ruang-6.pdf

80
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6 25 PENTINGNYA QUANTITATIVE REASONING (QR) DALAM PROBLEM SOLVING Agustinus Sroyer Program Studi Pendidikan Matematika PMIPA FKIP Uncen Jl. Raya Sentani Abepura Jayapura, e-mail: [email protected] Abstrak Quantitative Reasoning (QR) atau Penalaran Kuantitatif merupakan suatu penalaran yang menekankan suatu penarikan kesimpulan berdasarkan data-data atau informasi kuantitatif. Penalaran ini sangat penting karena sangat baik untuk menyelesaikan soal-soal problem solving. Diharapkan, penalaran ini menjadi salah satu pilihan karena dapat meningkatkan daya nalar siswa. Keywords: penalaran, penalaran kuantitatif, informasi kuantitatif, problem solving PENDAHULUAN Menurut National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) (tahun 2000), tujuan pembelajaran matematika adalah mengembangkan kemampuan: komunikasi matematis, penalaran matematis, problem solving matematis, koneksi matematis, dan representasi matematis. Lebih lanjut menurut NCTM, salah satu keterampilan matematika yang perlu dikuasai siswa adalah kemampuan problem solving matematis. Standar problem solving NCTM, menetapkan bahwa program pembelajaran dari pra-taman kanak-kanak sampai kelas 12 harus memungkinkan siswa untuk: membangun pengetahuan matematika baru melalui problem solving; memecahkan masalah yang muncul di dalam matematika dan di dalam konteks- konteks yang lain; menerapkan dan menyesuaikan bermacam-macam strategi yang sesuai untuk memecahkan masalah; dan memonitor dan merefleksikan proses dari problem solving matematis. Penelitian dari Wahyudin (1999) mengungkapkan bahwa hasil belajar matematika dalam hal penalaran belum menggembirakan karena siswa kurang menggunakan penalaran yang logis dalam menyelesaikan masalah matematika. Pentingnya problem solving juga ditegaskan dalam NCTM (2000: 52) yang menyatakan bahwa problem solving merupakan bagian integral dalam pembelajaran matematika. Seperti yang dikemukakan Ruseffendi (1991) bahwa kemampuan pemecahan masalah amatlah penting dalam matematika, bukan saja bagi mereka yang di kemudian hari akan mendalami atau mempelajari matematika, melainkan juga bagi mereka yang akan menerapkannya dalam bidang studi lain dan dalam kehidupan sehari-hari. Seperti kita ketahui bersama bahwa kenyataan di lapangan pada umumnya belum sesuai dengan apa yang diharapkan. Hal tersebut dapat dilihat dari pembelajaran matematika masih cenderung berorientasi pada buku teks; guru matematika masih menggunakan cara konvensional seperti: menyajikan materi pembelajaran, memberikan contoh-contoh soal dan meminta siswa mengerjakan soal-soal latihan yang terdapat dalam buku teks yang mereka gunakan dalam

Upload: abdul-halim

Post on 13-Dec-2015

39 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

  • Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2

    Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6 25

    PENTINGNYA QUANTITATIVE REASONING (QR)

    DALAM PROBLEM SOLVING

    Agustinus Sroyer

    Program Studi Pendidikan Matematika PMIPA FKIP Uncen

    Jl. Raya Sentani Abepura Jayapura, e-mail: [email protected]

    Abstrak

    Quantitative Reasoning (QR) atau Penalaran Kuantitatif merupakan suatu penalaran yang

    menekankan suatu penarikan kesimpulan berdasarkan data-data atau informasi kuantitatif.

    Penalaran ini sangat penting karena sangat baik untuk menyelesaikan soal-soal problem

    solving. Diharapkan, penalaran ini menjadi salah satu pilihan karena dapat meningkatkan

    daya nalar siswa.

    Keywords: penalaran, penalaran kuantitatif, informasi kuantitatif, problem solving

    PENDAHULUAN

    Menurut National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) (tahun 2000), tujuan

    pembelajaran matematika adalah mengembangkan kemampuan: komunikasi matematis,

    penalaran matematis, problem solving matematis, koneksi matematis, dan representasi

    matematis. Lebih lanjut menurut NCTM, salah satu keterampilan matematika yang perlu

    dikuasai siswa adalah kemampuan problem solving matematis. Standar problem solving

    NCTM, menetapkan bahwa program pembelajaran dari pra-taman kanak-kanak sampai kelas 12

    harus memungkinkan siswa untuk: membangun pengetahuan matematika baru melalui problem

    solving; memecahkan masalah yang muncul di dalam matematika dan di dalam konteks-

    konteks yang lain; menerapkan dan menyesuaikan bermacam-macam strategi yang sesuai untuk

    memecahkan masalah; dan memonitor dan merefleksikan proses dari problem solving

    matematis.

    Penelitian dari Wahyudin (1999) mengungkapkan bahwa hasil belajar matematika dalam

    hal penalaran belum menggembirakan karena siswa kurang menggunakan penalaran yang logis

    dalam menyelesaikan masalah matematika.

    Pentingnya problem solving juga ditegaskan dalam NCTM (2000: 52) yang menyatakan

    bahwa problem solving merupakan bagian integral dalam pembelajaran matematika. Seperti

    yang dikemukakan Ruseffendi (1991) bahwa kemampuan pemecahan masalah amatlah penting

    dalam matematika, bukan saja bagi mereka yang di kemudian hari akan mendalami atau

    mempelajari matematika, melainkan juga bagi mereka yang akan menerapkannya dalam bidang

    studi lain dan dalam kehidupan sehari-hari.

    Seperti kita ketahui bersama bahwa kenyataan di lapangan pada umumnya belum sesuai

    dengan apa yang diharapkan. Hal tersebut dapat dilihat dari pembelajaran matematika masih

    cenderung berorientasi pada buku teks; guru matematika masih menggunakan cara konvensional

    seperti: menyajikan materi pembelajaran, memberikan contoh-contoh soal dan meminta siswa

    mengerjakan soal-soal latihan yang terdapat dalam buku teks yang mereka gunakan dalam

  • Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013

    26 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6

    mengajar dan kemudian membahasnya bersama siswa. Pembelajaran seperti ini tentunya kurang

    dapat mengembangkan kemampuan penalaran dan problem solving matematis siswa. Siswa

    hanya dapat mengerjakan soal-soal matematika berdasarkan apa yang dicontohkan guru, jika

    diberikan soal yang berbeda mereka akan mengalami kesulitan dalam menyelesaikannya.

    Penulisan artikel ini bertujuan untuk mengkaji tipe-tipe soal yang berkaitan dengan

    penalaran kuantitatif (QR). Diharapkan, soal-soal yang berkaitan dengan QR dapat diberi dan

    dilatih kepada siswa agar kemampuan bernalar secara kuantitatif menjadi lebih baik.

    PEMBAHASAN

    1. Penalaran Kuantitatif (QR)

    Penalaran merupakan proses berpikir dalam proses penarikan kesimpulan (Sumarmo,

    2013: 148). Secara garis besar, penalaran dibagi menjadi dua yaitu induktif dan deduktif.

    Penarikan kesimpulan berdasarkan sejumlah kasus atau contoh terbatas disebut induksi

    sedangkan penarikan kesimpulan berdasarkan aturan yang disepakati disebut deduksi

    (Sumarmo, 1987). John Carroll (1993) menyatakan bahwa penalaran kuantitatif sudah ada pada

    anak usia lima tahun sampai dewasa. Beliau menyimpulkan bahwa ada tiga kemampuan

    penalaran utama: sekuensial (deduktif), induktif, dan kuantitatif.

    QR adalah kemampuan yang dikembangkan dalam pembelajaran matematika untuk

    menganalisis informasi kuantitatif dan untuk menentukan keterampilan dan prosedur yang dapat

    diterapkan pada masalah tertentu untuk sampai pada suatu solusi. Oleh karena itu, tidak terbatas

    pada keterampilan yang diperoleh dalam mata pelajaran matematika, tetapi mencakup

    kemampuan penalaran yang dikembangkan dari waktu ke waktu melalui praktek di hampir

    semua program sekolah atau perguruan tinggi, serta dalam kegiatan sehari-hari seperti

    penganggaran dan pembelanjaan barang.

    Penalaran kuantitatif, baik secara umum maupun untuk tujuan penilaian, difokuskan pada

    problem solving. Hal tersebut meliputi enam kemampuan: membaca dan memahami informasi

    yang diberikan dalam berbagai bentuk; menafsirkan informasi kuantitatif dan membuat

    gambaran kesimpulan; problem solving menggunakan aritmatika, aljabar, geometri, atau metode

    statistik; memperkirakan jawaban dan memeriksa kelayakan; mengkomunikasikan informasi

    kuantitatif; dan membuat batasan dari metode matematika atau statistik.

    NCTM (2000), Asosiasi Matematika Amerika (MAA, 2003), masyarakat matematika

    Amerika (AMS) (Howe, 1998), dan (Asosiasi Matematika Amerika untuk Diploma Dua

    [AMATYC], 1995), dalam laporan mereka tentang tujuan pendidikan matematika, semua

    membahas penalaran kuantitatif sebagai kemampuan yang harus dikembangkan pada semua

    siswa SMA dan mahasiswa.

  • Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2

    Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6 27

    2. Problem Solving

    Kemampuan problem solving adalah suatu keterampilan pada diri siswa agar mampu

    menggunakan kegiatan matematis untuk memecahkan masalah dalam matematika, masalah

    dalam ilmu lain dan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Kemampuan pemecahan masalah

    diperlukan untuk melatih siswa agar terbiasa menghadapi berbagai permasalahan dalam

    kehidupannya yang semakin kompleks, bukan hanya pada masalah dalam matematika itu sendiri

    tetapi juga masalah-masalah dalam bidang studi lain dan masalah dalam kehidupan sehari-

    hari.

    Oleh karena itu, kemampuan seseorang untuk memecahkan masalah matematis perlu

    terus dilatih sehingga seseorang itu mampu menyelesaikan berbagai permasalahan yang

    dihadapinya.

    3. Tipe-tipe Pertanyaan Penalaran Kuantitatif

    Menurut ETS (2010), terdapat 4 tipe pertanyaan untuk mengukur QR yaitu: perbandingan

    kuantitatif (quantitative comparison), pilihan ganda (multiplechoice-select one), pilihan ganda

    (multiplechoice-select one or more), dan memasukkan jawaban dalam kotak (numeric entry).

    Berikut diberikan beberapa contoh yang berkaitan dengan 4 tipe tersebut.

    a). Perbandingan kuantitatif. Pertanyaan ini untuk membandingkan dua kuantitas (A dan B)

    kemudian menentukan pernyataan mana yang menjelaskan perbandingan.

    Contoh: (1). Kuantitas A Kuantitas B

    54% dari 360 150

    A. Kuantitas A lebih besar.

    B. Kuantitas B lebih besar.

    C. Dua kuantitas adalah sama.

    D. Hubungan tidak dapat ditentukan dari informasi yang diberikan.

    (2). Panjang PQ = PR

    Kuantitas A Kuantitas B

    Panjang PS Panjang SR

    A. Kuantitas A lebih besar.

    B. Kuantitas B lebih besar.

    C. Dua kuantitas adalah sama.

    D. Hubungan tidak dapat ditentukan dari informasi yang diberikan.

  • Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013

    28 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6

    b). Pilihan ganda satu pilihan. Pertanyaan ini adalah pertanyaan pilihan ganda untuk memilih

    hanya satu pilihan jawaban dari lima pilihan.

    Contoh: (1). Sebuah mobil menghabiskan 1 galon bensin tiap 33 mil, di mana biaya bensin 2,95

    dollar per galon. Berapa perkiraan biaya bensin (dalam dollar) yang digunakan

    dalam mengendarai mobil sejauh 350 mil?

    A. $10

    B. $20

    C. $30

    D. $40

    E. $50

    (2).Sebuah kantong berisi 60 jelly kacang-22 putih, 18 hijau, 11 kuning, 5 merah, dan 4

    ungu. Jika jelly kacang dipilih secara acak, berapakah probabilitas bahwa jelly

    kacang bukan merah atau ungu?

