status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

169
TESIS STATUS THERMAL COMFORT PADA LINGKUNGAN ATMOSFER PERMUKIMAN DI WILAYAH KECAMATAN DENPASAR BARAT KOMANG EDY INDRAWAN KUSUMA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015

Upload: trinhkiet

Post on 01-Jan-2017

233 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

TESIS

STATUS THERMAL COMFORT PADA LINGKUNGAN

ATMOSFER PERMUKIMAN DI WILAYAH

KECAMATAN DENPASAR BARAT

KOMANG EDY INDRAWAN KUSUMA

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2015

Page 2: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

i

SAMPUL DALAM TESIS

STATUS THERMAL COMFORT PADA LINGKUNGAN

ATMOSFER PERMUKIMAN DI WILAYAH

KECAMATAN DENPASAR BARAT

KOMANG EDY INDRAWAN KUSUMA

NIM 1391261004

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2015

Page 3: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

ii

STATUS THERMAL COMFORT PADA LINGKUNGAN

ATMOSFER PERMUKIMAN DI WILAYAH

KECAMATAN DENPASAR BARAT

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister

pada Program Magister, Program Studi Ilmu Lingkungan,

Program Pascasarjana Universitas Udayana

KOMANG EDY INDRAWAN KUSUMA

NIM 1391261004

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2015

Page 4: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

iii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING TESIS Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI

TANGGAL 29 JULI 2015

Pembimbing I,

Prof. Dr. Ir. I Wayan Kasa, M.Rur.Sc

NIP. 194607031980111001

Pembimbing II,

Dr. Drs. I Nyoman Dhana, MA

NIP. 195709161984031002

Mengetahui

Ketua Program Studi

Magister Ilmu Lingkungan

Program Pascasarjana

Universitas Udayana,

Prof. Dr. I Wayan Budiarsa Suyasa, MS

NIP. 196703031994031002

Direktur

Program Pascasarjana

Universitas Udayana,

Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K).

NIP. 195902151985102001

Page 5: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

iv

Tesis Ini Telah Diuji pada

Tanggal 23 Juli 2015

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana,

Nomor :2151/UN.14.4/HK/2015, Tanggal 9 Juli 2015

Ketua : Prof. Dr. Ir. I Wayan Kasa, M.Rur.Sc

Anggota :

1. Dr. Drs. I Nyoman Dhana, MA

2. Dr. Ir. I Made Adhika, MSP

3. Dr. Ir. Syamsul Alam Paturusi, MSP

Page 6: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

v

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Komang Edy Indrawan Kusuma

NIM. : 1391261004

Program Studi : Magister Ilmu Lingkungan

Judul : Status Thermal Comfort pada Lingkungan Atmosfer

Permukiman di Wilayah Kecamatan Denpasar Barat

Dengan ini menyatakan bahwa karya Tesis ini bebas plagiat.

Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya

bersedia menerima sanksi sesuai Peraturan Mendiknas No. 17 Tahun 2010 dan

Peraturan Perundang-Undangan lainnya yang berlaku.

Gianyar, 29 Juli 2015

Hormat saya,

Komang Edy Indrawan Kusuma

NIM. 1391261004

Page 7: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

vi

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur dan angayu bagia penulis panjatkan ke hadapan Ida Sang

Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, karena atas asung kertha wara

nugraha-Nya, tesis yang berjudul “Status Thermal Comfort pada Lingkungan

Atmosfer Permukiman di Wilayah Kecamatan Denpasar Barat” dapat

diselesaikan.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih

yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. Ir. I Wayan Kasa, M.Rur.Sc selaku

Pembimbing I yang dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan,

semangat, bimbingan, dan saran dalam penyelesaian tesis ini. Terima kasih

sebesar-besarnya pula penulis sampaikan kepada Dr. Drs. I Nyoman Dhana, MA

selaku Pembimbing II yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah

memberikan bimbingan dan saran kepada penulis. Ucapan terima kasih pula

ditujukan kepada Dr. Ir. I Made Adhika, MSP selaku Pembahas yang dengan

sabar memberikan berbagai masukan dan bimbingan demi kesempurnaan tesis ini.

Ucapan yang sama pula ditujukan kepada Dr. Ir. Syamsul Alam Paturusi, MSP

selaku Penguji yang dengan penuh ketelitian dan kesabaran memberikan berbagai

masukan, koreksi dan arahan sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

Tidak lupa penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus

kepada Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K). selaku Direktur Program

Pascasarjana yang telah memberikan kesempatan penulis memperoleh pendidikan

Magister Ilmu Lingkungan dan ucapan terima kasih pula penulis tujukan kepada

Prof. Dr. I Wayan Budiarsa Suyasa, MS selaku Ketua Program Studi Magister

Ilmu Lingkungan (PSMIL) Universitas Udayana yang selalu memberikan arahan

dan petunjuk dan dorongan motivasi kepada penulis dalam menyusun tesis ini.

Ungkapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada para dosen dan staf

pengajar Program Studi Magister Ilmu Lingkungan (PSMIL) Universitas Udayana

yang memberikan ilmu dan membuka wawasan keilmuan penulis di bidang Ilmu

Lingkungan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada para staf Sekretariat

Program Studi Magister Ilmu Lingkungan (PSMIL) Universitas Udayana yang

Page 8: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

vii

membantu kelancaran semua keperluan administrasi dan akademik penulis.

Terima kasih pula ditujukan kepada rekan-rekan mahasiswa Program Studi

Magister Ilmu Lingkungan (PSMIL) Universitas Udayana yang senantiasa

kompak dalam memberikan dorongan semangat serta masukan dalam penyusunan

tesis ini.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Pemerintah Provinsi

Bali melalui Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Bali yang telah memberikan

ijin belajar kepada penulis dan memberikan biaya studi sehingga penulis dapat

menempuh pendidikan pada Program Studi Magister Ilmu Lingkungan (PSMIL)

Universitas Udayana. Terima kasih pula disampaikan kepada UPT Balai Hiperkes

dan Keselamatan Kerja Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Bali yang

telah memberikan pinjaman alat guna keperluan penelitian dan Bappeda Provinsi

Bali yang telah memberikan sumbangan data-data yang diperlukan dalam

penelitian.

Ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan

kepada Prof. Ir. I Nyoman Rai, M.Si., yang dengan penuh semangat memberikan

dorongan dan bimbingan baik dalam penyusunan tesis maupun dalam masa studi.

Akhirnya penulis menyampaikan terima kasih kepada istri tercinta Dewi

Pusparini, ananda tersayang Bagus Kayana Andhika dan Bhaskara Satyapriya,

orang tua I Nyoman Kusuma dan mendiang Ni Made Rusni yang telah

membesarkan dan mendidik dengan penuh kasih sayang, dan keluarga besar, yang

dengan penuh pengorbanan telah memberikan kesempatan kepada penulis

berkonsentrasi menyelesaikan tesis ini. Semoga Ida Sang Hyang Widhi

Wasa/Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada semua

pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini, serta kepada

penulis sekeluarga.

Gianyar, Juli 2015

Penulis

Page 9: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

viii

ABSTRACT

STATUS OF THERMAL COMFORT ON

RESIDENTIAL ATMOSPHERE ENVIRONMENT AT

WEST DENPASAR SUB-DISTRICT AREA

The effect of residential atmosphere environment generally gives

environment stress to the life of the dwellers. One of the environment stress

source is the unfulfilment of thermal comfort. The rapid development of

residential at Denpasar City cause the variation on building density that are low,

medium, high, and very high density classifications. Residential configuration of

each classification gives very strong influence to status of urban’s thermal

comfort. Purpose of the research is to understand the thermal index profile PET,

to identify the status of thermal comfort and to analyze the influence of Tmrt to

thermal index PET of residential atmosphere environment at West Denpasar Sub-

district area.

The research was performed at residential atmosphere environment of

West Denpasar Sub-district area by using RayMan model simulation to obtain

thermal index profile PET. Sampling technique used the stratified random

sampling method with data diversity that is used based on the buildings density.

The thermal index profile PET of residential of low density

classification is the lowest thermal index profile PET compared to the other three

classifications, which are the medium, high, and very high density. One hundred

percent of status of thermal comfort of residential atmosphere environment is in

hot thermal stress and based on average thermal index PET is on physiological

stress level of “Strong heat stress”. Tmrt is the most influential variable to thermal

index PET. The concept to increase the status of thermal comfort of residential

atmosphere environment at West Denpasar area used the bioclimatic approach.

Investigation of status of thermal comfort of residential atmosphere

environment at West Denpasar Sub-district area has given the directive of urban

planning in improving and revitalized urban spaces.

Key words: thermal comfort, thermal index PET, urban bioclimatic, atmosphere

environment.

Page 10: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

ix

ABSTRAK

STATUS THERMAL COMFORT PADA LINGKUNGAN

ATMOSFER PERMUKIMAN DI WILAYAH

KECAMATAN DENPASAR BARAT

Efek lingkungan atmosfer permukiman umumnya memberikan tekanan

lingkungan terhadap kehidupan penghuninya. Salah satu sumber tekanan

lingkungan tersebut adalah tidak terpenuhinya thermal comfort. Pertumbuhan

permukiman yang sangat pesat di Kota Denpasar mengakibatkan variasi

kepadatan bangunan yaitu klasifikasi kepadatan rendah, sedang, tinggi dan sangat

padat. Konfigurasi permukiman masing-masing klasifikasi memberikan pengaruh

yang sangat besar terhadap status thermal comfort perkotaan. Tujuan penelitian

adalah mempelajari profil indeks termal PET, mengidentifikasi status thermal

comfort dan menganalisis pengaruh Tmrt terhadap indeks termal PET lingkungan

atmosfer permukiman di wilayah Kecamatan Denpasar Barat.

Penelitian dilakukan di lingkungan atmosfer permukiman wilayah

Kecamatan Denpasar Barat dengan menggunakan simulasi model RayMan untuk

mendapatkan profil indeks termal PET. Teknik pengambilan sampel

menggunakan metode pengambilan sampel acak terstratifikasi dengan keragaman

data yang digunakan berdasarkan kepadatan bangunan.

Profil indeks termal PET permukiman klasifikasi kepadatan rendah

adalah profil indeks termal PET yang terendah dibandingkan dengan tiga

klasifikasi lainnya, yaitu kepadatan sedang, tinggi dan sangat padat. Seratus

persen status thermal comfort lingkungan atmosfer permukiman berada dalam

tekanan termal panas dan berdasarkan rerata indeks termal PET berada pada

tingkat tekanan fisiologis “Strong heat stress”. Tmrt merupakan variabel yang

paling berpengaruh terhadap indeks termal PET. Konsep untuk meningkatkan

status thermal comfort lingkungan atmosfer permukiman di wilayah Denpasar

Barat menggunakan pendekatan bioklimatik.

Investigasi status thermal comfort lingkungan atmosfer permukiman di

wilayah Kecamatan Denpasar Barat telah memberikan pedoman perencanaan

perkotaan dalam meningkatkan dan merevitalisasi ruang perkotaan.

Kata kunci : thermal comfort, indeks termal PET, bioklimatik perkotaan,

lingkungan atmosfer.

Page 11: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

x

RINGKASAN

STATUS THERMAL COMFORT PADA LINGKUNGAN

ATMOSFER PERMUKIMAN DI WILAYAH

KECAMATAN DENPASAR BARAT

Efek lingkungan atmosfer permukiman di Kecamatan Denpasar Barat

menciptakan kondisi iklim artificial yang memberikan efek tekanan lingkungan

terhadap kehidupan penghuninya. Pembangunan lingkungan binaan yang tidak

memperhatikan kebutuhan fisik, psikologis dan sosial merupakan salah satu

sumber tekanan lingkungan. Kebutuhan fisik bagi penghuni sebuah perkotaan

salah satunya adalah thermal comfort, yang didefinisikan sebagai kondisi pikiran

yang mengekspresikan kepuasan terhadap lingkungan termal. Lingkungan termal

relevan dengan kesejahteraan (produktivitas) dan kesehatan manusia karena

berhubungan erat dengan mekanisme termoregulasi dan sistem peredaran darah.

Selain itu, lingkungan termal ruang terbuka perkotaan mempengaruhi konsumsi

energi sebuah kota, dan prosesnya dalam penciptaan iklim perkotaan sangat

kompleks.

Tugas penting dari suatu penelitian bioklimatologi adalah untuk

mengevaluasi termo-fisiologis lingkungan termal dan radiasi dari tubuh manusia,

yang akan menentukan dasar keseimbangan energi tubuh. Bioklimatologi

merupakan perspektif untuk melihat hubungan manusia dengan iklim, yang terkait

dengan kenyamanan manusia pada lingkungan artifisial dan lingkungan alam

sekitarnya.

Pertumbuhan penduduk di Kecamatan Denpasar Barat yang sangat

pesat mengakibatkan pertumbuhan permukiman baru yang berakibat pula pada

variasi kepadatan bangunan dengan klasifikasi kepadatan rendah, sedang, tinggi

dan sangat padat. Konfigurasi permukiman masing-masing klasifikasi di

Kecamatan Denpasar Barat memiliki andil yang sangat besar terhadap kondisi

bioklimatologi termal perkotaan. Pertumbuhan permukiman baru juga

membutuhkan ruang dan lahan tambahan yang mengakibatkan terdesaknya ruang

terbuka hijau di Kecamatan Denpasar Barat. Penelitian sangat penting dilakukan

untuk memberikan pedoman perencanaan perkotaan oleh perencana teknis dan

pengambil keputusan (stakeholders) dengan cara yang tepat dan efektif menilai

pembangunan perkotaan di Kecamatan Denpasar Barat, menargetkan RTHK yang

lebih besar, meningkatkan dan merevitalisasi ruang perkotaan.

Tujuan penelitian adalah mengetahui profil indeks termal PET,

mengidentifikasi status thermal comfort dan menganalisis pengaruh Tmrt terhadap

indeks termal PET lingkungan atmosfer permukiman di wilayah Kecamatan

Denpasar Barat. Terdapat enam parameter dasar yang mempengaruhi lingkungan

termal atmosfer permukiman di wilayah Kecamatan Denpasar Barat, yaitu

temperatur udara (Ta), kelembaban relatif (RH), kecepatan angin (Va), temperatur

radiasi rata-rata (Tmrt), aktivitas (W), dan pakaian (Clo). Pengaruh lingkungan

termal pada penghuni permukiman di wilayah Kecamatan Denpasar Barat dapat

Page 12: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

xi

dilihat melalui indeks termal PET. Tujuan penelitian adalah mempelajari profil

indeks termal PET, mengidentifikasi status thermal comfort dan menganalisis

pengaruh nilai temperatur radiasi rata-rata (Tmrt) terhadap nilai indeks termal PET

pada lingkungan atmosfer permukiman di Kecamatan Denpasar Barat.

Rancangan penelitian adalah analitik observasional yang dilakukan

secara cross sectional. Penelitian menggunakan simulasi model RayMan dengan

terlebih dahulu melakukan observasi parameter meteorologi skala mikro

lingkungan atmosfer permukiman di wilayah Kecamatan Denpasar Barat. Data

konfigurasi dan struktur permukiman yang meliputi data rasio H/W, orientasi dan

sifat fisik permukaan digunakan untuk pendukung analisis. Populasi penelitian

adalah lingkungan atmosfer permukiman di wilayah Kecamatan Denpasar Barat.

Teknik pengambilan sampel menggunakan metode pengambilan sampel acak

terstratifikasi dengan keragaman data yang digunakan berdasarkan kepadatan

bangunan. Klasifikasi kepadatan bangunan menghasilkan empat strata kepadatan

bangunan yaitu rendah, sedang, tinggi dan sangat padat. Variabel bebas penelitian

adalah temperatur udara (X1), kelembaban udara (X2), kecepatan angin (X3), dan

temperatur radiasi rata-rata (X4), sedangkan variabel terikat adalah nilai indeks

termal PET (Y). Analisis data menggunakan statistik deskripsi dan analisis regresi

linier berganda yang menggunakan bantuan perangkat lunak SPSS versi 20.

Permukiman di wilayah Kecamatan Denpasar Barat memiliki kondisi

meteorologi skala mikro dengan temperatur udara tertinggi adalah sebesar 36,0 °C

dan terendah sebesar 25,6 °C. Kelembaban udara tertinggi adalah sebesar 91,6 %

dan terendah sebesar 43,3 %. Kecepatan angin tertinggi sebesar 2,8 m/dt dan

terendah adalah sebesar 0,2 m/dt. Temperatur radiasi rata-rata tertinggi adalah

sebesar 58,0 °C dan terendah sebesar 43,8 °C. Setelah dilakukan simulasi

menggunakan model RayMan, didapat indeks termal PET tertinggi sebesar

46,7 °C dan terendah sebesar 25,7 °C. Profil indeks termal PET di permukiman

dengan klasifikasi kepadatan rendah adalah profil indeks termal PET yang

terendah dibandingkan dengan profil indeks termal PET di tiga klasifikasi lainnya,

sedangkan profil indeks termal PET tertinggi adalah profil indeks termal PET di

permukiman dengan klasifikasi kepadatan bangunan tinggi saat pagi hingga

tengah hari dan profil indeks termal PET di permukiman dengan klasifikasi

bangunan sangat padat saat setelah tengah hari hingga sore hari.

Seratus persen status thermal comfort pada lingkungan atmosfer

permukiman di Kecamatan Denpasar Barat berada dalam tekanan termal panas

dengan rentang dari slight heat stress sampai dengan extreme heat stress.

Berdasarkan rerata indeks termal PET maka status kondisi thermal comfort berada

pada tingkat tekanan fisiologis “Strong heat stress”. Status termal comfort di

permukiman klasifikasi kepadatan bangunan rendah memiliki durasi tingkat

tekanan fisiologis “strong heat stress” tertinggi mencapai 33%, sedangkan tingkat

“extreme heat stress” dan “slight heat stress” masing-masing sebesar 25% dan

tingkat “moderate heat stress” sebesar 17%. Status termal comfort di permukiman

klasifikasi kepadatan bangunan sedang memiliki durasi tingkat tekanan fisiologis

“extreme heat stress” tertinggi sebesar 42% sedangkan tingkat tekanan fisiologis

“strong heat stress”, “moderate heat stress”, dan “Slight heat stress” sebesar

Page 13: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

xii

masing-masing 25%, 25%, dan 8%. Status termal comfort di permukiman

klasifikasi kepadatan bangunan tinggi memiliki durasi tingkat tekanan fisiologis

“extreme heat stress” tertinggi sebesar 50% sedangkan tingkat tekanan fisiologis

“strong heat stress”, “moderate heat stress”, dan “Slight heat stress” sebesar

masing-masing 17%, 25%, dan 8%. Status termal comfort di permukiman

klasifikasi kepadatan bangunan sangat padat memiliki durasi tingkat tekanan

fisiologis “extreme heat stress” sebesar 50% sedangkan tingkat tekanan fisiologis

“strong heat stress” dan “moderate heat stress” sebesar masing-masing 25%, 17%

dan untuk tingkat “slight heat stress” sebesar 8%.

Dengan uji statistik regresi linier berganda terhadap empat model yang

mewakili masing-masing lingkungan atmosfer permukiman, menunjukkan

pengaruh positif variabel Tmrt terhadap variabel indeks termal PET dan variabel

Tmrt juga merupakan variabel yang paling berpengaruh terhadap indeks termal

PET. Hasil ANOVA menunjukkan variabel Ta, RH, v dan Tmrt berpengaruh secara

simultan terhadap indeks termal PET.

Proses perencanaan permukiman dengan pendekatan bioklimatik telah

dimulai dengan pemahaman terhadap kondisi iklim mikro lingkungan atmosfer

permukiman di wilayah Kecamatan Denpasar Barat. Konsep untuk meningkatkan

status thermal comfort lingkungan atmosfer permukiman di wilayah Denpasar

Barat menggunakan pendekatan bioklimatik di mana perencanaan tata ruang dan

perkotaan di wilayah Kecamatan Denpasar Barat setidaknya harus

memperhatikan parameter meteorologi skala mikro, strategi penempatan orientasi

ngarai jalan permukiman sebaiknya berorientasi terhadap arah mata angin East-

West, kepadatan bangunan memiliki klasifikasi kepadatan bangunan rendah

dengan nilai SVF yang tinggi, Rasio H/W kurang dari tiga, dan beberapa konsep

lainnya.

Penelitian Status Thermal Comfort pada Lingkungan Atmosfer

Permukiman di wilayah Kecamatan Denpasar Barat memperoleh beberapa

simpulan yaitu: (1) Profil indeks termal PET lingkungan atmosfer permukiman

dengan klasifikasi kepadatan bangunan rendah adalah profil yang terendah

dibanding dengan profil klasifikasi sedang, tinggi dan sangat padat; (2) Status

thermal comfort lingkungan atmosfer permukiman di wilayah Denpasar Barat

berada dalam tingkat persentase 100% mengalami tekanan termal panas dengan

rentang tingkat tekanan fisiologis “slight heat stress” sampai dengan “extreme

heat stress”; dan (3) Tmrt berpengaruh positif terhadap indeks termal PET di

semua klasifikasi permukiman menurut kepadatan bangunan di wilayah

Kecamatan Denpasar Barat dan merupakan variabel yang paling berpengaruh

dibandingkan dengan variabel lainnya. Saran-saran berdasarkan hasil analisis

penelitian dan simpulan dari penelitian tentang status thermal comfort lingkungan

atmosfer permukiman di wilayah Kecamatan Denpasar Barat diberikan kepada

perencana perkotaan dan Pemerintah Kota Denpasar, masyarakat dan saran untuk

penelitian selanjutnya.

Page 14: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

xiii

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ..................................................................................... i LEMBAR PERSYARATAN GELAR ........................................................ ii LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING TESIS ................................. iii PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS................................................ iv SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT............................................ v

UCAPAN TERIMA KASIH ....................................................................... vi ABSTRAK .................................................................................................. ix RINGKASAN ............................................................................................. x

DAFTAR ISI ............................................................................................... xiii DAFTAR TABEL ....................................................................................... xv DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xvi DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xvii

DAFTAR SINGKATAN ............................................................................ xviii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ................................................................ 1 1.2 Rumusan Masalah ........................................................... 7

1.3 Tujuan Penelitian ............................................................ 7 1.4 Manfaat Penelitian .......................................................... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................... 9 2.1 Lingkungan Atmosfer ..................................................... 9 2.2 Teori dan Parameter Dasar Thermal Comfort ................ 10

2.2.1 Temperatur udara (Ta) ......................................... 11 2.2.2 Kelembaban relatif (RH) ..................................... 12

2.2.3 Kecepatan angin (v) ............................................ 12 2.2.4 Temperatur radiasi rata-rata (Tmrt). ..................... 13

2.2.5 Aktivitas (W) ...................................................... 14 2.2.6 Pakaian (Clo-value) ............................................ 15

2.3 Indeks Termal ................................................................. 16 2.3.1 Keseimbangan panas ........................................... 16 2.3.2 Physiological equivalent temperature (PET) ...... 18

2.4 Reaksi Manusia dalam Lingkungan Termal ................... 20 2.4.1 Respons fisiologis ............................................... 20

2.4.2 Respons psikologis .............................................. 22 2.5 Sky View Factor (SVF atau ψs) ....................................... 24 2.6 Model RayMan ............................................................... 25 2.7 Bioklimatologi Perkotaan ............................................... 27 2.8 Desain Bioklimatik ......................................................... 28

2.9 Hasil Penelitian Sebelumnya .......................................... 30

Page 15: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

xiv

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS

PENELITIAN........................................................................... 32

3.1 Kerangka Berpikir .......................................................... 32 3.2 Kerangka Konsep ............................................................ 35 3.3 Hipotesis ......................................................................... 37

BAB IV METODE PENELITIAN ......................................................... 40 4.1 Rancangan Penelitian ...................................................... 40

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian .......................................... 40

4.3 Ruang Lingkup Penelitian .............................................. 42

4.4 Penentuan Sumber Data .................................................. 43 4.4.1 Jenis dan sumber data ......................................... 43 4.4.2 Populasi penelitian .............................................. 45 4.4.3 Besaran sampel dan teknik pengambilan sampel 45

4.5 Variabel Penelitian .......................................................... 49

4.6 Instrumen Penelitian ....................................................... 50 4.7 Prosedur Penelitian ......................................................... 53

4.7.1 Pengukuran data meteorologi ............................. 53 4.7.2 Pengukuran SVF ................................................. 55

4.7.3 Pengukuran indeks termal PET ........................... 56 4.7.4 Pengukuran konfigurasi dan struktur

permukiman ........................................................ 57 4.8 Analisis Data ................................................................... 57

4.8.1 Statistik deskripsif ............................................... 57 4.8.2 Analisis regresi .................................................... 58

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................ 60

5.1 Profil Indeks Termal PET ............................................... 60 5.2 Status Thermal Comfort .................................................. 71

5.3 Pengaruh Tmrt terhadap Indeks Termal PET ................... 76 5.3.1 Uji multikolinearitas ........................................... 76 5.3.2 Uji heteroskedastisitas ........................................ 77

5.3.3 Uji normalitas ...................................................... 78

5.3.4 Uji regresi linier berganda .................................. 79 5.4 Metode Meningkatkan Status Thermal Comfort

Permukiman di Wilayah Kecamatan Denpasar Barat .... 83

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 97 6.1 Simpulan ......................................................................... 97 6.2 Saran ............................................................................... 97

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 101

LAMPIRAN ................................................................................................ 108

Page 16: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

xv

DAFTAR TABEL

Halaman

2.1 Comfort vote dan sensasi termal, berkaitan dengan zona fisiologis

efek termal ......................................................................................... 10

2.2 Tipikal tingkat metabolik ................................................................... 15

2.3 Isolasi termal beberapa jenis pakaian ................................................ 16

2.4 Rentang indeks termal PMV dan PET untuk tingkat perbedaan

persepsi termal dan tekanan fisiologis manusia................................. 19

4.1 Kepadatan bangunan keadaan akhir tahun 2013 dan klasifikasi

kepadatan bangunan di wilayah Kecamatan Denpasar Barat ............ 46

4.2 Pembagian strata populasi penelitian................................................. 47

4.3 Lokasi pengambilan sampel lingkungan di wilayah Kecamatan

Denpasar Barat................................................................................... 49

4.4 Definisi operasional variabel penelitian ............................................ 49

4.5 Daftar instrumen dan spesifikasi ....................................................... 51

4.6 Dua kolom nilai data dalam layar real-time ...................................... 55

5.1 Kondisi meteorologi skala mikro dan hasil indeks termal PET di

lokasi studi ......................................................................................... 60

5.2 Persepsi termal dan tingkat tekanan fisiologis lingkungan atmosfer

permukiman di wilayah Kecamatan Denpasar Barat berdasarkan

rerata indeks termal PET ................................................................... 71

5.3 Prediksi rerata indeks termal PET dan status thermal comfort di

wilayah Kecamatan Denpasar Barat pada akhir abad ke-21 ............. 74

5.4 Hasil uji multikoreliniaritas variabel bebas penelitian ...................... 77

5.5 Hasil uji normalitas data penelitian ................................................... 79

5.6 Hasil uji regresi linier berganda penelitian ........................................ 79

5.7 Karakteristik ngarai jalan di lokasi penelitian ................................... 85

Page 17: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

xvi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

2.1 Hubungan dalam perspektif desain bioklimatik ............................... 29

3.1 Diagram kerangka berpikir penelitian ............................................... 34

3.2 Kerangka konsep penelitian ............................................................... 36

3.3 Model hipotesis penelitian ................................................................. 38

4.1 Wilayah Kecamatan Denpasar Barat yang menjadi lokasi penelitian 41

4.2 Peta strata kepadatan bangunan permukiman di Kecamatan

Denpasar Barat................................................................................... 48

4.3 Instrumen HSM untuk pengambilan data meteorologi skala mikro .. 52

5.1 Profil indeks termal PET di permukiman dengan klasifikasi

kepadatan bangunan rendah di Kecamatan Denpasar Barat ............. 61

5.2 Profil indeks termal PET di permukiman dengan klasifikasi

kepadatan bangunan sedang di Kecamatan Denpasar Barat ............. 62

5.3 Profil indeks termal PET di permukiman dengan klasifikasi

kepadatan bangunan tinggi di Kecamatan Denpasar Barat .............. 64

5.4 Profil indeks termal PET di permukiman dengan klasifikasi

kepadatan bangunan sangat padat di Kecamatan Denpasar Barat .... 65

5.5 Perbandingan profil indeks termal PET di setiap klasifikasi

permukiman menurut kepadatan bangunan. ...................................... 66

5.6 Grafik perbandingan temperatur udara di empat lokasi studi. ........... 69

5.7 Grafik perbandingan temperatur radiasi rata-rata di empat lokasi

studi.................................................................................................... 70

5.8 Grafik tekanan fisiologis manusia di permukiman wilayah

Kecamatan Denpasar Barat................................................................ 72

5.9 Grafik scatter plot pengamatan di setiap permukiman menurut

klasifikasi kepadatan bangunan ......................................................... 78

5.10 Nilai horizon limitation dan SVF di lokasi penelitian. ...................... 86

5.11 Rencana zona penyangga hijau permukiman di wilayah Denpasar

Barat yang ditunjukkan dengan tanda panah ..................................... 91

Page 18: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Rekapitulasi Kebutuhan Data, Metoda dan Instrumen ...................... 109

2 Grafik Kondisi Moteorologi Skala Mikro ......................................... 111

3 Uji Asumsi Klasik (Uji Data) ............................................................ 113

4 Uji Regresi Linier Berganda .............................................................. 119

5 Data Penelitian ................................................................................... 139

6 Data Hasil Simulasi RayMan V.1.2 ................................................... 140

7 Image Fish-Eye Metode Fotografi ..................................................... 142

8 Dokumentasi Penelitian ..................................................................... 144

9 Peta Orientasi Kecamatan Denpasar Barat ........................................ 147

10 Peta Pemanfaatan Ruang Tahun 2010 ............................................... 148

11 Peta Sebaran Ruang Terbuka Hijau Kota di Kecamatan Denpasar

Barat ................................................................................................... 149

Page 19: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

xviii

DAFTAR SINGKATAN

ASHRAE : American Society of Heating, Refrigerating, and Air-

Conditioning Engineers

BPS : Badan Pusat Statistik

CNN : Cable News Network

H/W : High/Wide

HSM : Heat Stress Monitor

IPCC : Intergovernmental Panel on Climate Change

KDB : Koefisien Dasar Bangunan

PET : Physiological Equivalent Temperature

PMV : Predicted Mean Vote

RH : Relative Humadity

RTH : Ruang Terbuka Hijau

RTHK : Ruang Terbuka Hijau Kota

SET* : Standard Effective Temperature

SPSS : Statistical Package for the Social Sciences

SVF : Sky View Factor

Ta : Temperatur udara

Tsk : Temparatur permukaan kulit

Tmrt : The Mean Radiant Temperature

TB : Thermal Balance

UHI : Urban Heat Island

WHO : World Health Organization

Va : Kecepatan angin

VDI : Verein Deutscher Ingenieure

Page 20: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu faktor tekanan lingkungan pada manusia yang tinggal di

daerah perkotaan adalah efek dari kondisi iklim artifisial, yang terjadi pada

lingkungan eksternal terutama pada lingkungan binaan (Gulyas et al., 2003).

