ruang-6.pdf
TRANSCRIPT
-
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2
Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6 25
PENTINGNYA QUANTITATIVE REASONING (QR)
DALAM PROBLEM SOLVING
Agustinus Sroyer
Program Studi Pendidikan Matematika PMIPA FKIP Uncen
Jl. Raya Sentani Abepura Jayapura, e-mail: [email protected]
Abstrak
Quantitative Reasoning (QR) atau Penalaran Kuantitatif merupakan suatu penalaran yang
menekankan suatu penarikan kesimpulan berdasarkan data-data atau informasi kuantitatif.
Penalaran ini sangat penting karena sangat baik untuk menyelesaikan soal-soal problem
solving. Diharapkan, penalaran ini menjadi salah satu pilihan karena dapat meningkatkan
daya nalar siswa.
Keywords: penalaran, penalaran kuantitatif, informasi kuantitatif, problem solving
PENDAHULUAN
Menurut National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) (tahun 2000), tujuan
pembelajaran matematika adalah mengembangkan kemampuan: komunikasi matematis,
penalaran matematis, problem solving matematis, koneksi matematis, dan representasi
matematis. Lebih lanjut menurut NCTM, salah satu keterampilan matematika yang perlu
dikuasai siswa adalah kemampuan problem solving matematis. Standar problem solving
NCTM, menetapkan bahwa program pembelajaran dari pra-taman kanak-kanak sampai kelas 12
harus memungkinkan siswa untuk: membangun pengetahuan matematika baru melalui problem
solving; memecahkan masalah yang muncul di dalam matematika dan di dalam konteks-
konteks yang lain; menerapkan dan menyesuaikan bermacam-macam strategi yang sesuai untuk
memecahkan masalah; dan memonitor dan merefleksikan proses dari problem solving
matematis.
Penelitian dari Wahyudin (1999) mengungkapkan bahwa hasil belajar matematika dalam
hal penalaran belum menggembirakan karena siswa kurang menggunakan penalaran yang logis
dalam menyelesaikan masalah matematika.
Pentingnya problem solving juga ditegaskan dalam NCTM (2000: 52) yang menyatakan
bahwa problem solving merupakan bagian integral dalam pembelajaran matematika. Seperti
yang dikemukakan Ruseffendi (1991) bahwa kemampuan pemecahan masalah amatlah penting
dalam matematika, bukan saja bagi mereka yang di kemudian hari akan mendalami atau
mempelajari matematika, melainkan juga bagi mereka yang akan menerapkannya dalam bidang
studi lain dan dalam kehidupan sehari-hari.
Seperti kita ketahui bersama bahwa kenyataan di lapangan pada umumnya belum sesuai
dengan apa yang diharapkan. Hal tersebut dapat dilihat dari pembelajaran matematika masih
cenderung berorientasi pada buku teks; guru matematika masih menggunakan cara konvensional
seperti: menyajikan materi pembelajaran, memberikan contoh-contoh soal dan meminta siswa
mengerjakan soal-soal latihan yang terdapat dalam buku teks yang mereka gunakan dalam
-
Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
26 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6
mengajar dan kemudian membahasnya bersama siswa. Pembelajaran seperti ini tentunya kurang
dapat mengembangkan kemampuan penalaran dan problem solving matematis siswa. Siswa
hanya dapat mengerjakan soal-soal matematika berdasarkan apa yang dicontohkan guru, jika
diberikan soal yang berbeda mereka akan mengalami kesulitan dalam menyelesaikannya.
Penulisan artikel ini bertujuan untuk mengkaji tipe-tipe soal yang berkaitan dengan
penalaran kuantitatif (QR). Diharapkan, soal-soal yang berkaitan dengan QR dapat diberi dan
dilatih kepada siswa agar kemampuan bernalar secara kuantitatif menjadi lebih baik.
PEMBAHASAN
1. Penalaran Kuantitatif (QR)
Penalaran merupakan proses berpikir dalam proses penarikan kesimpulan (Sumarmo,
2013: 148). Secara garis besar, penalaran dibagi menjadi dua yaitu induktif dan deduktif.
Penarikan kesimpulan berdasarkan sejumlah kasus atau contoh terbatas disebut induksi
sedangkan penarikan kesimpulan berdasarkan aturan yang disepakati disebut deduksi
(Sumarmo, 1987). John Carroll (1993) menyatakan bahwa penalaran kuantitatif sudah ada pada
anak usia lima tahun sampai dewasa. Beliau menyimpulkan bahwa ada tiga kemampuan
penalaran utama: sekuensial (deduktif), induktif, dan kuantitatif.
QR adalah kemampuan yang dikembangkan dalam pembelajaran matematika untuk
menganalisis informasi kuantitatif dan untuk menentukan keterampilan dan prosedur yang dapat
diterapkan pada masalah tertentu untuk sampai pada suatu solusi. Oleh karena itu, tidak terbatas
pada keterampilan yang diperoleh dalam mata pelajaran matematika, tetapi mencakup
kemampuan penalaran yang dikembangkan dari waktu ke waktu melalui praktek di hampir
semua program sekolah atau perguruan tinggi, serta dalam kegiatan sehari-hari seperti
penganggaran dan pembelanjaan barang.
Penalaran kuantitatif, baik secara umum maupun untuk tujuan penilaian, difokuskan pada
problem solving. Hal tersebut meliputi enam kemampuan: membaca dan memahami informasi
yang diberikan dalam berbagai bentuk; menafsirkan informasi kuantitatif dan membuat
gambaran kesimpulan; problem solving menggunakan aritmatika, aljabar, geometri, atau metode
statistik; memperkirakan jawaban dan memeriksa kelayakan; mengkomunikasikan informasi
kuantitatif; dan membuat batasan dari metode matematika atau statistik.
NCTM (2000), Asosiasi Matematika Amerika (MAA, 2003), masyarakat matematika
Amerika (AMS) (Howe, 1998), dan (Asosiasi Matematika Amerika untuk Diploma Dua
[AMATYC], 1995), dalam laporan mereka tentang tujuan pendidikan matematika, semua
membahas penalaran kuantitatif sebagai kemampuan yang harus dikembangkan pada semua
siswa SMA dan mahasiswa.
-
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2
Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6 27
2. Problem Solving
Kemampuan problem solving adalah suatu keterampilan pada diri siswa agar mampu
menggunakan kegiatan matematis untuk memecahkan masalah dalam matematika, masalah
dalam ilmu lain dan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Kemampuan pemecahan masalah
diperlukan untuk melatih siswa agar terbiasa menghadapi berbagai permasalahan dalam
kehidupannya yang semakin kompleks, bukan hanya pada masalah dalam matematika itu sendiri
tetapi juga masalah-masalah dalam bidang studi lain dan masalah dalam kehidupan sehari-
hari.
Oleh karena itu, kemampuan seseorang untuk memecahkan masalah matematis perlu
terus dilatih sehingga seseorang itu mampu menyelesaikan berbagai permasalahan yang
dihadapinya.
3. Tipe-tipe Pertanyaan Penalaran Kuantitatif
Menurut ETS (2010), terdapat 4 tipe pertanyaan untuk mengukur QR yaitu: perbandingan
kuantitatif (quantitative comparison), pilihan ganda (multiplechoice-select one), pilihan ganda
(multiplechoice-select one or more), dan memasukkan jawaban dalam kotak (numeric entry).
Berikut diberikan beberapa contoh yang berkaitan dengan 4 tipe tersebut.
a). Perbandingan kuantitatif. Pertanyaan ini untuk membandingkan dua kuantitas (A dan B)
kemudian menentukan pernyataan mana yang menjelaskan perbandingan.
Contoh: (1). Kuantitas A Kuantitas B
54% dari 360 150
A. Kuantitas A lebih besar.
B. Kuantitas B lebih besar.
C. Dua kuantitas adalah sama.
D. Hubungan tidak dapat ditentukan dari informasi yang diberikan.
(2). Panjang PQ = PR
Kuantitas A Kuantitas B
Panjang PS Panjang SR
A. Kuantitas A lebih besar.
B. Kuantitas B lebih besar.
C. Dua kuantitas adalah sama.
D. Hubungan tidak dapat ditentukan dari informasi yang diberikan.
-
Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
28 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6
b). Pilihan ganda satu pilihan. Pertanyaan ini adalah pertanyaan pilihan ganda untuk memilih
hanya satu pilihan jawaban dari lima pilihan.
Contoh: (1). Sebuah mobil menghabiskan 1 galon bensin tiap 33 mil, di mana biaya bensin 2,95
dollar per galon. Berapa perkiraan biaya bensin (dalam dollar) yang digunakan
dalam mengendarai mobil sejauh 350 mil?
A. $10
B. $20
C. $30
D. $40
E. $50
(2).Sebuah kantong berisi 60 jelly kacang-22 putih, 18 hijau, 11 kuning, 5 merah, dan 4
ungu. Jika jelly kacang dipilih secara acak, berapakah probabilitas bahwa jelly
kacang bukan merah atau ungu?
A. 0,09
B. 0,15
C. 0,54
D. 0,85
E. 0,91
c). Pilihan ganda beberapa pilihan. Pertanyaan ini adalah pertanyaan pilihan ganda untuk
memilih satu atau lebih pilihan jawaban dari daftar pilihan.
Contoh: (1). Manakah dari bilangan bulat berikut kelipatan 2 dan 3? Tunjukkan semua bilangan
bulat tersebut.
A. 8
B. 9
C. 12
D. 18
E. 21
F. 36
(2). Yang mana dari bilangan-bilangan berikut mempunyai hasil kali yang lebih besar
dari 60?
A. -9
B. -7
C. 6
D. 8
-
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2
Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6 29
d). Memasukkan jawaban dalam kotak. Pertanyaan ini untuk memasukkan jawaban berupa
integer atau desimal atau pecahan.
Contoh: (1). Satu pena seharga 0,25 dollar dan satu spidol seharga 0,35 dollar. Berapa biaya
total 18 pena dan 100 spidol?
(2). Persegi panjang R memiliki panjang 30 dan lebar 10, dan persegi S memiliki
panjang 5. Berapa keliling S dari keliling R?
Selain keempat tipe tersebut, terdapat satu tipe QR yang menggambarkan QR secara
umum yaitu menginterpretasikan data. Maksud dari menginterpretasikan data adalah dengan
merujuk pada tabel, grafik, atau presentasi data lainnya. Pertanyaan-pertanyaan ini meminta kita
untuk menafsirkan atau menganalisis data yang diberikan. Jenis-jenis pertanyaan mungkin
pilihan ganda (bisa 1 pilihan atau beberapa pilihan).
-
Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
30 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6
SIMPULAN DAN SARAN
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa problem solving dalam matematika
merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari penalaran atau QR. Dengan kata lain, jika
seseorang mempunyai daya nalar yang baik maka kemungkinan untuk
menyelesaikan/memecahkan suatu masalah dalam matematika menjadi mudah. QR juga sangat
perlu dikembangkan dari usia Sekolah Dasar sampai dengan Perguruan Tinggi.
