukiman diinput dan disimulasikan dalam model
tersebut.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di lingkungan atmosfer permukiman di wilayah
Kecamatan Denpasar Barat (Gambar 4.1) ditentukan secara purposive dengan
40
41
pertimbangan bahwa Kecamatan Denpasar Barat merupakan kecamatan dengan
kepadatan penduduk tertinggi di antara empat kecamatan di Kota Denpasar.
Gambar 4.1
Wilayah Kecamatan Denpasar Barat yang menjadi lokasi penelitian
(sumber: www.denpasarkota.go.id)
Lokasi penelitian memiliki potensi terjadinya fenomena urban heat
island yang dikarenakan pesatnya perkembangan bangunan, jalan dan
42
infrastruktur lainnya, perubahan tutupan permukaan tanah, dan kurangnya jumlah
ruang terbuka hijau. Kecamatan Denpasar Barat juga merupakan kecamatan
dengan komposisi luas ruang terbuka hijau kota (RTHK) publik dan private
terkecil sebesar masing-masing 167,31 Ha dan 356,89 Ha. Total RTHK untuk
Kecamatan Denpasar Barat hanya sebesar 524,20 Ha dari luas total RTH Kota
Denpasar 4.636,09 Ha atau 21,72% (Pemerintah Kota Denpasar, 2011).
Komposisi ini di bawah persyaratan minimal ruang terbuka hijau (RTH)
perkotaan yaitu sebesar 30% dari luas wilayah.
Penelitian dilakukan pada bulan Pebruari 2015 sampai dengan bulan
April 2015. Waktu observasi di lapangan dipilih pada kondisi cuaca tidak terlalu
banyak awan, tidak hujan dan radiasi matahari yang cukup mewakili tipikal hari
dengan tekanan termal, dengan terlebih dahulu melihat prospek cuaca pada
website Badan Meteorologi dan Geofisika Balai Besar Wilayah III Denpasar
dengan alamat website http://balai3.denpasar.bmkg.go.id.
4.3 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah lingkungan atmosfer dengan
klasifikasi biometeorologi manusia pada kompleks termal. Kompleks termal
terdiri dari faktor-faktor meteorologi secara termo-fisiologis mempengaruhi
manusia. Sedangkan kompleks polusi udara, kompleks aktinisma dan biotropy,
tidak menjadi lingkup penelitian.
Asumsi digunakan pada data termo-fisiologis, yaitu data produksi panas
internal (Activity) dan resistensi transfer panas pakaian (Clo). Asumsi digunakan
untuk mengesampingkan variabel-variabel yang tidak dipengaruhi oleh
43
konfigurasi dan struktur perkotaan yang akan mempengaruhi besaran indeks
termal PET. Sebagaimana fokus dalam penelitian ini adalah lingkungan atmosfer
permukiman sehingga sangat relevan jika variabel di luar lingkungan atmosfer
menggunakan nilai asumsi.
Besaran nilai asumsi produksi panas internal yang digunakan yaitu
80W/m2. Produksi panas internal sebesar 80 W/m
2 setara dengan aktivitas
manusia dengan kegiatan ringan sederhana pada posisi berdiri (Tabel 2.2).
Sedangkan nilai asumsi resistensi transfer panas pakaian digunakan 0,50 clo. Nilai
resistensi pakaian didapat dari rumus SNI 03-6572-2001 yang digunakan untuk
data personal pada pria, sebagai berikut (Badan Standar Nasional, 2001):
Nilai clo = 0,727 * Σ (masing-masing clo) + 0,113
Nilai clo = 0,727 * Σ (clo singlet tanpa lengan + clo kemeja, ringan lengan
pendek + clo celana ringan + clo kaos tumit + clo sepatu) +
0,113
Nilai clo = 0,727 * (0,06 + 0,14 + 0,26 + 0,04 + 0,04) + 0,113
Nilai clo = 0,727 * 0,54 + 0,113
Nilai clo = 0,50558
Nilai clo = 0,50 (pembulatan)
Catatan: besaran masing-masing nilai clo didapat dari Tabel 2.3.
Ruang lingkup berikutnya adalah skala waktu meteorologi. Skala yang
digunakan adalah skala jam yang sepadan dengan skala ruang meteorologi
penelitian yaitu skala mikro.
4.4 Penentuan Sumber Data
4.4.1 Jenis dan sumber data
Jenis data dalam penelitian ini adalah data kuantitatif dan kualitatif.
Data kuantitatif meliputi data meteorologi skala mikro, data SVF, dan data termo-
44
fisiologis, sedangkan data kualitatif adalah data konfigurasi dan struktur
permukiman.
Sumber data meliputi sumber data primer dan sumber data sekunder.
Pengumpulan sumber data primer menggunakan metode observasional untuk
mendapatkan data mentah (raw data) yang selanjutnya diproses dengan metode
simulasi dengan menggunakan model RayMan. Model RayMan versi 1.2 tersedia
secara gratis untuk penggunaan umum dengan mengunduh pada website
http://www.urbanclimate.net
Observasi data primer meliputi: data meteorologi skala mikro, data SVF
dan data konfigurasi dan struktur permukiman. Data meteorologi dan asumsi
termo-fisiologis sebagai data input simulasi model RayMan untuk mendapatkan
data indeks termal PET yang digunakan sebagai dasar analisa tekanan fisiologis
pada permukiman di wilayah kecamatan Denpasar Barat. Data meteorologi skala
mikro meliputi data temperatur udara (Ta), kelembaban udara (RH), kecepatan
angin (v), dan temperatur radiasi rata-rata (Tmrt). Data SVF dan data konfigurasi
dan struktur permukiman yang meliputi data rasio H/W, orientasi dan sifat fisik
permukaan digunakan untuk pendukung analisis.
Untuk sumber data sekunder dikumpulkan dari kepustakaan, BPS Kota
Denpasar, Dinas Tata Ruang dan Perumahan Kota Denpasar, Balai Besar
Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah III Denpasar. Data sekunder
yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi:
1) Peta Wilayah Kecamatan Denpasar Barat dengan skala 1:55.000.
45
2) Peta Rencana Pola Ruang Wilayah Kecamatan Denpasar Barat
dengan skala 1:55.000.
3) Peta Sebaran Ruang Terbuka Hijau Kecamatan Denpasar Barat
dengan skala 1:55.000.
4) Studi literatur yang diperoleh dari buku, jurnal, majalah, skripsi,
tesis, internet, maupun laporan instansi terkait untuk mendapatkan
referensi yang berhubungan dengan masalah dalam penelitian.
4.4.2 Populasi penelitian
Populasi penelitian adalah lingkungan atmosfer permukiman di wilayah
Kecamatan Denpasar Barat. Untuk mempermudah penetapan populasi penelitian
digunakan batas wilayah administrasi permukiman di wilayah Kecamatan
Denpasar Barat yang terdiri dari 11 desa/kelurahan, yaitu: Padangsambian Klod,
Pemecutan Klod, Dauh Puri Kauh, Dauh Puri Klod, Dauh Puri, Dauh Puri
Kangin, Pemecutan, Tegal Harum, Tegal Kerta, Padangsambian, dan
Padangsambian Kaja.
4.4.3 Besaran sampel dan teknik pengambilan sampel
Untuk mendapatkan besaran sampel yang dapat mewakili populasi
dalam penelitian ini, dilakukan keragaman data dari populasi penelitian.
Keragaman data yang digunakan berdasarkan kepadatan bangunan setiap
permukiman di wilayah Kecamatan Denpasar Barat (Tabel 4.1). Klasifikasi
kepadatan bangunan yang digunakan merujuk pada Keputusan Menteri Pekerjaan
Umum Nomor 378/KPTS/1987 tentang Pengesahan 33 Standar Konstruksi
Bangunan Indonesia, Lampiran No. 22.
46
Teknik pengambilan sampel menggunakan metode pengambilan sampel
acak terstratifikasi (stratified random sampling). Metode pengambilan sampel
acak terstratifikasi adalah metode pemilihan sampel dengan cara membagi
populasi ke dalam kelompok-kelompok yang homogen yang disebut strata, dan
kemudian sampel diambil secara acak dari tiap strata tersebut (Arikunto, 2006).
Tabel 4.1
Kepadatan bangunan keadaan akhir tahun 2013 dan klasifikasi kepadatan
bangunan di wilayah Kecamatan Denpasar Barat
Desa/ Kelurahan Luas
(Ha)
Kepadatan
Bangunan
(per Ha)
Klasifikasi*
Padangsambian 374 33,38 Rendah
Padangsambian Kaja 378 19,78 Rendah
Padangsambian Klod 337 26,53 Rendah
Pemecutan Klod 568 33,04 Rendah
Dauh Puri Klod 190 39,84 Rendah
Dauh Puri Kangin 58 34,33 Rendah
Dauh Puri Kauh 188 47,19 Sedang
Pemecutan 198 48,73 Sedang
Dauh Puri 69 75,59 Tinggi
Tegal Harum 23 208,43 Sangat Padat
Tegal Kerta 23 309,87 Sangat Padat
TOTAL 2406
Sumber: BPS Kota Denpasar, 2014
* Klasifikasi kepadatan bangunan berdasarkan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum
Nomor 378/KPTS/1987 tentang Pengesahan 33 Standar Konstruksi Bangunan
Indonesia, Lampiran No. 22;
Klasifikasi sangat rendah : <10 bangunan/ha
Klasifikasi rendah :11-40 bangunan/ha
Klasifikasi sedang :41-60 bangunan/ha
Klasifikasi tinggi :61-80 bangunan/ha
Klasifikasi sangat padat : > 81 bangunan/ha
Klasifikasi kepadatan bangunan terhadap populasi menghasilkan empat
kelompok homogen yang disebut strata (Tabel 4.2), yaitu: kepadatan bangunan
rendah, sedang, tinggi, dan sangat padat. Setiap strata diambil sampel lingkungan
47
sebanyak satu lokasi secara acak sebagaimana dalam Gambar 4.2. Dengan
demikian besaran sampel penelitian ini adalah empat sampel lingkungan.
Tabel 4.2
Pembagian strata populasi penelitian
Stasiun
Sampling Strata Desa/ Kelurahan
Kepadatan
Bangunan
Rata-rata
Klasifikasi
Kepadatan
Bangunan
Jumlah Titik
Sampling
1 A Padangsambian Klod
Pemecutan Klod
Dauh Puri Klod
Dauh Puri Kangin
Padangsambian
Padangsambian Kaja
30,04/ha Rendah 1 Lokasi
2 B Dauh Puri Kauh
Pemecutan
47,98/ha Sedang 1 Lokasi
3 C Dauh Puri
75,59/ha Tinggi 1 Lokasi
4 D Tegal Harum
Tegal Kerta
259,15/ha Sangat
Padat
1 Lokasi
Total 4 Titik
Lokasi
Sumber: primer, 2015
48
Gambar 4.2
Peta strata kepadatan bangunan permukiman di Kecamatan Denpasar Barat.
Rentang waktu pengambilan sampel mulai pukul 07.00 sampai dengan
pukul 18.00, interval pengukuran setiap 60 menit. Saat malam tidak dilakukan
49
observasi data meteorologi yang disebabkan tidak adanya radiasi matahari. Lokasi
pengambilan sampel secara jelas dapat dilihat dalam Tabel 4.3.
Tabel 4.3
Lokasi pengambilan sampel lingkungan
di wilayah Kecamatan Denpasar Barat
Stasiun
sampling
Klasifikasi
Permukiman
Menurut
Kepadatan
Bangunan
Lokasi/Alamat Titik Koordinat
Tanggal
Pengambilan
Sampling
1 Rendah Jln. Gunung Patas,
Br. Tegal Buah,
Padangsambian
8°39'41.50"LS,
115°10'41.46"BT
22 Maret 2015
2 Sedang Perumahan Taman
Gunung Batur,
Jln. Gunung Batur,
Pemecutan
8°39'23.42"LS,
115°11'56.62"BT
9 Maret 2015
3 Tinggi Jln. Pulau Batam I,
Pemecutan Kelod
8°40'6.68"LS,
115°12'41.54"BT
28 Pebruari
2015
4 Sangat padat Perumnas Monang-
maning,
Jln. Gunung
Slamet, Gang X,
Desa Tegal Harum
8°39'57.17"LS
115°11'49.88"BT
12 Maret 2015
Sumber : Primer, 2015
4.5 Variabel Penelitian
Variabel bebas dalam penelitian ini terdiri dari empat variabel, yang
dinyatakan dalam X, yaitu temperatur udara (X1), kelembaban udara (X2),
kecepatan angin (X3), dan temperatur radiasi rata-rata (X4). Sedangkan variabel
terikat dalam penelitian ini adalah nilai indeks termal PET yang dinyatakan dalam
Y. Definisi operasional variabel dapat dilihat pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4
Definisi operasional variabel penelitian
No
. Variabel
Definisi
Opersional
Cara Ukur /
Alat Ukur Hasil Ukur Skala
50
X1
Temperatur
udara (Ta)
Temperatur
udara ambien di
luar ruangan
yang dinyatakan
dalam skala
derajat
Observasi /
HSM
Monitor
5-55ºC
Interval
X2
Kelembaban
udara (RH)
Persentase uap
air dalam udara
dibandingkan
dengan jumlah
jenuh
Observasi /
HSM
Monitor
0–95 %
Interval
X3
Kecepatan
angin (v)
Kecepatan angin
yang melintasi
ruang luar
permukiman
Observasi /
HSM
Monitor
0,1-8,0 m/dt
Interval
X4
Temperatur
radiasi rata-
rata (Tmrt)
Temperatur
seragam dari
permukaan
sekitar ruang
luar yang
memberikan
radiasi
blackbody
Observasi /
HSM
Monitor
5-70 ºC
Interval
Y
Indeks
termal PET
Indeks termal
yang berasal
dari
keseimbangan
energi manusia
Simulasi/
Model
RayMan
ver. 1.2
<4 = Extreme cold stress;
4-8 = Strong cold stress;
8-13 = Moderate cold
stress;
13-18 = Slight cold stress;
18-23 = No thermal stress;
23-29 = Slight heat stress;
29-35 = Moderate heat
stress;
35-41 = Strong heat stress;
>41 = Extreme heat stress
Interval
4.6 Instrumen Penelitian
Instrumen dalam penelitian dapat dilihat dalam Tabel 4.5.
51
Tabel 4.5
Daftar instrumen dan spesifikasi
No Nama
Instrumen Merk Spesifikasi Pengukuran Ket.
1. HSM (Heat
Stress
Monitor)
Calor Sensor:
Dry Bulb = ±0,2ºC;
5-55ºC
Globe = ±0,2ºC;
5-70 ºC
RH = ±2%; 0-95%
non condensing
VP = ±1,5 KPA; 40-
115 KPA
v = ±0,2 m/dt atau
10%; yang mana
terbaik; 0,1-8,0 m/dt
Ta
RH
v
Tmrt
Kalibrasi
10
September
2014
2. Kamera
DSLR +
Lensa Fish-
eye
Canon
EOS
550D
Sensor 18.7 MP; 22.3
x 14.9 mm CMOS
sensor; Model Type
APS-C Digital SLR
lensa Canon EF 8-
15mm f/4L Fish-eye
SVF
3. Laptop Acer Perangkat lunak:
RayMan ver 1.2
SPSS ver. 20
Adobe Photoshop
Simulasi
Analisis
statistik
SVF
4. GPS Titik koordinat
5. Meteran Rasio H/W
6. Kompas Orientasi
permukiman
52
Gambar 4.3
Instrumen HSM untuk pengambilan data meteorologi skala mikro
Heat Stress Monitor (Gambar 4.3) adalah instrumen elektronik
pemantauan lingkungan canggih yang dirancang untuk memberikan informasi
yang akurat berkaitan dengan parameter lingkungan dari lokasi serta menyediakan
informasi kesehatan dan keselamatan yang berhubungan dengan beban kerja.
HSM Calor menyediakan dua set hasil berdasarkan dua algoritma yang diakui
secara internasional, yaitu:
1) The Heat Stress Model, berdasarkan wet bulb globe temperature
(WGBT) dan “Air Cooling Power” (ACP) yang direkomendasikan
oleh standar industri ISO 7243 untuk menilai tingkat tekanan panas
dalam suatu lingkungan tertentu.
53
2) The Thermal Work Limit (TWL) algoritma dikembangkan oleh Dr.
G Bates yang di revisi dan diperbaharui dari The Heat Stress Model
dan menghasilkan penilaian terhadap lingkungan dimana
pengukuran dilakukan.
4.7 Prosedur Penelitian
4.7.1 Pengukuran data meteorologi
Pengukuran data meteorologi dilakukan di titik pengambilan sampel
dengan jadwal pengambilan sampel yang telah ditentukan dengan terlebih dahulu
mengetahui prospek cuaca tiga harian di lokasi sampel. Prospek cuaca tiga harian
dapat dilihat pada website Badan Meteorologi dan Geofisika Balai Besar Wilayah
III Denpasar http://balai3.denpasar.bmkg.go.id/cu3har. Tanggal pengambilan
sampel data meteorologi dipilih hari dengan prakiraan cuaca cerah atau paling
tidak dengan cuaca cerah berawan.
Pengukuran data temperatur udara (Ta), kelembaban udara (RH),
kecepatan angin (v), dan temperatur radiasi rata-rata (Tmrt) menggunakan
instrumen HSM Calor. Penggunaan HSM sangat sederhana dengan sekali
pengaturan yang tidak memerlukan perubahan dalam penggunaan secara umum.
