ritmeanalisis kampung kota bandarharjo: geo ritme …

136
RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME SEBAGAI REPRESENTASI ULANG ILMU GEOGRAFI ATAS PERMUKIMAN KUMUH Tesis Untuk Memenuhi Persyaratan Mendapat Gelar Magister Humaniora (M.Hum) di Program Magister Ilmu Religi dan Budaya Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Disusun Oleh : Rosyid Adiatma 156322002 Program Magister Ilmu Religi dan Budaya Universitas Sanata Dharma Yogyakarta 2018 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO:

GEO RITME SEBAGAI REPRESENTASI ULANG ILMU GEOGRAFI ATAS

PERMUKIMAN KUMUH

Tesis

Untuk Memenuhi Persyaratan Mendapat Gelar Magister Humaniora (M.Hum)

di Program Magister Ilmu Religi dan Budaya Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta

Disusun Oleh :

Rosyid Adiatma

156322002

Program Magister Ilmu Religi dan Budaya

Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta

2018

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 2: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

ii

RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO:

GEO RITME SEBAGAI REPRESENTASI ULANG ILMU GEOGRAFI ATAS

PERMUKIMAN KUMUH

Tesis

Untuk Memenuhi Persyaratan Mendapat Gelar Magister Humaniora (M.Hum)

di Program Magister Ilmu Religi dan Budaya Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta

Disusun Oleh :

Rosyid Adiatma

156322002

Program Magister Ilmu Religi dan Budaya

Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta

2018

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 3: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

iii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 4: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 5: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 6: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

ii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 7: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

iii

Kata Pengantar

Menempuh proses pembelajaran interdisiplin di Kajian Budaya,

meninggalkan kesan mendalam bagi saya, atas begitu banyaknya perjumpaan

ilmu, yang tentu tidak berhenti pada dirinya sendiri sebagai kebenaran.

Melaluinya, kebenaran bisa menjadi sangat problematis akhirnya, karena

darimana wacananya berasal, menimbulkan banyak pertanyaan.

Terlebih, menyangkut pengalaman hidup nyata yang dihidupi, bisa

kabur maknanya, saat ia dibingkai paksa, kategori yang dianggap biasa oleh

kebenaran suatu disiplin ilmu. Demikianlah mengenai kebenaran Ilmu

Geografi yang dulu sempat saya geluti, memperoleh pemaknaan baru atas

identitasnya melalui Kajian Budaya. Masalah metodisnya bisa memiliki celah

baru dalam menafsir pengalaman hidup, yang dulu menjumpai kejumudan,

karena menuruti konsistensi kategori baku.

Pembelajaran ini, menjadi mungkin atas bimbingan para pengajar di

IRB, terutama Dr. St. Sunardi, terimakasih atas proses pembelajaran selama

ini. Saya juga berterimakasih kepada Dr. Tri Y. Subagya, Prof. A. Supratiknya,

Dr. Katrin Bandel, Romo Baskara T. Wardaya, Romo Banar, Bu Devi, Bu Ita

dan Romo Budi atas masukannya.

Saya juga berterimakasih pada kawan-kawan seangkatan: Resi, Pita,

Arga, Aan, Mbak Dyah, Peiter, Romo Ando, Mas Wibi, Bruder Kornel dan Sera.

Terimakasih juga untuk teman-teman Pusdep, Mbak Vini, Cik Anne, Mas

Hans, Mbak Linda, Nita, Britto, Febri, Mas Umar, Vina, Mas Gogor, Mas Antok,

Mas Ben, Mas Noel, Kolis, Hugo, Damas, Mbah Wahono, Lisis, Mas Rendra,

Hari, Alam dan Mbak Novi atas diskusinya selama ini, juga Mas Mul, Mbak

Desy dan Mbak Dita.

Saya berterimakasih atas teman-teman seperjalanan dari Galur

Manggala, Rawat Hayat, Buku Lokuttara, Rumah Balas Budi, GSTG dan Perjal

Klaten, Ryan, Agus Conspirasy, Amirvl, Fajri, Aji Jonal, Bagas, Dani, Evan,

Rino, Romi, Aben, Satria, Hanung, Mail dan Herwidy.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 8: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

iv

Ritmeanalisis Kampung Kota Bandarharjo:

Geo Ritme Sebagai Representasi Ulang Ilmu Geografi Atas Permukiman

Kumuh

Abstrak

Representasi Ilmu Geografi atas kampung kota sebagai permukiman

kumuh cukup bermasalah, karena ia dilihat hanya sebagai sebab pada dirinya

sendiri. Tanpa melihat faktor lain (komodifikasi ruang, politik, dan

globalisasi) sebagai jejaring yang turut membentuknya. Representasinya,

berkisar pada narasi peminoran yang abai terhadap polivokalitas

penghuninya. Ia hanya dikontraskan dengan permukiman normal (kelas

menengah), lalu dipersalahkan karena karena tidak sesuai, akhirnya karakter

penghuninya diturunkan dari situ. Melihat melalui latar ini, lantas Ilmu

Geografi mengukuhkan keabsahan penelitiannya, dengan dalih identitas

keilmuannya, yang merupakan suatu pembedanya dengan disiplin ilmu lain.

Ditambah dalih validitas penelitiannya, agar otoritatif dan legitimatif, ia

menggunakan teori yang belum cukup kritis terhadap masalah kampung

kota.

Penelitian ini dilakukan di Kampung Kota Bandarharjo, Kota

Semarang, karena ia dianggap penemuan baru dalam kajian kota secara

Geografi, bahwa proses kekumuhan mereka bertambah kumuh akibat banjir

rob. Penelitian ini sebagai representasi ulang atas representasi Ilmu Geografi

menggunakan ritmeanalisis, yang belum cukup kritis melihat penelitiannya,

karena masih berada di ruang pertama dan kedua yang belum kritis terhadap

masalah komodifikasi ruang. Tanpa kekritisan itu, polivokalitas penghuninya,

yang turut membentuk ruangnya belum terwadahi, sehingga penelitian

terdahulu belum cukup mampu melihat narasi penghuninya sebagai

perlawanan terhadap komodifikasi ruang.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 9: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

v

Rhythmanalysis City Kampong Bandarharjo

Geo Rhythm as Re-representation of Geography toward Slum Area

Abstract

Representation of Geography toward city kampong is problematic, as

slum area, because it was seen as causality in itself, without seeing other

factors (space commodification, politic, and globalization) as networks which

are contributed also to their existence. His representation goes around in

blaming city kampong which does not include polivocality of his dweller. In

His narration of city kampong, is only contrasted with normal settlement

(middle class), then blaming it as uncorfomity toward city. Then his character

narration derived by such mere condition. Through this setting, Geography

made himself valid which identity reason who is differentiated from another

science discipline as his own unique value for doing research. Reasoning

validity of his research, Geography also using theories which are contributed

for his authoritative and legitimative in city kampong only as slum,

correspond to his domminant discourse, because it is thought as the only

thruth which is actually less critical toward the real situation.

This research was held in City Kampong Bandarharjo of Semarang

City, because its setting, interpretated by Geography as newly proscess of

slum area which is getting worse by rob flood. This research using

rhythmanalysis as his means for re-representation of Geography toward city

kampong and posit last research into third space, without that, there wil be

unjustice representation, because his research still in first and second space

whithout narration of his dweller act according to himself, so the chance

seeing his dweller character as resistence toward space commodificaton shall

be gone by such less critical theory.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 10: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

vi

DAFTAR ISI

Halaman Judul .................................................................................................................................... i

Halaman Lembar Persetujuan ................................................................................................. iii

Halaman Pengesahan ................................................................................................................... iv

Halaman Pernyataan Keaslian Karya ..................................................................................... v

Lembar Persetujuan Publikasi ................................................................................................ vi

Kata Pengantar............................................................................................................................... vii

Abstrak............................................................................................................................................. viii

Daftar Isi ............................................................................................................................................... x

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................................ 1

A. Latar Belakang ............................................................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ................................................................................................................... 10

C. Tujuan Penelitian ..................................................................................................................... 10

D. Manfaat Penelitian .................................................................................................................. 11

E. Kajian Pustaka ........................................................................................................................... 11

E.1. Pandangan Umum Ilmu Geografi terhadap Kampung Kota ................ 11

E.2. Kritik Terhadap Ilmu Geografi Memandang Kampung Kota ............. 15

F. Kerangka Teoretis ................................................................................................................... 19

F.1. Ritme Kehidupan Kapitalisme dan Resistensinya ................................... 21

F.2.Reduksi Nilai Ruang (Komodifikasi) ................................................................ 22

F.3.Performativitas Ritme dan Ruang ..................................................................... 24

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 11: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

vii

G. Metode Penelitian ................................................................................................................... 28

H. Sistematika Pembahasan .................................................................................................... 29

I. Kerangka Konseptual .............................................................................................................. 31

BAB II LATAR RITME KAMPUNG KOTA BANDARHARJO ........................... 32

A. Latar Sejarah Ruang ............................................................................................................... 34

A.1 Urbanisasi, Modernisasi dan Dekolonisasi ................................................... 34

A.2. Kapitalisme Kolonial dan Urbanisasi ............................................................. 37

A.3. Masalah Umum Perumahan ................................................................................ 41

B. Latar Konteks Ruang Masa Kini........................................................................................ 46

B.1. Wacana Dominan Kawasan Industri .............................................................. 47

B.2. Kampung Kota, Degradasi Lahan dan Kuasa .............................................. 52

BAB III GEO RITME KAMPUNG KOTA BANDARHARJO ................................. 54

A. Tempat .......................................................................................................................................... 54

B. Tubuh ............................................................................................................................................ 67

C. Mobilitas....................................................................................................................................... 76

D. Alam ............................................................................................................................................... 85

BAB IV RITMEANALISIS MENCARI LOKUS GEO RITME ................................ 95

A. Ritmeanalisis Tempat: Membongkar Komodifikasi Ruang ................................. 99

B. Ritmeanalisis Mobilitas: Kebebasan Pilihan Mobilitas....................................... 103

C. Ritmeanalisis Tubuh: Pernyataan Kuasa Performativitas Tubuh ................. 105

D. Ritmeanalisis Alam: Kondisi Selaras Waktu Alam ............................................... 108

E. Ritmeanalisis: Representasi Ulang Permukiman Kumuh ................................. 111

BAB V PENUTUP .................................................................................................. 117

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 120

LAMPIRAN ............................................................................................................ 122

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 12: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

viii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 13: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Representasi Ilmu Geografi atas kampung kota, dikonstruk lewat

pembicaraan negatif melalui perbandingannya dengan permukiman normal.

Ia dilihat sebagai penurunan kualitas permukiman normal. Dari segi

keruangan, kampung kota dilihat sebagai sebab bagi banyak masalah

permukiman, di antaranya seperti: masalah lingkungan, kriminalitas,

pengangguran, kemiskinan dan apatisme.1 Di sisi lain, kampung kota belum

dilihat dari aspek polivokalitas para penghuninya, juga belum dilihat sebagai

akibat dari sebuah sistem yang turut membentuknya, seperti: kapitalisme,

politik dan globalisasi.

Dalam penelitian Ilmu Geografi, kampung kota dilihat sebagai

penurunan kualitas lingkungan permukiman normal, akibat keterbatasan

ruang dalam memenuhi permintaan pelbagai kegiatannya (kegiatan politik,

ekonomi, sosial dan budaya) pada suatu tata ruang kota.2 Ditambah

pertambahan penduduk dan perpindahan penduduk ke kota sebagai jalan

pemenuhan kebutuhan ekonomi, dijadikan faktor dominan pembentuk

1M.Gamal Rindarjono (2012), Slum: Kajian Permukiman Kumuh Dalam Perspektif Spasial, Media Perkasa: Yogyakarta, hal.94-97 2Ibid.,hal.69

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 14: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

2

kampung kota.3 Lebih dari itu, kampung kota dibicarakan sebagai

konsekuensi terhadap bertambahnya penduduk yang menyebabkan

peralihan fungsi lahan menjadi permukiman, sehingga mengakibatkan

semakin tingginya harga lahan.4 Tingginya harga lahan, menimbulkan

pengefektifan penggunaan lahan permukiman yang ada, dan diduga menjadi

sebab kepadatan bangunan sekaligus mengarahkan permukiman menuju

perkembangan permukiman yang negatif.5

Representasi Ilmu Geografi macam ini tidak terlepas dari paradigma

keilmuan yang diacu, dan bisa mengarah pada Kapitalisme-Neoliberal, boleh

jadi membentuk pandangan dunia yang pro Kapitalisme-Neoliberal terhadap

objek kajiannya. Kegiatan menafsir ruang dengan analisis spasialnya adalah

hal esensial dari Ilmu Geografi, untuk menyatakan hasil dan cara kerjanya.

Hal itulah yang memberi identitas pada Ilmu Geografi sebagai suatu disiplin

ilmu yang membedakannya dengan displin ilmu yang lain.6 Analisis spasial

ini, berarti menjadi identitas Geografi yang merupakan wacana dominan Ilmu

Geografi di Indonesia, serta memberinya legitimasi dan otoritas untuk

berbicara lebih lanjut terhadap suatu fenomena.

Pada kasus penelitian kampung kota, Ilmu Geografi dengan

memanfaatkan analisis spasial, disertai dengan teori-teori yang dipilihnya,

3 Ibid., 4Ibid., 5Ibid., 6.Geografi Sejarah dan Pemetaan, Diskusi penyusunan pedoman SIG untuk pemetaan Sejarah tanggal 19 April 2006 di Wisma Bahtera Cibogo Bogor, disampaikan oleh Hafid Setiadi, staf pengajar Departemen Geografi FMIPA Universitas Indonesia

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 15: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

3

mampu digunakan untuk mendeskripsikan objek yang ditelitinya dari “luar”.

Ditambah dengan kecanggihan temuan-temuan teknis baru metode

penelitian Ilmu Geografi, ia bisa lebih bersifat praktis dalam penerapan

tujuan penelitian Ilmu Geografi. Hasilnya, tercermin dalam pola-pola hasil

penelitian Ilmu Geografi yang hampir serupa dalam kajian perkotaan dan

kampung kota.

Cara kerja dari paradigma macam ini, ditunjukkan oleh Erni Suharini7,

dengan memandang kampung kota sebagai bentuk pertumbuhan penduduk

kota yang lebih cepat dan tidak seimbang,8 sehingga mengakibatkan tekanan

penggunaan lahan dengan ditandai penggunaan lahan yang tidak layak huni,

maka untuk mengatasinya perlu dilakukan perbaikan oleh pemerintah dan

agihan kampung kota nya perlu didata secara spasial, menggunakan

penginderaan jauh, agar lebih akurat diketahui persebarannya, serta mudah

untuk ditangani.9 Kerja penelitian yang hampir serupa, dilakukan oleh

Endina Putri Purwandari dan Aniati Murni Arymurthy.10

Kampung kota yang direpresentasikan oleh Ilmu Geografi dalam

penelitiannya sebagai masalah permukiman serta kondisi masyarakatnya

yang digambarkan sebagai tidak higienis, kriminal dan acuh secara politik.11

7Ani Suharini, Menemukenali Agihan Permukiman Kumuh di Perkotaan Melalui Interpretasi Penginderaan Jauh, Jurnal Geografi Vol.4 2 Juli 2007, Jurusan Geografi FIS UNNES 8 Ibid., 9Ibid.hal.77 10Analisis Topologi dan Populasi Penduduk Pemukiman Miskin Menggunakan Teknologi Remote Sensing, Jurnal Sistem Informasi MTI-UI.Vol.6.Nomor 1.ISSN 1412-8896 11 M.Gamal Rindarjono (2012), Slum Kajian Permukiman Kumuh dalam Perspektif Spasial, Media Perkasa: Yogyakarta, hal.68,69,105 dan 169

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 16: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

4

Berdampak pada penelitiannya yang sering tidak polivokal terhadap para

penghuninya, dan diajukan sebagai rekomendasi bagi Pemerintah untuk

melakukan penertiban kampung kota.12 Kondisi ini, bisa menjadi dalil, bagi

pengesahan tindak penggusuran oleh Pemerintah.

Wacana dominan seperti ini, bisa menghalangi penelitian Ilmu

Geografi untuk lebih peka terhadap masalah anti-kemanusiaan yang timbul

dari representasinya terhadap fenomena yang sedang ditelitinya, berkaitan

dengan ruang dan aspek polivokalitas para penghuninya. Melalui penelitian-

penelitian kampung kota seperti, Ilmu Geografi, sebenarnya boleh jadi

sedang memperantarai cara pandang Kapitalisme-Neoliberal, menyangkut

kehidupan seperti apa yang paling layak dan ideal di Indonesia. Meski

sebenarnya banyak alternatif teori yang bisa digunakan untuk melihat suatu

fenomena dengan lebih manusiawi melalui pelibatan begitu banyak faktor,

sehingga, representasinya terhadap suatu fenomena bisa lebih berkeadilan.

Misalnya menggunakan teori seperti yang dibangun oleh Edward Soja

dengan Ruang ketiganya13.

Soja menyatakan bahwa penelitian yang hanya sampai pada ruang

pertama, berarti berhenti pada kondisi nyata (fisik) keruangan sebagai

bentuk cerminan tertentu dari suatu kegiatan,14 sedang penelitian yang

sampai pada ruang ke-dua, berarti baru melakukan penafsiran secara ruang 12Ibid.,hal.15 dan Eni Suharini, Menemukenali Agihan Permukiman Kumuh di Perkotaan Melalui Interpretasi Penginderaan Jauh, Jurnal Geografi Vol.4 2 Juli 2007, Jurusan Geografi FIS UNNES. 13

Paula Saukko (2003), Doing Research in Cultural Studies, Sage Publication: London,hal.165 14 Ibid.,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 17: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

5

populer, sesuai politik diskursus intelektual yang berlaku atau dominan,

dengan mengidealkan suatu ruang, lalu menyalahkan yang lain.15 Ruang

pertama Soja, bila ditempatkan pada kasus penelitian kampung kota, berarti

ia hanya berhenti pada konten ruangnya, atau pada karakter fisik

permukimannya saja. Sedangkan dengan ruang ke-dua, berarti penafsiran

kampung kota berhenti pada teori marjinalisasi, yang belum kritis terhadap

kemungkinan lain pada kampung kota. Apabila penelitian sampai pada

penggunaan teori ruang ke-tiga, ia mampu memahami ruang dengan

melampuai bineritasnya, yang berarti, mengerti ruang secara nyata beserta

imaji yang turut membentuknya. Dengan kata lain, ruang diproduksi secara

material dan semiotik, menyangkut pelbagai perencanaan yang melingkupi

dan dibayangkan atas ruang, menyangkut: kebijakan politik, intelektual,

pengalaman hidup akar rumput yang mempersepsi ruang, pembagian ruang

dan ketidaksetaraan sosial.16 Pendek kata, persepsi ruang dari “bawah”

bukan dari “atas” secara materi saja.17

Ahli Geografi lain, David Harvey, membicarakan ruang kota sebagai

perjuangan kelas yang ditimbulkan oleh kapitalisme dan globalisasi yang

ditandai oleh perseteruan atas kontrol ruang dan distribusi sumberdaya.18

Levebre sebagai Ahli Geografi “serupa”, membicarakan ruang fisik sebagai

15 Ibid., 16Ibid., 17Ibid., 18Chris Barker (2015), Cultural Studies,Teori dan Praktik, Kreasi Wacana: Yogyakarta, hal.317

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 18: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

6

sejenis representasi dari sebentuk kuasa kultural dan sosial yang

mencerminkan perbedaan ekonomi serta sosial.19

Lebih jauh lagi, Lefebvre juga memberi jalan bagaimana

membicarakan para penghuni terhadap ruang yang ditinggalinya lewat

ritmeanalisis20 (rhythmanalysis),21 dengan membongkar kapitalisme sebagai

pembentuk ritme kehidupan seragam atau hal yang sudah dianggap

kebiasaan, baik, serta lazim dijalani masyarakat, seperti: pada aspek jam

kerjanya, mobilitasnya, waktu tidur dan bangunnya, kesehatannya, (aspek

tempat, mobilitas, tubuh dan alam) yang menjadi tidak lagi selaras dengan

waktu kosmis, juga penuh frustasi, karena waktu menjadi linear oleh

kapitalisme. Cara manusia dalam melakukan penyelarasan kembali ritme

untuk mengatasi keadaan frustasi macam itu, masih juga dibentuk dan

diarahkan demi keuntungan kapitalisme, melalui kesenangan waktu luang

lewat konsumsi, realitas bentukan media dan kehanyutan terhadap

teknologi22

19 Walter Prigge: Reading Urban Revolution, Space and Representatation dalam Kanishka Goonewardena dkk. Space, Difference and Everyday Life: Reading Henry Lefebvere, (2008), Routledge Taylor and Francis Group: New York 20 Ritmeanalisis adalah pengalihbahasaan rhythmanalysis sebagai sebuah istilah yang lahir dari Lefebvre, merupakan suatu disiplin ilmu yang sejajar dengan psikonalisis, maka penerjemahannya, dengan mengacu pada pedoman penerjemahan baku Pusat Bahasa, unsur kata serapan asing yang mengandung konsonan rh menjadi r biasa, dan akhiran –lysis menjadi lisis (Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia oleh Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional tahun 2000) 21Henry Lefebvre (2004), Rhythmanalysis: Space,Time and Everydaylife, Continuum: London, hal.viii,17,23 dan 24-25 22 Tim Edensor (ed) (2010), Geographies of Rhythm: Nature, Place, Mobilities and Bodies, Ashgate, E-book: USA, hal.12 dan 13

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 19: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

7

Kehidupan para penghuni kampung kota melalui ritmeanalisis tidak

hanya bisa dilihat sebagai derivasi bentuk fisik bangunannya saja atau dilihat

sebagai faktor pada dirinya sendiri jika berbicara masalah kemiskinan, jenis

pekerjaan, pengangguran serta tabiat yang dianggap turunannya, seperti

yang diperlihatkan dalam penelitian di kampung kota Semarang Utara,

bahwa mereka suka nongkrong dan banyak, dijumpai di warung23, namun,

sebenarnya bisa dilihat sebagai resistensi terhadap ritme Kapitalisme-

Neoliberal dalam komodifikasinya.

Membicarakan kampung kota sebagai permukiman kumuh saja tidak

akan terlepas dari teks atau teori hegemonis nya, agar otoritatif dan

legitimatif. Teks ideologis atau teori hegemonisnya akan terlihat dari sikap

politis peneliti yang disadari atau tidak disadari dalam pemilihan teori

sebagai kerangka dalam membicarakan objek penelitiannya, eksplisit

maupun implisit. Hal itu terlihat seperti pada penggambaran kampung kota

sebagai permukiman kumuh di Semarang Utara, meskipun teori alternatifnya

telah disebutkan dalam kajian pustaka penelitiannya, memperlihatkan

pendapat J.Gans yang menyatakan bahwa: penamaan permukiman kumuh

sebagai tanda atau cap yang diberikan golongan atas kepada golongan

bawah24 terlihat diabaikan. Teori ini dianggap hanya alternatif-alternatif

sebelum definisi permukiman kumuh ditetapkan berdasarkan paradigma

23 M.Gamal Rindarjono (2012), Slum Kajian Permukiman Kumuh dalam Perspektif Spasial, Media Perkasa: Yogyakarta, hal.96 24Ibid.,hal.63

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 20: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

8

berpikir spasial Geografi.25 Penelitian kampung kota di Semarang Utara

dianggap sebagai penelitian baru atau terobosan dan ditengarai mampu

menambah khazanah pengetahuan di bidang permukiman kumuh secara

keilmuan Geografi, karena proses perkembangan kampung kotanya dianggap

sebagai permukiman kumuh yang semakin kumuh, karena proses

penggenangan yang terjadi akibat banjir rob daerah pesisir.26

Kota Semarang sebagai kota besar mengalami peningkatan kampung

kota dari tahun ke tahun secara signifikan seiring perkembangan

permukiman di Kota Semarang.27 Kecamatan Semarang Utara sebagai bagian

kota Semarang adalah wilayah pesisir yang sering mengalami penggenangan,

akibat pembangunan permukiman di daerah rawa, delta, laguna yang

sebenarnya merupakan tempat penampungan sementara luapan air di waktu

hujan. Dengan digunakannya bentuk lahan ini sebagai lokasi permukiman

baru, lebih-lebih kampung kota dengan pola yang tidak teratur, akan

menyulitkan pembuatan saluran drainase yang baik, sehingga membuat

penggenangan bisa lebih lama lagi.28

Sejak pencatatannya mulai tahun 1978 -2006, terjadi peningkatan

penggenangan, yang berakibat langsung terhadap menurunnya kualitas

permukiman, menuju proses kekumuhan. Fenomena ini mengakibatkan

perkembangan kampung kota di Semarang Utara terlihat spesifik dan sangat

25Ibid.hal.65 26Ibid.,hal.10-11 27 Ibid.,hal.6 28 Ibid.,hal.7-9

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 21: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

9

menarik untuk dikaji,29 hal ini merupakan sebuah pengakuan eksplisit dan

sikap politis peneliti pada penelitiannya di kampung kota Kecamatan

Semarang Utara.