Penalaran Kuantitatif (QR) merupakan suatu bentuk penalaran yang sangat berguna
dalam pembelajaran matematika karena melalui penalaran ini siswa dapat mengembangkan
kemampuan mereka masing-masing melalui informasi kuantitatif (berhubungan dengan
angka/bilangan) yang diberikan. Pertanyaan/Soal-soal QR yang bervariasi sangat berguna untuk
melatih cara berpikir siswa. Gurupun diharapkan mengajukan soal-soal yang berhubungan
dengan problem solving sehingga siswa menjadi terbiasa untuk memecahkan masalah, baik
masalah matematika maupun masalah dalam kehidupan sehari-hari. Materi pembelajaran yang
merujuk kepada pembelajaran konvensional harus segera ditinggalkan.
DAFTAR PUSTAKA
American Mathematical Association of Two-Year Colleges. (1995). Crossroads in mathematics:
Standards for introductory college mathematics before calculus. Retrieved October 15,
2002, from http://www.imacc.org/standards/
Carroll, J. B. (1993). Human cognitive abilities: A survey of factor-analytic studies. Cambridge,
England: Cambridge University Press.
Dwyer, C. A., Gallagher, A., Levin, J., & Morley, M. E. (2003). What is Quantitative
Reasoning? Defining the Construct for Assessment Purposes. Pricenton, NJ: Educational
Testing Service.
Educational Testing Service (ETS). (2010). Introduction to the Quantitative Reasoning
Measure. United States.
-
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2
Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6 31
Howe, R. (1998). The AMS and mathematics education: The revision of the NCTM
standards. Notices of the AMS, 45(2), 243-247.
Mathematical Association of America (MAA). (2003). Guidelines for programs and
departments in undergraduate mathematical sciences. Washington, DC: Author.
National Council of Teachers of Mathematics. (2000). Principles and standards for school
mathematics. Reston, VA: Author.
Ruseffendi, E. T. (1991). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya
dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.
Sumarmo, U. (1987). Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika Siswa dikaitkan
dengan Kemampuan Penalaran Logik Siswa dan Beberapa Unsur Proses Belajar Mengajar.
Disertasi pada PPs UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Sumarmo, U. (2013). Berpikir dan Disposisi Matematik serta Pembelajarannya: Kumpulan
Makalah. Jurusan Pendidikan Matematika, UPI, Bandung.
Wahyudin. (1999). Kemampuan Guru Matematika, Calon Guru Matematika, dan Siswa dalam
Mata Pelajaran Matematika. Disertasi pada PPs UPI Bandung: tidak diterbitkan.
-
Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
32 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6
MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI DAN PENALARAN
MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PENDIDIKAN MATEMATIKA
REALISTIK
Sakrani
Jurusan Pendidikan Matematika SPs UPI
Jl. Setia Budhi, Bandung. Email: [email protected]
ABSTRAK
Makalah ini mengkaji pembelajaran matematika dengan pendekatan Pendidikan
Matematika Realistik(PMR) dalam meningkatkan kemampuan representasi dan
penalaran matematis siswa. PMR menggabungkan pandangan tentang apa itu
matematika, bagaimana siswa belajar matematika, dan bagaimana matematika harus
diajarkan. Pembelajaran matematika dengan pendekatan PMR mangacu pada
pendapat Fruedhental yang mengatakan bahwa Proses belajar siswa akan terjadi ketika pengetahuan yang sedang dipelajari menjadi bermakna (meaningful) bagi
siswa. Karakteristik pendidikan matematika realistik meliputi: (1) penggunaan
konteks; (2) penggunaan model untuk matematisasi progresif; (3) pemanfaatan hasil
konstruksi siswa; (4) interaktivitas; (5) keterkaitan. Dalam hal ini kemampuan
representasi matematis siswa meliputi: representasi visual, simbolik dan verbal.
Sedangkan kemampuan penalaran dapat digolongkan menjadi dua jenis yaitu
penalaran induktif dan penalaran deduktif.
Kata kunci: Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik(PMR), kemampuan
representasi, dan kemampuan penalaran.
PENDAHULUAN
Matematika merupakan ilmu yang kaya dan menarik, karena banyak materi matematika
yang bisa dikaitkan dengan kehidupan nyata, sehingga memungkinkan banyak hal yang bisa
dieksplorasi dan diinteraksikan dengan siswa. Namum pada saat pembelajaran interaksi
matematika yang sering terjadi hanyalah pemberian informasi berupa penjelasan definisi,
penjelasan contoh dan pemberian latihan kepada siswa, sehingga siswa tidak dijadikan sebagai
subjek pembelajaran.
Hal tersebut juga diungkapkan oleh Russefendi menyatakan bahwa bagian terbesar dari
matematika yang dipelajari siswa di sekolah tidak diperoleh melalui eksplorasi matematika,
tetapi melalui pemberitahuan. Pembelajaran yang demikian membuat siswa kurang aktif karena
kurang memberi peluang kepada siswa untuk lebih banyak berinteraksi dengan sesama dan
dapat membuat siswa memandang matematika sebagai suatu kumpulan aturan dan latihan yang
dapat berujung pada rasa bosan dan bingung saat diberikan soal yang berbeda dengan soal
latihan.
Berdasarkan pedoman penyusunan KTSP Depdiknas (2006 : 36) tujuan dari pembelajaran
matematika meliputi: memahami konsep, menggunakan penalaran, memecahkan masalah,
mengkomunikasikan gagasan dan memiliki sikap menghargai terhadap matematika.
Rumusan tujuan pembelajaran matematika dipertegas lagi dalam National Council of
Teachers of Mathematics (NCTM, 2000) yaitu belajar untuk berkomunikasi (mathematical
-
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2
Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6 33
communication), belajar untuk bernalar (mathematical reasoning), belajar untuk memecahkan
masalah (mathematical problem solving), belajar untuk mengaitkan ide (mathematical
connection), belajar untuk merepresentasikan ide-ide (mathematical representation).
Dari tujuan pembelajaran yang tercantum baik di KTSP dan NCTM maka kelima tujuan
pembelajaran harus mampu dihadirkan setelah melakukan pembelajaran matematika. Dalam
makalah ini penulis memilih dua dari lima tujuan pembelajaran matematika yang perlu
dihadirkan yaitu kemampuan representasi dan penalaran matematis. Kedua tujuan pembelajaran
tersebut juga memeberikan peranan penting dalam mencapai hasil belajar matematika yang
optimal.
Kemampuan representasi matematis untuk dimiliki oleh siswa, karena sangat membantu
siswa dalam memahami konsep matematis berupa gambar, simbol, dan kata-kata tertulis.
Penggunaan representasi yang benar oleh siswa akan membantu siswa menjadikan gagasan-
gagasan matematis menjadi lebih konkrit.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hudiono (Indah Widiati, 2012)
menyatakan bahwa kemampuan representasi matematis yang masih lemah adalah aspek visual.
Sementara itu hasil yang berbeda ditunjukkan melalui penelitian yang dilakukan oleh Pujiastuti
(2008) hasil penelitiannya menunjukkan bahwa sebagian besar siswa lemah dalam menyatakan
ide atau gagasannya melalui kata-kata atau teks tertulis, ini artinya salah satu aspek representasi
yang kurang berkembang adalah aspek verbal.
Sedangkan kemampuan penalaran merupakan kemampuan untuk menarik kesimpulan
berdasarkan fakta dan sumber yang relevan. Materi matematika dan penalaran matematis
merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, yaitu matematika dipahami melalui penalaran,
dan penalaran dilatih melalui belajar matematika (Depdiknas).
Meskipun kemampuan representasi matematis salah satu kemampuan yang harus dimiliki
siswa setelah pembelajaran matematika, akan tetapi pelaksanaannya bukan merupakan hal yang
mudah. Keterbatasan pengetahuan guru dan kebiasaan siswa belajar dengan cara pembelajaran
matematika biasa belum memungkinkan mengembangkan kemampuan representasi secara
optimal. Hal tersebut dikarenakan siswa cendrung meniru langkah guru, siswa kurang diberikan
kesempatan untuk menghadirkan kemampuan representasinya yang dapat meningkatkan prestasi
belajar siswa dalam pembelajaran matematika.
Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh Partini dapat ditarik kesimpulan bahwa
kemampuan penalaran matematis yang merupakan salah satu kompetensi yang diharapkan
dalam KTSP, secara keseluruhan belum mencapai hasil yang memuaskan. Indikatornya
ditunjukkan oleh hasil studi tentang kemampuan penalaran matematis pada siswa SMA
ditemukan bahwa baik secara keseluruhan maupun dikelompokkan menurut tahap kognitif
siswa, kemampuan siswa dalam penalaran matematis masih kurang memuaskan.
-
Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
34 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6
Sesuai dengan amanat KTSP, pembelajaran yang dianjurkan sejalan dengan teori belajar
konstruktivisme. Menurut Pusat Perkembangan Kurikulum Kementrian Pendidikan Malaysia,
konstruktivisme merupakan teori belajar yang berpusat pada siswa artinya pengetahuan dibina
sendiri oleh siswa secara aktif berdasarkan pengetahuan yang ada. Bertitik tolak dari itu maka
pengetahuan dibina secara aktif oleh siswa, siswa tidak menyerap secara pasif pengetahuan
yang disampaikan oleh guru, siswa menyesuaikan sebarang pengetahuan dengan pengetahuan
yang ada untuk membentuk pengetahuan baru sehingga bermuara pada pembelajaran bermakna.
Oleh sebab itu diperlukan model atau pendekatan pembelajaran yang dapat memfasilitasi
siswa untuk berperan aktif, menarik dan menantang siswa untuk berfikir sehingga berpengaruh
terhadap kemampuan siswa dalam merepresentasi dan menggunakan penalaran dalam
memahami materi pada saat pembelajaran berlangsung. Dengan penggunaan model atau
pendekatan pembelajaran yang tepat maka materi pelajaran yang disampaikan dapat dengan
mudah dimengerti oleh siswa dan diharapkan terjadi pembelajaran yang optimal.
PMR merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada siswa.
Karena PMR memiliki karakteristik dan prinsip yang memungkinkan siswa dapat berkembang
secara optimal, seperti kebebasan siswa untuk menyampaikan pendapatnya, adanya masalah
konstektual yang dapat mengaitkan konsep matematika dengan kehidupan nyata. Menurut
Russefendi (2004), alasan digunakannya pendekatan matematika realistik di sekolah karena
matematika dapat digunakan diberbagai keadaan, digunakan oleh setiap manusia pada setiap
kegiatan baik pola pikir maupun matematika itu sendiri, dan siswa yang bersekolah itu
mempunyai kemampuan beragam.
LANDASAN TEORI
A. Representasi Matematis
Dalam psikologi umum representasi berarti proses membuat model konkrit dalam dunia
nyata ke dalam konsep abstrak atau simbol. NCTM mengemukakan representasi yang
dimunculkan oleh siswa merupakan ungkapan-ungkapan dari gagasan-gagasan atau ide-ide
matematis yang ditampilkan siswa dalam upayanya untuk mencari suatu solusi dari masalah
yang sedang dihadapinya.
Terkait dengan kemampuan representasi matematis Sternberg, (2008 : 217) mengemukakan
bahwa ada dua jenis representasi yaitu representasi eksternal dan internal. Representasi
eksternal terdiri dari simbol, kaidah (ketentuan), dan diagram yang digunakan siswa untuk
menyatakan definisi. Sedangkan representasi internal, berhubungan secara individu,
membangun psikologi, dan penetapan sebuah definisi.