Kondisi iklim artifisial tersebut dapat terancam oleh peningkatan temperatur udara

global yang diperkirakan lebih dari 3ºC pada akhir abad ke-21 dalam laporan

Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) sebagai akibat pemanasan

global (IPCC, 2007).

Lingkungan eksternal memberikan efek signifikan pada kehidupan

manusia, yang ditentukan oleh kondisi alami, faktor antropogenik, kepadatan

bangunan perkotaan, dan ukuran area tutupan vegetasi (Kelmm, 2007 dalam

Setaih et al., 2013). Pembangunan lingkungan binaan yang tidak memperhatikan

kebutuhan fisik, psikologis dan sosial merupakan salah satu sumber tekanan

lingkungan. Kebutuhan fisik bagi penghuni sebuah perkotaan salah satunya adalah

thermal comfort, yang didefinisikan oleh American Society of Heating,

Refrigerating, and Air-Conditioning Engineers (ASHRAE) (1966) dalam Epstein

dan Moran (2006) sebagai kondisi pikiran yang mengekspresikan kepuasan

terhadap lingkungan termal.

Lingkungan termal relevan dengan kesejahteraan (produktivitas) dan

kesehatan manusia karena berhubungan erat dengan mekanisme termoregulasi dan

sistem peredaran darah (Jendritzky et al., 1990). Lingkungan termal, sering

1

Page 21: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

2

diremehkan, namun baru-baru ini telah terjadi gelombang panas ekstrim di negara

bagian Andhra Pradesh dan Telangana, India, yang telah menewaskan lebih dari

1.100 jiwa penduduknya. Menurut Departemen Meteorologi India, temperatur

udara tertinggi tercatat sebesar 47°C di negara bagian Odisha (CNN, 2015).

Lingkungan termal pada ruang terbuka, pada kenyataannya, dipengaruhi oleh

lingkungan binaan, melalui panas antropogenik (Ichinose et al., 1999), tutupan

permukaan tanah (Lin et al., 2007), evaporasi dan evapotranspirasi tanaman

(Robitu et al., 2006), serta shading oleh pohon atau bangunan (Lin et al., 2010).

Selain itu, lingkungan termal ruang terbuka perkotaan mempengaruhi

konsumsi energi sebuah kota, dan prosesnya dalam penciptaan iklim perkotaan

sangat kompleks (Latini et al., 2010). Sebuah laporan audit energi pada gedung

Blok B.1 Kementerian Pekerjaan Umum di Jakarta, menunjukkan bahwa

persentase konsumsi energi yang digunakan untuk pengkondisian udara mencapai

53,9% dari keseluruhan konsumsi energi dalam gedung tersebut (Sarwono dan

Sujatmiko, 2009).

Tugas penting dari suatu penelitian bioklimatologi adalah untuk

mengevaluasi termo-fisiologis lingkungan termal dan radiasi dari tubuh manusia,

yang akan menentukan dasar keseimbangan energi tubuh (Hoppe, 1993 dalam

Gulyas et al., 2003). Bioklimatologi merupakan perspektif untuk melihat

hubungan manusia dengan iklim, yang terkait dengan kenyamanan manusia pada

lingkungan artifisial dan lingkungan alam sekitarnya (Olgyay, 1967 dalam Dewi

Larasati, 2013). Penilaian relevansi fisiologi dari iklim perkotaan dan terutamanya

iklim mikro perkotaan, memerlukan penggunaan metode dan indeks yang

Page 22: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

3

menggabungkan unsur-unsur meteorologi dengan parameter tersendiri (Mayer,

1993; Verein Deutscher Ingenieure, 1998 dalam Gulyas et al., 2003). Aplikasi

lengkap indeks termal dari keseimbangan energi dalam tubuh manusia

memberikan informasi rinci tentang pengaruh lingkungan termal pada manusia

(VDI, 1998).

Beberapa literatur telah melaporkan banyak aplikasi indeks termal yang

digunakan. Aplikasi yang umum digunakan adalah predicted mean vote (PMV),

physiological equivalent temperature (PET) (Matzarakis et al., 1999), standard

effective temperature (SET*) (Gagge et al., 1986), perceived temperature (Tinz

and Jendritzky, 2003) dan thermal balance (TB, COMFA) (Brown and Gillespie,

1986). Namun demikian, PET memiliki keuntungan dengan unitnya (ºC) yang

telah dikenal luas yang membuat hasilnya lebih mudah dipahami dalam

perencanaan kota atau regional (Matzarakis et al., 1999). PET adalah indeks

universal yang digunakan untuk mengkarakteristikkan bioklimatologi termal,

yang memungkinkan juga untuk mengevaluasi kondisi termal fisiologis secara

signifikan (Matzarakis dan Mayer, 1996).

Cara yang paling tepat dalam menghitung atau menilai kondisi

lingkungan termal adalah melalui model RayMan yang dapat menangani

kompleksitas struktur perkotaan dan bahkan dapat memperhitungkan thermal

comfort manusia. Dalam literatur, metode untuk memperkirakan fluks radiasi

direkomendasikan berdasarkan parameter temperatur udara, kelembaban udara,

tingkat tutupan awan, transparansi udara dan waktu. Namun juga albedo (ukuran

dari reflektifitas permukaan bumi) dari permukaan-permukaan sekitar dan

Page 23: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

4

proporsi sudut pandangnya juga harus ditetapkan. Selain itu, juga harus diketahui

dan dipertimbangkan faktor lainnya seperti sifat geometris bangunan, vegetasi dan

sebagainya. Model RayMan sangat cocok untuk perhitungan fluks radiasi

terutamanya dalam struktur perkotaan, karena mempertimbangkan berbagai

horizon yang kompleks (Matzarakis et al., 1999 dalam Matzarakis dan Mayer,

2000). Fluks radiasi dapat dinyatakan dengan temperatur radiasi rata-rata,

parameter dengan variabilitas tinggi di daerah perkotaan setidaknya dengan

modifikasi radiasi global (Herrmann dan Matzarakis, 2010). Temperatur radiasi

rata-rata (Tmrt) adalah temperatur seragam permukaan dan sekitarnya yang

memberikan radiasi blackbody, yang menghasilkan energi yang sama yang

didapatkan dari tubuh manusia sebagai akibat dari fluks radiasi (Matzarakis et al.,

2007).

Kota Denpasar dengan berbagai fungsinya baik sebagai kota

pendidikan, perdagangan, pariwisata, dan ibu kota Provinsi Bali, menjadi daya

tarik arus urbanisasi menyebabkan pertumbuhan penduduk demikian pesat.

Kecamatan Denpasar Barat adalah kecamatan dengan kepadatan penduduk

tertinggi di antara empat kecamatan yang ada di Kota Denpasar, mencapai 10.207

jiwa/km2 dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 2,02% (Badan Pusat

Statistik Kota Denpasar, 2014).

Pertumbuhan penduduk di Kecamatan Denpasar Barat mengakibatkan

pertumbuhan permukiman baru yang berakibat juga pada variasi kepadatan

bangunan. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Denpasar (2014)

bahwa berdasarkan keadaan akhir Tahun 2012 dan keadaan akhir Tahun 2013

Page 24: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

5

terjadi pertumbuhan bangunan sebesar 7.176 bangunan. Dampaknya dapat berupa

perkembangan infrastruktur pendukung pemukiman baru tersebut, baik jalan

ataupun perkerasan lainnya yang memiliki sifat fisik permukaan yang beragam.

Perkembangan bangunan, jalan dan infrastruktur lainnya menyebabkan kenaikan

temperatur dan disertai sebuah fenomena yang dinamakan urban heat island

(Oke, 1973 dalam Morakinyo, 2013). Urban heat island adalah fenomena di mana

temperatur area urban lebih tinggi dibandingkan dengan sub urban (Oke, 1988

dalam Shishegar, 2013). Kenaikan temperatur berkembang dengan cepat pada

lingkungan perkotaan yang disebabkan oleh perubahan tutupan permukaan tanah,

pengurangan jumlah ruang terbuka hijau, dan transformasi tiba-tiba lingkungan

outdoor (Wong, 2007 dalam Morakinyo, 2013).

Konfigurasi permukiman di Kecamatan Denpasar Barat memiliki andil

yang sangat besar dalam kondisi bioklimatologi termal perkotaan. Simulasi yang

dilakukan oleh Herrmann dan Matzarakis (2010) menunjukkan bahwa Tmrt dan

juga kondisi bioklimatik termal di daerah perkotaan dipengaruhi kuat oleh

konfigurasi perkotaan. Lebar, tinggi dan orientasi dari sebuah ngarai perkotaan

adalah semua parameter yang sangat penting untuk evaluasi kondisi bioklimatik

termal tertentu.

Pertumbuhan permukiman baru juga membutuhkan ruang dan lahan

tambahan yang mengakibatkan terdesaknya ruang terbuka hijau di Kecamatan

Denpasar Barat. Terdesaknya ruang terbuka hijau tergambarkan pada Peraturan

Daerah Kota Denpasar Nomor 27 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang

Wilayah Kota Denpasar Tahun 2011 – 2031 yang hanya merencanakan komposisi

Page 25: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

6

luas Ruang Terbuka Hijau Kota (RTHK) publik dan private Kecamatan Denpasar

Barat masing-masing sebesar 167,31 Ha dan 356,89 Ha dengan total keseluruhan

sebesar 524,20 Ha atau 21,72% dari luas wilayah Kecamatan Denpasar Barat

(Pemerintah Kota Denpasar, 2011). Ini adalah komposisi terkecil dibandingkan

dengan kecamatan lainnya dan masih berada di bawah luas ideal ruang terbuka

hijau kota.

Penelitian bioklimatologi sangat jarang dilakukan di Indonesia

terutamanya penelitian yang mengambil wilayah studi di Kota Denpasar. Hal ini

menyebabkan data yang dibutuhkan untuk perencanaan kota dengan pendekatan

bioklimatologi tidak tersedia. Masalah kenyamanan penduduk dan indeks

bioklimatologi kuantitatif dapat memberikan informasi yang sangat penting untuk

perencanaan Kota Denpasar khususnya Kecamatan Denpasar Barat, yang dapat

membantu meningkatkan kesejahteraan (produktivitas) penduduk kota dengan

perencanaan lingkungan yang sesuai dan sehat dan juga efisien dalam konsumsi

energi. Dalam sebuah penelitian di negara lain menunjukkan bangunan-bangunan

bioklimatologi memberikan efisiensi energi dengan variasi antara 19,6 sampai

100% dengan rata-ratanya sebesar 68% (Tzikopoulos et al., 2005). Desain pada

sebuah ruang dan bangunan juga dapat meningkatkan kenyamanan dan solusi

energi yang lebih berkelanjutan (energy sustainable) (Smith dan More, 2008).

Penelitian sangat penting dilakukan untuk memberikan pedoman

perencanaan perkotaan oleh perencana teknis dan pengambil keputusan

(stakeholders) dengan cara yang tepat dan efektif menilai pembangunan perkotaan

di Kecamatan Denpasar Barat, menargetkan RTHK yang lebih besar,

Page 26: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

7

meningkatkan dan merevitalisasi ruang perkotaan. Hal ini dapat dicapai dengan

melakukan investigasi terlebih dahulu terhadap status thermal comfort pada

lingkungan atmosfer permukiman dengan menggunakan pendekatan indeks termal

physiological equivalent temperature (PET).

1.2 Rumusan Masalah

Masalah yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Bagaimana profil indeks termal PET lingkungan atmosfer

permukiman di wilayah Kecamatan Denpasar Barat?

2) Bagaimana status thermal comfort lingkungan atmosfer

permukiman di wilayah Kecamatan Denpasar Barat?

3) Bagaimana pengaruh nilai temperatur radiasi rata-rata (Tmrt)

terhadap nilai indeks termal PET lingkungan atmosfer permukiman

di Kecamatan Denpasar Barat?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk:

1) Mengetahui profil indeks termal PET lingkungan atmosfer

permukiman di wilayah Kecamatan Denpasar Barat.

2) Mengidentifikasi status thermal comfort lingkungan atmosfer

permukiman di wilayah Kecamatan Denpasar Barat.

3) Menganalisis pengaruh nilai temperatur radiasi rata-rata (Tmrt)

terhadap nilai indeks termal PET lingkungan atmosfer permukiman

di wilayah Kecamatan Denpasar Barat.

Page 27: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

8

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan:

1) Manfaat akademik; Penelitian ini diharapkan dapat menambah

pengalaman dan pengetahuan peneliti mengenai pendekatan

bioklimatologi dalam perencanaan perkotaan. Manfaat akademik

lainnya bagi lembaga keilmuan dimana hasil penelitian ini

diharapkan dapat memberi sumbangan ilmu bagi lembaga di bidang

bioklimatologi perkotaan yang belum banyak diteliti di Indonesia,

dan dapat menjadi dasar bagi peneliti lain yang ingin melakukan

penelitian lebih lanjut.

2) Manfaat praktis; Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

informasi bagi masyarakat mengenai kondisi bioklimatologi dan

status thermal comfort lingkungan atmosfer permukiman di wilayah

Kecamatan Denpasar Barat. Hasil penelitian ini juga dapat menjadi

bahan masukan bagi Pemerintah Kota Denpasar dan pembuat

kebijakan lainnya dalam perencanaan perkotaan.

Page 28: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lingkungan Atmosfer

Sebab dan akibat hubungan antara lingkungan atmosfer dan kesehatan

manusia atau kenyamanan manusia dapat dianalisis dengan klasifikasi

biometeorologi manusia yang dibedakan menjadi: kompleks termal, kompleks

polusi udara, kompleks aktinisma, dan biotropy (Jendritzky et al., 1990;VDI,

1998; dalam Matzarakis dan Mayer, 2000).

Kompleks termal terdiri dari faktor-faktor meteorologi yaitu temperatur

udara, kelembaban udara dan kecepatan angin, dan juga radiasi gelombang

pendek dan gelombang panjang secara termo-fisiologis mempengaruhi manusia

pada iklim indoor dan outdoor. Kompleks ini relevan dengan kesehatan manusia

karena hubungan yang erat antara mekanisme termoregulasi dan sistem peredaran

darah.

Kompleks polusi udara meliputi senyawa-senyawa alami dan

anthopogenik baik berupa padat, cair dan gas. Kompleks polusi udara

menyebabkan efek merugikan pada kesehatan manusia baik indoor dan outdoor.

Relevansi kondisi kualitas udara terhadap kesehatan manusia tergantung pada

sumber emisi dan kondisi transmisi (penyebaran, pengenceran, kemungkinan

reaksi-reaksi kimia, pembersihan dan pengeluaran polusi udara oleh hujan).

Faktor-faktor ini ditentukan oleh lapisan atmosfer (tingkat turbulensi), angin,

presipitasi, kelembaban dan radiasi sinar matahari.

9

Page 29: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

10

Kompleks aktinisma meliputi radiasi sinar matahari pada rentang

gelombang cahaya tampak dan ultraviolet yang menunjukkan efek biologis

langsung yang terlepas dari efek termal belaka. Biotropy berkaitan dengan efek

biologis dari cuaca. Ada tiga kemungkinan reaksi dari organisme manusia

terhadap cuaca, yaitu: reaksi tubuh, sensitivitas meteorologi ringan dan intens.

2.2 Teori dan Parameter Dasar Thermal Comfort

Thermal comfort didefinisikan sebagai kondisi pikiran yang

mengekspresikan kepuasan terhadap lingkungan termal (ASHRAE, 1966 dalam

Epstein dan Moran, 2006). Thermal comfort dan sensasi termal adalah fenomena

bipolar dengan rentang dari “too cold” sampai “too hot” dengan kenyamanan dan

sensasi netral di tengahnya. Rangkaian kesatuan sensasi ini telah dideskripsikan

ke dalam beberapa skala (Fanger, 1970; ASHRAE, 1966; ISO 7730, 1984;

Bedford, 1936; Rohles dan Levins, 1971 dalam Epstein dan Moran, 2006).

Peringkat subyektif dari ketidaknyamanan dan korelasi-korelasi fisiologisnya

yang sesuai diringkas dalam Tabel 2.1.

Tabel 2.1

Comfort vote dan sensasi termal, berkaitan dengan

zona fisiologis efek termal

Vote Thermal sensation Comfort sensation Zone of thermal effect

(a) (b) (c) (d) (e)

9 Very hot Very uncomfortable Incompensable heat

+3 8 Hot Uncomfortable

+2 7 Warm Slightly uncomfortable Sweat evaporation

+1 6 Slightly warm Compensable

0 5 Neutral Comfortable Vasomotor compensable

-1 4 Slightly cool

-2 3 Cool Slightly uncomfortable Shivering compensable

-3 2 Cold

1 Very cold Uncomfortable Incompensable cold

Berdasarkan Goldman, 1982 dan Shapiro dan Eipstein, 1984 dalam Epstein dan Moran, 2006.

Page 30: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

11

a. Skala termal berdasarkan ASRAE 55(ASHRAE, 1966)

b. Skala termal berdasarkan Rohles (Rohles dan Levins, 1971)

American Society of Heating, Refrigerating, and Air-Conditioning

Engineers (ASHRAE) menentukan enam parameter dasar yang mempengaruhi

sensasi termal secara simultan, yaitu: temperatur udara (Ta), kelembaban relatif

(RH), kecepatan angin (v), temperatur radiasi rata-rata (Tmrt), aktivitas (W), dan

pakaian (Clo). Kaitannya terhadap iklim, temperatur ambien yang dapat diterima

akan sedikit lebih tinggi pada saat musim panas daripada saat musin dingin, yaitu

masing-masing menjadi 23-27ºC dan 20-25ºC (ASHRAE, 1992 dalam Epstein

dan Moran, 2006).

2.2.1 Temperatur udara (Ta)

Temperatur udara dapat didefinisikan sebagai temperatur udara sekitar

tubuh manusia yang menentukan aliran panas antara tubuh manusia dan udara

(Parsons, 2005 dalam Ji, 2006). Pertukaran panas antara seseorang dan udara

merupakan proses yang berkesinambungan. Kartasapoetra (2006) menyebutkan,

bahwa temperatur adalah derajat panas atau dingin yang diukur berdasarkan skala

tertentu dengan menggunakan thermometer. Satuan temperatur yang biasa

digunakan adalah derajat Celsius (ºC).

Temperatur udara merupakan parameter penting yang mempengaruhi

thermal comfort. Ini berdasarkan uji dalam model manusia yang dilaksanakan

pada temperatur radiasi rata-rata Tmrt = 20ºC, kelembaban relatif RH=50% dan

kecepatan angin Va=0,05 m/dt. Didapatkan bahwa temperatur kulit rata-rata Tsk

model manusia meningkat apabila temperatur udara Ta naik, yaitu Ta=21ºC. Jika

Ta naik lagi, transpirasi bermula yang menyebabkan kenaikan Tsk hampir dapat

Page 31: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

12

diabaikan. Temperatur kulit yang nyaman dicapai pada temperatur udara

Ta = 20 ºC yaitu semasa transpirasi belum berlaku (Hoppe, 1988).

2.2.2 Kelembaban relatif (RH)

Penguapan keringat merupakan fungsi dari kelembaban udara. Air atau

keringat dipanaskan oleh tubuh manusia menguap menjadi uap dan diserap di

udara. Proses ini memungkinkan perpindahan panas dari tubuh ke lingkungan dan

pendinginan tubuh. Udara kering dapat dengan mudah menyerap kelembaban dari

kulit dan penguapan yang cepat yang dihasilkan secara efektif akan mendinginkan

tubuh. Pendorong transfer uap ini adalah perbedaan massa per satuan volume

udara lembab. Pendorong kehilangan panas adalah perbedaan tekanan uap parsial

antara kulit dan lingkungan. Untuk kenyamanan RH harus di atas 20% sepanjang

tahun, di bawah 60% di musim panas dan di bawah 80% di musim dingin (Lecher,

1990 dalam Ji, 2006).

2.2.3 Kecepatan angin (v)

Pergerakan udara di seluruh tubuh dapat mengubah aliran panas ke/dari

tubuh dan temperatur tubuh oleh konveksi dan evaporasi. Oleh karenanya,

kecepatan tubuh memiliki efek langsung terhadap kehilangan panas. Pergerakan

udara akan bervariasi dalam waktu, ruang dan arah. Deskripsi kecepatan angin

pada satu titik dapat dibedakan menurut intensitas variasi waktu dalam tiga sumbu

ortogonal. Kecepatan angin dapat dianggap sebagai intensitas kecepatan angin

rata-rata atas waktu paparan semua arah yang tertarik dan terintegrasi. Hal ini

yang menjadikan kecepatan angin rata-rata dan nilai standar deviasi, keduanya

harus diambil (ISO, 1994 dalam Ji, 2006).

Page 32: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

13

Rentang kenyamanan adalah sekitar 0,1016 sampai 0,3048 m/dt. Dari

0,3048 sampai 1,016 m/dt pergerakan udara dirasakan tetapi penerimaannya

bergantung pada tingkat aktivitas. Diatas 1,016 m/dt, gerakan udara tidak nyaman

(Lecher, 1990 dalam Ji, 2006).

2.2.4 Temperatur radiasi rata-rata (Tmrt).

Selain pengaruh Ta pada suhu tubuh manusia ada juga pengaruh dari

Tmrt. Panas merupakan pertukaran radiasi antara semua benda, dan di sana

terdapat batas aliran panas dari benda yang panas ke benda dingin dengan jumlah

yang terkait dengan perbedaan antara kekuatan ke empat dari temperatur absolut

pada dua benda (Ji, 2006).

Dalam lingkungan apapun akan ada pertukaran energi yang terus-

menerus, berefleksi dan berabsorpsi. Pada setiap bidang radiasi akan ada dinamika

pertukaran energi oleh radiasi. Temperatur radiasi dapat didefinisikan sebagai

temperatur dari sumber blackbody yang memberikan nilai yang sama dari

beberapa kuantitas terukur pada medan radiasi yang ada dalam realitas (McIntyre,

1980).

Temperatur radiasi rata-rata (Tmrt) adalah parameter input meteorologi

yang paling penting untuk mendapatkan keseimbangan energi manusia selama

cuaca panas. Oleh sebab itu, Tmrt berpengaruh kuat pada indeks signifikan

termofisiologi seperti PET atau PMV yang berasal dari model keseimbangan

energi manusia (Mayer, 1993). Tmrt didefinisikan sebagai temperatur seragam dari

permukaan sekitar yang memberikan radiasi blackbody (ε=1), yang menghasilkan

penerimaan energi radiasi yang sama dari tubuh manusia sebagai fluks radiasi

Page 33: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

14

yang berlaku. Tmrt biasanya sangat bervariasi dalam kondisi ruang terbuka.

(Hoppe, 1992 dalam dalam Matzarakis et al., 2000).

Untuk menghitung Tmrt, harus diketahui sifat relevan dan dimensi

permukaan teradiasi dan SVF serta postur tubuh manusia (misalnya duduk atau

berdiri) (VDI, 1998 dalam Matzarakis et al., 1999). Beberapa prosedur dapat

digunakan untuk menentukan Tmrt dengan rerata pengukuran radiasi integral

(Fanger, 1972).

2.2.5 Aktivitas (W)

Aktivitas mempengaruhi kadar pengeluaran metabolik tubuh manusia

(Fanger, 1976). Tingkat metabolik dideskripsikan dalam standar ASHRAE

sebagai tingkat transformasi energi kimia menjadi energi panas dan kerja mekanik

oleh aktivitas metabolisme dalam organisme, biasanya dinyatakan dalam satuan

luas permukaan tubuh total. Tingkat metabolik dinyatakan dalam unit ‘met’

(ASHRAE, 2004).

Untuk menjaga keseimbangan termal, tubuh kita harus kehilangan

panas pada tingkat yang sama dengan panas yang dihasilkan metabolisme.

Produksi panas ini sebagian merupakan akibat dari temperatur luar namun

kebanyakan merupakan akibat dari aktivitas. Tabel 2.2 menunjukkan tingkat

metabolik tipikal yang berhubungan dengan beberapa aktivitas.

Page 34: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

15

Tabel 2.2

Tipikal tingkat metabolik

Aktivitas Tingkat Metabolik

Aktivitas Tingkat Metabolik

Met unit W/m2 Met unit W/m2

Istirahat Lain-lain Aktivitas

Penghuni

Tidur 0.7 40 Memasak 1.6-2.0 95-115

Santai 0.8 45 Membersihkan rumah 2.0-3.4 115-200

Duduk, tenang 1.0 60 Duduk, gerakan berat

anggota badan

2.2 130

Berdiri, rileks 1.2 70 Pekerjaan mesin

Menggergaji (meja

gergaji)

1.8 105

Berjalan (pada permukaan

datar)

Ringan (industri

kelistrikan)

2.0-2.4 115-140

0.9m/s, 3.2km/h, 2.0mph 2.0 115 Berat 4.0 235

1.2m/s, 4.3km/h, 2.7mph 2.6 150

1.8m/s, 6.8km/h, 4.2mph 3.8 220 Mengangkat tas

50kg(100lb)

4.0 235

Mengambil dan

pekerjaan mencangkul

4.0-4.8 235-280

Aktivitas Kantor

Duduk, membaca, atau

menulis

1.0 60 Lain-lain Aktivitas Waktu

Luang

Mengetik 1.1 65 Berdansa, sosial 2.4-4.4 140-255

Mengarsip, duduk 1.2 70 Senam 3.0-4.0 175-235

Mengarsip, berdiri 1.4 80 Tennis, tunggal 3.6-4.0 210-235

Berjalan 1.7 100 Basket 5.0-7.6 290-440

Mengangkat, mengepak 2.1 120 Gulat, pertandingan 7.0-8.7 410-505

Sumber: ASHRAE, 2004

2.2.6 Pakaian (Clo-value)

Pakaian merupakan insulator efektif yang memperlambat radiasi,

konveksi dan konduksi panas. Sifat isolasi pakaian telah diukur dalam satuan

tahan panas yang disebut clo. Pakaian yang digunakan akan mempengaruhi

pertukaran panas antar tubuh dengan lingkungan sekelilingnya, yang juga akan

memberi pengaruh terhadap kenyamanan termal (Fanger, 1976). Tabel 2.3

menunjukkan nilai clo pada pakaian berdasarkan SNI 03-6572-2001 (Badan

Standar Nasional, 2001).

Page 35: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

16

Tabel 2.3

Isolasi termal beberapa jenis pakaian

Baju Pria clo Baju Wanita Clo

Singlet tanpa lengan 0,06 Kutang dan celana dalam 0,05

Kaos berkerah 0,09 Rok dalam – setengah 0,13

Celana dalam 0,05 Rok dalam – penuh 0,19

Kemeja, ringan lengan pendek 0,14 Blus – ringan 0,20 (a)

Kemeja, ringan lengan panjang 0,22 Blus – berat 0,29 (a)

Waistcoat-ringan 0,15 Pakaian – ringan 0,22 (a,b)

Waistcoat-berat 0,29 Pakaian – berat 0,70 (a,b)

Celana – ringan 0,26 Rok - ringan 0,10 (b)

Celana – berat 0,32 Rok – berat 0,22 (b)

Sweater – ringan 0,20 (a) Celana panjang wanita – ringan 0,26

Sweater – berat 0,37 (a) Celana panjang wanita – berat 0,44

Jacket – ringan 0,22 Sweater – ringan 0,17 (a)

Jacket – berat 0,49 Sweater – berat 0,37 (a)

Kaos tumit 0,04 Jacket – ringan 0,17

Kaos dengkul 0,10 Jacket – berat 0,37

Sepatu 0,04 Kaos kaki panjang 0,01

Sepatu bot 0,08 Sandal 0,02

Sepatu 0,04

Sepatu bot 0,08

Keterangan:

(a) Dikurangi 10% jika tanpa lengan atau lengan pendek

(b) Ditambah 5% jika panjangnya dibawah dengkul, dikurangi 5% jika diatas dengkul

1 clo = 0,155 m2K / Watt

Sumber: SNI 03-6572-2001

Untuk menghitung keseluruhan clo dari pakaian yang dipakai,

digunakan rumus (SNI 03-6572-2001):

Untuk pria:

(1)

Untuk wanita:

(2)

2.3 Indeks Termal

2.3.1 Keseimbangan panas

Pada saat darah dan air dalam tubuh terjadi kelebihan panas pada

permukaan kulit, terdapat empat cara untuk melepaskannya ke lingkungan, yaitu:

konveksi, konduksi, radiasi dan evaporasi. Besaran panas yang dilepaskan pada

Page 36: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

17

metode tersebut tergantung pada interaksi metabolisme, pakaian dan lingkungan

itu sendiri. Temperatur tubuh internal dijaga dalam kisaran 37 ºC secara fisiologis

yang menandakan bahwa terjadi keseimbangan panas antara tubuh dan

lingkungan. Artinya, transfer panas dan panas yang dihasilkan tubuh harus

seimbang dengan panas yang keluar dari tubuh. Jika panas yang dihasilkan dan

diterima lebih besar dari panas yang keluar, maka temperatur tubuh akan

meningkat. Demikian pula sebaliknya, jika panas yang dikeluarkan lebih besar,

maka temperatur tubuh akan turun. Fanger (1970) menggunakan persamaan

keseimbangan panas berdasarkan analisis klasik konsep tersebut sebagai berikut:

(3)

Keterangan:

H = panas yang diproduksi dalam tubuh manusia

Ed = panas yang hilang oleh difusi uap air melalui kulit

Esw = panas yang hilang oleh evaporasi keringat melalui permukaan

kulit

Ere = Panas yang hilang saat respirasi laten

L = panas yang hilang saat pernapasan kering

K = transfer panas dari kulit ke permukaan luar tubuh berpakaian

(konduksi melalui pakaian)

R = panas yang hilang oleh radiasi dari permukaan luar tubuh

berpakaian

C = panas yang hilang oleh konveksi dari permukaan luar tubuh

berpakaian

Artinya, untuk menjaga temperatur tubuh pada tingkat yang konstan, tubuh

manusia mengontrol tingkat metabolisme dan penguapan seperti sekresi

keringat,namun menggigil akibat perpindahan kalor secara konduksi, konveksi

dan radiasi yang tidak dapat dikontrol oleh tubuh manusia.

