ringkasan teori tentang kepuasan kerja

13
Ringkasan Teori Tentang Kepuasan Kerja Oleh : Irawanperwanda Rofiq Menurut Wexley dan Yukl (1977) teori-teori tentang kepuasan kerja ada tiga macam yang lazim dikenal yaitu: 1. Teori Perbandingan Intrapersonal (Discrepancy Theory) Kepuasan atau ketidakpuasan yang dirasakan oleh individu merupakan hasil dari perbandingan atau kesenjangan yang dilakukan oleh diri sendiri terhadap berbagai macam hal yang sudah diperolehnya dari pekerjaan dan yang menjadi harapannya. Kepuasan akan dirasakan oleh individu tersebut bila perbedaan atau kesenjangan antara standar pribadi individu dengan apa yang diperoleh dari pekerjaan kecil, sebaliknya ketidakpuasan akan dirasakan oleh individu bila perbedaan atau kesenjangan antara standar pribadi individu dengan apa yang diperoleh dari pekerjaan besar. 2. Teori Keadilan (Equity Theory) Seseorang akan merasa puas atau tidak puas tergantung apakah ia merasakan adanya keadilan atau tidak atas suatu situasi. Perasaan equity atau inequity atas suatu situasi diperoleh seseorang dengan cara membandingkan dirinya dengan orang lain yang sekelas, sekantor, maupunditempat lain. 3. Teori Dua Faktor (Two Factor Theory) Prinsip dari teori ini adalah bahwa kepuasan dan ketidakpuasan kerja merupakan dua hal yang berbeda. Menurut teori ini, karakteristik pekerjaan dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, yang satu dinamakan Dissatisfier atau hygiene factors dan yang lain dinamakan satisfier atau motivators. Satisfier atau motivators adalah faktor-faktor atau situasi yang dibuktikannya sebagai sumber kepuasan kerja yang terdiri dari prestasi, pengakuan, wewenang, tanggungjawab dan promosi. Dikatakan tidak adanya kondisi- kondisi ini bukan berarti membuktikan kondisi sangat tidak puas, tetapi kalau ada, akan membentuk motivasi kuat yang menghasilkan prestasi kerja yang baik. Oleh sebab itu faktor ini disebut sebagai pemuas. Hygiene factors adalah faktor-faktor yang terbukti menjadi sumber kepuasan, terdiri dari gaji, insentif, pengawasan, hubungan pribadi, kondisi kerja dan status. Keberadaan kondisi-kondisi ini tidak selalu menimbulkan kepuasan bagi karyawan, tetapi ketidakberadaannnya dapat menyebabkan ketidakpuasan bagi karyawan. As’ad (2004, p.104). Sebuah kelompok psikolog Universitas Minnesota pada akhir tahun 1950-an membuat suatu program riset yang berhubungan dengan problem umum mengenai penyesuaian kerja. Program ini mengembangkan sebuah kerangka konseptual yang, diberi nama Theory of Work Adjustment (Wayne dan Cascio, 1990, p.277). Theory of Work Adjustment didasarkan pada hubungan antara individu dengan lingkungan kerjanya. Hubungan tersebut dimulai ketika individu memperlihatkan kemampuan atau keahlian yang memungkinkan untuk memberikan tanggapan terhadap kebutuhan kerja dari suatu lingkungan kerja. Dari lain pihak, lingkungan kerja menyediakan pendorong atau penghargaan tertentu seperti gaji, status, hubungan pribadi, dan lain-lain dalam hubungannya dengan kebutuhan individu. Jika individu memenuhi persyaratan kerja, maka karyawan akan dianggap sebagai pekerja-pekerja yang memuaskan dan diperkenankan untuk tetap bekerja di dalam badan usaha. Di lain pihak, jika kebutuhan kerja memenuhi kebutuhan individu atau memenuhi kebutuhan kerja, pekerja dianggap sebagai pekerja-pekerja yang

Upload: irawanperwanda

Post on 20-Jul-2015

523 views

Category:

Recruiting & HR


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Ringkasan Teori Tentang Kepuasan Kerja

Ringkasan Teori Tentang Kepuasan Kerja Oleh : Irawanperwanda Rofiq

Menurut Wexley dan Yukl (1977) teori-teori tentang kepuasan kerja ada tiga macam yang lazim dikenal yaitu:

1. Teori Perbandingan Intrapersonal (Discrepancy Theory)

Kepuasan atau ketidakpuasan yang dirasakan oleh individu merupakan hasil dari perbandingan atau

kesenjangan yang dilakukan oleh diri sendiri terhadap berbagai macam hal yang sudah diperolehnya dari

pekerjaan dan yang menjadi harapannya. Kepuasan akan dirasakan oleh individu tersebut bila perbedaan atau

kesenjangan antara standar pribadi individu dengan apa yang diperoleh dari pekerjaan kecil, sebaliknya

ketidakpuasan akan dirasakan oleh individu bila perbedaan atau kesenjangan antara standar pribadi individu

dengan apa yang diperoleh dari pekerjaan besar.

2. Teori Keadilan (Equity Theory)

Seseorang akan merasa puas atau tidak puas tergantung apakah ia merasakan adanya keadilan atau tidak atas

suatu situasi. Perasaan equity atau inequity atas suatu situasi diperoleh seseorang dengan cara

membandingkan dirinya dengan orang lain yang sekelas, sekantor, maupunditempat lain.

3. Teori Dua – Faktor (Two Factor Theory)

Prinsip dari teori ini adalah bahwa kepuasan dan ketidakpuasan kerja merupakan dua hal yang berbeda.

Menurut teori ini, karakteristik pekerjaan dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, yang satu dinamakan

Dissatisfier atau hygiene factors dan yang lain dinamakan satisfier atau motivators.