Lesh, Post, dan Bohr (Indah Widiati, 2012) menyatakan bahwa terdapat lima representasi
yang digunakan dalam pendidikan matematika yang terdiri dari (1) representasi objek dunia
nyata (2) representasi konkrit (3) representasi simbol aritmatik (4) representasi bahasa dalam
-
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2
Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6 35
berbicara (5) representasi gambar dan grafik. Di antara kelima representasi tersebut, tiga
representasi yang terakhir lebih abstrak dan level representasinya lebih tinggi.
B. Kemampuan Penalaran
Menurut Kreaf (Sukirwan, 2008: 32) istilah penalaran merupakan proses berfikir yang
berusaha menghubung-hubungkan fakta-fakta atau evidensi-evidensi yang diketahui menuju
kesimpulan. Tim PPPG matematika (2005) menyatakan bahwa penalaran adalah suatu proses
atau aktivitas berfikir untuk menarik kesimpulan atau membuat pernyataan baru yang benar
berdasarkan pada pernyataan yang telah dibuktikan (diasumsikan) kebenarannya. Sejalan
dengan itu, penalaran itu sendiri merupakan proses berfikir untuk menarik kesimpulan berupa
pengetahuan dengan menggunakan logika tertentu berdasarkan informasi yang diberikan.
Sebagai bukti kebenaran dari kesimpulan tersebut seorang siswa harus memberikan argument
atau alasan yang logis.
Selama mempelajari matematika di kelas, aplikasi penalaran seringkali ditemukan
meskipun tidak secara formal disebut sebagai belajar bernalar. Misalnya:
Sumarmo (2010) mengatakan bahwa secara garis besar penalaran dapat digolongkan dalam
dua jenis yaitu penalaran induktif dan penalaran deduktif. Penalaran induktif diartikan sebagai
penarikan kesimpulan yang bersifat umum atau khusus berdasarkan data yang teramati. Nilai
kebenaran dalam penalaran induktif dapat bersifat benar atau salah. Beberapa kegiatan yang
tergolong pada penalaran induktif di antaranya adalah:
1. Transduktif: menarik kesimpulan dari satu kasus atau sifat khusus yang satu diterapkan
pada kasus khusus yang lainnya. Contoh: segitiga ABC siku-siku di A berlaku BC2 = AC
2
+ AB2.
2. Analogi: penarikan kesimpulan berdasarkan keserupaan data atau proses.
Untuk menentukan hasil dari 5 X 9, berdasarkan pengetahuan yang sudah dimilikinya para
siswa yaitu (5 X 10 ) 5, maka para siswa diharapkan dapat menyimpulkan 5 X 9 adalah sama dengan 50 5 atau sama dengan 45.
Dari Jakarta ke Bandung ada
dua rute bis, dan dari Bandung
ke Semarang ada tiga rute bis.
Relasi antara banyaknya rute
bis dari Jakarta ke Semarang
melalui Bandung dengan
bilangan 6.
Relasi antara banyaknya
pasangan celana panjang
(warna putih, biru, hitam) dan
kemeja (warna kuning dan
merah) dengan bilangan:
a. 2 c. 5 e. 8
b. 3 d. 6
Serupa
dengan
-
Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
36 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6
3. Generalisasi: penarikan kesimpulan umum berdasarkan sejumlah data yang teramati.
Contoh soal
Berdasarkan gambar di atas, terdapat pola 1, pola 2, pola 3, dan pola 4. Tentukanlah pola
ke-n dari gambar di atas.
4. Menggunakan pola hubungan untuk menaganalisis situasi, dan menyusun konjektur.
Contoh soal: berdasarkan gambar pada soal c) tentukanlah pola ke tujuh dari gambar di
atas.
5. Memperkirakan jawaban, solusi, kevendrungan, interpolasi dan ekstrapolasi. Contoh soal:
berdasarkan laporan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Dikpora) Kabupaten Bima,
dikabupaten Bima tercatat 200 siswa sekolah menengah yang putus. Diantaranya 150 siswa
disebabkan oleh ekonomi, 30 siswa disebabkan oleh narkoba, serta sisanya disebabkan oleh
faktor lain. Berapakah peluang bahwa siswa tersebut putus sekolah bukan karena faktor
ekonomi?
6. Memberikan penjelasan terhadap model, fakta, sifat hubungan, atau pola yang ada. Contoh
soal: sebuah kolam renang memliki panjang 50 m, lebar 20 m, dan kedalaman 3 m. Andi
ingin mengisi kolam hingga penuh dalam waktu 20 hari? Berikan alasan.
Penalaran deduktif adalah penarikan kesimpulan berdasarkan aturan yang disepakati. Nilai
kebenaran dalam penalaran deduktif bersifat mutlak benar atau salah tidak bisa sekaligus
keduanya. Beberapa kegiatan yang tergolong pada penalaran deduktif diantaranya adalah
sebagai berikut:
1. Melaksanakan perhitungan berdasarkan aturan atau rumus tertentu
2. Menarik kesimpulan logis berdasarkan aturan inferensi, memeriksa validitas argument,
membuktikan dan menyusun agumen yang valid. Contoh soal: seseorang hendak
berpergian dari kota A menuju kota C melalui kota P atau kota Q. dari kota A ke kota Q
ada 2 jalan dan dari kota Q ke kota C ada 5 jalan. Dari kota P ke kota Q atau sebaliknya
tidak ada jalan. Berapa banyak cara yang dapat ditempuh untuk berpergian dari kota A
menuju kota C?
3. Menyusun pembuktian langsung, pembuktian tidak langsung dan pembuktian dengan
induksi matematika
C. Pendidikan Matematika Realistik (PMR)
-
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2
Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6 37
Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik (PMR) merupakan salah satu teori belajar
mengajar dalam pendidikan matematika. Teori PMR pertama kali diperkenalkan dan
dikembangkan di Belanda pada tahun 1970an oleh sekelompok ahli matematika dari Institut
Freudentahl dengan berlandaskan pada filosofi matematika sebagai aktivitas manusia
mathematics as human activity yang dicetuskan oleh Hans Freudhental (Ariyadi Wijaya,
2012). Teori ini mengacu pada pendapat Freudhental yang mengatakan bahwa Proses belajar
siswa akan terjadi ketika pengetahuan yang sedang dipelajari bermakna (meaningful) bagi siswa
Freudentahl & CORD. Suatu pengetahuan akan menjadi bermakna bagi siswa jika proses
belajar melibatkan masalah realistik atau dilaksanakan dalam dan dengan suatu konteks.
(NCTM: 2000).
Secara umum menurut Treffers (Ariyadi Wijaya, 2012) menyebutkan lima karakteristik
dari pembelajaran matematika realistik, yaitu: penggunaan konteks, penggunaan model untuk
matematisasi progresif, pemanfaatan hasil konstruksi siswa, interaktivitas, dan keterkaitan.
Karakteristik yang pertama mengemukakan pentingnya menggunakan kontek. Kontek
memainkan peranan penting dalam pembelajaran matematika dengan pendekatan PMR, konteks
atau permasalahan realistik digunakan sebagai titik awal pembelajaran matematika. Konteks
tidak harus berupa masalah dunia nyata namun bisa juga sesuatu yang bisa dibayangkan siswa.
Konteks terbagi dalam tiga jenis (De Lange dalam Jarnawi 2011) yakni kontek orde satu, kontek
orde dua, kontek orde tiga. Kontek orde satu berbentuk terjemahan dari soal-soal matematika
dalam bentuk teks. Sebagai contoh:
Konteks orde dua memberikan kesempatan pada siswa untuk melakukan proses
matematika. Sebagai contoh:
Konteks orde tiga memberikan kesempatan pada siswa untuk menemukan konsep maupun
algoritma dalam matematika. Sebagai contoh:
Karakteristik yang kedua mengemukakan tentang pentingnya menggunakan model dalam
menyelesaikan masalah matematika. Dalam pendidikan matematika realistik, model digunakan
Tentukan volume bak mandi yang berbentuk balok dengan ukuran panjang 60 cm, lebar 50
cm, dan tinggi 50 cm
Misalkan diketahui kapasitas bis yang akan dipakai untuk karyawisata SD A berkapasitas
40 penumpang. Jika pada saat karyawisata tersebut digunakan 4 bis siswa terisi penuh,
berapa banyak siswa yang mengikuti karyawisata tersebut?
Dalam suatu pertemuan warga RT 05 setiap orang yang hadir saling bersalaman. Jika
diketahui warga yang ikut pertemuan tersebut 25 orang, berapa banyak salaman yang
terjadi?
-
Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
38 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6
dalam melakukan matematisasi secara progresif. Penggunaan model berfungsi sebagai jembatan
(bridge) dari pengetahuan dan matematika tingkat konkrit menuju pengetahuan matematika
tingkat formal. Model merupakan tahapan proses transisi level informal menuju level
matematika formal dalam artian dari hal-hal yang konkrit menuju hal-hal abstrak.
Karakteristik yang ketiga pemanfaatan hasil konstruksi siswa maupun kontribusinya dalam
memecahkan masalah diperoleh melalui berbagai kegiatan, sisa diberi kesempatan untuk
menemukan konsep-konsep maupun algoritma dalam matematika melalui kegiatan doing
mathematics. Untuk terwujudnya konstruksi tersebut guru perlu merangsang siswa agar dapat
berkontribusi secara maksimal.
Karakteristik yang keempat adalah pelunya interaksi antar siswa maupun antara siswa
dengan guru dalam pembelajaran matematika. Interaksi antar siswa maupun antara siswa
dengan guru dalam bentuk interprestasi, diskusi, kerja sama, dan evaluasi merupakan kegiatan-
kegiatan interaktivitas dalam pembelajaran matematika. Dengan adanya interaksi dari berbagai
unsur akan membuat suasana kelas menjadi dinamis dan hidup. Hal ini akan membuat siswa
termotivasi dalam belajar matematika. Interaksi tersebut akan membuat siswa menjadi fokus
dari segala kegiatan di kelas. Guru berfungsi sebagai moderator agar interaksi yang terjadi
berlangsung secara efektif dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Karakteristik terakhir mengenai pentingnya keterkaitan antar topik dalam matematika
maupun dengan topik di luar matematika bertujuan mempermudah siswa dalam memahami
suatu konsep yang terdapat dalam topik yang bersangkutan. Suatu topik dalam matematika lebih
sukar dipahami bila terpisah dengan topik lain. Peran guru dalam karakteristik ini adalah
memberikan wawasan baru (new insight) tentang keterkaitan antar topik tersebut dan siswa
memahami keterkaitan tersebut, serta memunculkan konsep yang terdapat pada topik-topik
tersebut.