Representasi kampung kota semacam ini, mengabaikan faktor-faktor

lain yang lebih luas cakupannya (kekuatan politik, kultural, sosial,

kapitalisme dan globalisasi) yang turut membentuk, menggambarkan dan

membicarakan kampung kota. Pengabaiaannya, berakibat pada representasi

kampung kota dan para penghuninya, akan selalu jatuh dalam narasi

peminoran dan penyalahan, yang bisa abai terhadap pertanyaan seperti ini:30

Untuk siapakah kota? Siapa yang berhak memiliki gambaran dominan kota

dan akses terhadap representasi simbolis kota itu?.31

Representasi terbatas Ilmu Geografi, yang abai terhadap faktor-faktor

lain yang lebih luas cakupannya (kekuatan politik, kultural, sosial,

kapitalisme dan globalisasi), turut serta membentuk, menggambarkan dalam

membicarakan kampung kota. Pengabaiaannya, berakibat representasi

kampung kota dan para penghuninya berada dalam narasi peminoran dan

penyalahan.

Hal itulah akhirnya, yang mendorong penelitian mengenai

pengalaman ruang para penghuni kampung kota di Kecamatan Semarang

Utara, sebagaimana mereka menghayati ruang mereka dalam nuansa

29 Ibid.,hal.10-11 30Chris Barker (2015), Cultural Studies,Teori dan Praktik, Kreasi Wacana: Yogyakarta, hal.319 31 Ibid.,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 22: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

10

ekspansi komodifikasi kapitalisme, dan bertujuan untuk menantang

hegemoni paradigma Ilmu Geografi yang belum kritis terhadapnya.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana penghuni kampung kota menghayati ruang mereka sendiri

bila dibaca dari ritme hidup yang dibentuk oleh komodifikasi melalui

aspek tempat, mobilitas, tubuh, dan alam melalui ritmeanalisis?

2. Bagaimana pendekatan Ilmu Geografi yang lebih berkeadilan dan

kritis terhadap komodifikasi Kapitalisme-Neoliberal dalam

memandang kampung kota ini?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui ritme hidup kampung kota, sebagai narasi yang belum

tersentuh penelitian Ilmu Geografi

2. Penelitian ini berperan sebagai aspek polivokal keruangan, juga ruang

representasional yang diabaikan, manakala membicarakan keruangan

kampung kota tanpa mengungkap kapitalisme sebagai faktor

dominannya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 23: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

11

D. Manfaat Penelitian

1. Menjadi representasi ulang Ilmu Geografi atas kampung kota dalam

narasi resistensinya terhadap komodifikasi kapitalisme.

2. Mewujudkan pendekatan Ilmu Geografi yang lebih berkeadilan dan

kritis terhadap komodifikasi Kapitalisme-Neoliberal dalam

memandang kampung kota.

E. Kajian Pustaka

Kajian pustaka memberikan gambaran Ilmu Geografi secara umum,

mengenai persepektifnya dalam menyikapi kampung kota sebagai suatu

disiplin ilmu. Perspektif umum yang menjadi dominan pada Ilmu Geografi,

ditempatkan posisinya, sehingga titik lemahnya terlihat ketika melihat

memperlakukan kampung kota. Inilah yang menjadi jalan masuk bagi

ritmeanalisis.

E.1 Bahaya Pandangan Umum Ilmu Geografi Terhadap Kampung

Kota

Ilmu Geografi yang belum kritis terhadap komodifikasi kapitalisme

neoliberal, menyikapi kampung kota sebagai hal yang terjadi pada dirinya

sendiri, suatu versi reduktif dari permukiman normal. 32 Ia dibicarakan

32 M.Gamal Rindarjono (2012), Slum Kajian Permukiman Kumuh dalam Perspektif Spasial, Media Perkasa: Yogyakarta, hal.65

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 24: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

12

melalui perbandingan dirinya dengan permukiman normal dalam posisi yang

lebih inferior. Secara fisik, permukiman kumuh selalu diasosiasikan dengan

kepadatan tak lumrah suatu permukiman, sehingga diklaim penyebab

ketidakhigienisannya.33

Representasinya berkisar pada narasi perbandingan dengan

permukiman normal, akibat ketidakberdayaannya dalam memilih dan

menempati ruang. Mereka terpaksa mengolah dirinya dengan lahan

seadanya, sehingga mengakibatkan dirinya terjerumus ke arah negatif

perkembangan permukiman, yang akhirnya menyebabkan masalah bagi

pemerintah.34 Dari kondisi-kondisi fisik kampung kota yang dipandang

permukiman kumuh ini, lantas narasi karakter manusia penghuninya

diturunkan. Sebagai apatisme, penuh kriminalitas, solidaritas rendah dan

penuh konflik horisontal.35 Penjelasan terperincinya yakni: Perilaku

menyimpang (deviant behavior)/ kriminal (mabuk-mabukan, kenakalan

remaja, pelacuran, berjudi, pemakaian obat-obatan terlarang. Argumen dari

penelitian ini mengenai sebab perilaku menyimpang adalah, karena

pekerjaan mereka hanya di sektor informal (serabutan, pengasong,

pemulung, penjahit dan nelayan), yang membuat mereka mudah diajak

berbuat kriminal.36 Budaya Permukiman Kumuh (culture of the slums),

budaya permukiman kumuh didefinisikan sebagai hal yang melekat di

33Ibid.hal.105 dan 159 34Ibid.hal.68 35Ibid.hal.69 36 Ibid.,hal.95

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 25: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

13

permukiman kumuh (Kampung Kota). Budaya itu meliputi: kehidupan

mereka berbentuk kelompok, mudah dijumpai di warung, tempat-tempat

nongkrong serta tempat meminjamkan uang, sebagai ciri khusus kehidupan

komunal tanpa privasi dari kehidupan mereka.37 Apatisme dan Isolasi

Dunia luar, kondisi ini dijelaskan sebagai stempel yang diberikan

masyarakat umum karena penampilan fisik dan kesulitan hidup penghuni

permukiman kumuh (Kampung Kota), yang tampak sebagai kodrat alamiah

(natural inferiority), juga dianggap makhluk yang rendah, sehingga berakibat

terhadap keterasingan sosial dari masyarakat luas dan keterlemparan

mereka dari lingkaran partisipasi dalam pembangunan masyarakat

perkotaan.38 Lebih lanjut, apatisme dan isolasi itu berasal dari kepercayaan

fatalistik mereka dari ketidakberdayaan diri mereka yang lemah bila

dibanding dengan kelas menengah.39Geografi pro Kapitalisme-Neoliberal

tidak melihat kapitalisme sebagai muasal 3 stigma yang disebut “ciri khusus”

bagi para penghuni kampung kota. Tiga stigma itu dilihat hanya pada dirinya

sendiri.

Penelitian ini, belum melihat kampung kota sebagai akibat dari

jejaring kompleks sistem, yang diperantarai banyak hal, seperti kapitalisme

yang melibatkan banyak agensi. Ruang sebenarnya bisa dilihat melalui relasi

kuasa dan kapitalisme, maka ia menjadi ladang padat kontestasi untuk

menentukan fungsi dan stigma ruang. Membicarakan ruang kampung kota

37 Ibid.,hal.96 38 Ibid.,hal.97 dalam Khudori:2002 yang dikuitp penulis dalam penelitiannya 39 Ibid.,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 26: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

14

dengan fokus tunggal permukiman kumuh saja akan menyebabkan kesulitan.

Ia akan terlihat sebagai pinggiran-pinggiran yang tersisih dari kontestasi

ruang karena kapitalisme. Lalu dengan pengabaian ini, representasi

terhadapnya akan terhenti pada stigma yang sudah terbangun lebih dahulu,

karena kekritisan teoritisnya belum terlahir. Kekritisan tersebut belum

tampil ke permukaan, oleh sebab keterbatasan perspekstif tentang ruangnya,

karena peneliti dituntut hanya bisa membicarakan kampung kota sebagai hal

yang sahih melalui legitimasi dan otoritas teori hegemonisnya.40 Hal itu,

tentu membatasi eksplorasinya dalam membicarakan manusia penghuninya

yang berhadap-hadapan langsung dengan kapitalisme, melalui hidupnya,

serta ikut terbentuk secara langsung atau tidak langsung melalui produksi

dan stigma ruang kapitalis.

Perspektif Ilmu Geografi yang lain dalam melakukan penarasian

terhadap kampung kota adalah, ia dipandang sebagai masalah primer-fisik

penduduk miskin, dan tidak terlalu masalah bagi orang sejahtera dengan

penghidupan mapan, karena mereka tidak kesulitan mendapatkan lahan

untuk bermukim, sedangkan untuk warga miskin ia harus menempati

daerah-derah kumuh karena keterbatasannya.41 Hal inilah yang akhirnya

dipandang sebagai masalah, karena keberadaan kampung kota sebagai

permukiman kumuh terus meningkat dan pemerintah perlu melakukan

perbaikan kualitas permukimannya, sehingga andil Ilmu Geografi untuk

40 Ibid.,hal.63 41Eni Suharini, Menemukenali Agihan Permukiman Kumuh di Perkotaan Melalui Interpretasi Penginderaan Jauh, Jurnal Geografi Vol.4 2 Juli 2007, Jurusan Geografi FIS UNNES, hal.77

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 27: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

15

melancarkan niatan pemerintah ini, dengan menyediakan informasi atau

data persebaran permukiman kumuh.42 Data ini disajikan dalam bentuk peta,

agar lebih akurat, terperinci dan aktual di samping penggunaan teknologi

Geografi juga sangat diperlukan, melalui pengaplikasian penginderaan

jauh.43 Hal ini semakin mengindikasikan pelayanan Ilmu Geografi terhadap

nalar peminoran kampung kota sebagai permukiman kumuh dengan

pemanfaatan teknologi dalam penanganan kampung kota.

E.2 Kritik Terhadap Perspektif Umum Ilmu Geografi Dalam

Meneliti Kampung Kota

Perspektif Ilmu Geografi yang memandang minor kampung kota

secara keruangan sebagai hasil penurunan kualitas permukiman normal

diturunkan dari wacana dominan yang akhirnya membentuk cara kerjanya

sekaligus identitasnya. Ia bertindak sebagai cara kerja valid untuk berbicara

secara otoritatif. Kebenaran yang ditimbulkan dengan cara ini mengabaikan

banyak faktor seperti memandang permukiman sebagai akibat dari pelbagai

jejaring,tidak akan dianggap sahih. Terlebih lagi, bagaimana mereka

mengalami ruang sehingga membuat mereka merasa kerasan dan hidup,

akan terasa sulit untuk terwadahi dengan cara seperti itu, sebab dengan

hilangnya pengalaman mereka akan ruang dalam pembicaraan Ilmu Geografi,

42 Ibid.,hal.78 43 bid.,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 28: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

16

sebenarnya mengakibatkan distorsi hasil penelitian. Karena penelitian tanpa

melibatkan pengalaman ruang mereka sama saja dengan narasi sepihak yang

tidak adil. Bisa juga penelitian ini berdalih telah mengikuti cara kerja Ilmu

Geografi yang “benar” atau menganggap cara kerja di luar cara pandang

umum dianggap sebagai tipe Ilmu Geografi “lain” yang tidak berpautan sama

sekali dengan cara ini.

David Harvey melakukan kritik keras terhadap dalih macam ini dalam

Ilmu Geografi. Ia berpendapat bahwa kajian ruang yang memisahkan

kesadaran moral dengan kesahihan metodis dianggap abai terhadap

keadilan sosial yang seharusnya dimiliki sama setiap warga negara.44 Artinya

bahwa menarasikan minor kampung kota dalam Geografi tidak dianggap sah

begitu saja sebagai representasi, karena telah mengikuti “metode baku”, ia

juga harus punya sikap hormat kepada mereka dan sadar bahwa mereka pun

punya hak sama dalam prinsip keadilan sosial suatu negara.45 Ilmu Geografi

tidak boleh dibimbing nalar Kapitalisme-Neoliberal yang mendefinisi pusat –

pinggiran dan condong pada pusat sebagai standar kebaikan ruang bagi

semua manusia (termasuk permukiman kumuh yang dianggap pinggiran)

yang harusnya lebih mengacu pada keadilan sosial bukan pada determinasi

modal.46 Menyangkut pengalaman penghuni kampung kota sendiri terhadap

ruang mereka, dengan nalar Ilmu Geografi yang abai kapitalisme, akan ikut

44 David Harvey, (2009), Sosial Justice and The City, The University of Georgia: US, hal.9 45 Ibid.,hal.13-14 46 Ibid.,hal.16-17

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 29: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

17

dipandang minor pula, tanpa sikap hormat.47 Untuk itu Harvey menawarkan

pengalaman ruang mereka dalam tiga kategori pengalaman ruang.48

Pengalaman ruang organik (organic space), pengalaman ruang secara

biologis, pengalaman perseptual (perceptual space) pengalaman ruang

melalui persepsi penghuni, pengalaman ruang simbolik (symbolic space)

pengalaman intuitif yang melampaui logika.49 Kategorisasi pengalaman ruang

oleh Harvey ini akan semakin berguna dan bercerita banyak bila

diintegrasikan dengan teori produksi ruang (terutama konsep ruang

representasional) dan pengalaman ruang (menggunakan ritmeanalisis)

Lefebvre.

Teori Production Of Space Lefebvre dapat digunakan untuk mengerti

ruang sebagai medan kontestasi beragam kekuatan kapitalisme, karena

ruang membantu dalam pelbagai cara mereproduksi sistem kapitalis,

struktur kelas di dalam sistem ekonomi50. Melihat kampung kota dengan

cara ini, berarti bisa membicarakannya melalui tiga pendekatan. 1. Praktik

ruang sebagai produksi dan reproduksi ruang, 2. Representasi ruang adalah

ruang sebagaimana yang dipahami oleh elit masyarakat seperti perencana

dan arsitek perkotaan yang dianggapnya sebagai “ruang yang benar” yang

digunakan sebagai cara mencapai dan memelihara dominasi.51 Hal itulah

47 Ibid.,hal.28 48 Ibid., 49 Ibid., 50 George Ritzer, (2012), Teori Sosiologi Dari Sosiologi Klasik sampai Perkembangan Terakhir Postmodern, Pustaka Pelajar: Yogyakarta, hal.525 51 Ibid.hal.526

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 30: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

18

yang mendorong program pembaruan kota yang dirancang secara teoretis

untuk meruntuhkan perumahan orang miskin yang bobrok menjadi lebih

baik dan lebih modern, akan tetapi pembaruan urban berubah menjadi

“pembersihan perkotaan”.52 Dengan demikian “praktik ruang” kaum miskin

diubah secara radikal oleh representasi ruang.53 Ruang ketiga adalah ruang

representasional, ruang sebagaimana dialami oleh penghuninya.54 Selajutnya,

ruang berubah menjadi ruang abstrak, tempat kapitalisme dan negara

beroperasi menjalankan praktik penindasan melalui kekuatan ekonomi-

politik dengan pelaksanaannya yang tersembunyi, sebagai misal

penggususran permukiman kaum miskin untuk proyek jalan raya,

permukiman modern yang begitu seturut dengan wacana pembangunan.55

Aktor-aktor kapitalisme, memainkan peranan penting dalam

pembentukan hegemoni kelas dominan yang turut membentuk representasi

ruang, termasuk akademisi, yang memroduksi pengetahuan karena tergerak

ideologi kapitalistik.56 Sehingga dalam hal ini pengetahuan berhubungan erat

dengan relasi kuasa yang sebenarnya juga bisa memroduksi pengetahuan

yang tidak hanya melayani kuasa, namun melahirkan antagonisme yang

berarti melawan kuasa dominan.57 Karena jika tidak melahirkan

52 Ibid., 53 Ibid., 54 Ibid., 55 Ibid.hal.527-528 56 Henri Lefebvre, (1991), Production of Space, Blackwell: UK, hal.10 57 Ibid.,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 31: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

19

antagonisme, pengetahuan yang ikut membentuk representasi simbolik dan

menentukan relasi sosial, bisa jadi terjebak dalam reproduksi kapitalisme.58

F. Kerangka Teoritis

Penelitian Ilmu Geografi terdahulu59 yang bertindak dalam

merepresentasikan kampung kota sebagai permukiman kumuh, belum

melihat kapitalisme sebagai faktor yang turut memengaruhi produksi ruang

permukiman kumuh, serta abai terhadap ruang representasi dari pemerintah

dan para perencana kota yang turut melengkapi representasi kampung kota.

Kondisi itu, bisa menjebak pada ketidakadilan representasi kampung kota.

Kampung kota yang dilihat sebagai permukiman kumuh, hanya akan dilihat

pada dirinya sendiri dan dianggap sebagai sebab bukan akibat, dari sistem

kapitalisme. Selanjutnya, ia akan tetap menjadi korban yang akan mengalami

penyalahan terus menerus. Dengan menggunakan teori produksi dan

reproduksi ruang oleh Lefebvre, kampung kota bisa dilihat sebagai akibat

representasi ruang oleh kekuatan ekonomi-politik.

Melalui teori ritmeanalisis kampung kota dapat dilihat melalui ruang

representasional, atau ruang sebagaimana mereka alami. Ruang

representasional para manusia penghuni kampung kota belum tersentuh,

sebab terbatasi spasialisasi tubuh mereka oleh ruang representasi

58 Ibid.,hal.32 59 M.Gamal Rindarjono (2012), Slum Kajian Permukiman Kumuh dalam Perspektif Spasial, Media Perkasa: Yogyakarta

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 32: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

20

kapitalistik, yang terbangun dari produksi pengetahuan60 tentang mereka,

maka ritmeanalisis berusaha menjembatani keterbatasan itu.

Ritmeanalisis berikhtiar menemukan kembali ritme yang hilang

karena modernitas, sebab kehidupan manusia di masa lalu tidak mengenal

pengulangan mekanis, tapi pengulangan yang selalu terbarukan, pendek kata

sangat siklis. 61 Kini, kapitalisme yang melahirkan teknologi, menghancurkan

waktu siklis penuh kebaruan yang dialami manusia dan menggantinya

dengan waktu linear yang monoton,62 membaca kampung kota dengan cara

ini, bisa mengeluarkan pembacaan kampung kota secara inferior. Ia bisa

ditempatkan sebagai penyembuh ritme yang telah retak dari kehidupan

urban karena kapitalisme, tentang bagaimana ia berstrategi mengolah ruang

hidupnya yang disisihkan dari bentuk-bentuk standar kelayakan hidup

manusia seturut kapitalisme. Ia bisa dilakukan dengan melihat tanda-tanda

atau ciri penentu ritme dengan menangkap sekaligus tertangkap oleh rupa :

repetition and difference; mechanical and organic; discovery and creation;

cyclic and linear; continuous and discontinuous; quantitative and qualitative.63

Ritme yang selaras dan membuat kerasan64 disebut eurhythmia65 sedangkan

ritme yang tidak selaras dalam momen-momen tertentu dan membuat

60 Henri Lefebvre, (1991), Production of Space, Blackwell: UK, hal.10 61 Kanishka Goonewardena dkk, (2008), Space, Difference and Everyday Life: Reading Henry Lefebvere, Routledge Taylor and Francis Group: New York, hal.148 62 Ibid., 63 Ibid.,hal.149 64 Tim Edensor (ed), (2010), Geographies of Rhythm: Nature, Place, Mobilities and Bodies, Ashgate E-book: USA, hal.10 65Henry Lefebvre, (2004), Rhythmanalysis: Space, Time and Everydaylife, Continuum: London, hal.67

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 33: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

21

frustasi dinamakan arrhythmia66, bersama jenis-jenis ritme tersebut, ia

membentuk satu narasi ritme yang berfondasi pengulangan dengan ruang-

waktu dan disebut polyrhythmia67 sedangkan bila ada kesamaan rupa ritme

dalam suatu ruang dengan ruang yang lain ia disebut isorhythmia 68.

Ritmeanalisis berusaha mengembalikan lagi kehidupan sehari-hari yang

penuh konflik akan waktu, kembali pada ritme manusia yang sekaligus

menyembuhkannya dari kepahitan hidup monoton kehidupan kapitalistik.

F.1 Ritme Kehidupan yang Diingini Kapitalisme dan

Kemungkinan Resistensinya

Ritmeanalisis digunakan untuk mengembangkan analisis yang lebih

kaya, dan menyeluruh menyangkut pengalaman manusia mengenai waktu

(ritme), yang dikaitkan dengan ruang sebagai lokusnya, untuk memahami

struktur dan proses pembentukannya, yang dipengaruhi banyak hal

berkenaan dengan pengulangaannya dalam kategori: mobilitas, alam, tempat

dan tubuh yang membentuk individu serta kelompok sosial tertentu.69

Ritme ini, dalam masyarakat kapitalis banyak dibentuk oleh

kapitalisme menyangkut ritme yang rutin dialami secara harian, mingguan

66 Ibid.,hal.31 67 Ibid.,hal.67 68 Op.cit., 69 Ibid.,hal.2-3

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 34: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

22

atau temporal dalam suatu ruang, yang berjejaring dengan: masalah

globalisasi, informasi, ekonomi dan teknologi .70

Kapitalisme menginginkan semua jenis ritme melayani dirinya,

menyangkut ketepatan dan efektivitas waktu jam kerja, karena upah pekerja

ditentukan dari sana, pada gilirannya berimbas pada penggunaan

transportasi dan kecepatan lalu lintas juga masalah waktu libur yang

diselaraskan dengan kebutuhan kapitalisme seperti konsumsi dan wisata

untuk menyegarkan diri , agar bisa kembali bekerja [studi kasus kota London

(aspek mobilitas) ]71, Alam sebagai waktu siklis pengatur ritme tubuh

dihilangkan fungsinya menjadi waktu linear berakibat masalah insomnia,

karena jam kerja yang diingini lebih banyak oleh kapitalisme, [studi kasus

kota London (aspek tubuh dan alam) ]72, tempat yang mengalami gentrifikasi

karena kebutuhan turisme dan globalisasi [studi kasus di El Raval kota

Barcelona (aspek tempat)].73

F.2 Reduksi Nilai Ruang oleh Kapitalisme (Komodifikasi)

Kapitalisme tidak lagi terjadi dalam ruang, malahan ruang itu sendiri

sedang, dalam dan berada pada proses perkembangan kapitalisme, hal ini

70 Ibid., 71 Ibid.,.hal.99 72 Ibid.,hal.84 73 Ibid.,hal.22

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 35: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

23

terjadi karena pertumbuhan kekuatan produksi kapitalisme.74 Produksi

ruang kapitalisme itulah yang akhirnya juga mempengaruhi relasi sosial,

sebab ruang adalah relasi sosial, ia berakar dari sana.75 Ruang kapitalistik

hasil proses kapitalisme, selalu didominasi dan dibentuk oleh para borjuis

untuk selanjutnya menentukan ruang abstraknya.76 Ruang abstrak

merupakan pantulan dari dunia bisnis baik nasional maupun internasional,

kuasa uang serta politik negara, diarahkan untuk memroduksi nilai lebih bagi

kapitalis.77 Nilai lebih itu berwujud segala yang menguntungkan kelancaran

proses kapitalisme dalam ruang, seperti jalan raya, bandar udara, jaringan

komunikasi, stasiun dll, yang berfungsi juga sebagai alat produksi bagi

kapitalis.78

Ruang sebagai nilai lebih bagi kapitalis, hendak menghilangkan fungsi

waktu pada ruang, kecuali dalam hal, pekerjaan, ia mereduksi waktu menjadi

hal-hal yang bertautan dengan pekerjaan saja, lalu waktu menjadi sebatas

jadwal dan hari kalender.79 Setelahnya, ruang yang dihilangkan dari waktu,

menjadi pabrik atau mesin bagi kapitalis sebagai: objek konsumsi dan

instrumen politik bagi homogenisasi ruang seturut kepentingan kapitalisme

dengan menciptakan hirarki ruang (pusat-pinggiran) mengesahkannya

74 ,Henry Lefebvre, (2009), State, Space, World, University of Minnesota Press: Minneapolis, hal.186 75 Ibid., 76 Ibid.,hal.187 77 Ibid., 78 Ibid., 79 Ibid.,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 36: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

24

dengan Undang-undang, kemudian mengisolasi kelas sosial serta

menciptakan pertentangannya.80

F.3 Ritme Kehidupan sebagai Praktik Wacana yang Menubuh

(Efek Performativitas Ritme yang Melahirkan Ruang)

Ritme hidup berciri repetitif, dan merupakan suatu tindak performatif

yang berefek performatif pula dalam pembentukan subjek dan ruangnya.