Satisfier atau motivators adalah faktor-faktor atau situasi yang dibuktikannya sebagai sumber kepuasan kerja

yang terdiri dari prestasi, pengakuan, wewenang, tanggungjawab dan promosi. Dikatakan tidak adanya kondisi-

kondisi ini bukan berarti membuktikan kondisi sangat tidak puas, tetapi kalau ada, akan membentuk motivasi

kuat yang menghasilkan prestasi kerja yang baik. Oleh sebab itu faktor ini disebut sebagai pemuas.

Hygiene factors adalah faktor-faktor yang terbukti menjadi sumber kepuasan, terdiri dari gaji, insentif,

pengawasan, hubungan pribadi, kondisi kerja dan status. Keberadaan kondisi-kondisi ini tidak selalu

menimbulkan kepuasan bagi karyawan, tetapi ketidakberadaannnya dapat menyebabkan ketidakpuasan bagi

karyawan. As’ad (2004, p.104). Sebuah kelompok psikolog Universitas Minnesota pada akhir tahun 1950-an

membuat suatu program riset yang berhubungan dengan problem umum mengenai penyesuaian kerja. Program

ini mengembangkan sebuah kerangka konseptual yang, diberi nama Theory of Work Adjustment (Wayne dan

Cascio, 1990, p.277).

Theory of Work Adjustment didasarkan pada hubungan antara individu dengan lingkungan kerjanya. Hubungan

tersebut dimulai ketika individu memperlihatkan kemampuan atau keahlian yang memungkinkan untuk

memberikan tanggapan terhadap kebutuhan kerja dari suatu lingkungan kerja. Dari lain pihak, lingkungan kerja

menyediakan pendorong atau penghargaan tertentu seperti gaji, status, hubungan pribadi, dan lain-lain dalam

hubungannya dengan kebutuhan individu.

Jika individu memenuhi persyaratan kerja, maka karyawan akan dianggap sebagai pekerja-pekerja yang

memuaskan dan diperkenankan untuk tetap bekerja di dalam badan usaha. Di lain pihak, jika kebutuhan kerja

memenuhi kebutuhan individu atau memenuhi kebutuhan kerja, pekerja dianggap sebagai pekerja-pekerja yang

Page 2: Ringkasan Teori Tentang Kepuasan Kerja

puas. Individu berharap untuk dievaluasi oleh penyelia sebagai pekerja yang memuaskan ketika kemampuan

dan keahlian individu memenuhi persyaratan kerja. Apabila pendorong-pendorong dari pekerjaan memenuhi

kebutuhan kerja dari individu, mereka diharapkan untuk jadi pekerja yang puas. Seorang karyawan yang puas

dan memuaskan diharapkan untuk melaksanakan pekerjaannya. Jika kemampuan dan persyaratan kerja tidak

seimbang, maka pengunduran diri, tingkat pergantian, pemecatan dan penurunan jabatan dapat terjadi. Model

Theory of Work Adjustment mengukur 20 dimensi yang menjelaskan 20 kebutuhan elemen atau kondisi penguat

spesifik yang penting dalam menciptakan kepuasan kerja. Dimensi-dimensi tersebut dijelaskan sebagai berikut:

a. Ability Utilization adalah pemanfaatan kecakapan yang dimiliki oleh karyawan.

b. Achievement adalah prestasi yang dicapai selama bekerja.

c. Activity adalah segala macam bentuk aktivitas yang dilakukan dalam bekerja.

d. Advancement adalah kemajuan atau perkembangan yang dicapai selama bekerja.

e. Authority adalah wewenang yang dimiliki dalam melakukan pekerjaan.

f. Company Policies and Practices adalah kebijakan yang dilakukan adil bagi karyawan.

g. Compensation adalah segala macam bentuk kompensasi yang diberikan kepada para karyawan.

h. Co-workers adalah rekan sekerja yang terlibat langsung dalam pekerjaan.

i. Creativity adalah kreatifitas yang dapat dilakukan dalam melakukan pekerjaan.

j. Independence adalah kemandirian yang dimiliki karyawan dalam bekerja.

k. Moral values adalah nilai moral karyawan dalam melakukan pekerjaannya seperti rasa bersalah / terpaksa.

l. Recognition adalah pengakuan atas pekerjaan yang dilakukan.

m. Responsibility, tanggung jawab yang diemban dan dimiliki.

n. Security, rasa aman yang dirasakan karyawan terhadap lingkungan kerjanya.

o. Social Service adalah perasaan sosial karyawan terhadap lingkungan kerjanya.

p. Social Status adalah derajat sosial dan harga diri yang dirasakan akibat dari pekerjaan.

q. Supervision-Human Relations adalah dukungan yang diberikan oleh badan usaha terhadap pekerjanya.

r. Supervision-Technical adalah bimbingan dan bantuan teknis yang diberikan atasan kepada karyawan.

s. Variety adalah variasi yang dapat dilakukan karyawan dalam melakukan pekerjaannya.

t. Working Conditions, keadaan tempat kerja dimana karyawan melakukan pekerjaannya.

Hipotesis pokok dart Theory of Work Adjustment adalah bahwa kepuasan kerja merupakan fungsi dari hubungan

antara sistem pendorong dari lingkungan kerja dengan kebutuhan individu

Dampak Kepuasan dan Ketidakpuasan Kerja

1. Produktifitas atau kinerja (Unjuk Kerja)

Lawler dan Porter mengharapkan produktivitas yang tinggi menyebabkan peningkatan dari kepuasan kerja

hanya jika tenaga kerja mempersepsikan bahwa ganjaran instrinsik dan ganjaran ekstrinsik yang diterima kedua-

duanya adil dan wajar dan diasosiasikan dengan unjuk kerja yang unggul. Jika tenaga kerja tidak

mempersepsikan ganjaran intrinsik dan ekstrinsik yang berasosiasi dengan unjuk kerja, maka kenaikan dalam

unjuk kerja tidak akan berkorelasi dengan kenaikan dalam kepuasan kerja. Asad (2004, p. 113).

