ringkasan eksekutif

9
RINGKASAN EKSEKUTIF Tanah, baik sebagai ruang maupun sumberdaya, mempunyai fungsi penting dan strategis bagi kehidupan dan penghidupan manusia. Luas tanah yang praktis tidak bertambah disatu pihak, sedangkan kebutuhan penduduk yang selalu meningkat baik kuantitas maupun kualitasnya merupakan sumber permasalahan pertanahan. Masalah tanah merupakan masalah yang sarat dengan berbagai kepentingan, baik ekonomi, sosial, politik, bahkan untuk Indonesia, tanah juga mempunyai nilai religius. Kebijakan dibidang pertanahan bersumber pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 yang berisi tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria (UUPA). Seiring dengan itu pemanfaatan tanah yang semula nilai ekonomisnya sebatas penggunaan pemukiman, pertanian dan/atau perkebunan, lambat laun berkembang menjadi modal yang besar potensinya untuk menggerakkan perekonomian. Dengan disahkannya UU No. 25 tahun 2007 pada 26 April 2007 tentang Penanaman Modal, dimaksudkan sebagai upaya peningkatan penanaman modal untuk mengolah potensi ekonomi menjadi kekuatan riil, baik menggunakan modal yang bersumber dari dalam negeri maupun luar negeri, dan dengan adanya ketersediaan tanah diharapkan dapat mempercepat pembangunan ekonomi nasional. Selain itu pasal 21 UU No. 25 Tahun 2007, dinyatakan bahwa pemerintah memberikan kemudahan pelayanan dan/atau perizinan Ringkasan Eksekutif Page | 1 PT. Alfriz Auliatama BPN - 2008

Upload: budkusuma9832

Post on 27-Oct-2015

37 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: RINGKASAN EKSEKUTIF

RINGKASAN EKSEKUTIF

Tanah, baik sebagai ruang maupun sumberdaya, mempunyai fungsi

penting dan strategis bagi kehidupan dan penghidupan manusia. Luas

tanah yang praktis tidak bertambah disatu pihak, sedangkan kebutuhan

penduduk yang selalu meningkat baik kuantitas maupun kualitasnya

merupakan sumber permasalahan pertanahan. Masalah tanah

merupakan masalah yang sarat dengan berbagai kepentingan, baik

ekonomi, sosial, politik, bahkan untuk Indonesia, tanah juga mempunyai

nilai religius.

Kebijakan dibidang pertanahan bersumber pada Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1960 yang berisi tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria (UUPA).

Seiring dengan itu pemanfaatan tanah yang semula nilai ekonomisnya

sebatas penggunaan pemukiman, pertanian dan/atau perkebunan, lambat

laun berkembang menjadi modal yang besar potensinya untuk

menggerakkan perekonomian.

Dengan disahkannya UU No. 25 tahun 2007 pada 26 April 2007 tentang

Penanaman Modal, dimaksudkan sebagai upaya peningkatan penanaman

modal untuk mengolah potensi ekonomi menjadi kekuatan riil, baik

menggunakan modal yang bersumber dari dalam negeri maupun luar

negeri, dan dengan adanya ketersediaan tanah diharapkan dapat

mempercepat pembangunan ekonomi nasional.

Selain itu pasal 21 UU No. 25 Tahun 2007, dinyatakan bahwa pemerintah

memberikan kemudahan pelayanan dan/atau perizinan kepada

perusahaan penanaman modal untuk memperoleh hak atas tanah.

Selanjutnya ditegaskan pula dalam pasal 22, bahwa perolehan hak atas

tanah dengan mengatur jenis hak atas tanah, jangka waktu, dan

perpanjangan hak atas tanahnya.

Ringkasan Eksekutif Page | 1PT. Alfriz AuliatamaBPN - 2008

Page 2: RINGKASAN EKSEKUTIF

Dengan demikian dalam UU No. 25 Tahun 2007 diatur suatu pola

hubungan yang saling menguntungkan (simbiosis mutualisme) antara

penguasa dengan pemilik modal (investor). Namun dalam

pengoperasionalannnya justru ditengarai cenderung kurang

memperhatikan kepentingan rakyat dan bahkan dapat merugikan

kepentingan rakyat.

Berdasarkan hal di atas, diperlukan suatu kajian mendalam tentang

pemenuhan kebutuhan tanah untuk penanaman modal pada satu sisi,

namun pada sisi lain hal tersebut tidak menimbulkan reduksi ekonomi

masyarakat kecil dan akses masyarakat terhadap pemilikan dan

penguasaan hak atas tanahnya serta tetap menjamin pengendalian

perubahan penggunaan dan penguasaan tanah, khususnya tanah

pertanian.

Tujuan Penelitian Kebijakan Pertanahan Dalam Penanaman Modal adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana implikasi UU No. 25 Tahun 2007

tentang Penanaman Modal terhadap aturan-aturan yang berlaku pada

pengelolaan pertanahan.

2. Untuk merumuskan beberapa alternatif kebijakan pengelolaan

pertanahan berkaitan dengan penanaman modal.