Pendekatan performatif ini membongkar akan adanya sejenis representasi

dari suatu objek yang merupakan hal terberi dan telah ada begitu saja. J.L.

Austin melalui kritiknya terhadap bahasa, yang oleh kaum positivis dianggap

bisa mendeskripsikan dan merepresentasikan dunia, bagi Austin hal itu

omong kosong belaka, karena bahasa bersifat membentuk atau berefek

performatif.81 Alih-alih menggambarkan dunia, bahasa justru membentuk

dunia.82 Oleh Judith Butler, performativitas ini digunakan sebagai titik

berangkat bagi penelusuran pembentukan politis subjek, membongkar

“fakta” bahwa subjek sebagai hal yang terberi dan telah ada begitu saja.83

Tindak performatif, menghadirkan pelakunya melalui pengulangan

tindakan84, sedangkan dari tindak itu, subyek dilahirkan baik secara individu

80 Ibid.,hal.188 81 R.Michael Glass & Rose Reuben Redwood (ed), (2014), Performativity, Politics, and the Production of Social Space, Rouledge: New York, hal.4 82 Ibid.,6 83 Ibid.,hal.8 84 Ibid.,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 37: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

25

maupun kolektif melalui “pengulangannya lagi” secara politis (performative

act of political reiteration)85 namun pelaku tindakan performatif secara

politis itu tidak mendahului aksi tindakan itu, tapi terbentuk di dalamnya dan

melaluinya86, dengan kata lain subjek tidak ada begitu saja, tapi terbentuk

oleh efek performativitas tertentu dan wujud perilakunya adalah cerminan

dari perintah “aturan fiktif” (fiction regulatory).87

Ritme hidup yang dialami di Bandarharjo Kecamatan Semarang Utara

adalah ruang ketiga bagi suatu kampung kota. Data yang diperoleh melalui

ritmeanalisis, adalah praktik wacana yang sudah menubuh serta bernilai

resistensi atas wacana Kapitalisme-Neoliberal yang. Ritme hidup yang

tercipta melalui pengulangan, namun dengan pengulangan yang tidak selalu

sama dalam siklusnya menciptakan identitas tertentu, serta sentral perannya

dalam performativitas sosial dan ruangnya.88

Performativitas ritme hidup (ruang ketiga) kampung kota

Bandarharjo adalah resistensi bagi ruang kedua, maupun ruang pertama

yang didominasi Kapitalisme-Neoliberal. Tubuh yang merupakan elemen

penting bagi ritme hidup di Bandarharjo adalah cara bicara yang sering tidak

dimengerti. Sebagai metode menjalankan praktik wacana yang menubuh89

anti Kapitalisme-Neoliberal dan performatif terhadap ruang mereka. Tanpa

melihat hal itu, identitas mereka akan selalu didefinisikan melalui ideologi 85 Ibid., 86 Ibid., 87 Ibid., 88 Ibid.,hal.14 89 Ibid.,hal.9

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 38: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

26

Kapitalisme-Neoliberal sebagai penghuni permukiman kumuh atau penjarah

lahan.

Identitas tidak begitu saja diperagakan dalam ruang (performed in

space), tapi merupakan sebuah implikasi dari produksi ruang sosial hasil

kontestasi proses performatif90, sehingga identitas tidak bisa dibayangkan

dari agensi sadar manusia, tapi lebih pada hal yang dibangun melalui “praktik

wacana menubuh-subyek” (discursive and bodily enactment of subjectivity),

efeknya menjadi ruang yang performatif.91

“Praktik wacana yang sudah menubuh” tertentu (spesific performance)

turut menghadirkan ruang performatif sebagai bentuk perlawanan terhadap

definisi dari relasi kuasa tertentu, sekaligus menunjukkan kegagalan rezim

pendisplinan dalam membentuk mereka sebagai subjek.92

Pendekatan performativitas digunakan dalam hal ini sebagai cara bagi

suatu ritme hidup menjadi performatif bagi subjek dan ruangnya dalam Ilmu

Geografi, untuk memindahkan perhatian pada representasi tekstual Ilmu

Geografi, kepada praktik wacana yang menubuh secara ketubuhan

(corporeality of embodied practices).93 Penekanan pada hal ini berdampak

pada kemungkinan untuk berwacana secara mandiri dan aktif melalui

praktik wacana dari tubuh melalui ritme (meliputi aspek tubuh, mobilitas,

tempat serta ritme alam). Atau justru praktik wacana yang menubuh (tindak

90 Ibid.,hal.15 91 Ibid., 92 Ibid.,hal.16 93 Ibid.,hal.17

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 39: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

27

performatif subjek) sebagai bentuk keterlepasan dari sistem wacana

dominan yang mendefinisi.94

Performativitas, akhirnya dapat menjelaskan dengan jernih,

bagaimana ritme yang diingini Kapitalisme-Neoliberal sebenarnya didasari

oleh pembentukan terlebih dahulu subjek ritme, melalui tindakan

performatifnya Kapitalisme-Neoliberal (subjek tidak ada begitu saja),

sehingga ia bisa dilawan dengan melihat efek performatif ritme hidup

Kampung Kota Bandarharjo yang disisihkan Kapitalisme-Neoliberal melalui

dalih representasi dunia nyata, meliputi stigma penghuninya, namun,

identitas sosial sebenarnya adalah tindakan yang menyertai dirinya, melalui

ritme hidupnya serta efek performatifnya95, bukan sebagai hal yang terberi

pada latar Kapitalisme-Neoliberal.

Akhirnya, tindak performatif adalah sejenis ritme yang menjadi suatu

pernyataan kuasa dari suatu posisi tertentu subjek yang turut membawa

serta ruang melalui pengalaman itu, karena ruang terpengaruh efek

performatif juga oleh relasi kuasa96 pendek kata, ruang sebagai pengalaman

(yang ternarasi sebagai resistensi terhadap Kapitalisme-Neoliberal).

94 Ibid.,hal.18 95 Ibid.,hal.38 96Ibid.,hal.47

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 40: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

28

G. Metode Penelitian

Metode penelitian menggunakan metode Etnografi yang memahami

kehidupan sosial sebagai hasil interaksi struktur dan agensi melalui praktik

kehidupan sehari-hari. Melihat bagaimana manusia merasai dalam konteks

komunitas dengan struktur yang lebih besar lagi, dan bagaimana mereka

mereka bernegosiasi.97 Etnografi memberikan orientasi atau seperangkat

analisis dalam merangkai sebentuk tindakan individu atau kelompok

termasuk di dalamnya hasrat, cita-cita ,harapan, dan kebiasaan yang

termanifestasikan dalam peran, posisi, atau status yang berkaitan dengan

yang lain dalam bentuknya yang subtil, menjadi semacam aturan tidak

tertulis, dan implisit serta belum tentu terartikulasi.98

Dalam penelitian ritme hidup para penghuni kampung kota ini,

menggunakan observasi partisipatoris yang melibatkan peneliti dalam

kehidupan sehari-hari mereka, dituntut reflektif dan menaruh hormat

terhadap kompleksitas kehidupan mereka.99 Sehingga dalam observasi

partisipatoris itulah ritmeanalisis dilakukan.

Ritmeanalisis dilakukan untuk menentukan penanda ritme dari

perkampung kota, melalui hal yang berulang pada setiap peristiwa atau

tanda dominan sebagai penanda ritmenya. Dalam keberulangan ritmenya,

ditangkap kebaruan dan kemewaktuannya dari segi kuantitas dan

97 Karen O’Reilly, (2012), Ethnographic Methods, Routledge: New York, hal.7-8 98 Ibid., 99 Ibid.,hal.17

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 41: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

29

kualitasnya, untuk menarasikan pantulan hubungan penghuni dengan

ruangnya. Sehingga, kegairahan yang menentukan dan tertentukan dari

strategi yang mereka jalani atau hasilkan dalam mengolah ruang hidup

sebagai ruang representasionalnya bisa terbentuki.

H. Sistematika Pembahasan Tesis

Penelitian ini dipaparkan dalam 5 bab. Bab I (Pendahuluan)

mempermasalahkan Ilmu Geografi dalam membicarakan kampung kota, yang

menurunkan karakter penghuninya secara stigmatis melalui kondisi fisik

permukimannya, pada dirinya sendiri (melihatnya sebagai sebab atau pokok

permasalahan) bukan sebagai akibat dari jejaring sistem akibat kapitalisme.

Representasi macam itu bermasalah, karena menjadi sikap yang bisa

menyetujui Kapitalisme-Neoliberal dalam memandang dunia dan tidak

polivokal, disertai pembelaan terhadap bentuk permukiman kelas menengah

sebagai normalitas dalam kehidupan kesehariaanya (ritme) dianggap sebagai

idealitas yang perlu dicapai atau diterapkan.

Pada Bab II, dibicarakan latar Kampung Kota Bandarharjo di Semarang

Utara, menyangkut sejarahnya, data objektif jumlah penduduk dan

karakteristik wilayahnya hingga wacana dominan konteks ruang

kekiniannya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 42: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

30

Bab III adalah data ritmenalisis (geo ritme) pengalaman ruang para

penghuninya di Kampung Kota Bandarharjo, Semarang Utara, menyangkut

tempat, mobilitas, tubuh dan alam.

Bab IV adalah Analisis pengalaman ruang melalui ritmeanalisis sebagai

narasi pembongkar ritme hidup kapitalistik juga kemungkinannya sebagai

penelitian Ilmu Geografi yang adil sekaligus kritis terhadap pandangan dunia

Kapitalisme-Neoliberal.

Bab V, adalah Penutup, yang berbicara mengenai kesimpulan

penelitian, serta bagaimana pengalaman ritmeanalisis dilakukan di lapangan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 43: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

31

I. Kerangka Konseptual

Permu

Representasi Geografi yang abai

kapitalisme

Kampung Kota sebagai

Permukiman Kumuh

Ketidakadilan Representasi

Kampung Kota sebagai

Permukiman Kumuh

Ritmeanalisis untuk

memahami ruang

sebagaiamana dialami

Teori Produksi dan

Reproduksi Ruang oleh

Kapitalisme

Keadilan ruang

representasioanal

permukiman kumuh

Keadilan Representasi

Ruang

Praktik Geografi Ritme

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 44: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

32

BAB II

Latar Ritme: Kampung Kota Bandarharjo,

Kecamatan Semarang Utara

Penelitian Ritmeanalisis sebagai upaya dalam menemukan ritme

hidup yang resisten terhadap Kapitalisme-Neoliberal dilakukan di kampung

Kota Bandarharjo, Kecamatan Semarang Utara. Kampung Kota Bandarharjo

menjadi penting sebagai daerah penelitian, karena letaknya pada ruang

kedua selaku kampung kota yang direpresentasikan Ilmu Geografi sebagai

permukiman kumuh, hanya diturunkan dari ruang pertamanya.

Representasinya berkisar pada kampung kota yang menjadi kian kumuh,

karena banjir rob sehingga disebut sebagai permukiman kumuh dengan

proses pengumuhan yang semakin buruk, karena proses penggenangan yang

terjadi akibat banjir rob daerah pesisir.100

Perlakuan kampung kota (Kelurahan Bandarharjo) dengan cara ini,

terlebih terhadap kampung kota yang merupakan daerah Pelabuhan dan

Stasiun Kereta Api, yang berada di sebelah barat Pelabuhan Tanjung Mas

serta sebelah barat daya Stasiun Tawang, memiliki akar, sejak era kolonial.

Lanskap sebagai cerminan bagaimana ia dibicarakan, dibentuk, dan

diperlakukan menjadi penting, sebagai lokus penelitian, karena melalui

kapitalisme, ruang direduksi menjadi nilai tukar dan nilai lebih untuknya

100M.Gamal Rindarjono (2012), Slum: Kajian Permukiman Kumuh Dalam Perspektif Spasial, Media Perkasa: Yogyakarta, hal.10-11

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 45: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

33

saja.101 Puncaknya, melalui legalitas Undang-undang oleh suatu

pemerintahan, ada tindak penyeragaman ruang yang mendefinisi (sebagai

pusat-pinggiran) lalu menegasi juga kultur kelas sosial yang dianggap

pinggiran.102

A. Latar Sejarah Ruang

Perubahan kota di Indonesia pada pertengahan abad 20 merupakan

cerminan dari peristiwa penting yang berhubungan dengan urbanisasi,

modernisasi dan dekolonisasi dari penjajahan Belanda.103 Inovasi sebagai

mode modernisasi yang merupakan ciri modernisasi Barat, meliputi pelbagai

aspek seperti: ide mengenai bentuk baru organisasi sosial, serta citra yang

membuat basis baru bagi budaya, kondisi sosial dan relasinya.104 Inovasi itu

terwujud dalam konteks urban pada penanganan kesehatan, air bersih dan

sanitasi, perencanaan tata ruang kota dan desain perumahan umum,

pengatasan lalu lintas modern dan industrialisasi.105

101 Henry Lefebvre, (2009), State, Space,World, University of Minnesota Press: Minneapolis, hal.188 102 Ibid.,hal.189 103 Freek Colombijn dan Joost Cote (ed), (2015), Cars, Conduit, and Kampongs: The Modernization of Indonesian City, 1920-1960, Brill: Leiden, hal.1 104 Ibid., 105 Ibid.,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 46: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

34

A.1 Urbanisasi, Modernitas, dan Dekolonisasi sebagai Latar

Depan Perlakukan terhadap Kampung Kota

Kelurahan Bandarharjo sebagai daerah penelitian yang dekat dengan

kawasan industri dan pelabuhan, serta perkeretaapian, memiliki sejarah

panjang sejak era kolonialisme Belanda. Dalam konteks kolonial, kondisi ini

dipengaruhi oleh konsentrasi massa yang besar akibat kondisi ekonomi yang

baru, karena ekspansi kapitalis.106 Situasi ini, diperantarai oleh kekuatan

asing kolonial dan bukan rakyat itu sendiri, yang membawa efek berupa

pengukuhan kuasa kolonial dengan melakukan pembedaan terhadap kondisi

setempat, hal ini merupakan sebentuk praktik kuasa ruang penjajah

Belanda.107 Modernisasi membawa hal tak terelakkan berupa “kenormalan”

hidup baru yang harus dipenuhi, seperti perubahan dalam memperlakukan

desain rumah dan arsitektural kota, beserta regulasinya.108 Kondisi itu

membaawa pengaruh pada cara memperlakukan kampung kota, yanag

terlihat pada wacana kontruksi serta pengembangan kampung kota.109

Kampung kota, oleh kolonial selalu dijadikan arena atau target

modernisasi, dengan alasan, membawa keteraturan pada hal yang kacau.110

Ia adalah sasaran peliyanan demi kukuhnya kuasa kolonial melalui definisi

106 Ibid., 107 Ibid.,hal.2 108 Ibid.,hal.3 109 Ibid., 110 Ibid.,dan hal.5

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 47: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

35

baik-buruk ruang, meliyankan kampung kota sebagai hal tak modern, bau,

tidak higienis dan penyebab penyakit seperti kolera111.

Lantas, karakter penghuninya diturunkan dari kondisi ruangnya,

sebagai orang tak beradab, yang kurang pendidikan oleh H.F.Tillemma,

seorang pembaharu kota dari pihak Belanda, dan menganggap ini sebagai

situasi asing dan berbahaya bagi penjajah yang tinggal di sekitarnya,

sehingga ia merasa berhak untuk memaksakan dari atas, kehidupan yang

dianggapnya lebih baik tentang bagaimana menghuni suatu kampung112.

Thomas Karsten seorang arsitek dan perencana kota kolonial yang lain,

berpendapat bahwa kota modern harus dikenali melalui kerangka kelas

sosial dan rasial, yang akan terlihat melalui besarannya pada: lingkup zonasi,

kualitas perumahan, dan perbedaan kapasitas sosial-ekonominya.113Kondisi

itu, teregulasi di Semarang tahun 1914 melalui arsitektur modernnya:

meliputi instalasi listrik, lampu lalu lintas, betonisasi jalan, mesin-mesin

modern, telegraf, material-material bangunan modern dari baja, yang

menjadi kerangka didaktis dari kolonial bagi pribumi yang masih

menggunakan bambu dan kayu sebagai bahan rumahnya.114

Upaya modernisasi oleh kolonial ini, difungsikan sebagai pendisplinan

perilaku objek jajahannya, dengan memberikan standar baru yang

111 Ibid.,hal.5 112 Ibid.,hal 5-6 113

Ibid.,hal.6 114 Ibid.,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 48: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

36

ditentukan dari atas untuk dicapai, sehingga subordinasi penguasa kolonial

tetap berjalan.115 Lalu, modernisasi kota dan para penghuninya, akhirnya

menjadi praktik kuasa kolonial yang mengambil bentuk sebagai aktivitas

pedagogis bagi pribumi dalam kerangka pernyataan kehadiran pihak

penjajah, yang lebih legitimatif dalam menentukan hidup mereka.116 Pihak

kolonial menganggap kampung kota, tidak memenuhi prinsip kesamaan

dengan modernitas kolonial, maka mereka layak untuk disingkirkan dari

lanskap kota yang dianggap modern.117

Pada wacana modernitas itu, pihak kolonial dengan sengaja

menajamkan masalah rasial dan perbedaan ekonomi, bahwa pribumi dengan

kampungnya dianggap masih tradisional dan belum hidup higienis,

dikontraskan dengan penjajah Belanda yang sudah higienis sejahtera dan

modern.118 Citra-citra itu semakin ditimpangkan agar menumbuhkan rasa

inferioritas pribumi terhadap mereka, sehingga pada gilirannya, mereka akan

berusaha menepis anggapan penjajah dengan mengikuti gaya hidup mereka,

misalnya terlihat pada pembangunan perumahan baru di Sompok dan Mlaten

Semarang sebagai kesempatan yang diberikan oleh penjajah agar pribumi

berada dalam posisi setara dengan penjajah.119

115 Ibid.,hal.7 116 Ibid., 117 Ibid., 118

Ibid.,hal.11 dan 18 119 Ibid.,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 49: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

37

Pembangunan perumahan di Sompok dan Mlaten Semarang yang

dilaksanakan di antara tahun 1920 dan 1923, diperuntukkan bagi pribumi

kelas menengah rendahan, yang bekerja sebagai pelayan publik di

pemerintahan kolonial, dengan menyediakan kebiasaan baru modern seturut

kolonial, lewat pemberian desain rumah bersekat yang tidak sama dengan

rumah tradisional jawa yang tanpa sekat, sehingga memberikan kultur

privasi yang selaras kehidupan penjajah.120

Semarang adalah salah satu kota pertama yang menjadi kotamadya,

akibat desentralisasi pemerintahan kolonial yang terjadi tahun 1903.121

Sebagai kota baru yang punya otonomi, Semarang menghadapi banyak

masalah kesehatan seperti kolera, akibat bertambahnya komunitas Jawa

yang masuk ke Semarang dan menetap di kampung kota, dan menurut

pemerintahan kolonial, kondisi ini harus segera diatasi dengan melakukan

perbaikan kampung kota.122

A.2 Kapitalisme Kolonial dan Urbanisasi

Pada tahun 1930-an ada peningkatan 41% jumlah kaum urban yang

masuk Semarang, karena pengembangan jalur rel kereta api yang

120 Ibid.,hal.19 121 Ibid.,hal.172 122 Ibid.,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 50: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

38

menghubungkan Semarang dengan Cirebon.123 Sejak tahun 1918, kebutuhan

pekerja untuk proyek itu meningkat setelah Netherland-Indies Spoonweg

(NIS) dijual ke Staatsspoorweg (SS) karena masalah korupsi dan kesalahan

manajemen.124 Pekerja biasanya datang dari kampung setempat juga orang-

orang Cina yang mengerjakan bongkar- muat barang di Stasiun.125

Perkembangan lain yang turut meningkatkan urbanisasi adalah,

berdirinya perusahaan-perusahaan Cina setelah Belanda mengizinkan orang

Cina berusaha sejak tahun 1855, lantas banyak orang Cina mulai mendirikan

usahanya seperti pabrik gula oleh Liem Kiem Ling, industri Opium oleh Tjan

San Go (yang perjuangkan izin usaha ke pemerintah kolonial) dan Major Oei

Tiong Ham.126

Pada Tahun 1919, pada masa Perang Dunia I, Belanda yang

mengeluarkan banyak biaya perang harus rela juga mengalami masalah

finansial di tanah jajahannya, Semarang yang kala itu sedang berlimpah

kesejahteraan karena perusahaan kereta apinya, akhirnya ikut menanggung

penurunan keuntungan, yang berdampak pada penurunan standar hidup.127

Di tengah depresi ekonomi itulah, persaingan ekonomi menjadi semakin

ketat dan mengakibatkan pribumi berjuang mendapatkan pekerjaan yang

lain di luar sektor perkeretaapian dan industri gula, namun masih tetap

123 Arief Akhyat, (2006), The Ideology of Kampung: A Preliminary Research on Coastal City Semarang, Jurnal Humaniora, Vol.18 No.1 Februari 2006, hal.15 124 Ibid., 125 Ibid., 126 Ibid., 127 Ibid.,16

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 51: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

39

tinggal di kampung kota dekat Stasiun Kereta Api dan Pelabuhan128. Kondisi

inilah yang mendesak warga kampung kota dalam kebuntuannya melakukan

kriminalitas dan prostitusi di sekitar pelabuhan dan stasiun.129

Sebelumnya, pada dekade lebih awal tahun 1850-1890, oleh

pemerintahan Belanda, pusat-pusat industri seperti pabrik gula ditempatkan

di pantai utara Jawa (Jepara, Rembang dan Semarang).130 Bekerjasama

dengan Bupati, Demang dan Mantri, Belanda merekrut pekerja kasar atau

kuli untuk memenuhi kebutuhan industrial mereka, karena membutuhkan

banyak kuli pribumi, untuk mengejar target pembuatan jaringan telpon

sebagai penunjang pemerintahan kolonial yang sedang berkembang pesat.131

Perekrutan pribumi sebagai kuli adalah sebentuk subordinasi Belanda

terhadap pribumi sebagai praktik kolonial mereka, hal itu merupakan upaya

memecah belah pihak pribumi melalui perekrutan yang menonjolkan hirarki

sosial, serta untuk meredam kesadaran perlawanan rakyat, karena motor

perlawanan yang banyak dijiwai semangat religius dari para Haji,

didisplinkan melalui kewajibannya menyediakan pekerjaan bagi rakyat,

dengan membantu mengirimkan mereka sebagai kuli, lewat Mantri dan

Demang mereka.132

128 Ibid.,17 129 Ibid., 130 Ibid., 131 Ibid., 132 Ibid.,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 52: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

