rinasabrinanew

21
 PELESTARIAN POLA PERMUKIMAN TRADISIONAL SUKU SASAK DUSUN LIMBUNGAN KABUPATEN LOMBOK TIMUR Rina Sa brina, Antariks a , Gunawan Prayitno Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya Jl. Mayjen Haryono 167 Malang 65145, Telp. 62-341-7051558 Email: [email protected]  AB STRAK  Karakter suatu suku dapat dilihat dari tradisi dan budaya terbentuk dalam suatu permukiman yang masih menjaga local wisdomnya. Ini terlihat dari permukiman tradisional yang terdapat pada Suku Sasak di Dusun Limbungan, dan mereka masih menjaga rumah adatnya dari segala bentuk perubahan. Tujuan studi adalah untuk mengidentifikasi karakteristik non fisik sosial budaya masyarakat, mengidentifikasi karakteristik fisik pola tata ruang permukiman yang terbentuk, menganalisis pola tata ruang permukiman tradisional yang terbentuk akibat pengaruh fisik, non fisiknya, dan kearifan lokalnya. Metode yang digunakan adalah deskriptif-evaluatif. Hasil studi menunjukkan bahwa konsep keruangan makro yang terbentuk dari tatanan fisik lingkungan hunian memperlihatkan adanya pembagian ruang permukiman berdasarkan guna lahan, yaitu tempat hunian di bagian tengah, dan lahan pertanian di bagian luar area permukiman . Struktur ruang permukiman tradisional Suku Sasak Limbungan terbentuk berdasarkan konsep filosofi, yaitu konsep arah sinar matahari, konsep terhadap Gunung Rinjani, konsep pembangunan rumah dan elemennya secara berderet, tanah berundak-undak, dan konsep bentuk rumah yang seragam terdiri dari rumah yang berjajar (suteran). Penempatan elemen rumah (Bale) berupa panteq memiliki posisi saling berhadapan dengan Bale. Pola pengembangan tata ruang masyarakat Sasak di Dusun Limbungan berorientasi pada nilai kosmologi berdasarkan sistem kepercayaan dan tradisi-tradisi masyarakat yang berbasis budaya dan menghasilkan ruang-ruang khusus. Kata kunci: pola, permukiman tradisional, Sasak Limbungan, sosial budaya  AB STRACT The characteristics of an ethnic can be seen from the tradition and culture be formed in a settlement which are still protecting by their local wisdom. It can be seen in traditional settlement of the Sasak ethnic in Limbungan village, where they still waking their traditional house from all changes. The aim of this study is to identify the non physical of social culture characteristics of the community, and to identify the physical characteristics of the pattern layout of the settlement that formed, as well as analyses the pattern of the layout of the traditional settlement resulting from the influence of the culture social system of their community's, and even their local wisdom. The method used in this study is descriptive-evaluative. All data collected through field observation, questionnaires and in-depth interview. The study shown that the spatial concept is formed by physical characters of the settlement indicates a division of land use; housing area is located in the center of settlement, and farming area is located outside of the housing area. Traditional structure space settlement of the Sasak Limbungan ethnic is formed based on the philosophical concepts, the direction of the sun rays concept, against the mountain Rinjani concept, the development of the house and his element in a lined-up manner concept, and form of the house that uniform consists of the lined-up house (suteran) concept. The allocation elements of the house (Bale) take form of panteq have the position face each other with Bale. The pattern of development of layout community Sasak in Limbungan village is oriented in cosmology value based on belief system and the community's traditions which based on culture and producing special spaces. Key words: pattern, traditional settlement, Sasak Limbungan, social culture arsitektur e-Journal Volume 2 Nomor 3 November 2009  208

Upload: rauf-rauff

Post on 21-Jul-2015

90 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PELESTARIAN POLA PERMUKIMAN TRADISIONAL SUKU SASAK DUSUN LIMBUNGAN KABUPATEN LOMBOK TIMURRina Sabrina, Antariksa , Gunawan PrayitnoJurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya Jl. Mayjen Haryono 167 Malang 65145, Telp. 62-341-7051558 Email: [email protected]

ABSTRAK Karakter suatu suku dapat dilihat dari tradisi dan budaya terbentuk dalam suatu permukiman yang masih menjaga local wisdomnya. Ini terlihat dari permukiman tradisional yang terdapat pada Suku Sasak di Dusun Limbungan, dan mereka masih menjaga rumah adatnya dari segala bentuk perubahan. Tujuan studi adalah untuk mengidentifikasi karakteristik non fisik sosial budaya masyarakat, mengidentifikasi karakteristik fisik pola tata ruang permukiman yang terbentuk, menganalisis pola tata ruang permukiman tradisional yang terbentuk akibat pengaruh fisik, non fisiknya, dan kearifan lokalnya. Metode yang digunakan adalah deskriptif-evaluatif. Hasil studi menunjukkan bahwa konsep keruangan makro yang terbentuk dari tatanan fisik lingkungan hunian memperlihatkan adanya pembagian ruang permukiman berdasarkan guna lahan, yaitu tempat hunian di bagian tengah, dan lahan pertanian di bagian luar area permukiman. Struktur ruang permukiman tradisional Suku Sasak Limbungan terbentuk berdasarkan konsep filosofi, yaitu konsep arah sinar matahari, konsep terhadap Gunung Rinjani, konsep pembangunan rumah dan elemennya secara berderet, tanah berundak-undak, dan konsep bentuk rumah yang seragam terdiri dari rumah yang berjajar (suteran). Penempatan elemen rumah (Bale) berupa panteq memiliki posisi saling berhadapan dengan Bale. Pola pengembangan tata ruang masyarakat Sasak di Dusun Limbungan berorientasi pada nilai kosmologi berdasarkan sistem kepercayaan dan tradisi-tradisi masyarakat yang berbasis budaya dan menghasilkan ruang-ruang khusus. Kata kunci: pola, permukiman tradisional, Sasak Limbungan, sosial budaya