Adapun tujuan khusus dari pelaksanaan kegiatan ini adalah:

1. Mengevaluasi secara utuh pelaksanaan UU No. 25 Tahun 2007

Tentang Penanaman Modal, khususnya pada 3 provinsi, Bali,

Kepulauan Riau, dan Banten.

2. Memberikan rekomendasi terhadap hasil studi Penelitian Kebijakan

Pertanahan Dalam Penanaman Modal sebagai bahan masukan bagi

pembuat kebijakan (policy maker) dalam menyusun kebijakan

selanjutnya.

Ringkasan Eksekutif Page | 2PT. Alfriz AuliatamaBPN - 2008

Page 3: RINGKASAN EKSEKUTIF

Penelitian dilakukan pada daerah kabupaten/kota sampel dengan potensi

penanaman modal tinggi dan rendah. Dalam hal ini dilaksanakan di 3

(tiga) provinsi (Kepulauan Riau, Banten dan Bali) dengan lokasi sampel 1

(satu) kabupaten dan 1 (satu) kota yang dipilih secara purposive

sampling, yaitu

- Provinsi Kepulauan Riau dipilih kabupaten Bintan dan kota

Batam;

- Provinsi Banten dipilih kabupaten Tangerang dan kota

Cilegon;

- Provinsi Bali dipilih kabupaten Badung dan kota Denpasar.

Penelitian difokuskan pada implementasi UU Nomor 5 Tahun 1960,

tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agaria, dalam upaya pemberian

iklim kondusif penanaman modal di Indonesia, yaitu dengan:

1. Mengumpulkan data kualitatif sehingga memperoleh beberapa

alternatif kebijakan pengelolaan pertanahan berkaitan dengan

penanaman modal.

2. Melakukan kunjungan ke lokasi sasaran (sampel) dalam rangka

pengumpulan data pada lokasi terpilih di tiga provinsi, Bali, Kepulauan

Riau, Banten.

3. Melakukan analisis data hasil penelitian; dan

4. Penyajian dan penyusunan laporan hasil pelaksanaan pekerjaan

studi Penelitian Kebijakan Pertanahan Dalam Penanamn Modal.

Pemberian iklim yang kondusif bagi penanaman modal dapat diwujudkan

apabila didukung kebijakan pengelolaan pertanahan secara optimal.

Kondisi demikian terwujud bila terselenggara:

1. koordinasi antar Departemen/Instansi/Lembaga di tingkat pemerintah

dan pemerintan daerah dalam pelaksanaan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundangan,

Ringkasan Eksekutif Page | 3PT. Alfriz AuliatamaBPN - 2008

Page 4: RINGKASAN EKSEKUTIF

2. birokrasi meliputi prosedur dan proses pelayanan yang jelas

(transparan), sederhana dan tepat waktu, serta

3. jaminan perlindungan dan kepastian hukum meliputi kepastian

penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah.

Hasil studi menunjukkan bahwa penilaian pada tingkat penanam modal,

jaminan kepastian hukum menempati urutan pertama, disusul birokrasi

pelayanan dan koordinasi antar-instansi pelaksana kebijakan. Sedangkan

nilai harapan (EV) baik untuk PMA dan PMDN, menunjukkan bahwa

kepastian hukum menempati urutan pertama disusul birokrasi dan

koordinasi.

Untuk faktor kepastian hukum (hak) yang perlu mendapat perhatian

adalah:

1. kepastian penggunaan dan pemanfaatan tanah yaitu kesesuaian

dengan RTRW;

2. status penguasaan tanah yaitu jangka waktu hak atas tanah;

3. penyelesaian masalah pertanahan yaitu masalah tumpang tindih

peruntukan dan penanganan sengketa/konflik pertanahan.

Untuk faktor koordinasi yang perlu mendapat perhatian adalah :

1. penyelenggaraan rapar koordinasi yaitu partisipasi aktif peserta rapat;

2. kesiapan bahan rapat koordinasi yaitu kesiapan data-base masing-

masing instansi, khususnya pertanahan.

Untuk faktor birokrasi yang perlu mendapat perhatian adalah :

1. prosedur pelayanan yaitu waktu/lama pelayanan;

2. proses pelayanan yaitu biaya pelayanan, dan

3. kelembagaan yaitu sinkronisasi peraturan antar-sektor yang terkait

dengan pertanahan.

Ringkasan Eksekutif Page | 4PT. Alfriz AuliatamaBPN - 2008

Page 5: RINGKASAN EKSEKUTIF

Dari hasil analisis alternatif kebijakan yang dikembangkan, beberapa

langkah yang ditempuh dalam upaya sinkronisasi kebijakan pengelolaan

pertanahan yang terkait dengan penanaman modal sebagai berikut :

1. Jaminan kepastian Hak :

a. Pengefektifan pemanfaatan RTRW Kabupaten/Kota

dalam rangka perolehan izin lokasi dan perolehan hak atas tanah

sebagai upaya memberikan kepastian status penguasaan,

khususnya jangka waktu hak atas tanah dan kepastian

penggunan/pemanfaatan tanah serta alih penguasaan, penggunaan

dan pemanfaatan tanah yang tidak terkendali serta tumpang tindih

peruntukan.

b. Sinkronisasi antara UUPA dan UU 25 Tahun 2007,

dengan penyamaan persepsi mengenai pasal-pasal yang terkait

dengan pertanahan dengan pembuatan SKB antar-Lembaga/Sektor.