40

Perekrutan kuli secara kultural ini, tidak menjadikan mereka layak

diperhitungkan dalam kontrak kerja pemerintahan kolonial, tanggungajawab

mereka ada pada pengirim mereka, sehingga para kuli lah yang paling rentan

terhadap kesewenangan pemerintah kolonial dalam keputusan

memperkerjakan atau tidak memperkerjakan mereka lagi.133 Mereka

dianggap sebagai pekerja kodrat asal dan tidak ada urusannya dengan

kontrak kerja.134

Para kuli ini, sebagai perantau, tinggal di kampung-kampung sekitar

pelabuhan dan stasiun, di Tegalwareng dan Srondol.135 Ketika malam,

mereka biasa mengambil warung sebagai tempat berbagi kehidupan sosial

dan kultural mereka.136

Populasi mereka kian bertambah di Semarang, dari 30.000 orang

tahun 1850 menjadi 101.000 orang pada tahun 1914, seiring berkembangnya

pelabuhan Kleine Harbor dan kanal pelabuhan baru bernama Kali Baru. 137

Pembangunan perusahaan listrik tahun 1909-1913 yang menggunakan

pembangkit listrik dari sungai Tuntang, serta bertambahnya jumlah

pelayanan stasiun dan pelabuhan terhadap kurang lebih 48 pabrik gula, juga

turut berpengaruh.138

133 133 Ibid.,hal.18 134 Ibid., 135 Ibid., 136 Ibid., 137 Ibid., 138 Ibid.,hal.19

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 53: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

41

A.3 Masalah Perumahan Umum (Masalah Jam Kerja dan Status

Sosial)

Kemajuan teknologi kolonial yang menyaratkan pemutakhiran

manajemen pada industri-industri yang berkembang di kota Semarang,

mengakibatkan perbedaan status pekerja, yang selanjutnya menentukan

ketidakadilan pada upah serta jam kerja.139 Tenaga bongkar muat pada

pelabuhan akan berbeda jam kerja dan upah mereka, dengan para petugas

administrasi pelabuhan. Para tenaga bongkar muat bekerja 10-14 jam per

hari dengan sedikit istirahat, sedangkan para petugas administrasi bekerja 7

jam sehari dengan banyak istirahat.140 Para pekerja juga fluktuatif dalam

pekerjaan mereka, tergantung masa panen (Juni-September) pada pabrik

gula, sedangkan pelabuhan sangat tergantung pada kuota ekspor yang

dikirimkan.141 Kondisi inilah yang memengaruhi bagaimana cara mereka

tinggal, karena pendapatan mereka kurang dari f.5, sedangkan untuk

membayar sewa permukiman layak huni, mereka harus membayar 3 sen per

malam, sehingga mereka berstrategi dalam kondisi seperti itu dengan tidur/

tinggal di perahu, tidur terbuka di sekitar tembok pelabuhan, atau tinggal di

kampung kota dengan gubuk berukuran panjang 8 meter, lebar 3 meter dan

tinggi 1,7 meter yang menampung 23 pekerja.142

139 Ibid., 140 Ibid., 141 Ibid., 142 Ibid.,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 54: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

42

Selama musim hujan, kampung tergenang hujan, ketika musim panas,

kampung sangat panas dan berdebu, lalu berakibat penyakit kolera, typhoid,

influenza, malaria dan tuberkolosis. Selain itu, air bersih juga menjadi

masalah meski banyak menara air yang dibangun di daerah Genuk,

Tegalwareng, Candi dan Ungaran.143 Mereka baru bisa mengakses air dari

sungai untuk mencukupi kebutuhan sehari-harinya. Puncaknya adalah pada

tahun 1912 menurut H.F.Tilema, banyak penduduk kampung kota meninggal

dunia karena kolera saat banjir muson.144

Permukiman di kampung kota memang sangat padat, namun mereka

tidak punya pilihan, karena secara politik mereka lemah dan tidak bisa

menuntut hak mereka, baru pada tahun 1927 Boedi Oetomo membantu

dengan membemberkan kondisi-kondisi mereka di kampung pelabuhan juga

kampung rel, dan menuntut pemerintah melakukan perbaikan kualitas

kehidupan beserta tempat tinggal mereka.145

Merespon keadaan itu, sejak tahun 1915-1921 persatuan para pekerja

bernama Perserikatan Pegawai Pegadaian Bumiputera dan Vereeniging voor

Spoor-en Tremwegpersoneel (VSTP) yang dipimpin oleh Pieter Bergsma dan

Kadarisman sangat gencar dalam menyatukan buruh untuk memperjuangkan

143 Ibid., 144 Ibid., 145 Ibid.,hal.20

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 55: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

43

haknya dalam masalah jam kerja, upah serta jaminan hukum bagi status

pekerja mereka.146

Perkembangan teknologi percetakan waktu itu, mengakibatkan

pengorganisasian buruh menjadi semakin berdampak luas, dari gerakan

lokal kampung hingga ke kota besar di sekitarnya, sepanjang rel kereta:

Demak, Pati, Purwodadi, Salatiga, Boyolali, Madiun, Nganjuk, Pekalongan,

Brebes dan Tegal.147 Hal ini bisa terjadi, atas peran Semaoen, dari Sarekat

Islam yang meradikalkan gerakannya, melalui pembentukan Partai Komunis

Indonesia, dan menjadi kekuatan utama pada tahun 1923, dengan melakukan

pengorganisasian pemogokan buruh, ditambah perjuangannya melalui

tulisan-tulisannya di Sinar Hindia, ia menjadi ancaman serius bagi

pemerintahan kolonial, sehingga berakibat pemenjaraannya.148

Apa selanjutnya, tanggapan pemerintah kolonial dalam mengatasi

permasalahan permukiman yang dihadapi para buruh ini?. Higienitas

menempati daftar prioritas tertinggi kolonial, setelah mengetahui ilmu

pengetahuan tentangnya sebagai pengatas masalah wabah kolera dan

typhoid, sehingga mengubah perumahan umum yang mereka bangun dengan

menggunakan material yang berbeda dari pribumi, yaitu: mengganti atap

rumbia dengan genting, serta ventilasi yang cukup.149

146 Ibid., 147Ibid.,hal.21-23 148 Ibid., 149 Op.cit.,hal.173

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 56: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

44

Tahun 1916-1922, pemerintah kolonial membangun perumahan

umum sejumlah 519 di Sompok, termasuk menggunakan lahan yang sudah

menjadi kampung Kintelan dan Lempongsari.150 Namun mempunyai harga

sewa yang sangat mahal tergantung ukuran dan tipe rumah, tipe II seharga

494 gulden, tipe IV 703 gulden dan tipe V 773 gulden per tahun.151

Pada tahun 1924, Pemerintah kolonial di Semarang melalui NV

Volkhouisvesting mulai membangun perumahan umum yang lebih murah

dengan biaya sewa per bulan 3-35 gulden per bulan, dan telah terjual

sejumlah 580 unit.152

Kebijakan desentralisasi kolonial, membuat Kota Semarang tidak lagi

menerima dukungan finansial dari Batavia, sehingga mereka harus

memikirkan urusan finansial mereka sendiri, dengan cara, menjual lahan

publik kepada pihak swasta untuk mendapatkan dana dan pajak, untuk

urusan pembangunan perumahan umum mereka.153 Perumahan umum yang

mereka bangun sebenarnya hanya murni urusan ekonomi dan demi

kepentingan kolonial saja, perumahan sengaja dibangun demi hegemoni

serta melindungi kolonial dari tertular penyakit pribumi dengan sanitasi dan

higienitas seperti yang terjadi di Sompok dan Blimbing.154

150 Ibid., 151 Ibid., 152 Ibid., 153 Ibid.,hal.180 154 Ibid.,181

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 57: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

45

Perumahan-perumahan umum kolonial ini juga berfungsi sebagai

sindiran, atas kampung kota, sebagai hal tidak modern dari pribumi,

sedangkan perumahan-perumahan kolonial selalu digambarkan sebagai

gerbang modernitas yang ditampilkan dalam majalah Oedaja dan brosur-

brosur turisme, yang bahkan menciptakan pada diri pribumi secara personal

merasa telah menjadi modern.155 Selain itu, perumahan juga diperuntukkan

terutama bagi pelayan publik pemerintah kolonial, yang dicetak demi

kefektifan kerja berdasarkan pemerintahan kolonial, sehingga harus

dipisahkan dari masyarakat agar steril dan netral darinya.156 Perumahan itu

hanya bisa disewa oleh kelas menengah dengan pendapatan sekitar 174

gulden, bahkan masih dikenakan biaya tambahan untuk listrik, kebersihan

dan perawatan rumah.157

Pada era penjajahan Jepang, perumahan umum di Sompok (Lamper

Sari) dan Mlaten menjadi tempat penawanan orang-orang Belanda dan

mengalami penurunan kualitas yang luar biasa, karena dua ruangan bisa

dihuni sampai 25 tawanan sehingga menyebabkan banyak kematian, dan

setelah Jepang menyerah, perumahan itu pada tahun 1958 diambil alih oleh

militer.158

155 Ibid.,hal.182-3 156 Ibid., 157 Ibid.,hal.185 158 Ibid.,188-90

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 58: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

46

B. Latar Konteks Ruang Masa Kini

Kawasan Industri adalah wacana dominan dalam membicarakan

ruang di Semarang, hal-hal lain dalam praktik ruang di Semarang akan lemah

posisinya, di level wacana maupun legalitasnya, sehingga keberpihakan pada

praktik ruang Kapitalisme-Neoliberal akan sangat besar. Semarang memiliki

11 kawasan industri besar, yakni: kawasan industri Wijaya Kusuma, Tambak

Aji, Bukit Semarang Baru, Candi, Simongan, Setya Budi, Tanjung Emas,

Terboyo, Genuk, Nyonya Meneer dan Penggaron.159

B.1 Kawasan Industri Semarang sebagai Wacana Ruang Dominan

Keberpihakan pada penggunaan ruang beserta perlakuannya terlihat

dari wacana yang dianut serta penelitian yang dilakukan dalam

membicarakan dan memperlakukan ruang. Pada penanganan masalah

kampung kota yang bernalar Kapitalisme-Neoliberal, wacana penggunaan

ruangnya bisa saja sangat antagonis dengan rakyatnya sendiri, namun bisa

begitu apologis terhadap dampak produksi ruang kapitalisme (banjir,

kemacetan, kerusakan jalan karena kelas jalan dan beban angkutan tidak

sesuai). 160 Perlakuan sistematis dan nalar Kapitalisme-Neoliberal ini pada

gilirannya membentuk bagaimana kampung kota, diperlakukan, bahkan sah

untuk melakukan tindakan apapun terhadapnya dengan alasan legalitas,

salah satunya diperantarai dan diperkuat pandangan dunia yang salah

159 Arifandi Djayanegara, (2013), Skripsi, Evaluasi Kesesuaian Lahan untuk Kawasan Industri Besar di kota Semarang, Jurusan Geografi Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang: Semarang, hal.90 160Ibid,.hal.6

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 59: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

47

satunya lahir dari penelitian pada displin-disiplin ilmu tertentu. Ilmu

Geografi misalnya, dalam wacananya boleh jadi berpihak pada produksi

ruang kapitalisme dalam penelitiannya tentang Evaluasi Kesesuaian Lahan

untuk Kawasan Industri Besar di Kota Semarang.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kesesuaian lokasi suatu

industri, karena pemilihan lokasi yang tidak sesuai akan berpengaruh pada

keberlangsungannya, sehingga kesesuaian lahannya bisa mengakomodasi

kepetingan investor dan pengembangan industri, selain itu, pemilihan lokasi

yang tidak sesuai bagi industri akan mendatangkan perebutan serta konflik

ruang pada kawasan industrinya dan menimbulkan ketidakamanan usaha.161

Hasil akhir penelitiannya bagi kawasan industri, diperoleh kesesuaian, baik

secara legalitas (Perda Kota Semarang No.14 tahun 2011 Tentang Tata

Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang Tahun2013-2031) maupun

secara planologi162 yang boleh jadi, bisa berarti itu adalah dukungan bagi

produksi ruang Kapitalisme-Neoliberal.

B.2. Kampung Kota, Degradasi Lahan dan Kuasa Penanganannya

Wacana dalam membicarakan dan memperlakukan kampung kota

yang termasuk dalam kawasan pelabuhan dan stasiun kereta api (kawasan

industri) sejak era kolonial belum terlalu banyak berubah hingga konteks

161 Ibid.,hal.2&6 162 Ibid.,hal.147

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 60: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

48

masa kini. Kampung kota adalah akibat urbanisasi dan perambahan wilayah

yang berkonotasi negatif, sebagai sebuah fenomena atas dirinya sendiri. Ia

disebut sebagai pergeseran daerah pinggiran yang mencaplok daerah pusat

yang berupa kawasan industri, hal ini dianggap menyebabkan pergeseran

ruang, dari ruang pinggiran menjadi urban, dari sosio -ekonomi formal

menjadi sosio-ekonomi informal, yang akhirnya menjadikan kota “tanpa

batas”, kota yang semakin menggelembung penuh kekacauan ruang, karena

pertumbuhan permukiman kampung kota yang dianggap tidak tertata.163

Indikator yang digunakan dalam menilai adalah, perubahan struktur internal

kota, perubahan penggunaan lahan, serta perubahan karakteristik ruang dan

kenampakannya.164

Di Kecamatan Semarang Utara, yang termasuk daerah administratif

Kota Semarang, dimana kampung Kota Bandarharjo terletak, merupakan

daerah yang begitu pekat ketidakteraturan populasi yang akhirnya

berpengaruh terhadap kenampakan permukimannya dan menjadi penyebab

akut bagi degradasi lahan yang membahayakan.165

Pembicaraan dan perlakuan yang mungkin adalah, Ia menjadi target

operasi bagi pemusatan kembali kota, menuju kota teratur rapi, yang

terkontrol.166 Sebab Kampung Kota bandarharjo yang terletak di Semarang

Utara sebenarnya adalah kawasan sedimentasi dari sungai-sungai seperti: 163 Bambang Setioko, (2010), The Metamorphosis of Coastal City, Case Study of Semarang Metropolitan, Journal of Coastal Development, Vol.13 No.3 Juni 2010, hal148-149 164 Ibid., 165 Ibid.,hal.154 166 Ibid.,hal.155

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 61: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

49

Kali Kripik, Garang dan Krejo yang sering mengalami penurunan lahan serta

sering dilanda banjir rob pantai utara.167

Pemusatan kota sebagai orientasi dan nalar berpikir para Ilmuwan

dalam memperlakukan Kampung Kota Bandarharjo sebenarnya bisa malah

mengikuti logika Kapitalisme-Neoliberal, dengan memusuhi rakyat, tanpa

melihat kapitalisme sebagai latar besarnya serta tanggung jawab pemerintah

yang seharusnya diberikan terhadap rakyatnya, daripada hanya memusuhi,

dan ingin melihat ruang sebagai teratur belaka.

Perambahan ruang pinggiran ke ruang pusat, yakni daerah Semarang

Utara dianggap menyebabkan banyak ketidakseimbangan pada pelbagai

faktor yang menentukan ketidaksejahteraan kota, hal ini, karena para

pemukim kampung kota miskin, sehingga menjadikannya tanggungan bagi

pemerintah, sebab mereka baru bisa memenuhi kebutuhan saja, belum cukup

bisa untuk menjamin kehidupan mereka di hari depan, karena bekerja di

sektor informal.168

Permukiman kampung kota yang dikategorikan tidak standar,

menempati lahan yang tidak seharusnya, menjadi kawasan tidak sehat, juga

dikaitkan dengan ilegalitas penggunaannya serta penampakan kemiskinan,

167 Ibid.,hal.154-55 168 Muhammad Agung Ridlo, (2014), The Life Pattern of The Poor Society in Semarang City –Indonesia State, International Journal of Business, Economic and Law, Vol.4 Issue 3 Juni, hal.27

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 62: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

50

krisis keamanan, kualitas pendidikan rendah, lalu menjadi indikator buruk

dalam kategori sosial-ekonomi.169

Pembicaraan yang selanjutnya berkembang seturut isu ilegalitas

adalah perubahan “status” pengghuni kampung kota dari kawasan kumuh

(slum) menjadi penyerobot tanah (squatter), karena menempati kawasan

ilegal yang bahkan tidak ditetapkan bagi pemerintah sebagai tempat tinggal,

seperti kawasan rel kereta api, sepanjang sungai, dekat pasar dan terminal

lama.170 Kondisi ini diperburuk dengan penyebutan bahwa tempat yang

mereka tinggali tidak manusiawi secara fisik, terbuat dari bahan-bahan bekas

seperti seng bekas, papan plastik, sebuah kondisi yang dianggap tidak seturut

rencana ruang pemerintah,171 terlebih mengenai wacana dominan ruangnya

sebagai kawasan industri.172

Pembicaraan melalui penggambaran ini, tidak peka terhadap

penyisihan oleh sistem Kapitalisme-Neoliberal, dimana korban dari sistem

ini semakin berlipat kesalahannya dengan menarasikannya sebagai

tersangka, lalu mendiskreditkan bahan tempat tinggal mereka, sehingga akan

wajar bila kondisi ruang macam ini harus segera diselesaikan, karena tidak

manusiawi, lewat penanganan kampung kota yang terstruktur rapi, dengan

target dan efek target yang jelas, yakni: pemutakhiran data terus menerus-

menerus terhadap para pemukim dan penjarah lahan, lalu memutuskan

169 Ibid.,hal.27 170 Ibid.,hal.30 171 Ibid., 172 Loc.cit.,hal.6

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 63: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

51

penanganan sesuai lokasi permukiman kampung kota.173 Penanganan

permukiman kampung kota yang sah dan legal harus melalui dan perlu

sesuai dengan metode planologi (tata ruang sesuai kondisi alamnya),

propaganda penanganan sosialisasi harus dimulai dari lingkung individu

paling kecil formal maupun non-formal, penanganan melalui konstruk

(manusia, ekonomi, lingkungan juga legalitas), kelanjutan dan

pengembangan program yang mencapai taraf perasaan terhadap tindak

lanjut penanganannya, membentuk dan menargetkan organisasi sosial

sebagai pendukung program, serta mengintegrasikan penanganan

permukiman kampung kota dengan rencana jangka panjang tata ruang kota

yang disetujui oleh pemerintah.174

173

Ibid.,hal.35 174 Ibid.,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 64: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 65: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

ii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 66: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

54

BAB III

GEO RITME KAMPUNG KOTA BANDARHARJO

Geo ritme175 Kampung Kota Bandarharjo adalah cara melihat dan

memahami ruang yang dihuni oleh orang-orangnya melalui ritme yang

mereka jalani. Ruang yang dilihat lewat ritme adalah ruang yang hidup, atau

ruang yang dihidupi melalui ritmenya, berkenaan dengan kenyamanan dan

ketidaknyamanannya dalam setiap perulangannya. Ritme itu terjadi dalam 4

aspek, meliputi: tempat, tubuh, mobilitas dan alam yang diketahui melalui

ritmeanalisis.

A. Tempat

Kampung Kota Bandarharjo terletak 100 meter sebelah utara dari

jalan arteri Yos Sudarso dan 400 meter arah barat dari pelabuhan Tanjung

Emas. Ia tidak terlalu jauh dari “pusat” kota, namun memasukinya adalah

pengalaman lain. Jalanan kampungnya tidak begitu besar, namun rapi dengan

paving berjajar. Rumah-rumah berderet, bercat warna mencolok, lengkap

dengan kusen pintu dan jendela dengan kaca tak tembus atau kadang juga

dengan kaca transparan berwarna jernih, agar rumah tetap terang.

Menyusuri jalanan perkampungannya, akan terlihat dipenuhi

“perkakas” seperti sepeda, pasir, bambu atau besi untuk konstruksi tembok

175 Geo ritme mengacu pada pembahasan ruang dengan titik berat ritmenya

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 67: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

55

rumah, tiang penyangga atau sisa material bangunan, sisa material itu

datang dari renovasi masjid kampung.

Gambar 1. Situasi tenang Kampung Kota Bandarharjo (kiri), dan kondisi jalanannya yang dipenuhi material bangunan (kanan)

Sumber: Dokumentasi penelitian

Kondisi jalanan mereka setelah banjir rob, seringkali tersendat oleh

truk, yang sering berlalu lalang untuk mengantarkan material bangunan. Lalu

lalang semacam itu sering terjadi, sebab banyak bangunan yang rusak karena

proses amblasan tanah dan banjir. Jika masih memungkinkan untuk

dibangun, mereka akan menguruk halaman mereka dan meninggikannya,

tanpa membangun kembali pondasi mereka, namun, bila tidak

memungkinkan, mereka akan mencari lahan baru di sekitarnya untuk

membangun rumah kecil baru mereka.

Hari itu, masjid mereka mengalami amblasan yang begitu parah,

akibat terkena banjir rob terus menerus hingga mereka memutuskan untuk

membangun kembali masjid mereka di sebelahnya, di gang yang lebih kecil.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 68: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

56

Gambar2. Truk pengangkut material (kiri) dan mobil yang biasa melintas dan menyendat sementara mobilitas

Sumber: Dokumentasi penelitian

Kondisi semacam itu menjadikan harga hunian menjadi murah di

Bandarharjo, akhirnya situasi itu menarik orang-orang yang mencari hunian

murah juga turut tinggal di Kampung Kota Bandarharjo. Mereka biasa

membawa serta mobilnya, sehinnga seringkali mengakibatkan jalanan penuh

dan sedikit tersendat. Tak jarang, hal itu berakibat antrean para pengendara

di belakang mereka, ketika mereka berangkat kerja, atau seusai waktu pulang

kerja dan ketika mereka harus bepergian. Parkir mobil mereka pun tak

jarang memakan sepertiga jalan kecil mereka, sehingga keleluasaan mobilitas

mereka tersendat. Di satu sisi, ruang mereka dikecam, di satu sisi, ruang

mereka begitu menguntungkan bagi pihak lain.

Saling maklum, saling mengerti tanpa menggerutu, pemakaian jalan

bisa tetap berlangsung, mereka berlaku seperti lampu lalu lintas yang

menghentikan sejenak, tapi tak menghalangi terlalu lama. Jalanan mereka

adalah lahan panjang atau bahkan melingkar luas, tempat berlalu-lalang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 69: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

57

siapa saja, termasuk para pedagang keliling. Ragamnya banyak, dari penjaja

bakso, bakpao, sate, batagor dan bubur ayam.

Ibu Tin176 dan Mas Fa’i terbiasa berkeliling di Bandarharjo dengan

gerobaknya masing-masing, Mas Fa’i dengan gerobak bercat biru hasil

modifikasi becak, lalu ditambahkan kotak aluminium dengan kaca sebagai

tempat bakpao, plus seperangkat sistem suara; membuatnya tak perlu

memanggil pelanggan untuk bakpaonya, sedangkan Ibu Tin, mendorong

dengan santai gerobaknya, berpakaian rapi dengan batik berwarna coklat

sebagai penandanya, berias, lalu menaikkan sedikit volume suaranya,

menarik para pembelinya, dengan suara khasnya.