ABSTRACT The characteristics of an ethnic can be seen from the tradition and culture be formed in a settlement which are still protecting by their local wisdom. It can be seen in traditional settlement of the Sasak ethnic in Limbungan village, where they still waking their traditional house from all changes. The aim of this study is to identify the non physical of social culture characteristics of the community, and to identify the physical characteristics of the pattern layout of the settlement that formed, as well as analyses the pattern of the layout of the traditional settlement resulting from the influence of the culture social system of their community's, and even their local wisdom. The method used in this study is descriptive-evaluative. All data collected through field observation, questionnaires and in-depth interview. The study shown that the spatial concept is formed by physical characters of the settlement indicates a division of land use; housing area is located in the center of settlement, and farming area is located outside of the housing area. Traditional structure space settlement of the Sasak Limbungan ethnic is formed based on the philosophical concepts, the direction of the sun rays concept, against the mountain Rinjani concept, the development of the house and his element in a lined-up manner concept, and form of the house that uniform consists of the lined-up house (suteran) concept. The allocation elements of the house (Bale) take form of panteq have the position face each other with Bale. The pattern of development of layout community Sasak in Limbungan village is oriented in cosmology value based on belief system and the community's traditions which based on culture and producing special spaces. Key words: pattern, traditional settlement, Sasak Limbungan, social culture

208

arsitektur e-Journal, Volume 2 Nomor 3, November 2009

Pendahuluan Disadari sejak lama bahwa budaya memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk struktur ruang permukiman. Penggambaran struktur ruang permukiman juga dapat dilihat dari sisi budaya lain seperti pada pelaksanaan ritual dan acara keagamaan. Acara ini bersifat rutin, akan tetapi ruang yang digunakan tidak semata untuk ritual saja, sehingga strukturnya juga nampak temporal. Masyarakat Sasak di Pulau Lombok juga sangat terkait dengan budaya dalam menata ruang permukimannya, ataupun pada ritual daur hidup dan berbagai acara keagamaan (Sasongko 2005:5). Dusun Limbungan yang terletak di kawasan kaki Gunung Rinjani ini memiliki kawasan rumah adat menempati dua gugus, yaitu Limbungan Timur sebanyak 68 unit rumah dan Limbungan Barat sebanyak 71 unit rumah. Kedua hunian itu dibatasi tanaman hidup dan pagar bambu yang dianyam kasar, yang mereka sebut kampu. Rumah-rumah mereka berdinding bambu yang dianyam, berlantai tanah campuran tahi kerbau, beratap alang-alang, dengan rangka konstruksi campuran kayu dan bambu. Dusun ini sudah ditetapkan sebagai desa budaya oleh pemerintah Lombok Timur, sebagai salah satu perkampungan tradisional dengan rumah-rumah adat dengan keunikan sosial budaya yang masih kental. Pola tata ruang permukiman tradisional serta gaya arsitektur tradisional yang terdapat di Dusun Limbungan merupakan salah satu bentuk pusaka budaya yang kaya akan nilai sejarah, filosofi, seni, dan budaya masyarakat setempat, oleh karena itu sebagai salah satu desa adat yang memiliki pola tata ruang permukiman unik yang sarat akan nilai budaya, Dusun Limbungan perlu mendapatkan perhatian khusus yang dimaksudkan untuk tetap memperhatikan eksistensi dan kesinambungan prinsip-prinsip ke dalam tradisi yang baku, yaitu berupa pola tata ruang permukiman tradisional yang telah terwujud dalam ruang tradisional Dusun Limbungan. Dengan menetapkan desa tradisional sebagai cagar budaya maka kepunahan suatu monumen hidup sisa budaya lama dapat dihindari (Soeroto 2003:48). upaya pelestarian sebagai salah satu cara untuk mengantisipasi perubahan dan perkembangan yang terjadi sangat diperlukan. Pola tata ruang permukiman tradisional serta gaya arsitektur tradisional yang terdapat di Dusun Limbungan merupakan salah satu bentuk pusaka budaya yang kaya akan nilai sejarah, filosofi, seni, dan budaya masyarakat setempat.

Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam studi ini adalah metode deskriptif evaluatif, melalui observasi, kuisioner, dan wawancara. Pengambilan sampel dihitung dengan rumus Slovin, menggunakan teknik pengambilan proporsional untuk mendapatkan sampel yang merata di seluruh wilayah studi. Kriteria pemilihan sampel, yaitu antara lain: - Bangunan harus masih memiliki ciri khas tradisional permukiman suku sasak, berusia lebih dari 50 tahun. - Karakter bangunan menunjukkan adanya penerapan pola tata ruang berdasarkan konsep Islam dan kepercayaan animisme serta dinamisme; dan - Masih terdapat budaya dan tradisi lokal yang sering dilakukan dalam kawasan permukiman. Dari 139 unit bangunan tradisional diambil sampel seluruh bangunan, yaitu Limbungan Timur sebanyak 68 unit rumah dan Limbungan Barat sebanyak 71 unit rumah asli. Sampel masyarakat didapatkan dari perhitungan rumus Slovin sebanyak 82 sampel. a) Tahap pertama: mengidentifikasi karakteristik sosial budaya masyarakat Dusun Limbungan. 1. Tinjauan sejarah dan perkembangan Dusun Limbungan dan budaya bermukim masyarakat Suku Sasak Limbungan yang meliputi sejarah munculnya dusun dan permukiman tradisional.