Page 3: Ringkasan Teori Tentang Kepuasan Kerja

2. Ketidakhadiran dan Turn Over

Porter & Steers mengatakan bahwa ketidakhadiran dan berhenti bekerja merupakan jenis jawaban yang secara

kualitatif berbeda. Ketidakhadiran lebih bersifat spontan sifatnya dan dengan demikian kurang mungkin

mencerminkan ketidakpuasan kerja. dalam Asad (2004, p.115).

Lain halnya dengan berhenti bekerja atau keluar dari pekerjaan, lebih besar kemungkinannya berhubungan

dengan ketidakpuaan kerja. Menurut Robbins (1996) ketidakpuasan kerja pada tenaga kerja atau karyawan

dapat diungkapkan ke dalam berbagai macam cara. Misalnya, selain meninggalkan pekerjaan, karyawan dapat

mengeluh, membangkang, mencuri barang milik organisasi, menghindari sebagian dari tanggung jawab

pekerjaan.

Empat cara mengungkapkan ketidakpuasan karyawan, (p. 205) :

1. Keluar (Exit):

Ketidakpuasan kerja yang diungkapkan dengan meninggalkan pekerjaan. Termasuk mencari pekerjaan lain.

2. Menyuarakan (Voice):

Ketidakpuasan kerja yang diungkap melalui usaha aktif dan konstruktif untuk memperbaiki kondisi termasuk

memberikan saran perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasannya.

3. Mengabaikan (Neglect):

Kepuasan kerja yang diungkapkan melalui sikap membiarkan keadaan menjadi lebih buruk, termasuk misalnya

sering absen atau dating terlambat, upaya berkurang, kesalahan yang dibuat makin banyak.

4. Kesetiaan (Loyalty):

Ketidakpuasan kerja yang diungkapkan dengan menunggu secara pasif sampai kondisinya menjadi lebih baik,

termasuk membela perusahaan terhadap kritik dari luar dan percaya bahwa organisasi dan manajemen akan

melakukan hal yang tepat untuk memperbaiki kondisi.

5. Kesehatan

Meskipun jelas bahwa kepuasan kerja berhubungan dengan kesehatan, hubungan kausalnya masih tidak jelas.

Diduga bahwa kepuasan kerja menunjang tingkat dari fungsi fisik mental dan kepuasan sendiri merupakan tanda

dari kesehatan. Tingkat dari kepuasan kerja dan kesehatan mungkin saling mengukuhkan sehingga peningkatan

dari yang satu dapat meningkatkan yang lain dan sebaliknya penurunan yang satu mempunyai akibat yang

negatif.

Tidak ada satu batasan dari kepuasan kerja/ pekerjaan yang paling sesuai, seperti batasan dari Locke yang

menyimpulkan ada dua unsur yang penting dalam kepuasan kerja yaitu nilai-nilai pekerjaan dan kebutuhan-

kebutuhan dasar. Kepuasan kerja merupakan hasil dari tenaga kerja yang berkaitan dengan motivasi kerja.

Howell dan Dipboye (1986) memandang kepuasan kerja sebagai hasil keseluruhan dari derajat rasa suka atau

tidak sukanya tenaga kerja terhadap berbagai aspek dari pekerjaan.

Motivasi ( Effort), kemampuan, dan persepsi peran, menghasilkan unjuk kerja (performance)dan memperoleh

imbalan ( reward). Imbalan dinilai apakah adil (perceived equittable reward), hasilnya menentukan besar kecilnya

kepuasan kerja. Motivasi menetukan tinggi rendahnya unjuk kerja. Unjuk kerja menghasilkan imbalan ( dinilai

adil atau tidak) yang menetukan tinggi rendahnya kepuasan kerja.

Page 4: Ringkasan Teori Tentang Kepuasan Kerja

Chiselli dan Brown mengemukakan bahwa faktor-faktor yang dapat menimbulkan kepuasan kerja :

1. Kedudukan

2. Pangkat Kerja

3. Masalah Umur

4. Jaminan finansial dan jaminan sosial

5. Mutu Pengawasan

Harold E. Burt, mengemukakan pendapat tentang faktor-faktor yang ikut menentukan kepuasan kerja sebagai

berikut :

1. Faktor hubungan antar karyawan

2. Faktor-faktor Individual

3. Faktor-faktor luar

Gilmer (1966) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja sebagai berikut :

a. Kesempatan untuk maju

b. Keamanan kerja

c. Gaji

d. Perusahaan dan manajemen

e. Pengawasan (Supervisi)

f. Faktor intrinsik dari pekerjaan

g. Kondisi kerja

h. Aspek sosial dalam pekerjaan

i. Komunikasi

j. Fasilitas

Ada beberapa definisi kepuasan kerja antara lain :

1. Kepuasan kerja merupakan penilaian dari pekerja yaitu seberapa jauh pekerjaan secara keseluruhan

memuaskan kebutuhannya. (Robert Hoppecl New Hope Pensyvania).

2. Kepuasan kerja berhubungan dengan sikap dari karyawan terhadap pekerjaan itu sendiri,situasi kerja, kerja

sama, antar pemimpin dan sesama keryawan (Tiffin).

3. Kepuasan kerja merupakan sikap umum yang merupakan hasil dari beberapa sikap khusus terhadap faktor-

faktor pekerjaan, penyesuian diri dan hubungan sosial individu di luar kerja (Blum)

.

4. Kepuasan kerja pada dasarnya adalah ” security feeling” (rasa aman) dan mepunyai segi-segi :

a. Segi sosial ekonomi (gaji dan jaminan sosial).

b. Segi sosial psikologi :

- Kesempatan untuk maju

- Kesempatan mendapatkan penghargaan

- Berhubungan dengan masalah pengawasan

Page 5: Ringkasan Teori Tentang Kepuasan Kerja

- Berhubungan dengan pergaulan antara karyawan dengan karyawan dan antara keryawan dengan atasannya.

(Sutrisno Hadi ’Analisa Jabatan dan Kegunaannya’. Bulletin Psychology).

