ringkasan eksekutif -...

4
Ringkasan Eksekutif Seminar dengan tema Apresiasi Multifungsi Pertanian untuk Mengendalikan Konversi Lahan Guna Mewujudkan Lahan Pertanian Abadidilaksanakan dalam rangka membahas berbagai hasil penelitian dan pemikiran mengenai aspek multifungsi pertanian, lahan pertanian abadi, sistem pertanian yang berkelanjutan, peningkatan kesejahteraan petani, dan pelestarian lingkungan hidup. Seminar dibuka oleh Menteri Pertanian Republik Indonesia, Bapak Dr. Anton Apriyantono, MS dan ditutup oleh Kepala Badan Litbang Pertanian Bapak Dr. Achmad Suryana. Seminar dihadiri oleh 160 peserta dari kalangan peneliti, penyuluh, akademisi, anggota DPR RI, dan pengambil kebijakan di bidang pertanian. Sebanyak 15 makalah, antara lain dari Jepang, Korea Selatan, Filipina, Malaysia, Jerman, World Agroforestry Centre (ICRAF) dan dari dalam negeri, dibahas dalam seminar ini. Seminar merumuskan kesimpulan dan rekomendasi sebagai berikut: Aspek Hukum 1. Laju konversi lahan pertanian yang mengalami percepatan (sebagai contoh pada lahan sawah dari 90 ribu ha/tahun pada periode 1981-1999 menjadi 188 ribu ha/ tahun pada periode 1999-2002) merupakan ancaman bagi upaya mempertahankan ketahanan pangan dan kualitas lingkungan. Masalah besar ini perlu mendapat perhatian pihak legislatif, eksekutif, yudikatif, dan masyarakat luas. Selain melalui peningkatan berbagai insentif untuk petani, pengendalian konversi lahan pertanian perlu ditempuh melalui penerapan perangkat hukum. 2. Keputusan Presiden nomor 98 tahun 1998 yang melarang perubahan penggunaan tanah pertanian subur untuk pembangunan kawasan industri belum efektif. Oleh karena itu revisi terhadap Keppres tersebut perlu dilakukan untuk mempertegas sanksi dan peranan Pemerintah Pusat dalam mengendalikan konversi lahan pertanian di daerah. 3. Dalam pembahasan revisi UU Tata Ruang, prinsip multifungsi pertanian perlu dimasukkan sebagai landasan dalam menyusun pasal-pasalnya. Untuk itu prinsip multifungsi pertanian perlu diadvokasi dan disosialisasikan kepada anggota legislatif dan masyarakat luas. Valuasi Ekonomi Multifungsi Pertanian 4. Hasil valuasi ekonomi multifungsi pertanian (MFP) sawah di DAS Citarum, Jawa Barat, menunjukkan bahwa lahan sawah memiliki fungsi lingkungan seperti pengendali erosi, pendaurulang sumber daya air, mitigasi banjir, penyejuk udara, penjaga keasrian pedesaan, dan media untuk mengurangi xi

Upload: ngothu

Post on 04-Apr-2019

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Ringkasan Eksekutif - balittanah.litbang.pertanian.go.idbalittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi/prosiding/mflp... · Ringkasan Eksekutif Seminar dengan tema “Apresiasi

Ringkasan Eksekutif

Seminar dengan tema “Apresiasi Multifungsi Pertanian untuk Mengendalikan Konversi Lahan Guna Mewujudkan Lahan Pertanian Abadi” dilaksanakan dalam rangka membahas berbagai hasil penelitian dan pemikiran mengenai aspek multifungsi pertanian, lahan pertanian abadi, sistem pertanian yang berkelanjutan, peningkatan kesejahteraan petani, dan pelestarian lingkungan hidup. Seminar dibuka oleh Menteri Pertanian Republik Indonesia, Bapak Dr. Anton Apriyantono, MS dan ditutup oleh Kepala Badan Litbang Pertanian Bapak Dr. Achmad Suryana. Seminar dihadiri oleh 160 peserta dari kalangan peneliti, penyuluh, akademisi, anggota DPR RI, dan pengambil kebijakan di bidang pertanian. Sebanyak 15 makalah, antara lain dari Jepang, Korea Selatan, Filipina, Malaysia, Jerman, World Agroforestry Centre (ICRAF) dan dari dalam negeri, dibahas dalam seminar ini. Seminar merumuskan kesimpulan dan rekomendasi sebagai berikut:

Aspek Hukum 1. Laju konversi lahan pertanian yang mengalami percepatan (sebagai contoh

pada lahan sawah dari 90 ribu ha/tahun pada periode 1981-1999 menjadi 188 ribu ha/ tahun pada periode 1999-2002) merupakan ancaman bagi upaya mempertahankan ketahanan pangan dan kualitas lingkungan. Masalah besar ini perlu mendapat perhatian pihak legislatif, eksekutif, yudikatif, dan masyarakat luas. Selain melalui peningkatan berbagai insentif untuk petani, pengendalian konversi lahan pertanian perlu ditempuh melalui penerapan perangkat hukum.