arsitektur e-Journal, Volume 2 Nomor 3, November 2009

209

2. Analisis sosial budaya antara lain (Koentjaraningrat 1982): - sistem kelembagaan;sistem kemasyarakatan/kekerabatan; - kehidupan ekonomi; dan - kehidupan budaya dan religi Hasil interpretasi sejarah dan pengaruhnya terhadap karakteristik sosial budaya masyarakat Dusun Limbungan, dijadikan dasar untuk mendukung kajian untuk analisis karakteristik pola tata ruang permukiman tradisional. b) Tahap kedua: Mengidentifikasi pola tata ruang permukiman Dusun Limbungan dan menganalisis kesesuaiannya dengan konsep pola tata ruang tradisional Suku Sasak. 1. Analisis tata guna lahan dilakukan untuk melihat elemen apa saja yang membentuk ruang permukiman, pengaruhnya terhadap pemanfaatan guna lahan, dan peletakan elemen berdasarkan konsep yang dikenal dalam pola tata ruang tradisional Suku Sasak. Pada tahap ini dilakukan kajian terhadap perkembangan elemenelemen pembentuk kawasan pedesaan (Oswald & Baccini 2000), dengan menggunakan analisis before-after. Before mewakili masa awal terbentuknya Dusun Limbungan (1919-1960), masa perkembangan infrastruktur permukiman di Dusun Limbungan (1961-1990), dan after mewakili kondisi eksisting saat ini (1991-2008). Selanjutnya, untuk melihat keterkaitan antar elemen-elemen pembentuk kawasan pedesaan, dilakukan analisis dengan teknik super impose guna lahan. Kajian elemen pembentuk kawasan pedesaan meliputi: - perairan; - hutan; - permukiman; - pertanian; - infrastruktur; dan - tanah kosong. 2. Analisis ruang budaya dilakukan untuk mengidentifikasi keberadaan hirarki ruang dan sifat penggunaan ruang yang ada di Dusun Limbungan. Pendekatan yang dilakukan adalah secara eksploratif, dengan melihat fungsi dan kepentingan ruang permukiman dari hasil analisis kehidupan budaya dan religi dan kegiatan masyarakat sehari-hari. 3. Analisis pola tata ruang tempat tinggal. Pada tahap ini, analisis dilakukan dengan mengidentifikasi tiga variabel, yaitu di antaranya: - Fisik bangunan dan pekarangan; Struktur tata ruang tempat tinggal; dan - Pola tata bangunan. Wilayah penelitian Wilayah penelitian adalah Dusun Limbungan yang terletak di kaki Gunung Rinjani yang terbagi menjadi Limbungan Barat dan Limbungan Timur (Gambar 1).

ur Tim an ng bu Lim

Limbu ngan Barat0 25 50m 100

Gambar 1 Peta Kawasan studi Dusun Limbungan.

210

arsitektur e-Journal, Volume 2 Nomor 3, November 2009

Hasil dan Pembahasan Karakteristik sosial budaya Sistem kelembagaan Memiliki dua sistem pemerintahan, yaitu pemerintahan formal dan pemerintahan tradisional, atas beberapa kanoman (pemerintahan kecil), yaitu pimpinan para Kliang atau kepala dusun (Gambar 2).

(a) (b) (c) Gambar 2 (a). Sistem pemerintahan tradisional (b).Tetua adat (c). Istri sesepuh.

Dengan toak memiliki peran menetapkan peraturan adat Dusun Limbungan,menjadi pemimpin penyelenggara upacara adat. Hukum Adat Peraturan adat yang mengatur permukiman adat di Limbungan: - Jika ingin membangun rumah permanen, maka pembangunan dilakukan di luar batas/area lingkungan permukiman adat. - Tidak boleh mengubah dan merusak permukiman adat, baik letak,bahan alami bangunan, harus sesuai dengan aturan adat. - Tidak boleh membangun kamar mandi/ WC di lingkungan permukiman adat. - Segala upacara Adat harus sesuai dengan izin pemangku adat - Satu tahun sekali harus mengunjungi makam leluhur. Sistem kekerabatan Dalam kawasan limbungan, merupakan satu kerabat atau masih mempunyai hubungan darah, pernikahan sebagian besar dilakukan dengan kerabat sendiri, walau tidak tertutup kemungkinan mengambil calon istri/suami dari luar kawasan limbungan yang bukan kerabat. Masyarakat Dusun Limbungan juga mengenal prinsip patrelinear yakni mengikuti garis keturunan ayah dan jika terjadi perkawinan maka anak hasil perkawinan tersebut akan mengikuti gelar kebangsawanan ayahnya.

Gambar 3. Sistem kekerabatan di Dusun Limbungan.

arsitektur e-Journal, Volume 2 Nomor 3, November 2009

211

Hasil didapatkan bahwa penduduk yang tinggal sejak lahir sebanyak 63,41%, pendatang (ikut istri/suami) sebanyak 25,61%, faktor lokasi kerja 4.88%. Kehidupan ekonomi Lapisan sosial di Dusun Limbungan terdiri dari: - Lapisan Tokoh adat; - Lapisan Ulama; dan - Lapisan Masyarakat Biasa. Sebagian besar warga Dusun Limbungan bermata pencaharian sebagai petani sebesar (67%), pedagang sebesar (14%),dan PNS hanya 1 orang sebesar (0,19%), sebagian besar bekerja di bidang pertanian karena faktor lahan pertanian yang mendukung, dan pendidikan yang rendah. Kehidupan religi dan budaya - Memiliki kepercayaan terhadap roh-roh nenek moyang, biasanya terdapat pada bukitbukit tinggi tersebutlah roh nenek moyang bersemayam. Oleh sebab itu, mereka menyembah dan memuja roh-roh agar tidak terjadi bencana alam, mengakibatkan sebagian masyarakat Sasak di Limbungan mengekeramatkan benda, dan makam keramat. - Dalam kehidupan beragama, masyarakat Sasak Limbungan merupakan masyarakat Islam tradisional yang fanatik. - Tatanan adat istiadat dan ikatan sosial kekerabatan yang berlaku di Dusun Limbungan masih begitu kuat upacara-upacara tersebut yaitu upacara kelahiran, upacara perkawinan, upacara kematian, sistem pembagian warisan, dan upacara panen padi. 1. Upacara Kelahiran Tahap kegiatan berupa: Bretes ,Tukaq Ariq Kakaq, Polang duri, Ngurisang, Nyunatang. (Gambar 4, Gambar 5, dan Gambar 6)

Gambar 4. Upacara kelahiran.