Tahapan penggunaan HSM adalah sebagai berikut:
1) Menempatkan dan meletakkan HSM pada tripod di tengah area
kerja. Hal-hal yang perlu diperhatikan yaitu menghindari
penempatan HSM di dekat outlet AC, pemanas, kendaraan
bermotor, komputer, mesin dan hindari penempatan HSM di atas
54
tanah. Juga dihindari dari cerobong asap yang menghasilkan aliran
udara.
2) Mengaktifkan sensor dari panel belakang dengan membuka panel
belakang dan memutar tombol pada sisi HSM (sisi kiri jika diamati
dari belakang).
3) Mengaktifkan HSM dengan menekan dan menahan tombol
(ON/OFF) pada panel depan selama ± 2 detik sampai muncul
“HEAT STRESS MONITOR” pada layar. Kemudian tombol
dilepaskan. Setelahnya akan ditampilkan halaman STATUS HSM
di sebelah kanan yang menunjukkan tanggal, waktu, LCD kontras
dan persentase tingkat daya baterai.
4) Analisis data dimulai dengan memilih menu ENVIRON.
ANALYSIS dan menekan ENTER kemudian memilih siklus
koleksi ‘2 minute’ dan menekan ENTER sampai muncul DATA
COLLECTION IN PROGRESS di layar dan akan menampilkan
juga menit dan detik tersisa untuk sampel lingkungan.
5) Setelah menyelesaikan satu set siklus, hasil disajikan di layar
(Tabel 4.6) dan dicatat dalam Laporan Data Penelitian.
55
Tabel 4.6
Dua kolom nilai data dalam layar real-time
Nilai Definisi
Unit
Ket. Metrik
Impe-
rial
Kolom 1
DB Dry Bulb ºC ºF Nilai temperatur ambien
WB Wet Bulb ºC ºF Temperatur bola basah adalah
pengukuran yang mencerminkan
sifat-sifat fisik dari sebuah sistem
dengan campuran gas dan uap
G Globe ºC ºF Temperatur bola hitam.
Temperatur radiasi/solar
WBGT Wet Bulb
Globe
Temperature
ºC ºF Temperatur komposit yang
digunakan untuk memperkirakan
pengaruh suhu, kelembaban,
kecepatan angin dan radiasi
matahari pada manusia. (bagian
dari standar ISO 7243)
Kolom 2
RH Relative
Humidity
% % Persentase uap air dalam udara
dibandingkan dengan jumlah jenuh
WS Wind Speed Meter
per
detik
Mil per
jam
Kecepatan angin dari angin yang
melintasi HSM
P Pressure Kilo-
paskal
Inches
of
mercury
Atmosfer/barometrik tekanan
udara
MRT Mean Radiant
Temperature
ºC ºF Parameter yang paling penting
yang mengatur keseimbangan
energi manusia
Sumber: CALOR Instruments Pty Ltd, 2012
4.7.2 Pengukuran SVF
Pengukuran SVF dilakukan dengan metode fotografi fish-eye dengan
menggunakan kamera DSLR Canon EOS 550D dengan lensa Canon EF 8-15mm
f/4L Fish-eye dibantu dengan tripod dilakukan sekali pada setiap lokasi. Teknik
fish-eye merupakan metode tersukses dalam pengukuran tutupan langit (Upmanis
56
et al., 1998; Drezner and Weckerly, 2004; Drezner, 2007 dalam Shaker dan
Drezner, 2010). Kondisi langit saat pengambilan SVF diharapkan dengan tutupan
awan yang seminimal mungkin. Cara pengukurannya adalah sebagai berikut:
1) Kamera DSLR yang telah dipasang lensa fish-eye diletakkan pada
tripod. Ketinggian kamera dari permukaan tanah adalah satu meter.
2) Lensa fish-eye diarahkan ke langit dengan sudut 90º dengan
permukaan tanah untuk mendapatkan fotografi 180º.
3) Pengambilan foto fish-eye dilakukan dengan menekan shutter dan
menghasilkan foto yang selanjutnya mencatat nomor foto pada
Laporan Hasil Pengamatan II.
4) Foto fish-eye dikonversikan dengan menggunakan perangkat lunak
grafis Adobe Photoshop menjadi hitam (bangunan dan tutupan) dan
putih (langit). Perangkat lunak ini dapat memisahkan langit terlihat
dari bagian-bagian penghalang. Tool ‘magic wand’ secara otomatis
menyeleksi area berdasarkan nilai-nilai pixel. Setelah area langit
terseleksi secara akurat, jumlah nilai pixel merepresentasikan nilai
langit terlihat (α). Jumlah nilai pixel keseluruhan area dalam foto
fish-eye merepresentasikan nilai area terlihat (β).
5) Nilai ψs dihitung berdasarkan persentase langit terlihat (α) dari area
terlihat (β).
4.7.3 Pengukuran indeks termal PET
Raw data yang diperoleh dari pengukuran di lapangan yang meliputi
data meteorologi skala mikro, dan asumsi data termo-fisiologis disimulasi dalam
57
model RayMan untuk mendapatkan data indeks termal PET. Hasil simulasi dicatat
dalam Laporan Hasil Simulasi.
4.7.4 Pengukuran konfigurasi dan struktur permukiman
Pengukuran konfigurasi dan struktur permukiman meliputi pengukuran
rasio height/width (H/W), orientasi ngarai permukiman, dan sifat fisik permukaan.
Ketiganya adalah parameter geometri jalan perkotaan yang menciptakan iklim
perkotaan berdasarkan pengaruhnya secara langsung terhadap penyerapan dan
emisi radiasi matahari, dan juga pengaruhnya terhadap ventilasi perkotaan yang
memberikan dampak signifikan pada variasi temperatur pada jalan serta
lingkungan sekitarnya (Shashua-Bara dan Hoffman, 2003). Pengukuran tersebut
untuk menentukan karakteristik ruang terbuka titik sampling. Pengukuran rasio
H/W dilakukan dengan menggunakan meteran, dengan jalan mengukur tinggi
bangunan yang melingkupi titik sampling dan mengukur dinding terluar setiap
bangunan dengan dinding seberang yang lainnya. Nilai rasio didapat dengan
membagi nilai tinggi (H) dengan nilai lebar (W). Pengukuran orientasi ngarai
menggunakan kompas untuk mendapatkan orientasi arah ngarai terhadap arah
mata angin. Sifat fisik permukaan diukur melalui pengamatan visual langsung di
lapangan.
4.8 Analisis Data
4.8.1 Statistik deskripsif
Statistik deskriptif sebagai prosedur statistik untuk menganalisis data
dengan cara mendeskripsikan data hasil penelitian yang didasarkan atas variabel
indeks termal PET. Teknik statistik yang digunakan adalah t-test yang
58
dikarenakan jenis data indeks termal PET merupakan data interval. Hasilnya akan
dicocokkan dengan Tabel 2.3 sehingga mendapatkan status kondisi termal
fisiologis pada lingkungan atmosfer permukiman di kecamatan Denpasar Barat.
Penyajian data karakteristik indeks termal PET pada lingkungan
atmosfer permukiman di kecamatan Denpasar Barat dengan tabel, grafik, diagram,
dan piktogram. Penggunaan bantuan perangkat lunak SPSS untuk perhitungan
mean dari setiap variabel penelitian.
4.8.2 Analisis regresi
Sebelum analisis regresi dilakukan, terlebih dahulu melakukan uji
persyaratan analisis, yaitu: uji multikoreliniaritas, uji heteroskedastisidas dan uji
normalitas. Uji regresi linier berganda ditujukan untuk mengetahui hubungan
variabel dependen (Y) dengan seluruh variabel independen (X) secara bersama-
sama. Analisis regresi linier berganda juga dapat digunakan untuk tujuan prediksi.
Model persamaan regresi linier berganda dalam penelitian ini adalah:
(4)
Keterangan: Y = variabel dependen/terikat a = intercept
X = variabel independen/bebas b = koefisien regresi
4.8.2.1 Koefisien determinasi
Koefisien determinasi yang dinyatakan R2 digunakan untuk mengetahui
proporsi keragaman total variabel terikat (Y) yang dapat diterangkan oleh variabel
bebas (X) yang ada di dalam persamaan regresi linier berganda secara bersama-
sama, ditentukan dengan rumus sebagai berikut:
59
(5)
4.8.2.2 Koefisien korelasi
Koefisien korelasi untuk melihat tinggi rendahnya derajat hubungan
antara variabel-variabel dalam penelitian. Rumus koefisien korelasi adalah
sebagai berikut:
(6)
4.8.2.3 Uji F dan uji T statistik
Pengujian pengaruh simultan semua variabel bebas, yaitu temperatur
udara (X1), kelembaban relatif (X2), kecepatan angin (X3), dan temperatur radiasi
rata-rata (X4) terhadap indeks termal PET (Y) sebagai variabel terikat, digunakan
uji F statistik. Sedangkan pengujian pengaruh secara parsial variabel bebas
temperatur radiasi rata-rata (X4) terhadap indeks termal PET (Y) yang difokuskan
dalam penelitian ini, menggunakan uji T Statistik. Uji F dan uji T statistik
dilakukan dengan bantuan perangkat lunak SPSS.
60
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Profil Indeks Termal PET
Simulasi data-data meteorologi hasil observasi berdasarkan rentang
waktu pengukuran dari pukul 07:00 sampai dengan 18:00 dan asumsi termo-
fisiologis, dilakukan dengan menggunakan model RayMan yang menghasilkan
profil indeks termal PET lingkungan atmosfer permukiman di wilayah Kecamatan
Denpasar Barat. Kondisi meteorologi skala mikro lingkungan atmosfer (Tabel
5.1) dengan temperatur udara tertinggi adalah sebesar 36,0°C dan terendah sebesar
25,6°C. Kelembaban udara tertinggi adalah sebesar 91,6 % dan terendah sebesar
43,3 %. Kecepatan angin tertinggi sebesar 2,8 m/dt dan terendah adalah sebesar
0,2 m/dt. Temperatur radiasi rata-rata tertinggi adalah sebesar 58,0°C dan
terendah sebesar 43,8°C. Setelah dilakukan simulasi menggunakan model
RayMan, didapat indeks termal PET tertinggi sebesar 46,7°C dan terendah sebesar
25,7°C.
Tabel 5.1
Kondisi meteorologi skala mikro dan hasil
indeks termal PET di lokasi studi
Klasifikasi
permukiman
menurut
kepadatan
bangunannya
Kondisi Meteorologi
Indeks Termal
PET
(°C)
Temperatur
udara
(°C)
Kelembaban
relatif
(%)
Kecepatan
angin
(m/dt)
Temperatur
radiasi rata-
rata
(°C)
Maks Min Maks Min Maks Min Maks Min Maks Min
Rendah 34,3 25,6 91,6 60,7 1,6 0,3 53,2 26,1 43,8 25,7
Sedang 36,0 26,2 85,7 43,3 2,8 0,2 56,3 25,9 45,7 26,3
Tinggi 35,7 26,7 84,7 45,2 2,2 0,3 57,3 27,9 46,7 27,2
Sangat padat 35,9 26,5 89,2 44,6 1,5 0,2 58,0 26,9 46,2 26,6
Sumber : Hasil analisis data, 2015
60
61
Profil indeks termal PET di permukiman dengan kepadatan bangunan
rendah (Gambar 5.1) menunjukkan bahwa nilai PET terendah yaitu sebesar
25,7°C pada pukul 07:00 dan semakin siang menunjukkan peningkatan hingga
mencapai nilai tertinggi sebesar 43,8°C pada pukul 14:00 yang termasuk dalam
tingkatan persepsi termal “very hot”. Setelah pukul 14:00 nilai PET kembali
mengalami penurunan hingga mencapai nilai sebesar 28,9°C pada pukul 18:00.
Distribusi nilai indeks termal PET di atas 41°C yang menunjukkan tingkatan
persepsi termal “very hot” berlangsung selama tiga jam yaitu mulai pukul 12.00
sampai dengan 14.00.
Gambar 5.1
Profil indeks termal PET di permukiman dengan klasifikasi
kepadatan bangunan rendah di Kecamatan Denpasar Barat
(Sumber : Hasil analisis data, 2015)
25,7
26,2
34,1
38,6 40,0
41,5
41,4
43,8
38,4
35,1
29,2
28,9
23
29
35
41
47
Nil
ai I
nd
eks
Ter
mal
PE
T (
°C)
Waktu Pengukuran
62
Gambar 5.2
Profil indeks termal PET di permukiman dengan klasifikasi
kepadatan bangunan sedang di Kecamatan Denpasar Barat
(Sumber : Hasil analisis data, 2015)
Profil indeks termal PET di permukiman dengan kepadatan bangunan
sedang (Gambar 5.2) juga menunjukkan pola yang tidak jauh berbeda namun nilai
PET terendah sebesar 26,73°C pada pukul 07:00 dan semakin siang menunjukkan
peningkatan hingga mencapai nilai tertinggi sebesar 45,7°C pada pukul 13:00
yang termasuk dalam tingkatan persepsi termal “very hot”. Setelah pukul 13:00
nilai PET juga kembali mengalami penurunan hingga mencapai nilai sebesar
30,3°C pada pukul 18.00. Distribusi nilai indeks termal PET di atas 41°C yang
menunjukkan tingkatan persepsi termal “very hot” di permukiman klasifikasi
26,3
33,7
38,2
41,0
43,9 44,6
45,7
44,5
42,9
39,5
33,5
30,3
23
29
35
41
47 N
ilai
Ind
eks
Ter
mal
PE
T (
°C)
Waktu Pengukuran
63
sedang berlangsung selama lima jam yaitu mulai pukul 11:00 sampai dengan
15:00.
Pola yang sama di kedua profil indeks termal PET menunjukkan pada
tengah hari dengan intensitas radiasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan pagi
dan sore hari memiliki nilai indeks termal PET yang tinggi. Hal ini terjadi karena
pada tengah hari radiasi matahari memberikan energi panas yang tinggi yang
berasal dari fluks radiasi matahari gelombang pendek dan gelombang panjang
dengan sudut datang yang besar terhadap permukaan. Pengaruh biometeorologi
fluks radiasi matahari gelombang pendek dan gelombang panjang
ditranspormasikan ke dalam parameter Tmrt (Wachter 1950; Bradkte 1951 dalam
Matzarakis et al., 2007) di mana ditemukan pula pola profil Tmrt yang tinggi saat
tengah hari (Gambar 5.7). Holst dan Mayer (2010) menyatakan bahwa pada hari-
hari musim panas, kondisi lingkungan atmosfer perkotaan pada saat jam-jam
siang hari berkarakteristik dengan nilai Tmrt yang tinggi. Matzarakis dan Mayer
(1998) menyatakan bahwa Tmrt merupakan parameter yang paling berpengaruh
terhadap indeks termal PET saat kecepatan angin yang lemah.
Profil indeks termal PET di permukiman dengan klasifikasi kepadatan
bangunan tinggi (Gambar 5.3) tampaknya sedikit fluktuatif dibandingkan dua
klasifikasi sebelumnya. Nilai PET terendah sebesar 27,2°C pada pukul 07:00 dan
tertinggi sebesar 46,7°C pada pukul 11:00 yang termasuk dalam tingkatan
persepsi termal “very hot”. Fluktuatif nilai indeks termal PET berlangsung setelah
pukul 11:00 hingga pukul 15:00 dan selanjutnya kembali menurun hingga nilai
30,6°C pada pukul 18:00. Distribusi nilai indeks termal PET di atas 41°C yang
64
menunjukkan tingkatan persepsi termal “very hot” berlangsung selama enam jam
yaitu mulai pukul 10:00 sampai dengan 15:00.
Gambar 5.3
Profil indeks termal PET di permukiman dengan klasifikasi
kepadatan bangunan tinggi di Kecamatan Denpasar Barat
(Sumber : Hasil analisis data, 2015)
Fluktuatifnya nilai indeks termal PET pada pukul 12:00 hingga pukul
15:00 juga disebabkan oleh fluktuasi nilai Tmrt (Gambar 5.7) dan hal yang paling
memungkinkan untuk menjelaskan terjadinya fluktuatif adalah perubahan sesaat
besaran fluks radiasi matahari gelombang panjang dan gelombang pendek saat
pengukuran yang dapat disebabkan halangan sesaat radiasi matahari oleh tutupan
awan. Tutupan awan mempengaruhi besaran fluks radiasi matahari gelombang
pendek yang masuk dengan mengurangi kejadian ke permukaan bumi dan
27,2
34,9
37,4
43,2 46,7
45,2
46,1
43,1
43,2
39,5
34,5
30,6
23
29
35
41
47
Nil
ai I
nd
eks
Ter
mal
PE
T (
°C)
Waktu Pengukuran
65
mengubah komposisi panjang gelombang sehingga relatif lebih banyak menjadi
panjang gelombang terlihat (visible wavelengths) (Zhang et al., 1996; Van den
Broeke et al., 2004 dalam Pellicciotti et al., 2011).