2. Keputusan Presiden nomor 98 tahun 1998 yang melarang perubahan penggunaan tanah pertanian subur untuk pembangunan kawasan industri belum efektif. Oleh karena itu revisi terhadap Keppres tersebut perlu dilakukan untuk mempertegas sanksi dan peranan Pemerintah Pusat dalam mengendalikan konversi lahan pertanian di daerah.

3. Dalam pembahasan revisi UU Tata Ruang, prinsip multifungsi pertanian perlu dimasukkan sebagai landasan dalam menyusun pasal-pasalnya. Untuk itu prinsip multifungsi pertanian perlu diadvokasi dan disosialisasikan kepada anggota legislatif dan masyarakat luas.

Valuasi Ekonomi Multifungsi Pertanian 4. Hasil valuasi ekonomi multifungsi pertanian (MFP) sawah di DAS Citarum,

Jawa Barat, menunjukkan bahwa lahan sawah memiliki fungsi lingkungan seperti pengendali erosi, pendaurulang sumber daya air, mitigasi banjir, penyejuk udara, penjaga keasrian pedesaan, dan media untuk mengurangi

xi

Page 2: Ringkasan Eksekutif - balittanah.litbang.pertanian.go.idbalittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi/prosiding/mflp... · Ringkasan Eksekutif Seminar dengan tema “Apresiasi

penumpukan sampah organik yang nilai ekonominya sekitar 51% dari harga jual beras yang dihasilkan DAS tersebut. Apabila fungsi lain seperti ketahanan pangan, penyedia lapangan kerja, pemelihara keanekaragaman hayati, penambat karbon, dan pelestari nilai sosial budaya diperhitungkan, maka sumbangan pertanian sawah jauh lebih besar dari nilai 51% tersebut. Sistem pertanian lainnya, terutama sistem berbasis pohon-pohonan dan sistem pertanian tanaman semusim yang dikelola dengan mengindahkan kaedah konservasi tanah, juga menghasilkan berbagai jasa dan manfaat lingkungan.

5. Multifungsi pertanian yang sangat nyata nilainya tersebut merupakan sumbangan cuma-cuma dari petani kepada masyarakat sekitarnya, dan masih diperlakukan sebagai eksternalitas atau masih di luar sistem pasar dan kebijakan. Untuk itu diperlukan langkah-langkah secara bertahap untuk menginternalisasikan multifungsi dalam sistem pasar dan kebijakan pembangunan, agar sektor pertanian mempunyai daya tarik.

6. Penilaian terhadap multifungsi pertanian ke depan, masih memerlukan penyempurnaan, terutama dengan lebih mamperhitungkan aspek sosial budaya masyarakat. Selain itu perlu dilakukan penilaian yang seimbang antara aspek positif dan negatif eksternalitas pertanian dan seterusnya perlu dikembangkan rekomendasi pengelolaan lahan untuk memaksimumkan eksternalitas yang positif dan meminimumkan eksternalitas yang negatif.

Multifungsi untuk Revitalisasi Pertanian 7. Negara industri seperti Jepang dan Korea, walaupun mempunyai daya beli

yang tinggi terhadap produk pertanian, namun dengan keyakinan akan pentingnya pertanian, berusaha mempertahankan pertanian melalui berbagai kebijakan seperti pembayaran langsung (direct payment) kepada petani, penjaminan harga dasar beberapa komoditas strategis, dan pengembangan agrowisata. Di sisi lain, masyarakat di negara tersebut semakin merasakan pentingnya multifungsi pertanian sehingga mereka berpartisipasi aktif dalam mempertahankan pertanian. Sangat ironis bagi Indonesia sebagai negara agraris, membiarkan konversi lahan pertanian berproduktivitas tinggi menjadi lahan non pertanian.