Page 37: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

18

2.3.2 Physiological equivalent temperature (PET)

Secara umum indeks termal dapat diklasifikasikan ke dalam empat

kelompok sebagai berikut (Scudo, 2002): (1) Indeks termal empiris yang

berhubungan dengan hanya beberapa parameter iklim dan biasanya dijabarkan

untuk iklim tertentu; (2) Indeks psiko-sosiologis-iklim, yang menghubungkan

persepsi subyektif dengan variabel iklim mikro; (3) Indeks keseimbangan energi

yang didasarkan pada model dua simpul dari tubuh manusia dan pada penilaian

semua parameter iklim termal yang relevan; dan (4) Indeks keseimbangan energi

yang didasarkan pada model satu simpul dari tubuh manusia.

Di masa lalu, beberapa indeks termal yang berdasarkan parameter

meteorologi (seperti temperatur efektif, temperatur ekuivalen, indeks tekanan

panas, atau indeks kenyamanan manusia) sering digunakan untuk mengevaluasi

komponen termal iklim yang berbeda. Sebagian besar indeks ini, memiliki

keterbatasan utama bahwa relevansi termofisiologisnya kurang (Mayer dan

Hoppe, 1987).

Saat ini ada beberapa indeks termal yang lebih populer dengan relevasi

psikologis yang berasal dari keseimbangan energi manusia (Höppe, 1993; Taffé,

1997, dalam Matzarakis et al., 1999). Salah satunya adalah physiological

equivalent temperature (PET) yang jika dibandingkan dengan indeks termal

lainnya, seperti predicted mean vote (PMV), PET memiliki keuntungan dengan

unitnya (ºC) yang telah dikenal luas yang membuat hasilnya lebih mudah

dipahami dalam perencanaan kota atau regional (Matzarakis et al., 1999). PET

adalah indeks universal yang digunakan untuk mengkarakteristikkan

Page 38: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

19

bioklimatologi termal, yang memungkinkan juga untuk mengevaluasi kondisi

termal dalam fisiologis secara signifikan (Matzarakis dan Mayer, 1996). PET

telah dipakai VDI (1998) sebagai metode evaluasi biometeorologi manusia pada

iklim dan kualitas udara untuk perencanaan perkotaan dan regional (VDI guideline

3787, part 2), dan juga direkomendasikan sebagai aplikasi indeks termal untuk

mengevaluasi komponen termal pada iklim-iklim yang berbeda. Matzarakis dan

Mayer (1996) menghubungkan rentang PMV untuk persepsi termal dan tingkat

tekanan psikologis manusia pada rentang PET yang sesuai (Tabel 2.4), yang

hanya berlaku untuk nilai-nilai asumsi produksi panas internal dan resistensi

panas pakaian.

Tabel 2.4

Rentang indeks termal PMV dan PET untuk tingkat perbedaan persepsi termal

dan tekanan fisiologis manusia

PMV

PET

(ºC)

Thermal

perception

Grade of physiological

stress

Very cold Extreme cold stress

-3.5 4

Cold Strong cold stress

-2.5 8

Cool Moderate cold stress

-1.5 13

Slightly cool Slight cold stress

-0.5 18

Comfortable No thermal stress

0.5 23

Slightly warm Slight heat stress

1.5 29

Warm Moderate heat stress

2.5 35

Hot Strong heat stress

3.5 41

Very hot Extreme heat stress

(sumber: Jendritzky et al., 1990; Matzarakis and Mayer 1997)

Page 39: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

20

Faktor meteorologi yang paling penting yang mempengaruhi PET pada

hari-hari musim panas dengan kecepatan angin lemah adalah Tmrt (Mayer dan

Matzarakis, 1998). Tmrt terpengaruh paling besar akibat bayangan dari pepohonan

dan menunjukkan penurunan nilai sebesar 30°C pada ngarai jalan dengan barisan

pepohonan (Matzarakis et al., 1999). Oleh karena itu, PET menunjukkan

penurunan tingkat tekanan termal manusia pada siang hari, ketika radiasi matahari

langsung dinaungi oleh pohon. Perbedaan nilai PET dalam area yang dinaungi

pohon dan yang tidak di kota Friburg, rata-rata sebesar 15°C (Mayer dan

Matzarakis, 1998).

Penggunaan PET juga untuk mengevaluasi komponen termal iklim

mikro perkotaan yang berbeda. Ada variabilitas spasial yang luar biasa dari PET.

Jika radiasi matahari langsung tidak dinaungi oleh tajuk pohon atau bangunan,

nilai PET relatif tinggi, dan menunjukkan beban panas intensitas yang lebih besar

bagi manusia dalam iklim mikro perkotaan (Matzarakis et al., 1999). PET juga

telah diaplikasikan untuk mengevaluasi komponen termal iklim dalam sebuah

ruang antara batang-batang pepohonan di sebuah hutan. Hasilnya, terdapat

perbedaan nilai Tmrt antara ruang antara batang pepohonan dengan ruang terbuka

(tanah rerumputan di tepian hutan) sebesar 30°C pada saat tengah hari (Mayer et

al., 1997 dalam Matzarakis et al., 1999).

2.4 Reaksi Manusia dalam Lingkungan Termal

2.4.1 Respons fisiologis

Reseptor yang sensitif terhadap temperatur (termoreseptor) terletak

pada kulit dan hipotalamus. Termoreseptor berjenis hangat atau dingin, sesuai

Page 40: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

21

dengan responnya terhadap rangsangan. Termoreseptor pada kulit terhubung ke

hipotalamus dengan sistem aliran saraf. Hipotalamus anterior dan regio preoptik

mengontrol pengeluaran panas dan hipotalamus posterior terlibat dalam

vasokonstriksi dan proses menggigil. Pengontrolan hipotalamus terhadap respon

tersebut, menyebabkan tubuh manusia dapat mengontrol pengeluaran panas di

kulit dan paru-paru (Ji, 2006).

Tubuh menyebabkan vasodilatasi kulit untuk meningkatkan

pengeluaran panas dan vasokonstriksi untuk mengurangi pengeluaran panas.

Vasokonstriksi dingin masih memungkinkan terjadi aliran darah yang terbatas,

dengan tujuan oksigen dalam jumlah kecil yang diperlukan mencapai sel-sel.

Hasil aliran darah ini adalah penurunan temperatur kulit, pengurangan gradien

temperatur antara permukaan kulit dan lingkungan, dan akibatnya penurunan

tingkat pengeluaran panas. Pada tungkai, pertukaran panas terjadi berlawanan

karena penyempitan pembuluh darah vena sehingga darah dingin dari kulit

kembali di sepanjang vena yang dekat dengan arteri, sehingga darah dingin

mendapatkan panas dan kembali ke pusat tubuh. Selama vasodilatasi, darah vena

kembali ke dekat kulit yang meningkatkan kemungkinan pengeluaran panas dari

kulit ke lingkungan. Dengan meningkatnya aliran darah lebih banyak, panas

keluar dari pusat tubuh ke permukaan dan meningkatkan temperatur kulit,

sehingga tingkat pengeluaran panas melalui radiasi dan konduksi meningkat

(Frisancho, 1981 dalam Ji, 2006).

Manusia dapat berkeringat dengan derasnya, yang merupakan

kapasitasnya dalam beradaptasi dengan berbagai tekanan panas. Keringat akibat

Page 41: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

22

termal terjadi melalui kelenjar ekrin yang terletak di seluruh tubuh. Kelenjar ini

diaktifkan oleh impuls hipotalamus di sepanjang serabut saraf motorik simpatis

untuk melepaskan asetilkolin (Frisancho, 1981 dalam Ji, 2006). Sekresi keringat

yang meningkat, meningkatkan pengeluaran panas oleh penguapan saat

temperatur tubuh naik. Vasodilatasi lebih lanjut dirangsang oleh keringat dan

memberikan suplai darah yang membawa cairan ke kelenjar keringat. Peningkatan

temperatur kulit lokal dapat meningkatkan produksi kelenjar keringat dan

merangsang kelenjar yang tidak aktif (Kerslake, 1972 dalam Ji, 2006).

Proses menggigil dipengaruhi oleh temperatur kulit dan temperatur

pusat tubuh. Saat temperatur tubuh turun, tingkat metabolisme mulai meningkat

dengan peningkatan tonus otot dan terjadi proses menggigil. Menggigil dapat

meningkatkan metabolisme yang memproduksi panas hingga sekitar lima kali

dibandingkan tidak menggigil (Parsons, 2005 dalam Ji, 2006).

Piloerektil terjadi ketika kulit menjadi dingin dan merupakan upaya

untuk mengurangi pengeluaran panas dengan mempertahankan lapisan udara yang

statis antara udara dan lingkungan. Manusia sebagai makhluk yang memiliki

sedikit rambut dan selalu berpakaian, reaksi ini dianggap tak berkontribusi

signifikan pada termoregulasi manusia. Namun demikian, konstribusinya

mungkin signifikan sebagai parameter interaktif dalam penentuan insulasi termal

oleh pakaian saat proses menggigil dalam lingkungan udara statis (Ji, 2006).

2.4.2 Respons psikologis

Lingkungan termal sangat mempengaruhi sensasi panas dan perilaku

manusia yang merupakan respon psikologis seperti mood dan perilaku. Ada

Page 42: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

23

kesulitan dalam mengidentifikasi bagaimana iklim mempengaruhi mood dan

tingkah laku. Namun demikian, penelitian pada serambi stasiun mencatat bahwa

kepadatan kerumunan adalah faktor yang paling penting yang mempengaruhi

kondisi termal dan sensasi termal (Braun dan Parsons, 1991 dalam Ji, 2006).

Kerusuhan yang biasanya langka terjadi di Inggris dapat dikaitkan

dengan musim panas yang panjang. Penelitian di India juga mencatat bahwa

kerusuhan terjadi dengan temperatur umumnya di atas 26 °C, meskipun tidak

terjadi panas berlebihan. Dalam percobaan yang dilakukan pada guru yang

agresif, teramati bahwa perusuh lebih agresif dalam kondisi panas dibandingkan

dalam kondisi nyaman. Hal ini diartikan bahwa dalam kondisi panas, kejadian

kekerasan tunggal memberikan model bagi manusia untuk menjadi agresif

(Parsons, 2005 dalam Ji, 2006).

Respon manusia terhadap lingkungan termal akan dipengaruhi oleh

faktor-faktor psikologis seperti ancaman iklim, harapan orang yang terpapar, dan

bagaimana kesenangan yang akan dirasakan. Jika lingkungan tidak

memungkinkan memberi kesempatan untuk beradaptasi terhadap perubahan

kondisi termal, lingkungan dingin atau hangat setelah lima menit paparan

mungkin dianggap sebagai ancaman besar jika sadar akan terkena selama dua atau

tiga jam dan tidak memiliki alat penyesuaian atau melarikan diri (Parsons, 2005

dalam Ji, 2006).

Kenyamanan dan ketidaknyamanan dapat bervariasi dengan harapan

orang untuk berada di kondisi bagaimana. Ada kemungkinan orang merasa

nyaman meskipun lingkungan menunjukkan di luar zona nyaman jika tidak

Page 43: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

24

mengharapkan kondisi yang lebih baik. Respon terhadap perbedaan antara kondisi

aktual dengan kondisi yang diharapkan akan tergantung individu (Ji, 2006).

Evaporasi emosional terjadi melalui kulit di dahi, kelenjar ekrin dan

kelenjar apokrin. Berkeringat non termal ini biasanya terjadi ketika individu

dalam kondisi di bawah tekanan emosional daripada tekanan fisik atau termal.

Meskipun respon psikologis ini tidak terjadi akibat tekanan termal, penguapan

pengeluaran panas dengan keringat juga mempengaruhi sensasi termal (Ji, 2006).

2.5 Sky View Factor (SVF atau ψs)

Sky View Factor adalah parameter berdimensi dengan nilai antara nol

dan satu yang merepresentasikan bagian dari langit terlihat (visible sky) pada

hemisphere yang menempatkan lokasi analisis sebagai pusatnya (Oke, 1981 dalam

Hammerle et al.,2011). Watson dan Johnson (1987) dalam Grimmond et al.,

(2001) mengungkapkan bahwa SVF sebagai rasio radiasi yang diterima

permukaan planar dibandingkan dengan yang diterima dari seluruh radiasi

lingkungan hemisphere.

Dalam lingkungan perkotaan, SVF ditentukan secara dominan oleh

bangunan-bangunan sebagai elemen utama pada permukaan lingkungan

perkotaan. Dengan demikian, salah satu bagian dari langit terhalang oleh

bangunan dan bagian tersisa yang terlihat. Secara teori, elemen permukaan

tertentu (ΔA), bagian langit yang terhalang bangunan-bangunan, dapat ditentukan

dengan memproyeksikan setiap bangunan pada hemisphere yang

merepresentasikan langit dengan garis proyeksi.

Page 44: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

25

Geometri ngarai perkotaan, yang memiliki variasi pada ketinggian,

panjang dan jarak bangunan yang membatasinya, memiliki dampak signifikan

pada pertukaran energi dan temperatur daerah perkotaannya (Oke, 1987 dalam

Grimmond et al., 2001). Umumnya, SVF ditentukan berdasarkan metode analisis

atau fotografi. Metode analisis menggunakan persamaan berdasarkan geometri

lokasi untuk menghitung ψs, khususnya tinggi (H) dan lebar (W) dari ngarai.

Metode fotografi menggunakan kamera dengan lensa fish-eye untuk

memproyeksikan lingkungan hemisphere ke dalam sebuah gambar planar

melingkar (Barring et al., 1985 dalam Grimmond et al., 2001). Cara yang paling

tradisional untuk mengukur SVF adalah dengan mengambil foto fish-eye 180º

(Chen dan Black, 1991 dalam Matzarakis dan Matuschek, 2009). Kamera

diletakkan di atas tripod dengan ketinggian satu meter dan lensa fish-eye

menghadap ke langit.

2.6 Model RayMan

Dalam literatur, metode untuk memperkirakan fluks radiasi

direkomendasikan berdasarkan parameter temperatur udara, kelembaban udara,

tingkat tutupan awan, transparansi udara dan waktu. Namun juga albedo dari

permukaan-permukaan sekitar dan proporsi sudut pandangnya juga harus

ditetapkan. Selain itu juga harus diketahui dan dipertimbangkan faktor lainnya

seperti sifat geometris bangunan, vegetasi dan sebagainya. Model RayMan sangat

cocok untuk perhitungan fluks radiasi terutamanya dalam struktur perkotaan,

karena mempertimbangkan berbagai horizon yang kompleks (Matzarakis et al.,

1999 dalam Matzarakis et al., 2000).

Page 45: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

26

Model RayMan dapat memperkirakan fluks radiasi dan efek dari awan

dan hambatan solid pada fluks radiasi gelombang pendek yang mengubah

kompleksitas struktur-struktur menjadi sebuah nilai angka yang cocok digunakan

untuk tujuan pemakaian dan perencanaan pada tingkat lokal atau regional. Model

ini dibuat berdasarkan German VDI-Guidelines 3789, Part II (VDI, 1994) dan

VDI-Guideline 3787 Part I (VDI, 1998). Perhitungan indeks termal yang

berdasarkan atas keseimbangan energi manusia, membutuhkan data meteorologi

(temperatur udara, kecepatan angin, kelembaban udara dan radiasi gelombang

panjang dan gelombang pendek) dan data termo fisiologis (aktivitas dan pakaian).

Data temperatur udara, kelembaban udara dan kecepatan angin harus tersedia

untuk menjalankan RayMan (Matzarakis et al., 1999).

Model RayMan dapat diterapkan untuk aplikasi yang beragam.

Hasilnya bahkan dapat diproduksi tanpa data meteorologi atau iklim. Penggunaan

ini untuk kuantifikasi durasi sinar matahari pada suatu titik tertentu dengan dan

tanpa horizon yang terbatas. Hasil durasi sinar matahari rata-rata atau total

bulanan dapat dengan mudah ditampilkan untuk berbagai lingkungan (Matzarakis

dan Rutz, 2005).

Dalam software RayMan tersedia tampilan input untuk struktur

perkotaan (bangunan, pohon deciduous dan pohon coniferous). Dimungkinkan

untuk free drawing dan output dari horizon (baik alami atau buatan) termasuk

untuk estimasi sky view factors (SVF). Juga dimungkinkan memasukkan fotografi

fish-eye untuk perhitungan SVF. Jumlah tutupan awan di langit dapat dimasukkan

Page 46: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

27

dalam free drawing di mana dampaknya pada fluks radiasi dapat diestimasi

(Matzarakis et al., 2000).

Informasi horizon (khususnya dalam SVF) perlu diketahui untuk

mendapatkan jalur matahari. Perhitungan rata-rata durasi matahari per jam, harian

dan bulanan, perhitungan fluks radiasi gelombang pendek dan gelombang panjang

dengan dan tanpa topografi dan hambatan pada struktur perkotaan dapat dilakukan

dengan RayMan. Data meteorologi dapat diinput secara manual atau dalam file

yang telah ada sebelumnya. Output dapat berupa grafik dan data teks (Matzarakis

dan Rutz, 2005).

2.7 Bioklimatologi Perkotaan

Berbagai tujuan klimatologi perkotaan, terutamanya untuk perencanaan

kota, informasi parameter tunggal meteorologi seperti temperatur udara atau

polutan udara atau juga konsentrasi ozon tidak cukup jika hanya

memperhitungkan karakteristik komponen iklim mikro perkotaan atau efek iklim

pada rencana perubahan tata guna lahan ruang perkotaan (Mayer, 1986).

Perencanaan perkotaan dan pembangunan kembali perkotaan harus

mempertimbangkan kesehatan dan kesejahteraan manusia yang tinggal dan

bekerja di daerah perkotaan yang berbeda. Oleh karena itu, iklim perkotaan harus

dinilai secara fisiologis signifikan. Tugas ini merupakan bagian penting dari

urban human biometeorology, yang berkaitan dengan efek cuaca, iklim dan polusi

udara pada organisme manusia (Mayer, 1993).

Salah satu tugas penerapan klimatologi perkotaan adalah

merekomendasikan langkah-langkah perencanaan untuk mendekati kondisi iklim

Page 47: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

28

setempat yang ideal bagi manusia, terutama pada lapisan kanopi perkotaan

(Mayer, 1993). Iklim perkotaan ideal adalah keadaan spasial dan temporal

variabel atmosfer dalam struktur perkotaan yang mengandung sedikit mungkin

polutan udara akibat antrhopogenik (Mayer, 1989).Sepertinya 'iklim perkotaan

ideal' tidak realistis dapat dicapai. Oleh karena itu, penerapan klimatologi

perkotaan harus menunjukkan bagaimana situasi yang ideal ini dapat didekati

dengan langkah-langkah perencanaan untuk meminimalkan tekanan iklim bagi

manusia. Tujuan akhirnya adalah untuk mendapatkan 'iklim perkotaan ditoleransi'

(Mayer, 1993).

2.8 Desain Bioklimatik

Menurut Olgyay (1967) ada tiga pertimbangan yang saling terkait yang

dapat membentuk keseimbangan antara iklim dan lingkungan binaan selama

proses desain, yaitu: pertimbangan iklim, evaluasi kebutuhan biologis (sesuai

dengan tingkat kenyamanan manusia), dan solusi teknologi dan aplikasi arsitektur.

Ken Yeang memperkenalkan dua pembenaran dari konsep desain bioklimatik,

yaitu pencapaian tingkat kenyamanan yang maksimal bagi pengguna dalam

operasi bangunan, dan konsumsi energi minimum dan biaya dalam operasi

bangunan. Dalam melaksanakan pendekatan ini, memerlukan strategi khusus

karena kedua pendekatan dapat bertentangan satu sama lain dalam

pelaksanaannya. Gambar 2.1 menunjukkan hubungan antara manusia, iklim dan

lingkungan dalam perspektif bioklimatik.

Page 48: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

29

Gambar 2.1

Hubungan dalam perspektif desain bioklimatik (Larasati, 2013)

Desain dengan pendekatan bioklimatik didasarkan pada integrasi

faktor-faktor iklim mikro di sekitar bangunan atau ruang untuk meminimalkan

konsumsi energi dan meningkatkan kondisi kenyamanan individu dalam ruang

tersebut (Center for Renewable Energy Sources and Savings, 2010 dalam Al

Sabbagh, 2011). Pendekatan bioklimatik meliputi konservasi energi, kenyamanan

termal/visual, manfaat ekonomi, manfaat lingkungan dan manfaat sosial.

Tercapaianya pendekatan bioklimatik untuk desain ruang luar

terutamanya tergantung pada pemahaman yang mendalam pada semua parameter

lingkungan alam sekitarnya. Dua faktor yang perlu dipertimbangkan mengenai

green design yaitu faktor alam seperti iklim mikro ruang dan faktor buatan

manusia seperti perkotaan yang melingkupi ruang tersebut (Gaitani et al., 2005

dalam Al Sabbagh, 2011).

Pendekatan sistematis desain bangunan bioklimatik diusulkan Olgyay

(1960) dan pendekatannya ini menghasilkan empat jenis iklim utama, yaitu:

dingin, sedang, panas gersang, dan panas lembab (Mahmoud, 2011 dalam Al

Page 49: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

30

Sabbagh, 2011). Pemahaman terhadap jenis iklim terutamanya iklim skala mikro,

mengindikasikan permulaan proses perencanaan perkotaan dengan pendekatan

bioklimatik. Komponen iklim skala mikro dapat dimodifikasi oleh dampak

intervensi desain bioklimatik perkotaan sehingga dapat meningkatkan kondisi

thermal comfort lingkungan atmosfer dengan contoh penggunaan material dengan

emisivitas dan refleksivitas tinggi (Lin et al., 2007), penanaman pohon dan

vegetasi di wilayah perkotaan dan penggunaan fitur-fitur air (Robitu et al., 2006),

penggunaan perangkat shading buatan (Lin et al., 2010; Hwang et al., 2011 dalam

Setaih et al., 2013).

2.9 Hasil Penelitian Sebelumnya

Beberapa hasil penelitian sebelumnya yang dianggap relevan dan

berhubungan dengan penelitian ini, dapat menambah wawasan, memahami dan

memanfaatkan metoda dan sebagai pembanding sehingga pembahasan tesis dapat

lebih sempurna. Penelitian Gulyas et al., (2003) yang menganalisis kondisi

bioklimatik pada variasi permukaan struktur di Kota Szeged, Hungaria,

menemukan bahwa nilai indeks termal PET tertinggi adalah sebesar 46,8ºC pada

atap struktur yang termasuk dalam tingkatan tekanan termal panas “very hot”. Tmrt

merupakan faktor utama yang menyebabkan tekanan termal panas yang nilai

tertingginya pada pukul 10:00 sampai dengan pukul 13:00 yang dikarenakan

radiasi matahari yang kuat, langsung dan menyebar.

Penelitian yang dilakukan oleh Setaih et al., (2013) pada jalan

pedestrian di wilayah panas kering Kota Medinah, Saudi Arabia, menunjukkan

rerata nilai indeks termal PET pada saat pengukuran saat musim gugur di Bulan

Page 50: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

31

Oktober adalah sebesar 34,8ºC. Rerata indeks termal PET saat musim dingin di

Bulan Januari adalah sebesar 23,2 ºC, sedangkan rerata indeks termal PET saat

musim semi di Bulan April adalah sebesar 29,0 ºC. Penelitian menggunakan

simulasi model RayMan dengan asumsi tingkat metabolisme (W) sebesar 192,5

W/m2 atau 1,8 met dan asumsi insulasi pakaian (Clo) sebesar 0,84 saat musim

dingin dan 0,59 saat musim semi dan musim gugur.

Penelitian Rahtama (2014) yang melakukan pengujian thermal comfort

ruang luar Koridor Jalan Tugu-Kraton Kota Yogyakarta menunjukkan bahwa

Koridor Jalan Tugu-Kraton tidak nyaman dengan nilai indeks termal PET sebesar

37,96°C. Standar thermal comfort ruang luar Koridor Jalan Tugu-Kraton pada

orang berumur 35 tahun dengan berat badan 57 kg dan tinggi badan 170 cm saat

melakukan aktivitas sebesar 1,1 met dengan pakaian senilai 0,52 clo, suhu udara

31°C, suhu radiasi 39°C, radiasi matahari 51,11 W/m2, kelembaban udara 57,47%

RH dan kecepatan angin 0,11 m/s. Orang muda lebih menyukai kondisi iklim

yang lebih dingin daripada anak kecil dan orang tua. Thermal comfort di Koridor

Jalan Tugu-Kraton sangat dipengaruhi oleh suhu udara, kelembaban udara, dan

kecepatan angin.

Page 51: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

32

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN

HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Berpikir

Efek lingkungan atmosfer permukiman di Kecamatan Denpasar Barat

yang ditentukan oleh kondisi alami, faktor antropogenik, kepadatan bangunan

perkotaan dan luasan area tutupan vegetasi wilayah tersebut, menciptakan kondisi

iklim artificial yang memberikan efeknya terhadap tekanan lingkungan terhadap

kehidupan penghuninya. Salah satu sumber tekanan lingkungan tersebut dapat

berupa tidak terpenuhinya salah satu kebutuhan fisik penghuni di permukiman

Kecamatan Denpasar Barat, yaitu thermal comfort yang merupakan ekspresi

kepuasan penghuni permukiman di Kecamatan Denpasar Barat terhadap

lingkungan termal wilayah tersebut.

Terdapat enam parameter dasar yang mempengaruhi lingkungan termal

atmosfer permukiman di wilayah Kecamatan Denpasar Barat, yaitu temperatur

udara (Ta), kelembaban relatif (RH), kecepatan angin (Va), temperatur radiasi rata-

rata (Tmrt), aktivitas (W), dan pakaian (Clo). Pengaruh lingkungan termal pada

manusia dalam hal ini penghuni permukiman di wilayah Kecamatan Denpasar

Barat baru bisa dilihat melalui indeks termal PET di wilayah tersebut. Penentuan

status thermal comfort di permukiman Kecamatan Denpasar Barat diperoleh

dengan menganalisa tingkat tekanan fisiologis indeks termal PET tersebut.

Nilai indeks termal PET lingkungan atmosfer permukiman Kecamatan

Denpasar Barat dipengaruhi secara nyata oleh nilai Tmrt dapat terjadi pada saat

32

Page 52: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

33

kecepatan angin yang lemah di wilayah tersebut. Konfigurasi permukiman di

wilayah Kecamatan Denpasar Barat dapat mempengaruhi kecepatan angin melalui

hambatan-hambatan oleh ketinggian dan kepadatan bangunannya. Perbedaan nilai

PET terjadi antara area yang dinaungi shade dan yang tidak, rata-rata sebesar

15°C. Geometri bangunan dan tajuk pepohonan dapat menghalangi radiasi panas

yang dihasilkan oleh fluks radiasi gelombang pendek secara langsung,

pembauran, maupun pantulan radiasi matahari, serta gelombang panjang dari

pancaran langit, tanah maupun permukaan yang melingkupi (surrounding).

Dari hal-hal tersebut maka akan dibuat suatu hipotesis mengenai status

thermal comfort lingkungan atmosfer permukiman di wilayah Kecamatan

Denpasar Barat dan pengaruh nilai Tmrt terhadap nilai indeks termal PET di setiap

klasifikasi kepadatan bangunan permukiman yang dapat dijadikan pedoman dan

pertimbangan oleh perencana teknis dan pengambil keputusan (stakeholders)

dengan cara yang tepat dan efektif menilai pembangunan perkotaan di Kecamatan

Denpasar Barat, menargetkan RTHK yang lebih besar, meningkatkan dan

merevitalisasi ruang perkotaan.

Penelitian dilakukan untuk mendapatkan data meteorologi, data struktur

perkotaan, dan data SVF, sedangkan data termo-fisiologis menggunakan nilai

asumsi. Data yang diperoleh selanjutnya diproses menggunakan simulasi model

RayMan untuk mengetahui besaran nilai indeks termal PET. Hasil yang diperoleh

kemudian dianalisis, dibahas, dan disimpulkan dalam sebuah rekomendasi

perencanaan perkotaan di wilayah Kecamatan Denpasar Barat. Untuk lebih mudah

memahami kerangka berpikir penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Page 53: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

34

6 Parameter Dasar

Perubahan

Kondisi

Iklim

Artificial

Lingkungan Atmosfer

Permukiman

Tekanan

Lingkungan Tekanan termal

4 Parameter

Meteorologi :

Ta;

RH;

v;

Tmrt.