Bretes

Melahirkan

Tukaq Ari Kakaq

Ngurisan

Gambar 5. Pemakaian ruang mikro Upacara Kelahiran.

212

arsitektur e-Journal, Volume 2 Nomor 3, November 2009

Hutan Limbungan 1ur

l Ja n dahur u a y lu e k le r B am lu a k Ja m ke

Makam leluhur Batu Maliq 5Kalim an dian

6 2Putra Amaq Nasiadi

6Kali

es pe Ja lu r pr os

Masjid

Putra Amaq Min

3 4Masjid

Putra Amaq Kar

7.

Putra Amaq Amir

Ja

lu r

be

ja r

an

2

7

4

LEGENDA

Jalan Utama Jalan Lingkungan Rumah Tradisional Jalur Bejaran Kali

Rumah Panitia tempat Khitanan Rumah Anak yang disunat Rumah Ketua Adat Masjid/Musholla0 25 50m 100

Gambar 6 Pemakaian ruang makro Upacara Sunatan.

2. Upacara Perkawinan Tahap kegiatan berupa: Midang, Memaling, Sejati, Selabar, Bait Wali, Bait Janji, Sorong Serah Aji Krama,Nyongkolan. (Gambar 7 dan Gambar 8)

Gambar 7. Upacara perkawinan.

3 1

Ja

1

6

lu ru

2

pa

ca

ra

pe rk a

5

w in an

LEGENDA

4

Jalan Utama Jalan Lingkungan Rumah Tradisional Jalur Nyongkol0 25 50m 100

Rumah Ketua Adat Laki-laki Rumah Laki-laki Rumah Perempuan Rumah Ketua Adat Perempuan Masjid/Musholla

Rumah Kyai

Gambar 8 Pemakaian ruang makro upacara perkawinan.

arsitektur e-Journal, Volume 2 Nomor 3, November 2009

213

3. Upacara Kematian Tahap kegiatan, yaitu pemberian aiq daun bidara, belangar, betukaq, memandikan dan mengkafankan, mensholatkan jenazah,upacara penguburan, dan upacara setelah penguburan. (Gambar 9 dan Gambar 10)

Gambar 9. Upacara kematian.6Makam Umum

makam an

h Sawa

Jalur pema kama n

5

5

Jalur peka du

2 1

ah um er tk ya ela m ur al J

4

LEGENDA

Jalan Utama Jalan Lingkungan Persil Rumah Tradisional Jalur ke Makam

MAKAM Masjid/Musholla Rumah Duka Rumah Kyai

0

25

50

100 m

Gambar 10. Pemakaian ruang makro upacara kematian.

4. Upacara Bertani (Gambar 11 dan Gambar 12)

Gambar 11. Upacara bertani.

214

arsitektur e-Journal, Volume 2 Nomor 3, November 2009

Makam Batu Maliqm ka ma ke lur Ja ur uh lel

- Acara Mundak - Menggala - Penanaman padi - Paneni an ert aB ar ac up lur Ja

Sawah

5. Upacara keagamaan Acara kegiatan berupa: nuzulul quran, maulid nabi saw, lebaran idul fitri dan lebaran topat. (Gambar 13 dan gambar 14)

Jalur upacara BertaniLEGENDA

Jalan Utama Jalan Lingkungan Rumah Tradisional Rumah permanen0 25 50m 100

Ruang yang terbentuk karena kegiatan Upacara Bertani Jalur Upacara Bertani

Sawah

Gambar 12. Pemakaian ruang makro upacara bertani.

Gambar 13. Upacara keagamaan.

1 3 2 2r lu Ja pe an ya ra bi Na

2 2

l au M

id

2LEGENDA

1

Jalan Utama Jalan Lingkungan Persil Rumah Tradisional Masjid/Musholla

Ruang yang terbentuk karena kegiatan penduduk mengikuti peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW0

0

25

50m

100

Rumah Kyai

Gambar 14. Pemakaian ruang makro upacara keagamaan.

arsitektur e-Journal, Volume 2 Nomor 3, November 2009

215

Guna lahan Elemen pembentuk kawasan pedesaan a. Perairan Dusun Limbungan dilewati oleh sungai bernama Kokok Limbungan dengan lebar 15 meter, perairan (sungai) sangat penting dalam pemilihan tempat bermukim. Selain itu penduduk yang sebagian besar bekerja di sawah sehingga sangat tergantung pada lokasi sungai untuk aliran irigasi sawah selain sungai, penduduk juga memanfaatkan sumber mata air untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, dan mengairi sawah mereka Sekitar tahun 1997, pemerintah kabupaten Lombok Timur membangun projek irigasi melalui pemasangan pipa-pipa distribusi dari sumber mata air ke rumah-rumah penduduk sehingga penduduk tidak perlu lagi mengambil air ke atas bukit. b. Hutan Tahun 1980 Limbungan masih ditutupi oleh lahan hutan. Kemudian pada tahun 1980-an, pengalihan kepemilikan hutan adalah negara (Perhutani Lombok Timur). Dengan lahan yang masih dimanfaatkan oleh masyarakat dan untuk kepentingan negara yaitu sebagian pengalihan hutan menjadi sawah, hutan, dan kebun. c. Pertanian Penduduk Limbungan membuka lahan hutan menjadi lahan pertanian dan bermukim pada tahun 1919 yang berupa sawah, ladang kebun. Sebagian besar penduduk bekerja di lahan pertanian d. Permukiman Tahun 1919-1960 fase awal, yaitu dari lahan hutan menjadi bentuk repoq-repoq, yaitu terbentuknya suatu pola permukiman yang umumnya berada di tengah-tengah lahan persawahan, tahun 1920 mulai terbangun permukiman tradisional Sasak ini yang berbahan baku ilalang, tanah liat, dan getah tumbuh-tumbuhan yang pada saat ini disebut dengan permukiman Bale adat Sasak kemudian bertambahnya rumah semi permanen maka rumah-rumah tersebut berkembang menyeluruh linear mengikuti jalan ke arah timur dengan area central Bale adat. e. Infrastuktur Pada awal perkembangannya tahun 1919, jalan menuju permukiman di Dusun Limbungan dan dusun sekitarnya merupakan jalan makadam tanah yang berbatu-batu, dengan sarana yang ada berupa masjid dan makam. Tahun 1961-1990 permukiman masih berupa jalan tanah makadam, namun sudah tidak berbatu-batu, SD No.4 Perigi tahun 1980-an serta musholla. Pada tahun 1994, pemerintah kabupaten Lombok Timur mulai membangun jalan aspal yang menghubungkan ibu kota Kecamatan Pringgabaya. Peletakan elemen permukiman Pembentukan elemen-elemen yang membentuk ruang permukiman menggunakan Bale, Panteq yang terdiri dari Lumbung dan Berugaq serta istilah dalam permukiman tradisional Dusun Limbungan terdapat rumah yang berjajar yang disebut suteran, dan di antara suteran terdapat lorong atau penggorong. Kumpulan Suteran disebut gubug, kampu atau dasan. (Gambar 15, Gambar 16, dan Gambar 17)