Gambar 5.4
Profil indeks termal PET di permukiman dengan klasifikasi kepadatan bangunan
sangat padat di Kecamatan Denpasar Barat
(Sumber : Hasil analisis data, 2015)
Untuk profil indeks termal PET di permukiman dengan klasifikasi
kepadatan bangunan sangat padat (Gambar 5.4) menunjukkan bahwa nilai PET
terendah sebesar 26,6°C dan pada puncaknya sebesar 46,2°C pada pukul 14:00
yang termasuk dalam tingkatan persepsi termal “very hot”. Setelah pukul 14:00
nilai PET berangsur turun hingga 32,1°C pada pukul 18:00. Distribusi nilai indeks
26,6
29,5
37,6
40,6
41,3 41,7
46,0
46,2
44,3
41,2 40,3
32,1
23
29
35
41
47
Nil
ai I
nd
eks
Ter
mal
PE
T (
°C)
Waktu Pengukuran
66
termal PET di atas 41°C yang menunjukkan tingkatan persepsi termal “very hot”
berlangsung selama enam jam yaitu mulai pukul 11:00 sampai dengan 16:00.
Gambar 5.5
Grafik perbandingan profil indeks termal PET di setiap klasifikasi permukiman
menurut kepadatan bangunan. PET 1 : profil indeks termal PET di permukiman
dengan klasifikasi kepadatan bangunan rendah, PET 2 : profil indeks termal PET
di permukiman dengan klasifikasi kepadatan bangunan sedang, PET 3 : profil
indeks termal PET di permukiman dengan klasifikasi kepadatan bangunan tinggi,
PET 4 : profil indeks termal PET di permukiman dengan klasifikasi kepadatan
bangunan sangat padat dan PET 5 adalah rerata nilai indeks termal PET.
(Sumber : Hasil analisis data, 2015)
23
29
35
41
47
Nil
ai I
nd
eks
Ter
mal
PE
T (
°C)
Waktu Pengukuran
PET 1 PET 2 PET 3 PET 4 PET 5
67
Perbedaan profil indeks termal PET di antara ke-empat klasifikasi
permukiman di Kecamatan Denpasar Barat dapat dilihat pada Gambar 5.5 yang
menunjukkan profil indeks termal PET di permukiman dengan klasifikasi
kepadatan rendah adalah yang terendah dibandingkan dengan tiga klasifikasi
lainnya. Sedangkan profil indeks termal PET tertinggi adalah profil indeks termal
PET di permukiman dengan klasifikasi kepadatan bangunan tinggi saat pagi
hingga tengah hari dan profil indeks termal PET di permukiman dengan
klasifikasi bangunan sangat padat saat setelah tengah hari hingga sore hari. Profil
indeks termal PET di permukiman dengan klasifikasi kepadatan bangunan sedang
berada di atas indeks rata-rata di setiap pengukuran kecuali pada pukul 17:00 yang
berada sedikit di bawah rata-rata.
Nilai indeks termal PET permukiman klasifikasi sangat padat pada pagi
hingga tengah hari tercatat lebih rendah dibandingkan dengan nilai indeks termal
PET klasifikasi kepadatan sedang dan tinggi dan bahkan pada beberapa titik
waktu pengukuran yaitu pukul 08:00, 10:00, 11:00 dan 12:00 lebih rendah
dibandingkan rerata indeks termal PET. Jika dicermati pada parameter
meteorologi skala mikro permukiman klasifikasi kepadatan sangat padat, bahwa
parameter temperatur udara, kelembaban relatif dan kecepatan angin bukan
sebagai penyebab kondisi tersebut. Nilai ketiga parameter tersebut terlihat tidak
jauh berbeda dengan nilai parameter permukiman klasifikasi sedang dan tinggi.
Bahkan parameter kecepatan angin di permukiman klasifikasi kepadatan sangat
padat hampir seluruhnya berada di bawah rerata kecepatan angin yang
menunjukkan semestinya nilai indeks termal PET yang tinggi. Dengan demikian
68
parameter Tmrt adalah satu-satunya sebagai penyebab kondisi nilai indeks termal
PET permukiman klasifikasi kepadatan sangat padat pada saat pagi hingga tengah
hari lebih kecil dibandingkan dengan indeks termal PET permukiman klasifikasi
sedang dan sangat padat (lihat Gambar 5.7). Diperkirakan fluks radiasi matahari
gelombang pendek di titik pengukuran permukiman klasifikasi sangat padat saat
pagi hingga tengah hari mempunyai nilai yang jauh lebih kecil dibandingkan saat
tengah hari hingga sore hari. Perbedaan besaran nilai fluks radiasi gelombang
pendek dapat terjadi di wilayah perkotaan. Matzarakis (2001) dalam Matzarakis et
al. (2007) menyatakan bahwa fluks radiasi matahari gelombang pendek adalah
parameter meteorologi yang memiliki variasi yang sangat besar di wilayah
perkotaan.
Dapat ditemukan pola yang sama pada dua komponen yang
mempengaruhi indeks termal PET yaitu pada profil Ta dan profil Tmrt. Temperatur
udara di permukiman klasifikasi kepadatan rendah adalah yang terendah pada
setiap waktu pengukuran dibandingkan tiga klasifikasi lainnya (Gambar 5.6).
Temperatur udara permukiman klasifikasi kepadatan bangunan sedang, tinggi dan
sangat padat terlihat tidak jauh berbeda dan berada di atas rerata temperatur udara
kecuali di beberapa bagian pengukuran. Pukul 08:00, 10:00 dan 12:00 temperatur
udara di permukiman klasifikasi kepadatan sangat padat berada di bawah rerata
temperatur udara dan temperatur udara di bawah rerata temperatur udara di
permukiman klasifikasi kepadatan sedang ditunjukkan pada pukul 09:00, 11:00,
dan 17:00. Temperatur udara di permukiman klasifikasi kepadatan tinggi hampir
69
seluruhnya berada di atas rerata temperatur udara terkecuali pada pukul 14:00 dan
18:00 sedikit di bawah rata-rata.
Gambar 5.6
Grafik perbandingan temperatur udara di empat lokasi studi. Ta 1 : temperatur
udara pada permukiman dengan klasifikasi kepadatan bangunan rendah, Ta 2 :
temperatur udara pada permukiman dengan klasifikasi kepadatan bangunan
sedang, Ta 3 : temperatur udara pada permukiman dengan klasifikasi kepadatan
bangunan tinggi, Ta 4 : temperatur udara pada permukiman dengan klasifikasi
kepadatan bangunan sangat padat dan Ta 5 : rerata temperatur udara.
(Sumber : Hasil analisis data, 2015)
25
27
29
31
33
35
37
Nil
ai T
a (°
C)
Waktu Pengukuran
Ta 1 Ta 2 Ta 3 Ta 4 Ta 5
70
Gambar 5.7
Grafik perbandingan temperatur radiasi rata-rata di empat lokasi studi. Tmrt 1 :
temperatur radiasi rata-rata pada permukiman dengan klasifikasi kepadatan
bangunan rendah, Tmrt 2 : temperatur radiasi rata-rata pada permukiman dengan
klasifikasi kepadatan bangunan sedang, Tmrt 3 : temperatur radiasi rata-rata pada
permukiman dengan klasifikasi kepadatan bangunan tinggi, Tmrt 4 : temperatur
radiasi rata-rata pada permukiman dengan klasifikasi kepadatan bangunan sangat
padat dan Tmrt 5 : rerata temperatur radiasi rata-rata.
(Sumber : Hasil analisis data, 2015)
Profil Tmrt tampaknya lebih identik dengan profil indeks termal PET di
mana Tmrt di permukiman klasifikasi kepadatan bangunan tinggi adalah tertinggi
saat menjelang tengah hari dan Tmrt di permukiman klasifikasi kepadatan sangat
tinggi adalah yang tertinggi setelah tengah hari hingga sore hari (Gambar 5.7).
25
30
35
40
45
50
55
60
Nil
ai T
mrt (
°C)
Waktu Pengukuran
Tmrt 1 Tmrt 2 Tmrt 3 Tmrt 4 Tmrt 5
71
Perubahan nilai Tmrt mengindikasikan perubahan situasi radiasi yang berlaku
dalam lingkungan atmosfer permukiman yang mengakibatkan perubahan nilai
indeks termal PET yang mengindikasikan pula perubahan persepsi thermal
comfort dalam lingkungan tersebut.
5.2 Status Thermal Comfort
Status thermal comfort lingkungan atmosfer permukiman di wilayah
Kecamatan Denpasar Barat ditunjukkan dari tingkat persepsi termal dan tekanan
fisiologis manusia yang hanya berlaku untuk nilai asumsi produksi panas internal
sebesar 80 W/m2 dan resistensi panas pakaian sebesar 0,5 clo. Hasilnya sesuai
dengan hipotesis di mana 100% status thermal comfort lingkungan atmosfer
permukiman di Kecamatan Denpasar Barat berada dalam tekanan termal panas
dengan rentang dari slight heat stress sampai dengan extreme heat stress.
Tabel 5.2
Persepsi termal dan tingkat tekanan fisiologis lingkungan atmosfer permukiman
di wilayah Kecamatan Denpasar Barat berdasarkan rerata indeks termal PET
Klasifikasi permukiman
menurut kepadatan
bangunannya
Rerata Indeks
Termal PET
(°C)
Thermal
perception
Grade of
physiological stress
Rendah 35,2333 Hot Strong heat stress
Sedang 38,6750 Hot Strong heat stress
Tinggi 39,3000 Hot Strong heat stress
Sangat padat 38,9500 Hot Strong heat stress
Sumber : Hasil analisis data, 2015
Jika dilihat berdasarkan rerata indeks termal PET dalam Tabel 5.2,
kondisi tingkat tekanan fisiologis berada pada tingkat “Strong heat stress”.
Namun hal ini berlaku untuk lingkungan atmosfer yang berada di luar naungan
bayangan pepohonan dan bangunan yang merupakan obyek penelitian ini.
Sebagaimana diketahui bahwa penelitian Mayer dan Matzarakis (1998)
72
menunjukkan terjadi penurunan tingkat tekanan termal manusia pada siang hari,
ketika radiasi matahari langsung dinaungi oleh pohon dengan perbedaan nilai rata-
rata PET sebesar 15°C.
Gambar 5.8
Grafik tekanan fisiologis manusia di permukiman wilayah
Kecamatan Denpasar Barat
(Sumber : Hasil analisis data, 2015)
Status termal comfort di permukiman klasifikasi kepadatan bangunan
rendah memiliki durasi tingkat tekanan fisiologis “strong heat stress” tertinggi
mencapai 33%, sedangkan tingkat “extreme heat stress” dan “slight heat stress”
masing-masing sebesar 25% dan tingkat “moderate heat stress” sebesar 17%
73
(Gambar 5.8 Stasiun I). Extreme heat stress terjadi pada tengah hari pada pukul
12:00 hingga 14:00 saat intensitas radiasi matahari berada pada puncaknya. Status
termal comfort di permukiman klasifikasi kepadatan bangunan sedang memiliki
durasi tingkat tekanan fisiologis “extreme heat stress” tertinggi sebesar 42%
sedangkan tingkat tekanan fisiologis “strong heat stress”, “moderate heat stress”,
dan “Slight heat stress” di permukiman dengan klasifikasi sedang adalah sebesar
masing-masing 25%, 25%, dan 8% (Gambar 5.8 Stasiun II). Extreme heat stress
terjadi pada tengah hari pada pukul 11:00 hingga 15:00. Status termal comfort di
permukiman klasifikasi kepadatan bangunan tinggi memiliki durasi tingkat
tekanan fisiologis “extreme heat stress” tertinggi sebesar 50% sedangkan tingkat
tekanan fisiologis “strong heat stress”, “moderate heat stress”, dan “Slight heat
stress” pada permukiman dengan klasifikasi tinggi adalah sebesar masing-masing
17%, 25%, dan 8% (Gambar 5.8 Stasiun III). Extreme heat stress terjadi pada
tengah hari pada pukul 10:00 hingga 15:00. Status termal comfort di permukiman
klasifikasi kepadatan bangunan sangat padat memiliki durasi tingkat tekanan
fisiologis “extreme heat stress” yang sama dengan permukiman klasifikasi
kepadatan bangunan tinggi yaitu sebesar 50% sedangkan yang membedakannya
adalah tingkat tekanan fisiologis “strong heat stress” dan “moderate heat stress”,
yang terbalik besarannya yaitu sebesar masing-masing 25%, 17% dan untuk
tingkat “slight heat stress” pada permukiman dengan klasifikasi sangat padat
adalah sama yaitu sebesar 8% (Gambar 5.8 Stasiun IV). Extreme heat stress
terjadi pada tengah hari pada pukul 11:00 hingga 16:00.
74
Tabel 5.3
Prediksi rerata indeks termal PET dan status thermal comfort di wilayah
Kecamatan Denpasar Barat pada akhir abad ke-21
Klasifikasi
permukiman
menurut
kepadatan
bangunannya
Rerata
Temperatur
Udara
(°C)
Perkiraan
Temperatur
Udara pada
Akhir Abad
ke-21*
(°C)
Koefisien
regresi (B)
Temperatur
Udara
Rerata
Indeks
Termal PET
Hasil
Pengukuran
(°C)
Prediksi
Rerata
Indeks
Termal PET
pada Akhir
Abad ke-
21**
(°C)
Grade of
Physiologi-
cal Stress
pada Akhir
Abad ke-21
Rendah 30,8167 33,8167 0,734 35,2333 37,435 Strong heat
stress
Sedang 32,8250 35,8250 0,544 38,6750 40,307 Strong heat
stress
Tinggi 33,3167 36,3167 1,050 39,3000 42,450 Extreme
heat stress
Sangat padat 33,0083 36,0083 0,567 38,9500 40,651 Strong heat
stress
* Dihitung berdasarkan perkiraan kenaikan Ta 3°C dalam laporan IPCC tahun 2007
** Diasumsikan parameter kelembaban udara, kecepatan angin dan temperatur radiasi rata-rata
tidak berubah
Sumber : Hasil analisis data, 2015
Tekanan termal panas akan lebih sering terjadi dan meningkat di masa
yang akan datang dalam kaitannya dengan perubahan iklim global (Matzarakis
dan Endler, 2010). Sebagaimana laporan IPCC (2007) bahwa diperkirakan terjadi
peningkatan temperatur udara sebesar lebih dari 3°C pada akhir abad ke-21.
Berdasarkan analisis yang ditunjukkan dalam Tabel 5.3, bahwa rerata indeks
termal PET pada akhir abad ke-21 di permukiman wilayah Kecamatan Denpasar
Barat klasifikasi kepadatan bangunan rendah, sedang, tinggi dan sangat padat
adalah sebesar masing-masing 37,5°C, 40,3°C, 42,5°C dan 40,7°C. Meskipun
perubahan status thermal comfort pada akhir abad ke-21 hanya terjadi pada
permukiman klasifikasi kepadatan tinggi dengan status thermal comfort menjadi
75
tingkat tekanan fisiologis extreme heat stress, namun nilai rerata indeks termal
PET permukiman sedang (40,3°C) dan sangat padat (40,7°C) berada pada nilai
yang sangat dekat dengan batas tingkat tekanan fisiologis extreme heat stress
yaitu 41°C.
Paparan termal panas dengan tingkat tekanan fisiologis extreme heat
stress, akan menyebabkan penduduk yang terpapar secara langsung maupun tidak
langsung memberikan respon fisiologis. Saat temperatur inti tubuh melebihi 37ºC
terjadi proses vasodilatasi untuk meningkatkan pengeluaran panas dari tubuh akan
meningkatkan aliran darah ke permukaan kulit sehinggga temperatur permukaan
kulit meningkat dan disertai dengan peningkatan sekresi keringat. Proses sekresi
keringat yang berlebihan akan memicu dehidrasi bagi penduduk di wilayah
Kecamatan Denpasar Barat. Temperatur inti tubuh saat melewati 38 – 39ºC terjadi
peningkatan resiko pengeluaran panas, dan temperatur di luar dari pada itu dapat
menimbulkan heat stroke yang dapat berakhir dengan kegagalan sistem
termoregulasi saraf pusat (Jay dan Kenny, 2010 dalam Lundgren et al., 2013).
Konsekuensi kesehatan lainnya berupa dehidrasi, cedera, kelelahan akibat panas,
penyakit kardiovaskuler, katarak, gagal ginjal, melemahnya sistem kekebalan
tubuh, dan kematian. (WHO, 2012 dalam Lundgren et al., 2013). Hal ini sangat
membahayakan kesehatan penduduk dan dapat menyebabkan kematian jika terlalu
banyak kehilangan sodium dalam tubuh. Respon psikologis juga dapat terjadi
berupa perilaku yang cenderung agresif dan perubahan mood yang tidak menentu.
76
5.3 Pengaruh Tmrt terhadap Indeks Termal PET
Untuk mendapatkan hasil statistik yang menjawab pengaruh Tmrt
terhadap Indeks Termal PET, dilakukan uji statistik menggunakan model
persamaan regresi linier berganda terhadap masing-masing klasifikasi
permukiman di wilayah Kecamatan Denpasar Barat. Namun sebelumnya
dilakukan uji asumsi klasik yang akan menguji persamaan yang digunakan
berdistribusi normal atau tidak, sehingga data-data yang digunakan layak untuk
dilakukan uji regresi linier berganda. Uji asumsi klasik yang digunakan meliputi :
uji multikoreliniaritas, uji heteroskedastisidas dan uji normalitas, dengan
menggunakan bantuan perangkat lunak SPSS versi 20.
5.3.1 Uji multikolinearitas
Uji multikolinearitas digunakan untuk melihat hubungan yang kuat
antara variabel bebas yaitu variabel Ta, variabel RH, variabel v dan variabel Tmrt.