Menurut Hadji (Akbar & Jarnawi, 2011: 6.23-6.24) terdapat lima langkah atau tahapan
yang dilakukan dalam pembelajaran matematika melalui pendekatan realistik, yakni sebagai
berikut:
1. Guru mengkondisikan kelas agar kondusif
2. Guru menyampaikan dan menjelaskan masalah kontekstual
3. Siswa menyelesaikan masalah kontekstual
4. Penarikan kesimpulan
5. Penegasan dan pemberian tugas
D. Hubungan PMR dengan Representasi Matematis dan Penalaran Matematis
Salah satu dari lima karakteristik pembelajaran matematika dengan pendekatan realistik
yang diungkapkan oleh Ariyadi Wijaya (2012 : 22) yaitu Penggunaan model untuk
matematisasi progresif. Pada karakteristik ini penggunaan model berfungsi sebagai jembatan
-
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2
Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6 39
(bridge) dari pengetahuan dan matematika tingkat konkrit menuju pengetahuan matematika
tingkat formal.
Dalam PMR, masalah nyata berfungsi sebagai sumber dari proses belajar masalah nyata
dan situasi nyata, keduanya digunakan untuk menunjukkan dan menerapkan konsep-konsep
matematika. Ketika siswa mengerjakan masalah-masalah nyata mereka dapat mengembangkan
ide-ide/konsep-konsep matematika dan pemahamannya. Pertama, mereka mengembangkan
strategi yang mengarah (dekat) dengan konteks. Kemudian aspek-aspek dari situasi nyata
tersebut dapat menjadi lebih umum. Artinya model atau strategi tersebut dapat digunakan untuk
memecahkan masalah lain. Bahkan model tersebut memberikan akses siswa menuju
pengetahuan matematika yang formal.
Jadi proses pendekatan ini, siswa mencoba menemukan hubungan-hubungan antara bagian-
bagian masalah kontekstual dan mentransfernya ke dalam model matematika melalui
kemampuan representasi. Secara garis besar seperti berikut : Konstekstual Informal
Formal. Pengembangan pengetahuan dimulai dari masalah kontekstual hingga sampai ke
masalah formal merupakan suatu proses yang bertahap, proses tersebut dapat didukung dengan
penggunaan kemampuan representasi dan penalaran yang tepat.
PENELITIAN YANG RELEVAN
Pembelajaran dengan pendekatan realistik dan kontekstual memiliki berbagai kesamaan
baik dari teori belajar serta masalah kontekstual (masalah yang bisa dibayangkan) sebagai
karakteristik khusus dari kedua pendekatan ini, sehingga penelitian yang relevan untuk
pendekatan realistik bisa diambil dari hasil penelitian yang menggunakan pendekatan
kontekstual.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kartini Hutagaol (2007) dan dinyatakan dalam
tesisnya menjelaskan bahwa siswa yang mendapat pendekatan pembelajaran Kontekstual untuk
meningkatkan kemampuan representasi matematis siswa lebih besar persentasenya daripada
siswa yang mendapat belajar matematika dengan pendekatan pembelajaran matematika biasa.
Sedangkan penelitian yang berkenaan dengan hubungan PMR terhadap penalaran, juga
pernah dipaparkan pada workshop pembelajaran matematika oleh Siswono (2006), PMRI:
Pembelajaran Matematika yang Mengembangkan Pealaran, Kreativitas dan Kpribadian siswa.
Penelitian yang sama juga telah dilakukan oleh Putri (2012) dan dinyatakan dalam tesisnya
bahwa siswa yang belajar dengan pendekatan PMR memliki pengaruh postif terhadap
kemampuan penalaran matematis.
KESIMPULAN
1. Secara teoretis, pembelajaran matematika dengan pendekatan PMR dapat meningkatkan
kemampuan representasi matematis siswa
-
Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
40 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6
2. Secara teoretis, pembelajaran matematika dengan pendekatan PMR dapat meningkatkan
penalaran matematis siswa.
SARAN
1. Guru matematika pada semua jenjang pendidikan hendaknya mempelajari dan lebih
memperdalam lagi tentang konsep-konsep dan teori-teori pendekatan PMR
2. Guru hendaknya memilih atau membuat soal- soal kontekstual sesuai dengan kemampuan
matematis yang dicapai
DAFTAR PUSTAKA
Ariyadi Wijaya (2012). PMR: Suatu Alternatif Pendekatan Pembelajaran Matematika.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Areti Panaoura (2007). The Impact of Recent Metacognitive Expereiences on Preservice
Teachers Self-representation in Mathematics and its Teaching. University of Cyprus,
Fredrick Institute of Technology.
Athanasios Gagagtsis, dkk, (2006) Are Registers of Representations and Problem Solving
Processes on Functions Compartmentalized in Students Thinking.
Depdiknas. (2006). Pedoman Penyusunan; Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Sekolah
Dasar.
Erman Suherman, dkk. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Jica:
Bandung.
Finola Marta Putri. (2012). Pengaruh Pembelajaran Matematika Realistik terhadap
Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa SMP. Tesis UPI: Tidak
diterbitkan.
Hutagaol, Kartini (2007). Pembelajaran Matematika Konstektual untuk Meningkatkan
Kemampuan Representasi Matematis Siswa SMP. Tesis SPs UPI Bandung: Tidak
diterbitkan.
Jarnawi Afgani D. & Akbar Sutawidjaja (2011). Pembelajaran Matematika. Jakarta: Universitas
Terbuka.
NCTM (2000). Principles and Standards for School Mathematics United States.
Partini (2009). Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan
kemampuan Penalaran dan Represesntasi Matematis Siswa SMA. Tesis UPI
Robert J. Sternberg, dkk. (2008). Psikologi Kognitif. Pustaka Pelajar. Yogyakarta
-
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2
Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6 41
Russefendi (2004), landasan Filosofis dan Psikologi Pembelajaran Matematika Realistik.
Makalah disajikan dalam lokakarya pembelajaran matematika realistik bagi guru SD.
Bandung.
Sofia Anastasiadou & Athanasios Gagatsis (2007). Exploring the Effects of Representations on
the Learning of Statistics in Greek Primary School. University of Western Macedonia
dan University of Cyprus.
Sukirwan (2008). Kegiatan Pembelajaran Exploratif untuk Meningkatkan Kemampuan
Penalaran dan Koneksi Matematis siswa Sekolah Dasar. Tesis SPs UPI Bandung:
Tidak diterbitkan.
Sumarmo, Utari (2010), Berfikir dan Disposisi Matematik: Apa, Mengapa, dan Bagaimana
Dikembangkan pada Peserta Didik. Bandung FMIPA UPI.
Supardi (2012). Pengaruh Pembelajaran Matematika Realistik Terhadap Hasil Belajar
Matematika ditinjau dari Motivasi Belajar. Jurnal Cakrawala Pendidikan.
Tatang Yuli Eko Siswono (2006), PMRI: Pembelajaran Matematika yang Mengembangkan
Penalaran, Kreativitas dan Kepribadian Siswa. Makalah Workshop Pembelajaran
Matematika.
Zulkardi, (2005). Pendidikan Matematika Realistik Indonesia dan Implementasinya. Makalah
pada seminar kenaikan jabatan dari Lektor Kepala ke Guru Besar Pendidikan
Matematika pada tanggal 29 Maret 2005 di Inderalaya.
Zulkardi, (2001). Realistik Mathematics Education dan Pembelajarannya. Makalah dalam
seminar kenaikan Jabatan pada tanggal 21 Maret 2001: FKIP Uniersitas Sriwijaya
Palembang.
-
Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
42 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6
Kajian Literatur tentang Heuristik
dalam Pemecahan Masalah Matematika
Indah Riezky Pratiwi
Program Studi Pendidikan Matematika SPs UPI
Jl. Dr. Setiabudi 229 Bandung 40154, email: [email protected]
Abstrak
Masalah Matematika digambarkan sebagai persoalan atau tantangan
dimana seorang siswa tidak langsung mengetahui bagaimana cara/prosedur
khusus yang bisa digunakan untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Kemampuan pemecahan masalah merupakan salah satu kemampuan penting
yang harus dimiliki oleh semua siswa. Namun kenyataannya, kemampuan
pemecahan masalah Matematika siswa Indonesia sangat memprihatinkan. Hal
ini bisa diamati berdasarkan hasil studi TIMMS tahun 2011 (Trends in
International Mathematics and Science Study) yang menunjukkan bahwa
siswa Indonesia berada pada ranking amat rendah yaitu berada pada peringkat
ke-38 dari 45 negara yang berpartisipasi pada penilaian tersebut. Siswa
indonesia mengalami kesulitan dalam kemampuan (1) memahami informasi
yang komplek, (2) teori, analisis dan pemecahan masalah, (3) pemakaian alat,
prosedur dan pemecahan masalah dan (4) melakukan investigasi.Perlu
diketahui bahwa salah satu faktor yang menyebabkan siswa kurang terampil
dalam memecahkan masalah adalah karena kurangnya kemampuan heuristik.
Studi literatur ini bertujuan untuk membahas mengenai apa itu heuristik,
pentingnya heuristik, apa saja komponen dari heuristik, dan bagaimana
Heuristik dapat diajarkan dalam pembelajaran Matematika.
Kata Kunci: Pemecahan Masalah Matematika, Heuristik.
PENDAHULUAN
Kemampuan pemecahan masalah merupakan salah satu kemampuan yang penting untuk
dimiliki oleh semua siswa. Kemampuan pemecahan Masalah Matematika dibutuhkan
implikasinya dalam kehidupan sehari-hari dalam proses pengambilan keputusan dalam berbagai
hal. Masalah Matematika berkaitan dengan persoalan atau tantangan dimana seseorang tidak
langsung mengetahui bagaimana cara/prosedur khusus yang bisa diterapkan untuk
menyelesaikan masalah tersebut. Pentingnya kemampuan pemecahan masalah Matematika yang
dimiliki oleh siswa Indonesia tidak sejalan dengan kenyataan yang ada. Kemendikbud (2012)
memaparkan hasil studi TIMMS (Trends in International Mathematics and Science Study)
menunjukkan bahwa siswa Indonesia berada pada ranking amat rendah dalam kemampuan (1)
memahami informasi yang komplek, (2) teori, analisis dan pemecahan masalah, (3) pemakaian
alat, prosedur dan pemecahan masalah dan (4) melakukan investigasi. Selain itu, beberapa hasil
penelitian yang memfokuskan pada bagaimana kemampuan pemecahan masalah Matematika
menunjukkan bahwa siswa masih saja sering menemui kesulitan dalam memecahkan masalah
Matematika. Arslan dan Altun (2007) mengatakan bahwa salah satu faktor yang menyebabkan
siswa kurang terampil dalam menyelesaikan masalah adalah kurangnya kemampuan heuristik.
-
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2
Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6 43
Ketika dihadapkan pada masalah kompleks yang tidak familiar, sebagian besar siswa tidak
secara langsung menerapkan strategi heuristik seperti menggambarkan skema yang cocok, atau
membuat tabel, dan sebagainya. Siswa biasanya hanya melihat masalah secara sekilas dan
mencoba memutuskan perhitungan apa yang cocok untuk dijalankan terhadap bilangan yang ada
pada permasalahan.
Sebagai dimensi proses, pemecahan masalah dibelajarkan sebagai upaya untuk
mengembangkan kemampuan berpikir Matematik siswa dalam memecahkan masalah
Matematika. Pemecahan masalah dilakukan melalui tahapan-tahapan berpikir yang disebut
heuristik. Oleh karena itu, konsep heuristik tidak dapat dipisahkan dari kajian tentang
pemecahan masalah dan pembelajarannya (Yusnita,2012).
