ruang-9
TRANSCRIPT
-
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2
Makalah Pendamping: Matematika 3 233
ANOVA UNTUK ANALISIS RATA-RATA RESPON MAHASISWA KELAS
LISTENING
Novatiara Fury Pritasari
1), Hanna Arini Parhusip
2), Bambang Susanto
3)
1) Mahasiswa Program Studi Matematika FSM UKSW 2), 3)
Dosen Program Studi Matematika FSM UKSW
Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Kristen Satya Wacana
Jl. Diponegoro 52-60 Salatiga 50711 1)
Abstract
Data pengukuran berulang (repeated measures) memiliki struktur data longitudinal. Dalam
makalah ini, data longitudinal yang dianalisa adalah data hasil penyebaran kuesioner
mahasiswa FBS UKSW pada 2 kelas Listening FBS UKSW yang berbeda selama 3 kali
pertemuan (3 minggu). Adapun tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui apakah ada
perbedaan yang signifikan antara respon mahasiswa kelas Listening terhadap pertanyaan yang
diteliti pada setiap kelas menggunakan one-wayrepeated measures dan dua kelas yang bebeda
menggunakan two-way repeated measures. Analisis data menggunakan program SPSS 16.0
sebagai alat bantu. Berdasarkan pengujian one-way repeated measures, pada Kelas A ada
perbedaan yang signifikan yaitu ada perbedaan respon minggu kedua dengan minggu ketiga.
Sedangkan respon mahasiswa pada Kelas B tidak berbeda secara signifikan. Pada pengujian
two-way repeated measuresada perbedaan respon Kelas A dan Kelas B, tetapi tidak ada
perbedaan respon mahasiswa dari minggu pertama sampai minggu ketiga. Untuk interaksi
Kelas dan Rata-rata respon mahasiswa menunjukkan bahwa respon mahasiswa tergantung pada
dua kelas yang berbeda.
Kata Kunci:One-way repeated measures, two-way repeated measures
PENDAHULUAN
Pritasari dkk (2013) telah membahas perbedaan respon mahasiswa kelas Listening antar dua
minggu yang berbeda dalam tiga minggu yang bertujuan untuk mengetahui perbedaan respon
mahasiswa menggunakan paired comparisons. Pada pengujian tersebut disimpulkan bahwa pada
kelas A minggu ke-1 dengan minggu ke-3 tidak ada perbedaan respon mahasiswa. Tetapi pada
minggu ke-1 dengan minggu ke-2 dan minggu ke-2 dengan minggu ke-3 ada perbedaan respon.
Sedangkan pada kelas B tidak ada perbedaan respon mahasiswa pada minggu ke-2 dengan minggu
ke-3, tetapi pada minggu ke-1 dengan minggu ke-2 dan minggu ke-1 dengan minggu ke-3 ada
perbedaan respon. Hal ini juga diperkuat dengan hasil analisa penghitungan daerah konfidensi
95%.
Dalam makalah ini ANOVA digunakan untuk menganalisis data yang sama.ANOVA adalah
suatu metode untuk menguji hipotesis kesamaan rata-rata dari tiga atau lebih populasi. Analisis
terhadap data pengukuran berulang tersebut dilakukan untuk menyelidiki apakah ada perbedaan
yang signifikan antara respon mahasiswa kelas Listening pada setiap kelas dan dua kelas yang
berbedamenggunakan one-wayrepeated measures dan two-way repeated measures. Program SPSS
16.0 digunakan sebagai alat bantu untuk melakukan analisis data.
-
Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
234 Makalah Pendamping: Matematika 3
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif.
Waktu dan Tempat Penelitian
Penyebaran kuesioner dilakukan pada kelas Listening Fakultas Bahasa dan Sastra (FBS)
UKSW selama tiga kali pertemuan pada setiap hari Senin tanggal 11, 18, dan 25 Februari 2013
untuk kelas A. Sedangkan untuk kelas B setiap hari Kamis tanggal 14, 21, dan 28 Februari 2013.
Target atau Subjek Penelitian
Subjek dari penelitian ini adalah mahasiswa baru kelas Listening FBS UKSW pada dua
kelas yang berbeda.
Data dan Teknik Pengumpulan Data
Data yang digunakan adalah data sekunder dari penelitian Rahandika(2013). Data tersebut
diperoleh melalui penyebaran kuesioner yang berisi 13 pertanyaan yang sama di setiap minggu
untuk 29 mahasiswa pada 2 kelas Listening FBS-UKSW selama tiga kali pertemuan. Isi
kuesioner mengenai persepsi mahasiswa tentang variasi latihan pada kelas Listening. Jenis data
adalah data skala 1-5 (skala likert) sebagai skala untuk menyatakan berturut-turut sangat tidak
setuju hingga sangat setuju.
Teknik Analisis Data
ANOVA adalah suatu modelyangcukup komprehensif untukmendeteksi perbedaan
kelompok pada variabel terikat tunggal. Teknik yang lebih umum biasa dikenal sebagai multivariat
analisis varians (MANOVA). MANOVA dapat dianggap sebagai ANOVA untuk situasi dimana
ada beberapa variabel terikat. Pada Tabel 1 dijelaskan perbedaan dari ANOVA dan MANOVA.
Informasi lebih lengkap dapat dilihat di Field(2009) dan Stevens (2009).
Tabel 1. Perbedaan ANOVA dan MANOVA
ANOVA MANOVA
Hanya satu variabel terikat Beberapa variabel terikat
Menguji perbedaan mean pada
variabel terikat untuk beberapa
variabel bebas
Menguji perbedaan vektor mean
beberapa variabel terikat
Sedangkan perbedaan one-way repeated measures dan two-way repeated measures hanya
pada variabel bebas. One-way repeated measures menggunakan satu variabel bebas dan two-way
repeated measures menggunakan dua variabel bebas.
a. Repeated Measures (Pengukuran Berulang) ANOVA
Repeated measures adalah pengukuran berulang terhadap sekumpulan obyek atau partisipan
yang sama. Pada prinsipnya Repeated Measures ANOVA sama dengan paired t-test untuk
membandingkan rata-rata dua sampel yang saling berhubungan. Perbedaannya dengan ANOVA
-
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2
Makalah Pendamping: Matematika 3 235
adalah sampel uji ini adalah sampel pengukuran berulang, sementara ANOVA mensyaratkan
sampel bebas.
One-way repeated measures ANOVA biasanya digunakan untuk membandingkan nilai
disain sebelum dan sesudah partisipan yang sama pada satu grup. Sedangkan two-way repeated
measures ANOVA membandingkan pada dua grup. (Web 4)
Dalam disain general linear model repeated measures, level dari within subject factor
mewakili beberapa pengamatan dari skala waktu ke waktu dalam kondisi yang berbeda. Ada 3 jenis
tes yang dilakukan jika within subject factormemiliki lebih dari dua level, yaitustandar univariat uji
F, uji univariat alternatif, dantes multivariat. Tiga jenistes ini mengevaluasi hipotesis yang sama,
rata-rata populasisama untuk semua level pada faktor (Web 1).
Standarunivariatuji F ANOVAtidak dianjurkanketikawithin subject factormemiliki lebih
daridua levelkarenapadaasumsitersebut, asumsi Sphericity umumnyadilanggardanuji F
ANOVAmenghasilkan p-value yangakuratsejauhasumsiini dilanggar.
Tes univariat alternatif memperhitungkan pelanggaran asumsi Sphericity. Tes ini menggunakan
penghitungan statistik F yang sama dengan standar univariat tes. Namun p-value berpotensi
berbeda. Dalam menentukan p-value, sebuah epsilon statistikdihitung berdasarkan data sampel
untuk mengetahui derajat yang melanggar asumsi Sphericity. Pembilang dan penyebut derajat
kebebasan uji standar dikalikan dengan epsilon untuk mendapatkan serangkaian derajat
kebebasanyang sudah dikoreksi untuk membuat nilai F yang baru dan menentukan p-value.
Uji multivariat tidak memerlukan asumsi Sphericity. Perbedaan nilai
dihitung dengan membandingkan nilai-nilai dari berbagai levelwithin subject factor.Misalnya
untuk within subject factor dengan tiga level, nilai perbedaan mungkin
dihitung antara level pertama dengan kedua dan antara level kedua dengan ketiga. Uji
multivariat kemudian akan mengevaluasi apakah rata-rata populasi untuk nilai perbedaan kedua
pasangan secara simultan sama dengan nol. Tes ini tidak hanyamengevaluasi rata-rata terkait
dengan dua pasangan nilai perbedaan, tetapi juga mengevaluasi apakah rata-rata dari nilai
selisih antara level pertama dan ketiga faktor tersebut sama dengan nol sebagaikombinasi linier
dari nilai perbedaan.
Menurut Carey (1998), semua perhitungan statistik multivariat didasarkan pada akar-akar
karakteristik dari matriks A yang dibentuk dari
= 1 (1)
dengan H : matriks varians-kovarians perlakuan pada MANOVA
E : matriks varians-kovarians error pada MANOVA.
Dalam uji multivariat sendiri ada beberapa uji yang digunakan, yaitu:
Wilks Lamda
-
Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
236 Makalah Pendamping: Matematika 3
Statistik uji digunakan jika asumsi homogenitas dipenuhi. Nilai Wilks Lamda berkisar
antara 0-1. Statistik uji ini yang sering dipakai (Web 2). Statistik uji Wilks Lamda dirumuskan
sebagai:
=
+ =
1
1+
=1 (2)
dengan : Wilks Lamda; : determinan dari matriks E; : banyaknya akar-akar karakteristikdari
matriks A; : akar-akar karakteristik ke-i matriks A.
Statistik Wilks Lamda di atas dapat ditransformasikan menjadi suatu statistik yang
berdistribusi F. Khususnya
Kasus 1: = 1, 2
1
1 ~ 1, . (3)
Kasus 2: 1, = 2
1
1
1 ~ ,1 (4)
dengan : banyaknya variabel; : banyaknya grup; : banyaknya partisipan.
Informasi lebih lanjut dapat dilihat pada Patel dkk (2013).
Pillais Trace
Statistik uji ini paling cocok digunakan jika asumsi homogenitas tidak dipenuhi (Web 2).
Statistik uji Pillais Trace dirumuskan sebagai:
= + 1 =
1+
=1 . (5)
Beberapa ahli statistik menganggapnya paling kuat dari 4 statistik yang lain.
Adapun aturan pengujiannya adalah tolak 0 ketika , dengan nilai diperoleh dari tabel nilai
kritis statistik tersebut (Giri, 2004).
Hotellings Trace
Statistik uji ini jarang digunakan oleh para ahli (Web 2). Berikut rumus dari Hotellings
Trace:
= 1 = =1 . (6)
Statistik Hotellings Trace di atas dapat ditransformasikan menjadi suatu statistik yang
berdistribusi F (Web 3). Khususnya
12
,1 ~1 ,2 , (7)
dimana 1 = 1 dan 2 = 1 , 1 , dengan p : akar-akar karakteristik dari matriks
A; n : banyaknya partisipan.
Adapun aturan pengujiannya adalah tolak 0 ketika , dengan nilai diperoleh dari
tabel nilai kritis statistik tersebut (Giri, 2004).
Roys Largest Root
-
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2
Makalah Pendamping: Matematika 3 237
Roys Largest Root digunakan jika asumsi dipenuhi dan berkorelasi dengan kuat. Tetapi uji
ini harus hati-hati dalam penggunaanya (Web 2).
= . (8)
Adapun aturan pengujiannya adalah tolak 0 ketika , dengan nilai
diperoleh dari tabel nilai kritis statistik tersebut (Giri, 2004).