Metode yang digunakan adalah melihat nilai koefisien determinan, baik R2
ataupun Adjusted R2, jika di atas 0,60 namun tidak ada variabel bebas yang
berpengaruh terhadap variabel terikat, maka diasumsikan model mengalami
gangguan multikolinearitas (Nugroho, 2005).
Hasil uji multikolinearitas terhadap variabel-variabel bebas hasil
observasi data meteorologi skala mikro lingkungan atmosfer permukiman
menurut klasifikasi kepadatan bangunannya di wilayah Kecamatan Denpasar
Barat menunjukkan tidak terjadi multikolinearitas (Tabel 5.4). Nilai Adjusted R2
ke-empat model diatas 0,60 dengan variabel Ta, v dan Tmrt merupakan variabel
bebas yang berpengaruh terhadap variabel terikat.
77
Tabel 5.4
Hasil uji multikoreliniaritas variabel bebas penelitian
Model Adjusted R
Square
Coefficients Sig. Gejala Multi-
kolinearitas Ta RH v Tmrt
1 0,998 0,002 0,352 0,000 0,000 (-)
2 0,999 0,009 0,975 0,001 0,000 (-)
3 0,995 0,002 0,348 0,006 0,000 (-)
4 0,999 0,001 0,962 0,006 0,000 (-)
Ket.
Model 1 adalah Model regresi linier berganda untuk permukiman klasifikasi
kepadatan bangunan rendah; Model 2 adalah Model regresi linier berganda untuk
permukiman klasifikasi kepadatan bangunan sedang; Model 3 adalah Model
regresi linier berganda untuk permukiman klasifikasi kepadatan bangunan tinggi;
dan Model 4 adalah Model regresi linier berganda untuk permukiman klasifikasi
kepadatan bangunan sangat padat.
(-) : Tidak terdapat gejala multikolinearitas
(+) : Terdapat gejala Multikolinearitas
Sumber : Hasil analisis data, 2015
5.3.2 Uji heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk melihat kesamaan varian dari
residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain bernilai tetap. Metode yang
digunakan adalah metode scatter plot dengan memplotkan nilai ZPRED (nilai
prediksi) dengan SRESID (nilai residual). Hasil uji heteroskedastisitas di setiap
pengamatan pada permukiman di wilayah Denpasar Barat menunjukkan scatter
plot yang tidak membentuk suatu pola apapun, tersebar merata baik di atas dan
juga di bawah sumbu y = 0 (Gambar 5.9).
78
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 5.9
Grafik scatter plot pengamatan di setiap permukiman menurut klasifikasi
kepadatan bangunan. (a) adalah scatter plot model 1; (b) adalah scatter plot
model 2; (c) adalah scatter plot model 3; dan (d) adalah scatter plot model 4
(Sumber : Hasil analisis data, 2015)
5.3.3 Uji normalitas
Uji normalitas digunakan untuk melihat distribusi nilai residual
terdistribusi normal. Metode yang digunakan adalah uji Kolmogorof Smirnov.
Hasil uji normalitas (Tabel 5.5) menunjukkan data meteorologi skala mikro
lingkungan atmosfer permukiman di wilayah Denpasar Barat memiliki distribusi
normal, karena nilai signifikannya di atas alpha 0,05.
79
Tabel 5.5
Hasil uji normalitas data penelitian
One-Sample Kolmogorov-Smirnov
Test
Unstandardized Residual
Model 1 Model 2 Model 3 Model 4
N 12 12 12 12
Normal Parametersa,b
Mean 0E-7 0E-7 0E-7 0E-7
Std.
Deviation 0,23146617 0,16761872 0,34876899 0,16759233
Most Extreme Differences
Absolute 0,160 0,177 0,113 0,179
Positive 0,118 0,108 0,113 0,162
Negative -0,160 -0.177 -0.099 -0,179
Kolmogorov-Smirnov Z 0,554 0,615 0,392 0,619
Asymp. Sig. (2-tailed) 0,919 0,844 0,998 0,838
Ket. :
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Sumber : Hasil analisis data, 2015
5.3.4 Uji regresi linier berganda
Setelah dilakukan uji asumsi klasik terhadap data meteorologi skala
mikro lingkungan atmosfer permukiman di wilayah Kecamatan Denpasar Barat,
maka dilakukan uji regresi linier berganda dengan empat model persamaan regresi
linier berganda untuk masing-masing klasifikasi permukiman. Hasil uji regresi
linier berganda ditunjukkan dalam Tabel 5.6.
Tabel 5.6
Hasil uji regresi linier berganda penelitian
Model
Analisis Unstandardized Coefficients B
Adjusted
R Square
Coefficients
Sig.
Tmrt
ANOVA
Sig. (Constant) Ta RH v Tmrt
1 0,998 0,000 0,000 -8,601 0,734 0,031 -1,417 0,492
2 0,999 0,000 0,000 -1,171 0,544 0,001 -0,868 0,508
3 0,995 0,000 0,000 -16,626 1,050 0,041 -1,169 0,436
4 0,999 0,000 0,000 -1,827 0,567 0,001 -1,121 0,510
Ket. : Model 1 adalah Model regresi linier berganda untuk permukiman klasifikasi kepadatan bangunan
rendah; Model 2 adalah Model regresi linier berganda untuk permukiman klasifikasi kepadatan
bangunan sedang; Model 3 adalah Model regresi linier berganda untuk permukiman klasifikasi
kepadatan bangunan tinggi; dan Model 4 adalah Model regresi linier berganda untuk permukiman
klasifikasi kepadatan bangunan sangat padat.
Sumber : Hasil analisis data, 2015
80
Model 1 memiliki 99,8 % indeks termal PET dapat dijelaskan oleh
variabel Ta, RH, v dan Tmrt dan sisanya 0,02% dijelaskan oleh sebab-sebab lain di
luar model. Hasil ANOVA sig. sebesar 0,000 menunjukkan variabel Ta, RH, v dan
Tmrt berpengaruh secara simultan terhadap indeks termal PET. Pengujian secara
parsial pengaruh variabel Tmrt terhadap variabel indeks termal PET menunjukkan
Coefficients Sig. 0,000 dengan kesimpulan bahwa variabel Tmrt berpengaruh nyata
terhadap indeks termal PET. Hasil uji statistik terhadap model 1 dalam lampiran
4, menunjukkan variabel Tmrt dan variabel v adalah dua variabel yang paling
berpengaruh terhadap indeks termal PET lingkungan atmosfer permukiman
klasifikasi kepadatan bangunan rendah dengan nilai Coefficients Sig. 0,000.
Persamaan regresi model 1 menjadi :
Y1 = -8,601 + 0,734 X1 + 0,031 X2 – 1,417 X3 + 0,492 X4 (7)
Interpretasi dari persamaan ini, jika nilai Ta, RH, v dan Tmrt adalah sebesar 0 maka
nilai indeks termal PET adalah sebesar -8,601. Nilai b1 sebesar 0,734 artinya jika
Ta meningkat sebesar 1°C maka nilai indeks termal PET meningkat sebesar
0,734°C. Nilai b2 sebesar 0,031 artinya jika RH meningkat sebesar 1% maka nilai
indeks termal meningkat sebesar 0,031°C. Nilai b3 sebesar -1,417 artinya jika
kecepatan angin meningkat sebesar 1 m/dt maka nilai indeks termal PET menurun
sebesar 1,417 °C. Nilai b4 sebesar 0,492 artinya jika Tmrt meningkat sebesar 1°C
maka nilai indeks termal PET meningkat sebesar 0,492.
Model 2 memiliki 99,9 % indeks termal PET dapat dijelaskan oleh
variabel Ta, RH, v dan Tmrt dan sisanya 0,01% dijelaskan oleh sebab-sebab lain di
luar model. Hasil ANOVA sig. sebesar 0,000 menunjukkan variabel Ta, RH, v dan
81
Tmrt berpengaruh secara simultan terhadap indeks termal PET pada model 2.
Pengujian secara parsial pengaruh variabel Tmrt terhadap variabel indeks termal
PET juga menunjukkan Coefficients Sig. 0,000 dengan kesimpulan bahwa
variabel Tmrt berpengaruh nyata terhadap indeks termal PET. Hasil uji statistik
terhadap model 2 dalam lampiran 4, menunjukkan variabel Tmrt adalah variabel
yang paling berpengaruh terhadap indeks termal PET lingkungan atmosfer
permukiman klasifikasi kepadatan bangunan sedang dengan nilai Coefficients Sig.
0,000. Persamaan regresi model 2 menjadi :
Y2 = -1,171 + 0,544 X1 + 0,001 X2 – 0,868 X3 + 0,508 X4 (8)
Interpretasi dari persamaan ini, jika nilai Ta, RH, v dan Tmrt adalah sebesar 0 maka
nilai indeks termal PET adalah sebesar -1,171. Nilai b1 sebesar 0,544 artinya jika
Ta meningkat sebesar 1°C maka nilai indeks termal PET meningkat sebesar
0,544°C. Nilai b2 sebesar 0,001 artinya jika RH meningkat sebesar 1% maka nilai
indeks termal meningkat sebesar 0,001°C. Nilai b3 sebesar -0,868 artinya jika
kecepatan angin meningkat sebesar 1 m/dt maka nilai indeks termal PET menurun
sebesar 0,868 °C. Nilai b4 sebesar 0,508 artinya jika Tmrt meningkat sebesar 1°C
maka nilai indeks termal PET meningkat sebesar 0,508.
Model 3 memiliki 99,5 % indeks termal PET dapat dijelaskan oleh
variabel Ta, RH, v dan Tmrt dan sisanya 0,05% dijelaskan oleh sebab-sebab lain di
luar model. Hasil ANOVA sig. sebesar 0,000 menunjukkan variabel Ta, RH, v dan
Tmrt berpengaruh secara simultan terhadap indeks termal PET pada model 3.
Pengujian secara parsial pengaruh variabel Tmrt terhadap variabel indeks termal
PET juga menunjukkan Coefficients Sig. 0,000 dengan kesimpulan bahwa
82
variabel Tmrt berpengaruh nyata terhadap indeks termal PET. Hasil uji statistik
terhadap model 3 dalam lampiran 4, menunjukkan variabel Tmrt adalah variabel
yang paling berpengaruh terhadap indeks termal PET lingkungan atmosfer
permukiman klasifikasi kepadatan bangunan tinggi dengan nilai Coefficients Sig.
0,000. Persamaan regresi model 3 menjadi :
Y3 = -16,626 + 1,050 X1 + 0,041 X2 – 1,169 X3 + 0,436 X4 (9)
Interpretasi dari persamaan ini, jika nilai Ta, RH, v dan Tmrt adalah sebesar 0 maka
nilai indeks termal PET adalah sebesar -16,626. Nilai b1 sebesar 1,050 artinya jika
Ta meningkat sebesar 1°C maka nilai indeks termal PET meningkat sebesar
1,050°C. Nilai b2 sebesar 0,041 artinya jika RH meningkat sebesar 1% maka nilai
indeks termal meningkat sebesar 0,041°C. Nilai b3 sebesar -1,169 artinya jika
kecepatan angin meningkat sebesar 1 m/dt maka nilai indeks termal PET menurun
sebesar 1,169 °C. Nilai b4 sebesar 0,436 artinya jika Tmrt meningkat sebesar 1°C
maka nilai indeks termal PET meningkat sebesar 0,436.
Model 4 memiliki 99,9 % indeks termal PET dapat dijelaskan oleh
variabel Ta, RH, v dan Tmrt dan sisanya 0,01% dijelaskan oleh sebab-sebab lain di
luar model. Hasil ANOVA sig. sebesar 0,000 menunjukkan variabel Ta, RH, v dan
Tmrt berpengaruh secara simultan terhadap indeks termal PET pada model 4.
Pengujian secara parsial pengaruh variabel Tmrt terhadap variabel indeks termal
PET juga menunjukkan Coefficients Sig. 0,000 dengan kesimpulan bahwa
variabel Tmrt berpengaruh nyata terhadap indeks termal PET. Hasil uji statistik
terhadap model 4 dalam lampiran 4, menunjukkan variabel Tmrt adalah variabel
yang paling berpengaruh terhadap indeks termal PET lingkungan atmosfer
83
permukiman klasifikasi kepadatan bangunan sangat padat dengan nilai
Coefficients Sig. 0,000. Persamaan regresi model 3 menjadi :
Y4 = -1,827 + 0,567 X1 + 0,001 X2 – 1,121 X3 + 0,510 X4 (10)
Interpretasi dari persamaan ini, jika nilai Ta, RH, v dan Tmrt adalah sebesar 0 maka
nilai indeks termal PET adalah sebesar -1,827. Nilai b1 sebesar 0,567 artinya jika
Ta meningkat sebesar 1°C maka nilai indeks termal PET meningkat sebesar
0,567°C. Nilai b2 sebesar 0,001 artinya jika RH meningkat sebesar 1% maka nilai
indeks termal meningkat sebesar 0,001°C. Nilai b3 sebesar -1,121 artinya jika
kecepatan angin meningkat sebesar 1 m/dt maka nilai indeks termal PET menurun
sebesar 1,121 °C. Nilai b4 sebesar 0,510 artinya jika Tmrt meningkat sebesar 1°C
maka nilai indeks termal PET meningkat sebesar 0,510.
Uji statistik regresi linier berganda terhadap empat model yang
mewakili masing-masing klasifikasi lingkungan atmosfer permukiman,
menunjukkan pengaruh nyata variabel Tmrt terhadap variabel indeks termal PET
dan juga variabel Tmrt merupakan variabel yang paling berpengaruh terhadap
indeks termal PET dengan Coefficients Sig. 0,000, maka dapat disimpulkan bahwa
hipetesis 2 penelitian ini adalah H1 diterima dan H0 ditolak yang artinya bahwa
nilai Tmrt berpengaruh nyata terhadap nilai indeks termal PET di semua klasifikasi
permukiman menurut kepadatan bangunannya.
5.4 Metode Meningkatkan Status Thermal Comfort Permukiman di
Wilayah Kecamatan Denpasar Barat
Berdasarkan hasil penelitian dan hasil uji statistik yang telah dilakukan
dengan rerata Ta dan RH di ke-empat lingkungan atmosfer permukiman yang
84
diteliti sebesar masing-masing 32,49°C dan 61,54%, maka karakteristik iklim
mikro lingkungan atmosfer permukiman di wilayah Kecamatan Denpasar Barat
menurut pendekatan Olgyay (1967) tergolong dalam iklim panas lembab. Proses
perencanaan permukiman di wilayah Kecamatan Denpasar Barat dengan
pendekatan bioklimatik telah dimulai dengan pemahaman terhadap kondisi iklim
mikro lingkungan atmosfer permukiman yang berkarakteristik iklim panas
lembab.
Analisis kondisi thermal comfort sebagaimana telah dibahas dalam sub-
bab sebelumnya menemukan bahwa status thermal comfort lingkungan atmosfer
permukiman di wilayah Denpasar Barat berada 100% dalam tekanan termal panas
sebesar dengan tingkat tekanan fisiologis “Strong heat stress” untuk rentang
waktu pengukuran 07:00 sampai dengan 18:00. Kondisi lingkungan atmosfer yang
berada dalam tekanan termal panas tersebut, dapat dipastikan bahwa proses
konveksi panas dari ruang luar ke dalam ruang dalam permukiman akan
menyebabkan konsumsi energi untuk pengkondisian udara meningkat, dengan
demikian diperlukan pendekatan bioklimatik dalam proses perencanaan
permukiman di wilayah Kecamatan Denpasar Barat ke depannya.
Pendekatan bioklimatik dalam desain permukiman di wilayah
Kecamatan Denpasar Barat dimulai dengan strategi penempatan, orientasi dan
shading bangunan untuk mendapatkan aliran angin dengan kecepatan yang
maksimal yang dapat menurunkan nilai indeks termal PET. Tabel 5.7
menunjukkan bahwa orientasi East-West memiliki rerata kecepatan angin tertinggi
sebesar 1,1483 m/dt. Hal ini juga didukung oleh data Stasiun Meteorologi Kelas I
85
Ngurah Rai Denpasar yang menunjukkan arah angin dominan pada periode
Pebruari 2015 dan periode Maret 2015 dari arah Barat (247.5°-292.5°) dengan
persentase masing-masing 22.74% dan 15,83% (BMKG Denpasar, 2015).
Tabel 5.7
Karakteristik ngarai jalan di lokasi penelitian
Klasifikasi
permukiman
Aspek Geometri Rerata
Kecepatan
Angin
(m/dt)
Material yang
melingkupi
/albedo*)) H
(m)
W
(m) Orientasi H/W
Rendah *)
3,0 2,5
SE-NW 1,2 1,1233
Jalan :Aspal / 0.1
Fasade : Plesteran
Beton / 0.3
Sedang *)
3,0 3,0
N-S 1,0 0,9483
Jalan :Aspal / 0.1
Fasade : Plesteran
Beton / 0.3
Tinggi *)
3,0 2,5
E-W 1,2 1,1483
Jalan :Aspal / 0.1
Fasade : Plesteran
Beton / 0.3
Sangat padat
*)
3,0 2,0
E-W 1,5 0,7333
Jalan :Paving / 0.3
Fasade : Plesteran
Beton / 0.3
Ket. :
SE : Southeast
NW : Northwest
E : East
W : West
Klasifikasi berdasarkan kepadatan bangunan
*) di lokasi titik sampling
*)) approximated albedo
Sumber : Hasil analisis data, 2015
Keseimbangan termal yang ingin dicapai pada lingkungan atmosfer
permukiman di wilayah Denpasar Barat dalam menyerap panas saat siang hari dan
melepaskan panas saat malam hari ditentukan oleh susunan bangunan-bangunan
yang melingkupi ruang atmosfer permukiman tersebut. Kepadatan komposisi
bangunan dalam permukiman di wilayah Denpasar Barat ditunjukkan dengan nilai
SVF seperti dalam Gambar 5.10.