Khususnya jangka waktu hak atas tanah

2. Koordinasi:

a. Sosialisasi dan penyempurnaan kepanitiaan yang sudah

ada, khususnya kepanitiaan terkait dengan perizinan dan pemberian

hak atas tanah

b. Mempercepat dan memperluas cakupan

penyelenggaraan Inventarisasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan,

Pemanfaatan Tanah (P4T) secara sistematis dalam upaya penyiapan

data-base pertanahan

3. Birokrasi:

a. Sosialisasi dan penyempurnaan PP 46 Tahun 2003 dan

SOPP Tahun 2005 yang terkait dengan biaya pelayanan perolehan

hak atas tanah

b. Sosialisasi dan penyempurnaan peraturan perundangan

antar-sektor terkait khususnya sektor terkait dengan perizinan Ringkasan Eksekutif Page | 5PT. Alfriz AuliatamaBPN - 2008

Page 6: RINGKASAN EKSEKUTIF

lokasi dan perolehan hak atas tanah baik di tingkat Nasional,

Provinsi dan Kabupaten/Kota.

Dalam upaya meningkatkan implementasi kebijakan pertanahan dalam

rangka penanaman modal sehingga memberikan rasa aman dan

kepastian berusaha, perlu mengefektifkan, menyempurnakan dan

mengembangkan dalam:

a. Pemberian jaminan kepastian hak atas tanah meliputi

pengefektifan pemanfaatan RTRW sebagai dasar penerbitan izin lokasi

dan pemberian hak atas tanah serta penanggulangan tumpang tindih

peruntukan dan sengketa/ konflik pertanahan

b. Koordinasi antar instansi terkait meliputi penyelenggaraan rapat

koordinasi dan kesiapan bahan rapat, khususnya partisipasi aktif

intansi terkait dalam rapat koordinasi, kesiapan Rencana Tata Ruang

Wilayah (RTRW) Kabupaten dan Kota serta kesiapan data-base

masing-masing instansi yang terkait dengan pelayanan pertanahan.

Untuk ini perlu adanya SKB antar lembaga/instansi.

c. Birokrasi pelayanan meliputi prosedur dan proses pelayanan

serta peraturan perundangan sektoral, khususnya terkait dengan biaya

pelayanan dan sinkronisasi peraturan perundangan sektoral baik

nasional, provinsi maupun kabupaten/kota, khususnya yang terkait

dengan penerbitan izin lokasi, perolehan hak atas tanah dan

pengendalian alih penguasaan, pemilikan, penggunaan dan

pemanfaatan tanah.

Agar produk dari langkah-langkah sebagaimana dikemukakan efektif

diperlukan langkah-langkah dalam bentuk pengaturan perundangan dan

pensosialisasiannya:

1. Perlu diatur dengan PP atau SKB, yaitu substansi berkaitan

dengan koordinasi antar-instansi. Contoh antara lain: kewenangan

Ringkasan Eksekutif Page | 6PT. Alfriz AuliatamaBPN - 2008

Page 7: RINGKASAN EKSEKUTIF

penerbitan izin lokasi, kewenangan penerbitan SK hak atas tanah dan

sertpikat tanah, kewenangan perizinan investasi dan sebagainya.

2. Perlu diatur dengan SK Menteri/Kepala Lembaga Non

Departemen, yaitu substansi yang terkait dengan penjabaran lanjut

dari UU atau PP yang sifatnya teknis fungsional lembaga. Contoh

antara lain penyiapan data-base instansi (IP4T), penentuan prioritas

investasi, dan sebagainya.

3. Perlu diatur dengan Perda yaitu substansi yang menjabarkan UU,

PP atau Kepmen/Keputusan Kepala LPND yang mengikat masyarakat di

daerahnya. Contoh antara lain RTRW, pembebanan biaya dan

sebagainya.

4. Perlu diatur dengan Keputusan Kepala Daerah, yaitu substansi

terkait dengan teknis UU. PP, Kepmen/Keputusan Kepela LPND yang

bersifat mengefektifkan pelaksanaan operasional di daerahnya.

Contoh: penyelenggaraan rapat koordinasi antar-instansi di daerah,

pembentukan kepanitiaan dan sebagainya.

Selain itu sebagai tindak lanjut penelitian ini diperlukan:

1. review peraturan perundangan yang suda ada

sebagaimana direkomendasikan serta menyusun naskah

penyempurnaan dan penyusunan peraturan perundangan baru baik

ditingkat nasional, provinsi dan daerah,

2. studi lanjutan antara lain pengkajian jangka waktu hak

atas tanah untuk usaha penanaman modal, kesesuaian jenis hak

dengan jenis usaha, mekanisme pengendalaian alih penguasaan,

penggunaan dan pemanfaatan bidang-bidang tanah untuk usaha

penanaman modal.

Ringkasan Eksekutif Page | 7PT. Alfriz AuliatamaBPN - 2008