216

arsitektur e-Journal, Volume 2 Nomor 3, November 2009

Gambar 15. pola elemen pada pada permukiman tradisional Limbungan Keterangan : A. Bale B. Panteq (Lumbung dan Berugaq)

Gambar 16 Transek Dusun Limbungan melintang vertikal arah utara selatan.

Gambar 17. Transek Dusun Limbungan melintang horizontal arah barat-timur.

Pembagian ruang di Dusun Limbungan sesuai dengan tata peletakan elemen ruang permukiman tradisional (Gambar 18 dan Gambar 19): Kawasan permukiman terdiri dari rumah permanen, rumah tradisional, fasilitas umum berupa Masjid, Musholla. Perkembangan rumah tradisional mengelompok di wilayah ujung bagian barat dan timur, yang di kelilingi pagar tanaman hidup. Di sebelah dan dekat dengan permukiman tradisional terdapat kandang sebagai lahan peternakan. Sedangkan untuk rumah permanen umumnya menyebar linear sepanjang jalan utama, untuk Masjid serta Musholla terletak dekat dengan permukiman tradisional yang letaknya menyebar merata di bagian barat dan timur. Dan untuk fasilitas umum, yaitu berupa SD yang terletak di ujung sebelum memasuki kawasan permukiman tradisional; Lahan pertanian yang yang dijadikan sebagai lahan yaitu sawah dan kebun yang terletak di luar area permukiman; dan Di luar areal pertanian terdapat area hutan luas yang masih terlindungi, dan di dalam hutan ini membentuk ruang ritual, di dalam hutan terdapat makam leluhur masyarakat Limbungan yang tiap waktu tertentu dikunjungi penduduk.

arsitektur e-Journal, Volume 2 Nomor 3, November 2009

217

Ruang Sacred (Permukiman Adat)Lim an ng bu ur Tim

Ruang Budaya

Ruang MakroLimbu ngan Barat

(permukiman, lahan pertanian)

Gambar 18. Penggunaan fungsi ruang Dusun Limbungan. Gambar 19. Pergerakan penduduk Limbungan.

Struktur ruang berdasarkan ritual Pemakaian ruang pada upacara ritual masing-masing upacara menggunakan ruang permukiman adat secara mikro serta makam leluhur secara makro. Struktur ruang permukiman Konsep Filosofis 1. Konsep arah sinar matahari (Gambar 20)

Gambar 20. Pola arah hadap timur.

Semua permukiman adat di Dusun Limbungan menghadap ke arah timur (sinar matahari) menunjukkan pembentukan karakter masyarakat Sasak bahwa yang muda juga harus melindungi yang tua, dan jika ada musuh menyerang maka kaum yang mudalah yang terlebih dahulu harus menyerang

2. Konsep terhadap gunung RinjaniMasyarakat Suku Sasak Limbungan meyakini Gunung Rinjani sebagai sumber kekuatan supranatural di Lombok dan tempat bermukimnya Dewi Anjani yang dihormati oleh Suku Sasak. Semakin tinggi suatu tempat dan semakin mendekati gunung rinjani maka sifat kesakralannya semakin tinggi, Dalam struktur pembangunan rumah, maka sang orang tua selalu bertempat tinggal di tempat yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan tempat tinggal anak-anaknya. Begitu pun juga untuk anak yang tertua, maka peletakan posisi rumahnya berada pada bagian yang paling tinggi jika dibandingkan dengan adik-adiknya. Nilai filosofis yang terkandung di dalamnya bahwa orang tua harus menurunkan/memberikan panutan dengan sifat-sifat leluhur pada anaknya. (Gambar 21)

Gambar 21. Pola bangunan terhadap Gunung Rinjani.

218

arsitektur e-Journal, Volume 2 Nomor 3, November 2009

3. Konsep pembangunan rumah dan elemennya secara berderet dan tanah berundakundak Pembangunan rumah dengan konsep ini mencerminkan penduduk yang terdiri dari satu kelompok dan dapat dikatakan secara keseluruhan merupakan satu warga besar yang terdiri atas anak, cucu, kemenakan, merupakan satu kesatuan dari keluarga majemuk. (Gambar 22)

Gambar 22 Pola bangunan secara berderet.

Konsep undak-undakan ini diiterprestasikan pada baris horizontal maupun vertikal. Dari baris horizontal semakin ke tengah undak-undakannya semakin rendah, dan dari baris vertikal semakin ke arah belakang maka undak-undakannya semakin tinggi selain memiliki fungsi dari segi keamanan agar menghindari bencana alam jika suatu saat terjadi, serta terhindar dari malapetaka yang dapat menimpa Dusun Limbungan, juga menjaga agar rumah generasi tua yang terletak di baris belakang, akan tetap mendapatkan sinar matahari yang cukup mengingat tempatnya yang lebih tinggi dari baris didepannya. (Gambar 23 dan Gambar 24)

Gambar 23. Konsep undak-undak horizontal.