Dapat disimpulkan dari pendapat beberapa ahli di atas bahwa kepuasan kerja merupakan suatu sikap yang

positif yang menyangkut penyesuaian diri yang sehat dari para karyawan terhadap kondisi dan situasi kerja,

termasuk di dalamnya upah , kondisi sosial, kondisi fisik dan kondisi psikologis.

Teori Pertentangan (Discrepancy Theory)

Teori pertentangan dari locke menyatakan bahwa kepuasan atau ketidakpuasan terhadap beberapa aspek dari

pekerjaan mencerminkan penimbangan dua nilai : 1. pertentangan yang dipersepsikan antara apa yang

diinginkan seseorang individu dengan apa yang diterima ; 2. pentingnya apa yang diinginkan bagi individu.

Menurut Locke seseorang individu akan merasa puas atau tidak puas merupakan sesuatu yang pribadi,

tergantung bagaimana ia mempersiapkan adanya kesesuaian atau pertentangan antara keinginan dan hasil

keluarnya.

Teori Model dari Kepuasan Bidang/ Bagian (Facet Satisfication)

Model Lawler dari kepuasan bidang berkaitan erat dengan teori keadilan dari Adams, menurut model Lawler

orang akan puas dengan bidang tertentu dari pekerjaan mereka jika jumlah dari bidang mereka persepsikan

harus mereka terima untuk melaksanakan kerja mereka sama dengan jumlah yang mereka persepsikan dari

yang secara aktual mereka terima. Jumlah dari bidang yang dipersepsikan orang sebagai sesuai tergantung dari

bagaimana orang mempersepsikan masukan pekerjaan, ciri-ciri pekerjaan,dan bagaimana mereka

mempersepsikan masukan dan keluaran dari orang lain yang dijadikan pembanding

.

Teori Proses-Bertentangan (Opponent-Proses Theory)

Teori proses bertentangan dari Landy memandang kepuasan kerja dari perspektif yang berbeda secara

mendasar daripada pendekatan yang lain. Teori ini menekankan bahwa orang ingin mempertahankan suatu

keseimbangan emosional (emotional equilibrium), berdasarkan asumsi bahwa kepuasan kerja yang bervariasi

secara mendasar dari waktu ke waktu akibatnya ialah bahwa pengukuran kepuasan kerja perlu dilakukan secara

periodik dengan interval waktu yang sesuai.

Banyak faktor yang telah diteliti sebatgai faktor-faktor yang mungkin menentukan kepuasan kerja.

Menurut Locke, ciri-ciri intrinsik dari pekerjaan yang menetukan kepuasan kerja ialah keragaman,

kesulitan,jumlah pekerjaan, tanggung jawab, otonomi, kendali terhadap metode kerja, kemajemukan, dan

kreativitas, terdapat satu unsur yang dijumpai pada ciri-ciri intrinsik yaitu tantangan mental.

Berdasarkan survei diagnostik diperoleh hasil tentang lima ciri yang memperlihatkan kaitannya dengan

kepuasan kerja untuk berbagai macam pekerjaan. Ciri-ciri tersebut ialah :

1. Keragaman keterampilan.

2. Jati diri tugas (task identity).

3. Tugas yang penting (task significance).

4. Otonomi.

5. Pemberian balikan pada pekerjaan membantu meningkatkan tingkat kepuasan kerja.

Model karakteristik pekerjaan dari motivasi kerja menunjukan hubungan yang erat dengan kepuasan kerja.

Kepuasan kerja bersamaan dengan motivasi internal yang tinggi. Konsep yang diajukan oleh Herzbeg, yang

mengelompokan ciri-ciri pekerjaan intrinsik ke dalam kelompok motivators.

Page 6: Ringkasan Teori Tentang Kepuasan Kerja

Gaji Penghasilan, Imbalan yang Dirasakan Adil (Equittable Reward)

Uang memang mempunyai arti yang berbeda- beda bagi orang yang berbeda-beda . Dengan menggunakan

teori keadilan dari Adams dilakukan berbagai penelitian dan salah satu hasilnya ialah bahwa orang yang

menerima gaji yang terlalu kecil atau terlalu besar akan mengalami disterss atau ketidakpuasan.

Yang penting ialah sejauh mana gaji yang diterima dirasakan adil, jika gaji dipersepsikan sebagai adil

berdasarkan tuntutan kerja, tingkat pekerjaan, tingkat keterampilan individu, dan standar gaji yang berlaku untuk

kelompok pekerjaan tertentu, maka akan ada kepuasan kerja.

Dalam ketidakterpenuhinya context factor akan membuat tenaga kerja banyak mengeluh dan merasa tidak puas,

tetapi bila dipenuhi maka pekerja akan berada pada posisi tidak lagi tidak puas (bukan berarti puas) atau

tepatnya dalam keadaan posisi netral.

Faktor faktor yang masuk kedalam kelompok motivator cenderung merupakan faktor yang menimbulkan motivasi

kerja yang lebih bercorak proaktif, sedangkan faktor yang termasuk kedalam kelompok hygiene cenderung

menghasilkan motivasi kerja yang lebih reaktif. Faktor hygiene bisa memindahkan ketidakpuasan dan

meningkatkan performance, namun sampai titik tertentu, memperbaiki faktor faktor tersebut tidak lagi

berpengaruh banyak.

Untuk itu usaha-usaha yang dilakukan untuk lebih meningkatkan peformance dan sikap lebih positif, sebaiknya

menggunakan dan berpusat pada faktor faktor motivator. Pekerjaan seharusnya dirancang sedemikian rupa

sehingga menghasilkan derajat penghargaan yang tinggi oleh kedua faktor tersebut. Faktor hygiene untuk

menghindari ketidakpuasan kerja karyawan dan motivator sebagai faktor yang memastikan kepuasan kerja

karyawan.

Kepuasan kerja pada tingkat tertentu dapat mencegah karyawan untuk mencari pekerjaan diperusahaan lain.