Keempat tes multivariat tersebut menggunakan uji statistik sebagai berikut:
0: 1 = 2 = = (tidak ada perbedaan antar perlakuan)
: 1 2 (setidaknya ada perbedaan antar dua perlakuan).
Kriteria pengujiannya tolak 0 jika p-value < 0.05 dan > .
b. Sphericity
Pada dasarnya, asumsi Sphericitymengacu padakesamaanvariansdariperbedaan diantaralevel
pada faktorrepeated measures.Dengan kata lain, kitamenghitungperbedaanantara setiap
pasanganlevelfaktorrepeated measuresdankemudian
menghitungvariansdarinilaiperbedaan.Sphericitymensyaratkan bahwavariansuntuk
setiapnilaiperbedaansama. Kita mengasumsikanbahwa hubunganantara tiap
pasangkelompokadalahsama. Untuk menguji asumsi Sphericity dapat menggunakan tes Mauchly,
uji Greenhouse Geisser dan tes Huynh Feldt.
Hipotesis untuk Sphericity:
0: 122 = 13
2 = 232 (tidak ada perbedaan yang signifikan diantara varians perbedaan)
: 122 13
2 232 (ada perbedaan yang signifikan diantara varians perbedaan)
dengan 1 2 : perbedaan level 1 dengan level 2 pada faktorrepeated measure
1 3 : perbedaan level 1 dengan level 3 pada faktorrepeated measure
2 3 : perbedaan level 2 dengan level 3 pada faktorrepeated measure.
Kriteria pengujiannya tolak 0 jika hasil p-value dari Mauchly Tests< 0.05, yang artinya
bahwa ada perbedaan yang signifikan diantara varians perbedaan, dengan kata lain bahwa kondisi
Sphericity tidak ditemui (Field, 2012). Jika tes Mauchly dari Sphericity tidak signifikan, maka tes
within-subjects effects dapat dilakukan. Sedangkan jika tes Mauchly dari Sphericity signifikan, tes
multivariat yang digunakan (Ho, 2006).
Jika data melanggar asumsi Sphericity, ada beberapa pembenaran yang dapat diterapkan
untuk menghasilkan rasio Fyang valid. SPSS membuat tiga pembenaran berdasarkan perkiraan
Sphericity yang dianjurkan oleh Greenhouse Geisser dan Huynh Feldt. Kedua perkiraan ini
menimbulkan faktor koreksi yang diterapkan pada derajat kebebasan yang digunakan untuk menilai
rasio Fyang telah diteliti.
Koreksi Greenhouse Geisser biasanya dilambangkan dengan bervariasi antara 1
1 dan 1,
dimana k adalah jumlah kondisi repeated measures. Semakin dekat ke 1, varians dari perbedaan
semakin homogen.
-
Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
238 Makalah Pendamping: Matematika 3
Ketika estimasi Greenhouse Geisser lebih besardari 0,75 maka hipotesis nol ditolak. Ketika
perkiraan Sphericity lebihbesar dari 0.75 maka koreksi Huynh Feldtharus digunakan, tetapi ketika
perkiraan Sphericity kurang dari 0,75 atau Sphericity sama sekali tidak diketahui maka koreksi
Greenhouse Geisser harus digunakansebagai gantinya(Field, 2009).
c. Pengukuran Pengaruh atau Dampak
Ukuran pengaruh keseluruhan untuk pendekatan univariat adalah parsial eta kuadrat 2
dan dapat dihitung menggunakan persamaan berikut:
Parsial2 =
+. (9)
Ukuran pengaruh keseluruhan untuk uji multivariat terkait dengan Wilks Lamda adalah
multivariat eta kuadrat dan dapat dihitung menggunakan persamaan berikut:
Multivariat2 = 1 . (10)
Nilai parsial eta kuadrat dan multivariat eta kuadrat berkisar antara 0 sampai 1. Nilai 0
menunjukkan tidak ada hubungan antara faktor repeated measures dan variabel terikat, sedangkan
nilai 1 menunjukkan adanya hubungan yang kuat. (Web 1)
d. Pairwise Comparisons
Desain within-subjects direkomendasikan menggunakan pendekatan Bonferroni.
Pendekatan ini harus digunakan terlepas dari apakah peneliti merencanakan untuk menguji semua
perbandingan berpasangan atau hanya membuat keputusan untuk memeriksa data (Maxwell dkk,
2004)
Uji statistik disusun sebagai berikut:
0 : 1 = 2 = = (tidak ada perbedaan antar perlakuan)
: 1 2 (ada perbedaan antar perlakuan).
Kriteria pengujiannya tolak 0 jika p-value < 0.05.
Prosedur
a. Variabel Penelitian
1. Variabel terikat (level) : banyaknya perlakuan, yaitu minggu pertama, minggu kedua dan
minggu ketiga.
2. Variabel bebas (faktor repeated measures) :
One-way repeated measures: rata-rata respon mahasiswa.
Two-way repeated measures : kelas dan rata-rata respon mahasiswa.
b. Langkah-langkah dalam Analisis Data
1. Menghitung rata-rata respon tiap mahasiswa pada tiap minggu.
2. Menganalisa hasil Sphericity. Jika signifikan (p-value< 0.05) dilanjutkan tes multivariat,
sebaliknya jika tidak signifikan dilanjutkan tes within-subject effects.
-
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2
Makalah Pendamping: Matematika 3 239
3. Jika dilanjutkan tes multivariat, setelah itu menganalisa keempat uji pada tes multivariat.
Tolak Ho saat p-value < 0.05 dan sebaliknya. Untuk memperkuat hasil tersebut,kemudian
menghitung nilai-nilai dari keempat uji menggunakan persamaan (1), (2) , (5), (6) dan (8).
Statistik uji yang dianalisis adalah Wilks Lamda sehingga untuk menghitung penolakan Ho
digunakan persamaan (3) dan (4). Tolak Ho saat > dan sebaliknya.
4. Jika dilanjutkan tes within-subject effects, setelah itu menganalisa p-value dari Greenhouse
Geisser dan Huynh-Feldt. Tolak Ho saat p-value < 0.05 dan sebaliknya. Untuk
memperkuat hasil tersebut, kemudian membuat perubahan derajat kebebasan untuk
pembilang dan penyebut yang baru.
5. Menghitung pengaruh faktor dari repeated measures menggunakan persamaan (9) atau
(10).
6. Menganalisa hasil p-value dari Pairwise Comparisons. Tolak 0 jika p-value < 0.05.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
One-Way Repeated Measures
Kasus 1
Akan diuji apakah ada perbedaan yang signifikan pada Kelas A minggu pertama, minggu
kedua dan minggu ketiga. Hasil dari analisis mengindikasikan bahwa tes Mauchlydari Sphericity
signifikan (p-value = 0 < 0.05). Artinya bahwa ada perbedaan yang signifikan diantara varians
perbedaan, dengan kata lain bahwa kondisi Sphericity tidak ditemui. Oleh karena itu, teswithin-
subject effects tidak dapat digunakan, tetapi yang dapat digunakan adalah tes multivariat.
Dari Tabel 2a dapat disimpulkan bahwa rata-rata minggu pertama sampai rata-rata minggu
ketiga semakin meningkat, tetapi perbedaannya tidak terlalu jauh. Sedangkan standart deviasi dari
minggu pertama sampai minggu ketiga semakin menurun.
Tabel 2a. Rata-rata dan standar deviasi
Kelas A
Mean Standart Deviasi
Minggu pertama 4.019 0.396
Minggu kedua 4.098 0.296
Minggu ketiga 4.223 0.232
Tabel 2b. Hasil dari tes multivariat untuk
Kelas A minggu pertama, kedua dan ketiga
Untuk mengetahui apakah rata-rata dari minggu pertama sampai minggu ketiga berbeda
secara signifikan, dapat dilakukan tes multivariat dengan melihat Tabel 2b. Dari semua uji
diperoleh kesimpulan bahwa semua menolak Ho karena semua uji menghasilkan p-value yang
Nama Uji p-value
Pillais Trace 0.008
Wilks Lamda 0.008
Hotellings Trace 0.008
Roys Largest Root 0.008
-
Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
240 Makalah Pendamping: Matematika 3
sama yaitu 0.008 < 0.05. Maka ada perbedaan yang signifikan antara rata-rata respon
mahasiswa pada minggu pertama sampai minggu ketiga.
Pada tes multivariat yang meliputi uji Pillais Trace, Wilks Lamda, Hotellings Trace
dan Roys Largest Root, nilai-nilai dari keempat uji tersebut juga digunakan untuk memperkuat
hasil hipotesis. Setiap uji dapat dihitung nilainya dengan menghitung akar-akar karakteristik
terlebih dahulu. Dengan menggunakan persamaan (1) dapat diperoleh:
= 0.605 0.0770.077 0.010
, = 3.262 1.8761.876 2.305
dan 1 = 0.5763 0.46910.4691 0.8156
.
Sehungga matriks = 0.3848 0.34660.0491 0.0443
dan didapatkan akar-akar karakteristik 0.42900.0001
.
Setelah akar-akar karakteristik diperoleh maka uji-uji dalam tes multivariat dapat dihitung
menggunakan persamaan (2), (5), (6) dan (8) sehingga diperoleh:
=1
1+0.4290 .
1
1+0.0001= 0.6997; =
0.4290
1+0.4290+
0.0001
1+0.0001= 0.3003
= 0.4290 + 0.0001 = 0.4291; = 0.4290.
Dalam kasus ini yang dianalisis adalah 1 variabel dan 3 grup. Dari persamaan (3) diperoleh
statistik F (hanya untuk Wilks Lamda karena uji yang lain tabel nilai kritis tidak diketahui)
= 10.6997
0.6997
293
31 = 5.5794.
Dengan = 0.05 diperoleh nilai dari yaitu 31,293 = 2,26 = 3.37. Jadi 0 ditolak
karena > . Artinya bahwa ada perbedaan yang signifikan antara rata-rata respon
mahasiswa pada minggu pertama sampai minggu ketiga.
Kemudian mengukur pengaruh rata-rata respon mahasiswa tersebut menggunakan
multivariat eta kuadrat sehingga diperoleh
Multivariat2 = 1 0.6997 = 0.3003.
Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara rata-rata respon mahasiswa
dan perlakuan yang diberikan setiap minggunya.
Tabel 2d menunjukkan semua perbandingan berpasangan (dengan interval konfidensi
Bonferroni) diantara 3 level. Dengan membandingkan respon setiap minggunya, kita dapat
memasang-masangkan data rata-rata respon antar minggu pertama sampai minggu ketiga.
Tabel 2d. Hasil analisa perbandingan berpasangan Kelas A
Respon mahasiswa p-value Analisa
Minggu ke-1 dan ke-2 1 0 diterima
Minggu ke-1 dan ke-3 0.092 0 diterima
Minggu ke-2 dan ke-3 0.042 0 ditolak
-
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2
Makalah Pendamping: Matematika 3 241
Dapat dilihat dari Tabel 2d, dengan = 5% maka rata-rata respon mahasiswa minggu
kedua dan minggu ketiga berbeda secara signifikan (p-value< 0.05). Rata-rata respon
mahasiswa minggu pertama dengan minggu kedua dan rata-rata respon minggu pertama dengan
minggu ketiga tidak berbeda secara signifikan (p-value> 0.05).