Arah vertikal

Gambar 24. Konsep undak-undak vertikal

arsitektur e-Journal, Volume 2 Nomor 3, November 2009

219

Struktur ruang permukiman berdasarkan aktivitas kegiatan Bale Adat (rumah adat), selain sebagai tempat tinggal juga sebagai pusat aktivitas. Bale adat merupakan inti dari Dusun Limbungan, karena fungsinya dimanfaatkan penduduk Limbungan selain sebagai tempat tinggal juga sebagai kegiatan upacara adat, dan ritual budaya Masjid (langgar), sebagai sub pusat aktivitas. Elemen tempat ibadah ini merupakan simbol pemersatu penduduk Limbungan, karena fungsinya dimanfaatkan oleh semua penduduk Dusun Limbungan (multi fungsi). Sawah/ladang, sebagai tempat/ ruang bekerja. Makam leluhur, sebagai tempat ritual. Ruang ini memiliki fungsi teritori tersier yang dianggap penting, karena merupakan ruang publik yang memiliki nilai sakral yang tinggi. Pola Permukiman tradisional Suku Sasak Dusun Limbungan (Gambar 25).

Gambar 25. Pola permukiman Limbungan.

Pola bermukim di Dusun Limbungan cenderung mengelompok untuk permukiman tradisional dan pola linear mengikuti jalan untuk rumah permanen. Pengelompokan ini terjadi karena masyarakat membangun rumah pada tanah warisan atau di sekitar rumah orang tua, dan pembangunan rumah semi permanen cenderung dibangun dengan pola linear mengikuti jalan. Biasanya status tanah yang digunakan untuk membangun rumah berupa tanah warisan keluarga. Jika sang anak menginginkan tinggal di rumah semi permanen maka ia akan membangun di sekitar rumah orang tua, namun harus berada di batas lingkungan luar rumah adat, dan anak yang mendapatkan warisan rumah di lingkungan Bale adat, maka ia yang akan tinggal di Bale adat tersebut, keinginan untuk menempati rumah semi permanen juga ditunjang dengan kepadatan penduduk yang semakin meningkat dan akhirnya sebagian masyarakat keluar dari lingkungan rumah adat, serta membangun rumah semi permanen di sekitar lingkungan rumah adat dan di sekitar areal persawahan. Tatanan Ruang Permukiman yang terbentuk di Dusun Limbungan 1. Elemen ruang pemujaan/keagamaan terletak di bagian depan ruang utama (sesangkok), yang berfungsi sebagai tempat kegiatan keagamaan seperti tahlilan, dan upacara kematian, yaitu nelung, mituq, dan nyiwaq. 2. Elemen ruang tempat tinggal/ bermukim Berupa bangunan Bale dan lumbung saling berhadapan dan berada dalam satu baris 3. Elemen ruang tempat berkumpul/ bersama Ruang untuk berkumpul pada kelompok permukiman masyarakat Sasak Limbungan adalah berugaq dan sesangok (ruang tamu). Kedua ruang ini memiliki fungsi sebagai tempat berkumpul keluarga dan tempat untuk menerima tamu. 4. Elemen ruang produksi dan penyimpanan

220

arsitektur e-Journal, Volume 2 Nomor 3, November 2009

Ruang penyimpanan pada masing-masing rumah berupa lumbung (panteq) berfungsi sebagai tempat penyimpanan hasil panen terdapat ruang produksi berupa kandang yang terletak di samping atau di dekat lingkungan Bale adat. (Gambar 26)

Gambar 26. Pola tatanan ruang permukiman tradisional Limbungan.

Pola tata ruang tempat tinggal 1. Bale Adat Sasak Semua Bale adat sasak Limbungan menghadap ke arah timur, dan setiap rumah memiliki elemen berupa Lumbung yang juga disebut panteq. Penempatan elemen rumah berupa panteq memiliki posisi saling berhadapan dengan Bale, dan masing-masing Bale memiliki satu panteq. (Gambar 27)

Gambar 27. Konsep Bale Sasak Limbungan.

Ciri khas Bale Sasak yang terdapat di Dusun Limbungan dalam bentuk arsitektur: Bale menghadap arah timur/terbitnya sinar matahari, berfungsi sebagai faktor keamanan.

arsitektur e-Journal, Volume 2 Nomor 3, November 2009

221

Rumah yang dibangun seragam baik dari bentuk dan bahannya yang mencerminkan kekompakan penduduknya, yang masih memegang teguh adat dan budayanya serta menjaga tradisi gotong royong penduduknya dalam melakukan pelaksanaan setiap upacara. Dibangun diatas pondasi dan undak-undak yaitu untuk menghindari banjir tahunan dan menghangatkan ruangan pada waktu cuaca dingin Bale sasak mengandung konsep Islami yang menerapkan konsep Habluminanas (hubungan antar sesama manusia) yaitu terdapatnya Bale sebagai bangunan utama yaitu rumah tinggal yang berjejer dan didepannya terdapat Panteq yang salah satunya terdiri dari Berugaq memiliki fungsi sebagai ruang publik (untuk menerima tamu, untuk bersantai, tempat tidur anak laki-laki (berugaq) yang menerapkan konsep bertetangga, dan silaturahim. 2. Rumah Permanen Rumah permanen (Bale Batu) yang terdapat di Dusun Limbungan mengalami perkembangan setelah tahun 1990-an. (Gambar 28 dan Tabel 1)

Gambar. 28 Rumah permanen. Tabel 1. Hasil Temuan Konsep di Dusun LimbunganNo. 1. Konsep Tahun pembanguna n Orientasi bangunan Bahan Bangunan Hasil Temuan 1920-1940 Keterangan Pembangunan awal rumah tradisional didirikan pada tahun 1920-an sebesar 31%, pada tahun 1930-an sebesar 41%, dan pada tahun 1940-an sebesar 28%. Semua bangunan (100%) tradisional di Limbungan menghadap ke arah timur. Hal ini terkait dengan faktor kepercayaan dan keamanan. Semua rumah tradisional Limbungan terbuat dari bahan alami yaitu ilalang untuk atap, serta dinding terbuat dari bambu yang dianyam rapat, lantai rumah terbuat dari campuran tanah liat, bagian permukaan lantai terbuat dari getah pohon kayu banten dan bajur (istilah lokal), dicampur elemen hitam yang ada dalam batu bateri, abu jerami yang dibakar, kemudian diolesi dengan kotoran kerbau.