Apabila karyawan di perusahaan tersebut mendapatkan kepuasan, karyawan cenderung akan bertahan pada

perusahaan walaupun tidak semua aspek-aspek yang mempengaruhi kepuasan kerja terpenuhi. Karyawan yang

memperoleh kepuasan dari perusahaannya akan memiliki rasa keterikatan atau komitmen lebih besar terhadap

perusahaan dibanding karyawan yang tidak puas. Dengan demikian para ahli memberikan beberpa definisi

tentang kepuasan kerja.

Kepuasan kerja akan mendorong karyawan untuk berprestasi lebih baik. Prestasi yang lebih baik akan

menimbulkan imbalan ekonomi dan psikologis yang lebih tinggi. Apabila imbalan tersebut dipandang pantas dan

adil maka timbul kepuasan yang lebih besar karena karyawan merasa bahwa mereka menerima imbalan sesuai

dengan prestasinya. Sebaliknya apabila imbalan dipandang tidak sesuai dengan tingkat prestasi maka

cenderung timbul ketidakpastian.

Menurut Robbins (2001:179) menyatakan bahwa “ Kepuasan kerja sebagai suatu sikap umum seorang individu

terhadap pekerjaannya”.

Menurut Handoko (2000:193) menyatakan bahwa kepuasan kerja (job satisfaction) adalah keadaan emosional

yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan mana karyawan memandang pekerjaan mereka.

Pendapat tersebut dapat dipahami bahwa karyawan harus ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan

kemampuan dan latar belakang ketrampilannya.

Menurut Davis (2002:105) menyatakan bahwa “ kepuasan kerja merupakan seperangkat perasaan pegawai

tentang menyenangkan atau tidak menyenangkan pekerjaan mereka”.

Page 7: Ringkasan Teori Tentang Kepuasan Kerja

Jadi kepuasan kerja mengandung arti yang sangat penting, baik dari sisi pekerja maupun perusahaan serta bagi

masyarakat secara umum. Oleh karena itu maka menciptakan keadaan yang bernilai positif dalam lingkungan

kerja suatu perusahaan mutlak merupakan kewajiban dari setiap jajaran pimpinan perusahaan yang

bersangkutan.

Menurut Herzberg (2000:107) mengembangkan teori kepuasan yang disebut teori dua faktor yaitu faktor yang

tidak merasa puas (dissatisfier) dan faktor orang yang merasa puas (sasstisfier) artinya ketidak puasan dan

kepuasan bukan merupakan variabel yang kontinyu.

Penelitian awal Herzberg menghasilkan dua kesimpulan khusus mengenai teori tersebut yaitu:

1. Kondisi ekstrinsik, keadaan pekerjaan (job confext) yang menghasilakn ketidak puasan dikalangan

karyawan jika kondisi tersebut tidak ada, jika kondisi tersebut ada maka tidak perlu memotivasi karyawan.

2. Kondisi Instrinsik, isi pekerjaan (job contact) yang apabila ada dalam pekerjaan tersebut akan

menggerakkan tingkat motivasi yang kuat, yang dapat menghasilkan prestasi kerja yang baik. Jika kondisi

tersebut tidak ada maka tidak akan menimbulakn rasa ketidak puasan yang berlebihan.

Teori ini didasarkan pada hasil penelitian dimana ia membagi situasi yang mempengaruhi sikap seseorang

terhadap pekerjaannya menjadi dua kelompok yaitu:

1. Kelompok bukan pemuas (dissatisfier) merupakan faktor-faktor yang tidak adanya kepuasan yang terdiri dari

upah, jaminan pekerjaan, kondisi kerja, status, prosedur pekerjaan, mutu supervisi, mutu hubungan antar

pribadi diantara rekan kerja, dengan atasan dan dengan bawahan.

2. Kelompok pemuas (sastisfier) merupakan faktor-faktor yang meliputi prestasi (achievement), pengakuan

(recognition), tanggung jawab (responsibility), kemajuan (advancement), pekerjaan itu sendiri (the work it

self) dan kemungkinan berkembang (the possibility of growth).

Sedangkan menurut Hasibuan (2005:202) menyatakan bahwa “ kepuasan kerja adalah sikap emosional yang

menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan dan prestasi

kerja. Kepuasan kerja dinikmati dalam pekerjaan, luar pekerjaan dan kombinasi dalam dan luar pekerjaan.

Tolok ukur tingkat kepuasan yang mutlak tidak ada karena setiap individu karyawan berbeda standar

kepuasannya. Indikator kepuasan kerja hanya diukur dengan kedisiplinan, moral kerja, turnover karyawan besar

maka kepuasan kerja karyawan diperusahaan berkurang.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja menjadi masalah yang cukup menarik dan penting untuk diselidiki karena terbukti besar

manfaatnya baik bagi kepentingan pegawai, perusahaan atau organisasi dan masyarakat. Banyak faktor-faktor

yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja menurut Hasibuan (2005:203) sebagai berikut:

a. Balas jasa yang adil dan layak

b. Penempatan yang tepat sesuai keahlian

c. Berat ringannya pekerjaan

d. Suasana dan lingkungan pekerjaan

e. Peralatan yang menjang pelaksanaan pekerjaan

f. Sikap pimpinan dalam kepemimpinannya

g. Sifat pekerjaan monoton atau tidak

Page 8: Ringkasan Teori Tentang Kepuasan Kerja

Kepuasan Kerja dan Kedisiplinan

Kepuasan kerja mempengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan, artinya jika kepuasan diperoleh dari pekerjaan

maka kedisiplinan karyawan baik. Sebaliknya jika kepuasan kerja kurang tercapai dari pekerjaannya maka

kedisiplinan karyawan rendah.

Kepuasan Kerja dan Umur Karyawan

Umur karyawan mempengaruhi kepuasan kerja. Karyawan yang masih muda, tuntutan kepuasan kerjanya tinggi,

sedangkan karyawan tua tuntutan kepuasan kerjanya relatif rendah.