Kasus 2
Akan diuji apakah ada perbedaan yang signifikan pada Kelas B minggu pertama,
minggu kedua dan minggu ketiga. Dari hasil analisis mengindikasikan bahwa tes Mauchlydari
Sphericity tidak signifikan (p-value= 0.299 > 0.05). Hasiltes within-subject
effectsmengindikasikan bahwa within-subjects variabel rata-rata respon mahasiswa tidak
signifikan karena p-value = 0.736 >0.05. Artinya, tidak ada perbedaan yang signifikan diantara
varians perbedaan dari minggu pertama, minggu kedua dan minggu ketiga.
Setelah hasil tes Mauchlydari Sphericity sudah diperoleh, kemudian dari tes within-
subject effects dibuat sebuah perubahan derajat kebebasan untuk pembilang dan penyebut. Hal
ini dapat diperoleh dengan mengalikan kedua nilai ini menggunakan Huynh-Feldt karena
perkiraan Sphericity lebih dari 0.75. Perubahan derajat kebebasan pembilangnya adalah
2 0.921 = 1.966. Rasio F = 0.308 harus dievaluasi dengan derajat kebebasan yang baru ini.
Setelah dihitung dengan derajat kebebasan yang baru diperoleh F yang sama yaitu 0.308 dan p-
value = 0.733 > 0.05. Ternyata setelah dievaluasi dengan derajat kebebasan yang baru tetap
memperoleh kesimpulan yang sama dengan sebelumnya, yaitu tidak ada perbedaan yang
signifikan diantara varians perbedaan dari minggu pertama, minggu kedua dan minggu ketiga.
Dari Tabel 3a dapat disimpulkan bahwa rata-rata minggu pertama sampai rata-rata
minggu ketiga perbedaannya tidak terlalu jauh.
Tabel 3a. Rata-rata dan standar deviasi
Kelas B
Mean Standar deviasi
Minggu pertama 3.939 0.300
Minggu kedua 3.989 0.184
Minggu ketiga 3.955 0.219
Tabel 3b. Hasil analisa perbandingan
berpasangan Kelas B
Respon mahasiswa p-value Analisa
Minggu ke-1 dan ke-2 1 0 diterima
Minggu ke-1 dan ke-3 1 0diterima
Minggu ke-2 dan ke-3 1 0 diterima
Kemudian mengukur pengaruh rata-rata respon mahasiswa tersebut menggunakan
parsial eta kuadrat sehingga diperoleh
Partial2 =
0.038
0.038+3.500= 0.011.
Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara rata-rata respon mahasiswa
dan perlakuan yang diberikan setiap minggunya.
-
Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
242 Makalah Pendamping: Matematika 3
Tabel 3b menunjukkan semua pairwise comparisons (dengan interval konfidensi
Bonferroni) diantara 3 level. Dengan membandingkan setiap minggunya, kita dapat memasang-
masangkan data rata-rata antar minggu pertama sampai minggu ketiga.
Dapat dilihat dari Tabel 3b dengan = 5% maka rata-rata respon mahasiswa minggu
pertama, kedua dan ketiga tidak berbeda secara signifikan (p-value> 0.05).
Two-Way Repeated Measures
Akan diuji apakah ada perbedaan yang signifikan interaksi respon dari mahasiswa pada
Kelas A dan Kelas B pada minggu pertama, minggu kedua dan minggu ketiga.Dari Tabel 4a,
variabel Kelas menghasilkan hasil yang sangat signifikan untuk semua tes multivariat dengan p-
value = 0 < 0.05. Artinya ada perbedaan respon Kelas A dan Kelas B.Dari Tabel 4b dapat
dilihat bahwa pada respon Kelas A lebih besar daripada rata-rata respon Kelas B.
Tabel 4a. Hasil tes multivariat Kelas A dan
B untuk variabel Kelas
Nama Uji p-value
Pillais Trace 0
Wilks Lamda 0
Hotellings Trace 0
Roys Largest Root 0
Tabel 4b. Perbedaan rata-rata respon Kelas
A dan B untuk variabel Kelas
Kelas Mean
A 4.113
B 3.961
Selanjutnya diuji variabel Rata-rata respon mahasiswa.Padates MauchlydariSphericity
menghasilkan nilai 0.731, dan signifikan karena p-value = 0.015 < 0.05. Asumsi Sphericity
dilanggar, maka harus menginterpretasi tes multivariat. Keempat tes multivariat pada Tabel 4c
menunjukkan bahwa variabel Rata-rata respon mahasiswa tidak signifikan. Hal ini dapat dilihat
dari p-value = 0.170 > 0.05 yang artinya tidak ada perbedaan rata-rata respon mahasiswa dari
minggu pertama sampai minggu ketiga. Tetapi dari Tabel 4ddapat dilihat bahwa rata-rata respon
mahasiswa minggu pertama, minggu kedua dan minggu ketiga semakin meningkat.
Tabel 4c. Hasil tes multivariat rata-rata
respon mahasiswa
Nama Uji p-value
Pillais Trace 0.170
Wilks Lamda 0.170
Hotellings Trace 0.170
Roys Largest Root 0.170
Tabel 4d. Rata-rata respon mahasiswa
Respon mahasiswa Mean
Minggu ke-1 3.979
Minggu ke-2 4.044
Minggu ke-3 4.089
-
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2
Makalah Pendamping: Matematika 3 243
Untuk interaksi Kelas dengan Rata-rata respon mahasiswa, tes Mauchlydari Sphericity
menghasilkan nilai 0.454 dan signifikan karena p-value = 0.042 < 0.05. Asumsi Sphericity juga
dilanggar, maka harus menginterpretasi tes multivariat. Keempat tes multivariat pada Tabel 4e
menunjukkan bahwa efek interaksi signifikan karena p-value = 0.023 < 0.05. Hal ini
menunjukkan bahwa respon mahasiswa tergantung pada dua kelas yang berbeda.
Tabel 4e. Hasil tes multivariat dari interaksi Kelas dengan Rata-rata respon mahasiswa
Nama Uji p-value
Pillais Trace 0.023
Wilks Lamda 0.023
Hotellings Trace 0.023
Roys Largest Root 0.023
Nilai-nilai dari keempat uji pada tes multivariat yang meliputi uji Pillais Trace, Wilks
Lamda, Hotellings Trace dan Roys Largest Root untuk interaksi Kelas dengan Rata-rata
respon mahasiswa juga digunakan untuk memperkuat hasil hipotesis. Setiap uji dapat dihitung
nilainya dengan menghitung akar-akar karakteristik terlebih dahulu. Menggunakan persamaan
(1) dapat diperoleh:
= 0.094 0.2930.293 0.907
, = 2.898 1.6951.695 2.717
dan 1 = 0.5433 0.33890.3389 0.5795
.
Sehingga matriks = 0.0482 0.13790.1482 0.4263
dan didapatkan akar-akar karakteristik
0.00030.3784
. Setelah akar-akar karakteristik diperoleh maka uji-uji dalam tes multivariat dapat
dihitung menggunakan persamaan (2), (5), (6) dan (8) sehingga diperoleh:
=1
10.0003 .
1
1+0.3784= 0.7257; =
0.0003
10.0003+
0.3784
1+0.3784= 0.2742
= 0.0003 + 0.3784 = 0.3781; = 0.3784.
Dalam kasus ini yang dianalisis adalah 3 variabel dan 2 grup. Dari persamaan (4) diperoleh
statistik F (hanya untuk Wilks Lamda karena uji yang lain tabel nilai kritis tidak diketahui)
= 10.7253
0.7253
2931
31 = 4.7342.
Dengan = 0.05 diperoleh nilai dari yaitu ,1 = 3,25 = 2.99. Jadi 0
ditolak karena > . Hal ini menunjukkan bahwa respon mahasiswa tergantung pada
dua kelas yang berbeda.
Kemudian mengukur pengaruh interaksi Kelas dengan Rata-rata respon mahasiswa
tersebut menggunakan multivariat eta kuadrat sehingga diperoleh
Multivariat2 = 1 0.7257 = 0.2743.
Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara Kelas dengan Rata-rata
respon mahasiswa terhadap perlakuan yang diberikan setiap minggunya.
-
Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
244 Makalah Pendamping: Matematika 3
Gambar 1. Grafik rata-rata respon mahasiswa pada Kelas A dan Kelas B
Gambar 1 menunjukkan bahwa rata-rata respon mahasiswa yang diberikan pada 3
minggu tergantung pada perbedaan kelas. Pada kelas A, rata-rata respon mahasiswa semakin
meningkat tetapi pada kelas B rata-rata respon mahasiswa meningkat dan mengalami penurunan
lagi pada minggu ketiga.
Tabel 4f. Hasil analisa perbandingan berpasangan minggu pertama sampai minggu ketiga
Respon mahasiswa p-value Analisa
Minggu ke-1 dan ke-2 1 0 diterima
Minggu ke-1 dan ke-3 0.248 0 diterima
Minggu ke-2 dan ke-3 0.868 0 diterima
Tabel 4f menunjukkan semua perbandingan berpasangan antara dua kelas dan rata-rata
respon mahasiswa tiga minggu dengan menggunakan interval konfidensi Bonferroni 95%.
Dapat dilihat dari Tabel 4f dengan = 5%, rata-rata respon mahasiswa di Kelas A dan Kelas B
pada minggu pertama, kedua dan ketiga tidak berbeda secara signifikan (p-value> 0.05). Artinya
tidak ada perbedaan rata-rata respon mahasiswa di minggu pertama sampai ketiga.
SIMPULAN
Pada makalah ini telah dibahas studi tentang respon mahasiswa dengan metode one-way
dan two-wayrepeated measures untuk dua kelas Listening FBS-UKSW. Berdasarkan hasil yang
diperoleh dapat disimpulkan bahwa:
One-wayRepeated Measures
Pada kelas A
Berdasarkan tes multivariat, ada perbedaan yang signifikan antara rata-rata respon
mahasiswa pada minggu pertama sampai minggu ketiga. Tetapi varians dari minggu
pertama, minggu kedua dan minggu ketiga tidak berbeda secara signifikan. Dari hasil
parsial eta kuadrat menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara rata-rata respon
mahasiswa dan perlakuan setiap minggunya. Dalam pengujian pairwise comparisons,
-
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2
Makalah Pendamping: Matematika 3 245
respon minggu kedua dengan respon minggu ketiga berbeda secara signifikan sedangkan
respon minggu pertama dengan minggu kedua dan respon minggu pertama dengan
minggu ketiga tidak berbeda secara signifikan.
Pada kelas B
Berdasarkan tes within-subject effects, varians dari minggu pertama, minggu kedua dan
minggu ketiga tidak berbeda secara signifikan. Dari hasil parsial eta kuadrat menunjukkan
bahwa tidak ada hubungan antara rata-rata respon mahasiswa dan perlakuan setiap
minggunya. Dalam pengujian pairwise comparisons, rata-rata respon mahasiswa minggu
pertama, kedua dan ketiga juga tidak berbeda secara signifikan.
Two-way Repeated Measures
Berdasarkan uji yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan respon
Kelas A dengan Kelas Btetapi tidak ada perbedaan respon mahasiswa dari minggu pertama
sampai minggu ketiga. Untuk interaksi Kelas dengan Rata-rata respon mahasiswa menunjukkan
bahwa respon mahasiswa tergantung pada dua kelas yang berbeda. Pengujian Pairwise
Comparisonsyang dilakukan untuk dua kelas yang berbeda mengindikasikan tidak ada
perbedaan antara respon mahasiswa di minggu pertama sampai ketiga.
DAFTAR PUSTAKA
Carey, G. (1998). Multivariate Analysis of Variance (MANOVA): I. Theory. Diakses tanggal 1
November 2013 pukul 12.40 WIB dari
http://ibgwww.colorado.edu/~carey/p7291dir/handouts/manova1.pdf.