Gambar 3. Para pedagang yang menjaja dengan tubuh bebas, tanpa merasa terancam di ruang asing (Bandarharjo)

Sumber: Dokumentasi penelitian

Di jalananan, pada saat waktu yang sama, kereta mini beroperasi

setiap sore untuk mengangkut anak-anak yang ingin berimaji berkeliling

176 Semua nama adalah samaran

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 70: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

58

kampung dengan kendaraan roda empat. Biasanya mereka akan merengek

atau bahkan menangis demi memperoleh kesempatan itu. Ibunya yang

memerhatikan anaknya itu, meneriaki kereta mininya untuk berhenti, juga

memintanya untuk menunggu anak yang lain, dengan suara lantang dan

setengah memaksa, lalu sambil tertawa dan sesekali menasehati sopirnya

agar lebih sabar, dengan bercanda.

Gambar 4. Kereta mini merupakan pusat penggerak ritme, pada mobilitas sore di Bandarharjo

Sumber: Dokumentasi penelitian

Mas Pras sebagai sopir cukup maklum dengan situasi macam itu,

kadang diam, atau dengan sedikit candaan, balas berpura-pura untuk lekas

pergi menuju rute berikutnya. Situasi itu sering terjadi, dalam sebuah kereta

mini yang sebenarnya hanya merupakan modifikasi dari sepeda motor niaga

sebagai lokomotifnya, dengan satu tambahan gerbong dari besi yang dilas,

layaknya sebuah truk yang bergandeng. Bercat penuh warna, penuh gambar

anime yang disukai anak-anak disertai gambar idola di bagian belakangnya,

mungkin saja imaji atau barangkali kelakar mereka sebagai pengendara

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 71: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

59

kereta mini mempersamakan diri mereka layaknya pembalap Rossi yang

juara dunia 7 kali dalam gelaran Moto GP. Bunyi klakson modifikasinya

sangat khas, dengan tambahan seperangkat suara yang setiap waktu

memperdengarkan lagu dangdut koplo, beradu keras dengan fungsinya

sebagai pewaktu bagi penumpang untuk segera naik, sebab tidak naik atau

terlambat naik adalah hal yang sangat disayangkan, karena kehilangan

kesempatan untuk berkeliling kota.

Saat mau berangkat atau setengah berjalan, sambil menunggu

penumpang yang lain, Pak Mar yang berusia setengah baya, berdiri di

samping kereta mininya sebagai kernek, meminta bayaran ibu-ibu yang

sedang berdesakan penuh semangat sambil memeriksa atau menasehati anak

mereka agar duduk yang baik, karena mereka akan segera berangkat. Suatu

hal yang sebenarnya, lebih dikarenakan antusiasime dan ketidaksabaran si

anak mereka yang mengundang kekhawatiran. Ibunya khawatir kalau-kalau

anaknya, terjatuh saat berdesakan atau ketika mereka mulai memanjat-

manjat naik dan memaksa berdiri sendiri agar leluasa melihat jalanan di

depan mereka.

Pak Mar biasa meminta uang sejumlah Rp.3.000 sebagai ganti biaya

angkut, sambil sesekali membantu menaikkan para penumpang yang

ketinggalan kereta mini, sebab kecepatan keretanya yang lambat, membuat

banyak orang terlena untuk tidak segera naik, dan menyengaja terlambat

waktu sambil tetap menjaga gendongan anak mereka. Ibu Win tertatih,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 72: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

60

berupaya untuk naik, untung dibantu uluran tangan Pak Mar, sehingga, meski

tidak bisa duduk senyaman ibu-ibu lain yang sudah datang duluan, Ibu Win

masih kebagian sedikit tempat duduk.

Peristiwa itu sebenarnya adalah rekreasi kecil bagi para orang tua

yang letih usai pulang kerja di sore hari, terutama bagi para ibu. Hal yang

biasa mereka lakukan usai mandi, berdandan, mengenakan busana terbaik

mereka, lalu menemani anak-anak mereka disertai sukacita serta hasrat yang

sama, yaitu: mengelilingi kampung atau bahkan kota mereka dengan sedikit

biaya yang tak terlalu menguras kantong.

Kondisi jalanan yang sering dilalui truk maupun kereta mini ini adalah

jalanan yang dipenuhi tempat duduk umum dengan ketenangan menyergap,

jauh dari nuansa kota besar. Semacam benteng kokoh namun tetap terbuka.

Ruang mereka membawa sejenis penangkal kebisingan kota. Mereka

“terbiasa” dengan ketenangan semacam itu, dengan begitu tenang pula

mereka bisa duduk dengan berjongkok seakan itu adalah “teras rumah”,

tempat untuk memantau jalanan dari rumah mereka yang berhalaman, jalan

kecil umum.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 73: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

61

Gambar 5. Jalanan dalam keriuhan (kiri) dan kedekatan (kanan) sebagai akibat perjumpaan, akhirnya membentuk ruang publik mereka

Sumber: Dokumentasi penelitian

Di jalan kecil itu, menemui seseorang saat sedang berjalan,

menggendong anak, berkendara, mengantar anak sekolah atau ketika

menjemputnya, adalah tema-tema kecil yang biasa terjadi. Mereka berhenti,

sambil tetap duduk di atas motornya, berbincang serius entah itu masalah

penting atau hanya kegembiraan, karena tak terduga bertemu teman akrab.

Tanpa peduli di depan halaman rumah siapa mereka melangsungkannya.

Hari itu Ibu Nar bertemu dengan seseorang yang kelihatannya

penting, seseorang yang barangkali adalah teman dari suaminya, sepertinya

ada urusan genting yang segera harus dibicarakan, mereka tinggal tidak

berjauhan sebenanrnya, hanya karena berpapasan dan teringat beberapa

perkara penting, mereka lalu tidak segan lekas membahasnya sambil

berjongkok di pinggir jalan.

Di samping jalan Bu Nar yang sedang mengobrol, setiap sore Bu Ning

dan anak-anaknya, berkumpul di teras mereka, untuk mengobrol, juga

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 74: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

62

memandikan anak mereka. Kakak tertua mereka Sindi, bergantian mengurus

adik mereka, tatkala Bu Ning ganti mandi. Sindi terkadang membantu para

tetangganya yang datang memintanya. Tatkala mereka merasa rambut

mereka sudah harus dicat hitam karena masalah usia atau sekedar

mencabuti satu per satu rambut mereka yang putih. Selain hal itu, para

tetangga juga sering berkunjung, iseng-iseng dengan setengah berteriak

meminta izin untuk ikut menumpang menonton televisi sambil

beercengkerama sembari menunggui tuan rumah melipat baju atau

menyuapi makan anak mereka dan membantu anaknya yang paling kecil

untuk belajar.

Gambar 6. Jalanan sebagai “teras” rumah komunal

Sumber: Dokumentasi penelitian

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 75: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

63

Jalanan, mereka sulap menjadi memiliki beragam fungsi atas

perjumpaan mereka, sehingga tak heran akhirnya, jika jalan yang menjadi

jantung beragam aktivitas itu dipenuhi kursi-kursi bekas, atau kursi yang

mereka hibahkan dari rumah mereka sendiri. Jika ada warga yang menjadi

pedagang makanan dengan membuka warung makan, seperti Bu Yumi (buka

pagi hingga sore), atau Mbok Jum (buka warung dari sore hingga malam

hari). Tempat duduk itu juga tak apa dimanfaatkan oleh keduanya, sebagai

tempat duduk pembeli.

Gambar 7. Warung makan sebagairuang perjumpaan manusiawi

Sumber: Dokumentasi penelitian

Suasana santai serta berdesak-desakan dan penuh sukacita, biasa

terlihat di Warung Mbok Jum, namun sembari masih tetap memberi sela bagi

pengunjung lain, agar tetap merasakan kenyamanan duduk tatkala

menikmati santapannya.

Di warung Mbok Jum, mencari makan dengan memakannya langsung

di tempat, atau sekedar membelinya lalu dibawa ke rumah tidak semata

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 76: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

64

transaksional, namun hal itu adalah hiburan sederhana yang terisi dengan

riuh informasi atau bahkan pesanan, bila ia kebetulan seorang penyuplai gas

3 kilogram-an misalnya. Tak jarang pula, Mbok Jum juga mengajukan

permintaan bantuan untuk mengambilkan pesanan es batu ke penjual es

langganan kepada si pelanggan tadi, lantaran tukang becak andalannya

sedang ada pekerjaan lain.

Pembeli yang makan di warung Mbok Jum, mengikuti saja menu yang

kebetulan ada di sana, tanpa berpikir panjang tentang niatan sebelumnya,

saat belum sampai di warung, karena ragamnya bisa berbeda dengan hari

sebelumnya, namun memiliki variasi menu pengganti yang menggiurkan dan

di luar ekspetasi.

Menu di warung Mbok Jum bergantian mulai dari ayam opor dalam

bungkusan kecil atau sekedar nasi sayur atau mi instan rebus, dengan

tambahan lauk melimpah, seperti sate jamur, gembus, usus, hati, keong, telur

puyuh, hingga yang paling istimewa adalah sate cumi, yang bisa dinikmati

dengan harga Rp.3.000-5.000 setiap tusuknya. Semua menu itu bergantung

dari ketersediaan bahan makanaan yang tersedia di pasar waktu itu.

Di sis lain, Bandarharjo memiliki cuaca yang sangat panas, sehingga

membuat mereka begitu gemar mencari minuman es, bahkan di malam

haripun tak mengubah kebiasaan minum mereka. Sekedar es teh cukup bagi

mereka untuk keseharian, jika situasi lebih panas sehingga membutuhkan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 77: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

65

kenikmatan ekstra, mereka biasa memesan es sirup merah merek Prambors

yang begitu digemari di warung Mbok Jum.

Lontaran-lontaran candaan tak jarang mewarnai setiap perjumpaan di

warung Mbok Jum ketika malam, bahkan kepada seseorang yang baru

mereka kenal pun tak banyak berubah.

Ketika pembeli baru merasa porsi makan yang diberikan terlampau

besar, mereka mengeluh kepada Mbok Jum, tetapi Mbok Jum akan menjawab

dengan candaan, “Jika makanananmu itu tak habis kau makan, aku akan

membantu menghabiskannya,” kelakar Mbok Jum, sehingga memancing tawa

di antara mereka berdua.

Di kala banjir, situasi serupa tak banyak berubah, mereka menyiasati

dengan menggunakan sepatu bot tinggi yang terbuat dari bahan anti-air,

sehingga aktivitas mereka tak terganggu, ketika banjir rob tiba. Warung

Mbok Jum yang berada di pinggir jalan pelabuhan pasti ikut terendam air,

setinggi mata kaki hingga lutut orang dewasa, tergantung intesitasnya,

namun para pengunjung sudah terbiasa, dengan kondisi itu sehingga ketika

mereka makan di warung Mbok Jum, mereka tinggal menaikkan satu atau

bahkan kedua kaki mereka di atas kursi kayu panjang untuk menghindari

genangan air di bawah kaki mereka, saat makan.

Pengalaman persentuhan para penghuni Kampung Kota Bandarharjo

dengan tempat mereka, menjadikan penyeragaman fungsi tempat yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 78: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

66

datangnya dari “atas”, tampak sebagai kekurangan. Manusia sebagai faktor

yang mampu mengolah ruangnya diabaikan. Bukan secara fisik saja mereka

mengolah, melainkan mengolahnya melalui pelbagai respon ketika mereka

menghadapi ruang, yang sebenarnya terbentuk dari pantulan antar

perjumpaan mereka sendiri. Dengan begitu, ruang fungsional bisa segera

berubah seturut jenis perjumpaan mereka.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 79: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

67

B. Tubuh

Tubuh dalam suatu ruang, seringkali ditentukan oleh ritme dominan,

dan tidak memberikan kemerdekaan tubuh, saat ritme berlainan dirasakan.

Bandarharjo adalah ruang, dimana ritme beragam dirasakan tubuh dan

memiliki kemerdekaannya sendiri tanpa menegasi.

Pagi sekitar pukul 07.30, Mbak Reni dan Bu Eni terlihat berpapasan.

Bu Eni berpakaian rapi, mengenakan kemeja biru formal dengan celana

panjang warna ungu. Sambil menenteng tas kain berwarna biru, yang

mungkin berisi perlengkapan kerja atau bekal makannya, ia berjalan dengan

laju terukur, bersemangat tapi tidak tergesa, meskipun ia hendak pergi ke

pabrik tekstil tempatnya bekerja. Jarak tempuh ke tempatnya bekerja, biasa

ditempuhnya dengan 15 menit berjalan kaki, sedangkan Mbak Reni, dengan

belitan selendang jarit, sambil menggendong anaknya, melangkah dengan

ayunan kaki dan lambaian tangan yang tegas, dan panjang, ingin segera

bergegas pulang.

Maklum, karena sejak pagi, ia sebenarnya sudah belanja, untuk

kebutuhan sehari-harinya, lantaran anaknya rewel, ia harus membelikan lagi

kudapan kesukaannya, dan harus segera kembali untuk merampungkan

pekerjaan rumah yang tertunda karena harus membelikan kudapan ke

warung. Anaknya langsung saja merebut plastik transparan yang

membungkusnya, ia berpikir akan segera menikmatinya sendiri setelah

sampai di rumah nanti dengan segera. Ritme cepat jalan Mbak Reni,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 80: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

68

sebenarnya turut membuatnya khawatir, anaknya terhentak dan terlepas

dari gendongannya, sehingga sambil berjalan, satu tanggannya erat

memegangi pinggul anaknya. Searah dengan perjalanan Mbak Reni,

kebetulan ada Bu Yati dan Bu Ratih yang tak sengaja berpapasan. Bu Yati

yang kebetulan usai mengantar cucunya yang masih Sekolah Dasar dengan

sepeda, melihat Bu Ratih. Tanpa pikir panjang, Bu Ratih langsung turun dari

sepedanya, menyambar Mbak Ratih dan saling bertanya kabar, sambil tetap

menenteng es teh plastik, yang ia beli di warung dekat sekolah cucunya, serta

menyedotnya sesekali, di sela-sela obrolan.

Gambar 8. Dua ritme yang tak saling mendominasi. Mbak Reni dan Bu Eni (kiri) Bu Yati dan Bu Ratih (kanan) Sumber: Dokumentasi penelitian

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 81: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

69

Pada situasi alam yang cukup panas di Bandarharjo. Para

penghuninya dengan tubuhnya, dapat beradapatasi terhadap kondisi-kondisi

alam yang menyulitkan dirinya melalui respon alami tubuhnya yang

terampil. Situasi itu berdampak, menjadikan ruangnya bersahabat dengan

kondisinya.

Waktu beranjak siang di Bandarharjo, Nita dan Revi baru saja pulang

sekolah. Jam 10.00 adalah waktu pulang baginya, cukup pagi sebenarnya, tapi

itu karena mereka berdua masih kelas 2 Sekolah Dasar. Meskipun masih pagi,

di jam itu, cuaca terik di Bandarharjo sudah cukup menyulitkan mereka.

Kondisi itu biasa membuat Nita dan Revi mengambil rute pulang melalui

gang-gang sempit di sekitaran Bandarharjo, sebab gang-gang sempit di sana

lebih teduh terhadap cuaca, teduh, karena terhalang tinggi bangunan di

sekitarnya. Dari sekolah, mereka berjalan hanya dengan melewati tepi-

tepinya saja, berharap bayangan rumah- rumah mampu mengurangi teriknya

cuaca.

Gambar 9. Adaptasi spontans saat menghadapi cuaca panas (Nita dan Revi) Sumber: Dokumentasi penelitian

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 82: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

70

Tidak seperti orang dewasa yang sudah bersiap-siap menghadapi

cuaca dengan menggunakan payung, mereka menghadapinya dengan

spontan, sembari tetap mengayunkan kaki, mencari celah bayangan yang

meneduhkan. Lalu sambil bercakap-cakap, Revi menaikkan tas punggungnya

setinggi kepala, sambil tetap menahan dengan tangannya yang sedikit

terangkat, lalu menekuknya sejajar kepala. Dengan melakukan hal itu, Revi

sudah merasa cukup menghalau terik.

Lain halnya dengan Bu Sum dan Bu Pin, mereka berdua memilih

berinteraksi, ketika terik. Bu Pin datang dengan santai ke rumah Bu Sum,

melihat Bu Sum sudah di luar rumah, tanpa segan, Bu Pin duduk dengan

tenang menyesuaikan. “Lebih menggembirakan di luar rumah, melihat

suasana jalanan di depan rumah mereka, daripada di dalam tidak ada apa-

apa”, kata Bu Sum kepada Bu Pin. Mereka berdua duduk lesehan beralaskan

emperan rumah bahkan jalanan, meneduh di bawah bayangan rumah

mereka.

Gambar 10. Adaptasi saat panas Bu Pin dan Bu Sum (kiri), cara Pak Jatman (tengah) menghadapi genangan air dan tubuh bebas Bu Nar (kanan) Sumber: Dokumentasi penelitian

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 83: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

71

Di seberang jalan, Ibu Pin dan Bu Sum, ada Bu Nar yang sedang duduk

berjongkok, menemui teman suaminya yang ada keperluan mendadak.

Mereka berempat berada di jalan, tapi tidak abai terhadap kondisi jalan,

sesekali menghindari lalu lintas, memindahkan pijakan kaki mereka, itu

lumrah, tak akan ada teriakan memaki dari pejalan lain, karena hal itu. Saat

hari mulai hujan deras, dan air laut pasang, banjir rob merendam dari arah

belakang hunian mereka, genangan banjirnya bertahan lama, karena sapuan

pasang yang terus menerus, genangannya bisa bertahan berbulan bulan di

Kampung Bandarharjo.

Pak Jatman adalah penghuni kampung yang letaknya paling ujung dan

berbatasan langsung dengan pelabuhan, sehingga hampir setiap harinya ia

memutuskan mengenakan sepatu bot anti-air untuk menjalankan aktivitas

hariannya (juga untuk bekerja di pelabuhan), dibalut topi, kemeja lengan

panjang lengkap dengan celana panjang menutupi tubuhnya, serta bekal air

minum yang disimpannya dalam botol air mineral bekas, sebab Pak Jatman

tahu akan bekerja seharian, secara serabutan di pelabuhan. Ia akan

membantu apa saja di pelabuhan, saat ada pemuatan barang atau

penurunnya. Ia berjalan cepat, penuh energi mondar-mandir dari rumahnya

ke pelabuhan, melewati jalanan kampung Bandarharjo, kadang ia membawa

pulang sekarung barang-barang yang mungkin ia dapatkan di pelabuhan

yang bisa dimanfaatkan kembali di rumahnya, atau membawa sepikulan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 84: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

72

penuh daun-daun di atas tubuhnya tanpa alat bantu, untuk makanan

kambing di rumahnya.

Ritme dominan, seringkali menuntut istirahat pada tubuh yang

mengalaminya, sehingga, abai terhadap perjumpaan. Lain halnya di

Bandarharjo, para penghuni yang mengalami ritme dominan pada tubuhnya,

tidak menurutinya, malahan menggunakan waktu pulang kerjanya sebagai

perjumpaan yang menggairahkan tanpa kelelahan.

Sore adalah waktu tubuh rehat, setelah bekerja. Bu Eni sudah pulang

kerja dari pabriknya, waktunya bersamaan dengan penjual keliling yang lalu

lalang bebas, di Kampung Kota Bandarharjo. Keriuhan berkumpul adik-adik

kecil dengan kakaknya yang menggendongnya, bersama ibunya, membuat Bu

Eni terpanggil mendekat, ia sering ditawari naik kereta juga, tapi dia sudah

tidak punya anak kecil lagi, sehingga duduk sebentar dan mengobrol cukup

baginya, bersama anak-anak dan ibu-ibunya, ketika menanti kereta mini. Bu

Eni melihat tetangga-tetangganya, sudah berbusana rapi dengan model baju

terkini lengkap dengan riasannya, lalu membandingkan dengan dirinya yang

masih belum mandi, membuatnya tidak betah dan segera ingin melakukan

hal yang sama. Kadang, Bu Eni tak bisa melihat antusiasme yang sedemikian

semarak, jika ia memutuskan untuk pulang mendekati petang. Karena, tanpa

mengetahui ia akan bertemu siapa nanti, biasanya ia akan diajak untuk

belanja atau mengobrol di kursi depan warung tempatnya belanja hingga

waktu tiba-tiba sudah petang.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 85: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

73

Gambar 11. Keriuhan sore (kiri) yang menjadikan waktu pulang Bu Eni (kanan) menjadi perjumpaan, dan tidak sekedar jadi rutinitas waktu kronologis Sumber: Dokumentasi penelitian

Waktu menjelang petang, jalanan dipenuhi anak-anak, meski jam itu

adalah jam sibuk bagi banyak orang untuk pulang kerja, membeli makan ke

warung dan tumpah ruah orang yang ingin pergi ke rumah tetangga. Kondisi

macam itu malah anak-anak manfaatkan, meski orangtua mereka sudah

menyuruh untuk tidak selalu bermain dan belajar ketika petang tiba, mereka

tidak bisa menahan diri untuk masuk keriuhan. Anak-anak biasa berkumpul

di jalan sebelum berangkat mengaji ke masjid, juga setelah usai mengaji. Nita

dan Revi juga ikut di dalamnya. Mereka bermain petak umpet, berkejaran

dengan berlari atau dengan sepeda, juga bermain permainan tradisional atau

sekedar duduk berjongkok saling mengelilingi lalu berbincang.

Hal itu adalah penyegaran total, setelah di siang hari mereka harus

merasakan panasnya cuaca ketika pulang sekolah dan hanya punya tas

mereka untuk sedikit menghalangi panasnya matahari. Tidak berhenti di situ,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 86: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

74

keriuhan yang mereka gerakkan, diisi dengan keisengan yang sesekali

memberikan mereka ide-ide nakal untuk bermain di bawah mobil yang

terparkir di jalan, atau kadang, jika mereka mengetahui siapa pemiliknya,

serta melihat mobil tua itu tidak terkunci, mereka akan memasukinya,

berimaji sopir atau sekedar bersembunyi dari teman-teman mereka. Rendi

dan Rizki adalah yang memulai ulah nakal itu dengan serius, mengecek

segala rupa barang untuk mengemudi, mengecek sabuk pengaman, setir dan

menanyai teman-teman yang duduk di belakang mereka, seakan penumpang.

Mengetahui tingkah Rendi dan Rizki, tak jarang warga di sekitar mobil itu

mengingatkan, meskipun hanya sesekali saja, lebih sering mereka malah

menikmati keriuhan kedua bocah itu dan teman-temannya. Tetapi bagi Rendi

dan Rizki sendiri, peringatan itu bukan apa-apa, mereka hanya takut bila

mereka akan diadukan kepada kedua orang tua mereka.. Selebihnya, mereka

asik membanting pintu mobil keras-keras, mengagetkan orang-orang di

sekitarnya, lalu bersembunyi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 87: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

75

Gambar 12. Petang hari, adalah waktu penyegaran total penuh perjumpaan dari aktivitas seharian Sumber: Dokumentasi penelitian

Tubuh para penghuni, di hadapan ritme dominan masih memiliki

kebebasan, punya pilihan dan anutan tersendiri yang menentukan

kegairahan dan keengganannya. Bukan dari afirmasi maupun negasi dari

ritme dominan, untuk selanjutnya menentukan bentuk yang menyetujui

maupun melawannya. Kerangkanya adalah: berada di dalam maupun di luar

ritme dominan adalah pilihan bebas yang selalu mengandung konsekuensi

untung-rugi, tapi bisa diatasi dengan pelbagai respon yang melibatkan

perjumpaan-perjumpaan antar penghuni di setiap ruangnya hingga

melahirkan titik temu baru pada tubuh mereka dan berpengaruh pada

ketidakbergairahan atau vitalitas mereka.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 88: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

76

C. Mobilitas

Mobilitas ritme Bandarharjo berada di dalam maupun di luar ritme

dominan yang menuntut pengulangan yang rutin, namun mobilitas di sana

tetap memiliki faktor yang mampu membuyarkan dominasinya, menjadi

ritme mereka sendiri, yang bisa diatur dan sesuaikan.