Lemahnya keterampilan siswa dalam menggunakan heuristik tentu saja menghambat
proses pemecahan masalah yang dilakukan. Sehingga diperlukan upaya untuk menyelesaikan
masalah tersebut. Sebelum mencari solusi yang tepat untuk meningkatkan keterampilan
heuristik ini, pengkajian literatur secara lebih mendalam sangat diperlukan untuk mengupas
tuntas mengenai heuristik dan konsep-konsep yang berhubungan dengannya sehingga melalui
penelitian, selanjutnya peneliti dapat mengembangkan keterampilan heuristik tersebut melalui
treatment yang tepat.
A. Masalah matematika dan Pentingnya pemecahan masalah
Dalam proses pembelajaran Matematika, seringkali kita mendengar tentang masalah
Matematika. Namun, masih sering terjadi kesalahpahaman mengenai pendefinisian masalah itu
sendiri. Bahkan ada sebagian dari kita yang memaknai semua soal Matematika sebagai suatu
masalah Matematika. Ternyata konsep dan pendefinisian masalah bukan merupakan suatu
yang sederhana. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi (2012) menyatakan bahwa
menyusun masalah Matematika merupakan salah satu tantangan untuk para guru, karena bukan
merupakan satu hal yang mudah. Banyak hambatan yang sering ditemui oleh guru dalam
menyusun masalah Matematika.
Dari pernyataan di atas, kita dapat menangkap suatu fenomena mengenai
kesalahpahaman dari pendefinisian konsep masalah Matematika yang mungkin masih ada
sampai sekarang. Karena masih ada di antara kita yang memahami masalah Matematika
sebagai soal biasa yang sering digunakan dalam proses pembelajaran matematika. Baik yang
berupa soal ingatan biasa atau bahkan soal cerita. Sehingga diperlukan pengkajian secara lebih
mendalam mengenai hal tersebut.
Beberapa ahli merangkum definisi masalah sebagai berikut :
a. Krulik dan Rudnik (1995) mendefinisikan masalah secara formal sebagai berikut : A
problem is a situation, quantitatif or otherwise, that confront an individual or group of
individual, that requires resolution, and for wich the individual sees no apparent or obvius
-
Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
44 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6
means or path to obtaining a solution. Definisi tersebut menjelaskan bahwa masalah
merupakan suatu situasi yang dihadapi oleh seseorang atau kelompok yang memerlukan
suatu pemecahan tetapi individu atau kelompok tersebut tidak melihat secara jelas atau
langsung mengenai cara/jalan untuk dapat memperoleh solusinya.
b. Kusnandi (2012) menyatakan bahwa masalah dalam matematika adalah suatu persoalan
yang siswa sendiri mampu menyelesaikannya tanpa menggunakan cara atau algoritma yang
rutin. Maksudnya adalah siswa belum memiliki prosedur atau algoritma tertentu untuk
menyelesaikannya, tetapi ia harus mampu menyelesaikannya berdasarkan baik kesiapan
mentalnya maupun pengetahuan siapnya terlepas dari apakah ia sampai atau tidak kepada
jawabannya.
c. Cooney dkk (Shadiq, 2004) mengatakan bahwa suatu pernyataan akan menjadi masalah
jika pertanyaan itu menunjukkan adanya suatu tantangan (challenge) yang tidak dapat
dipecahkan oleh suatu prosedur rutin (routine procedure) yang sudah diketahui si pelaku.
Berdasarkan definisi yang sudah dipaparkan oleh beberapa ahli di atas, kita dapat
menarik kesimpulan bahwa masalah Matematika dipandang sebagai suatu tantangan yang
dihadapkan kepada seorang individu atau suatu kelompok yang mana individu atau kelompok
tersebut tidak dapat menyelesaikan tantangan tersebut secara langsung melalui prosedur biasa
(langkah-langkah rutin dengan penggunaan rumus langsung) sehingga mereka harus memiliki
kesiapan mental maupun pengetahuan untuk memperoleh solusi dari masalah yang diberikan
melalui berbagai strategi/trik yang bisa digunakan untuk mendekatkan siswa kepada solusi yang
diharapkan.
Sekarang pemahaman konsep kita tentang masalah Matematika harus digeser ke arah
yang lebih mendalam, bahwa tidak semua soal yang biasa digunakan dalam proses
pembelajaran Matematika bisa dikatakan sebagai suatu masalah. Masalah Matematika bersifat
relatif, bahwa suatu tantangan/soal bisa menjadi masalah bagi seorang siswa, namun belum
tentu bagi siswa lainnya. Sehingga seorang guru harus benar-benar menguasai karakteristik dan
pemahaman siswa sehingga masalah yang dikonstruk oleh guru untuk digunakan dalam proses
pembelajaran dapat menjadi masalah bagi seluruh siswa secara universal. Tentu saja hal ini
merupakan tantangan bagi para guru, karena menyusun masalah Matematika bukanlah
merupakan hal yang mudah.
Dibawah ini dilampirkan contoh masalah Matematika dan soal rutin.
Sumber: Yoong (2006)
-
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2
Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6 45
Kita dapat melihat perbedaan dari kedua jenis soal di atas. Pertanyaan nomor 1 bisa
dikategorikan sebagai masalah bagi siswa kelas 1 SMP. Karena ketika siswa kelas 1 SMP
diberikan soal tersebut, mereka tidak dapat secara langsung menentukan solusi dari masalah
tersebut hanya dengan sekedar mensubstitusikan nilai ke dalam rumus. Melainkan mereka harus
memilih strategi yang melibatkan proses berpikir untuk memecahkan masalah tersebut. Berbeda
dengan pertanyaan nomor 2, dimana siswa kelas 1 SMP dapat memecahkan masalah tersebut
hanya dengan melakukan operasi hitung biasa. Sehingga pertanyaan nomor 2 tidak bisa
dikatakan sebagai masalah, melainkan termasuk soal rutin.
Melalui masalah yang diberikan oleh guru, siswa diharapkan dapat memecahkan
masalah tersebut sehingga ditemukan solusi yang memenuhi masalah tersebut. Menurut
Wardhani (Munaka, 2007) menjelaskan pemecahan masalah sebagai proses penerapan
pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya dalam situasi baru yang belum diketahui.
Masalah bersifat relatif, artinya masalah bagi seorang pada suatu saat belum tentu merupakan
masalah bagi orang lain pada saat itu atau pada orang itu sendiri berapa saat kemudian. Masalah
pada hakekatnya adalah pertanyaan yang harus dijawab. Sebaliknya suatu pertanyaan belum
tentu menjadi masalah bagi seseorang.
Pentingnya kemampuan siswa dalam memecahkan masalah tertuang dalam tujuan
kurikulum. Namun kenyataannya kemampuan siswa dalam memecahkan masalah masih sangat
kurang. Sehingga masih sangat perlu dilakukan pengkajian mendalam mengenai hal ini.
Josep (2010) menambahkan bahwa berdasarkan penyelidikan yang dilakukan oleh
Kai Kow Joseph YEO dalam penelitiannya mengenai kesulitan siswa SMP dalam
menyelesaikan masalah nonrutin diperoleh informasi bahwa siswa terbiasa menggunakan satu
jenis heuristik. Siswa tidak menunjukkan fleksibilitas dalam mencari cara untuk memecahkan
masalah dengan menggunakan lebih dari satu heuristik.Siswa yang bekerja dengan satu solusi
sering tidak menyadari bahwa solusi yang mereka ambil tidak benar. Selain itu juga, siswa tidak
berusaha memeriksa apakah solusi mereka benar atau memenuhi kondisi masalah atau tidak.
Pendapat dari ahli lain yang mendukung hasil penyelidikan yang dilakukan oleh Kai
Kow Joseph, Arslan dan Altun (2007) mengatakan bahwa salah satu faktor yang menyebabkan
siswa kurang terampil dalam menyelesaikan masalah adalah kurangnya kemampuan heuristik.
Ketika dihadapkan pada masalah kompleks yang tidak familiar, sebagian besar siswa tidak
secara langsung menerapkan strategi heuristik seperti menggambarkan skema yang cocok, atau
membuat tabel, dan sebagainya. Siswa biasanya hanya melihat masalah secara sekilas dan
mencoba memutuskan perhitungan apa yang cocok untuk dijalankan terhadap bilangan yang ada
pada permasalahan.
-
Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
46 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6
Ho dan Tan (2013) mengemukakan bahwa tidak seluruh siswa memiliki pengetahuan
umum tentang berbagai heuristik. Mereka berada pada titik tolak dan tingkatan pengetahuan
heursitik yang berbeda. Penyajian dari apa yang mereka kerjakan mengenai langkah-langkah
pengerjaannya sangat bergantung pada bagaimana guru matematika yang mengajar sebelumnya
dan seberapa luas pembelajaran yang mereka ikuti sebelumnya
B. Heuristik dalam Pemecahan Masalah
Pemecahan Masalah Matematika terintegrasi dalam proses pembelajaran, dimana
melalui proses pembelajaran siswa diharapkan dapat meningkatkan kemampuan pemecahan
masalah mereka. Wong Khoon Yoong (2006) mengatakan bahwa pemecahan masalah sudah
menjadi fokus utama dalam Kurikulum Matematika Singapore selama lima belas tahun terakhir.
Untuk sukses dalam menyelesaikan berbagai jenis masalah, khususnya masalah nonrutin,
seorang siswa yang termotivasi harus menerapkan empat tipe kemampuan matematika yaitu
konsep matematika, keterampilan, proses, dan metakognisi untuk memecahkan masalah. Dalam
kemampuan proses adalah menggunakan heuristik.
Powwel dan Lai (2010) menjelaskan bahwa melalui heuristik, kita dapat menjelaskan
setiap tahap-tahap pengerjaan yang dilakukan dalam menyelesaikan permasalahan yang
menyajikan sebuah makna untuk meningkatkan pemahaman dalam tugas pemecahan masalah.
Kita tidak menyatakan secara tidak langsung bahwa ketika pemecah masalah
mengimplementasikan heuristik hal itu dapat menghantarkan mereka menuju penemuan solusi,
tapi hanya bermaksud melakukannya. Pemikiran kita tentang heuristik memasukan strategi
umum yang harus dipatuhi dan secara nyata seperti yang dijelaskan oleh Polya.
Definisi mengenai Heuristik sangat beragam. Romanycia dan Pelletier (1985)
menegaskan bahwa sesuatu bisa disebut sebagai heuristik oleh seorang peneliti belum tentu
dikatakan juga oleh peneliti lain. Hal ini disebabkan karena beberapa heuristik memasukkan
berbagai sisi yang menonjol yang berbeda dan beberapa peneliti sudah menekankan perbedaan
dari masing-masing karakteristik ini sebagai sesuatu yang mendasar untuk menjadi sebuah
definisi heuristik.
Definisi Heuristik menurut beberapa ahli yang dirangkum melalui berbagai sumber.