Field, A. (2009). Discovering Statistics Using SPSS. (3thed.). India : Sage.
Field, A. (2012). Discovering Statistics Repeated Measures ANOVA. Diakses tanggal 29
Oktober 2013 dari http://www.discoveringstatistics.com.
Giri, N.C. (2004). Multivariate Statistical Analysis. (2nd
ed). New York : Marcel Dekker.
Ho, R. (2006). Handbook of Univariate and Multivariate Data Analysis and Interpretation with
SPSS. New York : Chapman & Hall/CRC Taylor & Francis Group.
Maxwell, S.E. & Delaney, H.D. (2004). Designing Experiments And Analyzing Data A Model
Comparison Perspective. (2nd
ed.). London: Lawrence Erlbaum Associates.
Patel, S. & Bhavsar, C.D. (2013). Analysis of Pharmocokinetic Data by Wilks Lamda (An
Important Tool of Manova). International Journal of Pharmaceutical Science Invention,
Vol. 2, 36-44.
Pritasari, N.F., Parhusip, H.A. & Susanto, B. (2013). Analisis Respon Mahasiswa Kelas
Listening Menggunakan Metode Paired Comparisons. Prosiding, Seminar Nasional
Matematika VII yang diselenggarakan oleh Jurusan Matematika FMIPA dan Prodi
Pendidikan Matematika Program Pascasarjana UNNES tanggal 26 Oktober 2013.
Semarang: Universitas Negeri Semarang.
-
Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
246 Makalah Pendamping: Matematika 3
Rahandika, A. (2013). The Students Perceptions toward Different Task Types in Public
Listening Class. Skripsi. Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris, Fakultas Bahasa dan
Sastra, Universitas Kristen Satya Wacana. Salatiga.
Stevens, J.P. (2009). Applied Multivariate Statistics For The Social Sciences. (5thed.). New
York : Routledge Taylor & Francis Group.
Web 1: http://oak.ucc.nau.edu/rh232/courses/EPS625/Handouts/RM-
ANOVA/Understanding%20Repeated-Measures%20ANOVA.pdf. Diakses tanggal 30
Oktober 2013 pukul 09.53 WIB.
Web 2:
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=6&cad=rja&ved
=0CFQQFjAF&url=http%3A%2F%2Fwww.chsbs.cmich.edu%2Fk_han%2Fpsy613%2F
manova1.doc&ei=4tZ5UvzpOqzwiQfH-
oCwAw&usg=AFQjCNFOCcK9hRRVQczMgt0tSqX6Al8z5Q&sig2=w5KyDbLxz-Ma-
MqVVyntzA&bvm=bv.55980276,d.aGc. Diakses tanggal 6 November 2013 pukul
12.45 WIB.
Web 3: http://www.stat.ncsu.edu/people/bloomfield/courses/st784/twa-08-3.pdf. Diakses
tanggal 7 November 2013 pukul 08.27 WIB.
Web 4: http://www.zu.ac.ae/main/files/contents/research/training/one-
wayrepeatedmeasureanova.pdf. Diakses tanggal 7 November 2013 pukul 09.12 WIB.
-
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2
Makalah Pendamping: Matematika 3 247
ANALISIS BIPLOT PADA PEMETAAN KARAKTERISTIK KEMISKINAN
DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
Desy Komalasari 1)
, Mustika Hadijati 2)
, Marwan 3)
1) Program Studi Matematika FMIPA UNRAM, email: [email protected] 2) Program Studi Matematika FMIPA UNRAM, email: [email protected]
3) Program Studi Matematika FMIPA UNRAM, email: [email protected] 1), 2), 3). Jln. Majapahit No.62 Mataram- NTB.
Abstrak Penelitian ini bertujuan memberikan inovasi baru mengenai pemetaan
karakteristik kemiskinan pada kabupaten/kota di provinsi Nusa Tenggara Barat,
menggunakan metode analisis Biplot. Analisis Biplot didasarkan pada singular value
decomposition, matriks orthonormal, dan faktorisasi dari matriks data. Penelitian ini
menghasilkan Square Root Biplot (SQRT) atau Biplot Simetri, yaitu grafik Biplot yang
memetakan secara bersamaan kabupaten/kota dengan karakteristik kemiskinan di
provinsi NTB. Analisis Biplot dalam penelitian ini memberikan penyajian yang cukup
baik mengenai informasi data yang sebenarnya berdasarkan nilai 2 sebesar 84,59%. Grafik Biplot menampilkan wilayah yang memiliki kesamaan karakteristik kemiskinan
ada pada kabupaten Bima dan kabupaten Sumbawa, dengan jarak Euclid terdekat
sebesar 0.266. Sedangkan jarak terjauh ada pada kabupaten Lombok Tengah dan kota
Mataram, sebesar 9.779. Keragaman karakteristik kemiskinan ditunjukkan dengan
panjang vektor, vektor terpanjang pada penduduk miskin yang bekerja di sektor
pertanian (7) dan vektor terpendek pada angka partisipasi sekolah penduduk miskin (3).
Kata kunci: Analisis Biplot, Singular Value Decomposition, Karakteristik Kemiskinan.
PENDAHULUAN
Kemiskinan merupakan masalah yang sering dihadapi di setiap daerah di Indonesia
seperti halnya provinsi Nusa Tenggara Barat. Jumlah penduduk miskin di provinsi Nusa
Tenggara Barat (NTB) pada Maret 2011 sebesar 19,73%, dan menurun pada Maret 2012
sebesar 18,63% (Berita Resmi Statistik, 2012). Angka penurunan sebsar 1,10% dipengaruhi
oleh beberapa faktor karakteristik kemiskinan di antaranya faktor sosial ekonomi dan faktor
pendidikan. Penurunan yang kurang signifikan menyebabkan perlunya pemetaan karakteristik
kemiskinan, sehingga upaya pengentasan kemiskinan tepat sasaran. Karakteristik kemiskinan
yang digunakan merupakan data kemiskinan makro. Data kemiskinan makro menunjukkan
jumlah dan persentase penduduk miskin di setiap daerah berdasarkan estimasi. Data ini
digunakan untuk perencanaan dan evaluasi program kemisikinan dengan target geografis. Oleh
karena itu, perlunya dilakukan pemetaan karakteristik kemiskinan pada kabupaten/kota di
Provinsi NTB menggunakan analisis Biplot. Analisis Biplot merupakan teknik statistik
deskriptif dimensi ganda dengan menyajikannya secara visual dan simultan sejumlah objek
pengamatan dan variabel dalam suatu grafik. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini yaitu untuk
mengetahui gambaran pemetaan karakteristik kemiskinan di Provinsi NTB menggunakan
analisis Biplot. Sehingga manfaat dari pemetaan ini dapat digunakan sebagai bahan acuan
Pemerintah Daerah Provinsi NTB untuk melakukan upaya pengentasan kemiskinan yang tepat
sasaran pada karakteristik kemiskinan di wilayah tersebut.
-
Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
248 Makalah Pendamping: Matematika 3
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan aplikatif, yaitu mengaplikasikan
data data numerik ke dalam analisis Biplot. Analisis Biplot adalah salah satu upaya
menggambarkan data - data yang ada pada tabel ringkasan kedalam grafik berdimensi dua.
Grafik yang dihasilkan dari Biplot ini merupakan grafik yang berbentuk bidang datar. Dengan
penyajian seperti ini, ciri-ciri variabel dan objek pengamatan serta posisi relatif antara objek
pengamatan dengan variabel dapat dianalisis (Kohler dan Luniak, 2005).
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juni 2013 sampai dengan bulan Oktober 2013.
Tempat penelitian di Universitas Mataram dan Badan Pusat Statistik Provinsi NTB.
Data Penelitian
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik
(BPS) Provinsi Nusa Tenggara barat. Data yang digunakan yaitu data karakteristik kemiskinan
tahun 2011, terdiri dari 10 kabupaten/kota yang merupakan Objek penelitian dan 10
karakteristik kemiskinan yang merupakan variabel penelitian. Objek penelitian meliputi Kab.
Lombok Barat, Kab. Lombok Tengah, Kab. Lombok Timur, Kab. Sumbawa, Kab. Dompu, Kab.
Bima, Kab. Sumbawa Barat, Kab. Lombok Utara, Kota Mataram, Kota Bima. Variabel
penelitian merupakan karakteristik kemiskinan meliputi Jumlah Penduduk Miskin (1), Angka
Melek Huruf Penduduk Miskin (2), Angka Partisipasi Sekolah Penduduk Miskin (3),
Penduduk miskin yang tidak bekerja (4), Penduduk miskin yang bekerja di sektor Informal
(5), Penduduk miskin yang bekerja di sektor formal (6), Penduduk miskin yang bekerja di
sektor pertanian (7), Penduduk bekerja di bukan sektor pertanian (8), Pengeluaran perkapita
untuk makanan (9), Luas lantai perkapita rumah tangga miskin (10).
Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian ini meliputi observasi pendahuluan, perancangan penelitian,
pengumpulan data, analisis data, interpretasi hasil, dan kesimpulan. Observasi pendahuluan
dilakukan dengan survey data-data yang relevan, dengan tujuan untuk memberikan gambaran
dan informasi mengenai karakteristik kemiskinan di setiap kabupaten/kota di provinsi NTB.
Perancangan penelitian meliputi penetapan rumusan masalah, tujuan penelitian, penentuan alat
dan bahan, pengumpulan data, serta penentuan teknik analisis data. Langkah selanjutnya yaitu
pengumpulan data, data yang dikumpulkan disini adalah data sekunder yang berhubungan
dengan karakteristik kemiskinan. Selanjutnya analisis data menggunakan Biplot, kemudian
-
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2
Makalah Pendamping: Matematika 3 249
interpretasi hasil Biplot yaitu memberikan gambaran atau penjelasan secara deskriptif mengenai
kedekatan antar objek yang diamati, keragaman variabel, hubungan atau korelasi antar variabel,
dan nilai variabel pada suatu objek. Berdasarkan hasil interpretasi akan ditarik kesimpulan
mengenai analisis Biplot terhadap posisi kabupaten/kota terhadap karakteristik yang dimilikinya
serta karakteristik kemiskinan mana saja yang paling dominan di suatu kabupaten/kota di
provinsi NTB.
Teknik Analisis Data
Analisis data menggunakan teknik analisis Biplot. Prosedur analisis biplot meliputi
menentukan matriks data yang dikoreksi terhadap rata-rata (), menentukan matriks ,
menentukan nilai eigen dan vektor eigen, mencari Singular Value Decomposition (SVD) yaitu
mendapatkan matriks U, L dan A, menentukan matriks koordinat dengan yang digunakan
berkisar pada 0 1. Namun nilai yang lazim digunakan dalah = 1; 0.5; dan
0 (Nugroho, 2008). Menentukan matriks G(objek) dan H(variabel) terpilih berdasarkan
, menggambar grafik menggunakan program, interpretasi hasil dan kesimpulan.
Analisis Biplot bertujuan menggambarkan suatu matriks dengan menumpang tindihkan
vektor-vektor baris dengan vektor-vektor kolom matriks. Analisis Biplot didasarkan pada
penguraian nilai-nilai singular (Singular Value Decomposition) dari suatu matriks data yang
telah dikoreksi oleh rataanya. Biplot dibentuk dari suatu matriks data, dimana setiap kolom
mewakili variabel-variabel penelitian, dan setiap baris mewakili objek penelitian.