Indeks

Termal

PET

Peningkatan

Kepadatan

Bangunan

Permukiman

Tidak

terpenuhi

Thermal

Comfort

2 Parameter

Termo-fisiologis :

W;

Clo.

Perencanaan

Permukiman

Pendekatan

Bioklimatologi

Desain

Bioklimatik

Gambar 3.1

Diagram kerangka berpikir penelitian

Page 54: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

35

3.2 Kerangka Konsep

Lingkungan atmosfer permukiman di wilayah Kecamatan Denpasar

Barat dipengaruhi oleh kondisi iklim mikro Kota Denpasar dan konfigurasi

perkotaan wilayah tersebut. Tekanan lingkungan, salah satunya tekanan termal

dapat terjadi pada lingkungan atmosfer permukiman tersebut yang diakibatkan

tidak terpenuhinya kebutuhan fisik thermal comfort penghuninya. Terjadi dua

reaksi atas kondisi tekanan termal, yaitu konsumsi energi dan juga produktivitas

dan kesehatan manusia. Kedua reaksi ini bersifat kontradiktif, jika efisiensi

konsumsi energi ditingkatkan, maka produktivitas dan kesehatan manusia akan

menurun. Demikian pula sebaliknya, jika produktivitas dan kesehatan manusia

ditingkatkan, maka efisiensi konsumsi energi akan menurun.

Untuk itu diperlukan sebuah pendekatan yang dapat menjembatani

kedua reaksi tersebut, yaitu pendekatan bioklimatologi. Pendekatan

bioklimatologi dalam perencanaan kota (urban bioclimatology) pada permukiman

di Kecamatan Denpasar Barat memerlukan empat data dasar (raw data) yang

diperoleh melalui metode observasi, yaitu data konfigurasi permukiman, data

SVF, data meteorologi skala mikro dan data termo-fisiologis. Data dasar

meteorologi skala mikro dan data termo-fisiologis disimulasikan dalam sebuah

model RayMan untuk mendapatkan nilai indeks termal PET. Analisis data

dilakukan untuk mendapatkan tujuan penelitian dan hasil akhir yang diharapkan

berupa rekomendasi perencanaan permukiman di wilayah Kecamatan Denpasar

Barat dengan pendekatan bioklimatologi. Untuk mempermudah pemahaman

kerangka konsep penelitian dapat dilihat dalam Gambar 3.2.

Page 55: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

36

Gambar 3.2

Kerangka konsep penelitian

Tekanan Lingkungan (tekanan termal)

Lingkungan atmosfer

permukiman

Reaksi atas tekanan

termal

Konsumsi

energi

Produktivitas

dan kesehatan

manusia Pendekatan

bioklimatologi dalam

perencanaan kota

1) Identifikasi profil indeks termal PET 2) Status Thermal Comfort 3) Pengaruh nilai Tmrt terhadap nilai indeks termal PET

Perencanaan

permukiman dengan

pendekatan

Bioklimatologi

Data

konfigurasi

pemukiman (free drawing)

Data termo-

fisiologis (asumsi)

Data

meteorologi

skala mikro (pengukuran)

Data SVF (pengukuran)

MODEL RAYMAN

OBSERVASI

SIMULASI

ANALISIS

REKOMENDASI

Page 56: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

37

3.3 Hipotesis

Berdasarkan kerangka berpikir dan kerangka konsep penelitian, untuk

permasalahan nomor satu dalam penelitian ini tidak diperlukan hipotesis. Profil

indeks termal PET didapatkan dengan melakukan simulasi terhadap data-data

mentah (raw data) hasil observasi lapangan dengan menggunakan model

RayMan.

Untuk menjawab permasalahan nomor dua, sebuah hipotesis dibuat

berdasarkan penelitian-penelitian mengenai thermal comfort sebelumnya.

Penelitian yang dilakukan oleh Alfata dan Sujatmiko (2012) pada bangunan di

Jakarta dan Bandung, menunjukkan bahwa rentang kenyamanan temperatur

operasional berkisar antara 25,70 ºC - 27,70 ºC. Jika dilihat temperatur rata-rata

Kota Denpasar berkisar antara 27,0 ºC – 29,4 ºC (BPS Kota Denpasar, 2014),

maka diperoleh sebuah hipotesis bahwa status thermal comfort yang ditinjau

secara parsial dari variabel temperatur udara (Ta) secara garis besar berada dalam

tekanan termal panas.

Untuk kenyamanan kelembaban relatif (RH) berdasarkan penelitian

Lecher (1990) dalam Ji (2006) menyebutkan bahwa kenyamanan RH harus di atas

20% sepanjang tahun dan di bawah 60% di musim panas, dan 80% di musim

dingin. Data rata-rata kelembaban relatif yang diperoleh BPS Kota Denpasar

(2014) menunjukkan RH pada bulan kering (Maret - Oktober) berkisar antara

70% - 75% dan pada bulan basah (Nopember – Pebruari) berkisar antara 73% -

79%. Status thermal comfort ditinjau secara parsial dari variabel RH pada bulan

Page 57: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

38

kering adalah tidak nyaman, namun pada bulan basah masih dalam kondisi

nyaman.

Untuk menjawab permasalahan nomor tiga, dapat dijabarkan dalam

model hipotesis berikut ini:

Gambar 3.3

Model hipotesis penelitian

Menurut Mayer dan Matzarakis (1998) bahwa faktor meteorologi yang

paling mempengaruhi nilai indeks termal PET pada hari-hari panas dengan

kecepatan angin yang lemah adalah Tmrt. Maka dari teori tersebut, dapat ditarik

sebuah hipotesis untuk permasalahan nomor tiga dalam penelitian ini, yang

menjadi fokus analisis untuk mendapatkan rekomendasi perencanaan perkotaan.

Berdasarkan hal-hal tersebut, maka ada dua hipotesis dalam penelitian

ini, yaitu:

Hipotesis 1:

Status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

Kecamatan Denpasar Barat berada dalam tekanan termal panas.

Temperatur udara (X1)

Kelembaban relatif (X2)

Kecepatan angin (X3)

Temperatur radiasi rata-rata (X4)

Nilai indeks

termal PET

(Y)

Keterangan :

Pengaruh secara simultan

Pengaruh secara parsial

Page 58: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

39

Hipotesis 2:

(H1) Nilai Tmrt berpengaruh nyata terhadap nilai indeks termal PET di

semua klasifikasi kepadatan bangunan permukiman di wilayah

Kecamatan Denpasar Barat.

(H0) Nilai Tmrt tidak berpengaruh nyata terhadap nilai indeks termal PET

di semua klasifikasi kepadatan bangunan permukiman di wilayah

Kecamatan Denpasar Barat.

Page 59: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

40

BAB IV METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian adalah penelitian analitik observasional.

Penelitian melakukan pengamatan terhadap lingkungan atmosfer permukiman,

tanpa melakukan intervensi (manipulasi). Bagaimanapun, komponen lingkungan

atmosfer ruang luar permukiman tidak memungkinkan untuk dilakukan intervensi.

Komponen-komponen lingkungan atmosfer permukiman selanjutnya berperan

sebagai variabel bebas dalam penelitian ini, yaitu: temperatur udara, kelembaban

relatif, kecepatan angin, dan temperatur radiasi rata-rata. Penelitian akan mencoba

mencari hubungan variabel bebas tersebut dengan variabel terikat, yaitu indeks

termal PET. Observasi data dilakukan secara cross-sectional dengan periode

waktu pengamatan untuk memperoleh gambaran profil indeks termal PET.

Untuk mendapatkan nilai variabel terikat indeks termal PET, penelitian

menggunakan simulasi model RayMan yang dibuat berdasarkan German VDI-

Guidelines 3789, Part II (VDI, 1994) dan VDI-Guideline 3787 Part I (VDI,

1998). Keseluruhan raw data yang diperoleh, yaitu data meteorologi, data SVF

dan data konfigurasi permukiman diinput dan disimulasikan dalam model

tersebut.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di lingkungan atmosfer permukiman di wilayah

Kecamatan Denpasar Barat (Gambar 4.1) ditentukan secara purposive dengan

40

Page 60: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

41

pertimbangan bahwa Kecamatan Denpasar Barat merupakan kecamatan dengan

kepadatan penduduk tertinggi di antara empat kecamatan di Kota Denpasar.

Gambar 4.1

Wilayah Kecamatan Denpasar Barat yang menjadi lokasi penelitian

(sumber: www.denpasarkota.go.id)

Lokasi penelitian memiliki potensi terjadinya fenomena urban heat

island yang dikarenakan pesatnya perkembangan bangunan, jalan dan

Page 61: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

42

infrastruktur lainnya, perubahan tutupan permukaan tanah, dan kurangnya jumlah

ruang terbuka hijau. Kecamatan Denpasar Barat juga merupakan kecamatan

dengan komposisi luas ruang terbuka hijau kota (RTHK) publik dan private

terkecil sebesar masing-masing 167,31 Ha dan 356,89 Ha. Total RTHK untuk

Kecamatan Denpasar Barat hanya sebesar 524,20 Ha dari luas total RTH Kota

Denpasar 4.636,09 Ha atau 21,72% (Pemerintah Kota Denpasar, 2011).

Komposisi ini di bawah persyaratan minimal ruang terbuka hijau (RTH)

perkotaan yaitu sebesar 30% dari luas wilayah.

Penelitian dilakukan pada bulan Pebruari 2015 sampai dengan bulan

April 2015. Waktu observasi di lapangan dipilih pada kondisi cuaca tidak terlalu

banyak awan, tidak hujan dan radiasi matahari yang cukup mewakili tipikal hari

dengan tekanan termal, dengan terlebih dahulu melihat prospek cuaca pada

website Badan Meteorologi dan Geofisika Balai Besar Wilayah III Denpasar

dengan alamat website http://balai3.denpasar.bmkg.go.id.

4.3 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah lingkungan atmosfer dengan

klasifikasi biometeorologi manusia pada kompleks termal. Kompleks termal

terdiri dari faktor-faktor meteorologi secara termo-fisiologis mempengaruhi

manusia. Sedangkan kompleks polusi udara, kompleks aktinisma dan biotropy,

tidak menjadi lingkup penelitian.

Asumsi digunakan pada data termo-fisiologis, yaitu data produksi panas

internal (Activity) dan resistensi transfer panas pakaian (Clo). Asumsi digunakan

untuk mengesampingkan variabel-variabel yang tidak dipengaruhi oleh

Page 62: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

43

konfigurasi dan struktur perkotaan yang akan mempengaruhi besaran indeks

termal PET. Sebagaimana fokus dalam penelitian ini adalah lingkungan atmosfer

permukiman sehingga sangat relevan jika variabel di luar lingkungan atmosfer

menggunakan nilai asumsi.

Besaran nilai asumsi produksi panas internal yang digunakan yaitu

80W/m2. Produksi panas internal sebesar 80 W/m

2 setara dengan aktivitas

manusia dengan kegiatan ringan sederhana pada posisi berdiri (Tabel 2.2).

Sedangkan nilai asumsi resistensi transfer panas pakaian digunakan 0,50 clo. Nilai

resistensi pakaian didapat dari rumus SNI 03-6572-2001 yang digunakan untuk

data personal pada pria, sebagai berikut (Badan Standar Nasional, 2001):

Nilai clo = 0,727 * Σ (masing-masing clo) + 0,113

Nilai clo = 0,727 * Σ (clo singlet tanpa lengan + clo kemeja, ringan lengan

pendek + clo celana ringan + clo kaos tumit + clo sepatu) +

0,113

Nilai clo = 0,727 * (0,06 + 0,14 + 0,26 + 0,04 + 0,04) + 0,113

Nilai clo = 0,727 * 0,54 + 0,113

Nilai clo = 0,50558

Nilai clo = 0,50 (pembulatan)

Catatan: besaran masing-masing nilai clo didapat dari Tabel 2.3.

Ruang lingkup berikutnya adalah skala waktu meteorologi. Skala yang

digunakan adalah skala jam yang sepadan dengan skala ruang meteorologi

penelitian yaitu skala mikro.

4.4 Penentuan Sumber Data

4.4.1 Jenis dan sumber data

Jenis data dalam penelitian ini adalah data kuantitatif dan kualitatif.

Data kuantitatif meliputi data meteorologi skala mikro, data SVF, dan data termo-

Page 63: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

44

fisiologis, sedangkan data kualitatif adalah data konfigurasi dan struktur

permukiman.

Sumber data meliputi sumber data primer dan sumber data sekunder.

Pengumpulan sumber data primer menggunakan metode observasional untuk

mendapatkan data mentah (raw data) yang selanjutnya diproses dengan metode

simulasi dengan menggunakan model RayMan. Model RayMan versi 1.2 tersedia

secara gratis untuk penggunaan umum dengan mengunduh pada website

http://www.urbanclimate.net

Observasi data primer meliputi: data meteorologi skala mikro, data SVF

dan data konfigurasi dan struktur permukiman. Data meteorologi dan asumsi

termo-fisiologis sebagai data input simulasi model RayMan untuk mendapatkan

data indeks termal PET yang digunakan sebagai dasar analisa tekanan fisiologis

pada permukiman di wilayah kecamatan Denpasar Barat. Data meteorologi skala

mikro meliputi data temperatur udara (Ta), kelembaban udara (RH), kecepatan

angin (v), dan temperatur radiasi rata-rata (Tmrt). Data SVF dan data konfigurasi

dan struktur permukiman yang meliputi data rasio H/W, orientasi dan sifat fisik

permukaan digunakan untuk pendukung analisis.

Untuk sumber data sekunder dikumpulkan dari kepustakaan, BPS Kota

Denpasar, Dinas Tata Ruang dan Perumahan Kota Denpasar, Balai Besar

Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah III Denpasar. Data sekunder

yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi:

1) Peta Wilayah Kecamatan Denpasar Barat dengan skala 1:55.000.

Page 64: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

45

2) Peta Rencana Pola Ruang Wilayah Kecamatan Denpasar Barat

dengan skala 1:55.000.

3) Peta Sebaran Ruang Terbuka Hijau Kecamatan Denpasar Barat

dengan skala 1:55.000.

4) Studi literatur yang diperoleh dari buku, jurnal, majalah, skripsi,

tesis, internet, maupun laporan instansi terkait untuk mendapatkan

referensi yang berhubungan dengan masalah dalam penelitian.

4.4.2 Populasi penelitian

Populasi penelitian adalah lingkungan atmosfer permukiman di wilayah

Kecamatan Denpasar Barat. Untuk mempermudah penetapan populasi penelitian

digunakan batas wilayah administrasi permukiman di wilayah Kecamatan

Denpasar Barat yang terdiri dari 11 desa/kelurahan, yaitu: Padangsambian Klod,

Pemecutan Klod, Dauh Puri Kauh, Dauh Puri Klod, Dauh Puri, Dauh Puri

Kangin, Pemecutan, Tegal Harum, Tegal Kerta, Padangsambian, dan

Padangsambian Kaja.

4.4.3 Besaran sampel dan teknik pengambilan sampel

Untuk mendapatkan besaran sampel yang dapat mewakili populasi

dalam penelitian ini, dilakukan keragaman data dari populasi penelitian.

Keragaman data yang digunakan berdasarkan kepadatan bangunan setiap

permukiman di wilayah Kecamatan Denpasar Barat (Tabel 4.1). Klasifikasi

kepadatan bangunan yang digunakan merujuk pada Keputusan Menteri Pekerjaan

Umum Nomor 378/KPTS/1987 tentang Pengesahan 33 Standar Konstruksi

Bangunan Indonesia, Lampiran No. 22.

Page 65: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

46

Teknik pengambilan sampel menggunakan metode pengambilan sampel

acak terstratifikasi (stratified random sampling). Metode pengambilan sampel

acak terstratifikasi adalah metode pemilihan sampel dengan cara membagi

populasi ke dalam kelompok-kelompok yang homogen yang disebut strata, dan

kemudian sampel diambil secara acak dari tiap strata tersebut (Arikunto, 2006).

Tabel 4.1

Kepadatan bangunan keadaan akhir tahun 2013 dan klasifikasi kepadatan

bangunan di wilayah Kecamatan Denpasar Barat

Desa/ Kelurahan Luas

(Ha)

Kepadatan

Bangunan

(per Ha)

Klasifikasi*

Padangsambian 374 33,38 Rendah

Padangsambian Kaja 378 19,78 Rendah

Padangsambian Klod 337 26,53 Rendah

Pemecutan Klod 568 33,04 Rendah

Dauh Puri Klod 190 39,84 Rendah

Dauh Puri Kangin 58 34,33 Rendah

Dauh Puri Kauh 188 47,19 Sedang

Pemecutan 198 48,73 Sedang

Dauh Puri 69 75,59 Tinggi

Tegal Harum 23 208,43 Sangat Padat

Tegal Kerta 23 309,87 Sangat Padat

TOTAL 2406

Sumber: BPS Kota Denpasar, 2014

* Klasifikasi kepadatan bangunan berdasarkan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum

Nomor 378/KPTS/1987 tentang Pengesahan 33 Standar Konstruksi Bangunan

Indonesia, Lampiran No. 22;

Klasifikasi sangat rendah : <10 bangunan/ha

Klasifikasi rendah :11-40 bangunan/ha

Klasifikasi sedang :41-60 bangunan/ha

Klasifikasi tinggi :61-80 bangunan/ha

Klasifikasi sangat padat : > 81 bangunan/ha

Klasifikasi kepadatan bangunan terhadap populasi menghasilkan empat

kelompok homogen yang disebut strata (Tabel 4.2), yaitu: kepadatan bangunan

rendah, sedang, tinggi, dan sangat padat. Setiap strata diambil sampel lingkungan

Page 66: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

47

sebanyak satu lokasi secara acak sebagaimana dalam Gambar 4.2. Dengan

demikian besaran sampel penelitian ini adalah empat sampel lingkungan.

Tabel 4.2

Pembagian strata populasi penelitian

Stasiun

Sampling Strata Desa/ Kelurahan

Kepadatan

Bangunan

Rata-rata

Klasifikasi

Kepadatan

Bangunan

Jumlah Titik

Sampling

1 A Padangsambian Klod

Pemecutan Klod

Dauh Puri Klod

Dauh Puri Kangin

Padangsambian

Padangsambian Kaja

30,04/ha Rendah 1 Lokasi

2 B Dauh Puri Kauh

Pemecutan

47,98/ha Sedang 1 Lokasi

3 C Dauh Puri

75,59/ha Tinggi 1 Lokasi

4 D Tegal Harum

Tegal Kerta

259,15/ha Sangat

Padat

1 Lokasi

Total 4 Titik

Lokasi

Sumber: primer, 2015

Page 67: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

48

Gambar 4.2

Peta strata kepadatan bangunan permukiman di Kecamatan Denpasar Barat.

Rentang waktu pengambilan sampel mulai pukul 07.00 sampai dengan

pukul 18.00, interval pengukuran setiap 60 menit. Saat malam tidak dilakukan

Page 68: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

49

observasi data meteorologi yang disebabkan tidak adanya radiasi matahari. Lokasi

pengambilan sampel secara jelas dapat dilihat dalam Tabel 4.3.

Tabel 4.3

Lokasi pengambilan sampel lingkungan

di wilayah Kecamatan Denpasar Barat

Stasiun

sampling

Klasifikasi

Permukiman

Menurut

Kepadatan

Bangunan

Lokasi/Alamat Titik Koordinat

Tanggal

Pengambilan

Sampling

1 Rendah Jln. Gunung Patas,

Br. Tegal Buah,

Padangsambian

8°39'41.50"LS,

115°10'41.46"BT

22 Maret 2015

2 Sedang Perumahan Taman

Gunung Batur,

Jln. Gunung Batur,

Pemecutan

8°39'23.42"LS,

115°11'56.62"BT

9 Maret 2015

3 Tinggi Jln. Pulau Batam I,

Pemecutan Kelod

8°40'6.68"LS,

115°12'41.54"BT

28 Pebruari

2015

4 Sangat padat Perumnas Monang-

maning,

Jln. Gunung

Slamet, Gang X,

Desa Tegal Harum

8°39'57.17"LS

115°11'49.88"BT

12 Maret 2015

Sumber : Primer, 2015

4.5 Variabel Penelitian

Variabel bebas dalam penelitian ini terdiri dari empat variabel, yang

dinyatakan dalam X, yaitu temperatur udara (X1), kelembaban udara (X2),

kecepatan angin (X3), dan temperatur radiasi rata-rata (X4). Sedangkan variabel

terikat dalam penelitian ini adalah nilai indeks termal PET yang dinyatakan dalam

Y. Definisi operasional variabel dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4

Definisi operasional variabel penelitian

No

. Variabel

Definisi

Opersional

Cara Ukur /

Alat Ukur Hasil Ukur Skala

Page 69: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

50

X1

Temperatur

udara (Ta)

Temperatur

udara ambien di

luar ruangan

yang dinyatakan

dalam skala

derajat

Observasi /

HSM

Monitor

5-55ºC

Interval

X2

Kelembaban

udara (RH)

Persentase uap

air dalam udara

dibandingkan

dengan jumlah

jenuh

Observasi /

HSM

Monitor

0–95 %

Interval

X3

Kecepatan

angin (v)

Kecepatan angin

yang melintasi

ruang luar

permukiman

Observasi /

HSM

Monitor

0,1-8,0 m/dt

Interval

X4

Temperatur

radiasi rata-

rata (Tmrt)

Temperatur

seragam dari

permukaan

sekitar ruang

luar yang

memberikan

radiasi

blackbody

Observasi /

HSM

Monitor

5-70 ºC

Interval

Y

Indeks

termal PET

Indeks termal

yang berasal

dari

keseimbangan

energi manusia

Simulasi/

Model

RayMan

ver. 1.2

<4 = Extreme cold stress;

4-8 = Strong cold stress;

8-13 = Moderate cold

stress;

13-18 = Slight cold stress;

18-23 = No thermal stress;

23-29 = Slight heat stress;

29-35 = Moderate heat

stress;

35-41 = Strong heat stress;

>41 = Extreme heat stress

Interval

4.6 Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian dapat dilihat dalam Tabel 4.5.

Page 70: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

51

Tabel 4.5

Daftar instrumen dan spesifikasi

No Nama

Instrumen Merk Spesifikasi Pengukuran Ket.

1. HSM (Heat

Stress

Monitor)

Calor Sensor:

Dry Bulb = ±0,2ºC;

5-55ºC

Globe = ±0,2ºC;

5-70 ºC

RH = ±2%; 0-95%

non condensing

VP = ±1,5 KPA; 40-

115 KPA

v = ±0,2 m/dt atau

10%; yang mana

terbaik; 0,1-8,0 m/dt

Ta

RH

v

Tmrt

Kalibrasi

10

September

2014

2. Kamera

DSLR +

Lensa Fish-

eye

Canon

EOS

550D

Sensor 18.7 MP; 22.3

x 14.9 mm CMOS

sensor; Model Type

APS-C Digital SLR

lensa Canon EF 8-

15mm f/4L Fish-eye

SVF

3. Laptop Acer Perangkat lunak:

RayMan ver 1.2

SPSS ver. 20

Adobe Photoshop

Simulasi

Analisis

statistik

SVF

4. GPS Titik koordinat

5. Meteran Rasio H/W

6. Kompas Orientasi

permukiman

Page 71: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

52

Gambar 4.3

Instrumen HSM untuk pengambilan data meteorologi skala mikro

Heat Stress Monitor (Gambar 4.3) adalah instrumen elektronik

pemantauan lingkungan canggih yang dirancang untuk memberikan informasi

yang akurat berkaitan dengan parameter lingkungan dari lokasi serta menyediakan

informasi kesehatan dan keselamatan yang berhubungan dengan beban kerja.

HSM Calor menyediakan dua set hasil berdasarkan dua algoritma yang diakui

secara internasional, yaitu:

1) The Heat Stress Model, berdasarkan wet bulb globe temperature

(WGBT) dan “Air Cooling Power” (ACP) yang direkomendasikan

oleh standar industri ISO 7243 untuk menilai tingkat tekanan panas

dalam suatu lingkungan tertentu.

Page 72: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

53

2) The Thermal Work Limit (TWL) algoritma dikembangkan oleh Dr.

G Bates yang di revisi dan diperbaharui dari The Heat Stress Model

dan menghasilkan penilaian terhadap lingkungan dimana

pengukuran dilakukan.

4.7 Prosedur Penelitian

4.7.1 Pengukuran data meteorologi

Pengukuran data meteorologi dilakukan di titik pengambilan sampel

dengan jadwal pengambilan sampel yang telah ditentukan dengan terlebih dahulu

mengetahui prospek cuaca tiga harian di lokasi sampel. Prospek cuaca tiga harian

dapat dilihat pada website Badan Meteorologi dan Geofisika Balai Besar Wilayah

III Denpasar http://balai3.denpasar.bmkg.go.id/cu3har. Tanggal pengambilan

sampel data meteorologi dipilih hari dengan prakiraan cuaca cerah atau paling

tidak dengan cuaca cerah berawan.

Pengukuran data temperatur udara (Ta), kelembaban udara (RH),

kecepatan angin (v), dan temperatur radiasi rata-rata (Tmrt) menggunakan

instrumen HSM Calor. Penggunaan HSM sangat sederhana dengan sekali

pengaturan yang tidak memerlukan perubahan dalam penggunaan secara umum.

Tahapan penggunaan HSM adalah sebagai berikut:

1) Menempatkan dan meletakkan HSM pada tripod di tengah area

kerja. Hal-hal yang perlu diperhatikan yaitu menghindari

penempatan HSM di dekat outlet AC, pemanas, kendaraan

bermotor, komputer, mesin dan hindari penempatan HSM di atas

Page 73: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

54

tanah. Juga dihindari dari cerobong asap yang menghasilkan aliran

udara.

2) Mengaktifkan sensor dari panel belakang dengan membuka panel

belakang dan memutar tombol pada sisi HSM (sisi kiri jika diamati

dari belakang).

3) Mengaktifkan HSM dengan menekan dan menahan tombol

(ON/OFF) pada panel depan selama ± 2 detik sampai muncul

“HEAT STRESS MONITOR” pada layar. Kemudian tombol

dilepaskan. Setelahnya akan ditampilkan halaman STATUS HSM

di sebelah kanan yang menunjukkan tanggal, waktu, LCD kontras

dan persentase tingkat daya baterai.

4) Analisis data dimulai dengan memilih menu ENVIRON.

ANALYSIS dan menekan ENTER kemudian memilih siklus

koleksi ‘2 minute’ dan menekan ENTER sampai muncul DATA

COLLECTION IN PROGRESS di layar dan akan menampilkan

juga menit dan detik tersisa untuk sampel lingkungan.

5) Setelah menyelesaikan satu set siklus, hasil disajikan di layar

(Tabel 4.6) dan dicatat dalam Laporan Data Penelitian.

Page 74: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

55

Tabel 4.6

Dua kolom nilai data dalam layar real-time

Nilai Definisi

Unit

Ket. Metrik

Impe-

rial

Kolom 1

DB Dry Bulb ºC ºF Nilai temperatur ambien

WB Wet Bulb ºC ºF Temperatur bola basah adalah

pengukuran yang mencerminkan

sifat-sifat fisik dari sebuah sistem

dengan campuran gas dan uap

G Globe ºC ºF Temperatur bola hitam.

Temperatur radiasi/solar

WBGT Wet Bulb

Globe

Temperature

ºC ºF Temperatur komposit yang

digunakan untuk memperkirakan

pengaruh suhu, kelembaban,

kecepatan angin dan radiasi

matahari pada manusia. (bagian

dari standar ISO 7243)

Kolom 2

RH Relative

Humidity

% % Persentase uap air dalam udara

dibandingkan dengan jumlah jenuh

WS Wind Speed Meter

per

detik

Mil per

jam

Kecepatan angin dari angin yang

melintasi HSM

P Pressure Kilo-

paskal

Inches

of

mercury

Atmosfer/barometrik tekanan

udara

MRT Mean Radiant

Temperature

ºC ºF Parameter yang paling penting

yang mengatur keseimbangan

energi manusia

Sumber: CALOR Instruments Pty Ltd, 2012

4.7.2 Pengukuran SVF

Pengukuran SVF dilakukan dengan metode fotografi fish-eye dengan

menggunakan kamera DSLR Canon EOS 550D dengan lensa Canon EF 8-15mm

f/4L Fish-eye dibantu dengan tripod dilakukan sekali pada setiap lokasi. Teknik

fish-eye merupakan metode tersukses dalam pengukuran tutupan langit (Upmanis

Page 75: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

56

et al., 1998; Drezner and Weckerly, 2004; Drezner, 2007 dalam Shaker dan

Drezner, 2010). Kondisi langit saat pengambilan SVF diharapkan dengan tutupan

awan yang seminimal mungkin. Cara pengukurannya adalah sebagai berikut:

1) Kamera DSLR yang telah dipasang lensa fish-eye diletakkan pada

tripod. Ketinggian kamera dari permukaan tanah adalah satu meter.

2) Lensa fish-eye diarahkan ke langit dengan sudut 90º dengan

permukaan tanah untuk mendapatkan fotografi 180º.

3) Pengambilan foto fish-eye dilakukan dengan menekan shutter dan

menghasilkan foto yang selanjutnya mencatat nomor foto pada

Laporan Hasil Pengamatan II.