86
(a)
Horizon Limitation : 21,2%
Sky view factor : 0.788
(b)
Horizon Limitation : 30,3%
Sky view factor : 0.697
(c)
Horizon Limitation : 55,3%
Sky view factor : 0.447
(d)
Horizon Limitation : 63,8%
Sky view factor : 0.362
Gambar 5.10
Nilai horizon limitation dan SVF di lokasi penelitian. (a) Stasiun I; (b) Stasiun II;
(c) Stasiun III; dan (d) Stasiun IV
(sumber : hasil analisis data, 2015)
Horizon limitation dan nilai SVF di titik lokasi pengukuran
permukiman klasifikasi kepadatan bangunan rendah sebesar masing-masing
21,2% dan 0,788 (Gambar 5.10.a). Kepadatan komposisi bangunan yang rendah
87
ini berimplikasi pada durasi dan intensitas yang lebih panjang. Paparan radiasi
matahasi diterima selama sembilan jam mulai dari pukul 10:00 sampai dengan
18:00, namun demikian, panas yang diterima (heat gain) saat siang hari tersebut
dengan cepat dilepaskan kembali ke angkasa akibat rendahnya permukaan yang
melingkupi ruang atmosfer di lokasi pengukuran ini. Hal ini ditunjukkan dari
tingkat tekanan fisiologis “extreme heat stress” dengan rentang waktu yang
terpendek dibanding tiga klasifikasi lainnya yang berdurasi hanya selama tiga
jam.
Horizon limitation dan nilai SVF di titik lokasi pengukuran
permukiman klasifikasi kepadatan bangunan sedang sebesar masing-masing
30,3% dan 0,697 (Gambar 5.10.b). Paparan radiasi matahasi diterima selama
delapan jam mulai dari pukul 10:00 sampai dengan 17:00 yang berarti lebih
pendek dibandingkan dengan yang diterima permukiman dengan klasifikasi
kepadatan bangunan rendah. Tingkat tekanan fisiologis “extreme heat stress”
dengan rentang waktu yang lebih panjang berdurasi selama lima jam dibanding
permukiman dengan klasifikasi kepadatan bangunan rendah. Hal ini
mengindikasikan pelepasan panas kembali (heat loss) berkurang akibat kepadatan
komposisi bangunan yang melingkupi atmosfer lebih padat dibandingkan dengan
permukiman klasifikasi kepadatan bangunan rendah.
Horizon limitation dan nilai SVF di titik lokasi pengukuran
permukiman klasifikasi kepadatan bangunan tinggi sebesar masing-masing 55,3%
dan 0,447. Meskipun horizon limitation yang besar, namun paparan radiasi
matahari di lokasi permukiman ini memiliki durasi yang panjang yang disebabkan
88
orientasi ngarai jalan permukiman searah lintasan matahari yaitu orientasi East-
West (Gambar 5.10.c). Radiasi matahasi diterima secara penuh selama sepuluh
jam mulai dari pukul 08:00 sampai dengan 17:00 yang berarti lebih panjang
dibandingkan dengan dua klasifikasi sebelumnya. Tingkat tekanan fisiologis
“extreme heat stress” dengan rentang waktu yang lebih panjang berdurasi selama
enam jam. Hal ini mengindikasikan pelepasan panas kembali jauh lebih kecil
akibat kepadatan komposisi bangunan yang lebih padat dibandingkan dua
klasifikasi sebelumnya.
Horizon limitation dan nilai SVF di titik lokasi pengukuran
permukiman klasifikasi kepadatan bangunan sangat padat sebesar masing-masing
63,8% dan 0,362. Meskipun horizon limitation yang besar, namun paparan radiasi
matahari di lokasi permukiman ini memiliki durasi terpanjang yang disebabkan
oleh orientasi ngarai jalan permukiman yang searah lintasan matahari yaitu
orientasi East-West (Gambar 5.10.d). Radiasi matahasi diterima secara penuh
selama sebelas jam mulai dari pukul 08:00 sampai dengan 18:00 yang berarti
lebih panjang dibandingkan dengan tiga klasifikasi lainnya. Tingkat tekanan
fisiologis “extreme heat stress” berdurasi selama enam jam. Hal ini
mengindikasikan pelepasan panas kembali sama kecilnya dengan lokasi
permukiman klasifikasi kepadatan bangunan tinggi yang diakibatkan oleh
kepadatan komposisi bangunan yang lebih padat dibandingkan tiga klasifikasi
lainnya.
Nilai SVF yang tinggi memberikan peluang paparan radiasi matahari
berdurasi yang lebih panjang namun demikian memiliki keseimbangan antara
89
penerimaan (heat gain) dan pelepasan panas (heat loss) yang lebih baik. SVF
yang rendah memberikan peluang paparan radiasi berdurasi lebih kecil namun
keseimbangan panas menjadi tidak baik akibat pelepasan panas lebih kecil. Telah
terbukti bahwa nilai SVF yang tinggi merupakan kondisi terbaik untuk
perencanaan ruang pada permukiman di wilayah Kecamatan Denpasar Barat
dengan durasi tingkat tekanan fisiologis “extreme heat stress” terkecil dibanding
tiga klasifikasi lainnya.
Aspek geometri lainnya yang dipertimbangkan adalah rasio H/W
permukiman. Tabel 5.6 telah menunjukkan bahwa rasio H/W di lokasi penelitian
berkisar antara 1,0 – 1,5. Lin et al. (2009) dalam Afiq et al. (2012) menemukan
bahwa terdapat pengurangan kecepatan angin terendahnya sebesar empat kali dari
magnitudo aliran angin bebas pada rasio H/W = 3. Pengurangan kecepatan angin
ini diakibatkan dari timbulnya vortex baru pada sudut bawah bangunan di
belakang aliran angin yang bergerak menuju tengah ngarai sebelum vortex lainnya
muncul di tempat yang sama. Berbanding terbalik dengan peningkatan rasio H/W,
kecepatan angin di permukaan ngarai jalan berkurang drastis. Perencanaan rasio
H/W permukiman di Denpasar Barat sebaiknya adalah H/W < 3, dengan kata lain
jika lebar jalan permukiman berkisar antara dua sampai dengan tiga meter, maka
ketinggian bangunan tidak lebih dari enam sampai dengan sembilan meter.
Langkah berikutnya adalah memikirkan konsep desain bioklimatik yang
merupakan implikasi dari metode peningkatan thermal comfort yaitu :metode
penggunaan material-material, penggunaan pepohonan, tanaman dan fitur-fitur air
90
pada ruang terbuka dan instrumen pembentuk bayangan. Konsep dalam
perencanaan permukiman dengan pendekatan bioklimatik adalah sebagai berikut:
1) Merencanakan zona penyangga hijau (Green buffer) di sepanjang
permukiman di wilayah Kecamatan Denpasar Barat.
2) Menempatkan tanaman perindang di sepanjang jalan permukiman
untuk memberikan efek pendinginan udara melalui shading.
3) Menempatkan titik-titik ruang terbuka hijau dalam ruang yang
bersifat enclosed pada lokasi-lokasi di permukiman padat
bangunan.
4) Menyediakan kolam tampungan (water storage) berskala besar dan
fitur-fitur air dalam ruang publik.
5) Pemilihan material permukaan dengan reflektivitas tinggi dan
berpori yang cocok untuk peningkatan kondisi iklim mikro
permukiman.
Zona penyangga hijau merupakan sebuah upaya dalam membuat
lingkungan yang melingkupi permukiman dengan materi hijau telah terbukti
efeknya dalam meningkatkan iklim mikro. Hoffman dan Bar (2000) dalam Al
Sabbagh (2011) menyebutnya sebagai “background effect” yang memperkuat
penurunan temperatur udara, sebagaimana Wilmers (1988) dalam Al Sabbagh
(2011) menyatakan bahwa vegetasi dapat menurunkan temperatur udara hingga
20°C. Sementara background effect dapat menurunkan temperatur udara hingga
hingga 1,3°C (Win et al., 2007 dalam Al Sabbagh, 2011).
91
Gambar 5.11
Rencana zona penyangga hijau permukiman di wilayah Denpasar Barat yang
ditunjukkan dengan tanda panah
(Sumber : Hasil analisis data, 2015)
Zona penyangga hijau dapat direncanakan secara bertahap pada lahan-
lahan kosong terbentang sepanjang wilayah timur Desa Padangsambian Kaja
hingga wilayah utara Desa Pemecutan Kelod (Gambar 5.11). Tantangan dalam
92
mewujudkan zona penyangga hijau ini adalah proses pembebasan lahan, namun
demikian, perlu disadari ruang-ruang hijau dan vegetasi adalah metode yang
paling umum digunakan untuk memperbaiki thermal comfort pada ruang-ruang
perkotaan.
Vegetasi berperan besar dalam memodifikasi iklim mikro perkotaan dan
meningkatkan thermal comfort ruang luar, namun kelemahannya adalah vegetasi
itu sendiri sebagai hambatan terhadap kecepatan angin di ngarai jalan perkotaan
yang disebabkan oleh gesekan kanopi tanaman (Mahmoud, 2011). Keuntungan
besar dari tutupan vegetasi tersebut adalah efek pendinginan yang dihasilkan dari
dampak gabungan dari evapotranspirasi dan shading dari kanopi (Shashua-Bar
dan Hoffman, 2000). Menurut Fintikakis et al. (2011), di samping berperan dalam
hal estetika dan persepsi alami yang nyaman, peningkatan ruang-ruang hijau
perkotaan merupakan teknik mitigasi yang signifikan yang berpartisipasi dalam
relaksasi tekanan-panas, mereduksi kebisingan, peningkatan kualitas udara dan
perlindungan angin.
Tanaman perindang di sepanjang jalan permukiman memiliki banyak
manfaat, di samping memberikan shading dan estetika, juga berfungsi sebagai
penyerap karbon yang efektif dan pereduksi kebisingan. Beberapa jalan
permukiman yang diteliti, tidak memiliki bahu jalan sehingga kesempatan
penerapannya menjadi tidak ada. Namun keterlibatan partisipasi masyarakat
dalam penyediaan pohon perindang di permukiman Kecamatan Denpasar Barat
sangat diperlukan. Setidaknya dapat disediakan pohon perindang dalam lahan
pribadi masyarakat Denpasar Barat khususnya Desa Tegal Harum dan Desa Tegal
93
Kerta yang begitu padat yang tidak memungkinkan memanfaatkan badan jalan
sebagai media bagi pohon perindang. Bagi perencanaan permukiman baru di
wilayah ini mesti dipertimbangkan vegetasi pohon perindang sebagai metode
efektif peningkatan thermal comfort. Kepadatan dari vegetasi pohon perindang
dengan jarak interval yang cukup, akan efektif sebagai pendingin temperatur
udara (Hoffman dan Bar, 2000 dalam Al Sabbagh, 2011). Goergi dan Dimitriou
(2010) dalam Al Sabbagh (2011) telah meneliti daerah dengan 100 m2
dapat
ditanam sebanyak delapan pohon dengan interval lima meter untuk mencapai
keseimbangan thermal comfort yang diinginkan sepanjang tahun. Namun
desainnya akan sangat bergantung pada pemilihan jenis pohon. Dengan demikian,
perencanaan jalan dan tapak pada permukiman di wilayah Denpasar Barat
diharapkan menyediakan pohon perindang pada bahu jalan dengan interval jarak
lima meter dan bila tidak memungkinkan pada bahu jalan, sebaiknya melibatkan
partisipasi penduduk permukiman Denpasar Barat untuk mewujudkannya di lahan
pribadi.
Titik-titik ruang terbuka hijau dalam skala kecil dapat diterapkan di
wilayah permukiman Desa Tegal Harum dan Desa Tegal Kerta yang merupakan
permukiman dengan klasifikasi kepadatan bangunan sangat padat. Ruang terbuka
hijau diwujudkan dalam lansekap berbentuk taman-taman mini yang tidak
membutuhkan ruang terlalu besar. Namun efek dari lansekap ini juga sangat
berarti bagi penghematan konsumsi energi terutamanya energi untuk pendingin
udara. Studi yang dilakukan oleh Parker (1989) dalam Al Sabbagh (2011)
menyebutkan bahwa efek dari lansekap yang terdiri dari pohon-pohon dan semak
94
dapat menghemat 50% beban pendingin udara pada bangunan sekitarnya di mana
beban energi turun dari 5,56 kw menjadi 2,28 kw dan bahkan lebih pada saat
beban puncak yaitu dari 8,65 kw menjadi 3,67 kw.
Kolam tampungan skala besar adalah teknik yang sangat baik dalam
penyerapan panas yang membantu peningkatan thermal comfort lingkungan
atmosfer permukiman di wilayah Denpasar Barat. Lokasi dipilih di wilayah yang
memiliki elevasi rendah yang berdekatan dengan akses terhadap air permukaan.
Wilayah yang memiliki potensi untuk digunakan sebagai lokasi kolam tampungan
berskala besar adalah Desa Pemecutan Kelod yang berdekatan dengan tiga sumber
air permukaan, yaitu Tukad Badung, Tukad Teba dan Tukad Mati (Gambar 5.11).
Intake kolam tampungan dapat diambil dari Tukad Teba dan Tukad Mati yang
kerap meluap menyebabkan banjir, sedangkan untuk limpahannya diarahkan ke
Tukad Badung yang memiliki Estuary Dam pada hilir sungai sebagai pengendali
banjir.
Selain itu pengunaan fitur-fitur air seperti air mancur, kolam air, aliran
air dan air dangkal pada ruang terbuka dapat menghilangkan panas perkotaan
yang ekstrem melalui sistem pendinginan evaporatif (Stavrakakis et al., 2012).
Evaporasi dan evapotranpirasi selalu terkait dengan perpindahan panas antara air,
vegetasi dan udara yang meningkatkan lingkungan termal perkotaan dengan
pendinginan udara pada musim panas (Robitu et al., 2006). Nishimura et al.
(1998) mengusulkan konsep air terjun buatan, semprotan air mancur dan fasilitas
kanal perkotaan pada ruang-ruang perkotaan yang panas dan lembab untuk
mengubah temperatur dan kelembaban udara yang menciptakan iklim mikro yang
95
lebih baik. Hasilnya menegaskan kegunaan fasilitas air memberikan penurunan
temperatur udara skala mikro mencapai 11°C. Fitur-fitur air ini dapat diterapkan
di lokasi-lokasi lansekap yang tersebar di wilayah permukiman Denpasar Barat.
Konsep berikutnya adalah penggunaan material yang memiliki albedo
tinggi dengan kemampuan permukaan untuk memantulkan radiasi matahari yang
masuk pada lingkungan permukiman adalah teknik yang sangat efektif untuk
mengurangi efek dari lingkungan termal (Fintikakis et al., 2011). Bukti penelitian
menunjukkan bahwa peningkatan reflektansi sinar matahari pada material sebesar
0,25 memberikan penurunan yang signifikan temperatur material sebesar 10°C
yang akan menjaga permukaan struktur lebih dingin saat paparan sinar matahari
sehingga mengurangi konveksi panas dari material ke udara ambien (Synnefa et
al., 2011). Penelitian pada permukaan dengan warna material putih dan terang
telah menunjukkan peningkatan thermal comfort yang signifikan hasil dari
kemampuan yang tinggi dalam mengurangi suhu lingkungan (Synnefa et al.,
2008). Untuk penggunaan material pada jalan permukiman di wilayah Denpasar
Barat sangat baik menggunakan material paving beton yang memiliki nilai albedo
yang lebih tinggi (0,3) dibandingkan dengan aspal (0,1), sehingga nilai
reflektansinya lebih tinggi dibanding aspal. Fasade bangunan permukiman
sebaiknya menggunakan warna-warna putih dan terang.
Konsep lebih detail adalah pada penggunaan elemen-elemen fisik
berupa perangkat shading buatan seperti pergola dan lainnya, menyediakan
shading dengan menghalangi radiasi matahari langsung yang mempengaruhi
atmosfer termal ruang luar dan karenanya mempengaruhi sensitivitas termal ruang
96
luar (Lin et al., 2010). Penelitian menunjukkan terdapat perbedaan signifikan nilai
sensasi termal pada daerah terpapar sinar matahari dengan daerah shading sebagai
akibat kontribusi utama radiasi matahari (Murakami, 2006). Sensasi tubuh
manusia lebih bergantung pada temperatur lingkungan dan tingkat insulasi
dibandingkan dengan konveksi panas, sehingga terasa lebih dingin pada daerah
teduh dibandingkan daerah terpapar sinar matahari (Matzarakis et al., 2007;
Armson et al., 2012). Penelitian di Malaysia mengamati bahwa meskipun
temperatur lebih tinggi dari kisaran kenyamanan, orang berkumpul di daerah yang
dinaungi oleh bangunan dan struktur shading lainnya di luar ruang (Makaremi et
al., 2012). Elemen shading ini dapat digunakan pada pedestrian-pedestrian
permukiman di wilayah Kecamatan Denpasar Barat yang memiliki tingkat
mobilisasi pejalan kaki yang tinggi, misalnya di ruang tunggu depan sekolah dan
gedung perkantoran, dan ruang-ruang terbuka publik lainnya.