2.

Timur

3.

Terbuat dari bahan alami

Struktur tata ruang tempat tinggal Elemen-elemen pembentuk ruang dalam permukiman tradisional Suku Sasak Limbungan a. Bale Sasak Bale Sasak ini memiliki denah berbentuk segi empat, yang terbagi menjadi dua ruang yaitu ruang sengko (ruang bawah) yang berfungsi sebagai ruang tamu (sesangkok), dan dalem Bale (ruang atas) yang terdiri dari kamar tidur, dan dapur, antara ruang sengko dan dalam Bale dibatasi oleh undak-undak (anak tangga). (Gambar 29)

222

arsitektur e-Journal, Volume 2 Nomor 3, November 2009

Gambar 29. Struktur ruang Bale.

Fungsi elemen-elemen ruang rumah pada bagian dalem Bale (ruang atas) tersebut antara lain Dalem Bale (Ruang Tidur) berfungsi untuk tempat tidur biasanya masyarakat Limbungan digunakan untuk para wanita baik istri maupun anak, dan ruang khusus bila perempuan akan melahirkan atau mayat seseorang disemayamkan sebelum dikebumikan. Pawon atau dapur bagi masyarakat Limbungan difungsikan sebagai tempat memasak Sempare (ruang simpan barang), letak sempare biasanya berada di atas dapur/ langitlangit rumah atau di sebelah kiri tempat tidur. (Gambar 30)

Gambar 30. Ruang dalem Bale.

Ruang Sengko (Ruang Bawah) yang terdiri dari sesangkok (ruang tamu) yang letaknya berada di depan pintu masuk rumah utama sebagai tempat menerima tamu dan tempat duduk-duduk b. Panteq Terdiri dari Lumbung yang berfungsi sebagai tempat menyimpan padi dan Berugaq sebagai ruang sosial. (Gambar 31)

Gambar 31. Panteq di Limbungan.

c. Kandang Kandang komunal yang dijadikan satu dan berada di luar ruang atau halaman besar permukiman asli Sasak, terletak di bagian pinggir permukiman. Hal ini disebabkan karena

arsitektur e-Journal, Volume 2 Nomor 3, November 2009

223

kandang sapi dianggap kotor sehingga harus berada di luar areal permukiman. (Gambar 32)

Gambar 32. Kandang komunal di Limbungan.

d. Masjid Permukiman tradisional di Limbungan juga dicirikan dengan keberadaan Masjid di bagian depan dan musholla di bagian belakang, hal ini merupakan simbol bahwasanya penduduk Limbungan merupakan penduduk beragama Islam yang taat beribadah. (Gambar 33)

Gambar 33. Masjid di Limbungan.

e. Jalan Jalan di lingkungan permukiman Bale asli terdiri dari jalan besar dan jalan setapak. Jalan besar yang merupakan sirkulasi lalu lintas utama serta sebagai ruang dalam upacara seperti pernikahan dan kematian. Dan jalan setapak, yang berfungsi sebagai pembatas antara baris rumah serta ruang sirkulasi untuk membawa hasil pertanian dan jalan menuju kandang. (Gambar 34)

Gambar. 34 jalan setapak permukiman tradisional Limbungan.

f. Halaman Berfungsi sebagai ruang sirkulasi lalu lintas penduduk, halaman depan sebagai tempat kegiatan budaya seperti acara pernikahan, khitanan, kematian, dan lain-lain. Halaman

224

arsitektur e-Journal, Volume 2 Nomor 3, November 2009

samping dan belakang berfungsi sebagai kebun kecil yang ditanami tanaman berupa sayur-sayur, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari penduduk. (Gambar 35)

Gambar 35 Leleah permukiman tradisional Limbungan.

g. Pagar Pagar ini barasal dari bambu dan kayu banten yang kuat. Pada ruang mikro setiap 2 (dua) sampai 5 (lima) rumah dibatasi dengan pagar pada saat pagi hari pagar dibuka dan pada malam hari pagar ditutup, hal ini terkait dengan fungsi keamanan. Pada ruang makronya permukiman tradisional dikelilingi oleh pagar yang terbuat dari kayu banten yang kuat sebagai simbol keamanan dan pembatas. (Gambar 36)

Gambar 36. Pagar permukiman tradisional Limbungan.

h. Bong (Gambar 37)

Gambar 37. Bong di permukiman tradisional Limbungan.

arsitektur e-Journal, Volume 2 Nomor 3, November 2009

225

Struktur tata ruang berdasarkan sistem kekerabatan (Gambar 38 dan Gambar 39)

Gambar 38. Pola skema kekerabatan tipologi I.

Gambar 39 Pola skema kekerabatan tipologi II

Kedudukan elemen bangunan berdasarkan konsep ketinggian dan kepercayaan Pembangunan Bale dan panteq saling berhadapan seperti konsep cermin, satu Bale memiliki satu panteq. Hal ini menunjukkan bahwa panteq memiliki nilai sakral yang memiliki simbol ekonomi. Untuk pembangunan Bale yang dibangun secara berderet berdasarkan sistem kekerabatan. Bale dan panteq dibangun berdasarkan kriteria tinggi rendah berdasarkan senioritas dalam tingkatan usia. Orang yang lebih tua membangun rumahnya pada tempat tertinggi dan yang lebih muda berada di tempat yang lebih rendah. (Gambar 40)

Gambar 40 Konsep pola kedudukan elemen bangunan.

