rheumatic fever

2
RHEUMATIC FEVER, Harrison’s PATOGENESIS Hubungan antara infeksi oleh organisme pharynk dan tonsil group A ( bukan kulit ) dan terjadinya ARF Mekanisme terjadinya RF setelah infeksi tetap belum sepenuhnya diketahui. Dari anamnesis, pendekatan terhadap pemahaman patogenesis RF dikelompokkan kedalam 3 kategori utama : 1. Infeksi langsung oleh streptococcus group A 2. efek toksik produk streptococcus ekstraseluler pada jaringan host 3. respon imun yang disfungsi atau abnormal terhadap satu atau lebih antigen ekstraseluler atau somatic yang tidak diketahui yang dihasilkan oleh semua ( atau mungkin hanya beberapa) streptococcus group A ( menyerupai antigen ) Tidak terdapat bukti yang cukup untuk mendukung infeksi langsung jantung sebagai proses pendorong. Sebagai tambahan, sementara toksin seperti streptolysin O dan yang lain telah diduga mempunyai peran patogenetik, bukti yang ada relative sedikit mengenai hal tersebut pada saat ini. Banyak usaha telah difokuskan pada respon imun abnormal oleh host manusai terhadap satu atau lebih antigen streptococcus group A Hipotesis menyerupai antigenic antara manusia dan kelompok antigen strespococcus A telah dipelajari secara ekstesif dan berkonsentrasi pada dua interaksi . pertama adalah kemiripan antara karbohidrat group spesifik dari streptococcus grup A dan glikoprotein katup jantung; kedua melibatkan molekul serupa diantara membrane sel streptococcus, sarkolema protein M streptococcus, dan moiesis lain dari sel miokardium manusia. Peneliti telah mempelajari antigen spesifik jaringan sebagai antigen histocompatibilitas mayor dalam usaha menggambarkan patogenesis. Kemungkinan predisposisi pengaruh genetic pada beberapa individu adalah satu dari hal yang paling membuat penasaran dari faktor yang tidak sepenuhnya dipahami yang mungkin menyebabkan kerentanan terhadap RF. Faktor genetik tepat yang mempengaruhi angka serangan tidak pernbah sepenuhnya dipahami. Observasi yang digambarkan untuk menunjang konsep bahwa sequei non supuratif terhadap infeksi sal nafas atas streptococcus group A ini akibat dari respon imun abnormal oleh host manusia. Perbedaan respon imun terhadap antigen streptococcus juga telah dilaporkan Data baru menunjukkan bahwa marker permukaan unik pada limfosit non T pada pasien RF dan penyakit rheumatic dapat dikaitkan dengan individu yang rentan terhadap terjadinya RF setelah infeksi streptococcus respon imun abnormal DIAGNOSIS Tidak ada tes laboratorium spesifik yang dapat menegakkan diagnosis RF Diagnosis adalah satu masalah klinis tetapi memerlukan pemeriksaan penunjang dari mikrobiologi klinis dan laboratorium imunologi klinis. Karena bermacam-macam tanda dan gejala berhubungan dengan sindrom RF, tahun 1994 Jones pertama kali membuat criteria untuk membantu dokter dalam standarisasi diagnosis RF. Kriteria Jones untuk demam Rheumatik, terbaru tahun 1992 : Kriteria Mayor Kriteria Minor -Karditis Klinis : -demam -Polyarthritis migrans - Arthralgia -Chorea sydenham Laboratorium : -Nodul subkutan -Peningkatan reaktan fase akut -Eritema marginatum -Interval PR memanjang Ditambah Pemeriksaan penunjang infeksi streptococcus grup A terbaru (misalnya kultur tenggorok positif atau tes deteksi antigen cepat; dan atau peningkatan ter antibodi streptococcus ) . Terdapat 5 kriteria disebut mayor karena kriteria tersebut paling sering ditemukan pada pasien RF; karditis, polyarthritis migran, chorea sydenham, nodul subkutan, dan eritema marginatum. Karditis dari ARF adalah pankarditis yang mengenai perikardium, miokardium, dan endokardium( 40-60% pasien ARF terdapat tanda karditis )