Misalkan matriks Xadalah matriks yang terdiri dari variabel-variabel sebanyak p dan
objek penelitian sebanyak n. Misalkan matriks Y merupakan hasil dari matriks X yang dikoreksi
terhadap rataannya, maka akan diuraikan menjadi perkalian tiga buah matriks berikut:
() = () (1)
Matriks merupakan nilai singular dengan unsur-unsur diagonalnya akar kuadrat
dari nilai eigen, sedangkan matriks diperoleh dari = . Sehingga = =
, I adalah matriks identitas dan L adalah matriks diagonal berukuran (rxr) dengan unsur-unsur
diagonalnya adalah akar dari nilai eigennilai eigen tak nol yaitu
(Menurut Matjik dan Sumertajaya, 2011)).
Menurut Joellife (1986) dalam Matjik dan Sumertajaya, 2011, dari matriks Y akan
dibentuk matriks G dan H, dimana = dan = dengan besarnya 0
1, yang masing-masing berukuran dan maka persamaan (1) menjadi:
= = (2)
Masing-masing merupakan matriks G baris ke-i , dimana = 1,2, , serta matriks H kolom ke-
j dimana = 1,2, ,, dan r adalah rank matriks data Y. Jika matriks Ymempunyai rank dua,
-
Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
250 Makalah Pendamping: Matematika 3
maka vektor baris dan vektor akan digambarkan dalam dimensi dua. Namun, jika Y
mempunyai rank lebih dari dua maka persamaan di atas menjadi :
=
= (3)
dengan merupakan elemen ke-(i,k) pada matriks U, merupakan elemen ke-(k,j) pada
matriks AT serta
adalah elemen diagonal ke-k matriks Lyang merupakan akar kuadrat nilai
eigen .
Menurut Gabriel (1971) dalam Matjik dan Sumertajaya, 2011, data pengamatan awal
matriks X yang terdiri dari n objek dan p variabel tereduksi menjadi beberapa himpunan data
yang terdiri dari n baris dengan m kolom.
Jika ada sebanyak m kolom yang ditentukan, maka persamaan (2) menjadi;
=
= , < (4)
Persamaan di atas dapat dibentuk sebagai berikut :
=
=
=
=
=
(5)
dengan dan
masing-masing merupakan elemen vektor dan . Jika = 2 pada
persamaan (5) maka dikatakan sebagai Biplot, sehingga dapat dibentuk menjadi :
=
(6)
Dengan merupakan elemen matriks Yberdimensi dua, sedangkan mengandung elemen
dua kolom pertama vektor , dan mengandung dua kolom pertama vektor .
Sehingga dari matriks Y pada dimensi dua diperoleh matriks dengan ukuran tereduksi
yaitu matriks Gdan H sebagai berikut (Johnson danWichern, 2002) :
=
11 12 1
1
2
2
dan =
11 1211
22
Masing-masing pada matriks G dan H merupakan titik-titik koordinat dari n objek dan titik-
titik koordinat dari p variabel.
Rencer (2002), mengemukakan ukuran Biplot dengan pendekatan matriks Y berdimensi
dua dalam bentuk :
2 =(1+ 2)
=1
(7)
-
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2
Makalah Pendamping: Matematika 3 251
Dengan 1 adalah nilai eigen terbesar pertama, 2 adalah nilai eigen terbesar kedua dan
, = 1,2, , adalah nilai eigen ke-k. Apabila nilai 2 mendekati satu, maka Biplot
memberikan penyajian yang semakin baik mengenai informasi data yang sebenarnya.
Biplot mempunyai beberapa tipe. Perbedaan tipe ini berdasarkan pada nilai yang
digunakan. Nilai yang digunakan dalam Biplot adalah 0 1. Namun nilai yang lazim
digunakan dalah = 1; 0.5; dan 0 (Nugroho, 2008).
1) Biplot dengan 1 disebut juga dengan Biplot komponen utama. Jika yang
digunakan adalah = 1 maka Biplot yang dibentuk disebut Biplot RMP (Row Metric
Preserving). Biplot RMP ini digunakan untuk menduga jarak Euclid secara optimal.
Sehingga Biplot untuk = 1 diperoleh:
= = dan = = (8)
Pada kondisi ini jarak Euclid antara dan sama dengan jarak antara dan pada
pengamatan sesungguhnya. Selain itu koordinat merupakan koefisien variabel ke-j
dalam dua komponen utama pertama.
2) Nilai lain yang digunakan dalam pembuatan Biplot yaitu = 0.5. Untuk nilai ini,
Biplot yang dibentuk disebut Biplot Simetri atau Biplot SQRT (Square Root Biplot)..
Biplot untuk = 0.5 diperoleh:
= ,dan = , = , (9)
3) Jika yang digunakan adalah 0, maka akan terbentuk tipe Biplot yang disebut
Biplot CMP (Column Metric Preserving).
Saat = 0 diperoleh matriks G dan H sebagai berikut
diperoleh = = dan = = (10)
sehingga terbentuk =
()
= ()
=
=
= (11)
Matriks U merupakan matriks orthonormal dan = 1 dengan n merupakan
banyaknya objek serta Smerupakan matriks varian kovarian dari matriks Y, sehingga =
1 .Hasil kali elemen akan sama dengan ( 1) kali kovarian variabel ke-j dan
variabel ke-k. Elemen diagonal utama matriks , 112 + 21
2 , ,12 + 2
2 , ,12 + 2
2
merupakan variansi dari variabel. Sedangkan 12 + 2
2 , = 1,2, . . , merupakan panjang vektor
variabel (dengan pusat jarak Euclid di titik O(0,0)). Sehingga dapat dikatakan bahwa panjang
vektor variabel sebanding dengan variansi variabel (Matjik dan Sumertajaya, 2011).
-
Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
252 Makalah Pendamping: Matematika 3
HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi data penelitian
Gambaran data penelitian di tampilkan pada tabel Deskriptif Statistik berikut.
Tabel 1. Deskriptif Statistik
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Variance
Penduduk Miskin (X1) 10 11.69 39.27 19.9220 7.46983 55.798
AMH (X2) 10 72.57 91.63 84.3240 6.12581 37.526
APS (X3) 10 92.58 100.00 96.3380 2.54088 6.456
Tidak Bekerja (X4) 10 31.22 47.67 37.2530 5.46294 29.844
Bekerja Informal (X5) 10 36.38 68.34 54.7690 9.49724 90.197
Bekerja Formal (X6) 10 .45 15.95 7.9810 4.85856 23.606
Bekerja Sektor Pertanian (X7) 10 1.78 55.85 39.6360 16.41475 269.444
Bekerja Bukan Pertanian (X8) 10 12.40 50.54 23.1140 11.71297 137.194
Pengeluaran Makanan (X9) 10 59.69 73.21 67.2390 4.13745 17.118
Luas Lantai (X10) 10 41.12 79.19 59.3520 12.71368 161.638
Valid N (listwise) 10
Pada tabel 1 terlihat Gambaran karakteristik kemiskinan di provinsi NTB, rata-rata
penduduk miskin di 10 kabupaten tersebut sebesar 19.92%, dengan rata-rata angka melek huruf
84.32%, rata-rata angka partisipasi sekolah yang tinggi oleh penduduk miskin sebesar 96.33%
yang berarti semangat penduduk miskin untuk bersekolah sangat tinggi. Persentase penduduk
miskin yang tidak bekerja 37.25%, rata-rata penduduk miskin yang bekerja di sektor informal
54.77%, sedangkan yang bekerja di sektor formal masih sangat kecil yaitu 7.98%. Penduduk
miskin yang bekerja di sektor pertanian 39.64% lebih tinggi daripada penduduk miskin yang
bekerja di bukan sektor pertanian sebesar 23.11%. Rata-rata pengeluaran perkapita untuk
makanan rumah tangga miskin sebesar 67.24%. Pengeluaran perkapita adalah rata-rata
pengeluaran makanan rumah tangga dibagi dengan jumlah anggota rumah tangga yang
bersangkutan. Rata-rata luas lantai rumah tangga miskin di provinsi NTB sebesar 59.35%,
dengan luas lantai setiap rumah tangga lebih kecil dari 8m2 82 .
Hasil Analisis Biplot
Berdasarkan prosedur analisis Biplot diperoleh hasil berupa grafik Biplot seperti pada
Gambar 1.
-
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2
Makalah Pendamping: Matematika 3 253
a. Hasil grafik Biplot untuk = 0.5 ditunjukkan pada gambar di bawah ini:
Gambar 1. Pemetaan Biplot data karakteristik kemiskinan di provinsi NTB
Pada penelitian ini dihasilkan grafik biplot dengan = 0.5. Alasan terpilihnya biplot
dengan = 0.5 yaitu karena hasil kali matriks koordinat Objek (G) dan matriks koordinat
variabel (H) sama dengan elemen-elemen pada matriks data awal .Sehingga biplot
dalam penelitian ini merupakan Square Root Biplot (SQRT) atau Biplot Simetri. Biplot Simetri
merupakan tipe Biplot yang membuat kesamaan penskalaan atau pembobotan pada baris dan
kolom secara bersamaan, sehingga digunakan untuk menggambarkan gabungan vektor objek
yaitu kabupaten/kota serta variabel yang merupakan karakteristik kemiskinan secara bersamaan
dalam satu plot (grafik).
b. Interpretasi Informasi Biplot
Biplot adalah upaya membuat gambar di ruang berdimensi banyak menjadi gambar di
ruang dimensi dua. Informasi data yang disajikan dalam Biplot ditentukan berdasarkan nilai
2,semakin mendekati nilai satu berarti Biplot yang diperoleh dari matriks pendekatan
berdimensi dua akan memberikan penyajian data yang semakin baik mengenai informasi-
informasi yang terkandung pada data yang sebenarnya. Penyajian informasi ini bergantung pada
nilai eigen(). Pada penelitian ini diperoleh nilai 1sebesar 5231.74, dan 2 sebesar 1078.05,
-
Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
254 Makalah Pendamping: Matematika 3
sehingga diperoleh nilai 2 sebesar 84.59%. Nilai 2 mendekati satu, maka Biplot dalam
penelitian ini memberikan penyajian yang cukup baik mengenai informasi dari data yang
sebenarnya.
c. Kedekatan Antar Objek (Kabupaten/kota)
Informasi ini dijadikan panduan untuk mengetahui kabupaten/kota yang memiliki
kemiripan karakteristik kemiskinan dengan kabupaten/kota lainnya. Kabupaten/kota yang
berada pada kuadran yang sama dapat dikatakan memiki kesamaan karakteristik kemiskinan
yang cukup dekat, jika dibandingkan dengan kabupaten/kota yang berada pada kuadran yang
berbeda. Pada gambar 1. terlihat kabupaten/kota yang berada pada kuadran yang sama yaitu
kuadran keempat, diantaranya Kota Bima dan Kota Mataram. Dapat dikatakan bahwa kedua
kota tersebut memiliki kesamaan karakteristik kemiskinan. Selain itu juga dapat ditentukan
melalui jarak Euclidean, dari plot yang dihasilkan dapat ditentukan jarak Kota Bima dan Kota
Mataram sebesar 4.037, yang berarti kota kabupaten tersebut memiliki kemiripan karakteristik
kemiskinan. Interpretasi yang sama juga berlaku untuk kabupaten/kota lainnya.
d. Interpretasi Nilai Variabel Pada Suatu Objek
Informasi ini digunakan untuk menentukan karakteristik kemiskinan di setiap wilayah
(kabupaten/kota). Suatu wilayah yang terletak searah dengan vektor karakteristik kemiskinan
menunjukkan tingginya nilai karakteristik kemiskinan untuk wilayah tersebut. Atau dapat
interpretasikan bahwa karakteristik kemiskinan untuk wilayah tersebut mempunyai nilai di atas
rata-rata seluruh kabupaten/kota. Sebaliknya, jika suatu wilayah terletak berlawanan arah
dengan vektor karakteristik kemiskinan maka nilai karakteristik kemiskinannya rendah atau di
bawah nilai rata-rata seluruh kabupaten/kota. Sedangkan jika wilayah yang hampir berada di
tengah-tengah berarti wilayah tersebut memiliki nilai karakteristik kemiskinan yang dekat
dengan rata-rata.