Kondisi ruang luar dengan lingkungan atmosfer permukiman di wilayah
Denpasar Barat yang membutuhkan keseimbangan termal akibat beban tekanan
termal panas yang tinggi dapat diatasi tidak hanya dengan rekomendasi keputusan
yang menggunakan parameter fisik, namun juga dapat diganti dengan alternatif
psikologis. Sebagai contoh penggunaan warna-warna hijau dan biru secara
dominan memberikan efek psikologis yang menyegarkan.
97
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan
Penelitian Status Thermal Comfort pada Lingkungan Atmosfer
Permukiman di wilayah Kecamatan Denpasar Barat memperoleh tiga simpulan
yaitu:
1) Profil indeks termal PET lingkungan atmosfer permukiman dengan
klasifikasi kepadatan bangunan rendah adalah profil yang terendah
dibandingkan dengan klasifikasi sedang, tinggi dan sangat padat.
2) Status thermal comfort lingkungan atmosfer permukiman di
wilayah Denpasar Barat berada dalam tingkat persentase 100%
mengalami tekanan termal panas dengan rentang tingkat tekanan
fisiologis “slight heat stress” sampai dengan “extreme heat stress”.
Berdasarkan rerata indeks termal PET didapatkan persepsi termal
“hot” dan tingkat tekanan fisiologis “strong heat stress”.
3) Tmrt berpengaruh positif terhadap indeks termal PET di semua
klasifikasi permukiman menurut kepadatan bangunan di wilayah
Kecamatan Denpasar Barat dan merupakan variabel yang paling
berpengaruh dibandingkan dengan variabel lainnya.
6.2 Saran
Berdasarkan hasil analisis penelitian dan simpulan dari status thermal
comfort lingkungan atmosfer permukiman di wilayah Kecamatan Denpasar Barat,
maka dapat disarankan sebagai berikut:
97
98
1) Saran bagi perencana perkotaan dan Pemerintah Kota Denpasar
a. Perencanaan permukiman di wilayah Kecamatan Denpasar
Barat setidaknya harus memperhatikan parameter
meteorologi skala mikro.
b. Strategi penempatan orientasi ngarai jalan permukiman dan
bukaan permukiman di wilayah Kecamatan Denpasar Barat
sebaiknya berorientasi terhadap arah mata angin East-West.
c. Untuk memperoleh keseimbangan termal lingkungan
atmosfer maka kepadatan bangunan permukiman yang
direncanakan sebaiknya memiliki klasifikasi kepadatan
bangunan rendah dengan nilai SVF yang tinggi.
d. Rasio H/W dalam perencanaan permukiman di wilayah
Kecamatan Denpasar Barat sebaiknya kurang dari tiga,
dengan kata lain jika lebar jalan permukiman yang
direncanakan berkisar antara dua sampai tiga meter, maka
ketinggian bangunan tidak lebih dari enam sampai sembilan
meter.
e. Metode peningkatan thermal comfort yaitu zona penyangga
hijau, tanaman perindang, lansekap taman-taman mini,
kolam tampungan skala besar, fitur-fitur air, material albedo
tinggi, dan perangkat shading buatan, sangat diperlukan
dalam perencanaan permukiman di wilayah Kecamatan
Denpasar Barat.
99
f. Meninjau kembali pemanfaatan ruang dalam Rencana Detail
Tata Ruang Kecamatan Denpasar Barat sehingga dapat
mengakomodasi rencana zona penyangga hijau dan rencana
tampungan air skala besar.
2) Saran bagi masyarakat
a. Penduduk Kota Denpasar disarankan merencanakan
bangunan tempat tinggal dengan komposisi koefisien dasar
bangunan (KDB) sedang (40 – 50 %) sehingga nilai SVF
permukiman menjadi tinggi.
b. Partisipasi masyarakat dalam menyediakan tanaman
perindang dan lansekap taman-taman mini (baik taman
horisontal maupun taman vertikal) pada lahan milik pribadi
dapat membantu peningkatan thermal comfort baik untuk
lingkungan eksternal maupun lingkungan internal
permukiman.
c. Partisipasi masyarakat dalam penggunaan warna putih dan
cerah untuk fasade bangunan tempat tinggal dan material
bangunan yang memiliki reflektansi tinggi terhadap radiasi
matahari seperti paving block, grass block, dan lainnya.
d. Menghindari aktivitas outdoor dengan paparan radiasi
matahari secara langsung yang berlebihan pada pukul 10:00
sampai dengan pukul 14:00 yang dapat merugikan
kesehatan.
100
e. Penggunaan pakaian pelindung diri saat terpapar radiasi
matahari yang berlebihan.
f. Penggunaan teknologi pendingin udara yang ramah
lingkungan di lingkungan indoor permukiman untuk
mengantisipasi dampak konduksi dan konveksi panas dari
lingkungan outdoor permukiman.
3) Saran untuk penelitian selanjutnya
a. Diperlukan penelitian status thermal comfort untuk
Kecamatan Denpasar Timur, Kecamatan Denpasar Utara
dan Kecamatan Denpasar Selatan sehingga dapat
menyediakan data bagi perencanaan perkotaan dengan
pendekatan bioklimatik secara menyeluruh dan terintegrasi
di wilayah Kota Denpasar.
b. Diperlukan penelitian tentang rerata tingkat metabolisme
(W) dan rerata tingkat insulasi pakaian (Clo) penduduk di
Kota Denpasar sehingga penelitian status thermal comfort
berikutnya tidak menggunakan nilai asumsi.
c. Diperlukan penelitian tentang KDB bangunan rumah tinggal
optimal yang dapat memberikan thermal comfort dengan
status tingkat persepsi termal netral.
101
DAFTAR PUSTAKA
Afiq W.M.Y., Azwadi C.S.N., dan K.M. Saqr. 2012. Effects of Buildings Aspect
Ratio, Wind Speed and Wind Direction on Flow Structure and
Pollutant Dispersion in Symmetric Street Canyons: a Review.
International Journal of Mechanical and Materials Engineering
(IJMME), Vol. 7 (2012), No. 2, 158-165.
Al Sabbagh, N.S. 2011. The Impact of Bioclimatic Design on Ambient Air
Temperature in Dubai Small Outdoor Urban Spaces. Dissertation,
Dubai.
Alfata, M.N.F. dan Sujatmiko, W. 2012. Standard of Thermal Comfort for Energy
Conservation in Building. Journal of Human Settlement, 4, 18-29.
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Revisi VI ed.,
Jakarta, PT. Rineka Cipta.
Armson, D., Stringer, P. and Ennos, A.R. 2012. The Effect of Tree Shade and
Grass on Surface and Globe Temperature in an Urban Area. Journal
of Urban Forestry & Urban Greening, 11, 245-255.
ASHRAE. 2004. ASHRAE Standard 55: Thermal environmental conditions for
human occupancy.
ASHRAE. 1966. Thermal comfort conditions. In: ASRAE standard 55. New
York, p.66.
Badan Standar Nasional. 2001. SNI 03-6572-2001: Tata cara perancangan sistem
ventilasi dan pengkondisian udara pada bangunan gedung. Jakarta.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Stasiun Meteorologi Kelas I
Bandar Udara Ngurah Rai Bali. 2015. Buletin Meteo Ngurah Rai.
Edisi Maret 2015. Denpasar. Hal. 21.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Stasiun Meteorologi Kelas I
Bandar Udara Ngurah Rai Bali. 2015. Buletin Meteo Ngurah Rai.
Edisi April 2015. Denpasar. Hal. 20.
Badan Pusat Statistik Kota Denpasar. 2014. Denpasar Dalam Angka 2014.
Denpasar, Badan Pusat Statistik Kota Denpasar.
Badan Pusat Statistik Kota Denpasar. 2014. Kepadatan Penduduk, Sex Ratio dan
Laju Pertumbuhan Penduduk Tahun 2013. (online). Last accessed 19
September 2014 at:
http://denpasarkota.bps.go.id/index.php?hal=tabel&id=16
Brown, R.D. and Gillespie, T.J. 1986. Estimating outdoor thermal comfort using a
cylindrical radiation thermometer and an energy budget model.
International Journal of Biometeorology 30(1), 43–52.
101
102
Calor Instruments PTY LTD. 2012. Heat Stress Monitor Operation Manual.
Osborn Park Western Australia, Calor Instruments Pty Ltd. at:
http://www.calor.com.au
CNN. 2015. Heat wave kills more than 1.100 in India. (online). [cited 2015 May.
28]. Last accessed 3 Juni 2015 at:
http://edition.cnn.com/2015/05/25/asia/india-heatwave-deaths.
Epstein, Y and Moran, D. S. 2006. Thermal Comfort and the Heat Stress Indices.
Industrial Health 2006, 44, 388–398.
Fanger, P. O. 1970. Thermal comfort. Copenhgen, Danish Technical Press.
Fanger, P. O. 1972. Thermal Comfort, Analysis and application in Environment
Engineering. New York, McGraw Hill.
Fintikakis, N., Gaitani, N., Santamouris, M., Assimakopoulos, M.,
Assimakopoulos, D.N., Fintikaki, M., Albanis, G., Papadimitriou,
K., Chryssochoides, E., Katopodi, K. and Doumas, P. 2011.
Bioclimatic Design of Open Public Spaces in the Historic Centre of
Tirana, Albania. Journal of Sustainable Cities and Society, 1, 54-62.
Gagge, A.P., Fobelets, and Berglund, L.G. 1986. A standard predictive index of
human response to the thermal environment. ASHRAE Transactions
92, 709–31.
Grimmond, C.S.B., Potter, S.K., Zutter, H.N., and Souch, C. 2001. Papid Methods
to Estimate Sky-View Factors Applied to Urban Areas. International
Journal of Climatology, 21, 903-913.
Gulyas, A., Unger, J., Balazs, B., and Matzarakis, A. 2003. Analysis of the
Bioclimatic Conditions within Different Surface Structures in a
Medium-Sized City (Szeged, Hungary). Acta Climatologica et
Chorologica, Universitatis Szegediensis, Tom. 36-37, 37-44.
Hammerle, M., Gal, T., Unger, J., and Matzarakis, A. 2011. Introducing a Script
for Calculating the Sky View Factor Used for Urban Climate
Investigations. Acta Climatologica et Chorologica, Universitatis
Szegediensis, Tomus 44-45, 83-92.
Herrmann, J. and Matzarakis, A. 2010. Influence of Mean Radian Temperature on
Thermal Comfort of Human in Idealized Urban Environments.
Freiburg.
Hoppe, H.H. 1988. Praxeology and Economic Science. Auburn AL, Mises
Institute.
Holst, J. and Mayer, H. 2010. Urban human-biometeorology: Investigations in
Freiburg (Germany) on human thermal comfort. Internacional
Association for Urban Climate: Urban Climate News. Issue No. 38
December 2010. 5-10.
103
Ichinose, T., Shimodozno, K., and Hanaki, K. 1999. Impact of Anthropogenic
Heat on Urban Climate in Tokyo. Atmos. Env. 33:3897–909.
IPCC. 2007. Climate Change 2007: Impact, Adaptation, and Vulnerability.
Contribution of Working Group II to the Fourth Assessment Report of
the IPCC. Cambridge, Cambridge University Press.
Jendritzky, G., Menz H., Schirmer H. and Schmidt-Kessen, W. 1990. Methodik
zur raumbezogenen Bewertung der thermischen Komponente im
Bioklima des Menschen (Fortgeschriebenes Klima-Michel-Modell).
Beitr. Akad. Raumforsch. Landesplan, No. 114.
Ji, S.H. 2006. Shifting of Thermal comfort zone Due to Outdoor temperature.
Thesis, 14.
Kartasapoetra, A.G. 2006. Klimatologi: Pengaruh Iklim Terhadap Tanah dan
Tanaman, Ed. Revisi, Cet. II. Jakarta, Bumi Aksara.
Larasati, D. and Mochtar, S. 2013. Application of bioclimatic parameter as
sustainability approach on multi-story building design in tropical area.
The 3rd International Conference on Sustainable Future for Human
Security SUSTAIN 2012. Procedia Environmental Sciences 17
(2013), 822 – 830.
Latini, G., Grifoni, R.C., and Tascini, S. 2010. Thermal Comfort and
Microclimates in Open Spaces. ASHRAE: Building XI Conference
CD.
Lin, T.P., Ho, Y.F., and Huang, Y.S. 2007. Seasonal Effect of Pavement on
Outdoor Thermal Environments in Subtropical Taiwan. Journal of
Building and Environment 42:4124–31.
Lin, T.P., Matzarakis, A.,and Hwang, R.L. 2010. Shading Effect on Long-term
Outdoor Thermal Comfort. Journal of Building and Environment
45(1):213–221.
Lundgren,K., Kuklane, K., Gao, C., and Holmér, I. 2013. Effects of Heat Stress
on Working Populations when Facing Climate Change. Industrial
Health 2013, 51.
Mahmoud, A.H.A. 2011. Analysis of the Microclimatic and Human Comfort
Conditions in an Urban Park in Hot and Arid Regions. Journal of
Building and Environment, 46, 2641-2656.
Makaremi, N., Salleh, E., Jaafar, M.Z. and GhaffarianHoseini, A. 2012. Thermal
Comfort Conditions of Shaded Outdoor Spaces in Hot and Humid
Climate of Malaysia. Journal of Building and Environment, 48, 7-
14.
Matzarakis, A. and Endler, C. 2010. Climate change and thermal bioclimate in
cities: impacts and options for adaptation in Freiburg, Germany. Int J
Biometeorol 54:479–483
104
Matzarakis, A. and Mayer, H. 1996. Another Kind of Environmental Stress:
Thermal Stress. WHO News 18:, 7-10.
Matzarakis, A. and Mayer, H. 1997. Heat stress in Greece. Int J Biometeorol
41:34–39.
Matzarakis, A. and Rutz, F. 2005. Application of Rayman for Tourism and
Climate Investigations. Annalen der Meteorologie 41, Vol. 2, 631-
636.
Matzarakis, A., Mayer, H., and Iziomon, M. G. 1999. Applications of a universal
thermal index:physiological equivalent temperature. Int. J.
Biometeorol., 43: 76-84.
Matzarakis, A. and Mayer, H. 2000. Atmospheric Conditions and Human Thermal
Comfort in Urban Areas. In: 11th Seminar on Environmental
Protection “Environment and Health“. 20.-23. November 2000, 155-
166.
Matzarakis, A., Rutz, F. and Mayer, H., 1999. Estimation and calculation of the
mean radiant temperature within urban areas. Proceedings of the 15th
International Congress of Biometeorology & International
Conference on Urban Climatology. (Ed.) R.J. de Dear and J. C. Potter.
ICB9.2, 1-6.
Matzarakis, A., Rutz, F. and Mayer, H., 2007. Modelling radiation fluxes in
simple and complex environments—application of the RayMan
model. Int J Biometeorol 51:323–334
Matzarakis, A. and Matuschek, O. 2009. Estimation of Sky View Factor in urban
environments. In: METTOOLSVII, 1.-3. September 2009. Hamburg.
Matzarakis, A. and Mayer, H. 1998. Investigations of urban climate’s thermal
component in Freiburg, Germany. In: Preprints Second Urban
Environment Symposium - 13th Conference on Biometeorology and
Aerobiology. November 2-6. 1998, American Meteorological Society,
140-143.
Mayer, H. and Matzarakis, A. 1998. Human-biometeorological assessment of
urban microclimates’ thermal component. In: Proceedings 2nd
Japanese-German Meeting “Klimaanalyse für die Stadtplanung”,
Special rep 1, pp 155–168.
Mayer, H. and Höppe, P.R. 1987. Thermal comfort of man in different urban
environments. Theor Appl Climatol, 38:43–49.
Mayer, H. 1993. Urban bioclimatology. Experientia 49, 957-963.
Mayer, H. 1986. Stadtklima und seine human biometeorologische Bewertung.
Wiss. Mitt. Meteor. Inst. Univ. M/inchen No. 53. 1-18.
105
Mayer, H.1989. Workshop 'Ideales Stadtklima' on 26 Oktober 1988 in Munich.
German Meteor. Soc., Report 3/89. 52-54.
Mcintyre, D. A. 1980. Indoor climate. London, Applied Science Publishers.
Menteri Pekerjaan Umum. 1987. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
378/KPTS/1987 tentang Pengesahan 33 Standar Konstruksi Bangunan
Indonesia. Lampiran No. 22.
Montazeri, H. and Blocken, B. 2013. CFD Simulation of Wind-Induced
Pressure Coefficients on Buildings with or without Balconies:
Validation and Sensitivity Analysis. Journal of Building and
Environment, 60, 137-149.
Morakinyo, T. E., Balogun, A. A., and Adegun, O. B. 2013. Comparing the effect
of trees on thermal conditions of two typical urban buildings. Urban
Climate 3, 76–93.
Murakami, S. 2006. Environmental Design of Outdoor Climate Based on
CFD. Journal of Fluid Dynamics Research, 38, 108-126.
Nishimura, N., Nomura, T., Iyota, H. and Kimoto, S. 1998. Novel Water Facilities
for Creation of Comfortable Urban Micrometeorology. Journal of
Solar Energy, 64, 197-207.