Saat fajar (04.00-05.00), jalanan sudah dipenuhi lalu lalang pedagang

yang tidak terlampau banyak menuju pasar, dengan dibantu tukang becak

untuk membawakan dagangannya guna dijual ke pasar, yang terletak hanya

200 meter sebelah selatan kampung kota Bandarharjo. Sebuah pasar yang

tidak berlokasi khusus pada suatu area, melainkan hanya berada di

sepanjang persimpangan jalan kampung, maupun jalan tikus ke pelabuhan

atau pabrik.

Pagi itu, Pak Sopyan tengah mengayuh pedal becaknya, bolak-balik

Kampung Bandarharjo-pasar, mungkin sudah 4 hingga 5 kali. Ia biasa

melakukannya untuk mengantarkan barang dagangan dari para pedagang ke

pasar, yang bisa berupa sayur mayur, daging ayam, hingga barang-barang

kebutuhan pokok yang cukup berat seperti tabung gas dan galon air mineral.

Setelah agak siang, Pak Sopyan ganti membawakan dagangan dari para

pedagang grosir yang dibeli dari pasar, untuk dibawa kembali ke

Bandarharjo.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 89: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

77

Gambar 13. Fajar hari, adalah waktu memulai pekerjaan lebih awal, dan berarti bisa mengakhiri pekerjaan lebih awal pula Sumber: Dokumentasi penelitian

Pukul 06.00-07.00 pagi adalah waktu bagi mobilitas masif para

pekerja pelabuhan, pabrik tekstil serta para pelajar. Mereka biasa berjalan

kaki, mengendarai sepeda, sepeda motor atau dibonceng jika kebetulan

mereka bertemu kawan yang searah dan dekat dengan tempat tujuan

mereka. Kebetulan, Pak Jatman melewatkan peralatannya untuk bekerja di

pelabuhan, sehingga ia memutuskan pulang sebentar untuk mengambilnya.

Di tengah jalan, ia sempat mendengar sapaan Mas Afif yang terburu

mengantar istrinya bekerja ke pabrik tekstil, sapaan itu, mengalihkannya

seketika dari tujuannya pulang dan menoleh ke arah Mas Afif. Hal yang biasa

mereka lakukan, meski mobilitas mereka, mengharuskan mereka untuk

segera berangkat bekerja.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 90: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

78

Gambar 14. Mobilitas yang cepat, masih menyisakan peluang saling berinteraksi Sumber: Dokumentasi penelitian

Pada jam-jam berikutnya (07.30-08.00) adalah waktu bagi para

pekerja sektor swasta di sekitar pelabuhan untuk berangkat bekerja, seperti

penjaga toko grosir sembako, penjaga kios pulsa, pedagang toko busana juga

penjual warung makan dekat pelabuhan serta penjual es kelapa muda).

Mereka lebih santai dengan pakaian non-formal, namun tetap rapi. Riska

tampak kesiangan hari itu, untuk bekerja di toko busana juragannya,

tempatnya tidak jauh dari pelabuhan, sejajar dengan kios-kios lain yang

dipakai sebagai toko grosir, namun selagi dalam perjalanan berangkat, ia

masih sempat mampir ke warung untuk membeli sesuatu..

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 91: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

79

Gambar 15. Mobilitas cepat, namun masih cukup waktu untuk kegiatan lain Sumber: Dokumentasi penelitian

Pukul 10.00 hingga 12.00 adalah waktu lengang bagi lalu lalang

kampung kota Bandarharjo, tampak sepi tanpa banyak mobilitas, sekali

waktu diisi para penganggur yang berjalan gontai dan setengah bingung,

berjalan dengan tempo yang tidak teratur dan seperti enggan berjalan.

Jefri adalah seorang pengannggur, ia sering berjalan kaki mencari

teman untuk mengobrol, sambil sesekali mencari tempat duduk untuk

mengistirahatkan kaki sejenak. Biasanya ia berjalan menuju warung, untuk

duduk di terasnya. Membeli camilan sambil menyulut rokok, lalu berjalan lagi

mencari kerumunan, entah warung lain yang banyak dipenuhi orang

berkumpul atau tukang tambal ban yang sedang mengerjakan ban bocor

pelanggan di sebelah warung langganannya.

Jefri tak sendiri, mereka yang setengah baya hingga usia tua pun ada,

melakukan hal serupa, sama seperti yang dilakukannya. Pada diri orang-

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 92: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

80

orang muda sebaya Jefri, ritme mobilitas penganggur ini, dipenuhi dengan

pergi ke suatu tempat bersama para temannya dengan berpakaian rapi,

mengisi waktu luang mereka untuk berkumpul di seberang Jalan Yos Sudarso

untuk membicarakan balapan liar, atau untuk sekadar nongkrong di tengah

kota dekat stasiun.

Gambar 16. Mobilitas penganggur (Jefri)(kiri) di waktu lengang dan sekitaran rumah, sebagai jangkauan wilayah penganggur paruh baya (kanan) Sumber: Dokumentasi penelitian

Pada diri orang tua, mobilitasnya hanya mondar-mandir pada jarak

pendek di depan rumahnya sesekali menyapa tetangga, bila kebetulan di

rumah, lalu sedikit membuka pembicaraan, sebelum kembali ke depan atau

dalam rumah lagi. Pak Kusno biasa melakukan hal itu, bahkan pada

seseorang yang merupakan pendatang di Bandarharjo, dengan tidak

didahului perkenalan, Pak Kusno, langsung membuka pembicaraan tentang

ingatan masa mudanya di Bandarharjo yang sering berkunjung ke pasar

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 93: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

81

malam dan berbagi banyak ketakjubannya di sana, setelah selesai, sambil

masih tersenyum teringat kenangan lampaunya, ia masuk ke dalam

rumahnya yang masih berlantai tanah.

Pada siang harinya (12.00-14.00) giliran mobilitas pulang anak

sekolah, saat itu, jalanan akan dipenuhi dengan sepeda juga sepeda motor.

Ketika para pelajar pulang sekolah, mereka berbaur dengan perbedaan

seragam yang menonjol, sambil menjaga ritme pulang penuh obrolan, canda,

kadang makian sebagai tanda kedekatan, saat-saat pulang mereka diselingi

pula mobil atau truk yang melintas, membelah mereka, menjadikan mereka

kocar-kacir. Di saat yang bersamaan Bu Wawik, pemilik kos yang

menyediakan kamar sewa bagi para pekerja pelabuhan sekitar, kebetulan

meninjau kos berpapasan dengan barisan pulang para pelajar serta truk yang

mengangkut material bagi renovasi masjid yang sesekali menyendat

mobilitas ketika melintas.

Gambar 17. Lalu lalang truk pengangkut material bangunan yang menyendat sementara mobilitas Bandarharjo Sumber: Dokumentasi penelitian

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 94: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

82

Selanjutnya, usai sekolah, para anak kecil banyak berlalu lalang penuh

kecerian untuk memancing atau sekedar berlarian maupun sambil naik

sepeda bercanda dengan teman sebaya mereka dalam kelompok yang tidak

begitu besar. Setelah itu, waktu sore hari

(15.00-16.00) adalah waktu puncak permainan mereka, dengan naik

kereta mini yang mengitari kampung atau naik odong-odong. Angga dan

teman-temannya yang masih berusia 5-7 tahun mengejar-mengejar kereta

mini yang sudah penuh pelanggan sebagai kesenangan mereka dengan

menggandengi tangan Ibunya, sembari menariknya ke ke kiri dan ke kanan,

bersama adiknya. Berbeda dengan Angga, bagi anak-anak yang lebih kecil,

mereka lebih senang mengejar odong-odong dengan disertai sedikit

rengekan juga tangisan agar orang tua mereka mengizinkan mereka naik

odong-odong.

Memasuki sore menjelang petang (17.00-18.00) mobilitas para ibu

muda atau para nenek, banyak yang menggendong anak atau cucu mereka

untuk melihat keramaian sore, berkumpul di mana orang-orang berkumpul,

seakan-akan itu adalah pasar malam bagi mereka. Sambil membeli lauk bagi

makan malam mereka, akhirnya Ibu Tris pulang dengan menenteng barang

bawaan yang dimasukkan tas kresek kecil berwarna hitam, lalu diselingi

banyak anak-anak kecil dengan sepeda untuk belajar mengaji di masjid

setempat. Waktu itu, dipenuhi pula oleh para pekerja yang telah

menyelesaiakan jam kerjanya sejak pagi, kadang ia pulang sedikit malam

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 95: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

83

untuk mengobrol dengan temannya di warung sambil membeli makanan

untuk keluarganya di rumah, tampak akrab saat pulang bersama, di antara

riuhnya lalu lalang itu adalah Bu Eni dan Mbak Reni, ketidaksengajaan yang

mempertemukan mereka di lain waktu, setelah hampir bertemu setiap Bu

Eni sedang berangkat ke pabrik.

Gambar 18.. Mobilitas perjumpaan di tengah komodifikasi waktu177 Sumber: Dokumentasi penelitian

Setelah petang, lalu lalang berganti dengan para pencari makan di

warung-warung sekitar, untuk makan di tempat atau dibawa pulang bersama

anak atau keluarganya. Mobilitas berangsur-angsur surut ketika malam tiba,

terlebih ketika waktu telah menunjukkan pukul (21.00-22.00) lalu lalang

akhirnya beristirahat.

177 Ibu Tris (kanan)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 96: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

84

Ritme mobilitas di Bandarharjo berjalan beriringan dengan ritme

dominan. Saat berada di dalamnya, bentuknya tidak tunggal, diwarnai

dengan kebebasan yang tercipta dengan perjumpaan yang di dalamnya, bisa

ditentukan secara pribadi. Berada di luar mobilitas dominan, ia bisa menjadi

ruang baru bagi persinggahan. Pendek kata, mobilitasnya tidak sepenuhnya

mandiri dari mobilitas dominan, tetapi ia masih memegang faktor kunci yang

bebas dari dominasi.

Gambar 19.. Ketenangan malam yang menandai akhir mobilitas Sumber: Dokumentasi penelitian

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 97: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

85

D. Alam

Hari belum pagi benar di Kampung Kota Bandarharjo, namun Pak Ran

sudah mengantarkan barang dagangan Bu Tari ke pasar. Setelah usai, ia

masih sempat mengobrol di sekitaran pasar, bersama sesama kawannya yang

juga tukang becak di pertigaan pasar itu, karena hari masih fajar, Pak Ran

masih punya banyak waktu untuk mengobrol dan berkumpul dengan teman-

temannya, sembari menunggu permintaan mengangkut belanjaan. Pak Ran

yang kini sudah cukup tua, terbiasa berangkat lebih pagi, baginya itu

memberikan jeda waktu yang cukup untuk beristirahat, juga agar tidak

tergesa-gesa dalam bekerja. Mengawali di waktu yang lebih pagi bagi Pak

Ran, membuatnya bisa memilih pulang lebih cepat dan menggunakan

waktunya setiba di rumah untuk beristirahat.

Gambar 20.Waktu alam adalah irama awal ritme di Bandarharjo Sumber: Dokumentasi penelitian

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 98: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

86

Waktu, bagi warga di Kampung Kota Bandarharjo adalah waktu

seturut alam, tidak hanya menuruti waktu kronologis yang sudah ditentukan,

tapi memiliki kebebasan untuk menjalankan yang mana.

Mbak Reni terlihat terburu-buru pulang ke rumah, sembari

menggendong anaknya, padahal hari masih pagi. Waktu baru menunjukkan

pukul 07.30, Mbak Reni kebetulan berpapasan dengan Bu Eni yang kebetulan

juga berjalan kaki untuk segera berangkat kerja ke pabrik. Mbak Reni adalah

Ibu Rumah Tangga, seorang ibu muda yang beranak satu. Pukul 7.30

sebenarnya adalah waktu menjemur pakaian yang menumpuk di rumah hal

itu rutin dilakukaannya,, karena Mbak Reni lah yang berkewajiban mencuci

semua pakaian penghuni di rumahnya, sehingga harus terburu-buru pulang

saat itu, usai membelikan jajanan kesukaan anaknya dari warung, maklum

anaknya sejak pagi rewel, karena permintaannya belum terpenuhi.

Waktu adalah jamak di Bandarharjo, bukan rutinitas tunggal yang

sudah ditentukan, sekalipun itu tidak sama dengan waktu mayoritas orang

bekerja, tetaplah itu hidup yang berkebebasan.

Gambar 21.. Aktivitas rumah tetangga setara dengan waktu bekerja Sumber: Dokumentasi penelitian

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 99: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

87

Mas Taslim, adalah tetangga Pak Jatman, yang sama-sama bekerja di

pelabuhan. Memasuki sore hari, Mas Taslim terlihat berjalan terburu-buru

kembali ke tempat kerja, setelah siangnya, sambil bekerja serabutan, ia

mengumpulkan seikat besar tanaman untuk pakan ternak di rumahnya, dan

ia akan kembali pulang lagi saat bongkar-muat di pelabuhan sudah

berkurang saat malam hari, namun pembagian waktu kerja itu tak tentu

baginya, bia kapal yang perlu dibongkar-muat tiba-tiba datang, tak jarang ia

harus pulang tengah malam, bahkan bisa berlangsung hingga 2 hari ke depan.

Aktivitas warga Bandarharjo bergantung waktu alam, rutinitas waktu

kronologisnya berada di bawah waktu alam, sehingga waktu hariannya

secara kronologis dikendalikan waktu alam.

Gambar 22.. Waktu alam menjadi pedoman waktu kronologis kerja yang tak rutin Sumber: Dokumentasi penelitian

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 100: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

88

Bu Eni adalah seorang pekerja di pabrik tekstil yang letaknya tak

berjauhan dengan Kampung Kota Bandarharjo. Dia berangkat kerja setiap

hari Senin-Jumat. Kadang Sabtu pun juga masuk, bila mendapatkan jatah

untuk lembur wajib. Ia pulang sekitar sore hari jam 17.00 sampai 19.00,

dengan berjalan kaki, sambil sekalian membeli lauk untuk makan malam.

Pulang baginya bukanlah tentang kembali pulang seusai bekerja yang tanpa

makna, melainkan rekreasi melalui banyak perjumpaannya di jalan,

berjumpa dengan sesama tetangga yang sama-sama mencari lauk, bercakap-

cakap, sambil sesekali duduk melihat kecerian dan keseruan antrian para

warga yang ingin naik kereta mini. Hal yang menyenangkan bagi Bu Eni,

ketika pulang bila ada tetangganya yang kebetulan berarah sama, seperti

disambut setelah seharian bekerja rasanya. Berangsur-berangsur, ritme

Bandarharjo menurun, seiring waktu semakin malam. Memasuki jam 22.00,

jalanan kampung sudah sepi, para warga sudah beristirahat.

Gambar 23. Waktu kronologis menjadi sekunder, karena waktu alam dihidupi Sumber: Dokumentasi penelitian

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 101: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

89

Di hari libur, situasi semacam itu, tidak tampak di Kampung Kota

Bandarharjo. Suasana terlihat begitu lengang sejak pagi, tidak ada aktivitas

penuh gairah. Tidak banyak lalu lalang orang dewasa untuk bepergian saat

hari libur, kelihatannya hanya anak-anak yang tampak menikmatinya.

Mereka biasanya akan bersepedaan dengan teman-teman mereka di

sekitaran kampung, atau kadang mereka juga bersepeda sampai sekolah.

Iseng ingin melihat sekolah mereka saat hari libur, juga karena terbersit

kerinduan untuk bersekolah kembali, tidak tahan rasanya untuk berjeda

meski sebentar. Sekolah, bagi Revi selalu menawarkan hal yang

menyenangkan, sedangkan hari libur, seperti mau membatasi

kesenangannya. Revi biasanya sudah membuat janji dengan teman-temannya

untuk bersepeda, mereka akan bergegas berangkat mengenakan sepatu serta

baju olahraganya atau sekedar baju bebas. Aktivitas Revi dan teman-

temannya membuat hari libur tampak sebagai sambilan yang menarik,

apalagi Bagus dan kawannya biasa mengajaki teman-teman Revi ikut

memancing di pelabuhan, di sana mereka akan bertemu banyak orang

dewasa yang juga memancing.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 102: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

90

Gambar 24. Hari libur adalah kesibukan mencari aktivitas pengganti yang serupa hari biasa Sumber: Dokumentasi penelitian

Hari libur di Bandarharjo, adalah waktu bagi penampakkan sisi lain

ruang dan diri mereka, semacam seruan untuk memperhatikan diri, karena

waktu lengang membuat mereka berpikir kembali terhadap apa yang harus

dilakukan untuk mengisi hari, karena ketiadaan pendorong berupa gairah,

membuat mereka merasakan kemalasan. Kenangan akan hari-hari penuh

aktivitas padat namun kaya perjumpaan yang menggairahkan, akhirnya

membayangi mereka, mendorong, lalu mendesak agar segera bergegas

kembali bekerja di hari Senin,

Alam di Bandarharjo kurang bersahabat, cuaca di sana begitu panas,

bahkan ketika belum memasuki waktu siang hari. Menghadapi hal itu, warga

Bandarharjo lebih memilih beraktivitas di dalam rumah, jika harus

beraktivitas di luar, mereka melakukannya di tempat yang teduh.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 103: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

91

Hari yang terik untuk Ibu Win, ketika dia harus mencari kebutuhan

dapur untuk keperluan masak siang ini.warung tempatnya membeli tidak

begitu jauh dari rumahnya, bisa ditempuh dengan berjalan kaki selama 5

menit, namun ketika ia pergi, harus menggunakan payung. Baginya, lima

menit sudah cukup membuatnya merasa kepanasan dan tidak nyaman. Revi

dan temannya pun merasakan hal serupa, usai pulang sekolah jam 10.00

pagi, menyusuri jalanan di Bandarharjo sudah cukup panas, tapi mereka

tinggal menggunakan tas mereka untuk menutupi kepala mereka guna

menghalau panas matahari. Lain halnya dengan Bu Sum dan Bu Pin, ketika

menghadapi panas terik, mereka malah memilih duduk lesehan di bawah

keteduhan bayangan, mungkin tetap tinggal di dalam rumah malah

membuatnya merasa lebih panas.

Meski cuaca panas di Bandarharjo menyulitkan warganya,mereka

punya cara mencipta keadaan baru yang solutif, seakan keadaan yang

menyulitkan itu menajdi tidak terlalu berarti. Tak jauh berbeda dengan

musim hujan di sana. Hujan ringan hingga intensitas sedang sangat

menyejukkan suasana Banjarharjo yang sedang riuh menjadi tenang, namun

bila hujan sangat deras, banyak aktivitas tersendat dan banjir genangan

melanda.

Siang hari menjelang sore, suasana panas masih terasa di

Bandarharjo, sebelum akhirnya gerimis turun membawa kesejukan. Hari itu

adalah hari Senin, waktu berkumpul anak-anak di jalanan sambil menunggu

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 104: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

92

waktu datangnya kereta mini, ia juga adalah waktu peralihan, dari jam kerja

menuju kesenggangan di kampung kota Bandarjarjo. Jalanannya akan

dipenuhi lalu lalang orang pulang kerja, anak-anak bermain, serta pedagang

keliling. Pendek kata, itu adalah waktu puncak di Bandarharjo dengan segala

gairahnya. Hujan ringan yang mendadak turun langsung menghempas debu,

menjadikan jalanan tampak bersih, temperatur menurun drastis, angin yang

dibawanya menyejukkan. Seketika, jalanan yang ramai menjadi kalang kabut,

sibuk mencari tempat teduh, akhirnya keriuhan senyap, menjadi ketenangan.

Mennyaksikan kondisi itu, orang-orang tampak puas, sambil duduk di teras

atau di dalam rumah, mensyukuri hujan yang sempat terjadi, lalu telah reda

Kondisi itu begitu memberi pengaruh signifikan pada kenyamanan

penghuni Bandarharjo, mengingat ketika laut sedang pasang dan hujan yang

turun tak kunjung reda, mengakibatkan banjir rob yang berdampak

penggenangan air cukup lama di sana.

Bu Marni yang merupakan pemilik warung di Bandarharjo, memiliki

satu warung kaki lima di pinggir Jalan Yos Sudarso. Ketika hujan turun tanpa

henti, warungnya pasti tergenang air setinggi tumit hingga betis.

Genangannya belum tentu akan hilang semalaman, dan hal itu sudah

dialaminya bertahun-tahun. Berdiri adalah mode yang harus dijalaninya

sepanjang waktu, ketika harus melayani pelanggannya. Melayani dengan

berdiri dan kaki terendam air tentulah sangat menyulitkan, mobilitas

terganggu, dan kaki menjadi kedinginan sepanjang malam. Akhirnya, Bu

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 105: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

93

Marni memilih untuk menggunakan sepatu bot plastik anti-air, yang sering

digunakan petani untuk bekerja. Mengenakannya, membantu dirinya

terbebas genangan air yang membuatnya dingin dan membuatnya lincah

bergerak untuk mengambilkan dan membuatkan makanan pesanan

pelanggan, tanpa terintangi genangan air. Sesekali kakinya merasakan letih

juga, mengenakan sepatu bot itu, karena beratnya ayunan kaki yang harus

ditahan saat berjalan, sehingga ia duduk di atas kursi atau mencari jalan yang

tak terkena genangan untuk melepas sepatunya dan sejenak beristirahat.

Akhirnya, penghuni kampung kota Bandarharjo hidup dengan

memiliki ritme kerja rutin yang serupa kota besar, namun bisa juga tak

memilikinya, tetapi itu bukan hal yang dirasakan bertentangan dan saling

menegasi dengan waktu alami. Ritme kerja yang membentuk waktu

kronologis dan sebaliknya, masih tetap berada dalam waktu alami, dan dari

situlah alam masih di alami menurut siklusnya. Membentuk hidup mereka

seturut alam, masuk pada aspek yang memberikan mereka gairah serta masa

istirahatnya, dalam siklus silih berganti, beserta segala adaptasi dan

penciptaan ruangnya, sehingga hidup tetap nyaman dijalani, meski berjumpa

keterbatasannya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 106: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

94

Gambar 25. Cuaca panas yang menyulitkan berubah sejuk ketika gerimis, hingga akhirnya menimbulkan genangan178 Sumber: Dokumentasi penelitian

178

Siklus alam yang sangat berpengaruh pada para penghuni Bandarharjo yang membawa keengganan hingga pengatasannya

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 107: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

95

BAB IV

Ritmeanalisis: Upaya Mencari Lokus Geo Ritme

Representasi kampung kota oleh Ilmu Geografi cukup bermasalah,

karena melihat kampung kota sebagai sebab pada dirinya, tanpa

mengaitkannya dengan faktor dominan yang turut membentuknya, yaitu:

ekonomi neoliberal. Representasi macam itu terjadi, ketika penelitian Ilmu

Geografi harus berbicara secara sahih dengan didukung paradigma dominan

yang otoritatif maupun legitimatif, melalui teori hegemonisnya tentang

kampung kota. Penyimpangan terhadap teori hegemonisnya, menyebabkan

kesahihan penelitian Ilmu Geografi, dan berakibat tidak diterimanya

representasi Ilmu Geografi sebagai hasil penelitian yang otoritatif dan

legitimatif dalam membicarakan kampung kota di Indonesia.