Pada gambar 1, terlihat bahwa Kabupaten Lombok Barat searah dengan arah vektor
variabel (10). Sesuai dengan data asli, dimana luas lantai perkapita rumah tangga miskin (10)
di Kabupaten Lombok Barat sebesar 79.19% di atas rata-rata keseluruhan yakni 59.35%.
Contoh lainnya pada Kabupaten Lombok Utara yang searah dengan vektor 1, hal ini
menyatakan jumlah penduduk miskin di kabupaten tersebut sebesar 39.27% berada di atas rata-
rata yakni sebesar 19.92%. Contoh lainnya pada Kabupaten Lombok Tengah yang searah
dengan vektor 5, hal ini menandakan bahwa penduduk miskin yang bekerja di sektor informal
pada kabupaten Lombok Tengah sebesar 68.34% berada di atas rata-rata keseluruhan yaitu
54.77%. Sedangkan variabel 6 berlawanan arah dengan kabupaten Lombok Tengah yang
berarti penduduk miskin yang bekerja di sektor formal pada kabupaten tersebut sebesar 0.45%
berada di bawah rata-rata seluruh kabupaten sebesar 7.98%. Interpretasi yang sama pada kota
-
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2
Makalah Pendamping: Matematika 3 255
Mataram yang searah dengan vektor variabel 8 dan berlawan arah dengan vektor variabel 7.
Hal ini menandakan penduduk miskin yang bekerja di bukan sektor pertanian (8) sebesar
50.54% berada di atas rata-rata yakni 23.11%. Sedangkan penduduk miskin yang bekerja di
sektor pertanian (7) sebesar 1.78% berada di bawah rata-rata yakni 39.64%. Interpretasi yang
sama juga berlaku untuk kabupaten/kota dan karakteristik kemiskinan lainnya.
e. Keragaman Variabel (Karakteristik Kemiskinan)
Informasi ini digunakan untuk melihat keragaman karakteristik kemiskinan setiap
kabupaten/kota. Dengan informasi ini, bisa diperkirakan pada karakteristik kemiskinan yang
mana strategi harus ditingkatkan dalam rangka menurunkan angka kemiskinan, dan juga
sebaliknya. Dalam Biplot nantinya komponen-komponen dengan keragaman yang kecil
digambarkan sebagai vektor yang pendek sedangkan komponen-komponen dengan keragaman
yang besar digambarkan sebagai vektor yang panjang.
Pada gambar 1 terlihat bahwa vektor terpanjang pada variabel 7 yaitu penduduk
miskin yang bekerja di sektor pertanian, dengan nilai keragaman sebesar 34.162. Sesuai data
aslinya penduduk miskin yang bekerja disektor pertanian (7) untuk kota Mataram sebesar
1.78%, paling kecil di antara 9 kabupaten/kota lainnya. Sedangkan kabupaten Bima menempati
urutan ke sepuluh, dengan jumlah penduduk miskin yang bekerja disektor pertanian paling besar
yaitu 55.85%. Vektor terpendek ada pada variabel 3 (angka partisipasi sekolah penduduk
miskin), yang berarti keragaman data pada variabel 3 sebesar 0.232. Ini berarti angka
partisipasi sekolah penduduk miskin sangat tinggi. Kota Bima menempati urutan pertama,
dengan angka partisipasi sekolah penduduk miskin mencapai 100%, sedangkan yang terendah
pada kota Mataram sebesar 92.58%. Hal ini menandakan program pemertintah provinsi NTB
untuk meningkatkan angka partisispasi sekolah penduduk miskin sudah berhasil, terlihat dari
nilai rata-rata angka partisipasi sekolah di 10 kabupaten/kota mencapai 96.34% (Data Tabel 1).
Interpretasi yang sama juga berlaku untuk panjang vektor variabel lainnya. Secara berturut-turut
panjang vektor variabel yang menunjukkan keragaman data karakteristik kemiskinan meliputi
variabel 7 (penduduk miskin yang bekerja disektor pertanian) sebesar 34.162, 10 (Luas lantai
perkapita rumah tangga miskin) sebesar 30.230, 8 (Penduduk miskin bekerja di bukan sektor
pertanian) sebesar 17.389, 5 (Penduduk miskin yang bekerja di sektor informal) sebesar 9.307,
1 (Penduduk Miskin) sebesar 4.020, 4 (Penduduk miskin yang tidak bekerja) sebesar 3.146,
2 (angka melek huruf penduduk miskin) sebesar 3.140, 9 (Pengeluaran perkapita untuk
makanan) sebesar 1.878, 6 (Penduduk miskin yang bekerja di sektor formal) sebesar 1.661,
dan 3 (angka partisipasi sekolah penduduk miskin) sebesar 0.232.
f. Korelasi Antar Variabel (Karakteristik Kemiskinan)
-
Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
256 Makalah Pendamping: Matematika 3
Korelasi atau hubungan saling mempengaruhi antar karakteristik kemiskinan dapat
diinterpretasikan dari penyajian grafik Biplot. Pada grafik Biplot, karakteristik kemiskinan
digambarkan sebagai garis berarah. Dua karakteristik yang memiliki korelasi positif akan
digambarkan sebagai dua garis dengan arah yang sama sehingga membentuk sudut sempit atau
sudut lancip. Sedangkan jika dua buah karakteristik digambarkan sebagai dua garis yang
berlawanan maka dikatakan memiliki korelasi negatif, sehingga membentuk sudut lebar atau
tumpul. Namun jika dua buah karakteristik digambarkan dalam bentuk garis dengan sudut siku-
siku maka dikatakan karakteristik kemiskinan tersebut tidak saling berkorelasi atau
berhubungan.
Sudut yang dibentuk antara dua karakteristik kemiskinan merupakan nilai cosinus. Semakin
kecil nilai cosinus yang dibuat antara dua karakteristik kemiskinan maka semakin tinggi
korelasinya. Sehingga diperoleh hasil bahwa jumlah penduduk miskin (1) dan pengeluaran
perkapita untuk makanan penduduk miskin (9)saling mempengaruhi dan berkorelasi positif.
Hal tersebut ditentukan dari sudut yang terbentuk sebesar 18.03. Semakin banyak jumlah
penduduk miskin dalam satu keluarga, maka semakin banyak pengeluaran perkapita untuk
makanan yang harus dikeluarkan. Contoh lainya yaitu pada karakteristik penduduk miskin yang
bekerja di sektor informal (5) berkorelasi negative dengan penduduk miskin yang bekerja di
sektor formal (6), dengan sudut yang terbentuk sebesar 173.84. Semakin banyak jumlah
penduduk miskin yang bekerja di sektor informal maka semakin sedikit penduduk miskin yang
bekerja di sektor formal. Interpretasi yang sama juga berlaku untuk karakteristik kemiskinan
lainnya.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan analisis hasil dan pembahasan, maka dapat disimpulkan hal-hal berikut:
Analisis Biplot dalam penelitian ini memberikan penyajian yang cukup baik mengenai
informasi dari data yang sebenarnya berdasarkan nilai 2 sebesar 84,59%. Biplot yang terbentuk
dalam pada penelitian ini merupakan Square Root Biplot (SQRT) atau Biplot Simetri. Wilayah
yang memiliki kesamaan karakteristik kemiskinan ada pada kabupaten Bima dan kabupaten
Sumbawa, dengan jarak Euclid terdekat sebesar 0.266. Sedangkan jarak terjauh ada pada
kabupaten Lombok Tengah dan kota Mataram, sebesar 9.779. Keragaman karakteristik
kemiskinan ditunjukkan dengan panjang vektor, dengan vektor terpanjang pada penduduk
miskin yang bekerja di sektor pertanian (7) dan vektor terpendek pada angka partisipasi
sekolah penduduk miskin (3).
Saran.
Selain menggunakan analisis Biplot, pemetaan karakteristik kemiskinan juga dapat
dilakukan menggunakan Multidimensional Scalling atau dengan kombinasi Biplot
-
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2
Makalah Pendamping: Matematika 3 257
menggunakan analisis faktor dan Cluster. Serta saran bagi pemerintah provinsi NTB dari hasil
pemetaan ini diharapkan program-program pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan lebih
tepat sasaran, karena dari plot terlihat beberapa daerah yang memiliki karaktersitik kemiskinan
yang sama. Sehingga nantinya diperoleh distribusi kesejahteraan yang merata di setiap
kabupaten/kota.
DAFTAR PUSTAKA
Berita Resmi Statistik, 2012. BPS Provinsi NTB. BRS No. 44/07/52/TH.VI , 2 Juli 2012
Johnson, R.A. dan D.W. Wichern, 2002, Applied Multivariate Statistical Analysis, Fifth Edition.
Prentice Hall Inc, New Jersey.
Kohler, U. dan Luniak, M. (2005). Data inspection using Biplots. The Stata Journal Vol 5,
Number 2, pp. 208223.
Matjik, A.A., dan Sumertajaya, (2011) I. M., Sidik Peubah Ganda dengan Menggunakan
SAS. IPB Press. Dermaga. Bogor.
Nugroho, S., 2008. Statistika Multivariat Terapan. UNIB Press. Bengkulu
Rencer, A. C., 2002. Methods of Multivariate Analysis. Brigham Young University.
-
Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
258 Makalah Pendamping: Matematika 3
PROBABILITAS WAKTU DELAY MODEL EPIDEMI ROUTING
Dyah Wardiyani1, Respatiwulan, Sutanto
Jurusan Matematika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Abstrak Model epidemi routing menjelaskan pengiriman paket data pada jaringan mobile melalui analogi pada model epidemi penyebaran penyakit. Analogi didasarkan
pada kemiripan proses dan variabel. Pengiriman paket data dapat dilihat berdasarkan
banyaknya node yang menerima paket data. Perubahan banyaknyanode yang
menerima paket data terhadap waktu dapat dinyatakan dengan persamaan diferensial.
Waktu delay merupakan waktu yang dibutuhkan untuk mengirim paket dari satu node
ke node yang lain. Setiap pengiriman paket data memiliki waktu delay yang berbeda,
sehingga waktu delay dapat dipandang sebagai variabel random yang memiliki fungsi
distribusi probabilitas.
Tujuan penelitian ini adalah mengonstruksi model epidemi routing dan
menentukan probabilitas waktu delay. Selanjutnya, model epidemi routing dan
probabilitas waktu delay diterapkan pada kasus pengiriman informasi pada area
militer dan disimulasikan dengan mengambil laju pengiriman paket, yang berbeda. Hasil simulasi menunjukkan semakin besar maka semakin cepat waktu yang diperlukan agar semua node menerima paket data dan probabilitas kumulatif waktu
delay menuju 1.
Kata kunci: delay, epidemi routing, mobile, node, dan probabilitas.