Nugroho, B. A. 2005. Startegi Jitu Memilih Metode Statistik Penelitian dengan
SPSS. Penerbit Andi, Yogyakarta.
Olgyay, V. 1967. Design with climate, bioclimatic approach to architectural
regionalism. New Jersey, Princeton University Press.
Pemerintah Kota Denpasar. 2011. Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 27
Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Denpasar
Tahun 2011-2031.
Pellicciotti, F., Raschle, T., Huerlimann, T., Carenzo, M. and Burlando, P. 2011.
Transmission of solar radiation through clouds on melting glaciers: a
comparison of parameterizations and their impact on melt modelling.
Journal of Glaciology, Vol. 57, No. 202. 367-381.
Rahtama, A. P. 2014. Kenyamanan Termal Ruang Luar di KoridorJalan Tugu-
Kraton Kota Yogyakarta. Skripsi. Universitas Gadjah Mada.
Robitu, M., Musy, M., Inard, C., and Groleau, D. 2006. Modeling the Influence of
Vegetation and Water Pond on Urban Microclimate. Journal of Solar
Energy 80:435–47.
Rohles, F. J. and Levins, R. 1971. The nature of thermal comfort for sedentary
man. ASHRAE Trans 77, 239–46.
Sarwono, A. dan Sujatmiko, W. 2009. Audit Energi Gedung Blok B.1
Departemen Pekerjaan Umum sebagai Implementasi Inpres No. 10
106
Tahun 2005 tentang Penghematan Energi. Masalah Bangunan, 44 No.
1 Oktober 2009.
Shashua-Bar, L., Hoffman, M. E. 2000. Vegetation as a Climatic Component in
the Design of an Urban Street: An Empirical Model for Predicting the
Cooling Effect of Urban Green Areas with Trees. Journal of Energy
and Buildings, 31, 221-235.
Shashua-Bara, L. and Hoffman, M.E. 2003. Geometry and orientation aspects in
passive cooling of canyon streets with trees, Journal of Energy and
Buildings, vol. 35, pp. 61–68.
Scudo, G. 2002. Built Environment Sciences & Technology (BEST). Politecnico
di Milano.
Setaih, K., Hamza, N., and Townshend, T. 2013. Assessment of Outdoor Thermal
Comfort in Urban Microclimate in Hot Arid Areas. In: 13th
Conference of International Building Performance Simulation
Association, France, August 26 - 28. Chambery, 3153 - 3160.
Shaker, R.R. and Drezner, T.D. 2010. A New Technique for Predicting the Sky-
View Factor for Urban Heat Island Assessment. The Geographical
Bulletin 51, 85-96.
Shishegar, N. 2013. Street Design and Urban Microclimate: Analyzing the Effects
of Street Geometry and Orientation on Airflow and Solar Access in
Urban Canyons. Journal of Clean Energy Technologies,1, No. 1, 52 -
56.
Smith, C. and Levermore, G. 2008. Designing Urban Spaces and Buildings to
Improve Sustainability and Quality of Life in a Warmer World.
Energy Policy. 36, 4558-4562.
Stavrakakis, G.M., Tzanaki, E., Genetzaki, V.I., Anagnostakis, G., Galetakis, G.
and Grigorakis, E. 2012. A Computational Methodology for Effective
Bioclimatic-Design Applications in the Urban Environment. Journal
of Sustainable Cities and Society, 4, 41-57.
Synnefa, A., Dandou, A., Santamouris, M., Tombrou, M. and Soulakellis, N.
2008. Large Scale Albedo Changes Using Cool Materials to Mitigate
Heat Island in Athens. Journal of Applied Meteorology
and Climatology, 47, 2846-56.
Synnefa, A., Karlessi, T., Gaitani, N., Santamouris, M., Assimakopoulos, D.N.
and Papakatsikas, C. 2011. Experimental Testing of Cool Colored
Thin Layer Asphalt and Estimation of its Potential to Improve
the Urban Microclimate. Journal of Building and Environment, 38-
44.
107
Tinz, B. and Jendritzky, G. 2003. Europaund Weltkarten der gefühlten
Temperatur, In: Chmielewski. Berlin und Bayreuth, Beiträge zur
Klima- und Meeresforschung.
Tzikopoulos, A.F., Karatza, M.C., dan Paravantis, J.A. 2005. Modeling Energy
Efficiency of Bioclimatic Buildings. Journal of Energy and Buildings
37 , 529-544.
VDI, 1998. VDI 3787, Part I: Environmental meteorology, Methods for the
human biometeorological evaluation of climate and air quality for the
urban and regional planning at regional level. Part I: Climate.
VDI/DIN-Handbuch Reinhaltung der Luft, Band 1b, Düsseldorf.
VDI, 1994. VDI 3789, Part 2: Environmental Meteorology, Interactions between
Atmosphere and Surfaces; Calculation of the short- and long wave
radiation.VDI/DIN-Handbuch Reinhaltung der Luft, Band 1b,
Düsseldorf.
Yeang, K. 1996. The sky scrapper bioclimatically considered. Architectural
Record, Academy Edition, Boston, USA.
108
LAMPIRAN
109
LAMPIRAN 1
REKAPITULASI KEBUTUHAN DATA, METODA DAN INSTRUMEN
N
o. Tujuan Penelitian
Jenis
data
Sumber Data Metoda
Instru-
men Analisis Hasil Ket.
Primer Sekunder
1 Mempelajari profil indeks
termal PET pada
lingkungan atmosfer
permukiman di wilayah
Kecamatan Denpasar Barat
Kn 1. Temperatur udara
2. Kelembaban relatif
3. Kecepatan angin
4. Temperatur radiasi
rata-rata
Observasi HSM Statistik
deskripsif
1. Nilai indeks termal PET
2. Profil indeks termal PET
Kn Asumsi aktivitas
(W/m2)
Kajian
pustaka
Jurnal
Asumsi insulasi
pakaian (clo)
Kajian
pustaka
dan
perhitung-
an
Jurnal,
SNI 03-
6572-
2001
2 Mengidentifikasi status
thermal comfort pada
lingkungan atmosfer
permukiman di Kecamatan
Denpasar Barat
Kn Nilai indeks termal
PET
Simulasi Model
RayMan
Statistik 1. Status thermal comfort
PET di masing-masing
klasifikasi permukiman
menurut kepadatan
bangunan
2. Status thermal comfort
lingkungan atmosfer
permukiman di wilayah
Kecamatan Denpasar
barat berdasarkan rerata
indeks termal PET
Kl Tabel persepsi termal
dan tekanan fisiologis
manusia
Kajian
pustaka
Jurnal
109
110
3 Mempelajari pengaruh nilai
temperatur radiasi rata-rata
(Tmrt) terhadap nilai indeks
termal PET pada
lingkungan atmosfer
permukiman di Kecamatan
Denpasar Barat
Kn Temperatur radiasi
rata-rata
Observasi HSM Statistik
regresi
linier
berganda
1. Persamaan regresi
2. Koef. Determinasi (R2)
3. Koef. Korelasi
4. Pengaruh signifikan
Kn Indeks termal PET
Simulasi Model
RayMan
Kn SVF Observasi Fotografi
fish-eye
Kualitatif
deskripsi
1. Deskripsi konfigurasi
dan struktur permukiman
2. Konsep desain
bioklimatik
Kn Rasio H/W Observasi Meteran
Kl Orientasi ngarai
permukiman
Observasi Kompas
Kl Sifat fisik permukaan
permukiman
Observasi Pengama-
tan visual
Keterangan: Kn = Kuantitatif
Kl = Kualitatif
(Sumber : Primer, 2015)
110
111
LAMPIRAN 2
GRAFIK KONDISI MOTEOROLOGI SKALA MIKRO
Grafik kelembaban udara di empat lokasi studi. RH 1 : kelembaban udara pada permukiman dengan klasifikasi kepadatan bangunan
rendah, RH 2 : kelembaban udara pada permukiman dengan klasifikasi kepadatan bangunan sedang, RH 3 : kelembaban udara pada
permukiman dengan klasifikasi kepadatan bangunan tinggi, RH 4 : kelembaban udara pada permukiman dengan klasifikasi kepadatan
bangunan sangat padat dan RH 5 : rerata kelembaban udara.
(Sumber : Hasil analisis data, 2015)
40
50
60
70
80
90
100
Nil
ai R
H (
%)
Waktu Pengukuran
Grafik Perbandingan Kelembaban Udara
RH 1
RH 2
RH 3
RH 4
RH 5
111
112
Grafik kecepatan angin di empat lokasi studi. v 1 : kecepatan angin pada permukiman dengan klasifikasi kepadatan bangunan rendah,
v 2 : kecepatan angin pada permukiman dengan klasifikasi kepadatan bangunan sedang, v 3 : kecepatan angin pada permukiman
dengan klasifikasi kepadatan bangunan tinggi, v 4 : kecepatan angin pada permukiman dengan klasifikasi kepadatan bangunan sangat
padat dan v 5 : rerata kecepatan angin.
(Sumber : Hasil analisis data, 2015)
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
3,5
Nil
ai V
(m
/dt)
Waktu Pengukuran
Grafik Perbandingan Kecepatan Angin
v 1
v 2
v 3
v 4
v 5
112
113
LAMPIRAN 3
UJI ASUMSI KLASIK (UJI DATA)
UJI MULTIKOLINEARITAS
STASIUN I
Model Summary
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the
Estimate
1 .999a .999 .998 .29016
a. Predictors: (Constant), Tmrt, v, RH, Ta
Coefficientsa
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. Correlations
B Std. Error Beta Zero-order Partial Part
1
(Constant) -8.601 5.685 -1.513 .174
Ta .734 .147 .299 4.994 .002 .967 .884 .069
RH .031 .031 .038 .996 .352 -.821 .352 .014
v -1.417 .213 -.167 -6.657 .000 .482 -.929 -.092
Tmrt .492 .030 .839 16.635 .000 .979 .988 .229
a. Dependent Variable: PET
STASIUN II
Model Summaryb
Model R R
Squar
e
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 1.000a .999 .999 .21012
a. Predictors: (Constant), Tmrt, v, RH, Ta
b. Dependent Variable: PET
Coefficientsa
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. Correlations
B Std. Error Beta Zero-order Partial Part
1
(Constant) -1.171 5.535 -.211 .839
Ta .544 .153 .255 3.562 .009 .894 .803 .035
RH .001 .023 .002 .032 .975 -.695 .012 .000
v -.868 .150 -.093 -5.790 .001 .562 -.910 -.058
Tmrt .508 .021 .833 23.691 .000 .991 .994 .236
a. Dependent Variable: PET
114
STASIUN III
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 .999a .997 .995 .43721
a. Predictors: (Constant), Tmrt, v, RH, Ta
b. Dependent Variable: PET
Coefficientsa
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. Correlations
B Std. Error Beta Zero-
order
Partial Part
1
(Constant) -16.626 8.490 -1.958 .091
Ta 1.050 .217 .453 4.837 .002 .896 .877 .100
RH .041 .041 .072 1.006 .348 -.857 .355 .021
v -1.169 .304 -.117 -3.843 .006 .236 -.824 -.079
Tmrt .436 .028 .690 15.293 .000 .987 .985 .316
a. Dependent Variable: PET
STASIUN IV
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 1.000a .999 .999 .21009
a. Predictors: (Constant), Tmrt, v, RH, Ta
b. Dependent Variable: PET
Coefficientsa
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. Correlations
B Std. Error Beta Zero-order Partial Part
1
(Constant) -1.827 4.013 -.455 .663
Ta .567 .101 .270 5.604 .001 .945 .904 .056
RH .001 .017 .002 .050 .962 -.909 .019 .000
v -1.121 .284 -.071 -3.940 .006 .808 -.830 -.039
Tmrt .510 .016 .808 31.051 .000 .993 .996 .310
a. Dependent Variable: PET
115
UJI HETEROSKEDASTISITAS
STASIUN I
STASIUN II
116
STASIUN III
STASIUN IV
117
UJI NORMALITAS
STASIUN I
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Residual
N 12
Normal Parametersa,b
Mean 0E-7
Std. Deviation .23146617
Most Extreme Differences
Absolute .160
Positive .118
Negative -.160
Kolmogorov-Smirnov Z .554
Asymp. Sig. (2-tailed) .919
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
STASIUN II
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Residual
N 12
Normal Parametersa,b
Mean 0E-7
Std. Deviation .16761872
Most Extreme Differences
Absolute .177
Positive .108
Negative -.177
Kolmogorov-Smirnov Z .615
Asymp. Sig. (2-tailed) .844
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
118
STASIUN III
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Residual
N 12
Normal Parametersa,b
Mean 0E-7
Std. Deviation .34876899
Most Extreme Differences
Absolute .113
Positive .113
Negative -.099
Kolmogorov-Smirnov Z .392
Asymp. Sig. (2-tailed) .998
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
STASIUN IV
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Residual
N 12
Normal Parametersa,b
Mean 0E-7
Std. Deviation .16759233
Most Extreme Differences
Absolute .179
Positive .162
Negative -.179
Kolmogorov-Smirnov Z .619
Asymp. Sig. (2-tailed) .838
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
119
LAMPIRAN 4
UJI REGRESI LINIER BERGANDA
STASIUN I
Descriptive Statistics
Mean Std. Deviation N
PET 35.2333 6.35615 12
Ta 30.8167 2.58662 12
RH 72.9842 7.71661 12
v 1.1233 .74942 12
Tmrt 41.8000 10.85039 12
Correlations
PET Ta RH v Tmrt
Pearson Correlation
PET 1.000 .967 -.821 .482 .979
Ta .967 1.000 -.884 .471 .930
RH -.821 -.884 1.000 -.642 -.836
v .482 .471 -.642 1.000 .635
Tmrt .979 .930 -.836 .635 1.000
Sig. (1-tailed)
PET . .000 .001 .056 .000
Ta .000 . .000 .061 .000
RH .001 .000 . .012 .000
v .056 .061 .012 . .013
Tmrt .000 .000 .000 .013 .
N
PET 12 12 12 12 12
Ta 12 12 12 12 12
RH 12 12 12 12 12
v 12 12 12 12 12
Tmrt 12 12 12 12 12
Variables Entered/Removeda
Model Variables
Entered
Variables
Removed
Method
1 Tmrt, v, RH, Tab . Enter
a. Dependent Variable: PET
b. All requested variables entered.
120
Model Summaryb
Model R R
Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 .999a .999 .998 .29016
a. Predictors: (Constant), Tmrt, v, RH, Ta
b. Dependent Variable: PET
ANOVAa
Model Sum of
Squares
df Mean Square F Sig.
1
Regression 443.817 4 110.954 1317.876 .000b
Residual .589 7 .084
Total 444.407 11
a. Dependent Variable: PET
b. Predictors: (Constant), Tmrt, v, RH, Ta
Coefficientsa
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. Correlations
B Std. Error Beta Zero-
order
Partial Part
1
(Constant) -8.601 5.685 -1.513 .174
Ta .734 .147 .299 4.994 .002 .967 .884 .069
RH .031 .031 .038 .996 .352 -.821 .352 .014
v -1.417 .213 -.167 -6.657 .000 .482 -.929 -.092
Tmrt .492 .030 .839 16.635 .000 .979 .988 .229
a. Dependent Variable: PET
Residuals Statisticsa
Minimum Maximum Mean Std. Deviation N
Predicted Value 25.4061 43.6144 35.2333 6.35193 12
Residual -.37186 .29391 .00000 .23147 12
Std. Predicted Value -1.547 1.319 .000 1.000 12
Std. Residual -1.282 1.013 .000 .798 12
a. Dependent Variable: PET
121
122
123
124
STASIUN II
Descriptive Statistics
Mean Std. Deviation N
PET 38.6750 6.35798 12
Ta 32.8250 2.97875 12
RH 58.4658 14.60388 12
v .9483 .68436 12
Tmrt 44.8833 10.43437 12
Correlations
PET Ta RH v Tmrt
Pearson Correlation
PET 1.000 .894 -.695 .562 .991
Ta .894 1.000 -.930 .643 .841
RH -.695 -.930 1.000 -.673 -.628
v .562 .643 -.673 1.000 .592
Tmrt .991 .841 -.628 .592 1.000
Sig. (1-tailed)
PET . .000 .006 .029 .000
Ta .000 . .000 .012 .000
RH .006 .000 . .008 .014
v .029 .012 .008 . .021
Tmrt .000 .000 .014 .021 .
N
PET 12 12 12 12 12
Ta 12 12 12 12 12
RH 12 12 12 12 12
v 12 12 12 12 12
Tmrt 12 12 12 12 12
Variables Entered/Removeda
Model Variables
Entered
Variables
Removed
Method
2 Tmrt, v, RH, Tab . Enter
a. Dependent Variable: PET
b. All requested variables entered.
125
Model Summaryb
Model R R
Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
2 1.000a .999 .999 .21012
a. Predictors: (Constant), Tmrt, v, RH, Ta
b. Dependent Variable: PET
ANOVAa
Model Sum of
Squares
df Mean Square F Sig.