    A. 0,09

    B. 0,15

    C. 0,54

    D. 0,85

    E. 0,91

    c). Pilihan ganda beberapa pilihan. Pertanyaan ini adalah pertanyaan pilihan ganda untuk

    memilih satu atau lebih pilihan jawaban dari daftar pilihan.

    Contoh: (1). Manakah dari bilangan bulat berikut kelipatan 2 dan 3? Tunjukkan semua bilangan

    bulat tersebut.

    A. 8

    B. 9

    C. 12

    D. 18

    E. 21

    F. 36

    (2). Yang mana dari bilangan-bilangan berikut mempunyai hasil kali yang lebih besar

    dari 60?

    A. -9

    B. -7

    C. 6

    D. 8

  • Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2

    Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6 29

    d). Memasukkan jawaban dalam kotak. Pertanyaan ini untuk memasukkan jawaban berupa

    integer atau desimal atau pecahan.

    Contoh: (1). Satu pena seharga 0,25 dollar dan satu spidol seharga 0,35 dollar. Berapa biaya

    total 18 pena dan 100 spidol?

    (2). Persegi panjang R memiliki panjang 30 dan lebar 10, dan persegi S memiliki

    panjang 5. Berapa keliling S dari keliling R?

    Selain keempat tipe tersebut, terdapat satu tipe QR yang menggambarkan QR secara

    umum yaitu menginterpretasikan data. Maksud dari menginterpretasikan data adalah dengan

    merujuk pada tabel, grafik, atau presentasi data lainnya. Pertanyaan-pertanyaan ini meminta kita

    untuk menafsirkan atau menganalisis data yang diberikan. Jenis-jenis pertanyaan mungkin

    pilihan ganda (bisa 1 pilihan atau beberapa pilihan).

  • Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013

    30 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6

    SIMPULAN DAN SARAN

    Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa problem solving dalam matematika

    merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari penalaran atau QR. Dengan kata lain, jika

    seseorang mempunyai daya nalar yang baik maka kemungkinan untuk

    menyelesaikan/memecahkan suatu masalah dalam matematika menjadi mudah. QR juga sangat

    perlu dikembangkan dari usia Sekolah Dasar sampai dengan Perguruan Tinggi.

    Penalaran Kuantitatif (QR) merupakan suatu bentuk penalaran yang sangat berguna

    dalam pembelajaran matematika karena melalui penalaran ini siswa dapat mengembangkan

    kemampuan mereka masing-masing melalui informasi kuantitatif (berhubungan dengan

    angka/bilangan) yang diberikan. Pertanyaan/Soal-soal QR yang bervariasi sangat berguna untuk

    melatih cara berpikir siswa. Gurupun diharapkan mengajukan soal-soal yang berhubungan

    dengan problem solving sehingga siswa menjadi terbiasa untuk memecahkan masalah, baik

    masalah matematika maupun masalah dalam kehidupan sehari-hari. Materi pembelajaran yang

    merujuk kepada pembelajaran konvensional harus segera ditinggalkan.

    DAFTAR PUSTAKA

    American Mathematical Association of Two-Year Colleges. (1995). Crossroads in mathematics:

    Standards for introductory college mathematics before calculus. Retrieved October 15,

    2002, from http://www.imacc.org/standards/

    Carroll, J. B. (1993). Human cognitive abilities: A survey of factor-analytic studies. Cambridge,

    England: Cambridge University Press.

    Dwyer, C. A., Gallagher, A., Levin, J., & Morley, M. E. (2003). What is Quantitative

    Reasoning? Defining the Construct for Assessment Purposes. Pricenton, NJ: Educational

    Testing Service.

    Educational Testing Service (ETS). (2010). Introduction to the Quantitative Reasoning

    Measure. United States.

  • Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2

    Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6 31

    Howe, R. (1998). The AMS and mathematics education: The revision of the NCTM

    standards. Notices of the AMS, 45(2), 243-247.

    Mathematical Association of America (MAA). (2003). Guidelines for programs and

    departments in undergraduate mathematical sciences. Washington, DC: Author.

    National Council of Teachers of Mathematics. (2000). Principles and standards for school

    mathematics. Reston, VA: Author.

    Ruseffendi, E. T. (1991). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya

    dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

    Sumarmo, U. (1987). Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika Siswa dikaitkan

    dengan Kemampuan Penalaran Logik Siswa dan Beberapa Unsur Proses Belajar Mengajar.

    Disertasi pada PPs UPI Bandung: tidak diterbitkan.

    Sumarmo, U. (2013). Berpikir dan Disposisi Matematik serta Pembelajarannya: Kumpulan

    Makalah. Jurusan Pendidikan Matematika, UPI, Bandung.

    Wahyudin. (1999). Kemampuan Guru Matematika, Calon Guru Matematika, dan Siswa dalam

    Mata Pelajaran Matematika. Disertasi pada PPs UPI Bandung: tidak diterbitkan.

  • Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013

    32 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6

    MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI DAN PENALARAN

    MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PENDIDIKAN MATEMATIKA

    REALISTIK

    Sakrani

    Jurusan Pendidikan Matematika SPs UPI

    Jl. Setia Budhi, Bandung. Email: [email protected]

    ABSTRAK

    Makalah ini mengkaji pembelajaran matematika dengan pendekatan Pendidikan

    Matematika Realistik(PMR) dalam meningkatkan kemampuan representasi dan

    penalaran matematis siswa. PMR menggabungkan pandangan tentang apa itu

    matematika, bagaimana siswa belajar matematika, dan bagaimana matematika harus

    diajarkan. Pembelajaran matematika dengan pendekatan PMR mangacu pada

    pendapat Fruedhental yang mengatakan bahwa Proses belajar siswa akan terjadi ketika pengetahuan yang sedang dipelajari menjadi bermakna (meaningful) bagi

    siswa. Karakteristik pendidikan matematika realistik meliputi: (1) penggunaan

    konteks; (2) penggunaan model untuk matematisasi progresif; (3) pemanfaatan hasil

    konstruksi siswa; (4) interaktivitas; (5) keterkaitan. Dalam hal ini kemampuan

    representasi matematis siswa meliputi: representasi visual, simbolik dan verbal.

    Sedangkan kemampuan penalaran dapat digolongkan menjadi dua jenis yaitu

    penalaran induktif dan penalaran deduktif.

    Kata kunci: Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik(PMR), kemampuan

    representasi, dan kemampuan penalaran.

    PENDAHULUAN

    Matematika merupakan ilmu yang kaya dan menarik, karena banyak materi matematika

    yang bisa dikaitkan dengan kehidupan nyata, sehingga memungkinkan banyak hal yang bisa

    dieksplorasi dan diinteraksikan dengan siswa. Namum pada saat pembelajaran interaksi

    matematika yang sering terjadi hanyalah pemberian informasi berupa penjelasan definisi,

    penjelasan contoh dan pemberian latihan kepada siswa, sehingga siswa tidak dijadikan sebagai

    subjek pembelajaran.

    Hal tersebut juga diungkapkan oleh Russefendi menyatakan bahwa bagian terbesar dari

    matematika yang dipelajari siswa di sekolah tidak diperoleh melalui eksplorasi matematika,

    tetapi melalui pemberitahuan. Pembelajaran yang demikian membuat siswa kurang aktif karena

    kurang memberi peluang kepada siswa untuk lebih banyak berinteraksi dengan sesama dan

    dapat membuat siswa memandang matematika sebagai suatu kumpulan aturan dan latihan yang

    dapat berujung pada rasa bosan dan bingung saat diberikan soal yang berbeda dengan soal

    latihan.

    Berdasarkan pedoman penyusunan KTSP Depdiknas (2006 : 36) tujuan dari pembelajaran

    matematika meliputi: memahami konsep, menggunakan penalaran, memecahkan masalah,

    mengkomunikasikan gagasan dan memiliki sikap menghargai terhadap matematika.

    Rumusan tujuan pembelajaran matematika dipertegas lagi dalam National Council of

    Teachers of Mathematics (NCTM, 2000) yaitu belajar untuk berkomunikasi (mathematical

  • Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2

    Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6 33

    communication), belajar untuk bernalar (mathematical reasoning), belajar untuk memecahkan

    masalah (mathematical problem solving), belajar untuk mengaitkan ide (mathematical

    connection), belajar untuk merepresentasikan ide-ide (mathematical representation).

    Dari tujuan pembelajaran yang tercantum baik di KTSP dan NCTM maka kelima tujuan

    pembelajaran harus mampu dihadirkan setelah melakukan pembelajaran matematika. Dalam

    makalah ini penulis memilih dua dari lima tujuan pembelajaran matematika yang perlu

    dihadirkan yaitu kemampuan representasi dan penalaran matematis. Kedua tujuan pembelajaran

    tersebut juga memeberikan peranan penting dalam mencapai hasil belajar matematika yang

    optimal.

    Kemampuan representasi matematis untuk dimiliki oleh siswa, karena sangat membantu

    siswa dalam memahami konsep matematis berupa gambar, simbol, dan kata-kata tertulis.

    Penggunaan representasi yang benar oleh siswa akan membantu siswa menjadikan gagasan-

    gagasan matematis menjadi lebih konkrit.

    Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hudiono (Indah Widiati, 2012)

    menyatakan bahwa kemampuan representasi matematis yang masih lemah adalah aspek visual.

    Sementara itu hasil yang berbeda ditunjukkan melalui penelitian yang dilakukan oleh Pujiastuti

    (2008) hasil penelitiannya menunjukkan bahwa sebagian besar siswa lemah dalam menyatakan

    ide atau gagasannya melalui kata-kata atau teks tertulis, ini artinya salah satu aspek representasi

    yang kurang berkembang adalah aspek verbal.

    Sedangkan kemampuan penalaran merupakan kemampuan untuk menarik kesimpulan

    berdasarkan fakta dan sumber yang relevan. Materi matematika dan penalaran matematis

    merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, yaitu matematika dipahami melalui penalaran,

    dan penalaran dilatih melalui belajar matematika (Depdiknas).

    Meskipun kemampuan representasi matematis salah satu kemampuan yang harus dimiliki

    siswa setelah pembelajaran matematika, akan tetapi pelaksanaannya bukan merupakan hal yang

    mudah. Keterbatasan pengetahuan guru dan kebiasaan siswa belajar dengan cara pembelajaran

    matematika biasa belum memungkinkan mengembangkan kemampuan representasi secara

    optimal. Hal tersebut dikarenakan siswa cendrung meniru langkah guru, siswa kurang diberikan

    kesempatan untuk menghadirkan kemampuan representasinya yang dapat meningkatkan prestasi

    belajar siswa dalam pembelajaran matematika.

    Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh Partini dapat ditarik kesimpulan bahwa

    kemampuan penalaran matematis yang merupakan salah satu kompetensi yang diharapkan

    dalam KTSP, secara keseluruhan belum mencapai hasil yang memuaskan. Indikatornya

    ditunjukkan oleh hasil studi tentang kemampuan penalaran matematis pada siswa SMA

    ditemukan bahwa baik secara keseluruhan maupun dikelompokkan menurut tahap kognitif

    siswa, kemampuan siswa dalam penalaran matematis masih kurang memuaskan.

  • Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013

    34 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6

    Sesuai dengan amanat KTSP, pembelajaran yang dianjurkan sejalan dengan teori belajar

    konstruktivisme. Menurut Pusat Perkembangan Kurikulum Kementrian Pendidikan Malaysia,

    konstruktivisme merupakan teori belajar yang berpusat pada siswa artinya pengetahuan dibina

    sendiri oleh siswa secara aktif berdasarkan pengetahuan yang ada. Bertitik tolak dari itu maka

    pengetahuan dibina secara aktif oleh siswa, siswa tidak menyerap secara pasif pengetahuan

    yang disampaikan oleh guru, siswa menyesuaikan sebarang pengetahuan dengan pengetahuan

    yang ada untuk membentuk pengetahuan baru sehingga bermuara pada pembelajaran bermakna.