1. Pendahuluan
Model epidemi merupakan model matematika yang dapat menggambarkan pola
penyebaran penyakit. Banyak ilmuwan yang meneliti dan memodelkan pola penyebaran
penyakit, diantaranya Mc.Kendrick dan Kermack [5]. Pada tahun 1927 Mc.Kendrick dan
Kermack berhasil memodelkan pola penyebaran penyakit dalam bentuk deterministik yang
sesuai dengan kasus epidemi sebenarnya. Kesesuaian model epidemi dengan kasus epidemi
sebenarnya, mengakibatkan banyak dilakukan pengembangan model epidemi. Menurut Isham
[4], pengembangan model epidemi dapat dilakukan dengan menambah variabel atau menambah
perlakuan. Pengembangan model epidemi juga dapat dilakukan dengan melakukan analogi
antara proses penyebaran penyakit dengan proses lain yang memiliki kemiripan proses. Salah
satu proses yang mirip dengan penyebaran penyakit adalah proses pengiriman paket data pada
routing (Zhang [10]).
Routing merupakan proses pemilihan jalur pengiriman paket data pada suatu jaringan
mobile (Andrew [1]). Jaringan mobile dibentuk oleh beberapa node yang dapat berpindah
tempat atau bersifat mobile. Menurut Liu [7] dan Zhang [10], pengiriman paket data pada
routing dapat dinyatakan dengan algoritma store- carry-forward. Maksud dari algoritma store-
carry-forward adalah node menerimapaket data, membawa paket data dan mengirimkannya ke
node lain yang belummemiliki paket data sampai semua node memiliki paket data. Menurut
-
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2
Makalah Pendamping: Matematika 3 259
Small [8]dan Sun[9], algoritma store-carry-forward mirip dengan proses penyebaran
penyakitpada model susceptible infected (SI ). Pada model SI, individu menularkanpenyakit ke
individu lain yang belum terinfeksi. Karena kemiripan proses penyebaranpenyakit dan
pengiriman paket data pada routing, maka dapat dilakukananalogi.
Model analogi penyebaran penyakit dan pengiriman paket data pada routing disebut
dengan model epidemi routing (Zhang [10]). Model epidemi routing menggambarkan pola
pengiriman paket data pada routing berdasarkan banyaknyanode yang menerima paket data tiap
waktu. Menurut Zhang [10], padamodel epidemi routing diharapkan mampu mencapai
minimum waktu penundaanpengiriman paket data (waktu delay). Waktu delay merupakan
selang waktudari pertama kali paket data diterima oleh sebuah node sampai dikirimkan ke
nodeyang lain. Pengiriman paket yang satu dengan yang lain memiliki waktu delay yang
berbeda, sehingga waktu delay tidak dapat diprediksi dengan pasti. Olehkarena itu waktu delay
dapat dipandang sebagai variabel random. Ketidakpastian waktu delay dapat dinyatakan dalam
fungsi distribusi kumulatif waktu delay.Sehingga pada penelitian ini akan dikonstruksi ulang
model epidemi routing danprobabilitas waktu delay.
2. Model Epidemi Routing
Model epidemi routing merupakan model yang dapat menggambarkan pola pengiriman
paket data pada jaringan mobile berdasarkan banyaknya node yang menerima paket data.
Menurut Zhang [10], model epidemi routing dapat mudah dikonstruksi dengan menganalogikan
pengiriman paket data dan penyebaran penyakit, berdasarkan proses dan variabel yang
berpengaruh. Menurut Small [8] dan Sun [9], model epidemi yang sesuai dengan proses
pengiriman paket data pada routing adalah model susceptible infected (SI).
Pada model SI, populasi individu dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu kelompok
individu rentan () dan kelompok individu terinfeksi penyakit (). Individu dapat terinfeksi
penyakit dengan laju penularan sebesar b, sehingga banyaknya individu akan berkurang
sebesar ke individu . Individu rentan yang terus berkurang mengakibatkan semua individu
akan terinfeksi penyakit.
Karena pengiriman paket data pada routing dapat dianalogikan dengan model SI,
asumsi pada model epidemi routing mengacu pada model SI. Berikut adalah asumsi-asumsi
konstruksi model epidemi routing.
1. Pengiriman paket data terjadi pada suatu jaringan mobile dengan banyaknya node
konstan.
2. Node dalam jaringan mobile tersebut dibagi ke dalam kelompok node tanpa paket dan
node yang memiliki paket.
3. Setiap node memiliki peluang yang sama untuk mendapat paket data.
4. Hanya satu paket data yang dikirimkan
-
Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
260 Makalah Pendamping: Matematika 3
Pada model epidemi routing, node-node dibagi dalam kelompok node tanpa paket data
() dan kelompok node yang memiliki paket data (). Node dapat terkirimi paket data dengan
laju pengiriman paket data sebesar , sehingga node akan berkurang ke node sebesar .
Karena setiap node memiliki kemungkinan yang sama untuk menerimat paket data, banyaknya
node kelompok berpindah ke kelompok sebesar . Sehingga proses pengiriman dan
penerimaan paket data antar node disajikan dalam Gambar 1.
Gambar 1. Proses pengiriman dan penerimaan paket data antar node
Banyaknya node pada kelompok dan pada waktu , masing-masing dinyatakan
sebagai () dan (). Jika banyaknya node dalam jaringan mobile dinyatakan dengan maka
() = (). Dengan demikian perubahan banyaknya node yang menerima paket data
terhadap waktu dapat dinyatakan sebagai
()
= , (2.1)
dengan laju pengiriman paket data > 0.
Model epidemi routing menggambarkan pola pengiriman paket data berdasarkan
banyaknya node yang menerima paket data. Persamaan (2.1) menyatakan perubahan banyaknya
node yang menerima paket data terhadap waktu. Sehingga persamaan (2.1) perlu diselesaikan
untuk mendapatkan banyaknya node yang menerima paket data tiap waktu.
Persamaan (2.1) harus dibentuk ke dalam persamaan diferensial dengan variabel
terpisah (Campbell [2]), yaitu
()
1
= (2.2)
Jika diasumsikan (0) = 1 yang berarti mula-mula terdapat sebuah node yang memiliki paket
data, maka banyaknya node yang menerima paket data dapat dinyatakan sebagai
=
1 + 1 , (2.3)
dengan laju pengiriman paket data > 0.
Jika nilai semakin besar maka nilai semakin mendekati 0. Hal ini
mengakibatkan banyaknya node yang menerima paket data mendekati . Sedangkan jika
bernilai 0 maka bernilai 1, berakibat hanya terdapat sebuah node yang menerima paket
data yaitu node awal. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin besar maka banyaknya
node yang menerima paket data semakin cepat mendekati N.
3. Probabilitas Waktu Delay
-
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2
Makalah Pendamping: Matematika 3 261
Ketika terjadi pengiriman paket data pada jaringan mobile dimungkinkan terdapat waktu
penundaan pengiriman paket data atau waktu delay (Groenevelt [3]). Menurut Zhang [10] dan
Zhou [11], waktu delay merupakan selang waktu dari pertama kali paket data diterima oleh
sebuah node sampai dikirimkan ke node yang lain, < < + dengan kecil.
Pengiriman paket yang satu dengan yang lain memiliki waktu delay yang berbeda, sehingga
waktu delay tidak dapat diprediksi secara pasti. Oleh karena itu, waktu delay dapat dipandang
sebagai variabel random. Ketidakpastian waktu delay dapat dinyatakan dalam fungsi distribusi
kumulatif waktu delay. Menurut Zhang [10], fungsi distribusi kumulatif dari ,() =
( < ).
Fungsi distribusi kumulatif sulit diperoleh secara langsung. Menurut Small [8] dan
Lin [6] perubahan fungsi distribusi kumulatif untuk kecil dapat dinyatakan dengan
= lim
0
+
= lim0
> + >
. 3.1
Pada persamaan (3.1),
> + = ( [, + ]| > )( > )
= (1 , + > ) > . (3.2)
Probabilitas waktu delay pada , + ditentukan berdasarkan durasi delay dan rata-rata
banyaknya node yang menerima paket data. Karena waktu delay terdapat pada , + maka
durasi delay sebesar , sedangkan rata-rata banyaknya node yang menerima paket data sebesar
(). Probabilitas waktu delay pada , + dinyatakan sebagai
, + > = . (3.3)
Persamaan (3.3) disubtitusikan ke persamaan (3.2), sehingga didapatkan
> + = 1 > . (3.4)
Selanjutnya, persamaan (3.4) disubstitusikan ke persamaan (3.1), diperoleh
= lim
0
[ > 1 >
= > .
Karena > = 1 ( < ), maka
= 1 . (3.5)
Persamaan (3.5) diselesaikan untuk mendapatkan persamaan yang menyatakan
probabilitas waktu delay. Persamaan (3.5) harus dibentuk ke dalam persamaan diferensial
dengan variabel terpisah (Campbell [2]). Jika diasumsikan (0) = 0, maka penyelesaian
persamaan (3.5) yaitu
-
Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
262 Makalah Pendamping: Matematika 3
= 1
+ ( 1), (3.6)
dengan laju pengiriman paket data > 0.
Jika nilai semakin besar maka nilai juga semakin besar tergantung pada . Hal
ini mengakibatkan probabilitas kumulatif waktu delay semakin mendekati 1. Sedangkan jika
bernilai 0 maka bernilai 1, berakibat probabilitas kumulatif waktu delay bernilai 0.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin besar maka probabilitas kumulatif waktu delay
semakin cepat mendekati 1.
4. Penerapan Kasus
Pada bagian ini diberikan kasus pengiriman paket data jaringan mobile di area militer.
Pada area militer tertentu terdapat 100 node mobile yang dapat mengirimkan paket data dengan
laju 0.222 jam/node (Groenevelt [3]). Semua node dalam jaringan mobile tersebut diharapkan
dapat menerima paket data dengan terdapat sebuah sumber atau node awal yang memiliki paket
data. Banyaknya node pada waktu t pada jaringan mobile di area militer tersebut dapat
dinyatakan dengan
=100
1 + 9922.2. (4.1)
Pada model epidemi routing juga diharapkan mampu mencapai minimum waktu
penundaan pengiriman paket data (delay).Pengiriman paket yang satu dengan yang lain
memiliki waktu delay yang berbeda, sehingga waktu delay tidak dapat diprediksi dengan pasti.
Oleh karena itu waktu delay dapat dipandang sebagai variabel random. Ketidakpastian waktu
delay dapat dinyatakan dalam fungsi distribusi kumulatif waktu delay. Fungsi distribusi
kumulatif waktu delay pada jaringan mobile dalam area militer tersebut adalah
= 1 100
22.2 + 99. (4.2)
Persamaan (4.1) dan persamaan (4.2) yang menyatakan banyaknya node yang menerima paket
data dan probabilitas kumulatif waktu delay dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 () menunjukan bahwa pada waktu 0.87 jam semua node dalam jaringan
mobile telah menerima paket data. Gambar 2 () menunjukan bahwa probabilitas kumulatif
waktu delay kurang dari 0,87 jam dalam jaringan mobile menuju 1. Hal ini menunjukan
probabilitas waktu delay mendekati 0 atau dapat dikatakan sudah tidak terjadi waktu delay.
Sehingga semua node dalam jaringan mobile pada area militer tersebut menerima paket dan
probabilitas delay mencapai minimum setelah 0,87 jam. Banyaknya node yang menerima paket
data dan probabilitas waktu delay pengiriman paket data dalam area militer tersebut hanya
dipengaruhi oleh laju pengiriman paket data.