Kepuasan Kerja dan Organisasi

Besar-kecilnya organisasi mempengaruhi kepuasan kerja karyawan. Semakin besar organisasi, kepuasan kerja

karyawan semakin menurun karena peran mereka semakin kecil dalam mewujudkan tujuan. Pada organisasi

yang kecil kepuasan kerja karyawan akan semakin besar karena peranan mereka semakin besar dalam

mewujudkan tujuan.

Kepuasan Kerja dan Kepemimpinan

Kepuasan kerja karyawan banyak mempengaruhi sikap pimpinan dalam kepemimpinannya. Kepemimpinan

partisipasi memberikan kepuasan kerja bagi karyawan karena karyawan ikut aktif dalam memberikan

pendapatnya untuk menentukan kebijaksanaan perusahaan. Kepemimpinan otoriter mengakibatkan kepuasan

kerja karyawan rendah.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja menurut Effendy (2000:92) sebagai berikut:

a. Upah yang cukup

Upah yang cukup untuk kebutuhan merupakan keinginan setiap karyawan. Untuk tercapainya hal tersebut

ada diantara para karyawan yang menggiatkan diri dalam bekerja atau menambah pengetahuannya

dengan mengikuti kursus.

b. Perlakuan yang adil

Setiap karyawan ingin diperlakukan secara adil, tidak saja dalam hubungannya dengan upah, tetapi juga

dalam hal-hal lain, untuk dapat menciptakan persepsi yang sama antara atasan dengan bawahan

mengenai makna adil yang sesungguhnya, maka perlu diadakan komunikasi yang terbuka antara mereka.

c. Ketenangan bekerja

Setiap karyawan menginginkan ketenangan, bukan saja hubungannya dengan pekerjaan, tetapi juga

menyangkut kesejahteraan keluarganya.

d. Perasaan diakui

Pada setiap karyawan terdapt perasaan ingin diakui sebagai karyawan yang berharga dan sebagai

anggota kelompok yang dihormati. Hal ini berhubungan dengan kegiatan-kegiatan diluar tugas pekerjaan,

seperti : olah raga, kesenian dan lain-lain.

e. Penghargaan atas hasil kerja

Para karyawan menginginkan agar hasil karyanya dihargai, hal ini bertujuan agar karyawan merasa

senang dalam bekerja dan akan selalu bekerja dengan segiat-giatnya.

f. Penyalur perasaan

Perasaan tertentu yang menghinggapi para karyawan bisa menghambat gairah kerja. Hal ini dapat diatasi

melalui komunikasi dua arah secara timbal balik.

Sementara itu menurut As’ad (2003:114), faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja:

· Faktor individual, meliputi umur, watak dan harapan.

· Faktor sosial, meliputi hubungan kekeluargaan, pandangan masyarakat, kesempatan berekreasi,

kebebasan berpolitik, kegiatan perserikatan pekerja dan hubunan masyarakat.

Page 9: Ringkasan Teori Tentang Kepuasan Kerja

· Faktor utama dalam pekerjaan, meliputi upah/gaji, pengawasan, ketentraman kerja, kondisi kerja dan

kesempatan untuk maju.

Selain itu juga penghargaan terhadap kecakapan hubungan sosial didalam pekerjaan, ketepatan dalam

menyelesaikan konflik antar manusia, perasaan diperlakukan adil, baik yang menyangkut pribadi maupun tugas.

Faktor-faktor lain yang mempengaruhi kepuasan kerja menurut As’ad (2003:114) yaitu:

a. Kesempatan untuk maju, yaitu ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh pengalaman dan peningkatan

kemempuan selama kerja.

b. Keamanan, sering disebut sebagai penunjang kepuasan kerja baik bagi karyawan pria maupun wanita.

c. Gaji/upah lebih banyak menyebabkan ketidak puasan dan jarang orang menekspresikan kepuasan

kerjanya dengan sejumlah uang yang diperolehnya.

d. Perusahaan dan manajemen yang baik adalah yang mampu memberikan situasi dan kondisi kerja yang

stabil.

e. Penawasan atau supervisi, bagi karyawan, supervisor diangap sebagai figur ayah sekaligus

atasannya.Supervisi yang buruk dapat menakibatkan kemangkiran dan perputaran pegawai.

f. Faktor intrinsik dari pekerjaan. Atribut yang ada pada pekerjaan mensyaratkan ketrampilan tertentu. Sukar

mudahnya serta kebanggan akan tugas akan meningkatkan atau mengurangi kepuasan konsumen.

g. Kondisi kerja, termasuk kondisi tempat, ventilasi, kantin serta tempat parkir.

h. Aspek sosial dalam pekerjaan, merupakan salah satu sikap yang sulit digambarkan tetapi dipandang

sebagai faktor penunjang kepuasan kerja.

i. Komunikasi, antara karyawan dengan pihak manajemen banyak dipakai alasan untuk mneyukai

jabatannya. Dalam hal ini adanya kesediaan pihak atasan untuk mau mendengar, memahami dan

mengakui pendapat atau prestasi para karyawan sangat berperan dalam menimbulkan rasa puas terhadap

kerja.

j. Fasilitas lainnya, seperti rumah sakit, cuti, dana pensiun atau perumahan merupakan standar suatu jabatan

dan apabila dapat dipenuhi akan menimbulakan kepuasan kerja.

Manfaat Kepuasan Kerja

Menurut penelitian yang pernah dilakukan oleh Robinson dan Corners (2000), diperkirakan tidak kurang dari

3.350 buah artikel yang berkaitan dengan kepuasan kerja, mneyebutkan bahwa kepuasan kerja akan

memberikan manfaat antara lain sebagai berikut:

a. Menimbulakan peningkatan kebahagiaan hidup karyawan.

b. Peningkatan produktivitas dan pretasi kerja.

c. Penguranan biaya melalui perbaikan sikap dan tingkah laku karyawan.

d. Meningkatkan gairah dan semanat kerja.

e. Mengurangi tingkat absensi

f. Mengurangi labor turn over (perputaran tenaga kerja)

g. Mengurangi tingkat kecelakaan kerja

h. Mengurangi keselamatan kerja

i. Meningkatkan motivasi kerja

j. Menimbulkan kematangan psikologis.

k. Menimbulkan sikap positif terhadap pekerjaannya.