    Oleh sebab itu diperlukan model atau pendekatan pembelajaran yang dapat memfasilitasi

    siswa untuk berperan aktif, menarik dan menantang siswa untuk berfikir sehingga berpengaruh

    terhadap kemampuan siswa dalam merepresentasi dan menggunakan penalaran dalam

    memahami materi pada saat pembelajaran berlangsung. Dengan penggunaan model atau

    pendekatan pembelajaran yang tepat maka materi pelajaran yang disampaikan dapat dengan

    mudah dimengerti oleh siswa dan diharapkan terjadi pembelajaran yang optimal.

    PMR merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada siswa.

    Karena PMR memiliki karakteristik dan prinsip yang memungkinkan siswa dapat berkembang

    secara optimal, seperti kebebasan siswa untuk menyampaikan pendapatnya, adanya masalah

    konstektual yang dapat mengaitkan konsep matematika dengan kehidupan nyata. Menurut

    Russefendi (2004), alasan digunakannya pendekatan matematika realistik di sekolah karena

    matematika dapat digunakan diberbagai keadaan, digunakan oleh setiap manusia pada setiap

    kegiatan baik pola pikir maupun matematika itu sendiri, dan siswa yang bersekolah itu

    mempunyai kemampuan beragam.

    LANDASAN TEORI

    A. Representasi Matematis

    Dalam psikologi umum representasi berarti proses membuat model konkrit dalam dunia

    nyata ke dalam konsep abstrak atau simbol. NCTM mengemukakan representasi yang

    dimunculkan oleh siswa merupakan ungkapan-ungkapan dari gagasan-gagasan atau ide-ide

    matematis yang ditampilkan siswa dalam upayanya untuk mencari suatu solusi dari masalah

    yang sedang dihadapinya.

    Terkait dengan kemampuan representasi matematis Sternberg, (2008 : 217) mengemukakan

    bahwa ada dua jenis representasi yaitu representasi eksternal dan internal. Representasi

    eksternal terdiri dari simbol, kaidah (ketentuan), dan diagram yang digunakan siswa untuk

    menyatakan definisi. Sedangkan representasi internal, berhubungan secara individu,

    membangun psikologi, dan penetapan sebuah definisi.

    Lesh, Post, dan Bohr (Indah Widiati, 2012) menyatakan bahwa terdapat lima representasi

    yang digunakan dalam pendidikan matematika yang terdiri dari (1) representasi objek dunia

    nyata (2) representasi konkrit (3) representasi simbol aritmatik (4) representasi bahasa dalam

  • Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2

    Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6 35

    berbicara (5) representasi gambar dan grafik. Di antara kelima representasi tersebut, tiga

    representasi yang terakhir lebih abstrak dan level representasinya lebih tinggi.

    B. Kemampuan Penalaran

    Menurut Kreaf (Sukirwan, 2008: 32) istilah penalaran merupakan proses berfikir yang

    berusaha menghubung-hubungkan fakta-fakta atau evidensi-evidensi yang diketahui menuju

    kesimpulan. Tim PPPG matematika (2005) menyatakan bahwa penalaran adalah suatu proses

    atau aktivitas berfikir untuk menarik kesimpulan atau membuat pernyataan baru yang benar

    berdasarkan pada pernyataan yang telah dibuktikan (diasumsikan) kebenarannya. Sejalan

    dengan itu, penalaran itu sendiri merupakan proses berfikir untuk menarik kesimpulan berupa

    pengetahuan dengan menggunakan logika tertentu berdasarkan informasi yang diberikan.

    Sebagai bukti kebenaran dari kesimpulan tersebut seorang siswa harus memberikan argument

    atau alasan yang logis.

    Selama mempelajari matematika di kelas, aplikasi penalaran seringkali ditemukan

    meskipun tidak secara formal disebut sebagai belajar bernalar. Misalnya:

    Sumarmo (2010) mengatakan bahwa secara garis besar penalaran dapat digolongkan dalam

    dua jenis yaitu penalaran induktif dan penalaran deduktif. Penalaran induktif diartikan sebagai

    penarikan kesimpulan yang bersifat umum atau khusus berdasarkan data yang teramati. Nilai

    kebenaran dalam penalaran induktif dapat bersifat benar atau salah. Beberapa kegiatan yang

    tergolong pada penalaran induktif di antaranya adalah:

    1. Transduktif: menarik kesimpulan dari satu kasus atau sifat khusus yang satu diterapkan

    pada kasus khusus yang lainnya. Contoh: segitiga ABC siku-siku di A berlaku BC2 = AC

    2

    + AB2.

    2. Analogi: penarikan kesimpulan berdasarkan keserupaan data atau proses.

    Untuk menentukan hasil dari 5 X 9, berdasarkan pengetahuan yang sudah dimilikinya para

    siswa yaitu (5 X 10 ) 5, maka para siswa diharapkan dapat menyimpulkan 5 X 9 adalah sama dengan 50 5 atau sama dengan 45.

    Dari Jakarta ke Bandung ada

    dua rute bis, dan dari Bandung

    ke Semarang ada tiga rute bis.

    Relasi antara banyaknya rute

    bis dari Jakarta ke Semarang

    melalui Bandung dengan

    bilangan 6.

    Relasi antara banyaknya

    pasangan celana panjang

    (warna putih, biru, hitam) dan

    kemeja (warna kuning dan

    merah) dengan bilangan:

    a. 2 c. 5 e. 8

    b. 3 d. 6

    Serupa

    dengan

  • Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013

    36 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6

    3. Generalisasi: penarikan kesimpulan umum berdasarkan sejumlah data yang teramati.

    Contoh soal

    Berdasarkan gambar di atas, terdapat pola 1, pola 2, pola 3, dan pola 4. Tentukanlah pola

    ke-n dari gambar di atas.

    4. Menggunakan pola hubungan untuk menaganalisis situasi, dan menyusun konjektur.

    Contoh soal: berdasarkan gambar pada soal c) tentukanlah pola ke tujuh dari gambar di

    atas.

    5. Memperkirakan jawaban, solusi, kevendrungan, interpolasi dan ekstrapolasi. Contoh soal:

    berdasarkan laporan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Dikpora) Kabupaten Bima,

    dikabupaten Bima tercatat 200 siswa sekolah menengah yang putus. Diantaranya 150 siswa

    disebabkan oleh ekonomi, 30 siswa disebabkan oleh narkoba, serta sisanya disebabkan oleh

    faktor lain. Berapakah peluang bahwa siswa tersebut putus sekolah bukan karena faktor

    ekonomi?

    6. Memberikan penjelasan terhadap model, fakta, sifat hubungan, atau pola yang ada. Contoh

    soal: sebuah kolam renang memliki panjang 50 m, lebar 20 m, dan kedalaman 3 m. Andi

    ingin mengisi kolam hingga penuh dalam waktu 20 hari? Berikan alasan.

    Penalaran deduktif adalah penarikan kesimpulan berdasarkan aturan yang disepakati. Nilai

    kebenaran dalam penalaran deduktif bersifat mutlak benar atau salah tidak bisa sekaligus

    keduanya. Beberapa kegiatan yang tergolong pada penalaran deduktif diantaranya adalah

    sebagai berikut:

    1. Melaksanakan perhitungan berdasarkan aturan atau rumus tertentu

    2. Menarik kesimpulan logis berdasarkan aturan inferensi, memeriksa validitas argument,

    membuktikan dan menyusun agumen yang valid. Contoh soal: seseorang hendak

    berpergian dari kota A menuju kota C melalui kota P atau kota Q. dari kota A ke kota Q

    ada 2 jalan dan dari kota Q ke kota C ada 5 jalan. Dari kota P ke kota Q atau sebaliknya

    tidak ada jalan. Berapa banyak cara yang dapat ditempuh untuk berpergian dari kota A

    menuju kota C?

    3. Menyusun pembuktian langsung, pembuktian tidak langsung dan pembuktian dengan

    induksi matematika

    C. Pendidikan Matematika Realistik (PMR)

  • Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2

    Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6 37

    Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik (PMR) merupakan salah satu teori belajar

    mengajar dalam pendidikan matematika. Teori PMR pertama kali diperkenalkan dan

    dikembangkan di Belanda pada tahun 1970an oleh sekelompok ahli matematika dari Institut

    Freudentahl dengan berlandaskan pada filosofi matematika sebagai aktivitas manusia

    mathematics as human activity yang dicetuskan oleh Hans Freudhental (Ariyadi Wijaya,

    2012). Teori ini mengacu pada pendapat Freudhental yang mengatakan bahwa Proses belajar

    siswa akan terjadi ketika pengetahuan yang sedang dipelajari bermakna (meaningful) bagi siswa

    Freudentahl & CORD. Suatu pengetahuan akan menjadi bermakna bagi siswa jika proses

    belajar melibatkan masalah realistik atau dilaksanakan dalam dan dengan suatu konteks.

    (NCTM: 2000).

    Secara umum menurut Treffers (Ariyadi Wijaya, 2012) menyebutkan lima karakteristik

    dari pembelajaran matematika realistik, yaitu: penggunaan konteks, penggunaan model untuk

    matematisasi progresif, pemanfaatan hasil konstruksi siswa, interaktivitas, dan keterkaitan.

    Karakteristik yang pertama mengemukakan pentingnya menggunakan kontek. Kontek

    memainkan peranan penting dalam pembelajaran matematika dengan pendekatan PMR, konteks

    atau permasalahan realistik digunakan sebagai titik awal pembelajaran matematika. Konteks

    tidak harus berupa masalah dunia nyata namun bisa juga sesuatu yang bisa dibayangkan siswa.

    Konteks terbagi dalam tiga jenis (De Lange dalam Jarnawi 2011) yakni kontek orde satu, kontek

    orde dua, kontek orde tiga. Kontek orde satu berbentuk terjemahan dari soal-soal matematika

    dalam bentuk teks. Sebagai contoh:

    Konteks orde dua memberikan kesempatan pada siswa untuk melakukan proses

    matematika. Sebagai contoh:

    Konteks orde tiga memberikan kesempatan pada siswa untuk menemukan konsep maupun

    algoritma dalam matematika. Sebagai contoh:

    Karakteristik yang kedua mengemukakan tentang pentingnya menggunakan model dalam

    menyelesaikan masalah matematika. Dalam pendidikan matematika realistik, model digunakan

    Tentukan volume bak mandi yang berbentuk balok dengan ukuran panjang 60 cm, lebar 50

    cm, dan tinggi 50 cm

    Misalkan diketahui kapasitas bis yang akan dipakai untuk karyawisata SD A berkapasitas

    40 penumpang. Jika pada saat karyawisata tersebut digunakan 4 bis siswa terisi penuh,

    berapa banyak siswa yang mengikuti karyawisata tersebut?

    Dalam suatu pertemuan warga RT 05 setiap orang yang hadir saling bersalaman. Jika

    diketahui warga yang ikut pertemuan tersebut 25 orang, berapa banyak salaman yang

    terjadi?

  • Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013

    38 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6

    dalam melakukan matematisasi secara progresif. Penggunaan model berfungsi sebagai jembatan

    (bridge) dari pengetahuan dan matematika tingkat konkrit menuju pengetahuan matematika

    tingkat formal. Model merupakan tahapan proses transisi level informal menuju level

    matematika formal dalam artian dari hal-hal yang konkrit menuju hal-hal abstrak.

    Karakteristik yang ketiga pemanfaatan hasil konstruksi siswa maupun kontribusinya dalam

    memecahkan masalah diperoleh melalui berbagai kegiatan, sisa diberi kesempatan untuk

    menemukan konsep-konsep maupun algoritma dalam matematika melalui kegiatan doing

    mathematics. Untuk terwujudnya konstruksi tersebut guru perlu merangsang siswa agar dapat

    berkontribusi secara maksimal.