4) Foto fish-eye dikonversikan dengan menggunakan perangkat lunak

grafis Adobe Photoshop menjadi hitam (bangunan dan tutupan) dan

putih (langit). Perangkat lunak ini dapat memisahkan langit terlihat

dari bagian-bagian penghalang. Tool ‘magic wand’ secara otomatis

menyeleksi area berdasarkan nilai-nilai pixel. Setelah area langit

terseleksi secara akurat, jumlah nilai pixel merepresentasikan nilai

langit terlihat (α). Jumlah nilai pixel keseluruhan area dalam foto

fish-eye merepresentasikan nilai area terlihat (β).

5) Nilai ψs dihitung berdasarkan persentase langit terlihat (α) dari area

terlihat (β).

4.7.3 Pengukuran indeks termal PET

Raw data yang diperoleh dari pengukuran di lapangan yang meliputi

data meteorologi skala mikro, dan asumsi data termo-fisiologis disimulasi dalam

Page 76: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

57

model RayMan untuk mendapatkan data indeks termal PET. Hasil simulasi dicatat

dalam Laporan Hasil Simulasi.

4.7.4 Pengukuran konfigurasi dan struktur permukiman

Pengukuran konfigurasi dan struktur permukiman meliputi pengukuran

rasio height/width (H/W), orientasi ngarai permukiman, dan sifat fisik permukaan.

Ketiganya adalah parameter geometri jalan perkotaan yang menciptakan iklim

perkotaan berdasarkan pengaruhnya secara langsung terhadap penyerapan dan

emisi radiasi matahari, dan juga pengaruhnya terhadap ventilasi perkotaan yang

memberikan dampak signifikan pada variasi temperatur pada jalan serta

lingkungan sekitarnya (Shashua-Bara dan Hoffman, 2003). Pengukuran tersebut

untuk menentukan karakteristik ruang terbuka titik sampling. Pengukuran rasio

H/W dilakukan dengan menggunakan meteran, dengan jalan mengukur tinggi

bangunan yang melingkupi titik sampling dan mengukur dinding terluar setiap

bangunan dengan dinding seberang yang lainnya. Nilai rasio didapat dengan

membagi nilai tinggi (H) dengan nilai lebar (W). Pengukuran orientasi ngarai

menggunakan kompas untuk mendapatkan orientasi arah ngarai terhadap arah

mata angin. Sifat fisik permukaan diukur melalui pengamatan visual langsung di

lapangan.

4.8 Analisis Data

4.8.1 Statistik deskripsif

Statistik deskriptif sebagai prosedur statistik untuk menganalisis data

dengan cara mendeskripsikan data hasil penelitian yang didasarkan atas variabel

indeks termal PET. Teknik statistik yang digunakan adalah t-test yang

Page 77: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

58

dikarenakan jenis data indeks termal PET merupakan data interval. Hasilnya akan

dicocokkan dengan Tabel 2.3 sehingga mendapatkan status kondisi termal

fisiologis pada lingkungan atmosfer permukiman di kecamatan Denpasar Barat.

Penyajian data karakteristik indeks termal PET pada lingkungan

atmosfer permukiman di kecamatan Denpasar Barat dengan tabel, grafik, diagram,

dan piktogram. Penggunaan bantuan perangkat lunak SPSS untuk perhitungan

mean dari setiap variabel penelitian.

4.8.2 Analisis regresi

Sebelum analisis regresi dilakukan, terlebih dahulu melakukan uji

persyaratan analisis, yaitu: uji multikoreliniaritas, uji heteroskedastisidas dan uji

normalitas. Uji regresi linier berganda ditujukan untuk mengetahui hubungan

variabel dependen (Y) dengan seluruh variabel independen (X) secara bersama-

sama. Analisis regresi linier berganda juga dapat digunakan untuk tujuan prediksi.

Model persamaan regresi linier berganda dalam penelitian ini adalah:

(4)

Keterangan: Y = variabel dependen/terikat a = intercept

X = variabel independen/bebas b = koefisien regresi

4.8.2.1 Koefisien determinasi

Koefisien determinasi yang dinyatakan R2 digunakan untuk mengetahui

proporsi keragaman total variabel terikat (Y) yang dapat diterangkan oleh variabel

bebas (X) yang ada di dalam persamaan regresi linier berganda secara bersama-

sama, ditentukan dengan rumus sebagai berikut:

Page 78: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

59

(5)

4.8.2.2 Koefisien korelasi

Koefisien korelasi untuk melihat tinggi rendahnya derajat hubungan

antara variabel-variabel dalam penelitian. Rumus koefisien korelasi adalah

sebagai berikut:

(6)

4.8.2.3 Uji F dan uji T statistik

Pengujian pengaruh simultan semua variabel bebas, yaitu temperatur

udara (X1), kelembaban relatif (X2), kecepatan angin (X3), dan temperatur radiasi

rata-rata (X4) terhadap indeks termal PET (Y) sebagai variabel terikat, digunakan

uji F statistik. Sedangkan pengujian pengaruh secara parsial variabel bebas

temperatur radiasi rata-rata (X4) terhadap indeks termal PET (Y) yang difokuskan

dalam penelitian ini, menggunakan uji T Statistik. Uji F dan uji T statistik

dilakukan dengan bantuan perangkat lunak SPSS.

Page 79: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

60

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Profil Indeks Termal PET

Simulasi data-data meteorologi hasil observasi berdasarkan rentang

waktu pengukuran dari pukul 07:00 sampai dengan 18:00 dan asumsi termo-

fisiologis, dilakukan dengan menggunakan model RayMan yang menghasilkan

profil indeks termal PET lingkungan atmosfer permukiman di wilayah Kecamatan

Denpasar Barat. Kondisi meteorologi skala mikro lingkungan atmosfer (Tabel

5.1) dengan temperatur udara tertinggi adalah sebesar 36,0°C dan terendah sebesar

25,6°C. Kelembaban udara tertinggi adalah sebesar 91,6 % dan terendah sebesar

43,3 %. Kecepatan angin tertinggi sebesar 2,8 m/dt dan terendah adalah sebesar

0,2 m/dt. Temperatur radiasi rata-rata tertinggi adalah sebesar 58,0°C dan

terendah sebesar 43,8°C. Setelah dilakukan simulasi menggunakan model

RayMan, didapat indeks termal PET tertinggi sebesar 46,7°C dan terendah sebesar

25,7°C.

Tabel 5.1

Kondisi meteorologi skala mikro dan hasil

indeks termal PET di lokasi studi

Klasifikasi

permukiman

menurut

kepadatan

bangunannya

Kondisi Meteorologi

Indeks Termal

PET

(°C)

Temperatur

udara

(°C)

Kelembaban

relatif

(%)

Kecepatan

angin

(m/dt)

Temperatur

radiasi rata-

rata

(°C)

Maks Min Maks Min Maks Min Maks Min Maks Min

Rendah 34,3 25,6 91,6 60,7 1,6 0,3 53,2 26,1 43,8 25,7

Sedang 36,0 26,2 85,7 43,3 2,8 0,2 56,3 25,9 45,7 26,3

Tinggi 35,7 26,7 84,7 45,2 2,2 0,3 57,3 27,9 46,7 27,2

Sangat padat 35,9 26,5 89,2 44,6 1,5 0,2 58,0 26,9 46,2 26,6

Sumber : Hasil analisis data, 2015

60

Page 80: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

61

Profil indeks termal PET di permukiman dengan kepadatan bangunan

rendah (Gambar 5.1) menunjukkan bahwa nilai PET terendah yaitu sebesar

25,7°C pada pukul 07:00 dan semakin siang menunjukkan peningkatan hingga

mencapai nilai tertinggi sebesar 43,8°C pada pukul 14:00 yang termasuk dalam

tingkatan persepsi termal “very hot”. Setelah pukul 14:00 nilai PET kembali

mengalami penurunan hingga mencapai nilai sebesar 28,9°C pada pukul 18:00.

Distribusi nilai indeks termal PET di atas 41°C yang menunjukkan tingkatan

persepsi termal “very hot” berlangsung selama tiga jam yaitu mulai pukul 12.00

sampai dengan 14.00.

Gambar 5.1

Profil indeks termal PET di permukiman dengan klasifikasi

kepadatan bangunan rendah di Kecamatan Denpasar Barat

(Sumber : Hasil analisis data, 2015)

25,7

26,2

34,1

38,6 40,0

41,5

41,4

43,8

38,4

35,1

29,2

28,9

23

29

35

41

47

Nil

ai I

nd

eks

Ter

mal

PE

T (

°C)

Waktu Pengukuran

Page 81: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

62

Gambar 5.2

Profil indeks termal PET di permukiman dengan klasifikasi

kepadatan bangunan sedang di Kecamatan Denpasar Barat

(Sumber : Hasil analisis data, 2015)

Profil indeks termal PET di permukiman dengan kepadatan bangunan

sedang (Gambar 5.2) juga menunjukkan pola yang tidak jauh berbeda namun nilai

PET terendah sebesar 26,73°C pada pukul 07:00 dan semakin siang menunjukkan

peningkatan hingga mencapai nilai tertinggi sebesar 45,7°C pada pukul 13:00

yang termasuk dalam tingkatan persepsi termal “very hot”. Setelah pukul 13:00

nilai PET juga kembali mengalami penurunan hingga mencapai nilai sebesar

30,3°C pada pukul 18.00. Distribusi nilai indeks termal PET di atas 41°C yang

menunjukkan tingkatan persepsi termal “very hot” di permukiman klasifikasi

26,3

33,7

38,2

41,0

43,9 44,6

45,7

44,5

42,9

39,5

33,5

30,3

23

29

35

41

47 N

ilai

Ind

eks

Ter

mal

PE

T (

°C)

Waktu Pengukuran

Page 82: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

63

sedang berlangsung selama lima jam yaitu mulai pukul 11:00 sampai dengan

15:00.

Pola yang sama di kedua profil indeks termal PET menunjukkan pada

tengah hari dengan intensitas radiasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan pagi

dan sore hari memiliki nilai indeks termal PET yang tinggi. Hal ini terjadi karena

pada tengah hari radiasi matahari memberikan energi panas yang tinggi yang

berasal dari fluks radiasi matahari gelombang pendek dan gelombang panjang

dengan sudut datang yang besar terhadap permukaan. Pengaruh biometeorologi

fluks radiasi matahari gelombang pendek dan gelombang panjang

ditranspormasikan ke dalam parameter Tmrt (Wachter 1950; Bradkte 1951 dalam

Matzarakis et al., 2007) di mana ditemukan pula pola profil Tmrt yang tinggi saat

tengah hari (Gambar 5.7). Holst dan Mayer (2010) menyatakan bahwa pada hari-

hari musim panas, kondisi lingkungan atmosfer perkotaan pada saat jam-jam

siang hari berkarakteristik dengan nilai Tmrt yang tinggi. Matzarakis dan Mayer

(1998) menyatakan bahwa Tmrt merupakan parameter yang paling berpengaruh

terhadap indeks termal PET saat kecepatan angin yang lemah.

Profil indeks termal PET di permukiman dengan klasifikasi kepadatan

bangunan tinggi (Gambar 5.3) tampaknya sedikit fluktuatif dibandingkan dua

klasifikasi sebelumnya. Nilai PET terendah sebesar 27,2°C pada pukul 07:00 dan

tertinggi sebesar 46,7°C pada pukul 11:00 yang termasuk dalam tingkatan

persepsi termal “very hot”. Fluktuatif nilai indeks termal PET berlangsung setelah

pukul 11:00 hingga pukul 15:00 dan selanjutnya kembali menurun hingga nilai

30,6°C pada pukul 18:00. Distribusi nilai indeks termal PET di atas 41°C yang

Page 83: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

64

menunjukkan tingkatan persepsi termal “very hot” berlangsung selama enam jam

yaitu mulai pukul 10:00 sampai dengan 15:00.

Gambar 5.3

Profil indeks termal PET di permukiman dengan klasifikasi

kepadatan bangunan tinggi di Kecamatan Denpasar Barat

(Sumber : Hasil analisis data, 2015)

Fluktuatifnya nilai indeks termal PET pada pukul 12:00 hingga pukul

15:00 juga disebabkan oleh fluktuasi nilai Tmrt (Gambar 5.7) dan hal yang paling

memungkinkan untuk menjelaskan terjadinya fluktuatif adalah perubahan sesaat

besaran fluks radiasi matahari gelombang panjang dan gelombang pendek saat

pengukuran yang dapat disebabkan halangan sesaat radiasi matahari oleh tutupan

awan. Tutupan awan mempengaruhi besaran fluks radiasi matahari gelombang

pendek yang masuk dengan mengurangi kejadian ke permukaan bumi dan

27,2

34,9

37,4

43,2 46,7

45,2

46,1

43,1

43,2

39,5

34,5

30,6

23

29

35

41

47

Nil

ai I

nd

eks

Ter

mal

PE

T (

°C)

Waktu Pengukuran

Page 84: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

65

mengubah komposisi panjang gelombang sehingga relatif lebih banyak menjadi

panjang gelombang terlihat (visible wavelengths) (Zhang et al., 1996; Van den

Broeke et al., 2004 dalam Pellicciotti et al., 2011).

Gambar 5.4

Profil indeks termal PET di permukiman dengan klasifikasi kepadatan bangunan

sangat padat di Kecamatan Denpasar Barat

(Sumber : Hasil analisis data, 2015)

Untuk profil indeks termal PET di permukiman dengan klasifikasi

kepadatan bangunan sangat padat (Gambar 5.4) menunjukkan bahwa nilai PET

terendah sebesar 26,6°C dan pada puncaknya sebesar 46,2°C pada pukul 14:00

yang termasuk dalam tingkatan persepsi termal “very hot”. Setelah pukul 14:00

nilai PET berangsur turun hingga 32,1°C pada pukul 18:00. Distribusi nilai indeks

26,6

29,5

37,6

40,6

41,3 41,7

46,0

46,2

44,3

41,2 40,3

32,1

23

29

35

41

47

Nil

ai I

nd

eks

Ter

mal

PE

T (

°C)

Waktu Pengukuran

Page 85: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

66

termal PET di atas 41°C yang menunjukkan tingkatan persepsi termal “very hot”

berlangsung selama enam jam yaitu mulai pukul 11:00 sampai dengan 16:00.

Gambar 5.5

Grafik perbandingan profil indeks termal PET di setiap klasifikasi permukiman

menurut kepadatan bangunan. PET 1 : profil indeks termal PET di permukiman

dengan klasifikasi kepadatan bangunan rendah, PET 2 : profil indeks termal PET

di permukiman dengan klasifikasi kepadatan bangunan sedang, PET 3 : profil

indeks termal PET di permukiman dengan klasifikasi kepadatan bangunan tinggi,

PET 4 : profil indeks termal PET di permukiman dengan klasifikasi kepadatan

bangunan sangat padat dan PET 5 adalah rerata nilai indeks termal PET.

(Sumber : Hasil analisis data, 2015)

23

29

35

41

47

Nil

ai I

nd

eks

Ter

mal

PE

T (

°C)

Waktu Pengukuran

PET 1 PET 2 PET 3 PET 4 PET 5

Page 86: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

67

Perbedaan profil indeks termal PET di antara ke-empat klasifikasi

permukiman di Kecamatan Denpasar Barat dapat dilihat pada Gambar 5.5 yang

menunjukkan profil indeks termal PET di permukiman dengan klasifikasi

kepadatan rendah adalah yang terendah dibandingkan dengan tiga klasifikasi

lainnya. Sedangkan profil indeks termal PET tertinggi adalah profil indeks termal

PET di permukiman dengan klasifikasi kepadatan bangunan tinggi saat pagi

hingga tengah hari dan profil indeks termal PET di permukiman dengan

klasifikasi bangunan sangat padat saat setelah tengah hari hingga sore hari. Profil

indeks termal PET di permukiman dengan klasifikasi kepadatan bangunan sedang

berada di atas indeks rata-rata di setiap pengukuran kecuali pada pukul 17:00 yang

berada sedikit di bawah rata-rata.

Nilai indeks termal PET permukiman klasifikasi sangat padat pada pagi

hingga tengah hari tercatat lebih rendah dibandingkan dengan nilai indeks termal

PET klasifikasi kepadatan sedang dan tinggi dan bahkan pada beberapa titik

waktu pengukuran yaitu pukul 08:00, 10:00, 11:00 dan 12:00 lebih rendah

dibandingkan rerata indeks termal PET. Jika dicermati pada parameter

meteorologi skala mikro permukiman klasifikasi kepadatan sangat padat, bahwa

parameter temperatur udara, kelembaban relatif dan kecepatan angin bukan

sebagai penyebab kondisi tersebut. Nilai ketiga parameter tersebut terlihat tidak

jauh berbeda dengan nilai parameter permukiman klasifikasi sedang dan tinggi.

Bahkan parameter kecepatan angin di permukiman klasifikasi kepadatan sangat

padat hampir seluruhnya berada di bawah rerata kecepatan angin yang

menunjukkan semestinya nilai indeks termal PET yang tinggi. Dengan demikian

Page 87: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

68

parameter Tmrt adalah satu-satunya sebagai penyebab kondisi nilai indeks termal

PET permukiman klasifikasi kepadatan sangat padat pada saat pagi hingga tengah

hari lebih kecil dibandingkan dengan indeks termal PET permukiman klasifikasi

sedang dan sangat padat (lihat Gambar 5.7). Diperkirakan fluks radiasi matahari

gelombang pendek di titik pengukuran permukiman klasifikasi sangat padat saat

pagi hingga tengah hari mempunyai nilai yang jauh lebih kecil dibandingkan saat

tengah hari hingga sore hari. Perbedaan besaran nilai fluks radiasi gelombang

pendek dapat terjadi di wilayah perkotaan. Matzarakis (2001) dalam Matzarakis et

al. (2007) menyatakan bahwa fluks radiasi matahari gelombang pendek adalah

parameter meteorologi yang memiliki variasi yang sangat besar di wilayah

perkotaan.

Dapat ditemukan pola yang sama pada dua komponen yang

mempengaruhi indeks termal PET yaitu pada profil Ta dan profil Tmrt. Temperatur

udara di permukiman klasifikasi kepadatan rendah adalah yang terendah pada

setiap waktu pengukuran dibandingkan tiga klasifikasi lainnya (Gambar 5.6).

Temperatur udara permukiman klasifikasi kepadatan bangunan sedang, tinggi dan

sangat padat terlihat tidak jauh berbeda dan berada di atas rerata temperatur udara

kecuali di beberapa bagian pengukuran. Pukul 08:00, 10:00 dan 12:00 temperatur

udara di permukiman klasifikasi kepadatan sangat padat berada di bawah rerata

temperatur udara dan temperatur udara di bawah rerata temperatur udara di

permukiman klasifikasi kepadatan sedang ditunjukkan pada pukul 09:00, 11:00,

dan 17:00. Temperatur udara di permukiman klasifikasi kepadatan tinggi hampir

Page 88: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

69

seluruhnya berada di atas rerata temperatur udara terkecuali pada pukul 14:00 dan

18:00 sedikit di bawah rata-rata.

Gambar 5.6

Grafik perbandingan temperatur udara di empat lokasi studi. Ta 1 : temperatur

udara pada permukiman dengan klasifikasi kepadatan bangunan rendah, Ta 2 :

temperatur udara pada permukiman dengan klasifikasi kepadatan bangunan

sedang, Ta 3 : temperatur udara pada permukiman dengan klasifikasi kepadatan

bangunan tinggi, Ta 4 : temperatur udara pada permukiman dengan klasifikasi

kepadatan bangunan sangat padat dan Ta 5 : rerata temperatur udara.

(Sumber : Hasil analisis data, 2015)

25

27

29

31

33

35

37

Nil

ai T

a (°

C)

Waktu Pengukuran

Ta 1 Ta 2 Ta 3 Ta 4 Ta 5

Page 89: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

70

Gambar 5.7

Grafik perbandingan temperatur radiasi rata-rata di empat lokasi studi. Tmrt 1 :

temperatur radiasi rata-rata pada permukiman dengan klasifikasi kepadatan

bangunan rendah, Tmrt 2 : temperatur radiasi rata-rata pada permukiman dengan

klasifikasi kepadatan bangunan sedang, Tmrt 3 : temperatur radiasi rata-rata pada

permukiman dengan klasifikasi kepadatan bangunan tinggi, Tmrt 4 : temperatur

radiasi rata-rata pada permukiman dengan klasifikasi kepadatan bangunan sangat

padat dan Tmrt 5 : rerata temperatur radiasi rata-rata.

(Sumber : Hasil analisis data, 2015)

Profil Tmrt tampaknya lebih identik dengan profil indeks termal PET di

mana Tmrt di permukiman klasifikasi kepadatan bangunan tinggi adalah tertinggi

saat menjelang tengah hari dan Tmrt di permukiman klasifikasi kepadatan sangat

tinggi adalah yang tertinggi setelah tengah hari hingga sore hari (Gambar 5.7).

25

30

35

40

45

50

55

60

Nil

ai T

mrt (

°C)

Waktu Pengukuran

Tmrt 1 Tmrt 2 Tmrt 3 Tmrt 4 Tmrt 5

Page 90: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

71

Perubahan nilai Tmrt mengindikasikan perubahan situasi radiasi yang berlaku

dalam lingkungan atmosfer permukiman yang mengakibatkan perubahan nilai

indeks termal PET yang mengindikasikan pula perubahan persepsi thermal

comfort dalam lingkungan tersebut.

5.2 Status Thermal Comfort

Status thermal comfort lingkungan atmosfer permukiman di wilayah

Kecamatan Denpasar Barat ditunjukkan dari tingkat persepsi termal dan tekanan

fisiologis manusia yang hanya berlaku untuk nilai asumsi produksi panas internal

sebesar 80 W/m2 dan resistensi panas pakaian sebesar 0,5 clo. Hasilnya sesuai

dengan hipotesis di mana 100% status thermal comfort lingkungan atmosfer

permukiman di Kecamatan Denpasar Barat berada dalam tekanan termal panas

dengan rentang dari slight heat stress sampai dengan extreme heat stress.

Tabel 5.2

Persepsi termal dan tingkat tekanan fisiologis lingkungan atmosfer permukiman

di wilayah Kecamatan Denpasar Barat berdasarkan rerata indeks termal PET

Klasifikasi permukiman

menurut kepadatan

bangunannya

Rerata Indeks

Termal PET

(°C)

Thermal

perception

Grade of

physiological stress

Rendah 35,2333 Hot Strong heat stress

Sedang 38,6750 Hot Strong heat stress

Tinggi 39,3000 Hot Strong heat stress

Sangat padat 38,9500 Hot Strong heat stress

Sumber : Hasil analisis data, 2015

Jika dilihat berdasarkan rerata indeks termal PET dalam Tabel 5.2,

kondisi tingkat tekanan fisiologis berada pada tingkat “Strong heat stress”.

Namun hal ini berlaku untuk lingkungan atmosfer yang berada di luar naungan

bayangan pepohonan dan bangunan yang merupakan obyek penelitian ini.

Sebagaimana diketahui bahwa penelitian Mayer dan Matzarakis (1998)

Page 91: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

72

menunjukkan terjadi penurunan tingkat tekanan termal manusia pada siang hari,

ketika radiasi matahari langsung dinaungi oleh pohon dengan perbedaan nilai rata-

rata PET sebesar 15°C.

Gambar 5.8

Grafik tekanan fisiologis manusia di permukiman wilayah

Kecamatan Denpasar Barat

(Sumber : Hasil analisis data, 2015)

Status termal comfort di permukiman klasifikasi kepadatan bangunan

rendah memiliki durasi tingkat tekanan fisiologis “strong heat stress” tertinggi

mencapai 33%, sedangkan tingkat “extreme heat stress” dan “slight heat stress”

masing-masing sebesar 25% dan tingkat “moderate heat stress” sebesar 17%

Page 92: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

73

(Gambar 5.8 Stasiun I). Extreme heat stress terjadi pada tengah hari pada pukul

12:00 hingga 14:00 saat intensitas radiasi matahari berada pada puncaknya. Status

termal comfort di permukiman klasifikasi kepadatan bangunan sedang memiliki

durasi tingkat tekanan fisiologis “extreme heat stress” tertinggi sebesar 42%

sedangkan tingkat tekanan fisiologis “strong heat stress”, “moderate heat stress”,

dan “Slight heat stress” di permukiman dengan klasifikasi sedang adalah sebesar

masing-masing 25%, 25%, dan 8% (Gambar 5.8 Stasiun II). Extreme heat stress

terjadi pada tengah hari pada pukul 11:00 hingga 15:00. Status termal comfort di

permukiman klasifikasi kepadatan bangunan tinggi memiliki durasi tingkat

tekanan fisiologis “extreme heat stress” tertinggi sebesar 50% sedangkan tingkat

tekanan fisiologis “strong heat stress”, “moderate heat stress”, dan “Slight heat

stress” pada permukiman dengan klasifikasi tinggi adalah sebesar masing-masing

17%, 25%, dan 8% (Gambar 5.8 Stasiun III). Extreme heat stress terjadi pada

tengah hari pada pukul 10:00 hingga 15:00. Status termal comfort di permukiman

klasifikasi kepadatan bangunan sangat padat memiliki durasi tingkat tekanan

fisiologis “extreme heat stress” yang sama dengan permukiman klasifikasi

kepadatan bangunan tinggi yaitu sebesar 50% sedangkan yang membedakannya

adalah tingkat tekanan fisiologis “strong heat stress” dan “moderate heat stress”,

yang terbalik besarannya yaitu sebesar masing-masing 25%, 17% dan untuk

tingkat “slight heat stress” pada permukiman dengan klasifikasi sangat padat

adalah sama yaitu sebesar 8% (Gambar 5.8 Stasiun IV). Extreme heat stress

terjadi pada tengah hari pada pukul 11:00 hingga 16:00.

Page 93: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

74

Tabel 5.3

Prediksi rerata indeks termal PET dan status thermal comfort di wilayah

Kecamatan Denpasar Barat pada akhir abad ke-21

Klasifikasi

permukiman

menurut

kepadatan

bangunannya

Rerata

Temperatur

Udara

(°C)

Perkiraan

Temperatur

Udara pada

Akhir Abad

ke-21*

(°C)

Koefisien

regresi (B)

Temperatur

Udara

Rerata

Indeks

Termal PET

Hasil

Pengukuran

(°C)

Prediksi

Rerata

Indeks

Termal PET

pada Akhir

Abad ke-

21**

(°C)

Grade of

Physiologi-

cal Stress

pada Akhir

Abad ke-21

Rendah 30,8167 33,8167 0,734 35,2333 37,435 Strong heat

stress

Sedang 32,8250 35,8250 0,544 38,6750 40,307 Strong heat

stress

Tinggi 33,3167 36,3167 1,050 39,3000 42,450 Extreme

heat stress

Sangat padat 33,0083 36,0083 0,567 38,9500 40,651 Strong heat

stress

* Dihitung berdasarkan perkiraan kenaikan Ta 3°C dalam laporan IPCC tahun 2007

** Diasumsikan parameter kelembaban udara, kecepatan angin dan temperatur radiasi rata-rata

tidak berubah

Sumber : Hasil analisis data, 2015

Tekanan termal panas akan lebih sering terjadi dan meningkat di masa

yang akan datang dalam kaitannya dengan perubahan iklim global (Matzarakis

dan Endler, 2010). Sebagaimana laporan IPCC (2007) bahwa diperkirakan terjadi

peningkatan temperatur udara sebesar lebih dari 3°C pada akhir abad ke-21.

Berdasarkan analisis yang ditunjukkan dalam Tabel 5.3, bahwa rerata indeks

termal PET pada akhir abad ke-21 di permukiman wilayah Kecamatan Denpasar

Barat klasifikasi kepadatan bangunan rendah, sedang, tinggi dan sangat padat

adalah sebesar masing-masing 37,5°C, 40,3°C, 42,5°C dan 40,7°C. Meskipun

perubahan status thermal comfort pada akhir abad ke-21 hanya terjadi pada

permukiman klasifikasi kepadatan tinggi dengan status thermal comfort menjadi

Page 94: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

75

tingkat tekanan fisiologis extreme heat stress, namun nilai rerata indeks termal

PET permukiman sedang (40,3°C) dan sangat padat (40,7°C) berada pada nilai

yang sangat dekat dengan batas tingkat tekanan fisiologis extreme heat stress

yaitu 41°C.

Paparan termal panas dengan tingkat tekanan fisiologis extreme heat

stress, akan menyebabkan penduduk yang terpapar secara langsung maupun tidak

langsung memberikan respon fisiologis. Saat temperatur inti tubuh melebihi 37ºC

terjadi proses vasodilatasi untuk meningkatkan pengeluaran panas dari tubuh akan

meningkatkan aliran darah ke permukaan kulit sehinggga temperatur permukaan

kulit meningkat dan disertai dengan peningkatan sekresi keringat. Proses sekresi

keringat yang berlebihan akan memicu dehidrasi bagi penduduk di wilayah

Kecamatan Denpasar Barat. Temperatur inti tubuh saat melewati 38 – 39ºC terjadi

peningkatan resiko pengeluaran panas, dan temperatur di luar dari pada itu dapat

menimbulkan heat stroke yang dapat berakhir dengan kegagalan sistem

termoregulasi saraf pusat (Jay dan Kenny, 2010 dalam Lundgren et al., 2013).

Konsekuensi kesehatan lainnya berupa dehidrasi, cedera, kelelahan akibat panas,

penyakit kardiovaskuler, katarak, gagal ginjal, melemahnya sistem kekebalan

tubuh, dan kematian. (WHO, 2012 dalam Lundgren et al., 2013). Hal ini sangat

membahayakan kesehatan penduduk dan dapat menyebabkan kematian jika terlalu

banyak kehilangan sodium dalam tubuh. Respon psikologis juga dapat terjadi

berupa perilaku yang cenderung agresif dan perubahan mood yang tidak menentu.