2
Regression 444.353 4 111.088 2516.106 .000b
Residual .309 7 .044
Total 444.662 11
a. Dependent Variable: PET
b. Predictors: (Constant), Tmrt, v, RH, Ta
Coefficientsa
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. Correlations
B Std. Error Beta Zero-
order
Partial Part
2
(Constant) -1.171 5.535 -.211 .839
Ta .544 .153 .255 3.562 .009 .894 .803 .035
RH .001 .023 .002 .032 .975 -.695 .012 .000
v -.868 .150 -.093 -5.790 .001 .562 -.910 -.058
Tmrt .508 .021 .833 23.691 .000 .991 .994 .236
a. Dependent Variable: PET
Residuals Statisticsa
Minimum Maximum Mean Std. Deviation N
Predicted Value 26.1164 45.6877 38.6750 6.35577 12
Residual -.31649 .28047 .00000 .16762 12
Std. Predicted Value -1.976 1.103 .000 1.000 12
Std. Residual -1.506 1.335 .000 .798 12
a. Dependent Variable: PET
126
127
128
129
STASIUN III
Descriptive Statistics
Mean Std. Deviation N
PET 39.3000 6.38763 12
Ta 33.3167 2.75708 12
RH 56.0042 11.23318 12
v 1.1483 .63711 12
Tmrt 45.8583 10.11097 12
Correlations
PET Ta RH v Tmrt
Pearson Correlation
PET 1.000 .896 -.857 .236 .987
Ta .896 1.000 -.955 .545 .835
RH -.857 -.955 1.000 -.468 -.799
v .236 .545 -.468 1.000 .202
Tmrt .987 .835 -.799 .202 1.000
Sig. (1-tailed)
PET . .000 .000 .230 .000
Ta .000 . .000 .033 .000
RH .000 .000 . .063 .001
v .230 .033 .063 . .264
Tmrt .000 .000 .001 .264 .
N
PET 12 12 12 12 12
Ta 12 12 12 12 12
RH 12 12 12 12 12
v 12 12 12 12 12
Tmrt 12 12 12 12 12
Variables Entered/Removeda
Model Variables
Entered
Variables
Removed
Method
3 Tmrt, v, RH, Tab . Enter
a. Dependent Variable: PET
b. All requested variables entered.
130
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
3 .999a .997 .995 .43721
a. Predictors: (Constant), Tmrt, v, RH, Ta
b. Dependent Variable: PET
ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
3
Regression 447.482 4 111.870 585.255 .000b
Residual 1.338 7 .191
Total 448.820 11
a. Dependent Variable: PET
b. Predictors: (Constant), Tmrt, v, RH, Ta
Coefficientsa
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. Correlations
B Std. Error Beta Zero-
order
Partial Part
3
(Constant) -16.626 8.490 -1.958 .091
Ta 1.050 .217 .453 4.837 .002 .896 .877 .100
RH .041 .041 .072 1.006 .348 -.857 .355 .021
v -1.169 .304 -.117 -3.843 .006 .236 -.824 -.079
Tmrt .436 .028 .690 15.293 .000 .987 .985 .316
a. Dependent Variable: PET
Residuals Statisticsa
Minimum Maximum Mean Std. Deviation N
Predicted Value 26.7141 46.5225 39.3000 6.37810 12
Residual -.52462 .49745 .00000 .34877 12
Std. Predicted Value -1.973 1.132 .000 1.000 12
Std. Residual -1.200 1.138 .000 .798 12
a. Dependent Variable: PET
131
132
133
134
STASIUN IV
Descriptive Statistics
Mean Std. Deviation N
PET 38.9500 6.35431 12
Ta 33.0083 3.02819 12
RH 58.6917 15.08174 12
v .7333 .40073 12
Tmrt 44.7667 10.07213 12
Correlations
PET Ta RH v Tmrt
Pearson Correlation
PET 1.000 .945 -.909 .808 .993
Ta .945 1.000 -.970 .793 .907
RH -.909 -.970 1.000 -.769 -.870
v .808 .793 -.769 1.000 .824
Tmrt .993 .907 -.870 .824 1.000
Sig. (1-tailed)
PET . .000 .000 .001 .000
Ta .000 . .000 .001 .000
RH .000 .000 . .002 .000
v .001 .001 .002 . .000
Tmrt .000 .000 .000 .000 .
N
PET 12 12 12 12 12
Ta 12 12 12 12 12
RH 12 12 12 12 12
v 12 12 12 12 12
Tmrt 12 12 12 12 12
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
4 1.000a .999 .999 .21009
a. Predictors: (Constant), Tmrt, v, RH, Ta
b. Dependent Variable: PET
135
ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
4
Regression 443.841 4 110.960 2513.996 .000b
Residual .309 7 .044
Total 444.150 11
a. Dependent Variable: PET
b. Predictors: (Constant), Tmrt, v, RH, Ta
Coefficientsa
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. Correlations
B Std. Error Beta Zero-
order
Partial Part
4
(Constant) -1.827 4.013 -.455 .663
Ta .567 .101 .270 5.604 .001 .945 .904 .056
RH .001 .017 .002 .050 .962 -.909 .019 .000
v -1.121 .284 -.071 -3.940 .006 .808 -.830 -.039
Tmrt .510 .016 .808 31.051 .000 .993 .996 .310
a. Dependent Variable: PET
Residuals Statisticsa
Minimum Maximum Mean Std. Deviation N
Predicted Value 26.7145 46.2267 38.9500 6.35210 12
Residual -.22749 .26212 .00000 .16759 12
Std. Predicted Value -1.926 1.146 .000 1.000 12
Std. Residual -1.083 1.248 .000 .798 12
a. Dependent Variable: PET
136
137
138
139
LAMPIRAN 5
DATA PENELITIAN
PET
Tgl./Bln./Thn. Jam G. Longitude G. LattitudeAlt.
(m)Ta (°C)
RH
(%)v (m/dt)
Tmrt
(°C)
Horizon
limitation
(%)
SVF (°C)
1 C 28/02/2015 07.00 115°12'41.54"T 8°40'6.68"S 20 26,70 84,73 0,29 27,90 55,30 0,447 27,2
2 C 28/02/2015 08.00 115°12'41.54"T 8°40'6.68"S 20 30,80 65,74 0,73 40,40 55,30 0,447 34,9
3 C 28/02/2015 09.00 115°12'41.54"T 8°40'6.68"S 20 32,00 61,34 1,57 46,50 55,30 0,447 37,4
4 C 28/02/2015 10.00 115°12'41.54"T 8°40'6.68"S 20 33,70 47,66 0,54 51,90 55,30 0,447 43,2
5 C 28/02/2015 11.00 115°12'41.54"T 8°40'6.68"S 20 35,50 49,90 0,72 56,60 55,30 0,447 46,7
6 C 28/02/2015 12.00 115°12'41.54"T 8°40'6.68"S 20 35,40 53,43 1,14 54,90 55,30 0,447 45,2
7 C 28/02/2015 13.00 115°12'41.54"T 8°40'6.68"S 20 35,70 47,35 1,49 57,30 55,30 0,447 46,1
8 C 28/02/2015 14.00 115°12'41.54"T 8°40'6.68"S 20 35,00 49,31 0,98 51,40 55,30 0,447 43,1
9 C 28/02/2015 15.00 115°12'41.54"T 8°40'6.68"S 20 35,10 45,17 1,52 52,60 55,30 0,447 43,2
10 C 28/02/2015 16.00 115°12'41.54"T 8°40'6.68"S 20 35,40 49,22 2,24 44,10 55,30 0,447 39,5
11 C 28/02/2015 17.00 115°12'41.54"T 8°40'6.68"S 20 33,70 55,65 2,09 36,10 55,30 0,447 34,5
12 C 28/02/2015 18.00 115°12'41.54"T 8°40'6.68"S 20 30,80 62,55 0,47 30,60 55,30 0,447 30,6
13 B 09/03/2015 07.00 115°11'56.62"T 8°39'23.42"S 23 26,20 85,70 0,19 25,90 30,30 0,697 26,3
14 B 09/03/2015 08.00 115°11'56.62"T 8°39'23.42"S 23 28,90 83,20 0,34 38,20 30,30 0,697 33,7
15 B 09/03/2015 09.00 115°11'56.62"T 8°39'23.42"S 23 31,30 72,46 0,43 44,60 30,30 0,697 38,2
16 B 09/03/2015 10.00 115°11'56.62"T 8°39'23.42"S 23 34,00 53,37 0,53 47,30 30,30 0,697 41,0
17 B 09/03/2015 11.00 115°11'56.62"T 8°39'23.42"S 23 33,70 62,26 1,09 55,10 30,30 0,697 43,9
18 B 09/03/2015 12.00 115°11'56.62"T 8°39'23.42"S 23 35,10 50,30 1,28 54,80 30,30 0,697 44,6
19 B 09/03/2015 13.00 115°11'56.62"T 8°39'23.42"S 23 35,10 46,47 0,96 56,30 30,30 0,697 45,7
20 B 09/03/2015 14.00 115°11'56.62"T 8°39'23.42"S 23 36,00 45,73 1,46 53,30 30,30 0,697 44,5
21 B 09/03/2015 15.00 115°11'56.62"T 8°39'23.42"S 23 35,20 43,29 2,76 53,70 30,30 0,697 42,9
22 B 09/03/2015 16.00 115°11'56.62"T 8°39'23.42"S 23 35,00 46,62 0,75 43,70 30,30 0,697 39,5
23 B 09/03/2015 17.00 115°11'56.62"T 8°39'23.42"S 23 32,20 55,18 0,76 35,50 30,30 0,697 33,5
24 B 09/03/2015 18.00 115°11'56.62"T 8°39'23.42"S 23 31,20 57,01 0,83 30,20 30,30 0,697 30,3
25 D 12/03/2015 07.00 115°11'49.88"T 8°39'57.17"S 19 26,50 86,64 0,25 26,90 63,80 0,362 26,6
26 D 12/03/2015 08.00 115°11'49.88"T 8°39'57.17"S 19 27,70 89,17 0,20 30,40 63,80 0,362 29,5
27 D 12/03/2015 09.00 115°11'49.88"T 8°39'57.17"S 19 32,20 67,72 0,62 43,20 63,80 0,362 37,6
28 D 12/03/2015 10.00 115°11'49.88"T 8°39'57.17"S 19 33,00 53,57 0,33 46,80 63,80 0,362 40,6
29 D 12/03/2015 11.00 115°11'49.88"T 8°39'57.17"S 19 34,30 53,02 0,65 48,00 63,80 0,362 41,3
30 D 12/03/2015 12.00 115°11'49.88"T 8°39'57.17"S 19 34,20 54,30 0,74 49,00 63,80 0,362 41,7
31 D 12/03/2015 13.00 115°11'49.88"T 8°39'57.17"S 19 35,00 47,10 1,26 58,00 63,80 0,362 46,0
32 D 12/03/2015 14.00 115°11'49.88"T 8°39'57.17"S 19 35,90 44,98 1,21 56,50 63,80 0,362 46,2
33 D 12/03/2015 15.00 115°11'49.88"T 8°39'57.17"S 19 35,70 44,58 1,46 53,50 63,80 0,362 44,3
34 D 12/03/2015 16.00 115°11'49.88"T 8°39'57.17"S 19 35,00 48,34 0,73 46,90 63,80 0,362 41,2
35 D 12/03/2015 17.00 115°11'49.88"T 8°39'57.17"S 19 34,50 56,73 0,79 45,90 63,80 0,362 40,3
36 D 12/03/2015 18.00 115°11'49.88"T 8°39'57.17"S 19 32,10 58,15 0,56 32,10 63,80 0,362 32,1
37 A 22/03/2015 07.00 115°10'41.46"T 8°39'41.50"S 29 25,60 91,63 0,32 26,10 21,20 0,788 25,7
38 A 22/03/2015 08.00 115°10'41.46"T 8°39'41.50"S 29 27,00 77,12 0,79 28,40 21,20 0,788 26,2
39 A 22/03/2015 09.00 115°10'41.46"T 8°39'41.50"S 29 30,50 76,23 0,29 37,10 21,20 0,788 34,1
40 A 22/03/2015 10.00 115°10'41.46"T 8°39'41.50"S 29 32,10 72,03 1,35 48,00 21,20 0,788 38,5
41 A 22/03/2015 11.00 115°10'41.46"T 8°39'41.50"S 29 32,40 70,97 1,39 50,40 21,20 0,788 40,0
42 A 22/03/2015 12.00 115°10'41.46"T 8°39'41.50"S 29 32,70 67,90 1,49 53,20 21,20 0,788 41,5
43 A 22/03/2015 13.00 115°10'41.46"T 8°39'41.50"S 29 33,30 60,68 1,57 52,20 21,20 0,788 41,4
44 A 22/03/2015 14.00 115°10'41.46"T 8°39'41.50"S 29 34,30 67,99 0,58 52,40 21,20 0,788 43,8
45 A 22/03/2015 15.00 115°10'41.46"T 8°39'41.50"S 29 32,10 65,79 3,00 51,70 21,20 0,788 38,4
46 A 22/03/2015 16.00 115°10'41.46"T 8°39'41.50"S 29 31,00 73,30 1,32 42,40 21,20 0,788 35,1
47 A 22/03/2015 17.00 115°10'41.46"T 8°39'41.50"S 29 29,30 76,94 0,55 30,00 21,20 0,788 29,2
48 A 22/03/2015 18.00 115°10'41.46"T 8°39'41.50"S 29 29,50 75,23 0,83 29,70 21,20 0,788 28,9
Ket.NoLokasi
Sampel
Data Waktu Data Geografi Data MeteorologiData Konfigurasi dan
Struktur Permukiman
140
LAMPIRAN 6
DATA HASIL SIMULASI RAYMAN V.1.2
STASIUN I
STASIUN II
140
141
STASIUN III
STASIUN IV
141
142
LAMPIRAN 7
IMAGE FISH-EYE METODE FOTOGRAFI
Hasil image fish-eye metode fotografi pada permukiman dengan klasifikasi kepadatan
bangunan rendah yang berlokasi di Jln. Gunung Patas, Br. Tegal Buah,
Padangsambian, Denpasar.
(Sumber : Hasil Pengamatan, 2015)
Hasil image fish-eye metode fotografi pada permukiman dengan klasifikasi kepadatan
bangunan sedang yang berlokasi di Perumahan Taman Gunung Batur, Jln. Gunung
Batur, Pemecutan, Denpasar.
(Sumber : Hasil Pengamatan, 2015)
143
Hasil image fish-eye metode fotografi pada permukiman dengan klasifikasi kepadatan
bangunan tinggi yang berlokasi di Jln. Pulau Batam I, Pemecutan Kelod, Denpasar.
(Sumber : Hasil Pengamatan, 2015)
Hasil image fish-eye metode fotografi pada permukiman dengan klasifikasi kepadatan
bangunan sangat padat yang berlokasi di Perumnas Monang-maning, Jln. Gunung
Slamet, Gang X, Desa Tegal Harum, Denpasar.
(Sumber : Hasil Pengamatan, 2015)
144
LAMPIRAN 8
DOKUMENTASI PENELITIAN
Foto pengamatan kondisi meteorologi skala mikro di permukiman dengan klasifikasi
kepadatan bangunan rendah yang berlokasi di Jln. Gunung Patas, Br. Tegal Buah,
Padangsambian, Denpasar.
(Sumber : Hasil dokumentasi, 2015)
Foto pengamatan kondisi meteorologi skala mikro di permukiman dengan klasifikasi
kepadatan bangunan sedang yang berlokasi di Perumahan Taman Gunung Batur, Jln.
Gunung Batur, Pemecutan, Denpasar.
(Sumber : Hasil dokumentasi, 2015)
145
Foto pengamatan kondisi meteorologi skala mikro di permukiman dengan klasifikasi
kepadatan bangunan tinggi yang berlokasi di Jln. Pulau Batam I, Pemecutan Kelod,
Denpasar.
(Sumber : Hasil dokumentasi, 2015)
Foto pengamatan kondisi meteorologi skala mikro di permukiman dengan klasifikasi
kepadatan bangunan sangat padat yang berlokasi di Perumnas Monang-maning, Jln.
Gunung Slamet, Gang X, Desa Tegal Harum, Denpasar
(Sumber : Hasil dokumentasi,2015).
146
Foto pengambilan image fish-eye untuk pengukuran SVF di permukiman
dengan klasifikasi kepadatan bangunan tinggi yang berlokasi di Jln. Gunung
Patas, Br. Tegal Buah, Padangsambian, Denpasar.
(Sumber : Hasil dokumentasi, 2015)
Foto pengambilan image fish-eye untuk pengukuran SVF di permukiman
dengan klasifikasi kepadatan bangunan sangat padat yang berlokasi di
Perumahan Taman Gunung Batur, Jln. Gunung Batur, Pemecutan, Denpasar.
(Sumber : Hasil dokumentasi, 2015)
147
Foto pengambilan image fish-eye untuk pengukuran SVF di permukiman dengan
klasifikasi kepadatan bangunan tinggi yang berlokasi di Jln. Pulau Batam I,
Pemecutan Kelod, Denpasar.
(Sumber : Hasil dokumentasi, 2015)
Foto pengambilan image fish-eye untuk pengukuran SVF di permukiman dengan
klasifikasi kepadatan bangunan sangat padat yang berlokasi di Perumnas Monang-
maning, Jln. Gunung Slamet, Gang X, Desa Tegal Harum, Denpasar.
(Sumber : Hasil dokumentasi, 2015)
LAMPIRAN 9
PETA ORIENTASI KECAMATAN DENPASAR BARAT
148
(Sumber : www.denpasarkota.go.id, 2015)
LAMPIRAN 10
PETA PEMANFAATAN RUANG TAHUN 2010
149
(Sumber : www.denpasarkota.go.id, 2015)
LAMPIRAN 11
PETA SEBARAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA DI KECAMATAN
DENPASAR BARAT