    Karakteristik yang keempat adalah pelunya interaksi antar siswa maupun antara siswa

    dengan guru dalam pembelajaran matematika. Interaksi antar siswa maupun antara siswa

    dengan guru dalam bentuk interprestasi, diskusi, kerja sama, dan evaluasi merupakan kegiatan-

    kegiatan interaktivitas dalam pembelajaran matematika. Dengan adanya interaksi dari berbagai

    unsur akan membuat suasana kelas menjadi dinamis dan hidup. Hal ini akan membuat siswa

    termotivasi dalam belajar matematika. Interaksi tersebut akan membuat siswa menjadi fokus

    dari segala kegiatan di kelas. Guru berfungsi sebagai moderator agar interaksi yang terjadi

    berlangsung secara efektif dalam mencapai tujuan pembelajaran.

    Karakteristik terakhir mengenai pentingnya keterkaitan antar topik dalam matematika

    maupun dengan topik di luar matematika bertujuan mempermudah siswa dalam memahami

    suatu konsep yang terdapat dalam topik yang bersangkutan. Suatu topik dalam matematika lebih

    sukar dipahami bila terpisah dengan topik lain. Peran guru dalam karakteristik ini adalah

    memberikan wawasan baru (new insight) tentang keterkaitan antar topik tersebut dan siswa

    memahami keterkaitan tersebut, serta memunculkan konsep yang terdapat pada topik-topik

    tersebut.

    Menurut Hadji (Akbar & Jarnawi, 2011: 6.23-6.24) terdapat lima langkah atau tahapan

    yang dilakukan dalam pembelajaran matematika melalui pendekatan realistik, yakni sebagai

    berikut:

    1. Guru mengkondisikan kelas agar kondusif

    2. Guru menyampaikan dan menjelaskan masalah kontekstual

    3. Siswa menyelesaikan masalah kontekstual

    4. Penarikan kesimpulan

    5. Penegasan dan pemberian tugas

    D. Hubungan PMR dengan Representasi Matematis dan Penalaran Matematis

    Salah satu dari lima karakteristik pembelajaran matematika dengan pendekatan realistik

    yang diungkapkan oleh Ariyadi Wijaya (2012 : 22) yaitu Penggunaan model untuk

    matematisasi progresif. Pada karakteristik ini penggunaan model berfungsi sebagai jembatan

  • Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2

    Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6 39

    (bridge) dari pengetahuan dan matematika tingkat konkrit menuju pengetahuan matematika

    tingkat formal.

    Dalam PMR, masalah nyata berfungsi sebagai sumber dari proses belajar masalah nyata

    dan situasi nyata, keduanya digunakan untuk menunjukkan dan menerapkan konsep-konsep

    matematika. Ketika siswa mengerjakan masalah-masalah nyata mereka dapat mengembangkan

    ide-ide/konsep-konsep matematika dan pemahamannya. Pertama, mereka mengembangkan

    strategi yang mengarah (dekat) dengan konteks. Kemudian aspek-aspek dari situasi nyata

    tersebut dapat menjadi lebih umum. Artinya model atau strategi tersebut dapat digunakan untuk

    memecahkan masalah lain. Bahkan model tersebut memberikan akses siswa menuju

    pengetahuan matematika yang formal.

    Jadi proses pendekatan ini, siswa mencoba menemukan hubungan-hubungan antara bagian-

    bagian masalah kontekstual dan mentransfernya ke dalam model matematika melalui

    kemampuan representasi. Secara garis besar seperti berikut : Konstekstual Informal

    Formal. Pengembangan pengetahuan dimulai dari masalah kontekstual hingga sampai ke

    masalah formal merupakan suatu proses yang bertahap, proses tersebut dapat didukung dengan

    penggunaan kemampuan representasi dan penalaran yang tepat.

    PENELITIAN YANG RELEVAN

    Pembelajaran dengan pendekatan realistik dan kontekstual memiliki berbagai kesamaan

    baik dari teori belajar serta masalah kontekstual (masalah yang bisa dibayangkan) sebagai

    karakteristik khusus dari kedua pendekatan ini, sehingga penelitian yang relevan untuk

    pendekatan realistik bisa diambil dari hasil penelitian yang menggunakan pendekatan

    kontekstual.

    Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kartini Hutagaol (2007) dan dinyatakan dalam

    tesisnya menjelaskan bahwa siswa yang mendapat pendekatan pembelajaran Kontekstual untuk

    meningkatkan kemampuan representasi matematis siswa lebih besar persentasenya daripada

    siswa yang mendapat belajar matematika dengan pendekatan pembelajaran matematika biasa.

    Sedangkan penelitian yang berkenaan dengan hubungan PMR terhadap penalaran, juga

    pernah dipaparkan pada workshop pembelajaran matematika oleh Siswono (2006), PMRI:

    Pembelajaran Matematika yang Mengembangkan Pealaran, Kreativitas dan Kpribadian siswa.

    Penelitian yang sama juga telah dilakukan oleh Putri (2012) dan dinyatakan dalam tesisnya

    bahwa siswa yang belajar dengan pendekatan PMR memliki pengaruh postif terhadap

    kemampuan penalaran matematis.

    KESIMPULAN

    1. Secara teoretis, pembelajaran matematika dengan pendekatan PMR dapat meningkatkan

    kemampuan representasi matematis siswa

  • Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013

    40 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6

    2. Secara teoretis, pembelajaran matematika dengan pendekatan PMR dapat meningkatkan

    penalaran matematis siswa.

    SARAN

    1. Guru matematika pada semua jenjang pendidikan hendaknya mempelajari dan lebih

    memperdalam lagi tentang konsep-konsep dan teori-teori pendekatan PMR

    2. Guru hendaknya memilih atau membuat soal- soal kontekstual sesuai dengan kemampuan

    matematis yang dicapai

    DAFTAR PUSTAKA

    Ariyadi Wijaya (2012). PMR: Suatu Alternatif Pendekatan Pembelajaran Matematika.

    Yogyakarta: Graha Ilmu.

    Areti Panaoura (2007). The Impact of Recent Metacognitive Expereiences on Preservice

    Teachers Self-representation in Mathematics and its Teaching. University of Cyprus,

    Fredrick Institute of Technology.

    Athanasios Gagagtsis, dkk, (2006) Are Registers of Representations and Problem Solving

    Processes on Functions Compartmentalized in Students Thinking.

    Depdiknas. (2006). Pedoman Penyusunan; Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Sekolah

    Dasar.

    Erman Suherman, dkk. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Jica:

    Bandung.

    Finola Marta Putri. (2012). Pengaruh Pembelajaran Matematika Realistik terhadap

    Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa SMP. Tesis UPI: Tidak

    diterbitkan.

    Hutagaol, Kartini (2007). Pembelajaran Matematika Konstektual untuk Meningkatkan

    Kemampuan Representasi Matematis Siswa SMP. Tesis SPs UPI Bandung: Tidak

    diterbitkan.

    Jarnawi Afgani D. & Akbar Sutawidjaja (2011). Pembelajaran Matematika. Jakarta: Universitas

    Terbuka.

    NCTM (2000). Principles and Standards for School Mathematics United States.

    Partini (2009). Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan

    kemampuan Penalaran dan Represesntasi Matematis Siswa SMA. Tesis UPI

    Robert J. Sternberg, dkk. (2008). Psikologi Kognitif. Pustaka Pelajar. Yogyakarta

  • Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2

    Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6 41

    Russefendi (2004), landasan Filosofis dan Psikologi Pembelajaran Matematika Realistik.

    Makalah disajikan dalam lokakarya pembelajaran matematika realistik bagi guru SD.

    Bandung.

    Sofia Anastasiadou & Athanasios Gagatsis (2007). Exploring the Effects of Representations on

    the Learning of Statistics in Greek Primary School. University of Western Macedonia

    dan University of Cyprus.

    Sukirwan (2008). Kegiatan Pembelajaran Exploratif untuk Meningkatkan Kemampuan

    Penalaran dan Koneksi Matematis siswa Sekolah Dasar. Tesis SPs UPI Bandung:

    Tidak diterbitkan.

    Sumarmo, Utari (2010), Berfikir dan Disposisi Matematik: Apa, Mengapa, dan Bagaimana

    Dikembangkan pada Peserta Didik. Bandung FMIPA UPI.

    Supardi (2012). Pengaruh Pembelajaran Matematika Realistik Terhadap Hasil Belajar

    Matematika ditinjau dari Motivasi Belajar. Jurnal Cakrawala Pendidikan.

    Tatang Yuli Eko Siswono (2006), PMRI: Pembelajaran Matematika yang Mengembangkan

    Penalaran, Kreativitas dan Kepribadian Siswa. Makalah Workshop Pembelajaran

    Matematika.

    Zulkardi, (2005). Pendidikan Matematika Realistik Indonesia dan Implementasinya. Makalah

    pada seminar kenaikan jabatan dari Lektor Kepala ke Guru Besar Pendidikan

    Matematika pada tanggal 29 Maret 2005 di Inderalaya.

    Zulkardi, (2001). Realistik Mathematics Education dan Pembelajarannya. Makalah dalam

    seminar kenaikan Jabatan pada tanggal 21 Maret 2001: FKIP Uniersitas Sriwijaya

    Palembang.

  • Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013

    42 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6

    Kajian Literatur tentang Heuristik

    dalam Pemecahan Masalah Matematika

    Indah Riezky Pratiwi

    Program Studi Pendidikan Matematika SPs UPI

    Jl. Dr. Setiabudi 229 Bandung 40154, email: [email protected]

    Abstrak

    Masalah Matematika digambarkan sebagai persoalan atau tantangan

    dimana seorang siswa tidak langsung mengetahui bagaimana cara/prosedur

    khusus yang bisa digunakan untuk menyelesaikan masalah tersebut.

    Kemampuan pemecahan masalah merupakan salah satu kemampuan penting

    yang harus dimiliki oleh semua siswa. Namun kenyataannya, kemampuan

    pemecahan masalah Matematika siswa Indonesia sangat memprihatinkan. Hal

    ini bisa diamati berdasarkan hasil studi TIMMS tahun 2011 (Trends in

    International Mathematics and Science Study) yang menunjukkan bahwa

    siswa Indonesia berada pada ranking amat rendah yaitu berada pada peringkat

    ke-38 dari 45 negara yang berpartisipasi pada penilaian tersebut. Siswa

    indonesia mengalami kesulitan dalam kemampuan (1) memahami informasi

    yang komplek, (2) teori, analisis dan pemecahan masalah, (3) pemakaian alat,

    prosedur dan pemecahan masalah dan (4) melakukan investigasi.Perlu

    diketahui bahwa salah satu faktor yang menyebabkan siswa kurang terampil

    dalam memecahkan masalah adalah karena kurangnya kemampuan heuristik.

    Studi literatur ini bertujuan untuk membahas mengenai apa itu heuristik,

    pentingnya heuristik, apa saja komponen dari heuristik, dan bagaimana

    Heuristik dapat diajarkan dalam pembelajaran Matematika.

    Kata Kunci: Pemecahan Masalah Matematika, Heuristik.

    PENDAHULUAN

    Kemampuan pemecahan masalah merupakan salah satu kemampuan yang penting untuk

    dimiliki oleh semua siswa. Kemampuan pemecahan Masalah Matematika dibutuhkan

    implikasinya dalam kehidupan sehari-hari dalam proses pengambilan keputusan dalam berbagai

    hal. Masalah Matematika berkaitan dengan persoalan atau tantangan dimana seseorang tidak

    langsung mengetahui bagaimana cara/prosedur khusus yang bisa diterapkan untuk

    menyelesaikan masalah tersebut. Pentingnya kemampuan pemecahan masalah Matematika yang

    dimiliki oleh siswa Indonesia tidak sejalan dengan kenyataan yang ada. Kemendikbud (2012)

    memaparkan hasil studi TIMMS (Trends in International Mathematics and Science Study)

    menunjukkan bahwa siswa Indonesia berada pada ranking amat rendah dalam kemampuan (1)

    memahami informasi yang komplek, (2) teori, analisis dan pemecahan masalah, (3) pemakaian

    alat, prosedur dan pemecahan masalah dan (4) melakukan investigasi. Selain itu, beberapa hasil

    penelitian yang memfokuskan pada bagaimana kemampuan pemecahan masalah Matematika

    menunjukkan bahwa siswa masih saja sering menemui kesulitan dalam memecahkan masalah

    Matematika. Arslan dan Altun (2007) mengatakan bahwa salah satu faktor yang menyebabkan

    siswa kurang terampil dalam menyelesaikan masalah adalah kurangnya kemampuan heuristik.

  • Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2

    Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6 43

    Ketika dihadapkan pada masalah kompleks yang tidak familiar, sebagian besar siswa tidak

    secara langsung menerapkan strategi heuristik seperti menggambarkan skema yang cocok, atau

    membuat tabel, dan sebagainya. Siswa biasanya hanya melihat masalah secara sekilas dan

    mencoba memutuskan perhitungan apa yang cocok untuk dijalankan terhadap bilangan yang ada

    pada permasalahan.

    Sebagai dimensi proses, pemecahan masalah dibelajarkan sebagai upaya untuk

    mengembangkan kemampuan berpikir Matematik siswa dalam memecahkan masalah

    Matematika. Pemecahan masalah dilakukan melalui tahapan-tahapan berpikir yang disebut

    heuristik. Oleh karena itu, konsep heuristik tidak dapat dipisahkan dari kajian tentang

    pemecahan masalah dan pembelajarannya (Yusnita,2012).

    Lemahnya keterampilan siswa dalam menggunakan heuristik tentu saja menghambat

    proses pemecahan masalah yang dilakukan. Sehingga diperlukan upaya untuk menyelesaikan

    masalah tersebut. Sebelum mencari solusi yang tepat untuk meningkatkan keterampilan

    heuristik ini, pengkajian literatur secara lebih mendalam sangat diperlukan untuk mengupas

    tuntas mengenai heuristik dan konsep-konsep yang berhubungan dengannya sehingga melalui

    penelitian, selanjutnya peneliti dapat mengembangkan keterampilan heuristik tersebut melalui

    treatment yang tepat.

    A. Masalah matematika dan Pentingnya pemecahan masalah

    Dalam proses pembelajaran Matematika, seringkali kita mendengar tentang masalah

    Matematika. Namun, masih sering terjadi kesalahpahaman mengenai pendefinisian masalah itu

    sendiri. Bahkan ada sebagian dari kita yang memaknai semua soal Matematika sebagai suatu

    masalah Matematika. Ternyata konsep dan pendefinisian masalah bukan merupakan suatu

    yang sederhana. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi (2012) menyatakan bahwa

    menyusun masalah Matematika merupakan salah satu tantangan untuk para guru, karena bukan

    merupakan satu hal yang mudah. Banyak hambatan yang sering ditemui oleh guru dalam

    menyusun masalah Matematika.

    Dari pernyataan di atas, kita dapat menangkap suatu fenomena mengenai

    kesalahpahaman dari pendefinisian konsep masalah Matematika yang mungkin masih ada

    sampai sekarang. Karena masih ada di antara kita yang memahami masalah Matematika

    sebagai soal biasa yang sering digunakan dalam proses pembelajaran matematika. Baik yang

    berupa soal ingatan biasa atau bahkan soal cerita. Sehingga diperlukan pengkajian secara lebih

    mendalam mengenai hal tersebut.

    Beberapa ahli merangkum definisi masalah sebagai berikut :

    a. Krulik dan Rudnik (1995) mendefinisikan masalah secara formal sebagai berikut : A

    problem is a situation, quantitatif or otherwise, that confront an individual or group of

    individual, that requires resolution, and for wich the individual sees no apparent or obvius

  • Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013

    44 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6

    means or path to obtaining a solution. Definisi tersebut menjelaskan bahwa masalah

    merupakan suatu situasi yang dihadapi oleh seseorang atau kelompok yang memerlukan

    suatu pemecahan tetapi individu atau kelompok tersebut tidak melihat secara jelas atau

    langsung mengenai cara/jalan untuk dapat memperoleh solusinya.

    b. Kusnandi (2012) menyatakan bahwa masalah dalam matematika adalah suatu persoalan

    yang siswa sendiri mampu menyelesaikannya tanpa menggunakan cara atau algoritma yang

    rutin. Maksudnya adalah siswa belum memiliki prosedur atau algoritma tertentu untuk

    menyelesaikannya, tetapi ia harus mampu menyelesaikannya berdasarkan baik kesiapan

    mentalnya maupun pengetahuan siapnya terlepas dari apakah ia sampai atau tidak kepada

    jawabannya.

    c. Cooney dkk (Shadiq, 2004) mengatakan bahwa suatu pernyataan akan menjadi masalah

    jika pertanyaan itu menunjukkan adanya suatu tantangan (challenge) yang tidak dapat

    dipecahkan oleh suatu prosedur rutin (routine procedure) yang sudah diketahui si pelaku.

    Berdasarkan definisi yang sudah dipaparkan oleh beberapa ahli di atas, kita dapat

    menarik kesimpulan bahwa masalah Matematika dipandang sebagai suatu tantangan yang

    dihadapkan kepada seorang individu atau suatu kelompok yang mana individu atau kelompok

    tersebut tidak dapat menyelesaikan tantangan tersebut secara langsung melalui prosedur biasa

    (langkah-langkah rutin dengan penggunaan rumus langsung) sehingga mereka harus memiliki

    kesiapan mental maupun pengetahuan untuk memperoleh solusi dari masalah yang diberikan

    melalui berbagai strategi/trik yang bisa digunakan untuk mendekatkan siswa kepada solusi yang

    diharapkan.

    Sekarang pemahaman konsep kita tentang masalah Matematika harus digeser ke arah

    yang lebih mendalam, bahwa tidak semua soal yang biasa digunakan dalam proses

    pembelajaran Matematika bisa dikatakan sebagai suatu masalah. Masalah Matematika bersifat

    relatif, bahwa suatu tantangan/soal bisa menjadi masalah bagi seorang siswa, namun belum

    tentu bagi siswa lainnya. Sehingga seorang guru harus benar-benar menguasai karakteristik dan

    pemahaman siswa sehingga masalah yang dikonstruk oleh guru untuk digunakan dalam proses

    pembelajaran dapat menjadi masalah bagi seluruh siswa secara universal. Tentu saja hal ini

    merupakan tantangan bagi para guru, karena menyusun masalah Matematika bukanlah

    merupakan hal yang mudah.

    Dibawah ini dilampirkan contoh masalah Matematika dan soal rutin.

    Sumber: Yoong (2006)

  • Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2

    Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6 45

    Kita dapat melihat perbedaan dari kedua jenis soal di atas. Pertanyaan nomor 1 bisa

    dikategorikan sebagai masalah bagi siswa kelas 1 SMP. Karena ketika siswa kelas 1 SMP

    diberikan soal tersebut, mereka tidak dapat secara langsung menentukan solusi dari masalah

    tersebut hanya dengan sekedar mensubstitusikan nilai ke dalam rumus. Melainkan mereka harus

    memilih strategi yang melibatkan proses berpikir untuk memecahkan masalah tersebut. Berbeda

    dengan pertanyaan nomor 2, dimana siswa kelas 1 SMP dapat memecahkan masalah tersebut

    hanya dengan melakukan operasi hitung biasa. Sehingga pertanyaan nomor 2 tidak bisa

    dikatakan sebagai masalah, melainkan termasuk soal rutin.

    Melalui masalah yang diberikan oleh guru, siswa diharapkan dapat memecahkan

    masalah tersebut sehingga ditemukan solusi yang memenuhi masalah tersebut. Menurut

    Wardhani (Munaka, 2007) menjelaskan pemecahan masalah sebagai proses penerapan

    pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya dalam situasi baru yang belum diketahui.

    Masalah bersifat relatif, artinya masalah bagi seorang pada suatu saat belum tentu merupakan

    masalah bagi orang lain pada saat itu atau pada orang itu sendiri berapa saat kemudian. Masalah

    pada hakekatnya adalah pertanyaan yang harus dijawab. Sebaliknya suatu pertanyaan belum

    tentu menjadi masalah bagi seseorang.

    Pentingnya kemampuan siswa dalam memecahkan masalah tertuang dalam tujuan

    kurikulum. Namun kenyataannya kemampuan siswa dalam memecahkan masalah masih sangat

    kurang. Sehingga masih sangat perlu dilakukan pengkajian mendalam mengenai hal ini.

    Josep (2010) menambahkan bahwa berdasarkan penyelidikan yang dilakukan oleh

    Kai Kow Joseph YEO dalam penelitiannya mengenai kesulitan siswa SMP dalam

    menyelesaikan masalah nonrutin diperoleh informasi bahwa siswa terbiasa menggunakan satu

    jenis heuristik. Siswa tidak menunjukkan fleksibilitas dalam mencari cara untuk memecahkan

    masalah dengan menggunakan lebih dari satu heuristik.Siswa yang bekerja dengan satu solusi

    sering tidak menyadari bahwa solusi yang mereka ambil tidak benar. Selain itu juga, siswa tidak

    berusaha memeriksa apakah solusi mereka benar atau memenuhi kondisi masalah atau tidak.

    Pendapat dari ahli lain yang mendukung hasil penyelidikan yang dilakukan oleh Kai

    Kow Joseph, Arslan dan Altun (2007) mengatakan bahwa salah satu faktor yang menyebabkan

    siswa kurang terampil dalam menyelesaikan masalah adalah kurangnya kemampuan heuristik.

    Ketika dihadapkan pada masalah kompleks yang tidak familiar, sebagian besar siswa tidak

    secara langsung menerapkan strategi heuristik seperti menggambarkan skema yang cocok, atau

    membuat tabel, dan sebagainya. Siswa biasanya hanya melihat masalah secara sekilas dan

    mencoba memutuskan perhitungan apa yang cocok untuk dijalankan terhadap bilangan yang ada

    pada permasalahan.

  • Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013

    46 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6

    Ho dan Tan (2013) mengemukakan bahwa tidak seluruh siswa memiliki pengetahuan

    umum tentang berbagai heuristik. Mereka berada pada titik tolak dan tingkatan pengetahuan

    heursitik yang berbeda. Penyajian dari apa yang mereka kerjakan mengenai langkah-langkah

    pengerjaannya sangat bergantung pada bagaimana guru matematika yang mengajar sebelumnya

    dan seberapa luas pembelajaran yang mereka ikuti sebelumnya

    B. Heuristik dalam Pemecahan Masalah

    Pemecahan Masalah Matematika terintegrasi dalam proses pembelajaran, dimana

    melalui proses pembelajaran siswa diharapkan dapat meningkatkan kemampuan pemecahan

    masalah mereka. Wong Khoon Yoong (2006) mengatakan bahwa pemecahan masalah sudah

    menjadi fokus utama dalam Kurikulum Matematika Singapore selama lima belas tahun terakhir.

    Untuk sukses dalam menyelesaikan berbagai jenis masalah, khususnya masalah nonrutin,

    seorang siswa yang termotivasi harus menerapkan empat tipe kemampuan matematika yaitu

    konsep matematika, keterampilan, proses, dan metakognisi untuk memecahkan masalah. Dalam

    kemampuan proses adalah menggunakan heuristik.

    Powwel dan Lai (2010) menjelaskan bahwa melalui heuristik, kita dapat menjelaskan

    setiap tahap-tahap pengerjaan yang dilakukan dalam menyelesaikan permasalahan yang

    menyajikan sebuah makna untuk meningkatkan pemahaman dalam tugas pemecahan masalah.

    Kita tidak menyatakan secara tidak langsung bahwa ketika pemecah masalah

    mengimplementasikan heuristik hal itu dapat menghantarkan mereka menuju penemuan solusi,

    tapi hanya bermaksud melakukannya. Pemikiran kita tentang heuristik memasukan strategi

    umum yang harus dipatuhi dan secara nyata seperti yang dijelaskan oleh Polya.