Page 95: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

76

5.3 Pengaruh Tmrt terhadap Indeks Termal PET

Untuk mendapatkan hasil statistik yang menjawab pengaruh Tmrt

terhadap Indeks Termal PET, dilakukan uji statistik menggunakan model

persamaan regresi linier berganda terhadap masing-masing klasifikasi

permukiman di wilayah Kecamatan Denpasar Barat. Namun sebelumnya

dilakukan uji asumsi klasik yang akan menguji persamaan yang digunakan

berdistribusi normal atau tidak, sehingga data-data yang digunakan layak untuk

dilakukan uji regresi linier berganda. Uji asumsi klasik yang digunakan meliputi :

uji multikoreliniaritas, uji heteroskedastisidas dan uji normalitas, dengan

menggunakan bantuan perangkat lunak SPSS versi 20.

5.3.1 Uji multikolinearitas

Uji multikolinearitas digunakan untuk melihat hubungan yang kuat

antara variabel bebas yaitu variabel Ta, variabel RH, variabel v dan variabel Tmrt.

Metode yang digunakan adalah melihat nilai koefisien determinan, baik R2

ataupun Adjusted R2, jika di atas 0,60 namun tidak ada variabel bebas yang

berpengaruh terhadap variabel terikat, maka diasumsikan model mengalami

gangguan multikolinearitas (Nugroho, 2005).

Hasil uji multikolinearitas terhadap variabel-variabel bebas hasil

observasi data meteorologi skala mikro lingkungan atmosfer permukiman

menurut klasifikasi kepadatan bangunannya di wilayah Kecamatan Denpasar

Barat menunjukkan tidak terjadi multikolinearitas (Tabel 5.4). Nilai Adjusted R2

ke-empat model diatas 0,60 dengan variabel Ta, v dan Tmrt merupakan variabel

bebas yang berpengaruh terhadap variabel terikat.

Page 96: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

77

Tabel 5.4

Hasil uji multikoreliniaritas variabel bebas penelitian

Model Adjusted R

Square

Coefficients Sig. Gejala Multi-

kolinearitas Ta RH v Tmrt

1 0,998 0,002 0,352 0,000 0,000 (-)

2 0,999 0,009 0,975 0,001 0,000 (-)

3 0,995 0,002 0,348 0,006 0,000 (-)

4 0,999 0,001 0,962 0,006 0,000 (-)

Ket.

Model 1 adalah Model regresi linier berganda untuk permukiman klasifikasi

kepadatan bangunan rendah; Model 2 adalah Model regresi linier berganda untuk

permukiman klasifikasi kepadatan bangunan sedang; Model 3 adalah Model

regresi linier berganda untuk permukiman klasifikasi kepadatan bangunan tinggi;

dan Model 4 adalah Model regresi linier berganda untuk permukiman klasifikasi

kepadatan bangunan sangat padat.

(-) : Tidak terdapat gejala multikolinearitas

(+) : Terdapat gejala Multikolinearitas

Sumber : Hasil analisis data, 2015

5.3.2 Uji heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk melihat kesamaan varian dari

residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain bernilai tetap. Metode yang

digunakan adalah metode scatter plot dengan memplotkan nilai ZPRED (nilai

prediksi) dengan SRESID (nilai residual). Hasil uji heteroskedastisitas di setiap

pengamatan pada permukiman di wilayah Denpasar Barat menunjukkan scatter

plot yang tidak membentuk suatu pola apapun, tersebar merata baik di atas dan

juga di bawah sumbu y = 0 (Gambar 5.9).

Page 97: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

78

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 5.9

Grafik scatter plot pengamatan di setiap permukiman menurut klasifikasi

kepadatan bangunan. (a) adalah scatter plot model 1; (b) adalah scatter plot

model 2; (c) adalah scatter plot model 3; dan (d) adalah scatter plot model 4

(Sumber : Hasil analisis data, 2015)

5.3.3 Uji normalitas

Uji normalitas digunakan untuk melihat distribusi nilai residual

terdistribusi normal. Metode yang digunakan adalah uji Kolmogorof Smirnov.

Hasil uji normalitas (Tabel 5.5) menunjukkan data meteorologi skala mikro

lingkungan atmosfer permukiman di wilayah Denpasar Barat memiliki distribusi

normal, karena nilai signifikannya di atas alpha 0,05.

Page 98: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

79

Tabel 5.5

Hasil uji normalitas data penelitian

One-Sample Kolmogorov-Smirnov

Test

Unstandardized Residual

Model 1 Model 2 Model 3 Model 4

N 12 12 12 12

Normal Parametersa,b

Mean 0E-7 0E-7 0E-7 0E-7

Std.

Deviation 0,23146617 0,16761872 0,34876899 0,16759233

Most Extreme Differences

Absolute 0,160 0,177 0,113 0,179

Positive 0,118 0,108 0,113 0,162

Negative -0,160 -0.177 -0.099 -0,179

Kolmogorov-Smirnov Z 0,554 0,615 0,392 0,619

Asymp. Sig. (2-tailed) 0,919 0,844 0,998 0,838

Ket. :

a. Test distribution is Normal.

b. Calculated from data.

Sumber : Hasil analisis data, 2015

5.3.4 Uji regresi linier berganda

Setelah dilakukan uji asumsi klasik terhadap data meteorologi skala

mikro lingkungan atmosfer permukiman di wilayah Kecamatan Denpasar Barat,

maka dilakukan uji regresi linier berganda dengan empat model persamaan regresi

linier berganda untuk masing-masing klasifikasi permukiman. Hasil uji regresi

linier berganda ditunjukkan dalam Tabel 5.6.

Tabel 5.6

Hasil uji regresi linier berganda penelitian

Model

Analisis Unstandardized Coefficients B

Adjusted

R Square

Coefficients

Sig.

Tmrt

ANOVA

Sig. (Constant) Ta RH v Tmrt

1 0,998 0,000 0,000 -8,601 0,734 0,031 -1,417 0,492

2 0,999 0,000 0,000 -1,171 0,544 0,001 -0,868 0,508

3 0,995 0,000 0,000 -16,626 1,050 0,041 -1,169 0,436

4 0,999 0,000 0,000 -1,827 0,567 0,001 -1,121 0,510

Ket. : Model 1 adalah Model regresi linier berganda untuk permukiman klasifikasi kepadatan bangunan

rendah; Model 2 adalah Model regresi linier berganda untuk permukiman klasifikasi kepadatan

bangunan sedang; Model 3 adalah Model regresi linier berganda untuk permukiman klasifikasi

kepadatan bangunan tinggi; dan Model 4 adalah Model regresi linier berganda untuk permukiman

klasifikasi kepadatan bangunan sangat padat.

Sumber : Hasil analisis data, 2015

Page 99: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

80

Model 1 memiliki 99,8 % indeks termal PET dapat dijelaskan oleh

variabel Ta, RH, v dan Tmrt dan sisanya 0,02% dijelaskan oleh sebab-sebab lain di

luar model. Hasil ANOVA sig. sebesar 0,000 menunjukkan variabel Ta, RH, v dan

Tmrt berpengaruh secara simultan terhadap indeks termal PET. Pengujian secara

parsial pengaruh variabel Tmrt terhadap variabel indeks termal PET menunjukkan

Coefficients Sig. 0,000 dengan kesimpulan bahwa variabel Tmrt berpengaruh nyata

terhadap indeks termal PET. Hasil uji statistik terhadap model 1 dalam lampiran

4, menunjukkan variabel Tmrt dan variabel v adalah dua variabel yang paling

berpengaruh terhadap indeks termal PET lingkungan atmosfer permukiman

klasifikasi kepadatan bangunan rendah dengan nilai Coefficients Sig. 0,000.

Persamaan regresi model 1 menjadi :

Y1 = -8,601 + 0,734 X1 + 0,031 X2 – 1,417 X3 + 0,492 X4 (7)

Interpretasi dari persamaan ini, jika nilai Ta, RH, v dan Tmrt adalah sebesar 0 maka

nilai indeks termal PET adalah sebesar -8,601. Nilai b1 sebesar 0,734 artinya jika

Ta meningkat sebesar 1°C maka nilai indeks termal PET meningkat sebesar

0,734°C. Nilai b2 sebesar 0,031 artinya jika RH meningkat sebesar 1% maka nilai

indeks termal meningkat sebesar 0,031°C. Nilai b3 sebesar -1,417 artinya jika

kecepatan angin meningkat sebesar 1 m/dt maka nilai indeks termal PET menurun

sebesar 1,417 °C. Nilai b4 sebesar 0,492 artinya jika Tmrt meningkat sebesar 1°C

maka nilai indeks termal PET meningkat sebesar 0,492.

Model 2 memiliki 99,9 % indeks termal PET dapat dijelaskan oleh

variabel Ta, RH, v dan Tmrt dan sisanya 0,01% dijelaskan oleh sebab-sebab lain di

luar model. Hasil ANOVA sig. sebesar 0,000 menunjukkan variabel Ta, RH, v dan

Page 100: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

81

Tmrt berpengaruh secara simultan terhadap indeks termal PET pada model 2.

Pengujian secara parsial pengaruh variabel Tmrt terhadap variabel indeks termal

PET juga menunjukkan Coefficients Sig. 0,000 dengan kesimpulan bahwa

variabel Tmrt berpengaruh nyata terhadap indeks termal PET. Hasil uji statistik

terhadap model 2 dalam lampiran 4, menunjukkan variabel Tmrt adalah variabel

yang paling berpengaruh terhadap indeks termal PET lingkungan atmosfer

permukiman klasifikasi kepadatan bangunan sedang dengan nilai Coefficients Sig.

0,000. Persamaan regresi model 2 menjadi :

Y2 = -1,171 + 0,544 X1 + 0,001 X2 – 0,868 X3 + 0,508 X4 (8)

Interpretasi dari persamaan ini, jika nilai Ta, RH, v dan Tmrt adalah sebesar 0 maka

nilai indeks termal PET adalah sebesar -1,171. Nilai b1 sebesar 0,544 artinya jika

Ta meningkat sebesar 1°C maka nilai indeks termal PET meningkat sebesar

0,544°C. Nilai b2 sebesar 0,001 artinya jika RH meningkat sebesar 1% maka nilai

indeks termal meningkat sebesar 0,001°C. Nilai b3 sebesar -0,868 artinya jika

kecepatan angin meningkat sebesar 1 m/dt maka nilai indeks termal PET menurun

sebesar 0,868 °C. Nilai b4 sebesar 0,508 artinya jika Tmrt meningkat sebesar 1°C

maka nilai indeks termal PET meningkat sebesar 0,508.

Model 3 memiliki 99,5 % indeks termal PET dapat dijelaskan oleh

variabel Ta, RH, v dan Tmrt dan sisanya 0,05% dijelaskan oleh sebab-sebab lain di

luar model. Hasil ANOVA sig. sebesar 0,000 menunjukkan variabel Ta, RH, v dan

Tmrt berpengaruh secara simultan terhadap indeks termal PET pada model 3.

Pengujian secara parsial pengaruh variabel Tmrt terhadap variabel indeks termal

PET juga menunjukkan Coefficients Sig. 0,000 dengan kesimpulan bahwa

Page 101: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

82

variabel Tmrt berpengaruh nyata terhadap indeks termal PET. Hasil uji statistik

terhadap model 3 dalam lampiran 4, menunjukkan variabel Tmrt adalah variabel

yang paling berpengaruh terhadap indeks termal PET lingkungan atmosfer

permukiman klasifikasi kepadatan bangunan tinggi dengan nilai Coefficients Sig.

0,000. Persamaan regresi model 3 menjadi :

Y3 = -16,626 + 1,050 X1 + 0,041 X2 – 1,169 X3 + 0,436 X4 (9)

Interpretasi dari persamaan ini, jika nilai Ta, RH, v dan Tmrt adalah sebesar 0 maka

nilai indeks termal PET adalah sebesar -16,626. Nilai b1 sebesar 1,050 artinya jika

Ta meningkat sebesar 1°C maka nilai indeks termal PET meningkat sebesar

1,050°C. Nilai b2 sebesar 0,041 artinya jika RH meningkat sebesar 1% maka nilai

indeks termal meningkat sebesar 0,041°C. Nilai b3 sebesar -1,169 artinya jika

kecepatan angin meningkat sebesar 1 m/dt maka nilai indeks termal PET menurun

sebesar 1,169 °C. Nilai b4 sebesar 0,436 artinya jika Tmrt meningkat sebesar 1°C

maka nilai indeks termal PET meningkat sebesar 0,436.

Model 4 memiliki 99,9 % indeks termal PET dapat dijelaskan oleh

variabel Ta, RH, v dan Tmrt dan sisanya 0,01% dijelaskan oleh sebab-sebab lain di

luar model. Hasil ANOVA sig. sebesar 0,000 menunjukkan variabel Ta, RH, v dan

Tmrt berpengaruh secara simultan terhadap indeks termal PET pada model 4.

Pengujian secara parsial pengaruh variabel Tmrt terhadap variabel indeks termal

PET juga menunjukkan Coefficients Sig. 0,000 dengan kesimpulan bahwa

variabel Tmrt berpengaruh nyata terhadap indeks termal PET. Hasil uji statistik

terhadap model 4 dalam lampiran 4, menunjukkan variabel Tmrt adalah variabel

yang paling berpengaruh terhadap indeks termal PET lingkungan atmosfer

Page 102: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

83

permukiman klasifikasi kepadatan bangunan sangat padat dengan nilai

Coefficients Sig. 0,000. Persamaan regresi model 3 menjadi :

Y4 = -1,827 + 0,567 X1 + 0,001 X2 – 1,121 X3 + 0,510 X4 (10)

Interpretasi dari persamaan ini, jika nilai Ta, RH, v dan Tmrt adalah sebesar 0 maka

nilai indeks termal PET adalah sebesar -1,827. Nilai b1 sebesar 0,567 artinya jika

Ta meningkat sebesar 1°C maka nilai indeks termal PET meningkat sebesar

0,567°C. Nilai b2 sebesar 0,001 artinya jika RH meningkat sebesar 1% maka nilai

indeks termal meningkat sebesar 0,001°C. Nilai b3 sebesar -1,121 artinya jika

kecepatan angin meningkat sebesar 1 m/dt maka nilai indeks termal PET menurun

sebesar 1,121 °C. Nilai b4 sebesar 0,510 artinya jika Tmrt meningkat sebesar 1°C

maka nilai indeks termal PET meningkat sebesar 0,510.

Uji statistik regresi linier berganda terhadap empat model yang

mewakili masing-masing klasifikasi lingkungan atmosfer permukiman,

menunjukkan pengaruh nyata variabel Tmrt terhadap variabel indeks termal PET

dan juga variabel Tmrt merupakan variabel yang paling berpengaruh terhadap

indeks termal PET dengan Coefficients Sig. 0,000, maka dapat disimpulkan bahwa

hipetesis 2 penelitian ini adalah H1 diterima dan H0 ditolak yang artinya bahwa

nilai Tmrt berpengaruh nyata terhadap nilai indeks termal PET di semua klasifikasi

permukiman menurut kepadatan bangunannya.

5.4 Metode Meningkatkan Status Thermal Comfort Permukiman di

Wilayah Kecamatan Denpasar Barat

Berdasarkan hasil penelitian dan hasil uji statistik yang telah dilakukan

dengan rerata Ta dan RH di ke-empat lingkungan atmosfer permukiman yang

Page 103: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

84

diteliti sebesar masing-masing 32,49°C dan 61,54%, maka karakteristik iklim

mikro lingkungan atmosfer permukiman di wilayah Kecamatan Denpasar Barat

menurut pendekatan Olgyay (1967) tergolong dalam iklim panas lembab. Proses

perencanaan permukiman di wilayah Kecamatan Denpasar Barat dengan

pendekatan bioklimatik telah dimulai dengan pemahaman terhadap kondisi iklim

mikro lingkungan atmosfer permukiman yang berkarakteristik iklim panas

lembab.

Analisis kondisi thermal comfort sebagaimana telah dibahas dalam sub-

bab sebelumnya menemukan bahwa status thermal comfort lingkungan atmosfer

permukiman di wilayah Denpasar Barat berada 100% dalam tekanan termal panas

sebesar dengan tingkat tekanan fisiologis “Strong heat stress” untuk rentang

waktu pengukuran 07:00 sampai dengan 18:00. Kondisi lingkungan atmosfer yang

berada dalam tekanan termal panas tersebut, dapat dipastikan bahwa proses

konveksi panas dari ruang luar ke dalam ruang dalam permukiman akan

menyebabkan konsumsi energi untuk pengkondisian udara meningkat, dengan

demikian diperlukan pendekatan bioklimatik dalam proses perencanaan

permukiman di wilayah Kecamatan Denpasar Barat ke depannya.

Pendekatan bioklimatik dalam desain permukiman di wilayah

Kecamatan Denpasar Barat dimulai dengan strategi penempatan, orientasi dan

shading bangunan untuk mendapatkan aliran angin dengan kecepatan yang

maksimal yang dapat menurunkan nilai indeks termal PET. Tabel 5.7

menunjukkan bahwa orientasi East-West memiliki rerata kecepatan angin tertinggi

sebesar 1,1483 m/dt. Hal ini juga didukung oleh data Stasiun Meteorologi Kelas I

Page 104: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

85

Ngurah Rai Denpasar yang menunjukkan arah angin dominan pada periode

Pebruari 2015 dan periode Maret 2015 dari arah Barat (247.5°-292.5°) dengan

persentase masing-masing 22.74% dan 15,83% (BMKG Denpasar, 2015).

Tabel 5.7

Karakteristik ngarai jalan di lokasi penelitian

Klasifikasi

permukiman

Aspek Geometri Rerata

Kecepatan

Angin

(m/dt)

Material yang

melingkupi

/albedo*)) H

(m)

W

(m) Orientasi H/W

Rendah *)

3,0 2,5

SE-NW 1,2 1,1233

Jalan :Aspal / 0.1

Fasade : Plesteran

Beton / 0.3

Sedang *)

3,0 3,0

N-S 1,0 0,9483

Jalan :Aspal / 0.1

Fasade : Plesteran

Beton / 0.3

Tinggi *)

3,0 2,5

E-W 1,2 1,1483

Jalan :Aspal / 0.1

Fasade : Plesteran

Beton / 0.3

Sangat padat

*)

3,0 2,0

E-W 1,5 0,7333

Jalan :Paving / 0.3

Fasade : Plesteran

Beton / 0.3

Ket. :

SE : Southeast

NW : Northwest

E : East

W : West

Klasifikasi berdasarkan kepadatan bangunan

*) di lokasi titik sampling

*)) approximated albedo

Sumber : Hasil analisis data, 2015

Keseimbangan termal yang ingin dicapai pada lingkungan atmosfer

permukiman di wilayah Denpasar Barat dalam menyerap panas saat siang hari dan

melepaskan panas saat malam hari ditentukan oleh susunan bangunan-bangunan

yang melingkupi ruang atmosfer permukiman tersebut. Kepadatan komposisi

bangunan dalam permukiman di wilayah Denpasar Barat ditunjukkan dengan nilai

SVF seperti dalam Gambar 5.10.

Page 105: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

86

(a)

Horizon Limitation : 21,2%

Sky view factor : 0.788

(b)

Horizon Limitation : 30,3%

Sky view factor : 0.697

(c)

Horizon Limitation : 55,3%

Sky view factor : 0.447

(d)

Horizon Limitation : 63,8%

Sky view factor : 0.362

Gambar 5.10

Nilai horizon limitation dan SVF di lokasi penelitian. (a) Stasiun I; (b) Stasiun II;

(c) Stasiun III; dan (d) Stasiun IV

(sumber : hasil analisis data, 2015)

Horizon limitation dan nilai SVF di titik lokasi pengukuran

permukiman klasifikasi kepadatan bangunan rendah sebesar masing-masing

21,2% dan 0,788 (Gambar 5.10.a). Kepadatan komposisi bangunan yang rendah

Page 106: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

87

ini berimplikasi pada durasi dan intensitas yang lebih panjang. Paparan radiasi

matahasi diterima selama sembilan jam mulai dari pukul 10:00 sampai dengan

18:00, namun demikian, panas yang diterima (heat gain) saat siang hari tersebut

dengan cepat dilepaskan kembali ke angkasa akibat rendahnya permukaan yang

melingkupi ruang atmosfer di lokasi pengukuran ini. Hal ini ditunjukkan dari

tingkat tekanan fisiologis “extreme heat stress” dengan rentang waktu yang

terpendek dibanding tiga klasifikasi lainnya yang berdurasi hanya selama tiga

jam.

Horizon limitation dan nilai SVF di titik lokasi pengukuran

permukiman klasifikasi kepadatan bangunan sedang sebesar masing-masing

30,3% dan 0,697 (Gambar 5.10.b). Paparan radiasi matahasi diterima selama

delapan jam mulai dari pukul 10:00 sampai dengan 17:00 yang berarti lebih

pendek dibandingkan dengan yang diterima permukiman dengan klasifikasi

kepadatan bangunan rendah. Tingkat tekanan fisiologis “extreme heat stress”

dengan rentang waktu yang lebih panjang berdurasi selama lima jam dibanding

permukiman dengan klasifikasi kepadatan bangunan rendah. Hal ini

mengindikasikan pelepasan panas kembali (heat loss) berkurang akibat kepadatan

komposisi bangunan yang melingkupi atmosfer lebih padat dibandingkan dengan

permukiman klasifikasi kepadatan bangunan rendah.

Horizon limitation dan nilai SVF di titik lokasi pengukuran

permukiman klasifikasi kepadatan bangunan tinggi sebesar masing-masing 55,3%

dan 0,447. Meskipun horizon limitation yang besar, namun paparan radiasi

matahari di lokasi permukiman ini memiliki durasi yang panjang yang disebabkan

Page 107: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

88

orientasi ngarai jalan permukiman searah lintasan matahari yaitu orientasi East-

West (Gambar 5.10.c). Radiasi matahasi diterima secara penuh selama sepuluh

jam mulai dari pukul 08:00 sampai dengan 17:00 yang berarti lebih panjang

dibandingkan dengan dua klasifikasi sebelumnya. Tingkat tekanan fisiologis

“extreme heat stress” dengan rentang waktu yang lebih panjang berdurasi selama

enam jam. Hal ini mengindikasikan pelepasan panas kembali jauh lebih kecil

akibat kepadatan komposisi bangunan yang lebih padat dibandingkan dua

klasifikasi sebelumnya.

Horizon limitation dan nilai SVF di titik lokasi pengukuran

permukiman klasifikasi kepadatan bangunan sangat padat sebesar masing-masing

63,8% dan 0,362. Meskipun horizon limitation yang besar, namun paparan radiasi

matahari di lokasi permukiman ini memiliki durasi terpanjang yang disebabkan

oleh orientasi ngarai jalan permukiman yang searah lintasan matahari yaitu

orientasi East-West (Gambar 5.10.d). Radiasi matahasi diterima secara penuh

selama sebelas jam mulai dari pukul 08:00 sampai dengan 18:00 yang berarti

lebih panjang dibandingkan dengan tiga klasifikasi lainnya. Tingkat tekanan

fisiologis “extreme heat stress” berdurasi selama enam jam. Hal ini

mengindikasikan pelepasan panas kembali sama kecilnya dengan lokasi

permukiman klasifikasi kepadatan bangunan tinggi yang diakibatkan oleh

kepadatan komposisi bangunan yang lebih padat dibandingkan tiga klasifikasi

lainnya.

Nilai SVF yang tinggi memberikan peluang paparan radiasi matahari

berdurasi yang lebih panjang namun demikian memiliki keseimbangan antara

Page 108: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

89

penerimaan (heat gain) dan pelepasan panas (heat loss) yang lebih baik. SVF

yang rendah memberikan peluang paparan radiasi berdurasi lebih kecil namun

keseimbangan panas menjadi tidak baik akibat pelepasan panas lebih kecil. Telah

terbukti bahwa nilai SVF yang tinggi merupakan kondisi terbaik untuk

perencanaan ruang pada permukiman di wilayah Kecamatan Denpasar Barat

dengan durasi tingkat tekanan fisiologis “extreme heat stress” terkecil dibanding

tiga klasifikasi lainnya.

Aspek geometri lainnya yang dipertimbangkan adalah rasio H/W

permukiman. Tabel 5.6 telah menunjukkan bahwa rasio H/W di lokasi penelitian

berkisar antara 1,0 – 1,5. Lin et al. (2009) dalam Afiq et al. (2012) menemukan

bahwa terdapat pengurangan kecepatan angin terendahnya sebesar empat kali dari

magnitudo aliran angin bebas pada rasio H/W = 3. Pengurangan kecepatan angin

ini diakibatkan dari timbulnya vortex baru pada sudut bawah bangunan di

belakang aliran angin yang bergerak menuju tengah ngarai sebelum vortex lainnya

muncul di tempat yang sama. Berbanding terbalik dengan peningkatan rasio H/W,

kecepatan angin di permukaan ngarai jalan berkurang drastis. Perencanaan rasio

H/W permukiman di Denpasar Barat sebaiknya adalah H/W < 3, dengan kata lain

jika lebar jalan permukiman berkisar antara dua sampai dengan tiga meter, maka

ketinggian bangunan tidak lebih dari enam sampai dengan sembilan meter.

Langkah berikutnya adalah memikirkan konsep desain bioklimatik yang

merupakan implikasi dari metode peningkatan thermal comfort yaitu :metode

penggunaan material-material, penggunaan pepohonan, tanaman dan fitur-fitur air

Page 109: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

90

pada ruang terbuka dan instrumen pembentuk bayangan. Konsep dalam

perencanaan permukiman dengan pendekatan bioklimatik adalah sebagai berikut:

1) Merencanakan zona penyangga hijau (Green buffer) di sepanjang

permukiman di wilayah Kecamatan Denpasar Barat.

2) Menempatkan tanaman perindang di sepanjang jalan permukiman

untuk memberikan efek pendinginan udara melalui shading.

3) Menempatkan titik-titik ruang terbuka hijau dalam ruang yang

bersifat enclosed pada lokasi-lokasi di permukiman padat

bangunan.

4) Menyediakan kolam tampungan (water storage) berskala besar dan

fitur-fitur air dalam ruang publik.

5) Pemilihan material permukaan dengan reflektivitas tinggi dan

berpori yang cocok untuk peningkatan kondisi iklim mikro

permukiman.

Zona penyangga hijau merupakan sebuah upaya dalam membuat

lingkungan yang melingkupi permukiman dengan materi hijau telah terbukti

efeknya dalam meningkatkan iklim mikro. Hoffman dan Bar (2000) dalam Al

Sabbagh (2011) menyebutnya sebagai “background effect” yang memperkuat

penurunan temperatur udara, sebagaimana Wilmers (1988) dalam Al Sabbagh

(2011) menyatakan bahwa vegetasi dapat menurunkan temperatur udara hingga

20°C. Sementara background effect dapat menurunkan temperatur udara hingga

hingga 1,3°C (Win et al., 2007 dalam Al Sabbagh, 2011).

Page 110: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

91

Gambar 5.11

Rencana zona penyangga hijau permukiman di wilayah Denpasar Barat yang

ditunjukkan dengan tanda panah

(Sumber : Hasil analisis data, 2015)

Zona penyangga hijau dapat direncanakan secara bertahap pada lahan-

lahan kosong terbentang sepanjang wilayah timur Desa Padangsambian Kaja

hingga wilayah utara Desa Pemecutan Kelod (Gambar 5.11). Tantangan dalam

Page 111: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

92

mewujudkan zona penyangga hijau ini adalah proses pembebasan lahan, namun

demikian, perlu disadari ruang-ruang hijau dan vegetasi adalah metode yang

paling umum digunakan untuk memperbaiki thermal comfort pada ruang-ruang

perkotaan.

Vegetasi berperan besar dalam memodifikasi iklim mikro perkotaan dan

meningkatkan thermal comfort ruang luar, namun kelemahannya adalah vegetasi

itu sendiri sebagai hambatan terhadap kecepatan angin di ngarai jalan perkotaan

yang disebabkan oleh gesekan kanopi tanaman (Mahmoud, 2011). Keuntungan

besar dari tutupan vegetasi tersebut adalah efek pendinginan yang dihasilkan dari

dampak gabungan dari evapotranspirasi dan shading dari kanopi (Shashua-Bar

dan Hoffman, 2000). Menurut Fintikakis et al. (2011), di samping berperan dalam

hal estetika dan persepsi alami yang nyaman, peningkatan ruang-ruang hijau

perkotaan merupakan teknik mitigasi yang signifikan yang berpartisipasi dalam

relaksasi tekanan-panas, mereduksi kebisingan, peningkatan kualitas udara dan

perlindungan angin.

Tanaman perindang di sepanjang jalan permukiman memiliki banyak

manfaat, di samping memberikan shading dan estetika, juga berfungsi sebagai

penyerap karbon yang efektif dan pereduksi kebisingan. Beberapa jalan

permukiman yang diteliti, tidak memiliki bahu jalan sehingga kesempatan

penerapannya menjadi tidak ada. Namun keterlibatan partisipasi masyarakat

dalam penyediaan pohon perindang di permukiman Kecamatan Denpasar Barat

sangat diperlukan. Setidaknya dapat disediakan pohon perindang dalam lahan

pribadi masyarakat Denpasar Barat khususnya Desa Tegal Harum dan Desa Tegal

Page 112: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

93

Kerta yang begitu padat yang tidak memungkinkan memanfaatkan badan jalan

sebagai media bagi pohon perindang. Bagi perencanaan permukiman baru di

wilayah ini mesti dipertimbangkan vegetasi pohon perindang sebagai metode

efektif peningkatan thermal comfort. Kepadatan dari vegetasi pohon perindang

dengan jarak interval yang cukup, akan efektif sebagai pendingin temperatur

udara (Hoffman dan Bar, 2000 dalam Al Sabbagh, 2011). Goergi dan Dimitriou

(2010) dalam Al Sabbagh (2011) telah meneliti daerah dengan 100 m2

dapat

ditanam sebanyak delapan pohon dengan interval lima meter untuk mencapai

keseimbangan thermal comfort yang diinginkan sepanjang tahun. Namun

desainnya akan sangat bergantung pada pemilihan jenis pohon. Dengan demikian,

perencanaan jalan dan tapak pada permukiman di wilayah Denpasar Barat

diharapkan menyediakan pohon perindang pada bahu jalan dengan interval jarak

lima meter dan bila tidak memungkinkan pada bahu jalan, sebaiknya melibatkan

partisipasi penduduk permukiman Denpasar Barat untuk mewujudkannya di lahan

pribadi.