-
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2
Makalah Pendamping: Matematika 3 263
Gambar 2. (a) Banyaknya node yang menerima paket data dan (b) probabilitas waktu delay
Pengaruh laju pengiriman paket data terhadap pola pengiriman paket data dan
probabilitas waktu delay dalam jaringan mobile dapat diperjelas dengan simulasi. Simulasi pola
pengiriman paket data dan probabilitas waktu delay untuk = 0.15, = 0.222, = 0.9
dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. () Banyaknya node yang menerima paket data dan (b) probabilitas waktu delay
dengan = 0.15, = 0.222, = 0.9
Gambar 3 () menunjukan bahwa untuk = 0.15 semua node dalam jaringan mobile
dapat menerima paket data dalam waktu 1.28 jam, untuk = 0.222 memerlukan waktu 0.87
jam, dan = 0.9 memerlukan waktu 0.22 jam. Sedangkan dari Gambar 3 () terlihat bahwa
untuk = 0.15 probabilitas waktu delay menuju 1 setelah 1.28 jam, untuk = 0.222 setelah
0.87 jam, dan = 0.9 setelah 0.22 jam. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin besar laju
pengiriman paket data ()maka semakin cepat waktu yang diperlukan agar semua node
menerima paket data dan probabilitas waktu delay cepat menuju 1. Hasil simulasi ini
memperjelas pengaruh laju pengiriman paket data ()terhadap banyaknya node yang menerima
paket data dan probabilitas waktu delay yang telah dijelaskan sebelumnya.
-
Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
264 Makalah Pendamping: Matematika 3
5. Kesimpulan
Model epidemi routing pada jaringan mobile dinyatakan sebagai
=
1 + 1 ,
dengan syarat terdapat satu node awal yang memiliki paket data, sedangkan probabilitas
kumulatifwaktu delay pada model epidemi routing yaitu
= 1
+ ( 1),
dengan probabilitas waktu delay mula-mula 0, laju pengiriman paket data > 0 dan banyaknya
node dalam jaringan N. Simulasi menunjukan semakin besar laju pengiriman paket data
() maka semakin cepat waktu yang diperlukan agar semua node menerima paket data dan
probabilitas waktu delay juga semakin cepat menuju 1.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Andrew S.T., Computer Networks, Pearson Education, Inc., Amsterdam, 2003.
[2] Campbell,L. Stephen, An Introduction to Differential Equations and Their Application,
second ed., Wadswordh, Inc, California, USA, 1990.
[3] Groenevelt, R., P. Nain, and G. Koole, The Message Delay in Mobile Ad Hoc Network,
Perform (2005), no. 62, 210-228.
[4] Isham, V., Stochastic Models for Epidemics, Research Report 263, Department of
Statistical Science, University College London, 2004.
[5] Kermack,W.O. and A. G. McKendrick, A Contribution to The Mathematical Theory
ofEpidemics, Proceedings of the Royal Society of London Series A 115(1927), 700-721.
[6] Lin, Y., B. Li, B. Liang, Stochastic Analysis of Network Coding in Epidemic Routing, ACN
MobiOpp (2007).
[7] Liu, J., X. Jiang, H. Nishiyama, and N. Kato, General Model for Store-Carry-
ForwardRouting Schemes with Multicast in Delay Tolerant Networks, IEEE (2011), 494-
500.
[8] Small, T., and Z.J. Haas, The Shared Wireless Infostation Model-A New Ad Hoc
NetworkingParadigm, MobiHoc, Maryland, USA (2003), 233-244.
[9] Sun,L., Epidemic Content Distribution in Mobile Networks, Master of science thesis, KTH
Royal Institute of Technology, Stockholm, Swedia, Februari 2013.
[10] Zhang, E., G. Neglia, J. Kurose, and D. Towsley, Performance Modeling of
EpidemicRouting, Tech. Report 44, UMass Computer Science, 2005.
[11] Zhou, S., L. Ying, S. Tirthapura, Delay, Cost and Infrastructure Tradeoff of Epidemic
Routingin Mobile Sensor Networks, Proceedings of 11 the 6th International Wireless
Communications and Mobile Computing Conference.
-
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2
Makalah Pendamping: Matematika 3 265
PIECEWISE POLYNOMIAL SMOOTH SUPPORT VECTOR MACHINE
UNTUK KLASIFIKASI DESA TERTINGGAL
DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR
Ita Wulandari1)
, Santi Wulan Purnami2)
, Santi Puteri Rahayu3)
1,2,3) Program Magister Jurusan Statistika FMIPA ITS
Kampus ITS Keputih, Sukolilo, Surabaya 60111, Jawa Timur,
[email protected], [email protected], [email protected]
Abstrak
Support Vector Machine (SVM) adalah metode yang sangat popular untuk klasifikasi
data biner pada data mining. SVM dapat diaplikasikan secara luas seperti pengenalan
pola, analisis regresi, dan estimasi probabilitas. SVM memanfaatkan optimasi dengan
quadratic programming yang apabila digunakan untuk data berdimensi tinggi dan data
dengan jumlah besar menjadi kurang efisien. Oleh karena itu para peneliti
mengembangkan suatu teknik dengan mengubah formulasi SVM menggunakan
smoothing technique yang disebut Smooth-SVM (SSVM). Teknik ini mampu
mengkonversi quadratic programming pada SVM menjadi linear programming.
Penelitian selanjutnya berkembang dengan memodifikasi smooth function pada SSVM
kedalam bentuk polynomial smooth function seperti: quadratic polynomial function,
fourth polynomial function, piecewise polynomial function dan spline function.
Dibandingkan dengan ketiga polynomial smooth function lainnya, piecewise polynomial
function mempunyai performansi yang lebih baik. Piecewise polynomial function jika
diterapkan pada model SSVM, maka akan diperoleh model Piecewise Polynomial
Smooth Support Vector Machine (PPSSVM). Penelitian ini menggunakan dua model
yaitu Smooth-SVM (SSVM) dan PPSSVM yang ditemukan oleh Wu dan Wang.
Penelitian ini akan mengkaji performansi piecewise polynomial function dan
konvergensi kedua model secara teoritis serta mencoba menerapkan model terbaik
untuk klasifikasi desa tertinggal di Provinsi Kalimantan Timur menggunakan data
PODES (Potensi Desa) 2011.
Keywords: desa tertinggal, klasifikasi, piecewise polynomialsmooth functionSVM,
Smooth SVM.
PENDAHULUAN
SVM adalah suatu teknologi pembelajaran statistik yang dapat menghasilkan
performansi generalisasi terbaik. SVM diperkenalkan untuk pertama kalinya oleh Vapnik pada
tahun 1995 dan sangat berhasil melakukan prediksi, baik dalam kasus klasifikasi maupun
regresi. Metode ini berusaha untuk menemukan fungsi pemisah optimal yang bisa memisahkan
dua set data dari dua kelas atau disebut juga hyperplane terbaik diantara fungsi yang tidak
terbatas (Gunn, 1998).
Lee dan Mangasarian, (2001) menyatakan bahwa SVM memanfaatkan optimasi
dengan quadratic programming yang apabila digunakan untuk data berdimensi tinggi dan data
dengan jumlah besar menjadi kurang efisien. Oleh karena itu para peneliti mengembangkan
smoothing technique untuk mengubah optimasi yang terbatas menjadi optimasi yang tanpa
batas menggunakan formulasi dari SVM standar. Teknik tersebut adalah Smooth-SVM (SSVM)
yang mampu mengkonversi quadratic programming pada SVM menjadi linear programming
dengan menggunakan algoritma Newton-Armijo.
-
Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
266 Makalah Pendamping: Matematika 3
Para peneliti kemudian mengembangkan smooth function ke dalam bentuk fungsi
polynomial. Yuan dan Huang, (2005) menemukan quadratic polynomial function dan fourth
polynomial function. Luo dkk, (2006) menemukan piecewise polynomial function. Yuan dkk,
(2007) menemukan spline function. Purnami dkk, (2009a, 2009b) membandingkan keempat
fungsi yang ditemukan oleh peneliti-peneliti tersebut pada permasalahan diagnosis kanker
payudara. Hasil yang diperoleh adalah piecewise polynomial function mempunyai performansi
terbaik.
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Wu dan Wang (2013) yang menemukan
piecewise polynomial function yang berbeda rumus fungsinya dengan yang ditemukan Luo, dkk
(2006). Penelitian tersebut memberikan kesimpulan bahwa piecewise polynomial function
memiliki efisiensi, ketepatan serta akurasi yang terbaik.
Pada penelitian ini akan membandingkan model PPSSVM yang ditemukan Wu dan
Wang dengan model SSVM. Kedua model akan dilihat performansi smooth function dan
konvergensi kedua model secara teoritis untuk mendapatkan model terbaik. Model terbaik
selanjutnya diterapkan untuk klasifikasi desa tertinggal di Provinsi Kalimantan Timur
menggunakan data PODES Tahun 2011.
METODE PENELITIAN
Data dan Prosedur Penelitian
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Variabel respon
berasal dari Kemendagri pada profil desa dan kelurahan 2011: data dasar tipologi klasifikasi,
kategori desa kelurahan (2012). Variabel prediktor berasal dari BPS yaitu data PODES Provinsi
Kalimantan Timur Tahun 2011 yang terdiri dari 16 variabel. Penelitian dilakukan terhadap 1465
desa. Untuk melakukan analisis data dalam penelitian ini digunakan program aplikasi
MATLAB. Langkah-langkah analisis data penelitian ini antara lain sebagai berikut:
1. Melakukan analisis secara teoritis performansi smooth function dan konvergensi kedua
modeluntuk mendapatkan model terbaik. Langkah-langkah untuk menyelesaikan tahap ini
adalah sebagai berikut:
a. Performansi smooth function: membandingkan selisih antara smooth function dengan
plus function.
b. Konvergensi kedua model: dengan membuktikan bahwa problem optimasi model
SSVM dan PPSSVM dapat mendekati problem optimasi model awal ketika k
mendekati tak hingga.
2. Model terbaik kemudian digunakan untuk klasifikasi desa tertinggal di Provinsi
Kalimantan Timur menggunakan data PODES 2011. Langkah-langkahnya adalah sebagai
berikut:
-
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2
Makalah Pendamping: Matematika 3 267
a. Menggunakan fungsi kernel Gaussian dalam implementasi pembentukan model
terbaik.
b. Membagi data training dan testing menggunakan 10-fold cross validation.
c. Mencari kombinasi 2log dan 2log v terbaik sebagai parameter model terbaik dengan
memilih akurasi yang paling tinggi.
d. Membangun model terbaik dengan algorithma Newton-Armijo.
e. Evaluasi performansi klasifikasi dilihat dari akurasinya.
Teknik Analisis Data
1. Support Vector Machine (SVM)
Support Vector Machine (SVM)pertama kali diusulkan oleh Vapnik untuk klasifikasi
dua kategori atau binomial. Pada bentuk yang paling sederhana, SVM memisahkan titik-titik dari
kelas yang berbeda, misalkan kelas {+1} dan {-1} dengan hyperplane tunggal pada ruang
berdimensi banyak yang pada akhirnya partisi-partisi tersebut diselesaikan secara nonlinier.
Hyperplane yang optimum diperoleh melalui program nonlinier, tepatnya quadratic
programming (Bertsimas dan Shioda, 2007).
Diberikan permasalahan klasifikasi dari sebanyak n objek dalam ruang dimensi Rp
sehingga susunan data berupa matrik A berukuran n x p dan keanggotaan tiap titik yaitu yi
terhadap kelas {+1} atau {-1} didefinisikan pada diagonal matriks D berukuran n xn. Untuk
permasalahan klasifikasi program dari algorithma SVM standar adalah sebagai berikut ( 22||.||
SVM
):
1
2122
( , , )min ' || ||
w ye y w
p nRv
(1)
dengan kendala ( )D Aw e y e
y 0
dimana:
v : Parameter yang ditentukan sebagai pengontrol (trade off)
y : Vektor variabel slack berukuran n x 1 yang mengukur kesalahan klasifikasi dan bernilai
nonnegatif.