    Definisi mengenai Heuristik sangat beragam. Romanycia dan Pelletier (1985)

    menegaskan bahwa sesuatu bisa disebut sebagai heuristik oleh seorang peneliti belum tentu

    dikatakan juga oleh peneliti lain. Hal ini disebabkan karena beberapa heuristik memasukkan

    berbagai sisi yang menonjol yang berbeda dan beberapa peneliti sudah menekankan perbedaan

    dari masing-masing karakteristik ini sebagai sesuatu yang mendasar untuk menjadi sebuah

    definisi heuristik.

    Definisi Heuristik menurut beberapa ahli yang dirangkum melalui berbagai sumber.

    Adapun definisi-definisi yang terangkum adalah sebagai berikut:

    1. Lidinillah (2009) menjelaskan bahwa heuristik adalah suatu langkah-langkah umum yang

    memandu pemecah masalah dalam menentukan solusi masalah. Berbeda dengan algoritma

    yang berupa prosedur penyelesaian sesuatu dimana jika prosedur itu digunakan maka akan

    sampai pada solusi yang benar. Sementara heuristik tidak menjamin solusi yang tepat,

    tetapi hanya memandu dalam menemukan solusi. Jika langkah-langkah algoritma harus

    dilakukan secara berurutan, maka heuristik tidak menuntut langkah berurutan.

  • Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2

    Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6 47

    2. Slage (Romanycia dan Pelletier,1985) menjelaskan heuristik sebagai rule of thumb,

    strategi, metode, atau trik yang biasa digunakan untuk mengembangkan ketepatgunaan

    suatu sistem yang dicoba untuk menemukan solusi dari permasalahan yang kompeks.

    3. Ministry of Education Singapore(2009) menjelaskan bahwa heuristik merupakan apa yang

    siswa dapat lakukan untuk mendekatkan sebuah permasalahan ketika solusi dari

    permasalahan tersebut tidak jelas.

    4. Chaves (2007) menjelaskan bahwa Heuristik dapat digunakan untuk menyelesaikan

    masalah non rutin atau masalah yang tidak jelas bentuk penyelesaiannya. Teknik ini adalah

    petunjuk umum yang sangat berguna dalam menyelesaikan masalah yang luas kajiannya.

    Perbedaan heuristik menyajikan maksud yang berbeda yaitu membantu anak memahami

    masalah, mengidentifikasi segala alasan yang mungkin terjadi, mengidentifikasi beberapa

    solusi yang memungkinkan, berfikir atau bernalar.

    Sehingga dapat kita tarik benang merah dari beberapa definisi heuristik tersebut dalam

    memahami konsep heuristik. Kita melihat suatu kata kunci dari penjabaran beberapa pengertian

    heuristik yang sudah didefinisikan oleh para ahli. Heuristik erat kaitannya dengan tahapan-

    tahapan/langkah-langkah berpikir/aturan/strategi/teknik/apa saja yang bisa dilakukan terhadap

    suatu permasalahan yang diberikan dengan tujuan mendekatkan permasalahan tersebut kepada

    solusi yang tepat ketika kita dihadapkan oleh permasalahan yang tidak familiar. Seringkali,

    dalam pembelajaran Matematika di sekolah siswa akan cederung mudah menyerah ketika

    mereka menemui kesulitan dan merasa tidak bisa berbuat banyak atas permasalahan yang

    mereka hadapi. Permasalahan ini merupakan permasalahan yang tidak familiar.

    Newell (1981) menyatakan bahwa heuristik disini erat kaitannya dengan langkah-

    langkah pemecahan masalah yang dikemukakan oleh Polya. Adapun karakteristik dari heuristik

    yang diadopsi dari tahapan berfikir Polya adalah sebagai berikut:

    Proses yang dilibatkan dalam model Polya dielaborasi pada tahun 2001 pada silabus

    Matematika, seperti yang ditunjukkan di bawah ini :

    Langkah Langkah untuk Pemecahan Masalah

    1. Memahami Masalah

    Mencari informasi yang diberikan

    dapat memberikan gambaran tentang informasi yang diberikan

    mengatur informasi yang diberikan

    menghubungkan informasi yang diberikan

    2. Merencanakan sebuah rancangan

    Act it out (menunjukkan/ membuktikan)

    Menggunakan diagram atau pemodelan

    Menggunakan terkaan dan pengecekan

    Membuat sebuah daftar yang teratur

  • Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013

    48 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6

    Mencari pola-pola

    Bekerja dari langkah belakang

    Menggunakan konsep sebab akibat

    Membuat sebuah anggapan/perkiraan/dugaan/pengandaian

    Menyelesaikan masalah dengan menggunakan jalan lain

    Menyederhanakan masalah

    Menyelesaikan bagian dari permasalahan

    Memikirkan sesuatu yang berhubungan dengan permasalahan

    Menggunakan sebuah persamaan

    3. Menjalankan Rencana

    Menggunakan Kemampuan perhitungan

    Menggunakan kemampuan geometri

    Menggunakan Penalaran Logika

    4. Refleksi/Evaluasi

    Mengoreksi solusi yang telah diselesaikan

    Membetulkan metode yang digunakan

    Mencari solusi alternatif

    Mengembangkan cara untuk masalah lain

    Ministery of Education Singapore (2009 )

    Pada kenyataannya, heuristik tidak selalu menjamin kebenaran selalu tercapai dalam

    proses penyelesaian masalah, namun proses tersebut yang paling penting, bagaimana siswa

    berusaha mencari jalan keluar untuk mendekatkan masalah pada solusi yang diharapkan. Wong

    Khoon Yoong (2006) mengatakan bahwa guru Matematika sering berkeinginan untuk

    menunjukan perbedaan strategi untuk menyelesaikan masalah yang diberikan. Hal ini dilakukan

    dengan niat untuk meningkatkan kemampuan berfikir kreatif siswa dan untuk mematahkan

    persepsi umum bahwa masalah Matematika selalu hanya memiliki satu cara yang benar dan

    satu-satunya jawaban yang benar. Guru berharap siswa berfikir keras tentang perbedaan strategi

    untuk pemecahan masalah dalam masalah yang sama. Karena berdasarkan hal tersebut, guru

    memperoleh pemahaman yang mendasar tentang bagaimana siswa berfikir secara Matematis,

    seringkali dalam cara yang benar-benar tidak terduga, jawaban yang benar ataupun salah.

    Berdasarkan uraian di atas, sangat diperlukan adanya pengkajian secara lebih mendalam

    mengenai kemampuan heuristik yang mengarah pada keterampilan siswa dalam menggunakan

    heuristik dengan tujuan untuk memperkuat keterampilan proses pemecahan masalah. Selain itu,

    siswa yang cenderung menggunakan beberapa heuristik dalam menyelesaikan masalah yang

    sama diharapkan akan memiliki kemampuan berfikir kreatif yang baik.

    John, Hedberg,dan Luis (2010) mengatakan bahwa dalam pelaksanan proses

    pembelajaran, tidak semua macam heuristik dapat diajarkan oleh guru secara eksplisit, karena

  • Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2

    Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6 49

    kenyataannya kadangkala ada beberapa heuristik yang digunakan oleh siswa diperoleh dari

    pengalaman pemecahan masalah mereka pribadi atau yang diidentifikasi ketika mereka

    mengobservasi pemecahan masalah dari orang lain. Kita juga dapat mempelajari macam-macam

    heuristik melalui pengujian dan belajar berdasarkan pada contoh yang ada pada textbook.

    Alasan yang paling penting untuk mempelajari heuristik adalah karena heuristik dapat

    membantu menyelesaikan masalah pada topik yang tidak familiar, walaupun sebenarnya tanpa

    bantuan heuristik, siswa mungkin masih bisa menyelesaikan masalah, dalam hal ini heuristik

    hanya meningkatkan kesempatan untuk menemukan solusi yang tepat. Pengajaran tentang

    penggunaan Heuristik ini diterapkan oleh guru melalui penugasan penyelesaian masalah-

    masalah Matematika sehingga siswa terbiasa dalam menggunakan berbagai macam Heuristik.

    KESIMPULAN

    Heuristik tidak dapat dipisahkan dari proses pemecahan masalah Matematika. Heuristik

    dipandang sebagai proses berpikir siswa dalam memecahkan masalah Matematika yang

    berkaitan dengan tahapan-tahapan/langkah-langkah berpikir/aturan/strategi/teknik/apa saja yang

    bisa lakukan terhadap suatu permasalahan yang diberikan dengan tujuan mendekatkan

    permasalahan tersebut kepada solusi yang tepat ketika kita dihadapkan oleh permasalahan yang

    mereka hadapi. Heuristik erat kaitannya dengan dengan langkah-langkah pemecahan masalah

    Polya yaitu: (1) Memahami masalah; (2) Merencanakan sebuah rancangan; (3) Menjalankan

    rencana; dan (4) Refleksi/evaluasi. Heuristik dapat diintegrasikan dalam proses pembelajaran

    Matematika melalui latihan pengerjaan masalah nonrutin sehingga diharapkan siswa dapat

    meningkatkan keterampilan mereka dalam mengaplikasikan heuristik dalam penyelesaian

    masalah Matematika.

    DAFTAR PUSTAKA

    Arslan dan Altun.(2007).Learning to Solve Non-Routine Mathematical Problems.Elementary

    Education Online 6 (1).

    Ho,K.Fai dan Preston T.(2013).Weaving Reflection into Enchance Problem- Solving in

    Mathematics Classroom,Innovation an Exemplary Practice in Mathematics

    Education :The6th East Asia Regional Conference on Mathematics Education

    Proceedings Vol.2,64-72.Phuket,Thailand:ICMI- International Commission on

    Mathematical Instruction

    Jhon Tion dkk.(2010).A Metacognitive Approach to Support Heuristic Solution of

    Mathematical Problems.diakses tanggal 20 Oktober 2012.

    Josep,Kai Kow.(2010).Secondary 2 Students Difficulties in Solving Non-Routine

    Problems.National Institute of Education.

    Krulik, Stephen dan Rudnick, Jesse A. (1995). The New Sourcebook for Teaching

    Reasoning and Problem Solving in Elementary School. Boston : Temple University.

  • Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013

    50 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6

    Kusnandi.(2012).Penalaran Matematika.Modul Perkuliahan UPI: Tidak diterbitkan.

    Kemendikbud.(2012).Dokumen Kurikulum 2013.Jakarta:Kemendikbud

    Lidinillah.(2009).Heuristik dalam Pemecahan Masalah Matematika dan Pembelajarannya di

    Sekolah Dasar. Diakses melalui http://file.u[i.edu/Direktori/KD-

    TASIKMALAYA/DIDIN_ABDUL_MUIZ_LIDINILLAH_(KD-TASIKMALAYA)-

    197901132005011003/132313548%20-

    %20didin%20abdul%20muiz%20lidinillah/Heuristik%20Pemecahan%20Masalah.pdf

    Ministry of Education Singapore.(2009).The Singapore Model Method for Learning

    Mathematics.Singapore : Ministry of Education Singapore

    Munaka, Fitrianty.(2007).Makalah Peserta Seminar Nasional Pendidikan Matematika

    (Pemberdayaan Siswa Berbakat Intelektual Sebagai Asisten Guru salam

    Pembeljajaran Pemecahan Masalah Matematika di Sekolah Menengah

    Pertama).Palembang:UNSRI

    Newell,Allen.(1981).The Heuristic of George Polya and Its Relation to Artificial

    Intelligence.United States :Department of Computer Science Carnegie Mellon

    University Pittsburgh,Pennsylvania 15213

    Pratiwi,I.R.(2012).Pembelajaran Pemecahan Masalah Matematika di SMAN 15

    Palembang.Skripsi UNSRI:Tidak diterbitkan

    Romanycia,Pelletier.(1985).What is a heuristics?.Comput.Intel vol 1, 1985.