8. Peningkatan kesadaran dan pengetahuan tentang multifungsi pertanian perlu dilakukan oleh Departemen Pertanian melalui pemanfaatan secara optimal aset-asetnya yang tersebar di berbagai daerah, baik untuk kegiatan penelitian, maupun untuk diseminasi multifungsi yang dapat menumbuhkan kecintaan masyarakat terhadap pertanian. Diseminasi tersebut dapat berupa round table discussion dengan para pemangku kepentingan (stakeholders), publikasi pada berbagai media, memasukkan prinsip multifungsi pertanian sebagai salah satu materi di sekolah-sekolah, pengembangan agrowisata, visitors’ plots, dan laboratorium lapangan.

xii

Page 3: Ringkasan Eksekutif - balittanah.litbang.pertanian.go.idbalittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi/prosiding/mflp... · Ringkasan Eksekutif Seminar dengan tema “Apresiasi

9. Pengalaman di Jepang menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan lahan pertanian terlantar yang antara lain disebabkan karena petani semakin tua dan sangat sedikit generasi muda yang tertarik kepada pertanian. Kondisi ini juga sudah mulai nampak dalam sistem pertanian di Indonesia, dan dikhawatirkan dapat mempengaruhi keberlanjutan kegiatan pertanian. Untuk itu diperlukan langkah-langkah konkrit dan sistematis dari pemerintah untuk menarik tenaga kerja muda pada kegiatan pertanian, misalnya melalui fasilitasi pengembangan kegiatan bisnis pertanian di pedesaan. Disamping itu diperlukan peningkatan kapasitas petani melalui pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan.

10. Target 15 juta ha untuk lahan sawah abadi sebagaimana tercantum dalam RPPK, perlu dipandang sebagai suatu target yang dinamis. Suatu simulasi konversi (X) dan extensifikasi (Y) lahan sawah menunjukkan bahwa, untuk mempertahankan swasembada beras menjelang tahun 2025, perlu memperhatikan hubungan “Y = 2,2 X – 64.000”. Artinya, konversi lahan sawah perlu ditekan sampai <29.000 ha per tahun. Apabila konversi lahan sawah >29.000 per tahun, maka untuk setiap ha lahan sawah yang dikonversi diperlukan 2,2 ha lahan sawah pengganti, lengkap dengan prasarana irigasi dan sarana penunjang lainnya.

11. Tantangan ke depan adalah bagaimana menekan angka konversi lahan sawah yang dewasa ini diperkirakan >100.000 ha per tahun. Usaha perluasan lahan sawah untuk mengkonpensasi lahan yang terkonversi tersebut dihadapkan kepada berbagai kendala seperti semakin terbatasnya luas lahan yang potensial, semakin rendahnya daya tarik untuk bertani (yang menyebabkan terlantarnya lahan sawah yang baru dibuka), dan diperlukannya waktu dan biaya untuk penyiapan kelembagaan penunjang di areal persawahan baru.

12. Selain itu, fungsi lingkungan, sosial, dan budaya dari pertanian mempunyai sifat tidak dapat dipindahkan. Artinya, konversi lahan pertanian di Pulau Jawa dan menggantinya dengan lahan pertanian di luar Pulau Jawa, tidak dapat menjawab masalah hilangnya kualitas lingkungan, dan nilai sosial dan budaya pertanian di Pulau Jawa.

13. Keberhasilan mempertahankan eksistensi pertanian antara lain ditentukan oleh keberhasilan program diversifikasi di tingkat usaha tani guna meningkatkan keuntungan petani dan mempertahankan multifungsi pertanian. Sebagai contoh, bantuan untuk pengembangan dan peremajaan karet dan sawit yang baru-baru ini diumumkan oleh Menteri Pertanian sebaiknya bukan diarahkan untuk sistem monokultur, melainkan untuk kebun campuran, terutama untuk karet. Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa kebun karet tradisional berupa wanatani (campuran karet dengan berbagai tanaman pohon-pohonan lainnya) mampu mempertahankan multifungsi dan sekaligus memberikan keuntungan ekonomi.

xiii

Page 4: Ringkasan Eksekutif - balittanah.litbang.pertanian.go.idbalittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi/prosiding/mflp... · Ringkasan Eksekutif Seminar dengan tema “Apresiasi

14. Kebijakan yang perlu dipertimbangkan dalam revitalisasi pertanian antara lain adalah: (a) peningkatan ketersediaan dan akses petani terhadap teknologi dan permodalan, (b) pengembangan dan pemeliharaan infrastruktur irigasi; (c) pemberdayaan kelembagaan kelompok tani dan pengembangan kerjasama fungsional dan institusional antara petani dengan elemen agribisnis lainnya; (d) peningkatan akses petani terhadap input pertanian dan pasar; serta (e) pemberian jaminan kepada petani untuk mendapatkan sarana pertanian (pupuk, obat-obatan, dan bibit) yang bermutu tinggi dan bebas dari pemalsuan.

xiv