Upload: tia-astriana

Post on 28-Oct-2015

30 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

Rheumatic Fever Harrison

TRANSCRIPT

Page 1: Rheumatic Fever

RHEUMATIC FEVER, Harrison’sPATOGENESIS Hubungan antara infeksi oleh organisme pharynk dan tonsil group A ( bukan kulit ) dan terjadinya ARF

Mekanisme terjadinya RF setelah infeksi tetap belum sepenuhnya diketahui.Dari anamnesis, pendekatan terhadap pemahaman patogenesis RF dikelompokkan kedalam 3 kategori utama :1. Infeksi langsung oleh streptococcus group A2. efek toksik produk streptococcus ekstraseluler pada jaringan host3. respon imun yang disfungsi atau abnormal terhadap satu atau lebih antigen ekstraseluler atau somatic yang tidak diketahui

yang dihasilkan oleh semua ( atau mungkin hanya beberapa) streptococcus group A ( menyerupai antigen ) Tidak terdapat bukti yang cukup untuk mendukung infeksi langsung jantung sebagai proses pendorong. Sebagai tambahan,

sementara toksin seperti streptolysin O dan yang lain telah diduga mempunyai peran patogenetik, bukti yang ada relative sedikit mengenai hal tersebut pada saat ini. Banyak usaha telah difokuskan pada respon imun abnormal oleh host manusai terhadap satu atau lebih antigen streptococcus group A

Hipotesis menyerupai antigenic antara manusia dan kelompok antigen strespococcus A telah dipelajari secara ekstesif dan berkonsentrasi pada dua interaksi . pertama adalah kemiripan antara karbohidrat group spesifik dari streptococcus grup A dan glikoprotein katup jantung; kedua melibatkan molekul serupa diantara membrane sel streptococcus, sarkolema protein M streptococcus, dan moiesis lain dari sel miokardium manusia. Peneliti telah mempelajari antigen spesifik jaringan sebagai antigen histocompatibilitas mayor dalam usaha menggambarkan patogenesis.

Kemungkinan predisposisi pengaruh genetic pada beberapa individu adalah satu dari hal yang paling membuat penasaran dari faktor yang tidak sepenuhnya dipahami yang mungkin menyebabkan kerentanan terhadap RF.Faktor genetik tepat yang mempengaruhi angka serangan tidak pernbah sepenuhnya dipahami. Observasi yang digambarkan untuk menunjang konsep bahwa sequei non supuratif terhadap infeksi sal nafas atas streptococcus group A ini akibat dari respon imun abnormal oleh host manusia. Perbedaan respon imun terhadap antigen streptococcus juga telah dilaporkan

Data baru menunjukkan bahwa marker permukaan unik pada limfosit non T pada pasien RF dan penyakit rheumatic dapat dikaitkan dengan individu yang rentan terhadap terjadinya RF setelah infeksi streptococcus respon imun abnormal

DIAGNOSIS Tidak ada tes laboratorium spesifik yang dapat menegakkan diagnosis RF Diagnosis adalah satu masalah klinis tetapi memerlukan pemeriksaan penunjang dari mikrobiologi klinis dan laboratorium

imunologi klinis. Karena bermacam-macam tanda dan gejala berhubungan dengan sindrom RF, tahun 1994 Jones pertama kali membuat criteria untuk membantu dokter dalam standarisasi diagnosis RF.Kriteria Jones untuk demam Rheumatik, terbaru tahun 1992 :Kriteria Mayor Kriteria Minor-Karditis Klinis : -demam-Polyarthritis migrans - Arthralgia-Chorea sydenham Laboratorium :-Nodul subkutan -Peningkatan reaktan fase akut-Eritema marginatum -Interval PR memanjang Ditambah Pemeriksaan penunjang infeksi streptococcus grup A terbaru (misalnya kultur tenggorok positif atau tes deteksi antigen cepat; dan atau peningkatan ter antibodi streptococcus ) . Terdapat 5 kriteria disebut mayor karena kriteria tersebut paling sering ditemukan pada pasien RF; karditis, polyarthritis migran,

chorea sydenham, nodul subkutan, dan eritema marginatum. Karditis dari ARF adalah pankarditis yang mengenai perikardium, miokardium, dan endokardium( 40-60% pasien ARF terdapat

tanda karditis )

Tanda-tanda karditis :1. sinus takikardia2. Murmur dari regurgitasi mitral3. S3 gallop4. perikardial friction rub5. Kardiomegali Pemeriksaan echokardiography telah membantu identifikasi kelainan katup mitral, dan bisa terjadi pada 20% pasien yang tidak

memiliki suara murmur jantung yang terdengar. Penyembuhan valvulitis rheumatik dapat menyebabkan penebalan fibrosis dan adhesi, menyebabkan komplikasi sangat serius

dari RF, misalnya, stenosis valvula dan atau regurgitasi.Katup mitral lebih sering terkena, diikuti oleh katup aorta. Penyakit katup aorta isolasi sebagai konsekuensi ARF jarang terjadi.

Pada pasien penyakit katup aorta karena RF, katup mitral selalu terkena bersamaan. Bahkan derajat ringan valvular rheumatik dapat menyebabkan kerentanan terhadap endokarditis infektif.

Polyarthritismigran timbul pada 75% kasus paling sering mempengaruhi pergelangan kaki, pergelangan tangan, lutut, dan siku selama beberapa hari.

Karena salisilat dan obat antiinflamasi lain biasanya menyebabkan resolusi cepat dari gejala persendian, penting bahwa para dokter tidak meresepkan obat2an tersebut sampai ditentukan apakah arthritisnya migran/berpindah-pindah

Arthritis dari ARF sangat menyakitkan/ terasa nyeri dapat dikontrol dengan kodein atau analgesik serupa sampai diagnosis ditegakkan.

Perbedaan antara arthralgia ( nyeri sendi subjektif ) dan arthritis ( nyeri dan pembengkakan sendi ) perlu dimengerti Chorea sydenham terjadi <10% pasien RF. Periodelaten antara onset awal infeksi streptococcus dan onset chorea sydenham

dapat terjadi selama beberapa bulan. Berbeda dari manifestasi lain, kelainan sistem saraf pusat adalah bagian dari kompleks RF dan perlu diterapi.

Pasien Chorea sydenham perlu diberikan profilaksis sekunder untuk pencegahan serangan rekuren, bahkan jika tidak menderita penyakit jantung rheumatik.

Nodul subkutan dan eritema margin atum adalah manifestasi mayor yang jarang terjadi, pada permukaan sendi ekstensor biasa ditemukan.

Eritema marginatum adalah manifestasi yang jarang terjadi, erupsi makula dengan batas bulat terdapat pada batang tubuh.

Page 2: Rheumatic Fever

Untuk memenuhi kriteria Jones, baik dua kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor, ditambah adanya infeksi stretococcus terdahulu.

TERAPI Dua pendekatan therapeutic kepada pasien dengan ARF ; terapi antibiotic antistreptococcus

Terapi untuk manifestasi klinik penyakit Pada saat diagnosis, semua pasien ARF perlu diterapi jika terdapat infeksi streptococcus grup A Terapi antibiotic konvensional perlu diterapi sesegera mungkin ; 10 hari penuh pada dewasa penicillin V oral ( 500mg 2x

sehari) atau eritromysin (250mg 4x perhari ) untuk mereka yang alergi penicillin Benzathin penisilin G IM ( injeksi 1,2 juta unti IM dosis tunggal ) untuk terapi infeksi streptococcus, juga sebagai profilaksis

sekunder untuk pencegahan rekolonisasi saluran napas atas di masa depan Rekomendasi AKA dan WHO untuk injeksi IM 1,2 juta unti benzathine penisilin G setiap 4 minggu atau untuk penicillin V oral

( 250mg sx sehari ) atau sulfadiazine oral ( 1 gr/hari) Benzathine penisilin G IM setiap 3 minggu lebih efektif dalam mengurangi resiko rekurensi Terapi medis untuk manifestasi RF tergantung pada status klinis pasien . untuk pasien arthritis RF, salisilat sampai dosis

maksimal 2gr 4x/hari sangat efektif dan berakibat pada perbaikan klinis, sering dalam 12 jam Salisilat bias diberikan 4-6 minggu dan secara bertahap ditappered untuk mencegah rebound, indikatornya adalah angka

sedimentasi eritrosit. Indikasi steroid ; pasien carditis berat yang disertai dengan gagal jantung kongestif Pada dewasa dosis dimulai 30 mg 4x /hari pada kasus berat, saat membaik, salisilat dapat ditambahkan selama tappering of dosis

steroid, ini membutuhkan waktu 4-6 minggu.