    Shadiq,Fajar.(2004).Pemecahan Masalah,Penalaran dan Komunikasi Disampaikan pada

    Diklat Instruktur/Pengembang Matematika SMA Jenjang Dasar Tanggal 6 s.d

    19 Agustus 2004 di PPPG Matematika.Yogyakarta:Depdiknas

    Yoong.(2006). Enhancing Mathematical Reasoning at Secondary School Level.

    http://math.nie.edu.sg/ame/mtc06/Mathematics%20Teachers%27%20Conference%20W

    ongKY%20Math%20Reasoning.pdf/tanggal 10 Oktober 2012)

    Yoong dan Tiong.(2008).Developing the Repertoire of Heuristics for

    Mathematical Problem Solving: Student Problem Solving Exercises and

    Attitude. Technical Report for Project CRP38/03 TSK

    Yusnita.(2012).Pembelajaran Heuristik Pemecahan Masalah

    Matematika.(http://kejora216.wordpress.com/elementary-school/pembelajaran-

    matematika-heuristik/ tanggal 10 Oktober 2013).

  • Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2

    Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6 51

    KEMAMPUAN SISWA SMP DALAM MENENTUKAN POLA

    GAMBAR TUMBUH SEBAGAI PENDUKUNG PEMBELAJARAN ALJABAR

    Georgius Rocki Agasi

    1), M. Andy Rudhito

    2)

    1) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Sanata Dharma

    Kampus III USD Paingan Maguwoharjo Yogyakarta,

    e-mail: [email protected]

    2) Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Sanata Dharma

    Kampus III USD Paingan Maguwoharjo Yogyakarta, email: [email protected]

    Abstract

    Kemampuan berpikir menentukan pola sangat diperlukan dalam pembelajaran aljabar.

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan dan cara berpikir siswa SMP dalam

    menentukan pola gambar tumbuh. Penelitian ini merupakan penelitian diskriptif kualitatif

    dengan subyek penelitian 5 siswa SMP. Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa

    siswa mengalami kesulitan dalam menentukan pola gambar tumbuh. Ada berbagai variasi

    cara berpikir siswa dalam menentukan pola gambar perulangan dengan benar. Siswa yang

    masih mengalami kesulitan dalam menentukan pola masih sulit diungkap cara berpikirnya.

    Keywords:siswa SMP, pola, gambartumbuh, pembelajaranaljabar.

    PENDAHULUAN

    Matematika dipandang sebagai dasar dari penalaran tentang objek dan hubungan. Selain

    itu matematika hal lain melibatkan seperti memeriksa, menyelidikikebenaran dan

    klaimtentangbenda danhubungan ( Carpenter et al. 2003) ( dalam E. Warren T. Cooper.2008) .

    Kelebihan matematika terletak pada hubungan sehingga menimbulkan pola dan generalisasi.

    (Soekadijo, 1999: 134) ( dalam Herdian. 2010) mengatakan bahwa penalaran yang

    menyimpulkan suatu konklusi yang bersifat umum dari premis-premis yang berupa proposisi

    empirik itu disebut generalisasi. ( Rahman, 2004: 15) ( dalam Herdian. 2010) mengatakan

    bahwa generalisasi adalah proses penarikan kesimpulan dimulai dengan memeriksa keadaan

    khusus menuju kesimpulan umum. Penalaran tersebut mencakup pengamatan contoh-contoh

    khusus dan menemukan pola atau aturan yang melandasinya. Sedangkan (Trisnadi, 2006:11) (

    dalam Dedy, 2013) mengungkapkan bahwa generalisasi adalah menyatakan pola, menentukan

    struktur/ data/ gambaran/ suku berikutnya dan memformulasikan keumuman secara simbolis.

    Abstrak pola adalah transformasi dasar pengetahuan struktural bertujuan untuk pembelajaran

    matematika dalam konteks pendidikan. Jadi tujuan pembelajaran matematika harus diarahkan

    untuk mendorong keterampilan dasar dalam hal generalisasi.

    Memahami pola untuk menduga dan membuat generalisasi (kesimpulan) merupakan

    salah satu Kompetensi Dasar yang ada dalam Kurikulum 2013 ( Lampiran Permendikbud

    tentang Kurikulum SMP-Mts, 2013:68). Kegiatan yang sering terjadi pada sekolah dasar selama

    beberapa tahun adalah eksplorasi pola berulang sederhana menggunakan bentuk, warna ,

    gerakan, merasakan dan suara . Biasanya siswa diminta untuk menyalin dan melanjutkan pola-

    pola , mengidentifikasi bagian mengulang, dan menemukan unsur-unsur yang hilang , fokus

    pada pemikiran variasional tunggal dimana variasi terjadi dalam pola itu sendiri. Pada

  • Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013

    52 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6

    kenyataannya hanya sedikit aktivitas terjadi dengan pola pertumbuhan visual. Tetapi pendekatan

    dengan memperkenalkan aljabar untuk anak-anak di usia rata-rata 12-13 tahun membangun

    eksplorasi awal pola visual, ini digunakan untuk menghasilkan ekspresi aljabar.

    Pola yang digunakan dalam pengalaman pengantar aljabar formal didominasi pola

    pertumbuhan visual. Siswa diminta untuk membentuk hubungan antara pola dan posisi mereka ,

    dan menggunakan generalisasi ini untuk menghasilkan langkah-langkah dalam

    polauntukposisilain, yaitu, dimanamereka diminta untuk mempertimbangkan kembali pola yang

    tumbuh sebagai fungsi (yaitu , sebagai hubungan antara pola dan posisinya ) bukan sebagai

    variasi satu set data ( yaitu , sebagai hubungan antara periode yang berurutan dalam pola itu

    sendiri ) . Umumnya ini menghasilkan representasi visual , data rekaman dalam tabel ( posisi

    dan jumlah elemen pada posisi itu ) , dan dari tabel teridentifikasi hubungan antara dua set data .

    Ini berbeda dari pengenalan pola yang digunakan dalam induksi matematika. Fokus di hasil

    adalah memastikan pada hubungan fungsional antara set data dan mengeksplorasi konsep

    variabel.

    Kesulitan-kesulitan yang terjadiyaitu kurangnya bahasa yang tepat diperlukan untuk

    menggambarkan hubungan ini , kecenderungan hanya tertuju pada satu data tunggal untuk

    menggambarkan generalisasi dan ketidakmampuan untuk memvisualisasikan spasial atau pola

    lengkap.

    METODE PENELITIAN

    Jenis Penelitian

    Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif diskriptif

    Waktu dan Tempat Penelitian

    Subjek pada penelitian ini adalah anak SMP kelas 7 yang rata-rata berusia 12-13 tahun.

    Untuk teknik memperoleh subjek adalah meminta subjek penelitian yang berasal dari sekolah

    tempat Peneliti PPL ( Progam Pengalaman Lapangan) di SMPN 6 Yogyakarta. Selain itu subjek

    juga berasal SMP Stella Duce 2.

    Prosedur

    Penelitian dilakukan dibeberapa dua tempat dan waktu yang berbeda, yang pertama

    adalah di rumah subjek yaitu di Kadipaten Wetan no 196 Yogyakarta dan SMPN 6 Yogyakarta

    yaitu berada di kelas 7A. Data didapat dengan meminta subjek untuk mengerjakan Tes yang

    diberikan kepada mereka dengan waktu 30 menit. Prosedur pengambilan penelitian adalah

    dengan meminta subjek mengerjakan soal dengan memilih jawaban yang telah disediakan dan

    didalam soal itu terdapat kolom alasan mengapa subjek memilih jawaban yang telah disediakan.

    Selain mengisi soal ada juga wawancara lisan yang digunakan untuk mengetahui secara detail

    apa yang menyebabkan siswa tidak mengisi kolom alasan yang diberikan secara jelas.

  • Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2

    Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6 53

    Data, Intrumen, dan Teknik Pengumpulan Data

    Untuk pengambilan data di Kadipaten wetan no 196 Yogyakarta diambil waktu malam

    hari pk 20.00 WIB sedangkan untuk di SMPN 6 Yogyakarta, data diambil pada siang hari

    sepulang sekolah pk 11.30. Teknis pengumpulan data pada subjek di SMPN 6 Yogyakarta

    adalah dengan mengempulkan mereka sepulang sekolah dan meminta mereka untuk

    menegerjakan tes yang diberikan dan tentunya dengan waktu yang sudah disiapkan yaitu 30

    menit sedangkan untuk pengambilan data yang berada di Kadipaten wetan yaitu dengan

    membuat janji terlebih dahulu dengan subjek untuk waktu yang tepat lalu mendatangi subjek di

    waktu yang telah dijanjikan.

    Berikut Instrumen Tes pola gambar tumbuh yang diberikan kepada subjek :

    SOAL SOAL GAMBAR POLA TUMBUH

    Selamat Mengerjakan

    I. Kerjakan soal-soal dibawah ini dengan benar dan lengkap seperti contoh

    diatas !

    II.

    1.

    Alasan :

    2

    Alasan :

  • Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013

    54 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6

    3

    Alasan :

    4

    Alasan :

    5

    Alasan :

    6

    Alasan :

  • Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2

    Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6 55

    7.

    Alasan :

    Gambar 1.Soal soal Tes Pola gambar tumbuh

    Teknik Analisis Data

    Cara memaknakan data yang diperoleh dengan dua cara yaitu dengan melihat dari kolom

    alasan dan wawancara lisan terkait jawaban yang dipilih subjek.Untuk menegetahui jawaban

    yang benar yaitu melihat kunci jawaban yang sudah benar. Dari pengisian kolom alasan dan

    wawancara lisan dapat mengetahui apa saja yang menjadi pemikiran subjek serta dapat

    mengetahui permasalahan apa saja terkait masalah gambar pola tumbuh dan dari situ dapat

    diketahui seberapa pemahaman siswa mengenai hubungan gambar pola tumbuh dan juga

    pemahaman tentang bentuk aljabarnya.

    HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    Pada saat pengambilan data awalnya mengambil 5 subjek untuk diteliti tetapi saat hasil

    sudah didapat banyak terdapat hasil kurang memuaskan dikarenakan banyak jawaban yang tidak

    dijawab dan tidak memberikan alasan. Untuk itu perlu dilakukan pengambilan data dari subjek

    lain maka ditambah lagi pencarian data dan mendapatkan 10 subjek untuk diteliti. Setelah

    dilakukan pencarian data yang kedua dihasilkan data yang dicari tetapi masih perlu disaring

    karena masih terdapat jawaban kurang memuaskan dari subjek yang diteliti. Pada akhirnya

    daritotal 15 data yang dicari hanya lima yang dianggap cukup memuaskan untuk diteliti lebih

    lanjut. Berikut adalah hasil yang didapat dari penelitian ini.

  • Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013

    56 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6

    Tabel 1. Alasan Siswa dalam Memilih Jawaban

    Nama Soal no 1 Soal no 2 Soal no 3 Soal no 4 Soal no 5 Soal no 6 Soal no 7

    MRM

    K

    Karena garis dari kiri

    adalah angka kecil

    jika diurutkan yang

    paling besar garis 6

    dan urutan. (E).

    BENAR

    Karena

    garisnya

    besar(D).

    BENAR

    Karena

    Urutan

    titiknya

    adalah

    angka

    berikutnya

    (D)

    BENAR

    Karenadari

    1 lalu

    loncat

    3(C).

    SALAH

    Karena

    garis

    dalam

    segitiga

    berawalan

    dari angka

    4 sampai

    dengan 10

    (A)

    BENAR

    Karena 1

    1 = 0 (D).

    BENAR

    Karena

    4,3 lalu

    2(F)

    BENAR

    DAJ Soalnya itu kan

    tambah garis ke

    kanan ( ukurannya

    selang-seling)

    (E)BENAR

    Karena, itu

    urut

    kebalikan

    dari arah

    jarum jam

    dan warna

    titik tengah

    selang

    seling (D)

    BENAR

    Itu urut (

    titiknya )

    1 5

    Searah

    jarum jam

    (D)

    BENAR

    Titiknya

    urut (B)

    BENAR

    adalah

    persamaan

    arah

    dengan 2.

    Misal 1

    dengan 5 (

    sama-

    sama

    segitiga

    )(D)

    SALAH

    Lingkaran

    nya terus

    berkurang

    (D)

    BENAR

    Lingkaran

    dikurang

    dan kotak

    ditambah

    (D)

    BENAR

    PRR Karenasetiappolapast

    iditambahgarispanjan

    gataupendek.