Memenuhi prasyarat dasar itulah, Ilmu Geografi lantas

merepresentasikan kampung kota secara negatif, sebaga penurunan

permukiman normal, secara keruangan, lalu menurunkan karakter

penghuninya dari sana. Penurunan kualitas permukiman normal pada

kampung kota dibicarakan sebagai kejejalan bangunan fisik kampung kota,

akibat kemampuan praktik ruang mereka yang terbatas. Perpindahan

penduduk ke kota, sebagai jalan ekonomi mereka, ditengarahi telah

memperpadat ruang kota, sehingga kemampuan ekonomi mereka yang

terbatas, membuat mereka menjarah lahan kota dan menjadikannya ruang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 108: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

96

yang tidak layak huni. Ruang sebenarnya bukan hanya suatu latar bagi

ekonomi neoliberal, melainkan ekonomi neoliberal terjadi di dalam dan

melalui ruang, menyangkut relasi kuasa dan otoritas pemroduksi ruang, baik

secara nyata maupun imajinya lewat representasinya [menurunkan stigma

pusat-pinggiran, lalu kelas sosial (elit-rendahan hingga pertentangan kelas)

(kuasa mendefinisi dan mengobyekkan pada lingkup sosial sampai

penguasa)] kemudian menentukan siapa yang berhak atau tidak menempati

ruang. Melalui nalar ini, sebenarnya Ilmu Geografi mampu untuk tidak

melihat kampung kota sebagai sebab dari dirinya sendiri, tetapi ada relasi

kuasa yang membentuknya, termasuk disiplin ilmu yang boleh jadi menjurus

penyetujuan ekonomi neoliberal, sehingga bisa berandil dalam menentukan

siapa yang berhak dan tidak berhak menghuni suatu ruang.

Masalah turunan yang selanjutnya datang dari representasi yang tidak

kritis terhadap kapitalisme ini adalah narasi mengenai penghuni kampung

kota. Narasi penghuninya (sebagaian buruk, seperti: kriminal dan acuh

secara politis), diturunkan sepihak, sebagai konsekuensi logis dari

representasi minor kampung kota. Dengan kata lain, ia adalah karakter

terberi dari sifat keruangannya yang merupakan penurunan kualitas dari

permukiman normal (yang dimaksud adalah permukiman kelas menengah).

Pembicaraan seperti itu, tentu abai terhadap pengalaman ruang para

penghuni sendiri, dalam mengalami ruangnya, lepas dari representasi Ilmu

Geografi yang belum kritis terhadap komodifikasi ruang. Pengabaian

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 109: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

97

terhadap pengalaman ruang para penghuninya sebagaimana mereka

mengalaminya, bisa menjurus pada sikap tidak manusiawi disiplin Ilmu

Geografi, karena di hadapan komodifikasi ruang, Ilmu Geografi belum

melahirkan antagonisme terhadapan peminoran warga kampung kota

sebagai korban yang disisihkan dari hak ruangnya, karena komodifikasinya.

Ruang yang disesuaikan dengan kepentingannya saja dan dinilai hanya

melalui nilai tukar dan nilai tambah bagi keberlangsungan mereka

(komodifikasi).

Representasi Ilmu Geografi dengan cara ini, sebenarnya baru sampai

pada ruang pertama179, yang baru menyentuh praktik ruangnya saja. Belum

sampai pada ruang kedua yang mempertimbangkan secara kritis mengenai

paradigma dominan sebagai landasan representasinya, juga ruang ketiga,

sebagai pengalaman ruang oleh penghuninya, sebagaimana mereka alami.

Keterbatasan penembusan lapisan ruang itulah yang menjurus ketidakadilan

representasi, karena masih mendefinisi dari atas, bukan mengerti dari bawah

beserta relasi kuasa yang menudukkannya.

Komodifikasi menundukkan ruang seturut nilai tukar dan nilai

tambahnya serta menguntungkan (ruang tidak dipandang dalam kapasitas

manusiawinya, melalui interaksi, juga relasi antar-manusia yang melahirkan

karakter ruang), menudukkan penghuni ruang melalui ritme ciptaannya (jam

kerja, jam tidur–bangunnya, sibuk-senggang, liburan–kerja, menjadi

179 David Harvey, (2009), Sosial Justice and The City, The University of Georgia: US, hal.9

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 110: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

98

pedoman jam transportasi) menjadi linear seturut kepentingan dirinya

(misal:liburan dihabiskan dengan konsumsi wisata, sama saja nilai tambah

dari kesenggangan manusia diambil komodifikasi, tanpa menyisakan untuk

diri manusia sendiri, di luar kapitalisme). Kehidupan berubah linear sebagai

akibat komodifikasi, tidak lagi siklis seturut alam, sehingga mengakibatkan

frustrasi.

Penundukan itulah yang mampu mendorong kekritisan Ilmu Geografi

dengan bantuan ritmeanlisis, untuk melihat narasi penghuni kampung kota

Berangkat dari hal-hal itulah, persoalan ketidakadilan representasi

Ilmu Geografi dipertajam dengan rumusan masalah: bagaimana penghuni

kampung kota menghayati ruang mereka sendiri bila dibaca dari ritme hidup

yang dibentuk kapitalisme melalui aspek tempat, mobilitas, tubuh, dan alam

melalui ritmeanalisis?, serta bagaimana pendekatan Ilmu Geografi yang lebih

berkeadilan dan kritis terhadap kapitalisme dalam memandang kampung

kota ini?

Menjawab pertanyaan rumusan masalah pertama, dilakukan melalui

analisis data ritmeanalisis di Bab III, yang dilakukan di Kampung Kota

Bandarharjo, Kecamatan Semarang Utara. Masing-masing aspek ritmeanalisis

(tempat, mobilitas, tubuh dan alam) dibongkar narasinya, lewat kegiatan

yang mereka lakukan sebagai bentuk polivokalitas penelitian ini,

dikontraskan dengan hal yang diingini kapitalisme pada keempat aspek ini

(tempat, mobilitas, tubuh dan alam) demi keuntungan mereka.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 111: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

99

A. Ritmeanalisis Tempat: Membongkar Komodifikasi Ruang

Ritmeanalisis digunakan untuk mengembangkan analisis yang lebih

kaya, dan menyeluruh menyangkut pengalaman manusia mengenai waktu

(ritme). Terkait dengan ruang sebagai lokusnya, ia digunakan untuk

memahami struktur dan proses pembentukannya, yang dipengaruhi banyak

hal berkenaan dengan pengulangaannya dalam kategori: mobilitas, alam,

tempat dan tubuh yang membentuk individu serta kelompok sosial

tertentu.180 Ritme ini, dalam masyarakat kapitalis banyak dibentuk oleh

komodifikasi menyangkut ritme yang rutin dialami secara harian, mingguan

atau temporal dalam suatu ruang, yang berjejaring dengan: masalah

globalisasi, informasi, ekonomi dan teknologi .181

Membicarakan Kampung Kota Bandarharjo sebagai praktik ruang di

Semarang akan lemah posisinya, di level wacana maupun legalitasnya,

mengingat praktik ruang yang “seharusnya” ada di sana adalah Kawasan

Industri Kota Semarang (Tanjung Emas) bersama 10 Kawasan Industri lain

(Kawasan Industri Wijaya Kusuma, Tambak Aji, Bukit Semarang Baru, Candi,

Simongan, Setya Budi, Terboyo, Genuk, Nyonya Meneer dan Penggaron),182

dan telah sesuai dengan Perda Kota Semarang No.14 tahun 2011 Tentang

Tata Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang Tahun2013-2031,

180 Henry Lefebvre, (2004), Rhythmanalysis: Space,Time and Everydaylife, Continuum: London, hal.2-3 181 Ibid., 182 Arifandi Djayanegara, (2013), Skripsi, Evaluasi Kesesuaian Lahan untuk Kawasan Industri Besar di Kota Semarang, Jurusan Geografi Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang: Semarang, hal.90

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 112: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

100

sehingga keberpihakannya pada praktik komodifikasi ruang akan lebih

besar.

Kampung Kota Bandarharjo memiliki banyak bangunan yang semakin

hari makin turun dari permukaan tanah, karena proses amblasan yang

terjadi dan banjir rob. Kondisi itulah yang menyebabkan lalu lalang truk

pengangkut material, bolak-balik ke Bandarharjo, mengirimi material

bangunan, untuk membangun rumah. Lalu lalang truk pada jalanan

Bandarharjo yang kecil, menciptakan ritme arrhythmia183 yang berupa

continuous-discontinuous184 ,sedikit menghambat lalu lintas di sana. Ritme

serupa (arrhythmia yang berupa continuous-discontinuous) terjadi ketika

mobil melintas, hal itu sekaligus menunjukan bahwa ruang Bandarharjo yang

dikecam oleh beberapa pihak, pun bisa menguntungkan pihak lain dalam

mencari hunian murah.

Ketika sore, jalanan Bandarharjo akan dipenuhi ritme eurhythmia185,

Pedagang keliling yang bebas menjajakan dagangannya (bakso, bakpao, sate ,

bubur ayam), akan bergantian melintas, dengan caranya yang khas

menawarkan dagangannya, ia adalah rupa ritme repetition and difference186.

Hal lain yang hampir serupa adalah kereta mini yang melintas mengelilingi

183 Ritme yang membuat tidak kerasan 184 Ritme yang terus berlangsung (lalu lalang truk) tetapi bisa menghentikan ritme lain yang berlangsung (lalu lalng kendara para penghuni) 185 yaitu: ritme yang harmonis, nyaman dan membuat betah 186 Berulang lalu lalang pedagangnya, tapi berbeda barang dagangannya

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 113: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

101

(mechanical and organic)187 Bandarharjo, suatu situasi yang dinanti banyak

orang (eurhythmia) bersamaan dengan ritme istirahat dan rekreasi

(mechanical and organic) mereka usai bekerja dan kegiatan lain (cyclic and

linear). Mereka tumpah ruah di jalanan, antara orang tua dan anak-anak

mereka, beserta para warga lain yang sekedar ingin berkumpul (discovery

and creation188).

Selain hal itu, jalanan punya peran sentral bagi banyak ritme

(polyrhythmia) di Bandarharjo, baik yang membuat kerasan (eurhythmia)

atau tidak (arrhythmia). Salah satunya fungsi jalanan menjadi ruang publik

akibat perjumpaan spontan mereka di jalan (discovery and creation) sehingga

mereka bisa berhenti begitu saja dan mengobrol dengan santai (eurhythmia).

Perjumpaan yang spontan, penuh interaksi akhirnya mengubah fungsi jalan

menjadi ruang publik, sehingga untuk mengakomodasinya, jalanan menjadi

penuh dengan kursi berjajar di pinggirnya. Perjumpaan-perjumpaan itu

akhirnya mengalami semacam “pembakuan” ketika mereka bertemu di

warung (penuh interaksi ,misal :candaan dan permintaan tolong pemesanan)

(discovery and creation), dengan tempat yang lebih permanen (eurhythmia).

Bahkan ketika ritme berubah menjadi arrhythmia karena genangan air banjir

187 Mengacu pada persamaan dan perbedaan yang menciptakan ritme, sebuah pemahaman ritme yang dibangun oleh Lefebvre melalui ritmeanalisis 188 Suatu ritme selalu mengandung dualitas “ persamaan” dan “perbedaan” dalam pengulangannya sebagai kesatuan, pada aspek discovery-creation, ia repetitif, tapi mengandung pemaknaan yang merasuk dalam hidup para penghuni dan sentral perannya, serta tidak berhenti pada wujud luar yang mekanis dan terberi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 114: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

102

rob dan hujan deras (cyclic and linear), mereka beradaptasi dengan

mengenakan sepatu bot anti-air.

Komodifikasi mereduksi ruang menjadi nilai tukar dan nilai tambah

yang berguna bagi dirinya, lalu menjadikan para penghuni ruangnya sebagai

instrumen bagi reproduksi kapitalisme, dengan mengarahkan jenis interaksi

mereka ke dalam ruang seturut jam kerja saja (mengingat jam kerja adalah

cara kapitalisme beroperasi secara dominan yang menurunkan ritme

turunan dari sana).

Perlakuan kapitalis macam itu, menebalkan interaksi manusia dengan

ruang pada ruang-ruang terbatas sesuai ritme kerjanya, yang diarahkan pada

konsumsi. Ruang sebagai nilai lebih bagi kapitalis (komodifikasi),

menghilangkan fungsi waktu pada ruang, kecuali dalam hal pekerjaan, 189

Komodifikasi mereduksi waktu menjadi hal-hal yang bertautan dengan

pekerjaan saja, lalu waktu menjadi sebatas jadwal dan hari kalender.190

Setelahnya, ruang yang dihilangkan dari waktu, menjadi pabrik atau mesin

bagi komodifikasi, ia berubah sebagai objek konsumsi.

Orang-orang Bandarharjo, memperlakukan ruang bukan sebagai latar

belaka, mereka turut mencipta aktif ruang mereka dengan interaksi manusia

tanpa batas ruang, pendek kata tidak membedakan secara khusus sesuai

189 Henry Lefebvre, (2009), State, Space, World, University of Minnesota Press: Minneapolis, hal.186 Ibid.,hal.186

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 115: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

103

tujuan komodifikasi. Jalanan bukan semata-mata untuk kelancaran

komodifikasi ruang, melainkan ia malah menjadi ruang publik akibat cara

mereka hadir pada ruang (jalanan) mereka, bahkan bagi para penghuni yang

berada pada ritme terkomodifikasi, karena waktu pulang kerja mereka (saat

sore hari) bisa menjadi rekreasi, bersamaan dengan para penghuni yang

tumpah ruah akibat kereta mini.

B. Ritmeanalisis Mobilitas: Kebebasan Pilihan Mobilitas

Komodifikasi menginginkan semua jenis ritme melayani dirinya,

menyangkut ketepatan dan efektivitas waktu jam kerja, karena upah pekerja

ditentukan dari sana.191 Pada gilirannya berimbas pada penggunaan

transportasi dan kecepatan lalu lintas, juga masalah waktu libur yang

diselaraskan dengan komodifikasi seperti konsumsi dan wisata untuk

menyegarkan diri , agar bisa kembali bekerja.192

Mobilitas di Kampung Kota Bandarharjo, berada di dalam maupun di

luar ritme termodifikasi. Pertemuan kedua ritme tidak saling berbenturan,

tetapi saling bernegosiasi bahkan saling mengakomodasi, manakala ia

dirasakan sebagai ritme dalam mobilitas termodifikasi yang melelahkan.

191 Henry Lefebvre, (2004), Rhythmanalysis: Space,Time and Everydaylife, Continuum: London, hal.99 192 Ibid.,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 116: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

104

Pak Sopyan adalah seorang pengayuh becak, ia harus berangkat kerja

lebih awal (arrhythmia), setiap fajar (repetition and difference; mechanical

and organic;)193, untuk mengantarkan dagangan para pedagang pasar, yang

beroperasi sebelum ritme dominan (ritme kerja termodifikasi) dimulai, guna

mencukupi kebutuhan para pekerja pada ritme itu. Bagi Pak Sopyan, meski ia

berada di dalam ritme termodifikasi, ia tetap bebas memutuskan waktu

bekerja (discovery and creation), berangkat lebih pagi di usianya yang senja

adalah pilihan tepat194, karena Pak Sopyan bisa beristirahat setelahnya, pada

pukul 09.00-10.00, ia sudah bisa berada di rumah195 (eurhythmia). Mobilitas

serupa dialami Riska dan Pak Jatman. Riska adalah pekerja sektor swasta,

meskipun ia terlambat waktu (mechanical and organic), ia masih bisa

berbelanja ke warung dulu (eurhythmia), sebelum bekerja, sedangkan Pak

Jatman, bisa pulang sebentar di tengah jam kerja (mechanical and organic);

(eurhythmia), untuk mengambil ketinggalan barang.

Komodifikasi waktu, di jam produktif (10.00-12.00), Kampung

Bandarharjo, tak luput dari mobilitas arrhythmia, karena seeorang tidak

masuk dalam ritme termodifikasi, seperti yang dialami Jefri. Ia belum

bekerja, dan terlihat mondar-mandir di jalanan mencari kawan untuk

mengatasi ketidaknyamanan dirinya (mechanical and organic). Jefri akan

193 Ia adalah ritme repetitif mekanis sebagai waktu kerja, tetapi organis terhadap waktu alam 194 bukan semata mengejar waktu memenuhi kebutuhan para pekerja pada ritme kapitalis saja, tapi masih bisa melebihkan waktu dengan itu, sehingga masih bisa berkumpul dan mengobrol dengan teman sesama pengayuh becak 195 Berada di luar ritme kapitalis, bebas memutuskan dan bisa beristirahat

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 117: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

105

sangat terbantu ketika bisa duduk di warung, lalu diajak berbicara, atau

berinteraksi dengan siapapun di jalan dan duduk lama.

Pada waktu sore hingga petang hari, ketika ritme kerja berakhir. Di

Kampung Kota Bandarharjo ritme itu tidak berhenti dengan istirahat, tetapi

berpautan, saling mengisi dengan kegairahan. Bu Eni adalah pekerja pabrik

tekstil, sore hingga petang hari adalah waktu pulang baginya, ia terlihat

kecapekan (arrhythmia), tapi ia akan sangat senang (eurhythmia) ketika

pulang dan berpapasan dengan para tetangganya yang riuh menanti kereta

mini, jika ia pulang agak terlambat karena mencari lauk, ia pun masih bisa

berpapasan dengan para ibu lain yang sama-sama mencari lauk seperti

dirinya dan bisa pulang bersama (discovery and creation).

C. Ritmeanalisis Tubuh: Pernyataan Kuasa Performativitas Tubuh

Identitas tidak begitu saja diperagakan dalam ruang (performed in

space), tapi merupakan sebuah implikasi dari produksi ruang sosial hasil

kontestasi proses performatif196, sehingga identitas tidak bisa dibayangkan

dari agensi sadar manusia, tapi lebih pada hal yang dibangun melalui “praktik

wacana menubuh-subyek” (discursive and bodily enactment of subjectivity),

efeknya menjadi ruang yang performatif.197

196 R. Michael Glass & Rose Reuben Redwood (ed), (2014), Performativity, Politics, and the Production of Social Space, Rouledge: New York, hal.15 197 Ibid.,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 118: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

106

Praktik wacana yang sudah menubuh” tertentu (spesific performance)

turut menghadirkan ruang performatif sebagai bentuk perlawanan terhadap

definisi dari relasi kuasa tertentu, sekaligus menunjukkan kegagalan rezim

pendisplinan dalam membentuk mereka sebagai subjek.198

Pendekatan performativitas digunakan dalam hal ini sebagai cara bagi

suatu ritme hidup menjadi performatif bagi subjek dan ruangnya dalam Ilmu

Geografi, untuk memindahkan perhatian pada representasi tekstual Ilmu

Geografi, kepada praktik wacana yang menubuh secara ketubuhan

(corporeality of embodied practices).199 Penekanan pada hal ini berdampak

pada kemungkinan untuk berwacana secara mandiri dan aktif melalui

praktik wacana dari tubuh.

Tubuh, dalam suatu ruang seringkali ditentukan oleh ritme dominan,

dan tidak memberikan kemerdekaan tubuh, saat ritme berlainan

dirasakan.200 Lain halnya di Kampung Kota Bandarharjo, dimana ruang

dengan ritme beragam bisa dirasakan tubuh dan memiliki kemerdekaannya

sendiri tanpa menegasi.

Mbak Reni tidak berada dalam ritme termodifikasi (continuous and

discontinuous) seperti Bu Eni, tapi pada jam yang sama ketika Bu Eni tergesa

untuk berangkat, Mbak Reni juga tergesa untuk pulang, mengerjakan

pekerjaan rumah tangganya (eurhythmia). Ritme Mbak Eni adalah suatu 198 Ibid.,hal.16 199 Ibid.,hal.17 200 Tim Edensor (ed), (2010), Geographies of Rhythm: Nature, Place, Mobilities and Bodies, Ashgate E-book: USA, hal.84

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 119: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

107

tindak performatif tubuh yang memiliki kemerdekaan, menjadikannya suatu

pernyataan yang menegaskan bahwa tubuh di Kampung Kota Bandarharjo,

tidak hanya dibentuk secara tunggal oleh ritme dan ruang kapitalis di mana

ruang dominan Kota Semarang, disahkan sebagai kota industri.

Pernyataannya tidak menegasi dengan perlawanan, tapi hanya perlu

melakukan kegiatan yang menggairahkannya201 di tengah ritme

termodifikasi, tanpa ketergesaannya, Mbak Reni pastilah resah, karena ia

tidak berkegiatan seperti Bu Eni yang menjadi contoh ideal di ritme

termodifikasi.

Ruang di Kampung Kota bandarharjo begitu sempit dan bercuaca

sangat panas (arryhthmia). Menyiasati hal itu, mereka tinggal meneduh di

bawah bayangan rumah (seperti Bu Pin dan Bu Sum), mengenakan payung

untuk bepergian seperti Bu Win, atau tinggal beradaptasi dengan respon

spontan tubuh seperti Revi dan kawannya, dengan menaikkan tas ke ujung

kepala untuk menghalau panas202.

Dalam ruang sempit dan panas, tubuh mereka masih berinteraksi,

mencipta ruang publik dalam setiap percakapan dengan tubuh yang bebas,

santai juga spontan203 (eurhythmia). Hal itu terjadi ketika Bu Yati dan Bu

Ratih yang kebetulan bertemu seusai mengantar cucunya dari sekolah dan

201 Mengerjakan pekerjaan rumah tangga; barangkali hal yang diremehkan masyarakat kapitalis, karena tidak bernilai tukar. Kenyataannya, Mbak Reni begitu bersemangat pulang untuk melakukannya. Apabila tidak menggairahkan, untuk apa tergesa pulang? 202 Bersamaan membentuk ritme dalam rupa (cyclic-linear juga discovery-creation) 203

Bersamaan membentuk ritme dalam rupa (cyclic-linear juga continous-discontinous) karena tidak terjadi setiap saat, hanya dalam spontanitas.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 120: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

108

langsung turun dari sepedanya, dan langsung mengobrol di jalanan. Kondisi

serupa, juga dialami Bu Nar ketika bertemu teman suaminya dan harus

membicarakan hal penting, sehingga langsung berjongkok berdua di jalanan

untuk membahasnya.

Tubuh mereka saangat bebas, berada di dalam maupun di luar ritme

kapitalis komodifikasi waktu, ia tetap bisa lincah mencari titik temu, sehingga

menggairahkan tubuh serta selaras dengan ritme siklis alam. Hal itu

ditunjukkan oleh tubuh Mbak Eni, saat sore hingga petang hari yang letih,

sepulang dari pabrik , namun bergairah dengan perjumpaan dengan tubuh-

tubuh lain, tatkala sore itu mereka menanti kereta mini, bersama dengan

tubuh-tubuh yang antusias mengajak anak-anak mereka ke sana, usai mandi,

merias diri serta berbalut busana kekinian. Malamnya, pada pukul 22.00,

tubuh mereka beristirahat , sehingga jalanan sudah tampak sunyi tanpa

aktivitas.