Adapun definisi-definisi yang terangkum adalah sebagai berikut:
1. Lidinillah (2009) menjelaskan bahwa heuristik adalah suatu langkah-langkah umum yang
memandu pemecah masalah dalam menentukan solusi masalah. Berbeda dengan algoritma
yang berupa prosedur penyelesaian sesuatu dimana jika prosedur itu digunakan maka akan
sampai pada solusi yang benar. Sementara heuristik tidak menjamin solusi yang tepat,
tetapi hanya memandu dalam menemukan solusi. Jika langkah-langkah algoritma harus
dilakukan secara berurutan, maka heuristik tidak menuntut langkah berurutan.
-
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2
Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6 47
2. Slage (Romanycia dan Pelletier,1985) menjelaskan heuristik sebagai rule of thumb,
strategi, metode, atau trik yang biasa digunakan untuk mengembangkan ketepatgunaan
suatu sistem yang dicoba untuk menemukan solusi dari permasalahan yang kompeks.
3. Ministry of Education Singapore(2009) menjelaskan bahwa heuristik merupakan apa yang
siswa dapat lakukan untuk mendekatkan sebuah permasalahan ketika solusi dari
permasalahan tersebut tidak jelas.
4. Chaves (2007) menjelaskan bahwa Heuristik dapat digunakan untuk menyelesaikan
masalah non rutin atau masalah yang tidak jelas bentuk penyelesaiannya. Teknik ini adalah
petunjuk umum yang sangat berguna dalam menyelesaikan masalah yang luas kajiannya.
Perbedaan heuristik menyajikan maksud yang berbeda yaitu membantu anak memahami
masalah, mengidentifikasi segala alasan yang mungkin terjadi, mengidentifikasi beberapa
solusi yang memungkinkan, berfikir atau bernalar.
Sehingga dapat kita tarik benang merah dari beberapa definisi heuristik tersebut dalam
memahami konsep heuristik. Kita melihat suatu kata kunci dari penjabaran beberapa pengertian
heuristik yang sudah didefinisikan oleh para ahli. Heuristik erat kaitannya dengan tahapan-
tahapan/langkah-langkah berpikir/aturan/strategi/teknik/apa saja yang bisa dilakukan terhadap
suatu permasalahan yang diberikan dengan tujuan mendekatkan permasalahan tersebut kepada
solusi yang tepat ketika kita dihadapkan oleh permasalahan yang tidak familiar. Seringkali,
dalam pembelajaran Matematika di sekolah siswa akan cederung mudah menyerah ketika
mereka menemui kesulitan dan merasa tidak bisa berbuat banyak atas permasalahan yang
mereka hadapi. Permasalahan ini merupakan permasalahan yang tidak familiar.
Newell (1981) menyatakan bahwa heuristik disini erat kaitannya dengan langkah-
langkah pemecahan masalah yang dikemukakan oleh Polya. Adapun karakteristik dari heuristik
yang diadopsi dari tahapan berfikir Polya adalah sebagai berikut:
Proses yang dilibatkan dalam model Polya dielaborasi pada tahun 2001 pada silabus
Matematika, seperti yang ditunjukkan di bawah ini :
Langkah Langkah untuk Pemecahan Masalah
1. Memahami Masalah
Mencari informasi yang diberikan
dapat memberikan gambaran tentang informasi yang diberikan
mengatur informasi yang diberikan
menghubungkan informasi yang diberikan
2. Merencanakan sebuah rancangan
Act it out (menunjukkan/ membuktikan)
Menggunakan diagram atau pemodelan
Menggunakan terkaan dan pengecekan
Membuat sebuah daftar yang teratur
-
Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
48 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6
Mencari pola-pola
Bekerja dari langkah belakang
Menggunakan konsep sebab akibat
Membuat sebuah anggapan/perkiraan/dugaan/pengandaian
Menyelesaikan masalah dengan menggunakan jalan lain
Menyederhanakan masalah
Menyelesaikan bagian dari permasalahan
Memikirkan sesuatu yang berhubungan dengan permasalahan
Menggunakan sebuah persamaan
3. Menjalankan Rencana
Menggunakan Kemampuan perhitungan
Menggunakan kemampuan geometri
Menggunakan Penalaran Logika
4. Refleksi/Evaluasi
Mengoreksi solusi yang telah diselesaikan
Membetulkan metode yang digunakan
Mencari solusi alternatif
Mengembangkan cara untuk masalah lain
Ministery of Education Singapore (2009 )
Pada kenyataannya, heuristik tidak selalu menjamin kebenaran selalu tercapai dalam
proses penyelesaian masalah, namun proses tersebut yang paling penting, bagaimana siswa
berusaha mencari jalan keluar untuk mendekatkan masalah pada solusi yang diharapkan. Wong
Khoon Yoong (2006) mengatakan bahwa guru Matematika sering berkeinginan untuk
menunjukan perbedaan strategi untuk menyelesaikan masalah yang diberikan. Hal ini dilakukan
dengan niat untuk meningkatkan kemampuan berfikir kreatif siswa dan untuk mematahkan
persepsi umum bahwa masalah Matematika selalu hanya memiliki satu cara yang benar dan
satu-satunya jawaban yang benar. Guru berharap siswa berfikir keras tentang perbedaan strategi
untuk pemecahan masalah dalam masalah yang sama. Karena berdasarkan hal tersebut, guru
memperoleh pemahaman yang mendasar tentang bagaimana siswa berfikir secara Matematis,
seringkali dalam cara yang benar-benar tidak terduga, jawaban yang benar ataupun salah.
Berdasarkan uraian di atas, sangat diperlukan adanya pengkajian secara lebih mendalam
mengenai kemampuan heuristik yang mengarah pada keterampilan siswa dalam menggunakan
heuristik dengan tujuan untuk memperkuat keterampilan proses pemecahan masalah. Selain itu,
siswa yang cenderung menggunakan beberapa heuristik dalam menyelesaikan masalah yang
sama diharapkan akan memiliki kemampuan berfikir kreatif yang baik.
John, Hedberg,dan Luis (2010) mengatakan bahwa dalam pelaksanan proses
pembelajaran, tidak semua macam heuristik dapat diajarkan oleh guru secara eksplisit, karena
-
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2
Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6 49
kenyataannya kadangkala ada beberapa heuristik yang digunakan oleh siswa diperoleh dari
pengalaman pemecahan masalah mereka pribadi atau yang diidentifikasi ketika mereka
mengobservasi pemecahan masalah dari orang lain. Kita juga dapat mempelajari macam-macam
heuristik melalui pengujian dan belajar berdasarkan pada contoh yang ada pada textbook.
Alasan yang paling penting untuk mempelajari heuristik adalah karena heuristik dapat
membantu menyelesaikan masalah pada topik yang tidak familiar, walaupun sebenarnya tanpa
bantuan heuristik, siswa mungkin masih bisa menyelesaikan masalah, dalam hal ini heuristik
hanya meningkatkan kesempatan untuk menemukan solusi yang tepat. Pengajaran tentang
penggunaan Heuristik ini diterapkan oleh guru melalui penugasan penyelesaian masalah-
masalah Matematika sehingga siswa terbiasa dalam menggunakan berbagai macam Heuristik.
KESIMPULAN
Heuristik tidak dapat dipisahkan dari proses pemecahan masalah Matematika. Heuristik
dipandang sebagai proses berpikir siswa dalam memecahkan masalah Matematika yang
berkaitan dengan tahapan-tahapan/langkah-langkah berpikir/aturan/strategi/teknik/apa saja yang
bisa lakukan terhadap suatu permasalahan yang diberikan dengan tujuan mendekatkan
permasalahan tersebut kepada solusi yang tepat ketika kita dihadapkan oleh permasalahan yang
mereka hadapi. Heuristik erat kaitannya dengan dengan langkah-langkah pemecahan masalah
Polya yaitu: (1) Memahami masalah; (2) Merencanakan sebuah rancangan; (3) Menjalankan
rencana; dan (4) Refleksi/evaluasi. Heuristik dapat diintegrasikan dalam proses pembelajaran
Matematika melalui latihan pengerjaan masalah nonrutin sehingga diharapkan siswa dapat
meningkatkan keterampilan mereka dalam mengaplikasikan heuristik dalam penyelesaian
masalah Matematika.
DAFTAR PUSTAKA
Arslan dan Altun.(2007).Learning to Solve Non-Routine Mathematical Problems.Elementary
Education Online 6 (1).
Ho,K.Fai dan Preston T.(2013).Weaving Reflection into Enchance Problem- Solving in
Mathematics Classroom,Innovation an Exemplary Practice in Mathematics
Education :The6th East Asia Regional Conference on Mathematics Education
Proceedings Vol.2,64-72.Phuket,Thailand:ICMI- International Commission on
Mathematical Instruction
Jhon Tion dkk.(2010).A Metacognitive Approach to Support Heuristic Solution of
Mathematical Problems.diakses tanggal 20 Oktober 2012.
Josep,Kai Kow.(2010).Secondary 2 Students Difficulties in Solving Non-Routine
Problems.National Institute of Education.
Krulik, Stephen dan Rudnick, Jesse A. (1995). The New Sourcebook for Teaching
Reasoning and Problem Solving in Elementary School. Boston : Temple University.
-
Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
50 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6
Kusnandi.(2012).Penalaran Matematika.Modul Perkuliahan UPI: Tidak diterbitkan.
Kemendikbud.(2012).Dokumen Kurikulum 2013.Jakarta:Kemendikbud
Lidinillah.(2009).Heuristik dalam Pemecahan Masalah Matematika dan Pembelajarannya di
Sekolah Dasar. Diakses melalui http://file.u[i.edu/Direktori/KD-
TASIKMALAYA/DIDIN_ABDUL_MUIZ_LIDINILLAH_(KD-TASIKMALAYA)-
197901132005011003/132313548%20-
%20didin%20abdul%20muiz%20lidinillah/Heuristik%20Pemecahan%20Masalah.pdf
Ministry of Education Singapore.(2009).The Singapore Model Method for Learning
Mathematics.Singapore : Ministry of Education Singapore
Munaka, Fitrianty.(2007).Makalah Peserta Seminar Nasional Pendidikan Matematika
(Pemberdayaan Siswa Berbakat Intelektual Sebagai Asisten Guru salam
Pembeljajaran Pemecahan Masalah Matematika di Sekolah Menengah
Pertama).Palembang:UNSRI
Newell,Allen.(1981).The Heuristic of George Polya and Its Relation to Artificial
Intelligence.United States :Department of Computer Science Carnegie Mellon
University Pittsburgh,Pennsylvania 15213
Pratiwi,I.R.(2012).Pembelajaran Pemecahan Masalah Matematika di SMAN 15
Palembang.Skripsi UNSRI:Tidak diterbitkan
Romanycia,Pelletier.(1985).What is a heuristics?.Comput.Intel vol 1, 1985.
Shadiq,Fajar.(2004).Pemecahan Masalah,Penalaran dan Komunikasi Disampaikan pada
Diklat Instruktur/Pengembang Matematika SMA Jenjang Dasar Tanggal 6 s.d
19 Agustus 2004 di PPPG Matematika.Yogyakarta:Depdiknas
Yoong.(2006). Enhancing Mathematical Reasoning at Secondary School Level.
http://math.nie.edu.sg/ame/mtc06/Mathematics%20Teachers%27%20Conference%20W
ongKY%20Math%20Reasoning.pdf/tanggal 10 Oktober 2012)
Yoong dan Tiong.(2008).Developing the Repertoire of Heuristics for
Mathematical Problem Solving: Student Problem Solving Exercises and
Attitude. Technical Report for Project CRP38/03 TSK
Yusnita.(2012).Pembelajaran Heuristik Pemecahan Masalah
Matematika.(http://kejora216.wordpress.com/elementary-school/pembelajaran-
matematika-heuristik/ tanggal 10 Oktober 2013).
-
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2
Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6 51
KEMAMPUAN SISWA SMP DALAM MENENTUKAN POLA
GAMBAR TUMBUH SEBAGAI PENDUKUNG PEMBELAJARAN ALJABAR
Georgius Rocki Agasi
1), M. Andy Rudhito
2)
1) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Sanata Dharma
Kampus III USD Paingan Maguwoharjo Yogyakarta,
e-mail: [email protected]
2) Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Sanata Dharma
Kampus III USD Paingan Maguwoharjo Yogyakarta, email: [email protected]
Abstract
Kemampuan berpikir menentukan pola sangat diperlukan dalam pembelajaran aljabar.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan dan cara berpikir siswa SMP dalam
menentukan pola gambar tumbuh. Penelitian ini merupakan penelitian diskriptif kualitatif
dengan subyek penelitian 5 siswa SMP. Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa
siswa mengalami kesulitan dalam menentukan pola gambar tumbuh. Ada berbagai variasi
cara berpikir siswa dalam menentukan pola gambar perulangan dengan benar. Siswa yang
masih mengalami kesulitan dalam menentukan pola masih sulit diungkap cara berpikirnya.
Keywords:siswa SMP, pola, gambartumbuh, pembelajaranaljabar.
PENDAHULUAN
Matematika dipandang sebagai dasar dari penalaran tentang objek dan hubungan. Selain
itu matematika hal lain melibatkan seperti memeriksa, menyelidikikebenaran dan
klaimtentangbenda danhubungan ( Carpenter et al. 2003) ( dalam E. Warren T. Cooper.2008) .
Kelebihan matematika terletak pada hubungan sehingga menimbulkan pola dan generalisasi.
(Soekadijo, 1999: 134) ( dalam Herdian. 2010) mengatakan bahwa penalaran yang
menyimpulkan suatu konklusi yang bersifat umum dari premis-premis yang berupa proposisi
empirik itu disebut generalisasi. ( Rahman, 2004: 15) ( dalam Herdian. 2010) mengatakan
bahwa generalisasi adalah proses penarikan kesimpulan dimulai dengan memeriksa keadaan
khusus menuju kesimpulan umum. Penalaran tersebut mencakup pengamatan contoh-contoh
khusus dan menemukan pola atau aturan yang melandasinya. Sedangkan (Trisnadi, 2006:11) (
dalam Dedy, 2013) mengungkapkan bahwa generalisasi adalah menyatakan pola, menentukan
struktur/ data/ gambaran/ suku berikutnya dan memformulasikan keumuman secara simbolis.
Abstrak pola adalah transformasi dasar pengetahuan struktural bertujuan untuk pembelajaran
matematika dalam konteks pendidikan. Jadi tujuan pembelajaran matematika harus diarahkan
untuk mendorong keterampilan dasar dalam hal generalisasi.
Memahami pola untuk menduga dan membuat generalisasi (kesimpulan) merupakan
salah satu Kompetensi Dasar yang ada dalam Kurikulum 2013 ( Lampiran Permendikbud
tentang Kurikulum SMP-Mts, 2013:68). Kegiatan yang sering terjadi pada sekolah dasar selama
beberapa tahun adalah eksplorasi pola berulang sederhana menggunakan bentuk, warna ,
gerakan, merasakan dan suara . Biasanya siswa diminta untuk menyalin dan melanjutkan pola-
pola , mengidentifikasi bagian mengulang, dan menemukan unsur-unsur yang hilang , fokus
pada pemikiran variasional tunggal dimana variasi terjadi dalam pola itu sendiri. Pada
-
Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
52 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6
kenyataannya hanya sedikit aktivitas terjadi dengan pola pertumbuhan visual. Tetapi pendekatan
dengan memperkenalkan aljabar untuk anak-anak di usia rata-rata 12-13 tahun membangun
eksplorasi awal pola visual, ini digunakan untuk menghasilkan ekspresi aljabar.
Pola yang digunakan dalam pengalaman pengantar aljabar formal didominasi pola
pertumbuhan visual. Siswa diminta untuk membentuk hubungan antara pola dan posisi mereka ,
dan menggunakan generalisasi ini untuk menghasilkan langkah-langkah dalam
polauntukposisilain, yaitu, dimanamereka diminta untuk mempertimbangkan kembali pola yang
tumbuh sebagai fungsi (yaitu , sebagai hubungan antara pola dan posisinya ) bukan sebagai
variasi satu set data ( yaitu , sebagai hubungan antara periode yang berurutan dalam pola itu
sendiri ) . Umumnya ini menghasilkan representasi visual , data rekaman dalam tabel ( posisi
dan jumlah elemen pada posisi itu ) , dan dari tabel teridentifikasi hubungan antara dua set data .
Ini berbeda dari pengenalan pola yang digunakan dalam induksi matematika. Fokus di hasil
adalah memastikan pada hubungan fungsional antara set data dan mengeksplorasi konsep
variabel.
Kesulitan-kesulitan yang terjadiyaitu kurangnya bahasa yang tepat diperlukan untuk
menggambarkan hubungan ini , kecenderungan hanya tertuju pada satu data tunggal untuk
menggambarkan generalisasi dan ketidakmampuan untuk memvisualisasikan spasial atau pola
lengkap.
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif diskriptif
Waktu dan Tempat Penelitian
Subjek pada penelitian ini adalah anak SMP kelas 7 yang rata-rata berusia 12-13 tahun.
Untuk teknik memperoleh subjek adalah meminta subjek penelitian yang berasal dari sekolah
tempat Peneliti PPL ( Progam Pengalaman Lapangan) di SMPN 6 Yogyakarta. Selain itu subjek
juga berasal SMP Stella Duce 2.
Prosedur
Penelitian dilakukan dibeberapa dua tempat dan waktu yang berbeda, yang pertama
adalah di rumah subjek yaitu di Kadipaten Wetan no 196 Yogyakarta dan SMPN 6 Yogyakarta
yaitu berada di kelas 7A. Data didapat dengan meminta subjek untuk mengerjakan Tes yang
diberikan kepada mereka dengan waktu 30 menit. Prosedur pengambilan penelitian adalah
dengan meminta subjek mengerjakan soal dengan memilih jawaban yang telah disediakan dan
didalam soal itu terdapat kolom alasan mengapa subjek memilih jawaban yang telah disediakan.
Selain mengisi soal ada juga wawancara lisan yang digunakan untuk mengetahui secara detail
apa yang menyebabkan siswa tidak mengisi kolom alasan yang diberikan secara jelas.
-
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2
Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6 53
Data, Intrumen, dan Teknik Pengumpulan Data
Untuk pengambilan data di Kadipaten wetan no 196 Yogyakarta diambil waktu malam
hari pk 20.00 WIB sedangkan untuk di SMPN 6 Yogyakarta, data diambil pada siang hari
sepulang sekolah pk 11.30. Teknis pengumpulan data pada subjek di SMPN 6 Yogyakarta
adalah dengan mengempulkan mereka sepulang sekolah dan meminta mereka untuk
menegerjakan tes yang diberikan dan tentunya dengan waktu yang sudah disiapkan yaitu 30
menit sedangkan untuk pengambilan data yang berada di Kadipaten wetan yaitu dengan
membuat janji terlebih dahulu dengan subjek untuk waktu yang tepat lalu mendatangi subjek di
waktu yang telah dijanjikan.
Berikut Instrumen Tes pola gambar tumbuh yang diberikan kepada subjek :
SOAL SOAL GAMBAR POLA TUMBUH
Selamat Mengerjakan
I. Kerjakan soal-soal dibawah ini dengan benar dan lengkap seperti contoh
diatas !
II.
1.
Alasan :
2
Alasan :
-
Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
54 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6
3
Alasan :
4
Alasan :
5
Alasan :
6
Alasan :
-
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2
Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6 55
7.
Alasan :
Gambar 1.Soal soal Tes Pola gambar tumbuh
Teknik Analisis Data
Cara memaknakan data yang diperoleh dengan dua cara yaitu dengan melihat dari kolom
alasan dan wawancara lisan terkait jawaban yang dipilih subjek.Untuk menegetahui jawaban
yang benar yaitu melihat kunci jawaban yang sudah benar. Dari pengisian kolom alasan dan
wawancara lisan dapat mengetahui apa saja yang menjadi pemikiran subjek serta dapat
mengetahui permasalahan apa saja terkait masalah gambar pola tumbuh dan dari situ dapat
diketahui seberapa pemahaman siswa mengenai hubungan gambar pola tumbuh dan juga
pemahaman tentang bentuk aljabarnya.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada saat pengambilan data awalnya mengambil 5 subjek untuk diteliti tetapi saat hasil
sudah didapat banyak terdapat hasil kurang memuaskan dikarenakan banyak jawaban yang tidak
dijawab dan tidak memberikan alasan. Untuk itu perlu dilakukan pengambilan data dari subjek
lain maka ditambah lagi pencarian data dan mendapatkan 10 subjek untuk diteliti. Setelah
dilakukan pencarian data yang kedua dihasilkan data yang dicari tetapi masih perlu disaring
karena masih terdapat jawaban kurang memuaskan dari subjek yang diteliti. Pada akhirnya
daritotal 15 data yang dicari hanya lima yang dianggap cukup memuaskan untuk diteliti lebih
lanjut. Berikut adalah hasil yang didapat dari penelitian ini.
-
Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
56 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6
Tabel 1. Alasan Siswa dalam Memilih Jawaban
Nama Soal no 1 Soal no 2 Soal no 3 Soal no 4 Soal no 5 Soal no 6 Soal no 7
MRM
K
Karena garis dari kiri
adalah angka kecil
jika diurutkan yang
paling besar garis 6
dan urutan. (E).
BENAR
Karena
garisnya
besar(D).
BENAR
Karena
Urutan
titiknya
adalah
angka
berikutnya
(D)
BENAR
Karenadari
1 lalu
loncat
3(C).
SALAH
Karena
garis
dalam
segitiga
berawalan
dari angka
4 sampai
dengan 10
(A)
BENAR
Karena 1
1 = 0 (D).
BENAR
Karena
4,3 lalu
2(F)
BENAR
DAJ Soalnya itu kan
tambah garis ke
kanan ( ukurannya
selang-seling)
(E)BENAR
Karena, itu
urut
kebalikan
dari arah
jarum jam
dan warna
titik tengah
selang
seling (D)
BENAR
Itu urut (
titiknya )
1 5
Searah
jarum jam
(D)
BENAR
Titiknya
urut (B)
BENAR
adalah
persamaan
arah
dengan 2.
Misal 1
dengan 5 (
sama-
sama
segitiga
)(D)
SALAH
Lingkaran
nya terus
berkurang
(D)
BENAR
Lingkaran
dikurang
dan kotak
ditambah
(D)
BENAR
PRR Karenasetiappolapast
iditambahgarispanjan
gataupendek.
Polaketigadiakhiride
ngangarispendek.
Makaharusditambahg
arispanjangpadapolas
elanjutnya (E).
BENAR
Karena
pola-pola
ini
berselang
seling
(dari
lingkaran
tengah
hitam
putih
hitam
putih ) dan
setiap
bentuk
selanjutny
a akan
Karenapad
apolaini,
panahituak
andiputar
90. Dan
padapangk
al,
titiknyaber
tambah.
Makadariit
u, yang
arahdanju
mlahtitik
yang
tetapadalah
D.
Setiap
titiknya
bertamba
h, maka
titiknya
akan
berada di
seberang
titik yang
terdahulu
secara
diagonal.
Jadi yang
pas
adalah
(B).
Saya tidak
bisa
menjawab
.
SALAH
Ketika
lingkaran
dikurangi,
maka kotak
ditambah.
Makajawab
an yang
tepatadalah
(D).
BENAR
Setiap
Kotaknya
tambah,
lingkaran
diatas
akan
berkurang.
Pada pola
terakhir,
kotak ada
satu dan
lingkaran
ada satu.
Maka
apabila
kotak
-
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2
Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6 57
ditambah
satu garis.
Maka
jawaban
yang tepat
adalah E.
BENAR
BENAR
BENAR
ditambah
dan
lingkaran
dikurangi,
maka yang
tepat
adalah (F)
BENAR
MFD Jika diurutkan dari
yang pertama
dimulai dari garis
pendek sedangkan
yang ke-3 berhenti
digaris yang pendek
maka
garisselanjutnya
dimulai dari garis
panjang.(E) BENAR
Karena
bagian atas
ditengah
hanya
kebalikan
dari yang
dibawah
(D).
BENAR
Hanya
mengikuti
arah panah
sebelumny
a (D)
Jika titik
pertama
dimulai
dari kanan
bagian
atas, lalu
titik
keduadiba
gian
bawah,
maka titik
ketiga dan
keempat
pasti
sebaliknya
dari titik
kesatu dan
kedua.(B)
SALAH
Bagian
bawah
sama
seperti
bagian
atas
cuman di
putar
saja.(D)
SALAH
Hanya
mengurutk
an dari
atas.(D)
BENAR
Hanya
mengurutk
an dari
atas.(F)
BENAR
AA Jika dilihat dari kiri,
jumlah garis ada 3
dan diurutkan sesuai
dengan jumlah dan
pola.(E)
BENAR
Karena
jika
diurutkan
jawaban
ini benar.
(D)
BENAR
Karena
jika
diurutkan
sesuai
jumlah dan
pola
jawaban
ini
benar.(D)
BENAR
Jika
diurutkan
pola dan
jumlah
titik
menurut
saya ini
benar.(B)
BENAR
Karena
jika
dilihat-
lihat
jawaban
ini
menurut
saya
benar. ( A
).
BENAR
Karena
jika
diurutkan
sesuai pola
dan jumlah
titik dan
kotak,
menurut
saya ini
benar.(D)
BENAR
Karena
jika
dilihat-
lihat
jawaban
ini benar. (
F )
BENAR
-
Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
58 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6
Pada awal ketika soal ini diberikan kepada subjek hampir semua subjek merasa
kebingungan dengan maksud dari soal. Untuk itu, disiapkan juga contoh pengerjaan soal. disini
mulai tampak perbedaan daya tangkap subjek mengenai penjelasan contoh yang diberikan. Tiga
subjek dapat mengerti dengan cepat dan 2 subjek lainnya membutuhkan waktu cukup lama
untuk mengerti tentang contoh pengerjaan soal itu sendiri. Namun demikian pada akhirnya
semua siswa dapat mengerti dengan contoh yang diberikan sehingga mereka dapat mulai
mengerjakan soal.
Pembahasan dimulai dari nomor 1. Dari hasil penelitian semua subjek mampu menjawab
dengan benar. Pada soal nomor 1 dapat dilihat dari pola yang tumbuh dari kiri ke kanan dan
jumlah terus bertambah maka gambar yang terakhir adalah pola yang memiliki jumlah yang
paling banyak selain melihat jumlah pola yang dilihat sebagai indikator benar adalah dari garis
panjang garis pendek yang berurutan dimulai dari gambar yang pendek dahulu sehingga
jawaban yang paling tepat adalah (E) karena jawaban (E) terdapat jumlah garis yang berjumlah
6 dan berurutan dimulai dari dari garis yang pendek. Semua subjek menjawab dengan benar
yaitu (E). Tetapi untuk alasan yang mereka buat terdapat perbedaan hanya pada kalimatnya saja.
Untuk pemikiran pola yang ada pada mereka dapat dikatakan sama karena kesimpulan yang
mereka buat hampir sama.
Pada pengerjaan pada nomor 2. Jawaban nomor 2 adalah D karena pada soal dapat dilihat
bahwa ada dua proses yang terjadi yaitu pola berulang dari lingkaran putih hitam putih
hitam dan ada garis tumbuh seperti mau membuat bentuk lingkaran dengan bertambah 1 garis di
tiap gambarnya dan tambahan gambar berlawanan arah jarum jam. Dari 2 proses tadi maka
jawaban yang paling tepat adalah lingkaran yang berwarna putih dan memiliki jumlah garis 4
yaitu D. Semua subjek mampu menjawab dengan benar, tetapi untuk alasan terdapat banyak
perbedaan seperti alasan pada subyek yang bernama MRMK. Alasan yang dia kemukakan
adalah karena garisnya besar. Jika berpedoman pada alasan ini maka jawabannya menjadi
kurang tepat untuk itu peneliti melakukan sedikit wawancara.
P : kog alasannya bisa begitu?
MRMK : iya mas, aku bingung soalnya, ya pokoknya gitu mas
P : Lha idemu gimana to?
MRMK : Ya pokoknya gini mas.
Pada wawancara yang dilakukan pun masih belum terungkap maksud dari subjek. Jika
dilihat dari alasan yang subjek buat memang belum menunjukkan alasan yang kuat mengapa dia
memilih jawaban D tetapi dari pengerjaannya mungkin subjek melihat dari jumlah garis yang
bertambah jadi jawaban yang dia pilih adalah D.
Pada soal nomor 3, Semua subjek memilih jawaban yang sama dan memang benar
bahwa jawaban untuk soal nomor 3 adalah D. Jawaban ini benar karena pada soal yang dicari
untuk gambar kelima adalah gamabar yang memiliki jumlah titik paling banyak yaitu 5 dan arah
-
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2
Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6 59
panah mengikuti arah jarum jam. Dari alasan subjek mereka mempunyai ide yang sama
walaupun kata-kata yang mereka buat berbeda. Untuk nomor 3 tidak terlihat perbedaan cara
pikir atau pun pilihan yang berbeda. Untuk nomor 3 kesimpulan dari pemahaman mereka adalah
sama. Hal ini terkait pada pembelajaran aljabar di kelas VII yang berhubungan dengan bilangan
bulat saat menggunakan garis bilangan.
Pengerjaan soal nomor 4, semua subjek telah menjawab tetapi ada satu subjek yang
menjawab salah yaitu MRMK. Jawaban yang benar pada soal nomor 4 adalah B. Pada pola
yang terdapat di soal nomor 4 adalah dari 1 titik di gambar satu lalu menjadi 1titik dan 2 titik di
gambar 2 lalu di gambar 3 menjadi 1 titik dengan 2 titik dan 3 titik. Maka dapat disimpulkan
gambar selanjutnya akan bertambah 4 titik. MRMK mengalami kesalahan dikarenakan tidak
dapat melihat pola yang terlihat dari awal sampai akhir dan dia tidak tahu jawaban mana yang
paling tepat sehingga hanya dia yang mengalami kesalahan dalam pengerjaannya. Untuk
keempat subjek yang lain dapat memberikan jawaban yang benar dan hanya 3 subjek yang
memberi jawaban secara rinci dan tepat. Ada satu subjek yaitu AA yang memberikan alasan
tetapi kurang rinci bagaimana cara dia mencari jawabannya.
Pada soal nomor 5 jawaban yang tepat adalah A. Karena setiap gambar bergerak searah
dengan jarum jam dengan sudut rata-rata 30. Jika diperhatikan pola garis pada setiap perubahan
gerak. Garis tersebut mewakili bilangan angka romawi maka jawaban yang paling tepat adalah
jawaban A. Semua subjek mengalami kesulitan dalam mengerjakan dan juga mereka sampai
akhir pun tidak mampu menemukan pola yang terdapat pada soal nomor 5. Tetapi yang
mengejutkan bahwa ada satu subjek yang memberi jawaban yang benar yaitu MRMK tetapi
alasan yang dia buat kurang tepat jika melihat dari kunci jawaban yang tersedia.
Pada pengerjaan soal nomor 6 sistem gambar tumbuh dibuat terbalik dan pola itu
sendiri dibagi menjadi tiga baris sehingga bisa terlihat bahwa polanya semakin lama semakin
mengecil bisa dari baris atas ke baris bawah atau bisa dari kolom kiri ke kolom kanan. Untuk
jawaban yang paling tepat adalah D. Pada pengerjaannya kelima subjek mampu menjawab
dengan benar. Dalam hal ini kelima subjek yang menjawab dengan benar mereka mempunyai
alasan yang berbeda termasuk pola pikir yang ada pada mereka. Seperti DAJ dengan MRMK,
DAJ mempunyai ide bahwa semakin kebawah ataupun ke kanan jumlah lingkarannya akan terus
berkurang dan MRMK menjawab nilai 0 yang didapat adalah hasil dari 1-1 yaitu 0. Dari dua
alasan yang ada di sini disebutkan bahwa DAJ mempunyai pemahaman yang sama dengan
kunci jawaban sedangkan MRMK mempunyai alasan yang tidak sama. Perbedaan yang terjadi
disebabkan pemahaman dasar tentang pola gambar tumbuh yang dan bentuk aljabarnya kurang
dapat dipahami dengan baik. Sehingga dia tidak dapat memberikan alasan yang tepat saat
disuruh menuliskan alasannya tentang soal nomor 6.
Untuk Mengerjakan Soal nomor 7, cara pengerjaannya ada dua cara yaitu melalui
kolom kiri ke kolom kanan atau per baris yaitu dari baris atas ke baris. Jawaban yang paling
-
Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
60 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6
tepat pada soal nomor 7 yaitu F karena jika dilihat dari pola yang berjalan misalkan dilihat per
baris maka nilai kotak akan bertambah dan nilai lingkaran berkurang. Seperti pada baris 1
mempunyai nilai kotak dari 2 3 4 dan lingkaran 4 3 2. Jika di teruskan sampai baris ke 3
maka jawaban yang tepat adalah F. Begitu juga jika dilihat per kolom tetapi bedanya dengan
baris nilai kotak semakin mengecil sedangkan nilai lingkaran tetap mengecil. Dari jawaban para
subjek semuanya menjawab benar dan alasan mereka juga hampir sama hanya penulisannya saja
yang berbeda-beda tetapi pola pikirnya sama semua.
SIMPULAN DAN SARAN
Dari Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pengetahuan dan pemahaman yang para
subjek dapat sewaktu masih berada di Sekolah Dasar tentang pola setiap anak berbeda-beda dan
itu