    Polaketigadiakhiride

    ngangarispendek.

    Makaharusditambahg

    arispanjangpadapolas

    elanjutnya (E).

    BENAR

    Karena

    pola-pola

    ini

    berselang

    seling

    (dari

    lingkaran

    tengah

    hitam

    putih

    hitam

    putih ) dan

    setiap

    bentuk

    selanjutny

    a akan

    Karenapad

    apolaini,

    panahituak

    andiputar

    90. Dan

    padapangk

    al,

    titiknyaber

    tambah.

    Makadariit

    u, yang

    arahdanju

    mlahtitik

    yang

    tetapadalah

    D.

    Setiap

    titiknya

    bertamba

    h, maka

    titiknya

    akan

    berada di

    seberang

    titik yang

    terdahulu

    secara

    diagonal.

    Jadi yang

    pas

    adalah

    (B).

    Saya tidak

    bisa

    menjawab

    .

    SALAH

    Ketika

    lingkaran

    dikurangi,

    maka kotak

    ditambah.

    Makajawab

    an yang

    tepatadalah

    (D).

    BENAR

    Setiap

    Kotaknya

    tambah,

    lingkaran

    diatas

    akan

    berkurang.

    Pada pola

    terakhir,

    kotak ada

    satu dan

    lingkaran

    ada satu.

    Maka

    apabila

    kotak

  • Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2

    Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6 57

    ditambah

    satu garis.

    Maka

    jawaban

    yang tepat

    adalah E.

    BENAR

    BENAR

    BENAR

    ditambah

    dan

    lingkaran

    dikurangi,

    maka yang

    tepat

    adalah (F)

    BENAR

    MFD Jika diurutkan dari

    yang pertama

    dimulai dari garis

    pendek sedangkan

    yang ke-3 berhenti

    digaris yang pendek

    maka

    garisselanjutnya

    dimulai dari garis

    panjang.(E) BENAR

    Karena

    bagian atas

    ditengah

    hanya

    kebalikan

    dari yang

    dibawah

    (D).

    BENAR

    Hanya

    mengikuti

    arah panah

    sebelumny

    a (D)

    Jika titik

    pertama

    dimulai

    dari kanan

    bagian

    atas, lalu

    titik

    keduadiba

    gian

    bawah,

    maka titik

    ketiga dan

    keempat

    pasti

    sebaliknya

    dari titik

    kesatu dan

    kedua.(B)

    SALAH

    Bagian

    bawah

    sama

    seperti

    bagian

    atas

    cuman di

    putar

    saja.(D)

    SALAH

    Hanya

    mengurutk

    an dari

    atas.(D)

    BENAR

    Hanya

    mengurutk

    an dari

    atas.(F)

    BENAR

    AA Jika dilihat dari kiri,

    jumlah garis ada 3

    dan diurutkan sesuai

    dengan jumlah dan

    pola.(E)

    BENAR

    Karena

    jika

    diurutkan

    jawaban

    ini benar.

    (D)

    BENAR

    Karena

    jika

    diurutkan

    sesuai

    jumlah dan

    pola

    jawaban

    ini

    benar.(D)

    BENAR

    Jika

    diurutkan

    pola dan

    jumlah

    titik

    menurut

    saya ini

    benar.(B)

    BENAR

    Karena

    jika

    dilihat-

    lihat

    jawaban

    ini

    menurut

    saya

    benar. ( A

    ).

    BENAR

    Karena

    jika

    diurutkan

    sesuai pola

    dan jumlah

    titik dan

    kotak,

    menurut

    saya ini

    benar.(D)

    BENAR

    Karena

    jika

    dilihat-

    lihat

    jawaban

    ini benar. (

    F )

    BENAR

  • Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013

    58 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6

    Pada awal ketika soal ini diberikan kepada subjek hampir semua subjek merasa

    kebingungan dengan maksud dari soal. Untuk itu, disiapkan juga contoh pengerjaan soal. disini

    mulai tampak perbedaan daya tangkap subjek mengenai penjelasan contoh yang diberikan. Tiga

    subjek dapat mengerti dengan cepat dan 2 subjek lainnya membutuhkan waktu cukup lama

    untuk mengerti tentang contoh pengerjaan soal itu sendiri. Namun demikian pada akhirnya

    semua siswa dapat mengerti dengan contoh yang diberikan sehingga mereka dapat mulai

    mengerjakan soal.

    Pembahasan dimulai dari nomor 1. Dari hasil penelitian semua subjek mampu menjawab

    dengan benar. Pada soal nomor 1 dapat dilihat dari pola yang tumbuh dari kiri ke kanan dan

    jumlah terus bertambah maka gambar yang terakhir adalah pola yang memiliki jumlah yang

    paling banyak selain melihat jumlah pola yang dilihat sebagai indikator benar adalah dari garis

    panjang garis pendek yang berurutan dimulai dari gambar yang pendek dahulu sehingga

    jawaban yang paling tepat adalah (E) karena jawaban (E) terdapat jumlah garis yang berjumlah

    6 dan berurutan dimulai dari dari garis yang pendek. Semua subjek menjawab dengan benar

    yaitu (E). Tetapi untuk alasan yang mereka buat terdapat perbedaan hanya pada kalimatnya saja.

    Untuk pemikiran pola yang ada pada mereka dapat dikatakan sama karena kesimpulan yang

    mereka buat hampir sama.

    Pada pengerjaan pada nomor 2. Jawaban nomor 2 adalah D karena pada soal dapat dilihat

    bahwa ada dua proses yang terjadi yaitu pola berulang dari lingkaran putih hitam putih

    hitam dan ada garis tumbuh seperti mau membuat bentuk lingkaran dengan bertambah 1 garis di

    tiap gambarnya dan tambahan gambar berlawanan arah jarum jam. Dari 2 proses tadi maka

    jawaban yang paling tepat adalah lingkaran yang berwarna putih dan memiliki jumlah garis 4

    yaitu D. Semua subjek mampu menjawab dengan benar, tetapi untuk alasan terdapat banyak

    perbedaan seperti alasan pada subyek yang bernama MRMK. Alasan yang dia kemukakan

    adalah karena garisnya besar. Jika berpedoman pada alasan ini maka jawabannya menjadi

    kurang tepat untuk itu peneliti melakukan sedikit wawancara.

    P : kog alasannya bisa begitu?

    MRMK : iya mas, aku bingung soalnya, ya pokoknya gitu mas

    P : Lha idemu gimana to?

    MRMK : Ya pokoknya gini mas.

    Pada wawancara yang dilakukan pun masih belum terungkap maksud dari subjek. Jika

    dilihat dari alasan yang subjek buat memang belum menunjukkan alasan yang kuat mengapa dia

    memilih jawaban D tetapi dari pengerjaannya mungkin subjek melihat dari jumlah garis yang

    bertambah jadi jawaban yang dia pilih adalah D.

    Pada soal nomor 3, Semua subjek memilih jawaban yang sama dan memang benar

    bahwa jawaban untuk soal nomor 3 adalah D. Jawaban ini benar karena pada soal yang dicari

    untuk gambar kelima adalah gamabar yang memiliki jumlah titik paling banyak yaitu 5 dan arah

  • Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 2

    Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6 59

    panah mengikuti arah jarum jam. Dari alasan subjek mereka mempunyai ide yang sama

    walaupun kata-kata yang mereka buat berbeda. Untuk nomor 3 tidak terlihat perbedaan cara

    pikir atau pun pilihan yang berbeda. Untuk nomor 3 kesimpulan dari pemahaman mereka adalah

    sama. Hal ini terkait pada pembelajaran aljabar di kelas VII yang berhubungan dengan bilangan

    bulat saat menggunakan garis bilangan.

    Pengerjaan soal nomor 4, semua subjek telah menjawab tetapi ada satu subjek yang

    menjawab salah yaitu MRMK. Jawaban yang benar pada soal nomor 4 adalah B. Pada pola

    yang terdapat di soal nomor 4 adalah dari 1 titik di gambar satu lalu menjadi 1titik dan 2 titik di

    gambar 2 lalu di gambar 3 menjadi 1 titik dengan 2 titik dan 3 titik. Maka dapat disimpulkan

    gambar selanjutnya akan bertambah 4 titik. MRMK mengalami kesalahan dikarenakan tidak

    dapat melihat pola yang terlihat dari awal sampai akhir dan dia tidak tahu jawaban mana yang

    paling tepat sehingga hanya dia yang mengalami kesalahan dalam pengerjaannya. Untuk

    keempat subjek yang lain dapat memberikan jawaban yang benar dan hanya 3 subjek yang

    memberi jawaban secara rinci dan tepat. Ada satu subjek yaitu AA yang memberikan alasan

    tetapi kurang rinci bagaimana cara dia mencari jawabannya.

    Pada soal nomor 5 jawaban yang tepat adalah A. Karena setiap gambar bergerak searah

    dengan jarum jam dengan sudut rata-rata 30. Jika diperhatikan pola garis pada setiap perubahan

    gerak. Garis tersebut mewakili bilangan angka romawi maka jawaban yang paling tepat adalah

    jawaban A. Semua subjek mengalami kesulitan dalam mengerjakan dan juga mereka sampai

    akhir pun tidak mampu menemukan pola yang terdapat pada soal nomor 5. Tetapi yang

    mengejutkan bahwa ada satu subjek yang memberi jawaban yang benar yaitu MRMK tetapi

    alasan yang dia buat kurang tepat jika melihat dari kunci jawaban yang tersedia.

    Pada pengerjaan soal nomor 6 sistem gambar tumbuh dibuat terbalik dan pola itu

    sendiri dibagi menjadi tiga baris sehingga bisa terlihat bahwa polanya semakin lama semakin

    mengecil bisa dari baris atas ke baris bawah atau bisa dari kolom kiri ke kolom kanan. Untuk

    jawaban yang paling tepat adalah D. Pada pengerjaannya kelima subjek mampu menjawab

    dengan benar. Dalam hal ini kelima subjek yang menjawab dengan benar mereka mempunyai

    alasan yang berbeda termasuk pola pikir yang ada pada mereka. Seperti DAJ dengan MRMK,

    DAJ mempunyai ide bahwa semakin kebawah ataupun ke kanan jumlah lingkarannya akan terus

    berkurang dan MRMK menjawab nilai 0 yang didapat adalah hasil dari 1-1 yaitu 0. Dari dua

    alasan yang ada di sini disebutkan bahwa DAJ mempunyai pemahaman yang sama dengan

    kunci jawaban sedangkan MRMK mempunyai alasan yang tidak sama. Perbedaan yang terjadi

    disebabkan pemahaman dasar tentang pola gambar tumbuh yang dan bentuk aljabarnya kurang

    dapat dipahami dengan baik. Sehingga dia tidak dapat memberikan alasan yang tepat saat

    disuruh menuliskan alasannya tentang soal nomor 6.

    Untuk Mengerjakan Soal nomor 7, cara pengerjaannya ada dua cara yaitu melalui

    kolom kiri ke kolom kanan atau per baris yaitu dari baris atas ke baris. Jawaban yang paling

  • Volume 2 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013

    60 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 6

    tepat pada soal nomor 7 yaitu F karena jika dilihat dari pola yang berjalan misalkan dilihat per

    baris maka nilai kotak akan bertambah dan nilai lingkaran berkurang. Seperti pada baris 1

    mempunyai nilai kotak dari 2 3 4 dan lingkaran 4 3 2. Jika di teruskan sampai baris ke 3

    maka jawaban yang tepat adalah F. Begitu juga jika dilihat per kolom tetapi bedanya dengan

    baris nilai kotak semakin mengecil sedangkan nilai lingkaran tetap mengecil. Dari jawaban para

    subjek semuanya menjawab benar dan alasan mereka juga hampir sama hanya penulisannya saja

    yang berbeda-beda tetapi pola pikirnya sama semua.

    SIMPULAN DAN SARAN

    Dari Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pengetahuan dan pemahaman yang para

    subjek dapat sewaktu masih berada di Sekolah Dasar tentang pola setiap anak berbeda-beda dan

    itu