Page 10: Ringkasan Teori Tentang Kepuasan Kerja

Beberapa faktor yang dapat digunakan oleh manajemen untuk memuaskan kebutuhan para anggota, antara lain

disebutkan oleh Siagian (2002:22) yaitu :

1. Adanya tujuan yang jelas, baik yang bersifat jangka panjang, sedang maupun jangka pendek.

2. Proses kebijaksanaan yang melibatkan semua unsur dalam organisasi, paling sedikit sebagai sumber

informasi dan input.

3. Proses pengambilan keputusan yang demokratis dengan mendengar pendapat unsur pelakasana.

4. Proses pelaksanaan yang didasarkan atas pembagian tugas yang jelas.

5. Pendelegasian wewenang yang menggairahkan pengembangan daya inovasi dan kreasi anggota

organisasi.

6. Pengawasan yang bersifat mendidik atau bukan untuk mencari alasan bagi pimpinan untuk bertindak

punitif.

7. Penggunaan sistem umpan balik secara efektif dalam keseluruhan proses manajemen.

Efek Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja sangat berpengaruh terhadap perkembangan perusahaan, maka manager atau pimpinan

organisasi harus menciptakan lingkungan kerja yang mendukung untuk tercapainya kepuasan kerja tersebut.

Menurut Robbins (2001:84) ada empat respon karyawan terhadap kepuasan kerja yaitu:

a. Penilaian untuk tetap bertahan dalam organisasi.

b. Tidak melakukan upaya menuggu baiknya kondisi organisasi secara pasif.

c. Tidak melakukan upaya aktif dan konstruktif untuk memperbaiki kondisi.

d. Tetap perduli dengan kondisi organisasi.

Dalam hal ini kepuasan kerja yang tinggi diinginkan oleh para pimpinan perusahaan, karena dapat dikaitkan

dengan hasil positif yang mereka harapkan. Menurut Umar (2000:36) dampak kerja perlu dipantau dengan

mengaitkannya pada out put yang dihasilkan seperti:

a. Kepuasan kerja dengan produktifitas.

b. Kepuasan kerja dengan turn over.

c. Kepuasan kerja dengan absensi

d. Kepuasan kerja dengan efek lainnya seperti dengan kesehatan fisik mental, kemampuan mempelajari

pekerjaan baru dan kecelakaan kerja.

Selanjutnya Siagian (2000:113) menyatakan bahwa karyawan yang produktif adalah mereka yang merasa

bahagian dalam kepentingannya. Dari teori sumberdaya manusia diketahui bahwa terdapat empat variabel yang

menjadi indikator bahagian tidaknya karyawan dalam berkarya yaitu tingkat produktifitas yang tinggi, tingkat

kemangkiran yang rendah, tingkat perpindahan karyawan yang rendah dan kepuasan kerja yang tinggi.

Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Ini nampak dalam sikap positif

karyawan terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi dilingkungan kerjanya. Manajemen harus

senantiasa memonitoe kepuasan kerja, karena hal itu mempengaruhi tingkat absensi, perputaran tenaga kerja,

semangat kerja, keluhan-keluhan dan masalah personalia vital lainnya

Tampaknya semua ahli setuju untuk memasukan teori Herzberg dalam pandangan teori kepuasan kerja

karyawan. Pemilihan ini disebabkan karena teori Herzberg diturunkan atas pembagian hierarki kebutuhan

Maslow menjadi kebutuhan atas dan bawah.

Page 11: Ringkasan Teori Tentang Kepuasan Kerja

Maslow membagi kebutuhan manusia berdasarkan hierarki dari kebutuhan yang paling rendah ke kebutuhan

yang paling tinggi. Kebutuhan manusia versi Maslow pertingkatan adalah: Kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa

aman, kebutuhan sosial, kebutuhan harga diri, dan kebutuhan aktualisasi diri.

Dalam buku Psikologi Industri Organisasi oleh Ino Yuwono dkk. pada tahun 2005, pembagian dua buah atas dan

bawah itu membuat teori Herzberg dikenal orang sebagai two factor theory atau motivator hygiene theory.

Kebutuhan tingkat atas pada teori Herzberg yang diturunkan dari maslow adalah penghargaan dan aktualisasi

diri yang disebut sebagai motivator, sedangkan kebutuhan yang lain digolongkan menjadi kebutuhan bawah

yang disebut sebagai hygiene factor.

Terdapat faktor-faktor tertentu yang diasosiakan dengan kepuasan kerja dan faktor-faktor tertentu yang

disosiasikan dengan ketidakpuasan kerja. Faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja antara lain:

1. Tanggung jawab (responsibility), besar kecilnya yang dirasakan dan diberikan pada tenaga kerja.

2. Kemajuan (advancement), besar kecilnya kemungkinan tenaga kerja dapat maju dalam pekerjaannya.

3. Pencapaian (achievement), besar kecilnya tenaga kerja mencapai prestasi kerja yang tinggi.

4. Pengakuan (recognition), besar kecilnya pengakuan yang diberikan kepada tenaga kerja atas

kinerjanya.

5. Pekerjaan itu sendiri (work it self), besar kecilnya tantangan bagi tenaga kerja dari pekerjaannya.

Semua faktor diatas sering kali berhubungan dengan isi (content) dari sebuah pekerjaan, itu mengapa seringkali

disebut juga content factor. Sedangkan kelompok-kelompok faktor yang berhubungan dengan ketidakpuasan

dalam pekerjaan seringkali disebut dengan context factor. Faktor faktor ini adalah:

1. Kebijakan perusahaan (company policy), derajat kesesuaian yang dirasakan tenaga kerja dari semua

kebijakan dan peraturan yang berlaku diperusahaan.