Titik-titik ruang terbuka hijau dalam skala kecil dapat diterapkan di

wilayah permukiman Desa Tegal Harum dan Desa Tegal Kerta yang merupakan

permukiman dengan klasifikasi kepadatan bangunan sangat padat. Ruang terbuka

hijau diwujudkan dalam lansekap berbentuk taman-taman mini yang tidak

membutuhkan ruang terlalu besar. Namun efek dari lansekap ini juga sangat

berarti bagi penghematan konsumsi energi terutamanya energi untuk pendingin

udara. Studi yang dilakukan oleh Parker (1989) dalam Al Sabbagh (2011)

menyebutkan bahwa efek dari lansekap yang terdiri dari pohon-pohon dan semak

Page 113: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

94

dapat menghemat 50% beban pendingin udara pada bangunan sekitarnya di mana

beban energi turun dari 5,56 kw menjadi 2,28 kw dan bahkan lebih pada saat

beban puncak yaitu dari 8,65 kw menjadi 3,67 kw.

Kolam tampungan skala besar adalah teknik yang sangat baik dalam

penyerapan panas yang membantu peningkatan thermal comfort lingkungan

atmosfer permukiman di wilayah Denpasar Barat. Lokasi dipilih di wilayah yang

memiliki elevasi rendah yang berdekatan dengan akses terhadap air permukaan.

Wilayah yang memiliki potensi untuk digunakan sebagai lokasi kolam tampungan

berskala besar adalah Desa Pemecutan Kelod yang berdekatan dengan tiga sumber

air permukaan, yaitu Tukad Badung, Tukad Teba dan Tukad Mati (Gambar 5.11).

Intake kolam tampungan dapat diambil dari Tukad Teba dan Tukad Mati yang

kerap meluap menyebabkan banjir, sedangkan untuk limpahannya diarahkan ke

Tukad Badung yang memiliki Estuary Dam pada hilir sungai sebagai pengendali

banjir.

Selain itu pengunaan fitur-fitur air seperti air mancur, kolam air, aliran

air dan air dangkal pada ruang terbuka dapat menghilangkan panas perkotaan

yang ekstrem melalui sistem pendinginan evaporatif (Stavrakakis et al., 2012).

Evaporasi dan evapotranpirasi selalu terkait dengan perpindahan panas antara air,

vegetasi dan udara yang meningkatkan lingkungan termal perkotaan dengan

pendinginan udara pada musim panas (Robitu et al., 2006). Nishimura et al.

(1998) mengusulkan konsep air terjun buatan, semprotan air mancur dan fasilitas

kanal perkotaan pada ruang-ruang perkotaan yang panas dan lembab untuk

mengubah temperatur dan kelembaban udara yang menciptakan iklim mikro yang

Page 114: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

95

lebih baik. Hasilnya menegaskan kegunaan fasilitas air memberikan penurunan

temperatur udara skala mikro mencapai 11°C. Fitur-fitur air ini dapat diterapkan

di lokasi-lokasi lansekap yang tersebar di wilayah permukiman Denpasar Barat.

Konsep berikutnya adalah penggunaan material yang memiliki albedo

tinggi dengan kemampuan permukaan untuk memantulkan radiasi matahari yang

masuk pada lingkungan permukiman adalah teknik yang sangat efektif untuk

mengurangi efek dari lingkungan termal (Fintikakis et al., 2011). Bukti penelitian

menunjukkan bahwa peningkatan reflektansi sinar matahari pada material sebesar

0,25 memberikan penurunan yang signifikan temperatur material sebesar 10°C

yang akan menjaga permukaan struktur lebih dingin saat paparan sinar matahari

sehingga mengurangi konveksi panas dari material ke udara ambien (Synnefa et

al., 2011). Penelitian pada permukaan dengan warna material putih dan terang

telah menunjukkan peningkatan thermal comfort yang signifikan hasil dari

kemampuan yang tinggi dalam mengurangi suhu lingkungan (Synnefa et al.,

2008). Untuk penggunaan material pada jalan permukiman di wilayah Denpasar

Barat sangat baik menggunakan material paving beton yang memiliki nilai albedo

yang lebih tinggi (0,3) dibandingkan dengan aspal (0,1), sehingga nilai

reflektansinya lebih tinggi dibanding aspal. Fasade bangunan permukiman

sebaiknya menggunakan warna-warna putih dan terang.

Konsep lebih detail adalah pada penggunaan elemen-elemen fisik

berupa perangkat shading buatan seperti pergola dan lainnya, menyediakan

shading dengan menghalangi radiasi matahari langsung yang mempengaruhi

atmosfer termal ruang luar dan karenanya mempengaruhi sensitivitas termal ruang

Page 115: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

96

luar (Lin et al., 2010). Penelitian menunjukkan terdapat perbedaan signifikan nilai

sensasi termal pada daerah terpapar sinar matahari dengan daerah shading sebagai

akibat kontribusi utama radiasi matahari (Murakami, 2006). Sensasi tubuh

manusia lebih bergantung pada temperatur lingkungan dan tingkat insulasi

dibandingkan dengan konveksi panas, sehingga terasa lebih dingin pada daerah

teduh dibandingkan daerah terpapar sinar matahari (Matzarakis et al., 2007;

Armson et al., 2012). Penelitian di Malaysia mengamati bahwa meskipun

temperatur lebih tinggi dari kisaran kenyamanan, orang berkumpul di daerah yang

dinaungi oleh bangunan dan struktur shading lainnya di luar ruang (Makaremi et

al., 2012). Elemen shading ini dapat digunakan pada pedestrian-pedestrian

permukiman di wilayah Kecamatan Denpasar Barat yang memiliki tingkat

mobilisasi pejalan kaki yang tinggi, misalnya di ruang tunggu depan sekolah dan

gedung perkantoran, dan ruang-ruang terbuka publik lainnya.

Kondisi ruang luar dengan lingkungan atmosfer permukiman di wilayah

Denpasar Barat yang membutuhkan keseimbangan termal akibat beban tekanan

termal panas yang tinggi dapat diatasi tidak hanya dengan rekomendasi keputusan

yang menggunakan parameter fisik, namun juga dapat diganti dengan alternatif

psikologis. Sebagai contoh penggunaan warna-warna hijau dan biru secara

dominan memberikan efek psikologis yang menyegarkan.

Page 116: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

97

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

Penelitian Status Thermal Comfort pada Lingkungan Atmosfer

Permukiman di wilayah Kecamatan Denpasar Barat memperoleh tiga simpulan

yaitu:

1) Profil indeks termal PET lingkungan atmosfer permukiman dengan

klasifikasi kepadatan bangunan rendah adalah profil yang terendah

dibandingkan dengan klasifikasi sedang, tinggi dan sangat padat.

2) Status thermal comfort lingkungan atmosfer permukiman di

wilayah Denpasar Barat berada dalam tingkat persentase 100%

mengalami tekanan termal panas dengan rentang tingkat tekanan

fisiologis “slight heat stress” sampai dengan “extreme heat stress”.

Berdasarkan rerata indeks termal PET didapatkan persepsi termal

“hot” dan tingkat tekanan fisiologis “strong heat stress”.

3) Tmrt berpengaruh positif terhadap indeks termal PET di semua

klasifikasi permukiman menurut kepadatan bangunan di wilayah

Kecamatan Denpasar Barat dan merupakan variabel yang paling

berpengaruh dibandingkan dengan variabel lainnya.

6.2 Saran

Berdasarkan hasil analisis penelitian dan simpulan dari status thermal

comfort lingkungan atmosfer permukiman di wilayah Kecamatan Denpasar Barat,

maka dapat disarankan sebagai berikut:

97

Page 117: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

98

1) Saran bagi perencana perkotaan dan Pemerintah Kota Denpasar

a. Perencanaan permukiman di wilayah Kecamatan Denpasar

Barat setidaknya harus memperhatikan parameter

meteorologi skala mikro.

b. Strategi penempatan orientasi ngarai jalan permukiman dan

bukaan permukiman di wilayah Kecamatan Denpasar Barat

sebaiknya berorientasi terhadap arah mata angin East-West.

c. Untuk memperoleh keseimbangan termal lingkungan

atmosfer maka kepadatan bangunan permukiman yang

direncanakan sebaiknya memiliki klasifikasi kepadatan

bangunan rendah dengan nilai SVF yang tinggi.

d. Rasio H/W dalam perencanaan permukiman di wilayah

Kecamatan Denpasar Barat sebaiknya kurang dari tiga,

dengan kata lain jika lebar jalan permukiman yang

direncanakan berkisar antara dua sampai tiga meter, maka

ketinggian bangunan tidak lebih dari enam sampai sembilan

meter.

e. Metode peningkatan thermal comfort yaitu zona penyangga

hijau, tanaman perindang, lansekap taman-taman mini,

kolam tampungan skala besar, fitur-fitur air, material albedo

tinggi, dan perangkat shading buatan, sangat diperlukan

dalam perencanaan permukiman di wilayah Kecamatan

Denpasar Barat.

Page 118: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

99

f. Meninjau kembali pemanfaatan ruang dalam Rencana Detail

Tata Ruang Kecamatan Denpasar Barat sehingga dapat

mengakomodasi rencana zona penyangga hijau dan rencana

tampungan air skala besar.

2) Saran bagi masyarakat

a. Penduduk Kota Denpasar disarankan merencanakan

bangunan tempat tinggal dengan komposisi koefisien dasar

bangunan (KDB) sedang (40 – 50 %) sehingga nilai SVF

permukiman menjadi tinggi.

b. Partisipasi masyarakat dalam menyediakan tanaman

perindang dan lansekap taman-taman mini (baik taman

horisontal maupun taman vertikal) pada lahan milik pribadi

dapat membantu peningkatan thermal comfort baik untuk

lingkungan eksternal maupun lingkungan internal

permukiman.

c. Partisipasi masyarakat dalam penggunaan warna putih dan

cerah untuk fasade bangunan tempat tinggal dan material

bangunan yang memiliki reflektansi tinggi terhadap radiasi

matahari seperti paving block, grass block, dan lainnya.

d. Menghindari aktivitas outdoor dengan paparan radiasi

matahari secara langsung yang berlebihan pada pukul 10:00

sampai dengan pukul 14:00 yang dapat merugikan

kesehatan.

Page 119: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

100

e. Penggunaan pakaian pelindung diri saat terpapar radiasi

matahari yang berlebihan.

f. Penggunaan teknologi pendingin udara yang ramah

lingkungan di lingkungan indoor permukiman untuk

mengantisipasi dampak konduksi dan konveksi panas dari

lingkungan outdoor permukiman.

3) Saran untuk penelitian selanjutnya

a. Diperlukan penelitian status thermal comfort untuk

Kecamatan Denpasar Timur, Kecamatan Denpasar Utara

dan Kecamatan Denpasar Selatan sehingga dapat

menyediakan data bagi perencanaan perkotaan dengan

pendekatan bioklimatik secara menyeluruh dan terintegrasi

di wilayah Kota Denpasar.

b. Diperlukan penelitian tentang rerata tingkat metabolisme

(W) dan rerata tingkat insulasi pakaian (Clo) penduduk di

Kota Denpasar sehingga penelitian status thermal comfort

berikutnya tidak menggunakan nilai asumsi.

c. Diperlukan penelitian tentang KDB bangunan rumah tinggal

optimal yang dapat memberikan thermal comfort dengan

status tingkat persepsi termal netral.

Page 120: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

101

DAFTAR PUSTAKA

Afiq W.M.Y., Azwadi C.S.N., dan K.M. Saqr. 2012. Effects of Buildings Aspect

Ratio, Wind Speed and Wind Direction on Flow Structure and

Pollutant Dispersion in Symmetric Street Canyons: a Review.

International Journal of Mechanical and Materials Engineering

(IJMME), Vol. 7 (2012), No. 2, 158-165.

Al Sabbagh, N.S. 2011. The Impact of Bioclimatic Design on Ambient Air

Temperature in Dubai Small Outdoor Urban Spaces. Dissertation,

Dubai.

Alfata, M.N.F. dan Sujatmiko, W. 2012. Standard of Thermal Comfort for Energy

Conservation in Building. Journal of Human Settlement, 4, 18-29.

Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Revisi VI ed.,

Jakarta, PT. Rineka Cipta.

Armson, D., Stringer, P. and Ennos, A.R. 2012. The Effect of Tree Shade and

Grass on Surface and Globe Temperature in an Urban Area. Journal

of Urban Forestry & Urban Greening, 11, 245-255.

ASHRAE. 2004. ASHRAE Standard 55: Thermal environmental conditions for

human occupancy.

ASHRAE. 1966. Thermal comfort conditions. In: ASRAE standard 55. New

York, p.66.

Badan Standar Nasional. 2001. SNI 03-6572-2001: Tata cara perancangan sistem

ventilasi dan pengkondisian udara pada bangunan gedung. Jakarta.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Stasiun Meteorologi Kelas I

Bandar Udara Ngurah Rai Bali. 2015. Buletin Meteo Ngurah Rai.

Edisi Maret 2015. Denpasar. Hal. 21.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Stasiun Meteorologi Kelas I

Bandar Udara Ngurah Rai Bali. 2015. Buletin Meteo Ngurah Rai.

Edisi April 2015. Denpasar. Hal. 20.

Badan Pusat Statistik Kota Denpasar. 2014. Denpasar Dalam Angka 2014.

Denpasar, Badan Pusat Statistik Kota Denpasar.

Badan Pusat Statistik Kota Denpasar. 2014. Kepadatan Penduduk, Sex Ratio dan

Laju Pertumbuhan Penduduk Tahun 2013. (online). Last accessed 19

September 2014 at:

http://denpasarkota.bps.go.id/index.php?hal=tabel&id=16

Brown, R.D. and Gillespie, T.J. 1986. Estimating outdoor thermal comfort using a

cylindrical radiation thermometer and an energy budget model.

International Journal of Biometeorology 30(1), 43–52.

101

Page 121: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

102

Calor Instruments PTY LTD. 2012. Heat Stress Monitor Operation Manual.

Osborn Park Western Australia, Calor Instruments Pty Ltd. at:

http://www.calor.com.au

CNN. 2015. Heat wave kills more than 1.100 in India. (online). [cited 2015 May.

28]. Last accessed 3 Juni 2015 at:

http://edition.cnn.com/2015/05/25/asia/india-heatwave-deaths.

Epstein, Y and Moran, D. S. 2006. Thermal Comfort and the Heat Stress Indices.

Industrial Health 2006, 44, 388–398.

Fanger, P. O. 1970. Thermal comfort. Copenhgen, Danish Technical Press.

Fanger, P. O. 1972. Thermal Comfort, Analysis and application in Environment

Engineering. New York, McGraw Hill.

Fintikakis, N., Gaitani, N., Santamouris, M., Assimakopoulos, M.,

Assimakopoulos, D.N., Fintikaki, M., Albanis, G., Papadimitriou,

K., Chryssochoides, E., Katopodi, K. and Doumas, P. 2011.

Bioclimatic Design of Open Public Spaces in the Historic Centre of

Tirana, Albania. Journal of Sustainable Cities and Society, 1, 54-62.

Gagge, A.P., Fobelets, and Berglund, L.G. 1986. A standard predictive index of

human response to the thermal environment. ASHRAE Transactions

92, 709–31.

Grimmond, C.S.B., Potter, S.K., Zutter, H.N., and Souch, C. 2001. Papid Methods

to Estimate Sky-View Factors Applied to Urban Areas. International

Journal of Climatology, 21, 903-913.

Gulyas, A., Unger, J., Balazs, B., and Matzarakis, A. 2003. Analysis of the

Bioclimatic Conditions within Different Surface Structures in a

Medium-Sized City (Szeged, Hungary). Acta Climatologica et

Chorologica, Universitatis Szegediensis, Tom. 36-37, 37-44.

Hammerle, M., Gal, T., Unger, J., and Matzarakis, A. 2011. Introducing a Script

for Calculating the Sky View Factor Used for Urban Climate

Investigations. Acta Climatologica et Chorologica, Universitatis

Szegediensis, Tomus 44-45, 83-92.

Herrmann, J. and Matzarakis, A. 2010. Influence of Mean Radian Temperature on

Thermal Comfort of Human in Idealized Urban Environments.

Freiburg.

Hoppe, H.H. 1988. Praxeology and Economic Science. Auburn AL, Mises

Institute.

Holst, J. and Mayer, H. 2010. Urban human-biometeorology: Investigations in

Freiburg (Germany) on human thermal comfort. Internacional

Association for Urban Climate: Urban Climate News. Issue No. 38

December 2010. 5-10.

Page 122: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

103

Ichinose, T., Shimodozno, K., and Hanaki, K. 1999. Impact of Anthropogenic

Heat on Urban Climate in Tokyo. Atmos. Env. 33:3897–909.

IPCC. 2007. Climate Change 2007: Impact, Adaptation, and Vulnerability.

Contribution of Working Group II to the Fourth Assessment Report of

the IPCC. Cambridge, Cambridge University Press.

Jendritzky, G., Menz H., Schirmer H. and Schmidt-Kessen, W. 1990. Methodik

zur raumbezogenen Bewertung der thermischen Komponente im

Bioklima des Menschen (Fortgeschriebenes Klima-Michel-Modell).

Beitr. Akad. Raumforsch. Landesplan, No. 114.

Ji, S.H. 2006. Shifting of Thermal comfort zone Due to Outdoor temperature.

Thesis, 14.

Kartasapoetra, A.G. 2006. Klimatologi: Pengaruh Iklim Terhadap Tanah dan

Tanaman, Ed. Revisi, Cet. II. Jakarta, Bumi Aksara.

Larasati, D. and Mochtar, S. 2013. Application of bioclimatic parameter as

sustainability approach on multi-story building design in tropical area.

The 3rd International Conference on Sustainable Future for Human

Security SUSTAIN 2012. Procedia Environmental Sciences 17

(2013), 822 – 830.

Latini, G., Grifoni, R.C., and Tascini, S. 2010. Thermal Comfort and

Microclimates in Open Spaces. ASHRAE: Building XI Conference

CD.

Lin, T.P., Ho, Y.F., and Huang, Y.S. 2007. Seasonal Effect of Pavement on

Outdoor Thermal Environments in Subtropical Taiwan. Journal of

Building and Environment 42:4124–31.

Lin, T.P., Matzarakis, A.,and Hwang, R.L. 2010. Shading Effect on Long-term

Outdoor Thermal Comfort. Journal of Building and Environment

45(1):213–221.

Lundgren,K., Kuklane, K., Gao, C., and Holmér, I. 2013. Effects of Heat Stress

on Working Populations when Facing Climate Change. Industrial

Health 2013, 51.

Mahmoud, A.H.A. 2011. Analysis of the Microclimatic and Human Comfort

Conditions in an Urban Park in Hot and Arid Regions. Journal of

Building and Environment, 46, 2641-2656.

Makaremi, N., Salleh, E., Jaafar, M.Z. and GhaffarianHoseini, A. 2012. Thermal

Comfort Conditions of Shaded Outdoor Spaces in Hot and Humid

Climate of Malaysia. Journal of Building and Environment, 48, 7-

14.

Matzarakis, A. and Endler, C. 2010. Climate change and thermal bioclimate in

cities: impacts and options for adaptation in Freiburg, Germany. Int J

Biometeorol 54:479–483

Page 123: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

104

Matzarakis, A. and Mayer, H. 1996. Another Kind of Environmental Stress:

Thermal Stress. WHO News 18:, 7-10.

Matzarakis, A. and Mayer, H. 1997. Heat stress in Greece. Int J Biometeorol

41:34–39.

Matzarakis, A. and Rutz, F. 2005. Application of Rayman for Tourism and

Climate Investigations. Annalen der Meteorologie 41, Vol. 2, 631-

636.

Matzarakis, A., Mayer, H., and Iziomon, M. G. 1999. Applications of a universal

thermal index:physiological equivalent temperature. Int. J.

Biometeorol., 43: 76-84.

Matzarakis, A. and Mayer, H. 2000. Atmospheric Conditions and Human Thermal

Comfort in Urban Areas. In: 11th Seminar on Environmental

Protection “Environment and Health“. 20.-23. November 2000, 155-

166.

Matzarakis, A., Rutz, F. and Mayer, H., 1999. Estimation and calculation of the

mean radiant temperature within urban areas. Proceedings of the 15th

International Congress of Biometeorology & International

Conference on Urban Climatology. (Ed.) R.J. de Dear and J. C. Potter.

ICB9.2, 1-6.

Matzarakis, A., Rutz, F. and Mayer, H., 2007. Modelling radiation fluxes in

simple and complex environments—application of the RayMan

model. Int J Biometeorol 51:323–334

Matzarakis, A. and Matuschek, O. 2009. Estimation of Sky View Factor in urban

environments. In: METTOOLSVII, 1.-3. September 2009. Hamburg.

Matzarakis, A. and Mayer, H. 1998. Investigations of urban climate’s thermal

component in Freiburg, Germany. In: Preprints Second Urban

Environment Symposium - 13th Conference on Biometeorology and

Aerobiology. November 2-6. 1998, American Meteorological Society,

140-143.

Mayer, H. and Matzarakis, A. 1998. Human-biometeorological assessment of

urban microclimates’ thermal component. In: Proceedings 2nd

Japanese-German Meeting “Klimaanalyse für die Stadtplanung”,

Special rep 1, pp 155–168.

Mayer, H. and Höppe, P.R. 1987. Thermal comfort of man in different urban

environments. Theor Appl Climatol, 38:43–49.

Mayer, H. 1993. Urban bioclimatology. Experientia 49, 957-963.

Mayer, H. 1986. Stadtklima und seine human biometeorologische Bewertung.

Wiss. Mitt. Meteor. Inst. Univ. M/inchen No. 53. 1-18.

Page 124: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

105

Mayer, H.1989. Workshop 'Ideales Stadtklima' on 26 Oktober 1988 in Munich.

German Meteor. Soc., Report 3/89. 52-54.

Mcintyre, D. A. 1980. Indoor climate. London, Applied Science Publishers.

Menteri Pekerjaan Umum. 1987. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor

378/KPTS/1987 tentang Pengesahan 33 Standar Konstruksi Bangunan

Indonesia. Lampiran No. 22.

Montazeri, H. and Blocken, B. 2013. CFD Simulation of Wind-Induced

Pressure Coefficients on Buildings with or without Balconies:

Validation and Sensitivity Analysis. Journal of Building and

Environment, 60, 137-149.

Morakinyo, T. E., Balogun, A. A., and Adegun, O. B. 2013. Comparing the effect

of trees on thermal conditions of two typical urban buildings. Urban

Climate 3, 76–93.

Murakami, S. 2006. Environmental Design of Outdoor Climate Based on

CFD. Journal of Fluid Dynamics Research, 38, 108-126.

Nishimura, N., Nomura, T., Iyota, H. and Kimoto, S. 1998. Novel Water Facilities

for Creation of Comfortable Urban Micrometeorology. Journal of

Solar Energy, 64, 197-207.

Nugroho, B. A. 2005. Startegi Jitu Memilih Metode Statistik Penelitian dengan

SPSS. Penerbit Andi, Yogyakarta.

Olgyay, V. 1967. Design with climate, bioclimatic approach to architectural

regionalism. New Jersey, Princeton University Press.

Pemerintah Kota Denpasar. 2011. Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 27

Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Denpasar

Tahun 2011-2031.

Pellicciotti, F., Raschle, T., Huerlimann, T., Carenzo, M. and Burlando, P. 2011.

Transmission of solar radiation through clouds on melting glaciers: a

comparison of parameterizations and their impact on melt modelling.

Journal of Glaciology, Vol. 57, No. 202. 367-381.

Rahtama, A. P. 2014. Kenyamanan Termal Ruang Luar di KoridorJalan Tugu-

Kraton Kota Yogyakarta. Skripsi. Universitas Gadjah Mada.

Robitu, M., Musy, M., Inard, C., and Groleau, D. 2006. Modeling the Influence of

Vegetation and Water Pond on Urban Microclimate. Journal of Solar

Energy 80:435–47.

Rohles, F. J. and Levins, R. 1971. The nature of thermal comfort for sedentary

man. ASHRAE Trans 77, 239–46.

Sarwono, A. dan Sujatmiko, W. 2009. Audit Energi Gedung Blok B.1

Departemen Pekerjaan Umum sebagai Implementasi Inpres No. 10

Page 125: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

106

Tahun 2005 tentang Penghematan Energi. Masalah Bangunan, 44 No.

1 Oktober 2009.

Shashua-Bar, L., Hoffman, M. E. 2000. Vegetation as a Climatic Component in

the Design of an Urban Street: An Empirical Model for Predicting the

Cooling Effect of Urban Green Areas with Trees. Journal of Energy

and Buildings, 31, 221-235.

Shashua-Bara, L. and Hoffman, M.E. 2003. Geometry and orientation aspects in

passive cooling of canyon streets with trees, Journal of Energy and

Buildings, vol. 35, pp. 61–68.

Scudo, G. 2002. Built Environment Sciences & Technology (BEST). Politecnico

di Milano.

Setaih, K., Hamza, N., and Townshend, T. 2013. Assessment of Outdoor Thermal

Comfort in Urban Microclimate in Hot Arid Areas. In: 13th

Conference of International Building Performance Simulation

Association, France, August 26 - 28. Chambery, 3153 - 3160.

Shaker, R.R. and Drezner, T.D. 2010. A New Technique for Predicting the Sky-

View Factor for Urban Heat Island Assessment. The Geographical

Bulletin 51, 85-96.

Shishegar, N. 2013. Street Design and Urban Microclimate: Analyzing the Effects

of Street Geometry and Orientation on Airflow and Solar Access in

Urban Canyons. Journal of Clean Energy Technologies,1, No. 1, 52 -

56.

Smith, C. and Levermore, G. 2008. Designing Urban Spaces and Buildings to

Improve Sustainability and Quality of Life in a Warmer World.

Energy Policy. 36, 4558-4562.

Stavrakakis, G.M., Tzanaki, E., Genetzaki, V.I., Anagnostakis, G., Galetakis, G.

and Grigorakis, E. 2012. A Computational Methodology for Effective

Bioclimatic-Design Applications in the Urban Environment. Journal

of Sustainable Cities and Society, 4, 41-57.

Synnefa, A., Dandou, A., Santamouris, M., Tombrou, M. and Soulakellis, N.

2008. Large Scale Albedo Changes Using Cool Materials to Mitigate

Heat Island in Athens. Journal of Applied Meteorology

and Climatology, 47, 2846-56.

Synnefa, A., Karlessi, T., Gaitani, N., Santamouris, M., Assimakopoulos, D.N.

and Papakatsikas, C. 2011. Experimental Testing of Cool Colored

Thin Layer Asphalt and Estimation of its Potential to Improve

the Urban Microclimate. Journal of Building and Environment, 38-

44.

Page 126: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

107

Tinz, B. and Jendritzky, G. 2003. Europaund Weltkarten der gefühlten

Temperatur, In: Chmielewski. Berlin und Bayreuth, Beiträge zur

Klima- und Meeresforschung.

Tzikopoulos, A.F., Karatza, M.C., dan Paravantis, J.A. 2005. Modeling Energy

Efficiency of Bioclimatic Buildings. Journal of Energy and Buildings

37 , 529-544.

VDI, 1998. VDI 3787, Part I: Environmental meteorology, Methods for the

human biometeorological evaluation of climate and air quality for the

urban and regional planning at regional level. Part I: Climate.

VDI/DIN-Handbuch Reinhaltung der Luft, Band 1b, Düsseldorf.

VDI, 1994. VDI 3789, Part 2: Environmental Meteorology, Interactions between

Atmosphere and Surfaces; Calculation of the short- and long wave

radiation.VDI/DIN-Handbuch Reinhaltung der Luft, Band 1b,

Düsseldorf.

Yeang, K. 1996. The sky scrapper bioclimatically considered. Architectural

Record, Academy Edition, Boston, USA.

Page 127: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

108

LAMPIRAN

Page 128: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

109

LAMPIRAN 1

REKAPITULASI KEBUTUHAN DATA, METODA DAN INSTRUMEN

N

o. Tujuan Penelitian

Jenis

data

Sumber Data Metoda

Instru-

men Analisis Hasil Ket.