226

arsitektur e-Journal, Volume 2 Nomor 3, November 2009

Distribusi ruang antara secret dan profane, yang ditunjukkan oleh pentingnya nilai lumbung yang dapat disetarakan dengan kehidupan, juga berugaq selain untuk menyambut tamu, pertemuan antar warga juga acara ritual digunakan di berugaq. (Gambar 41)

Gambar 41. Ekisting kedudukan antar elemen bangunan Suku Sasak di Dusun Limbungan

Pola tatanan Bangunan Pengaruh sistem kepercayaan Pola pengembangan tata ruang masyarakat Sasak di Dusun Limbungan berorientasi pada nilai cosmo/ kosmologi berdasarkan sistem kepercayaan dan tradisi-tradisi masyarakat yang berbasis budaya, sebagian masyarakat Limbungan Kepercayaan penduduk terhadap kekuatan gaib/ supranatural ini menghasilkan ruangruang khusus yang dikeramatkan penduduk, yaitu makam-makam leluhur penduduk Limbungan yang terdiri dari makam tingkatan rendah sampai tinggi yaitu makam rujuq, batu maliq, pepadang, gunung bentar, dan samak borok. Adapun fungsi masing-masing makam sesuai tingkatannya, sebagai berikut (Gambar 42): Makam rujuq yang berfungsi sebagai tempat pertapaan, pencarian benda pusaka, dan mendalami ilmu-ilmu mistik; Makan batu maliq dan pepadang berfungsi sebagai tempat masyarakat memohon doa setiap melakukan upacara budaya seperti pernikahan, kelahiran, tolak bala, minta hujan, dan keagamaan seperti hari besar Idul Fitri, dan Idul adha; dan Makam gunung dan samak borok berfungsi sebagai permohonan untuk menyembuhkan penyakit.

Gambar 42. Tingkatan makam leluhur Dusun Limbungan.

arsitektur e-Journal, Volume 2 Nomor 3, November 2009

227

Kesimpulan Pola permukiman Dusun Limbungan dipengaruhi oleh faktor berikut: Faktor kepercayaan penduduk terhadap faktor keamanan dan rumah penduduk dalam memperoleh cahaya matahari karena bagunan rumah yang tidak memiliki jendela, hal ini yang memandang arah timur sebagai arah yang diutamakan sebagai sumber kekuatan selain itu juga didukung sebagai alat pertahanan untuk mengetahui saat mereka saat diserang oleh musuh. Faktor hukum adat yang menuntut penduduk Limbungan untuk menjaga rumah asli mereka baik dari bahan rumah yang terbuat dari bahan alam, orientasi massa bangunan, serta pola rumah asli Suku Sasak tersebut. Adanya kepatuhan penduduk terhadap hukum adat dan kearifan lokal (local genius) penduduk merupakan faktor paling penting terhadap pelestarian keutuhan rumah asli ini. Membentuk pola grid yang mengelompok menjadi satu kesatuan, rumah-rumah dan elemennya disusun berjejer rapi seperti tusuk sate, pola ini mencerminkan sistem kekerabatan. Pola rumah tradisional di Dusun Limbungan membentuk ruang-ruang yang communal space, yaitu di antara jejeran Bale yang berhadapan ini merupakan daerah comunal space bagi penduduk dusun, yaitu terdapatnya lumbung dan berugaq sebagai tempat bersosialisasi penduduk dusun. Selain itu dapat dilihat perletakkan Bale yang berhadapan dan sejajar dengan panteq yang terdiri dari Lumbung dan berugaq yang telah menerapkan konsep Islam yaitu konsep tawazun dan fungsional. Konsep tawazun (keseimbangan) dapat dilihat posisi berugaq sebagai bangunan publik dan merupakan communal space saling berhadapan dengan Bale (bangunan privat). Konsep fungsional tercermin dalam posisi lumbung yang mewakili satu Bale selain berfungsi sebagai ruang bersama sekaligus digunakan untuk mengawasi dan memberi kemudahan melayanai bangunan Bale. Saran Studi lanjutan dapat dilakukan dengan membahas aspek spasial dengan konsep visual pada permukiman tradisional Sasak Limbungan, aspek ekonomi masyarakat maupun aspek sosial budaya dalam permukiman tradisional Sasak Limbungan yang tidak lepas dari tuntutan perkembangan zaman, dan melanjutkan Permukiman tradisional Limbungan sebagai daya tarik wisata budaya Suku Sasak yang masih asli. Pemerintah harus ikut campur tangan dalam arahan pelestarian permukiman dengan cara memberi bantuan dana, promosi, dan memberikan penyuluhan kepada warga mengenai pentingnya pelestarian pada rumah tradisional Limbungan, karena jika pemerintah tidak memberikan bantuan dan dukungan dikhawatirkan masyarakat akan lebih tertarik untuk tinggal di rumah permanen.

Daftar Pustaka Anonim. 2007. Rumah Adat Sasak Lombok. Press. http://labulia.blogspot.com/2006/06/ rumah-adat-sasak.html. (Diakses 10 Juli 2009). Koentjaraningrat. 1982. Sejarah Teori Antropologi I. Jakarta: UI Press. Oswald, F. & Baccini, P. 2003. Netzstadt Einfhrung in das Stadtentwerfen. Berlin: Birkhuser-Verlag fr architektur. Sasongko, I. 2005. Pembentukan Struktur Ruang Permukiman Berbasis Budaya (Studi Kasus: Desa Puyung Lombok Tengah). Jurnal Dimensi Teknik Arsitektur. Soeroto, M. 2003. Dari Arsitektur Tradisional Menuju Arsitektur Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia. Tanudirjo, A. 2003. Warisan Budaya Untuk Semua Arah Kebijakan Pengelolaan Warisan Budaya Indonesia di Masa Mendatang. Makalah Kongres Kebudayaan V. Bukit Tinggi.

Copyright 2010 by Antariksa

228

arsitektur e-Journal, Volume 2 Nomor 3, November 2009