2. Penyeliaan (supervision), derajat kewajaran penyeliaan yang dirasakan oleh tenaga kerja.

3. Gaji (salary), derajat kewajaran gaji/upah sebagai suatu imbalan atas hasil kerjanya (performance)

4. Hubungan antar pribadi (interpersonal relations), derajat keseuaian yang dirasakan dalam berinteraksi

dengan tenaga kerja lainnya.

5. Kondisi kerja (working condition), derajat kesesuaian kondisi kerja dengan proses pelaksanaan

pekerjaannya.

Content factor dalam teori Herzberg sering disebut dengan motivator, yaitu faktor faktor yang dapat mendorong

orang untuk dapat memenuhi kebutuhan tingkat atasnya dan merupakan penyebab orang menjadi puas atas

pekerjaannya. Bila content factor ini tidak ada, maka akan dapat menyebabkan seseorang tidak lagi puas atas

Page 12: Ringkasan Teori Tentang Kepuasan Kerja

pekerjaannya atau orang tersebut dalam keadaan netral, merasa tidak ”puas” tetapi juga tidak merasa ”tidak

puas”.

Sedangkan context factor, yang berhubungan dengan lingkungan pekerjaan ini sering disebut dengan hygiene

factor, dimana pekerjaan memberikan kesempatan untuk seseorang dalam pemenuhan kebutuhan tingkat

bawah. Bila context factor yang tidak terpenuhi, tidak ada, ataupun tidak sesuai maka dapat membuat pekerja

merasa tidak puas (dissatisfied).

Dalam ketidakterpenuhinya context factor akan membuat tenaga kerja banyak mengeluh dan merasa tidak puas,

tetapi bila dipenuhi maka pekerja akan berada pada posisi tidak lagi tidak puas (bukan berarti puas) atau

tepatnya dalam keadaan posisi netral.

Faktor faktor yang masuk kedalam kelompok motivator cenderung merupakan faktor yang menimbulkan motivasi

kerja yang lebih bercorak proaktif, sedangkan faktor yang termasuk kedalam kelompok hygiene cenderung

menghasilkan motivasi kerja yang lebih reaktif. Faktor hygiene bisa memindahkan ketidakpuasan dan

meningkatkan performance, namun sampai titik tertentu, memperbaiki faktor faktor tersebut tidak lagi

berpengaruh banyak.

Untuk itu usaha-usaha yang dilakukan untuk lebih meningkatkan peformance dan sikap lebih positif, sebaiknya

menggunakan dan berpusat pada faktor faktor motivator. Pekerjaan seharusnya dirancang sedemikian rupa

sehingga menghasilkan derajat penghargaan yang tinggi oleh kedua faktor tersebut. Faktor hygiene untuk

menghindari ketidakpuasan kerja karyawan dan motivator sebagai faktor yang memastikan kepuasan kerja

karyawan.

Kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individual. Setiap individu mempunyai tingkat kepuasan yang

berbeda-beda, seperti yang didefinisikan oleh Kreitner & Kinicki (2005), bahwa kepuasan kerja sebagai

efektivitas atau respons emosional terhadap berbagai aspek pekerjaan.

Definisi ini mengandung pengertian bahwa kepuasan kerja bukanlah suatu konsep tunggal, sebaliknya

seseorang dapat relatif puas dengan suatu aspek dari pekerjaannya dan tidak puas dengan salah satu atau

beberapa aspek lainnya.

Tidak berbeda dari pengertian di atas, kepuasan kerja menurut Kreiter dan Kinicki (2005) adalah respon

emosional terhadap pekerjaan seseorang. Keith Davis dalam (Mangkunegara, 2005) mengemukakan bahwa “job

satisfaction is the favorableness or unfavorableness with employees view their work”, (kepuasan kerja adalah

perasaan menyokong atau tidak menyokong yang dialami pegawai dalam bekerja). Sedangkan Wexley dan Yukl

Page 13: Ringkasan Teori Tentang Kepuasan Kerja

dalam (Mangkunegara, 2005) mendefinisikan kepuasan kerja “is the way an employe feels about his or her job” .

(Adalah cara pegawai merasakan dirinya atau pekerjaannya).

Berdasarkan definisi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah suatu perasaan yang

menyokong atau tidak menyokong diri pegawai yang berhubungan dengan pekerjaannya maupun dengan

kondisi dirinya. Perasaan yang berhubungan dengan pekerjaan melibatkan aspek-aspek seperti upah atau gaji

yang diterima, kesempatan pengembangan karir, hubungan dengan pegawai lainnya, penempatan kerja, jenis

pekerjaan, struktur organisasi perusahaan, mutu pengawasan sedangkan perasaan yang berhubungan dengan

dirinya . antara lain umur, kondisi kesehatan, kemampuan, pendidikan. Pegawai akan merasa puas dalam

bekerja apabila aspek-aspek pekerjaan dan aspek-aspek dirinya menyokong dan sebaliknya jika aspek-aspek

tersebut tidak menyokong, pegawai akan merasa tidak puas.

Kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individual. Setiap individu mempunyai tingkat kepuasan yang

berbeda-beda, seperti yang didefinisikan oleh Kreitner & Kinicki (2005), bahwa kepuasan kerja sebagai

efektivitas atau respons emosional terhadap berbagai aspek pekerjaan. Definisi ini mengandung pengertian

bahwa kepuasan kerja bukanlah suatu konsep tunggal, sebaliknya seseorang dapat relatif puas dengan suatu

aspek dari pekerjaannya dan tidak puas dengan salah satu atau beberapa aspek lainnya.

Menurut Strauss dan Sayles dalam Handoko (2001) kepuasan kerja juga penting untuk aktualisasi, karyawan

yang tidak memperoleh kepuasan kerja tidak akan pernah mencapai kematangan psikologis, dan pada

gilirannya akan menjadi frustasi. Karyawan yang seperti ini akan sering melamun, mempunyai semangat kerja

yang rendah, cepat lelah dan bosan, emosi tidak stabil, sering absen dan melakukan kesibukan yang tidak ada

hubungannya dengan pekerjaan yang harus dilakukan.