Primer Sekunder

1 Mempelajari profil indeks

termal PET pada

lingkungan atmosfer

permukiman di wilayah

Kecamatan Denpasar Barat

Kn 1. Temperatur udara

2. Kelembaban relatif

3. Kecepatan angin

4. Temperatur radiasi

rata-rata

Observasi HSM Statistik

deskripsif

1. Nilai indeks termal PET

2. Profil indeks termal PET

Kn Asumsi aktivitas

(W/m2)

Kajian

pustaka

Jurnal

Asumsi insulasi

pakaian (clo)

Kajian

pustaka

dan

perhitung-

an

Jurnal,

SNI 03-

6572-

2001

2 Mengidentifikasi status

thermal comfort pada

lingkungan atmosfer

permukiman di Kecamatan

Denpasar Barat

Kn Nilai indeks termal

PET

Simulasi Model

RayMan

Statistik 1. Status thermal comfort

PET di masing-masing

klasifikasi permukiman

menurut kepadatan

bangunan

2. Status thermal comfort

lingkungan atmosfer

permukiman di wilayah

Kecamatan Denpasar

barat berdasarkan rerata

indeks termal PET

Kl Tabel persepsi termal

dan tekanan fisiologis

manusia

Kajian

pustaka

Jurnal

109

Page 129: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

110

3 Mempelajari pengaruh nilai

temperatur radiasi rata-rata

(Tmrt) terhadap nilai indeks

termal PET pada

lingkungan atmosfer

permukiman di Kecamatan

Denpasar Barat

Kn Temperatur radiasi

rata-rata

Observasi HSM Statistik

regresi

linier

berganda

1. Persamaan regresi

2. Koef. Determinasi (R2)

3. Koef. Korelasi

4. Pengaruh signifikan

Kn Indeks termal PET

Simulasi Model

RayMan

Kn SVF Observasi Fotografi

fish-eye

Kualitatif

deskripsi

1. Deskripsi konfigurasi

dan struktur permukiman

2. Konsep desain

bioklimatik

Kn Rasio H/W Observasi Meteran

Kl Orientasi ngarai

permukiman

Observasi Kompas

Kl Sifat fisik permukaan

permukiman

Observasi Pengama-

tan visual

Keterangan: Kn = Kuantitatif

Kl = Kualitatif

(Sumber : Primer, 2015)

110

Page 130: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

111

LAMPIRAN 2

GRAFIK KONDISI MOTEOROLOGI SKALA MIKRO

Grafik kelembaban udara di empat lokasi studi. RH 1 : kelembaban udara pada permukiman dengan klasifikasi kepadatan bangunan

rendah, RH 2 : kelembaban udara pada permukiman dengan klasifikasi kepadatan bangunan sedang, RH 3 : kelembaban udara pada

permukiman dengan klasifikasi kepadatan bangunan tinggi, RH 4 : kelembaban udara pada permukiman dengan klasifikasi kepadatan

bangunan sangat padat dan RH 5 : rerata kelembaban udara.

(Sumber : Hasil analisis data, 2015)

40

50

60

70

80

90

100

Nil

ai R

H (

%)

Waktu Pengukuran

Grafik Perbandingan Kelembaban Udara

RH 1

RH 2

RH 3

RH 4

RH 5

111

Page 131: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

112

Grafik kecepatan angin di empat lokasi studi. v 1 : kecepatan angin pada permukiman dengan klasifikasi kepadatan bangunan rendah,

v 2 : kecepatan angin pada permukiman dengan klasifikasi kepadatan bangunan sedang, v 3 : kecepatan angin pada permukiman

dengan klasifikasi kepadatan bangunan tinggi, v 4 : kecepatan angin pada permukiman dengan klasifikasi kepadatan bangunan sangat

padat dan v 5 : rerata kecepatan angin.

(Sumber : Hasil analisis data, 2015)

0,0

0,5

1,0

1,5

2,0

2,5

3,0

3,5

Nil

ai V

(m

/dt)

Waktu Pengukuran

Grafik Perbandingan Kecepatan Angin

v 1

v 2

v 3

v 4

v 5

112

Page 132: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

113

LAMPIRAN 3

UJI ASUMSI KLASIK (UJI DATA)

UJI MULTIKOLINEARITAS

STASIUN I

Model Summary

Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the

Estimate

1 .999a .999 .998 .29016

a. Predictors: (Constant), Tmrt, v, RH, Ta

Coefficientsa

Model Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig. Correlations

B Std. Error Beta Zero-order Partial Part

1

(Constant) -8.601 5.685 -1.513 .174

Ta .734 .147 .299 4.994 .002 .967 .884 .069

RH .031 .031 .038 .996 .352 -.821 .352 .014

v -1.417 .213 -.167 -6.657 .000 .482 -.929 -.092

Tmrt .492 .030 .839 16.635 .000 .979 .988 .229

a. Dependent Variable: PET

STASIUN II

Model Summaryb

Model R R

Squar

e

Adjusted R

Square

Std. Error of the

Estimate

1 1.000a .999 .999 .21012

a. Predictors: (Constant), Tmrt, v, RH, Ta

b. Dependent Variable: PET

Coefficientsa

Model Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig. Correlations

B Std. Error Beta Zero-order Partial Part

1

(Constant) -1.171 5.535 -.211 .839

Ta .544 .153 .255 3.562 .009 .894 .803 .035

RH .001 .023 .002 .032 .975 -.695 .012 .000

v -.868 .150 -.093 -5.790 .001 .562 -.910 -.058

Tmrt .508 .021 .833 23.691 .000 .991 .994 .236

a. Dependent Variable: PET

Page 133: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

114

STASIUN III

Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R

Square

Std. Error of the

Estimate

1 .999a .997 .995 .43721

a. Predictors: (Constant), Tmrt, v, RH, Ta

b. Dependent Variable: PET

Coefficientsa

Model Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig. Correlations

B Std. Error Beta Zero-

order

Partial Part

1

(Constant) -16.626 8.490 -1.958 .091

Ta 1.050 .217 .453 4.837 .002 .896 .877 .100

RH .041 .041 .072 1.006 .348 -.857 .355 .021

v -1.169 .304 -.117 -3.843 .006 .236 -.824 -.079

Tmrt .436 .028 .690 15.293 .000 .987 .985 .316

a. Dependent Variable: PET

STASIUN IV

Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R

Square

Std. Error of the

Estimate

1 1.000a .999 .999 .21009

a. Predictors: (Constant), Tmrt, v, RH, Ta

b. Dependent Variable: PET

Coefficientsa

Model Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig. Correlations

B Std. Error Beta Zero-order Partial Part

1

(Constant) -1.827 4.013 -.455 .663

Ta .567 .101 .270 5.604 .001 .945 .904 .056

RH .001 .017 .002 .050 .962 -.909 .019 .000

v -1.121 .284 -.071 -3.940 .006 .808 -.830 -.039

Tmrt .510 .016 .808 31.051 .000 .993 .996 .310

a. Dependent Variable: PET

Page 134: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

115

UJI HETEROSKEDASTISITAS

STASIUN I

STASIUN II

Page 135: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

116

STASIUN III

STASIUN IV

Page 136: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

117

UJI NORMALITAS

STASIUN I

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized

Residual

N 12

Normal Parametersa,b

Mean 0E-7

Std. Deviation .23146617

Most Extreme Differences

Absolute .160

Positive .118

Negative -.160

Kolmogorov-Smirnov Z .554

Asymp. Sig. (2-tailed) .919

a. Test distribution is Normal.

b. Calculated from data.

STASIUN II

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized

Residual

N 12

Normal Parametersa,b

Mean 0E-7

Std. Deviation .16761872

Most Extreme Differences

Absolute .177

Positive .108

Negative -.177

Kolmogorov-Smirnov Z .615

Asymp. Sig. (2-tailed) .844

a. Test distribution is Normal.

b. Calculated from data.

Page 137: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

118

STASIUN III

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized

Residual

N 12

Normal Parametersa,b

Mean 0E-7

Std. Deviation .34876899

Most Extreme Differences

Absolute .113

Positive .113

Negative -.099

Kolmogorov-Smirnov Z .392

Asymp. Sig. (2-tailed) .998

a. Test distribution is Normal.

b. Calculated from data.

STASIUN IV

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized

Residual

N 12

Normal Parametersa,b

Mean 0E-7

Std. Deviation .16759233

Most Extreme Differences

Absolute .179

Positive .162

Negative -.179

Kolmogorov-Smirnov Z .619

Asymp. Sig. (2-tailed) .838

a. Test distribution is Normal.

b. Calculated from data.

Page 138: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

119

LAMPIRAN 4

UJI REGRESI LINIER BERGANDA

STASIUN I

Descriptive Statistics

Mean Std. Deviation N

PET 35.2333 6.35615 12

Ta 30.8167 2.58662 12

RH 72.9842 7.71661 12

v 1.1233 .74942 12

Tmrt 41.8000 10.85039 12

Correlations

PET Ta RH v Tmrt

Pearson Correlation

PET 1.000 .967 -.821 .482 .979

Ta .967 1.000 -.884 .471 .930

RH -.821 -.884 1.000 -.642 -.836

v .482 .471 -.642 1.000 .635

Tmrt .979 .930 -.836 .635 1.000

Sig. (1-tailed)

PET . .000 .001 .056 .000

Ta .000 . .000 .061 .000

RH .001 .000 . .012 .000

v .056 .061 .012 . .013

Tmrt .000 .000 .000 .013 .

N

PET 12 12 12 12 12

Ta 12 12 12 12 12

RH 12 12 12 12 12

v 12 12 12 12 12

Tmrt 12 12 12 12 12

Variables Entered/Removeda

Model Variables

Entered

Variables

Removed

Method

1 Tmrt, v, RH, Tab . Enter

a. Dependent Variable: PET

b. All requested variables entered.

Page 139: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

120

Model Summaryb

Model R R

Square

Adjusted R

Square

Std. Error of the

Estimate

1 .999a .999 .998 .29016

a. Predictors: (Constant), Tmrt, v, RH, Ta

b. Dependent Variable: PET

ANOVAa

Model Sum of

Squares

df Mean Square F Sig.

1

Regression 443.817 4 110.954 1317.876 .000b

Residual .589 7 .084

Total 444.407 11

a. Dependent Variable: PET

b. Predictors: (Constant), Tmrt, v, RH, Ta

Coefficientsa

Model Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig. Correlations

B Std. Error Beta Zero-

order

Partial Part

1

(Constant) -8.601 5.685 -1.513 .174

Ta .734 .147 .299 4.994 .002 .967 .884 .069

RH .031 .031 .038 .996 .352 -.821 .352 .014

v -1.417 .213 -.167 -6.657 .000 .482 -.929 -.092

Tmrt .492 .030 .839 16.635 .000 .979 .988 .229

a. Dependent Variable: PET

Residuals Statisticsa

Minimum Maximum Mean Std. Deviation N

Predicted Value 25.4061 43.6144 35.2333 6.35193 12

Residual -.37186 .29391 .00000 .23147 12

Std. Predicted Value -1.547 1.319 .000 1.000 12

Std. Residual -1.282 1.013 .000 .798 12

a. Dependent Variable: PET

Page 140: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

121

Page 141: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

122

Page 142: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

123

Page 143: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

124

STASIUN II

Descriptive Statistics

Mean Std. Deviation N

PET 38.6750 6.35798 12

Ta 32.8250 2.97875 12

RH 58.4658 14.60388 12

v .9483 .68436 12

Tmrt 44.8833 10.43437 12

Correlations

PET Ta RH v Tmrt

Pearson Correlation

PET 1.000 .894 -.695 .562 .991

Ta .894 1.000 -.930 .643 .841

RH -.695 -.930 1.000 -.673 -.628

v .562 .643 -.673 1.000 .592

Tmrt .991 .841 -.628 .592 1.000

Sig. (1-tailed)

PET . .000 .006 .029 .000

Ta .000 . .000 .012 .000

RH .006 .000 . .008 .014

v .029 .012 .008 . .021

Tmrt .000 .000 .014 .021 .

N

PET 12 12 12 12 12

Ta 12 12 12 12 12

RH 12 12 12 12 12

v 12 12 12 12 12

Tmrt 12 12 12 12 12

Variables Entered/Removeda

Model Variables

Entered

Variables

Removed

Method

2 Tmrt, v, RH, Tab . Enter

a. Dependent Variable: PET

b. All requested variables entered.

Page 144: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

125

Model Summaryb

Model R R

Square

Adjusted R

Square

Std. Error of the

Estimate

2 1.000a .999 .999 .21012

a. Predictors: (Constant), Tmrt, v, RH, Ta

b. Dependent Variable: PET

ANOVAa

Model Sum of

Squares

df Mean Square F Sig.

2

Regression 444.353 4 111.088 2516.106 .000b

Residual .309 7 .044

Total 444.662 11

a. Dependent Variable: PET

b. Predictors: (Constant), Tmrt, v, RH, Ta

Coefficientsa

Model Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig. Correlations

B Std. Error Beta Zero-

order

Partial Part

2

(Constant) -1.171 5.535 -.211 .839

Ta .544 .153 .255 3.562 .009 .894 .803 .035

RH .001 .023 .002 .032 .975 -.695 .012 .000

v -.868 .150 -.093 -5.790 .001 .562 -.910 -.058

Tmrt .508 .021 .833 23.691 .000 .991 .994 .236

a. Dependent Variable: PET

Residuals Statisticsa

Minimum Maximum Mean Std. Deviation N

Predicted Value 26.1164 45.6877 38.6750 6.35577 12

Residual -.31649 .28047 .00000 .16762 12

Std. Predicted Value -1.976 1.103 .000 1.000 12

Std. Residual -1.506 1.335 .000 .798 12

a. Dependent Variable: PET

Page 145: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

126

Page 146: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

127

Page 147: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

128

Page 148: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

129

STASIUN III

Descriptive Statistics

Mean Std. Deviation N

PET 39.3000 6.38763 12

Ta 33.3167 2.75708 12

RH 56.0042 11.23318 12

v 1.1483 .63711 12

Tmrt 45.8583 10.11097 12

Correlations

PET Ta RH v Tmrt

Pearson Correlation

PET 1.000 .896 -.857 .236 .987

Ta .896 1.000 -.955 .545 .835

RH -.857 -.955 1.000 -.468 -.799

v .236 .545 -.468 1.000 .202

Tmrt .987 .835 -.799 .202 1.000

Sig. (1-tailed)

PET . .000 .000 .230 .000

Ta .000 . .000 .033 .000

RH .000 .000 . .063 .001

v .230 .033 .063 . .264

Tmrt .000 .000 .001 .264 .

N

PET 12 12 12 12 12

Ta 12 12 12 12 12

RH 12 12 12 12 12

v 12 12 12 12 12

Tmrt 12 12 12 12 12

Variables Entered/Removeda

Model Variables

Entered

Variables

Removed

Method

3 Tmrt, v, RH, Tab . Enter

a. Dependent Variable: PET

b. All requested variables entered.

Page 149: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

130

Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R

Square

Std. Error of the

Estimate

3 .999a .997 .995 .43721

a. Predictors: (Constant), Tmrt, v, RH, Ta

b. Dependent Variable: PET

ANOVAa

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

3

Regression 447.482 4 111.870 585.255 .000b

Residual 1.338 7 .191

Total 448.820 11

a. Dependent Variable: PET

b. Predictors: (Constant), Tmrt, v, RH, Ta

Coefficientsa

Model Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig. Correlations

B Std. Error Beta Zero-

order

Partial Part

3

(Constant) -16.626 8.490 -1.958 .091

Ta 1.050 .217 .453 4.837 .002 .896 .877 .100

RH .041 .041 .072 1.006 .348 -.857 .355 .021

v -1.169 .304 -.117 -3.843 .006 .236 -.824 -.079

Tmrt .436 .028 .690 15.293 .000 .987 .985 .316

a. Dependent Variable: PET

Residuals Statisticsa

Minimum Maximum Mean Std. Deviation N

Predicted Value 26.7141 46.5225 39.3000 6.37810 12

Residual -.52462 .49745 .00000 .34877 12

Std. Predicted Value -1.973 1.132 .000 1.000 12

Std. Residual -1.200 1.138 .000 .798 12

a. Dependent Variable: PET

Page 150: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

131

Page 151: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

132

Page 152: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

133

Page 153: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

134

STASIUN IV

Descriptive Statistics

Mean Std. Deviation N

PET 38.9500 6.35431 12

Ta 33.0083 3.02819 12

RH 58.6917 15.08174 12

v .7333 .40073 12

Tmrt 44.7667 10.07213 12

Correlations

PET Ta RH v Tmrt

Pearson Correlation

PET 1.000 .945 -.909 .808 .993

Ta .945 1.000 -.970 .793 .907

RH -.909 -.970 1.000 -.769 -.870

v .808 .793 -.769 1.000 .824

Tmrt .993 .907 -.870 .824 1.000

Sig. (1-tailed)

PET . .000 .000 .001 .000

Ta .000 . .000 .001 .000

RH .000 .000 . .002 .000

v .001 .001 .002 . .000

Tmrt .000 .000 .000 .000 .

N

PET 12 12 12 12 12

Ta 12 12 12 12 12

RH 12 12 12 12 12

v 12 12 12 12 12

Tmrt 12 12 12 12 12

Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R

Square

Std. Error of the

Estimate

4 1.000a .999 .999 .21009

a. Predictors: (Constant), Tmrt, v, RH, Ta

b. Dependent Variable: PET

Page 154: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

135

ANOVAa

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

4

Regression 443.841 4 110.960 2513.996 .000b

Residual .309 7 .044

Total 444.150 11

a. Dependent Variable: PET

b. Predictors: (Constant), Tmrt, v, RH, Ta

Coefficientsa

Model Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig. Correlations

B Std. Error Beta Zero-

order

Partial Part

4

(Constant) -1.827 4.013 -.455 .663

Ta .567 .101 .270 5.604 .001 .945 .904 .056

RH .001 .017 .002 .050 .962 -.909 .019 .000

v -1.121 .284 -.071 -3.940 .006 .808 -.830 -.039

Tmrt .510 .016 .808 31.051 .000 .993 .996 .310

a. Dependent Variable: PET

Residuals Statisticsa

Minimum Maximum Mean Std. Deviation N

Predicted Value 26.7145 46.2267 38.9500 6.35210 12

Residual -.22749 .26212 .00000 .16759 12

Std. Predicted Value -1.926 1.146 .000 1.000 12

Std. Residual -1.083 1.248 .000 .798 12

a. Dependent Variable: PET

Page 155: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

136

Page 156: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

137

Page 157: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

138

Page 158: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

139

LAMPIRAN 5

DATA PENELITIAN

PET

Tgl./Bln./Thn. Jam G. Longitude G. LattitudeAlt.

(m)Ta (°C)

RH

(%)v (m/dt)

Tmrt

(°C)

Horizon

limitation

(%)

SVF (°C)

1 C 28/02/2015 07.00 115°12'41.54"T 8°40'6.68"S 20 26,70 84,73 0,29 27,90 55,30 0,447 27,2

2 C 28/02/2015 08.00 115°12'41.54"T 8°40'6.68"S 20 30,80 65,74 0,73 40,40 55,30 0,447 34,9

3 C 28/02/2015 09.00 115°12'41.54"T 8°40'6.68"S 20 32,00 61,34 1,57 46,50 55,30 0,447 37,4

4 C 28/02/2015 10.00 115°12'41.54"T 8°40'6.68"S 20 33,70 47,66 0,54 51,90 55,30 0,447 43,2

5 C 28/02/2015 11.00 115°12'41.54"T 8°40'6.68"S 20 35,50 49,90 0,72 56,60 55,30 0,447 46,7

6 C 28/02/2015 12.00 115°12'41.54"T 8°40'6.68"S 20 35,40 53,43 1,14 54,90 55,30 0,447 45,2

7 C 28/02/2015 13.00 115°12'41.54"T 8°40'6.68"S 20 35,70 47,35 1,49 57,30 55,30 0,447 46,1

8 C 28/02/2015 14.00 115°12'41.54"T 8°40'6.68"S 20 35,00 49,31 0,98 51,40 55,30 0,447 43,1

9 C 28/02/2015 15.00 115°12'41.54"T 8°40'6.68"S 20 35,10 45,17 1,52 52,60 55,30 0,447 43,2

10 C 28/02/2015 16.00 115°12'41.54"T 8°40'6.68"S 20 35,40 49,22 2,24 44,10 55,30 0,447 39,5

11 C 28/02/2015 17.00 115°12'41.54"T 8°40'6.68"S 20 33,70 55,65 2,09 36,10 55,30 0,447 34,5

12 C 28/02/2015 18.00 115°12'41.54"T 8°40'6.68"S 20 30,80 62,55 0,47 30,60 55,30 0,447 30,6

13 B 09/03/2015 07.00 115°11'56.62"T 8°39'23.42"S 23 26,20 85,70 0,19 25,90 30,30 0,697 26,3

14 B 09/03/2015 08.00 115°11'56.62"T 8°39'23.42"S 23 28,90 83,20 0,34 38,20 30,30 0,697 33,7

15 B 09/03/2015 09.00 115°11'56.62"T 8°39'23.42"S 23 31,30 72,46 0,43 44,60 30,30 0,697 38,2

16 B 09/03/2015 10.00 115°11'56.62"T 8°39'23.42"S 23 34,00 53,37 0,53 47,30 30,30 0,697 41,0

17 B 09/03/2015 11.00 115°11'56.62"T 8°39'23.42"S 23 33,70 62,26 1,09 55,10 30,30 0,697 43,9

18 B 09/03/2015 12.00 115°11'56.62"T 8°39'23.42"S 23 35,10 50,30 1,28 54,80 30,30 0,697 44,6

19 B 09/03/2015 13.00 115°11'56.62"T 8°39'23.42"S 23 35,10 46,47 0,96 56,30 30,30 0,697 45,7

20 B 09/03/2015 14.00 115°11'56.62"T 8°39'23.42"S 23 36,00 45,73 1,46 53,30 30,30 0,697 44,5

21 B 09/03/2015 15.00 115°11'56.62"T 8°39'23.42"S 23 35,20 43,29 2,76 53,70 30,30 0,697 42,9

22 B 09/03/2015 16.00 115°11'56.62"T 8°39'23.42"S 23 35,00 46,62 0,75 43,70 30,30 0,697 39,5

23 B 09/03/2015 17.00 115°11'56.62"T 8°39'23.42"S 23 32,20 55,18 0,76 35,50 30,30 0,697 33,5

24 B 09/03/2015 18.00 115°11'56.62"T 8°39'23.42"S 23 31,20 57,01 0,83 30,20 30,30 0,697 30,3

25 D 12/03/2015 07.00 115°11'49.88"T 8°39'57.17"S 19 26,50 86,64 0,25 26,90 63,80 0,362 26,6

26 D 12/03/2015 08.00 115°11'49.88"T 8°39'57.17"S 19 27,70 89,17 0,20 30,40 63,80 0,362 29,5

27 D 12/03/2015 09.00 115°11'49.88"T 8°39'57.17"S 19 32,20 67,72 0,62 43,20 63,80 0,362 37,6

28 D 12/03/2015 10.00 115°11'49.88"T 8°39'57.17"S 19 33,00 53,57 0,33 46,80 63,80 0,362 40,6

29 D 12/03/2015 11.00 115°11'49.88"T 8°39'57.17"S 19 34,30 53,02 0,65 48,00 63,80 0,362 41,3

30 D 12/03/2015 12.00 115°11'49.88"T 8°39'57.17"S 19 34,20 54,30 0,74 49,00 63,80 0,362 41,7

31 D 12/03/2015 13.00 115°11'49.88"T 8°39'57.17"S 19 35,00 47,10 1,26 58,00 63,80 0,362 46,0

32 D 12/03/2015 14.00 115°11'49.88"T 8°39'57.17"S 19 35,90 44,98 1,21 56,50 63,80 0,362 46,2

33 D 12/03/2015 15.00 115°11'49.88"T 8°39'57.17"S 19 35,70 44,58 1,46 53,50 63,80 0,362 44,3

34 D 12/03/2015 16.00 115°11'49.88"T 8°39'57.17"S 19 35,00 48,34 0,73 46,90 63,80 0,362 41,2

35 D 12/03/2015 17.00 115°11'49.88"T 8°39'57.17"S 19 34,50 56,73 0,79 45,90 63,80 0,362 40,3

36 D 12/03/2015 18.00 115°11'49.88"T 8°39'57.17"S 19 32,10 58,15 0,56 32,10 63,80 0,362 32,1

37 A 22/03/2015 07.00 115°10'41.46"T 8°39'41.50"S 29 25,60 91,63 0,32 26,10 21,20 0,788 25,7

38 A 22/03/2015 08.00 115°10'41.46"T 8°39'41.50"S 29 27,00 77,12 0,79 28,40 21,20 0,788 26,2

39 A 22/03/2015 09.00 115°10'41.46"T 8°39'41.50"S 29 30,50 76,23 0,29 37,10 21,20 0,788 34,1

40 A 22/03/2015 10.00 115°10'41.46"T 8°39'41.50"S 29 32,10 72,03 1,35 48,00 21,20 0,788 38,5

41 A 22/03/2015 11.00 115°10'41.46"T 8°39'41.50"S 29 32,40 70,97 1,39 50,40 21,20 0,788 40,0

42 A 22/03/2015 12.00 115°10'41.46"T 8°39'41.50"S 29 32,70 67,90 1,49 53,20 21,20 0,788 41,5

43 A 22/03/2015 13.00 115°10'41.46"T 8°39'41.50"S 29 33,30 60,68 1,57 52,20 21,20 0,788 41,4

44 A 22/03/2015 14.00 115°10'41.46"T 8°39'41.50"S 29 34,30 67,99 0,58 52,40 21,20 0,788 43,8

45 A 22/03/2015 15.00 115°10'41.46"T 8°39'41.50"S 29 32,10 65,79 3,00 51,70 21,20 0,788 38,4

46 A 22/03/2015 16.00 115°10'41.46"T 8°39'41.50"S 29 31,00 73,30 1,32 42,40 21,20 0,788 35,1

47 A 22/03/2015 17.00 115°10'41.46"T 8°39'41.50"S 29 29,30 76,94 0,55 30,00 21,20 0,788 29,2

48 A 22/03/2015 18.00 115°10'41.46"T 8°39'41.50"S 29 29,50 75,23 0,83 29,70 21,20 0,788 28,9

Ket.NoLokasi

Sampel

Data Waktu Data Geografi Data MeteorologiData Konfigurasi dan

Struktur Permukiman

Page 159: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

140

LAMPIRAN 6

DATA HASIL SIMULASI RAYMAN V.1.2

STASIUN I

STASIUN II

140

Page 160: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

141

STASIUN III

STASIUN IV

141

Page 161: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

142

LAMPIRAN 7

IMAGE FISH-EYE METODE FOTOGRAFI

Hasil image fish-eye metode fotografi pada permukiman dengan klasifikasi kepadatan

bangunan rendah yang berlokasi di Jln. Gunung Patas, Br. Tegal Buah,

Padangsambian, Denpasar.

(Sumber : Hasil Pengamatan, 2015)

Hasil image fish-eye metode fotografi pada permukiman dengan klasifikasi kepadatan

bangunan sedang yang berlokasi di Perumahan Taman Gunung Batur, Jln. Gunung

Batur, Pemecutan, Denpasar.

(Sumber : Hasil Pengamatan, 2015)

Page 162: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

143

Hasil image fish-eye metode fotografi pada permukiman dengan klasifikasi kepadatan

bangunan tinggi yang berlokasi di Jln. Pulau Batam I, Pemecutan Kelod, Denpasar.

(Sumber : Hasil Pengamatan, 2015)

Hasil image fish-eye metode fotografi pada permukiman dengan klasifikasi kepadatan

bangunan sangat padat yang berlokasi di Perumnas Monang-maning, Jln. Gunung

Slamet, Gang X, Desa Tegal Harum, Denpasar.

(Sumber : Hasil Pengamatan, 2015)

Page 163: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

144

LAMPIRAN 8

DOKUMENTASI PENELITIAN

Foto pengamatan kondisi meteorologi skala mikro di permukiman dengan klasifikasi

kepadatan bangunan rendah yang berlokasi di Jln. Gunung Patas, Br. Tegal Buah,

Padangsambian, Denpasar.

(Sumber : Hasil dokumentasi, 2015)

Foto pengamatan kondisi meteorologi skala mikro di permukiman dengan klasifikasi

kepadatan bangunan sedang yang berlokasi di Perumahan Taman Gunung Batur, Jln.

Gunung Batur, Pemecutan, Denpasar.

(Sumber : Hasil dokumentasi, 2015)

Page 164: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

145

Foto pengamatan kondisi meteorologi skala mikro di permukiman dengan klasifikasi

kepadatan bangunan tinggi yang berlokasi di Jln. Pulau Batam I, Pemecutan Kelod,

Denpasar.

(Sumber : Hasil dokumentasi, 2015)

Foto pengamatan kondisi meteorologi skala mikro di permukiman dengan klasifikasi

kepadatan bangunan sangat padat yang berlokasi di Perumnas Monang-maning, Jln.

Gunung Slamet, Gang X, Desa Tegal Harum, Denpasar

(Sumber : Hasil dokumentasi,2015).

Page 165: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

146

Foto pengambilan image fish-eye untuk pengukuran SVF di permukiman

dengan klasifikasi kepadatan bangunan tinggi yang berlokasi di Jln. Gunung

Patas, Br. Tegal Buah, Padangsambian, Denpasar.

(Sumber : Hasil dokumentasi, 2015)

Foto pengambilan image fish-eye untuk pengukuran SVF di permukiman

dengan klasifikasi kepadatan bangunan sangat padat yang berlokasi di

Perumahan Taman Gunung Batur, Jln. Gunung Batur, Pemecutan, Denpasar.

(Sumber : Hasil dokumentasi, 2015)

Page 166: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

147

Foto pengambilan image fish-eye untuk pengukuran SVF di permukiman dengan

klasifikasi kepadatan bangunan tinggi yang berlokasi di Jln. Pulau Batam I,

Pemecutan Kelod, Denpasar.

(Sumber : Hasil dokumentasi, 2015)

Foto pengambilan image fish-eye untuk pengukuran SVF di permukiman dengan

klasifikasi kepadatan bangunan sangat padat yang berlokasi di Perumnas Monang-

maning, Jln. Gunung Slamet, Gang X, Desa Tegal Harum, Denpasar.

(Sumber : Hasil dokumentasi, 2015)

LAMPIRAN 9

PETA ORIENTASI KECAMATAN DENPASAR BARAT

Page 167: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

148

(Sumber : www.denpasarkota.go.id, 2015)

LAMPIRAN 10

PETA PEMANFAATAN RUANG TAHUN 2010

Page 168: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

149

(Sumber : www.denpasarkota.go.id, 2015)

LAMPIRAN 11

PETA SEBARAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA DI KECAMATAN

DENPASAR BARAT

Page 169: status thermal comfort pada lingkungan atmosfer permukiman di

150

(Sumber : www.denpasarkota.go.id, 2015)