D. Ritmeanalisis Alam: Kondisi Selaras Waktu Alam

Komodifikasi ruang hanya menginginkan waktu linear, dari ritme

yang dibentuk untuk keuntungannya, sehingga berakibat ketidakselarasan

waktu dengan alam204. Kondisi itu berakibat insomnia dan frustasi, karena

waktu biologis yang berperan penting menjaga kondisi tubuh sudah hilang,

204

Tim Edensor (ed), (2010), Geographies of Rhythm: Nature, Place, Mobilities and Bodies, Ashgate E-book: USA, hal.84

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 121: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

109

ketenangan alaminya harus diganti dengan kenikmatan konsumtif205 (nilai

lebih bagi kapitalis). Pak Ran, Mas Taslim dan Pak Jatman, mereka bekerja

mendahului waktu yang sudah termodifikasi, untuk membantu mencukupi

kebutuhan mereka di waktu produktif kapitalis. Mereka tampak berjalan dan

mengayuh dengan antusias dan semangat (eurhythmia), meski dari sisi

komodifikasi, mereka terlihat mendahului waktu206, namun ia tetap

menggunakan waktu biologis mereka, kekurangan juga kelebihannya, bagi

mereka sendiri dengan bebas menikmatinya, melalui istirahat di rumah atau

berinteraksi dengan rekan sejawat mereka. Keselarasan waktu siklis alam

Pak Jatman dalam keserabutan waktu kerja kronologisnya, adalah bukti bagi

pemberian kesan awal dan akhir yang dilahirkan dari dirinya sendiri. Waktu

yang linear, tidak memberikan rasa awal dan akhir dari diri manusia itu

sendiri, tapi dari luar, sehingga merenggut kebebasan diri dan

kesehatannya.207

Kondisi panas dan genangan banjir yang kerap mereka rasakan,

membuat mereka peka dan tergantung dengan alam. Mereka akan

merasakannya sebagai hal meresahkan [saat banjir dan panas(arrhythmia)]

atau saat hujan ringan datang, yang membawa kesejukan,208 akhirnya

205

Ibid.,hal.99 206 Sebenarnya sesuai ritme harian biologis mereka yang setiap harinya bangun di waktu fajar, terlebih sebagai seorang muslim itu biasa 207 Frustasi dan insomnia karena awal dan akhir waktu tak bisa dirasakan secara biologis

208 Tidak sampai mendatangkan banjir dan meredakan panas

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 122: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

110

berpengaruh pada kondisi yang menenangkan bagi tubuh dan ritme di

Kampung Kota Bandarharjo. Dengan hubungan saling berpengaruh ini, ia

berposisi pada ruang yang dihidupi dirinya sendiri, bukan pada ruang

terkomodifikasi, karena ruang terkomodifikasi seoalah mampu

menghilangkan alam sebagai faktor penentu ruang, dan menggantikan

hubungannya dengan hubungan konsumsi. Kesejukan dan ketenangan

sebagai kondisi (pengalaman ruang dengan alam Bandarharjo), tidak bisa

digantikan dengan sebuah peristiwa209 sebagai konsumsi, dengan asumsi

bahwa kebahagiaan (kesejukan dan ketenangan) bukan peristiwa, tetapi

kondisi diri yang tercipta akibat masih adanya hubungan dengan waktu

siklis.

Ritmeanalisis membukakan pengalaman ruang sebagaimana para

penghuni Kampung Kota Bandarharjo menghayatinya. Pengalaman ruang

mereka adalah pengalaman yang belum tersentuh Ilmu Geografi arus utama

yang belum kritis, karena pengalaman ruang mereka membawa resistensi

terhadap ritme yang terkomodifikasi. Ritmeanalisis akhirnya, adalah peluang

bagi pendekatan Ilmu Geografi yang lebih berkeadilan bagi kampung kota.

Sebuah kerangka kerja yang diperlukan bagi kekritisan Ilmu Geografi

terhadap pada penelitian kampung kota, sehingga mampu memberikan

representasi ulang permukiman kumuh sebagai kampung kota.

209 Diasumsikan bahwa kesenagan konsumtif adalah peristiwa, karena landasan pengalaman, atau prasyaratnya adalah nilai tukar, bukan hal mendasar seperti kondisi penunjang kebahagiaan adalah kondisi kesaling hubungan dengan waktu alam yang jauh lebih mendasar dan bukan dihasilkan karena mampu bertransaksi melalui nilai tukar dengan alam

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 123: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

111

E. Ritmeanalisis: Representasi Ulang Ilmu Geografi atas

Permukiman Kumuh

Wacana dominan dalam membicarakan dan memperlakukan

kampung kota sebagai permukiman kumuh yang termasuk dalam kawasan

pelabuhan dan stasiun kereta api (kawasan industri) sejak era kolonial

belum terlalu banyak berubah hingga konteks masa kini. Kampung kota

adalah akibat urbanisasi dan perambahan wilayah yang berkonotasi negatif,

sebagai sebuah fenomena atas dirinya sendiri. Ia disebut sebagai pergeseran

daerah pinggiran yang mencaplok daerah pusat yang berupa kawasan

industri, hal ini dianggap menyebabkan pergeseran ruang, dari ruang

pinggiran menjadi urban, dari sosio -ekonomi formal menjadi sosio-ekonomi

informal, yang akhirnya menjadikan kota “tanpa batas”, kota yang semakin

menggelembung penuh kekacauan ruang karena pertumbuhan permukiman

kampung kota yang dianggap tidak tertata.210 Indikator yang digunakan

dalam menilai adalah perubahan struktur internal kota, perubahan

penggunaan lahan, serta perubahan karakteristik ruang dan

kenampakannya.211

Wacana dominan seperti itu adalah latar belakang bagi penelitian

Ilmu Geografi dalam membicarakan kampung kota, baik secara umum

210 Bambang Setioko, (2010), The Metamorphosis of Coastal City, Case Study of Semarang Metropolitan, Journal of Coastal Development, Vol.13 No.3 Juni 2010, hal148-149 211 Ibid.,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 124: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

112

maupun khusus (Kampung Kota Bandarharjo). Melalui wacana keilmuannya

yang belum kritis, ia berbicara dengan sahih seturut teori yang mendukung

wacana itu, sehingga otoritatif dan legitimatif. Akhirnya bisa memperkukuh

identitas keilmuannya212 yang meneliti dengan metode keruangannya.213

Kampung Kota Bandarharjo sebagai titik berangkat penelitian ini,

menjadi sentral perannya, karena Ilmu Geografi melalui penelitiannya,

menemukan khazanah kebaruan keilmuan, dalam bidang permukiman

kumuh214 (Kampung Kota), yaitu: permukiman kumuh yang semakin kumuh

karena proses banjir rob yang dinilainya “khas” dari Kampung Kota

Bandarharjo.215 Kemudian menurunkan “ciri-ciri” penghuni permukiman

kumuh216 (Kampung Kota) dari sana, sebagai: perilaku menyimpang

(deviant behavior)/ kriminal (mabuk-mabukan, kenakalan remaja,

pelacuran, berjudi, pemakaian obat-obatan terlarang. Argumen dari

penelitian ini mengenai sebab perilaku menyimpang adalah, karena

pekerjaan mereka hanya di sektor informal (serabutan, pengasong,

pemulung, penjahit dan nelayan), yang membuat mereka mudah diajak

berbuat kriminal.217 Mereka dianggap memiliki budaya permukiman

kumuh (culture of the slums), budaya permukiman kumuh didefinisikan

sebagai hal yang melekat di permukiman kumuh (Kampung Kota). Budaya itu

212

M.Gamal Rindarjono (2012), Slum Kajian Permukiman Kumuh dalam Perspektif Spasial, Media Perkasa: Yogyakarta, hal.65 213

Argumen kesahihan sebagai pembeda dengan disiplin ilmu lain 214 Kampung Kota dipandang sebagai Permukiman Kumuh 215 Ibid.,hal.10-11 216 Ibid.,hal.94 217 Ibid.,hal.95

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 125: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

113

meliputi: kehidupan mereka bebrbentuk kelompok, mudah dijumpai di

warung, tempat-tempat nongkrong serta tempat meminjamkan uang, sebagai

ciri khusus kehidupan komunal tanpa privasi dari kehidupan mereka.218

Mereka dianggap memiliki apatisme dan isolasi dunia luar. Kondisi ini

dijelaskan sebagai stempel yang diberikan masyarakat umum karena

penampilan fisik dan kesulitan hidup penghuni permukiman kumuh

(Kampung Kota), yang tampak sebagai kodrat alamiah (natural inferiority),

juga dianggap makhluk yang rendah, sehingga berakibat terhadap

keterasingan sosial dari masyarakat luas dan keterlemparan mereka dari

lingkaran partisipasi dalam pembangunan masyarakat perkotaan.219 Lebih

lanjut, apatisme dan isolasi itu berasal dari kepercayaan fatalistik mereka

dari ketidakberdayaan diri mereka yang lemah bila dibanding dengan kelas

menengah.220Ilmu Geografi arus utama yang belum kritis tidak melihat

ekonomi neoliberal sebagai muasal 3 stigma yang disebut “ciri khusus” bagi

para penghuni kampung kota. Tiga stigma itu dilihat hanya pada dirinya

sendiri.

Membicarakan ruang Kampung Kota sebagai permukiman kumuh saja

akan terlihat sebagai pinggiran-pinggiran yang tersisih dari kontestasi ruang

karena sistem ekonomi neoliberal. Lalu dengan pengabaian ini, representasi

218 Ibid.,hal.96 219 Ibid.,hal.97 dalam Khudori:2002 yang dikuitp penulis dalam penelitiannya 220 Ibid.,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 126: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

114

terhadapnya akan terhenti pada stigma yang sudah terbangun lebih dahulu,

karena kekritisan teoritisnya belum terlahir. Kekritisan tersebut belum

tampil ke permukaan, oleh sebab keterbatasan perspekstif tentang ruangnya,

karena peneliti dituntut hanya bisa membicarakan kampung kota sebagai hal

yang sahih melalui legitimasi dan otoritas teori hegemonisnya.221 Hal itu,

tentu membatasi eksplorasinya dalam membicarakan manusia penghuninya

yang berhadap-hadapan langsung dengan komodifikasi, melalui hidupnya,

serta ikut terbentuk secara langsung atau tidak langsung melalui produksi

dan stigma ruang terkomodifikasi.

Cara semacam itu, ditentang oleh Ahli Geografi David Harvey. Ia

berpendapat bahwa kajian ruang yang memisahkan kesadaran moral dengan

kesahihan metodis dianggap abai terhadap keadilan sosial yang seharusnya

dimiliki sama setiap warga negara.222 Artinya, bahwa menarasikan minor

kampung kota dalam Ilmu Geografi tidak dianggap sah begitu saja sebagai

representasi, karena telah mengikuti “metode baku”, ia juga harus punya

sikap hormat kepada mereka dan sadar bahwa mereka pun punya hak sama

dalam prinsip keadilan sosial suatu negara.223

Ilmu Geografi yang masih belum kritis, mendefinisi pusat –pinggiran

dan condong pada pusat sebagai standar kebaikan ruang bagi semua manusia

(termasuk permukiman kumuh yang dianggap pinggiran) yang harusnya 221 Ibid.,hal.63 (teori yang dipilih adalah Herbert J.Gans yang menyatakan bahwa permukiman kumuh adalah tanda yang diberikan dari golongan atas yang sudah mapan pada golongan bawah yang belum mapan (dalam konotasi negatif bukan resistensi) 222 David Harvey, (2009), Sosial Justice and The City, University of Georgia: US, hal.9 223 Ibid.,hal.13-14

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 127: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

115

lebih mengacu pada keadilan sosial bukan pada determinasi modal.224

Menyangkut pengalaman penghuni kampung kota sendiri terhadap ruang

mereka, dengan nalar Ilmu Geografi yang abai kapitalisme, akan ikut

dipandang minor pula, tanpa sikap hormat.225

Mengatasi celah (pengalaman penghuni yang belum tersentuh) yang

masih abai terhadap kapitalisme itu, Ahli Geografi yang lain, Lefebvre

menawarkan Ruang Representasional sebagai lapis ke-3 setelah tiga lapis

ruang; Praktik Ruang226 dan Representasi Ruang.227

Ruang reprsentasional itulah yang menjadi harapan bagi Ilmu

Geografi228, karena pengalaman penghuni ruang itu terwadahi, tidak hanya

dinarasikan dari atas. Menyangkut ekonomi neoliberal, pengalaman itu bisa

disejajarkan, bahkan dikontraskan sejauh apa yang diingini komodifikasi dari

pengalaman itu, dalam relasi resistensi atau afirmasi yang melahirkan

antagonisme displin ilmu, sehingga tidak terjebak pada reproduksi

pengetahuan yang mendukung pada komodifikasi ruang.

Sejauh pertanyaan rumusan masalah kedua dinyatakan, akhirnya

ritmeanalisis penduduk Kampung Kota Bandarharjo, membawa pendekatan

yang adil terhadap representasi ulang Ilmu Geografi yang belum kritis

224 Ibid.,hal.16-17 225 Ibid.,hal.28 226 Cara be”ruang” hidup secara fisik sebagai jejaring dari kapitalisme 227 Cara ruang (dari praktik ruang) direpresentasikan sehingga menentukan bagaimana ia diperlakukan termasuk akademisi (termasuk Ilmu Geografi yang Pro Kapitalisme-Neoliberal) 228 Henri Lefebvre, (1991), Production of Space, Blackwell: UK, hal.10

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 128: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

116

terhadap ekonomi neoliberal terhadap permasalahan kampung kota. Ia

dilihat bukan pada dirinya sendiri, seharusnya dilihat dari pengaruh ekonomi

neoliberal. Sistem yang ingin mereproduksi dirinya terus-menerus, sehingga

menguntungkan sepihak melalui reproduksi ruang dan subyek ruang ke

dalam relasi terkomodifikasi, yang direduksi sebagai hanya nilai tukar dan

nilai tambah (baik dalam ruang, mobilitas, tubuh dan alam).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 129: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

117

BAB V

PENUTUP

Membicarakan kampung kota sebagai objek penelitian Ilmu Geografi,

menggunakan ritmeanalisis, mampu mengubah kebenaran disiplin ilmunya

yang belum kritis terhadap ekonomi neoliberal, menjadi lebih manusiawi.

Pengalaman manusia dalan ruang (kampung kota) yang belum terwadahi,

atau hanya diturunkan dari stigmanya saja secara negatif, (dari “kebenaran-

metodis” Ilmu Geografi arus utama), bisa mendapatkan solusi. Keterbatasan

penembusan lapisan ruang itulah yang bisa menjurus ketidakadilan

representasi, karena masih mendefinisi dari atas, bukan mengerti dari bawah

beserta relasi kuasa yang menudukkannya.

Seperti yang sudah dijelaskan pada bab pendahuluan, bahwa Ilmu

Geografi arus utama, penelitiannya baru sampai pada ruang pertama, berarti

berhenti pada kondisi nyata (fisik) keruangan sebagai bentuk cerminan

tertentu dari suatu kegiatan, sedang penelitian yang sampai pada ruang ke-

dua, berarti baru melakukan penafsiran secara ruang populer, sesuai politik

diskursus intelektual yang berlaku atau dominan, dengan mengidealkan

suatu ruang, lalu menyalahkan yang lain. Ruang pertama, bila ditempatkan

pada kasus penelitian kampung kota, berarti ia hanya berhenti pada konten

ruangnya, atau pada karakter fisik permukimannya saja. Sedangkan dengan

ruang ke-dua, berarti penafsiran kampung kota berhenti pada teori

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 130: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

118

marjinalisasi, yang belum kritis terhadap kemungkinan lain pada kampung

kota. Apabila penelitian sampai pada penggunaan teori ruang ke-tiga, ia

mampu memahami ruang dengan melampuai bineritasnya.

Ritmeanalisis, hadir melengkapi ruang ketiga yang belum tersentuh

Ilmu Geografi arus utama, dengan terlebih dahulu menempatkannya pada

komodifikasi ruang. Selanjutnya, ia dikembangkan dengan melihat terlebih

dahulu kampung kota sebagai lokus yang yang berpotensi resisten terhadap

komodifikasi ruang, pada aspek: tempat, tubuh, mobilitas dan alam, karena

kampung kota tidak dilihat sebagai sebab dari dirinya sendiri, tapi sebagai

efek sistem ekonomi neoliberal. Ritmeanalisis pada gilirannya ditempatkan

dalam menampung aktivitas para penghuninya sebagai performativitas,

seturut ritme yang dibawakannya. Performativitas yang dibawakan melalui

ruang, selanjutnya membentuk diri mereka sebagai subyek yang mandiri,

terlepas dari komodifikasi, meskipun mereka juga hidup di dalamnya.

Penempatan kampung kota dengan ritmeanalisis sebagai

performativitas para penghuni kampung kota, akhirnya mampu

mengeluarkan wacana Ilmu Geografi arus utama, dari keterjebakan disiplin

ilmu, ketika ia ingin berbicara valid mengenai kampung kota, karena terbatas

dengan wacana dominannya. Kondisi itu, berpotensi menjadi representasi

ulang Ilmu Geografi atas kampung kota sebagai permukiman kumuh, yang

selalu disalahkan, dan disisihkan, bahkan bisa dihilangkan, karena mereka

sendiri adalah dampak dari sistem ekonomi neoliberal. Anehnya, mereka

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 131: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

119

sendiri justru bisa menjadi penyembuh dari sistem itu, melalui ritme yang

mereka bawakan. Dari temuan data di Bab III, warga Bandarharjo memiliki

negosiasi yang luwes dalam menyikapi komodifikasi ruang. Negosiasinya

tidak selalu melawan dominasi, melainkan menggunakannya balik, atau tetap

berada di dalamnya namun menemukan celah melalui perjumpaan pada

ritme yang berbeda. Seakan membuyarkan ketunggalan ritme dari suatu

komodifikasi dan meragamkannya dengan suntikan vitalitas pada setiap

pertemuannya. Proses penelitian ritmeanalisis ini melibatkan diri peneliti

sepenuhnya, untuk menangkap pola tak sadar dari performativitas warga

Bandarharjo yang mungkin tak mereka pahami secara keseluruhan. Cerita-

cerita nya didapatkan peneliti sendiri, ketika menyaksikan, bahkan ikut

terlibat dalam kegiatannya. Pada hal-hal yang tak “lumrah” mengenai pola

dan sikap tubuh, pertama sekali didokumentasikan terlebih dahulu, lalu,

penjelasannya didapatkan dengan bertanya kepada warga yang berada di

sekitarnya, saat berada di warung, pinggir jalan atau gosip jalanan, baik

formal maupun informal, sengaja atau tidak sengaja saat mendengarnya.

Cara mereka berelasi antar sesama begitu dekat dan menyentuh, bahkan

pada orang baru atau asing. Kadang tanpa halangan, sedikit resisten bila

pertanyaan-pertanyaan menyangkut isu minor, mereka bisa jadi sangat

sensitif. Pengalaman ruang bagi mereka, tidak terlepas dari perjumpaan

sesama warga, menjadikan setiap titik tempat pertemuan menjadi ruang

publik yang benar dihidupi, bukan ruang publik sebagai sematan dari atas.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 132: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

120

Daftar Pustaka

Akhyat, Arief. 2006. The Ideology of Kampung: A Preliminary Research on Coastal City Semarang. Jurnal Humaniora. Vol.18 No.1 Februari 2006

Arymurthy dan Aniati Murni, Analisis Topologi dan Populasi Penduduk Pemukiman Miskin Menggunakan Teknologi Remote Sensing. Jurnal Sistem Informasi MTI-UI.Vol.6.Nomor 1.ISSN 1412-8896

Barker, Chris. 2015. Cultural Studies, Teori dan Praktik. Kreasi Wacana: Yogyakarta

Colombijn, Freek dan Cote, Joost (ed). 2015. Cars, Conduit, and Kampongs: The Modernization of Indonesian City, 1920-1960. Brill: Leiden

Djayanegara, Arifandi. 2013. Skripsi. Evaluasi Kesesuaian Lahan untuk Kawasan Industri Besar di Kota Semarang. Jurusan Geografi Ilmu Sosial. Universitas Negeri Semarang: Semarang

Edensor, Tim (ed). 2010. Geographies of Rhythm: Nature, Place, Mobilities and Bodies. Ashgate E-book: USA

Glass, R.Michael & Redwood, Rose Reuben (ed). 2014. Performativity, Politics, and the Production of Social Space. Routledge: New York

Goonewardena, Kanishka dkk. 2008. Space, Difference and Everyday Life: Reading Henry Lefebvere. Routledge Taylor and Francis Group: New York

Harvey, David. 2009. Sosial Justice and The City. The University of Georgia: US

Lefebvre, Henri. 2009. State, Space, World. University of Minnesota Press: Minneapolis

Lefebvre, Henri. 2004. Rhythmanalysis: Space, Time and Everydaylife. Continuum: London

Lefebvre, Henri. 1991. Production of Space. Blackwell: UK

O’Reilly, Karen. 2012. Ethnographic Methods. Routledge: New York

Ridlo, Muhammad Agung. 2014. The Life Pattern of The Poor Society in Semarang City –Indonesia State. International Journal of Business, Economic and Law. Vol.4 Issue 3 Juni

Rindarjono, M.Gamal. 2012. Slum Kajian Permukiman Kumuh dalam Perspektif Spasial. Media Perkasa: Yogyakarta

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 133: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

121

Ritzer, George. 2012. Teori Sosiologi Dari Sosiologi Klasik sampai Perkembangan Terakhir Postmodern. Pustaka Pelajar: Yogyakarta

Saukko, Paula. 2003. Doing Research in Cultural Studies. Sage Publication: London

Setiadi, Hafid. 2006. Geografi Sejarah dan PemetaanDiskusi penyusunan pedoman SIG untuk pemetaan Sejarah tanggal 19 April 2006 di Wisma Bahtera Cibogo Bogor, disampaikan oleh Hafid Setiadi, staf pengajar Departemen Geografi FMIPA Universitas Indonesia

Setioko, Bambang. 2010. The Metamorphosis of Coastal City, Case Study of Semarang Metropolitan Journal of Coastal Development. Vol.13 No.3 Juni 2010

Suharini, Erni. Menemukenali Agihan Permukiman Kumuh di Perkotaan Melalui Interpretasi Penginderaan Jauh .Jurnal Geografi Vol.4 2 Juli 2007. Jurusan Geografi FIS UNNES

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 134: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

122

Lampiran

Desain Riset

Pengambilan Data: pengambilan data dilakukan dengan observasi pada

penanda ritme penghuni kampung kota, serta melihat tampakan-tampakan

sebagai penanda strategi ruang hidup mereka. Lalu, wawancara menyangkut

kerangka rhythmanalysis dalam keseharian mereka, dalam aspek tempat,

mobilitas, tubuh, serta alam.

Jenis Data: peristiwa atau tanda juga yang menunjukan ritme, waktu yang

menunjukan perulangan pada peristiwa atau tanda juga tempat yang

menunjukkan ritme, tampakan-tampakan penunjuk strategi ruang hidup

mereka yang: arrhythmic, eurhythmic dan polyrhythmic menyangkut

mobilitas, alam, tubuh dan tempat

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 135: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

123

Instrumen Pengambilan Data Rhythmanalysis

1. Tempat Jalan, bangunan dll (besar-kecil) Keterangan Pengulangan

Eurhythmia/ Arrhythmia Taman ( yang menjadi “alun-alun”)

(Pagi, Siang,Sore,Malam) Gedung ( jenis, besar-kecil “alun-alun” gedung)

Hari Biasa/ Libur Posisi dari kota,

2. Mobilitas Lalu lalang (sekolah, kerja, main, mancing dll) Keterangan Pengulangan

Eurhythmia/ Arrhythmia Lalu lalang (jenis transportasi, tujuan), suara

(Pagi, Siang,Sore,Malam) Gairah/energi/ kecepatan ,

Hari Biasa/ Libur

3. Tubuh Kehidupan diurnal/ nokturnal/insomnia

Mabuk, Judi, Ronda, Balap liar, Teknologi, Religi Keterangan Pengulangan

Eurhythmia/ Arrhythmia Jam Kerja, Penganggur, konsumsi

(Pagi, Siang,Sore,Malam) Gedung ( jenis, besar-kecil “alun-alun” gedung)

Hari Biasa/ Libur Posisi dari kota,

4. Alam Banjir, panas, hujan Keterangan Pengulangan

Eurhythmia/ Arrhythmia Akibat (senang, susah)

(Pagi, Siang,Sore,Malam) Hari Biasa/ Libur

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 136: RITMEANALISIS KAMPUNG KOTA BANDARHARJO: GEO RITME …

124

Keterangan tambahan

Eurhythmia/ Arrhythmia dilihat dalam pengulangannya menyangkut jenisnya: mechanical and organic , repetition and difference, discovery and creation, cyclic and linear, continuous and discontinuous, quantitative and qualitative. Bila perlu ditambahkan wawancara untuk pendalaman jenis ritme yang dialami

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI