revisi - renita

33
LAPORAN KASUS CEDERA KEPALA BERAT DENGAN EPIDURAL HAEMATOMA PADA FRONTOPARIETAL SINISTRA Disusun oleh : Renita Ramadhany 030.07.213 Pembimbing : dr. Julintari Indriyani Bidramnanta, Sp.S KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF

Upload: renita-ramadhany

Post on 25-Jan-2016

20 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

kjok

TRANSCRIPT

Page 1: Revisi - Renita

LAPORAN KASUS

CEDERA KEPALA BERAT DENGAN EPIDURAL

HAEMATOMA PADA FRONTOPARIETAL SINISTRA

Disusun oleh :

Renita Ramadhany

030.07.213

Pembimbing :

dr. Julintari Indriyani Bidramnanta, Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF

RUMAH SAKIT BUDI ASIH

PERIODE 26 AGUSTUS 2013 – 28 SEPTEMBER 2013

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

Page 2: Revisi - Renita

PENDAHULUAN

Cedera kepala adalah setiap trauma yang melukai kulit kepala, tengkorak, atau otak.

Cedera kepala dapat berupa tertutup atau terbuka (penetrasi). Pada cedera kepala tertutup,

fragmen-fragmen tengkorak masih intak atau utuh pada kepala setelah luka. Sedangkan cedera

kepala terbuka, terdapat fraktur tulang tengkorak dan laserasi duramater. Kerusakan otak dapat

terjadi bila tulang tengkorak mengenai otak. Ada dua jenis utama lesi trauma serebral, yaitu lesi

primer, yang dihasilkan dari dampak traumatis langsung (trauma kepala), dan lesi sekunder yang

terjadi setelah dampak langsung atau sebagai gejala sisa dari cedera primer.

Lebih dari 80% penderita cedera yang datang ke ruang emergensi selalu disertai dengan

cedera kepala. Sebagian besar penderita cedera kepala disebabkan kecelakaan lalu lintas, berupa

tabrakan sepeda motor. Mobil, sepeda, dan penyebrang jalan yang ditabrak. Sisanya disebabkan

oleh jatuh dari ketinggian, tertimpa benda, (misalnya, ranting pohon, kayu, dsb.), olah raga,

korban kekerasan (misalnya senjata api, golok, parang, batang kayu, palu, dsb.) dan lain-lain.(1)

Pada cedera dapat terjadi perdarahan intrakranial (hematoma intracranial) dimana terdapat

penimbunan darah di dalam otak atau diantara otak dengan tulang tengkorak. Di Amerika

Serikat, 2% dari kasus trauma kepala mengakibatkan hematoma epidural dan sekitar 10%

mengakibatkan koma. Secara Internasional frekuensi kejadian hematoma epidural hampir sama

dengan angka kejadian di Amerika Serikat. Kasus terbanyak cedera kepala adalah kecelakaan

mobil dan motor. Pada penderita dengan cedera kepala ringan dan sedang hanya 3% - 5% yang

memerlukan tindakan operasi kurang lebih 40% dan sisanya dirawat secara konservatif.

Perdarahan karena cedera biasanya terbentuk di dalam pembungkus otak sebelah luar

(hematoma subdural) atau diantara pembungkus otak sebelah luar dengan tulang tengkorak

(hematoma epidural). Keduanya dapat dilihat dengan pemeriksaan CT Scan atau MRI.

Di Indonesia, cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian utama setelah stroke,

tuberkulosis, dan hipertensi ( Depkes RI, 2009 ). Proporsi bagian tubuh yang terkena cedera

akibat jatuh dan kecelakaan lalu lintas salah satunya adalah kepala.

1

Page 3: Revisi - Renita

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. I

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 33 tahun

Kebangsaan : Indonesia

Agama : Islam

Alamat : Jl. Manggarai selatan VII RT 04/010 no.130 Jakarta Selatan Kec.Tebet

Pendidikan terakhir : SMA

Pekerjaan : Wiraswasta

Tanggal masuk : 1 September 2013

Tanggal keluar : -

No Rekam medis : 89.08.89

ANAMNESIS

Anamnesa dilakukan secara Alloanamnesis dengan istri pasien pada hari Senin, tanggal 2

September 2013 pukul 11 .00 WIB.

KELUHAN UTAMA :

Pingsan sejak 1 hari SMRS (31 Agustus 2013)

KELUHAN TAMBAHAN :

Nyeri kepala hebat, mual, muntah, keluar darah dari hidung dan jika diajak bicara seperti orang

bingung

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG :

OS dibawa istrinya ke IGD RSUD Budhi Asih pada hari Minggu, tanggal 1 September

2013 karena pingsan sejak hari Sabtu, 31 Agustus 2013 pukul 23:00 WIB. 1 hari SMRS (31

Agustus 2013) pukul 20.00 OS mengalami kecelakaan motor, OS dibonceng dengan temannya

dan tidak menggunakan helm. Pada saat terjatuh, istrinya mengatakan bahwa kepala OS

2

Page 4: Revisi - Renita

terbentur aspal, keluar darah dari hidung, dan pingsan sebelum diantar kerumahnya lamanya

kira-kira 5 menit. Menurut istri, OS sempat merasakan nyeri kepala hebat, OS juga sempat

mengalami mual muntah sebanyak 1 kali selepas makan minum dengan isi air dan makanan,

tidak terdapat darah dan tidak menyembur. OS tertidur dan tidak memberi respon ketika istrinya

membangunkannya. Semenjak itu, bila OS sadar, bicara menjadi kacau dan tidak nyambung.

Adanya keluhan penglihatan ganda, penglihatan buram, bicara pelo dan kejang disangkal oleh

istrinya.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Riwayat darah tinggi, kencing manis, alergi dan asma disangkal oleh istri pasien.

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

Tidak ada keluarga yang menderita darah tinggi, kencing manis, alergi ataupun asma.

RIWAYAT KEBIASAAN

Pasien seorang yang jarang berolahraga. Riwayat merokok (+) sebanyak satu bungkus per

hari

STATUS GENERALIS (tanggal 1/9/2013)

KU : TSS

Tensi : 110/70 mmHg

Nadi : 84 x/ menit

Pernapasan : 18 x/menit

Suhu : 37° C

Kepala

Bentuk : normosefali, tampak jejas dan teraba benjolan lunak pada regio

frontoparietal sinistra

Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Hidung :

- simetris,

3

Page 5: Revisi - Renita

- bentuk dalam batas normal

- terdapat krusta darah -/+, kiri terpasang NGT

Telinga : simetris, bentuk dalam batas normal

- Liang telinga : krusta -/+

- MT : intak/sulit dinilai

Tenggorokan : sulit dinilai

Mulut : kesan simetris

Leher :trakea ditengah, tidak teraba pembesaran kelenjar

Thorax

Jantung : pergerakan dada simetris, BJ I, II reguler, murmur (-), gallop (-)

Paru – paru : suara nafas vesikuler N, Ronki -/-, Wheezing -/-

Abdomen : datar , supel, nyeri tekan (-), bising usus (+) normal, hepar

tidak teraba membesar, lien tidak teraba membesar.

Ekstremitas : akral hangat, tidak ada oedem

STATUS NEUROLOGIS :

Kesadaran : -

GCS : E4M5V2

Doll’s eye : -/-

1. RANGSANG MENINGEAL :

Kaku kuduk (-)

Laseque > 70º/ >70º tidak ada nyeri

Kernig >135º/ >135º tidak ada nyeri

Brudzinskiy I (-)

Brudzinskiy II (-)/ (-)

2.NERVI CRANIALIS :

N.I (Olfactorius) Tidak dilakukan

pemeriksaan

N.II (Opticus)

4

Page 6: Revisi - Renita

Visus Bedside

Lapang Pandang

Funduskopi

Sulit dinilai (pasien afasia)

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Sulit dinilai (pasien afasia)

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

N.III, IV, VI

Ptosis

Lagoftalmus

Sikap bola mata

Posisi bola mata

Eksoftalmus

Endoftalmus

Deviation Conjugae

Gerak Bola Mata

Lateral

Medial

Atas

Bawah

Berputar

Pupil

RCL

RCTL

-

-

Ortoforia

-

-

-

Sulit dinilai

Sulit dinilai

Sulit dinilai

Sulit dinilai

Sulit dinilai

Bulat, ø 3mm

+

+

-

-

Ortoforia

-

-

-

Sulit dinilai

Sulit dinilai

Sulit dinilai

Sulit dinilai

Sulit dinilai

Bulat, ø 3mm

+

+

N.V

Motorik

Membuka mulut

Gerakan rahang

Menggigit

Sensorik

Nyeri

Raba

Suhu

Sulit dinilai

Sulit dinilai

Sulit dinilai

Sulit dinilai

Sulit dinilai

Sulit dinilai

Sulit dinilai

Sulit dinilai

Sulit dinilai

Sulit dinilai

Sulit dinilai

Sulit dinilai

N. VII

Sikap wajah

5

Page 7: Revisi - Renita

Angkat alis

Kerut dahi

Lagoftalmus

Menyeringai

Lipatan nasolabial

Kembung pipi

Rasa kecap

Sulit dinilai

Sulit dinilai

-

Sulit dinilai (kesan sudut

bibir lebih turun kekanan)

Tidak mendatar

Sulit dinilai

Tidak dilakukan

Sulit dinilai

Sulit dinilai

-

Sulit dinilai (kesan sudut

bibir lebih turun kekanan)

Tidak mendatar

Sulit dinilai

Tidak dilakukan

N. VIII

Vestibularis

Nistagmus

Romberg test

Tandem gait

Koklearis

Gesekan jari

Tes berbisik

Uji garpu tala Rinne

Uji garpu tala Schwabach

Uji garpu tala Webber

-

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

-

N. IX & N. X

Disfagia

Disfoni

Disartria

Arcus faring

Posisi uvula

-

-

-

Sulit dinilai

Sulit dinilai

-

-

-

Sulit dinilai

Sulit dinilai

N. XI

Angkat bahu Tidak dilakukan Tidak dilakukan

N. XII

Lidah

Tremor

Atrofi

-

-

-

-

6

Page 8: Revisi - Renita

Ujung lidah saat dijulurkan Sulit dinilai Sulit dinilai

3. Motorik

Tonus normotoni normotoni

Kekuatan

Reflex biseps + +

Reflex triseps + +

Reflex lutut (knee patella reflex) + +

Reflex patologis babinski (-) babinski (-)

Chaddok (-) chaddok (-)

4. Sensibilitas

Eksteroseptif

Raba tidak dilakukan

Nyeri tidak dilakukan

Suhu tidak dilakukan

5. Vegetatif

-Miksi : baik

-Defekasi : baik

- Salivasi : baik

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pada tanggal 1 September 2013 di IGD RSUD Budhi Asih dilakukan pemeriksaan

laboratorium berupa hematologi rutin, pemeriksaan fungsi ginjal, pemeriksaan fungsi

metabolisme karbohidrat dan analisa gas darah. Hasilnya dapat disimpulkan bahwa pada pasien

ini terdapat adanya leukositosis dimana terjadi peningkatan leukosit sebesar 12.000 u/L, dan

adanya penurunan minimal dari hemoglobin 13.1 g/dl. Pemeriksaan kimia klinik (analisa gas

darah) hasilnya pH 7,47, pCO2 33 mmHg, pO2 146 mmHg, HCO3 24 mmol/L, saturasi 02 98%,

dan BE 1,4. Hasil ini menandakan adanya alkalosis respiratorik.. Pemeriksaan lab lain dalam

batas normal.

7

11 33

11 33

Page 9: Revisi - Renita

Pemeriksaan rontgen os cranium AP lateral juga dilakukan dimana hasilnya dalam batas

normal, calvaria baik, sela tursika normal.

Rontgen os cranium (1 September 2013)

Deskripsi:

- Calvaria baik

- Sela tursika normal, lanjutkan CT Scan

Kesan: tidak ditemukan adanya fraktur

DIAGNOSIS

Diagnosis klinis :

- Cefalgia, vulnus laceratum + hematom pada regio fronto parietal, hemiparesis dekstra

Diagnosis etiologi :

- Trauma

Diagnosis topis :

- Hemisfer sinistra

Diagnosa patologis :

- Cedera kepala sedang

8

Page 10: Revisi - Renita

Pemeriksaan fisik tanggal 2/9/2013

STATUS GENERALIS

KU : TSS

Tensi : 120/80 mmHg

Nadi : 84 x/ menit

Pernapasan : 24 x/menit

Suhu : 36,5° C

Kepala

Bentuk : normosefali, tampak jejas dan teraba benjolan lunak pada regio

frontoparietal sinistra

Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Hidung :

- simetris,

- bentuk dalam batas normal

- terdapat krusta darah -/+, kiri terpasang NGT

Telinga : simetris, bentuk dalam batas normal

- Liang telinga : krusta -/+

- MT : intak/sulit dinilai

Tenggorokan : sulit dinilai

Mulut : kesan simetris

Leher :trakea ditengah, tidak teraba pembesaran kelenjar

Thorax

• Jantung : pergerakan dada simetris, BJ I, II reguler, murmur (-), gallop (-)

• Paru – paru : suara nafas vesikuler N, Ronki -/-, Wheezing -/-

Abdomen : datar , supel, nyeri tekan (-), bising usus (+) normal, hepar

tidak teraba membesar, lien tidak teraba membesar.

Ekstremitas : akral hangat, tidak ada oedem

9

Page 11: Revisi - Renita

Status neurologis :

Kesadaran : -

GCS : E4M5V (afasia)

Doll’s eye : -/-

N.I (Olfactorius) Tidak dilakukan

pemeriksaan

N.II (Opticus)

Visus Bedside

Lapang Pandang

Funduskopi

Sulit dinilai (pasien afasia)

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Sulit dinilai (pasien afasia)

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

N.III, IV, VI

Ptosis

Lagoftalmus

Sikap bola mata

Posisi bola mata

Eksoftalmus

Endoftalmus

Deviation Conjugae

Gerak Bola Mata

Lateral

Medial

Atas

Bawah

Berputar

Pupil

RCL

RCTL

-

-

Ortoforia

-

-

-

Sulit dinilai

Sulit dinilai

Sulit dinilai

Sulit dinilai

Sulit dinilai

Bulat, ø 3mm

+

+

-

-

Ortoforia

-

-

-

Sulit dinilai

Sulit dinilai

Sulit dinilai

Sulit dinilai

Sulit dinilai

Bulat, ø 3mm

+

+

N.V

Motorik

Membuka mulut

Gerakan rahang

Sulit dinilai

Sulit dinilai

Sulit dinilai

Sulit dinilai

10

Page 12: Revisi - Renita

Menggigit

Sensorik

Nyeri

Raba

Suhu

Sulit dinilai

Sulit dinilai

Sulit dinilai

Sulit dinilai

Sulit dinilai

Sulit dinilai

Sulit dinilai

Sulit dinilai

N. VII

Sikap wajah

Angkat alis

Kerut dahi

Lagoftalmus

Menyeringai

Lipatan nasolabial

Kembung pipi

Rasa kecap

Sulit dinilai

Sulit dinilai

-

Sulit dinilai (kesan sudut

bibir lebih turun kekanan)

Tidak mendatar

Sulit dinilai

Tidak dilakukan

Sulit dinilai

Sulit dinilai

-

Sulit dinilai (kesan sudut

bibir lebih turun kekanan)

Tidak mendatar

Sulit dinilai

Tidak dilakukan

N. VIII

Vestibularis

Nistagmus

Romberg test

Tandem gait

Koklearis

Gesekan jari

Tes berbisik

Uji garpu tala Rinne

Uji garpu tala Schwabach

Uji garpu tala Webber

-

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

-

N. IX & N. X

Disfagia

Disfoni

Disartria

Arcus faring

-

-

-

Sulit dinilai

-

-

-

Sulit dinilai

11

Page 13: Revisi - Renita

Posisi uvula Sulit dinilai Sulit dinilai

N. XI

Angkat bahu Tidak dilakukan Tidak dilakukan

N. XII

Lidah

Tremor

Atrofi

Ujung lidah saat dijulurkan

-

-

Sulit dinilai

-

-

Sulit dinilai

Hasil CT SCAN Cito Kepala Tanpa kontras (2 September 2013)

12

Page 14: Revisi - Renita

Kesan : terdapat lesi hiperdens regio fronto parietal sinistra, midline shift kekanan.

Pada tanggal 2 September 2013 dilakukan pemeriksaan CT-Scan cito atas indikasi :

terdapat penurunan kesadaran pada pasien ini, adanya deficit neurologis (afasia, paresis N VII

tipe sentral kanan, hemiparesis kanan), adanya gejala peningkatan tekanan intracranial (nyeri

kepala yang menetap, muntah). Dari hasil CT Scan cito didapatkan hasilnya terdapat hematom

epidural luas pada regio fronto parietal sinistra. Kemudian dikonsul ke spesialis bedah saraf

untuk dilakukan tindakan segera untuk membatasi kerusakan jaringan otak yang menyeluruh.

Hasil dari konsul bedah saraf, cito craniotomy, dengan indikasi perdarahan epidural yang luas

(volume >5cc), adanya midline shif >5mm, adanya penurunan kesadaran. Instruksi pre-opreasi,

siapkan PRC 500 cc dan izin operasi.

RESUME

Seorang pria 33 tahun, pingsan sejak 1 hari SMRS, sebelumnya OS mengalami

kecelakaan motor dan tidak menggunakan helm. Kepala OS terbentur aspal, keluar darah dari

hidung, dan pingsan sebelum diantar kerumahnya lamanya kira-kira 5 menit. OS sempat

merasakan nyeri kepala hebat, OS juga sempat mengalami mual muntah sebanyak 1 kali selepas

makan minum dengan isi air dan makanan, OS tertidur dan tidak memberi respon jika

dibangunkan. Semenjak itu, bila OS sadar, bicara menjadi kacau dan tidak nyambung.

Pada pemeriksaan fisik keadaan umum tampak sakit sedang, afasia, TD 120/80 mmHg,

nadi 84x/menit, pernapasan 24x/menit, suhu 36,5°C. Pada status generalis tampak adanya jejas

dan teraba benjolan pada kepala regio fronto parietal. Pada status neurologis, E4M5V1 (afasia),

13

Page 15: Revisi - Renita

pupil bulat isokor diameter 3mm/3mm, RCL +/+, RCTL +/+, fungsi motorik kesan hemiparesis

dekstra, fungsi sensorik dan pemeriksaan saraf cranial sulit dinilai, reflex fisiologis (+) pada

keempat ekstremitas, reflex patologis (babinski, chaddock) -/-. Dilakukan pemeriksaan

laboratorium, didapatkan leukositosis, dan alkalosis respiratorik. Dilakukan pemeriksaan

penunjang foto rontgen os cranium tidak didapatkan adanya fraktur, dilanjutkan dengan

pemeriksaan CT Scan kepala CITO atas indikasi terdapat penurunan kesadaran pada pasien ini,

adanya deficit neurologis (afasia, paresis N VII tipe sentral kanan, hemiparesis kanan), adanya

gejala peningkatan tekanan intracranial (nyeri kepala yang menetap, muntah). Hasilnya

didapatkan lesi hiperdens luas pada region fronto parietal sinistra, midline shift ke arah dekstra.

Pasien dikonsul ke spesialis bedah saraf, untuk dilakukan tindakan segera untuk membatasi

kerusakan jaringan otak yang menyeluruh. Hasil dari konsul bedah saraf, cito craniotomy,

dengan indikasi perdarahan epidural yang luas (volume >5cc), adanya midline shif >5mm,

adanya penurunan kesadaran. Instruksi pre-opreasi, siapkan PRC 500 cc dan izin operasi.

Diagnosis setelah dilakukannya pemeriksan penunjang CT Scan :

Diagnosis klinis :

- Cedera Kepala Berat, afasia, paresis N. VII tipe central kanan, hemiparesis kanan

Diagnosis etiologi :

- Trauma

Diagnosis topis :

- Hematom epidural pada region fronto parietal kiri

Diagnosa patologis :

- hematom epidural

PENATALAKSANAAN

- IVFD asering + citikolin 1 gr / 12 jam

- IVFD Manitol 3 x 100cc

- Injeksi ketorolac 2 amp dalam NaCl 100 cc

- Injeksi piracetam 4 x 3 gr

- Pro-craniotomy

14

Page 16: Revisi - Renita

Follow up

- Post craniotomy cito (2/9/2013), instruksi dokter bedah saraf os dirawat di ICU, posisi

tredenlenburg, elevasi kepala 30°, drain di bawah telinga, terapi injekesi ceftriakson 1 x 2

gr, injeksi ketorolac 3 x1 amp, injeksi ranitidin 2 x 1 amp, dan diberikan selama 3 hari

injeksi karbazokrom Na sulfonate 3 x 1 amp, asam traneksamat 3 x 1 amp, Vit K 1 x 1

amp, puasa sampai sadar penuh, cek Hb + elektrolit post op.

- ICU hari-0 (2/9/2013) KU lemah, kesadaran CM (afasia) terpasang DC, NGT, dan

ventilator. Hasil laboratorium ditemukan anemia dengan hb 9,5 g/dl, analisa gas darah

didapatkan alkalosis respiratorik, pada pemeriksaan fungsi hati didapatkan

hipoalbuminemia, albumin 2,3 g/dl, kadar protein total rendah 4,6 g/dl. GDS cito

didapatkan peningkatan 154 mg/dl. OS mendapatkan terapi infus KMB3, Aminoplasma

(1:1)/12 jam, levofloksasin 1 x 750 mg selama 3 hari, granisetron 1 x 3mg, nexium 1 x 40

mg, piracetam 4 x 3 mg, citikolin 2 x 1 gr, kalium aspartat 3 x 1, sukralfat 5 x 15 cc,

becombion C 3 X CI.

- Pada hari pertama di ruang 906 (Kamis, 5/9/2013), afasia (-) OS mengeluhkan pusing

disertai kelemahan anggota gerak kanan. OS juga mengeluh adanya mual. Pada

pemeriksaan tanda vital didapatkan tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 82x/menit, laju

nafas 21x/menit dan suhu 35,6ºC. Pasien sadar dengan kesadaran penuh, mata buka

spontan, tangan dan kaki bisa digerakkan dan bisa mengikuti perintah. Pemeriksaan mata

didapatkan pupil bulat, isokor, dengan diameter 3mm/3mm, refleks cahaya langsung dan

tidak langsung +/+. Pada pemeriksaan saraf kranial didapatkan parese N.VII kanan

sentral dimana penderitanya masih dapat mengangkat alis, mengerutkan dahi dan

menutup mata (persarafan bilateral), tetapi pasien kurang dapat mengangkat sudut mulut

(menyeringai, memperlihatkan gigi geligi) pada sisi yang lumpuh bila disuruh. Pada

pemeriksaan motorik didapatkan adanya hemiparesis dektra dimana lengan tangan atas

kanan tidak dapat digerakkan sama sekali, jari-jari dan pergelangan tangan kanan masih

dapat digerakkan dan dapat melawan tahanan berat, kaki kanannya juga masih dapat

melawan gravitasi dan tahanan berat. OS mendapatkan terapi infus 3A : panamin G (1:1),

levofloksasin 1x750mg, piracetam 4x3gr, citikolin 2x1gr, sukralfat syr 5x15cc, vitamin b

kompleks 3x1.

15

Page 17: Revisi - Renita

- Pada hari Jum’at ke-IV post op (6/9/2013), OS mengeluh masih merasa pusing dan

lengan tangan atas kanan masih lemas namun sudah dapat melawan gravitasi.

Didapatkan kekuatan motorik bertambah baik. Tanda vital pasien cenderung sama.

Tekanan darah 110/70, nadi 80x/menit, laju nafas 21x/menit, suhu 36,5ºC. Hasil

pemeriksaan neurologis saraf kranial, masih didapatkan adanya parese N.VII kanan

sentral. N XII baik. Terapi tetap

- Hasil observasi hari ke-V post op (7/9/2013) pusing sudah berkurang. OS dapat

berkomunikasi dengan baik dan melakukan perintah yang disuruh namun os tidak bisa

berhitung. Tanda vital dalam batas normal yaitu 100/80 mmHg, nadi 84x/menit, laju

nafas 20x/menit, suhu 36,5ºC. Hasil pemeriksaan neurologis saraf kranial, masih

didapatkan adanya parese N.VII kanan sentral. Fungsi motorik, lengan atas kanan dapat

melawan tahanan ringan. Terapi dilanjutkan.

- Pada hari ke-VII post op (9/9/2013), OS mengatakan sudah tidak ada keluhan dan os

sudah dapat berhitung. Tanda vital dalam batas normal yaitu 100/70 mmHg, nadi

80x/menit, laju nafas 20x/menit, suhu 36,7ºC. Hasil pemeriksaan neurologis saraf kranial,

masih didapatkan adanya parese N.VII kanan sentral. Lapor spesialis bedah saraf via

telepon, aff jahitan dan diberi terapi amoksisilin 3x500mg, asam mefenamat 3x500mg, os

boleh pulang.

PROGNOSIS

Ad vitam : Dubia ad bonam

Ad fungsionam : Dubia ad bonam

Ad Sanationam : Dubia ad bonam

16

Page 18: Revisi - Renita

ANALISA KASUS

Tn. I, 33 tahun datang dengan cedera kepala berat dengan penilaian GCS E4M5V (afasia)

sejak 1 hari SMRS (31/8/2013). OS jatuh dari motor dibonceng temannya tanpa menggunakan

helm dan membentur dengan kaki kiri terlebih dahulu kemudian kepala terbentur aspal. Dari

hasil pemeriksaan fisik ditemukan jejas dan benjolan lunak pada regio parietotemporal sinistra.

Dari hasil foto rontgen os cranium AP lateral tidak ditemukan adanya fraktur kemudian

dikonfirmasi dengan pemeriksaan CT-Scan atas indiksi terdapat penurunan kesadaran pada

pasien ini, adanya deficit neurologis (afasia, paresis N VII tipe sentral kanan, hemiparesis

kanan), adanya gejala peningkatan tekanan intracranial (nyeri kepala yang menetap, muntah).

Didapatkan hasil : terdapat lesi hiperdens pada region fronto parietal kiri, midline shift ke kanan.

Dalam keadaan patologis epidural hematoma menjelaskan mekanisme trauma yang terjadi pada

jaringan otak dimana coup terjadi pada bagian kiri pada region fronto parietal dimana ditemukan

juga jejas dan benjolan lunak.

Epidural hematoma adalah perdarahan akut pada lokasi epidural. Robeknya, arteri

meningea media yang masuk di dalam tengkorak melalui foramen spinosum dan jalan antara

duramater dan tulang di permukaan dalam os temporale, menimbulkan epidural hematoma.

Desakan oleh hematom akan melepaskan duramater lebih lanjut dari tulang kepala sehingga

hematom bertambah besar. Progresifitasnya yang cepat karena durameter melekat erat pada

sutura sehingga langsung mendesak ke parenkim otak menyebabkan mudah herniasi trans dan

infra tentorial. Karena itu setiap penderita dengan trauma kepala yang mengeluh nyeri kepala

yang berlangsung lama, apalagi progresif memberat, harus segera di rawat dan diperiksa dengan

teliti. Hal ini juga terjadi pada pasien dimana keluhan nyeri kepala yang menetap, muntah >1kali,

kesadaran yang menurun harus dicurgai adanya tanda-tanda peningkatan TIK yang disebabkan

karena adanya herniasi.

Sebagian besar hematoma epidural (EDH) (70-80%) berlokasi di daerah temporoparietal,

di mana bila biasanya terjadi fraktur calvaria yang berakibat robeknya arteri meningea media

atau cabang-cabangnya, sedangkan 10% EDH berlokasi di frontal maupun oksipital. Volume

EDH biasanya stabil, mencapai volume maksimum hanya beberapa menit setelah trauma, tetapi

pada 9% penderita ditemukan progresifitas perdarahan sampai 24 jam pertama. Hal ini juga

terjadi pada pasien, pada CT scan ditemukan lesi hiperdens pada regio fronto parietal kiri,

gambaran bikonveks yang merupakan ciri khas EDH.

17

Page 19: Revisi - Renita

Karena perdarahan ini berasal dari arteri, maka darah akan terpompa terus keluar hingga

makin lama makin besar. Ketika kepala terbanting atau terbentur mungkin penderita pingsan

sebentar dan segera sadar kembali. Dalam waktu beberapa jam , penderita akan merasakan nyeri

kepala yang progersif memberat, kemudian kesadaran berangsur menurun. Masa antara dua

penurunan kesadaran ini selama penderita sadar setelah terjadi kecelakaan di sebut interval lucid.

Fenomena lucid interval terjadi karena cedera primer yang ringan pada Epidural hematom. Pada

pasien lucid interval terjadi, pada saat pasien diantar kerumah, kemudian sadar, dan pada saat

tidur pasien sangat sulit dibangunkan oleh istrinya. Pada fase sadar, pasien mengeluh nyeri

kepala hebat, mual, dan muntah. Ini juga yang menunjukkan kemungkinan adanya peningkatan

TIK. Karena arteri meningea media terlibat, terjadi perdarahan yang tidak terkontrol, maka akan

mengakibatkan terjadinya akumulasi yang cepat dari darah pada ruang epidural, dengan

peningkatan tekanan intra kranial (TIK) yang cepat, dan mendesak jaringan sekitar yang

menyebabkan penurunan kesadaran pada pasien ini. Ini juga dibuktikan dengan adanya hasil CT

Scan, midline shift ke arah kanan.

Hematoma yang membesar di daerah temporal menyebabkan tekanan pada lobus

temporalis otak kearah bawah dan dalam. Tekanan ini menyebabkan bagian medial lobus

mengalami herniasi di bawah pinggiran tentorium. Tekanan dari herniasi unkus pada sirkulasi

arteria yang mengurus formation retikularis di medulla oblongata menyebabkan hilangnya

kesadaran. Tekanan pada lintasan kortikospinalis yang berjalan naik pada daerah ini,

menyebabkan kelemahan respons motorik kontralateral, refleks hiperaktif atau sangat cepat, dan

tanda babinski positif. Namun pada pasien ini hanya didapatkan kesan kelemahan respon

motorik kontralateral. Dengan makin membesarnya hematoma, maka seluruh isi otak akan

terdorong kearah yang berlawanan, menyebabkan tekanan intracranial yang besar. Timbul tanda-

tanda lanjut peningkatan tekanan intracranial antara lain kekakuan deserebrasi dan gangguan

tanda-tanda vital dan fungsi pernafasan. Pada pasien ini terjadi gangguan fungsi pernapasan

ditunjukkan dengan tanda vital berupa peningkatan laju pernapasan, dan pada hasil analisa gas

darah didapatkan adanya alkalosis respiratorik.

Pasien ini tidak mengikuti perintah pada saat dilakukan pemeriksaan, dan pasien masih

bisa mengeluarkan lisan namun tidak dipahami oleh orang lain. Pada pasien terdapat afasia

sensorik, terjadi karena adanya lesi kortikal di daerah Wernicke.

18

Page 20: Revisi - Renita

Leukosit: Hasil pemeriksaan dari tanggal 1/9/13 sampai dengan 3/9/13: 12 – 11,9 – 11,4

x 103 mm3 = gambaran leukositosis yang kembali ke batas normal. Response inflamasi, aktivitas

sel endotel, dan rilis mediator inflamasi pada cedera kepala dapat meningkatkan jumlah leukosit.

Pada pasien cedera kepala berat bila didapatan leukositosis berhubungan dengan peningkatan

tekanan intracranial yang merupakan salah satu penyebab terjadinya kerusakan sekunder pasien

cedera kepala. Dan merupakan predictor outcome yang buruk apabila tidak dapat ditangani

dengan baik. Selain itu, pada pasien ini juga ditemukan tanda-tanda lateralisasi berupa penurunan

kesadaran, hemiparese kontralateral yang merupakan tanda penekanan terhadap batang otak,

yang paling sering disebabkan oleh herniasi uncus. Herniasi unkus yang terjadi bila lesi

menempati sisi lateral fossa kranii media atau lobus temporalis; lobus temporalis mendesak

unkus dan girus hipokampus kearah garis tengah dan ke atas tepi bebas tentorium yang akhirnya

menekan mesensefalon, pons dan medulla oblongata melalui celah tentorium. Penekanan pda

medulla oblongata sebagai pusat pernapasan dan vasomotor dengan akibat terjadinya henti nafas

dan jantung yang berlangsung secara cepat dan fatal.

Hasil AGD pada tanggal 1/9/2013 pH 7,47, pCO2 33 mmHg, pO2 146 mmHg, HCO3 24

mmol/L, saturasi 02 98%, dan BE 1,4. menunjukan alkalosis respiratorik belum terkompensasi

dengan PH: 7,55 ↑ menunjukan PH yang alkalosis, PCo2 ↓ menggambarkan penurunan PCo2

yang artinya membuat keadaan lebih basa, hal ini disebabkan karena mekanisme hiperventilasi

dimana banyak CO2 yang keluar. Pada keadaan trauma atau cedera, khususnya cedera kepala,

akan diproduksi sitokin atau interleukin, dan glutamat yang menyebabkan terjadinya proses

inflamasi yang akan merusak mitokondria di dalam sel. Akibat kerusakan tersebut PaO2 dan

PaCO2 arteri akan berubah dikarenakan sistem yang mengaturnya (oksigen sensor) mengalami

kerusakan. Terlebih lagi proses cedera kepala tersebut juga mengenai pusat pernafasan di pons

dan medulla oblongata sehingga tidak saja pengaturan secara selulernya yang rusak namun juga

pengaturan pusatnya juga rusak.

Dasar penatalaksanaan pada pasien ini adalah dilakukan operasi craniotomy segera oleh

spesialis bedah saraf. dengan indikasi perdarahan epidural yang luas (volume >5cc), adanya

midline shif >5mm, adanya penurunan kesadaran. Hal ini dilakukan untuk mengurangi

kerusakan jaringan otak sekunder akibat adanya herniasi.

Pada pasien ini diberikan IVFD manitol atas indikasi terdapat tanda-tanda herniasi

transtentorial dan adanya perburukan keadaan neurologis yang tidak disebabkan oleh keadaan

19

Page 21: Revisi - Renita

sistemik seperti misalnya hipovolemia, dll. Dan saat ini, manitol menjadi pilihan utama untuk

resusitasi awal pasien cedera kepala.

Jika ditangani dengan cepat, prognosis hematoma epidural biasanya baik, karena

kerusakan otak secara menyeluruh dapat dibatasi. Angka kematian berkisar antara 7-15% dan

kecacatan pada 5-10% kasus. Prognosis sangat buruk pada pasien yang mengalami koma

sebelum operasi.

20

Page 22: Revisi - Renita

KESIMPULAN

Cedera kepala merupakan masalah yang serius karena merupakan penyebab kematian

yang paling sering terutama pada kecelakaan kendaraan. Epidural hematoma adalah perdarahan

akut pada lokasi epidural. Karena arteri meningea media terlibat, terjadi perdarahan yang tidak

terkontrol, maka akan mengakibatkan terjadinya akumulasi yang cepat dari darah pada ruang

epidural, dengan peningkatan tekanan intra kranial (TIK) yang cepat, dan mendesak jaringan

sekitar yang menyebabkan penurunan kesadaran pada pasien ini. Ini juga dibuktikan dengan

adanya hasil CT Scan gambaran lesi hiperdens bikonveks pada frontoparietal sinistra, adanya

midline shift ke arah kanan. Adanya tanda herniasi pada pasien ini merupakan indikasi

dilakukannya tindakan segera. Karena jika tidak dilakukan tindakan segera akan menyebabkan

kerusakan pada jaringan otak sekunder. Prognosis epidural hematoma biasanya baik. Mortalitas

pasien dengan epidural hematoma yang telah dievakuasi mulai dari 16% - 32%.

21

Page 23: Revisi - Renita

DAFTAR PUSTAKA

1. Japardi I. Cedera Kepala. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer.2004

2. Gilroy J. Basic Neurology. USA: McGraw-Hill, 2000. p. 553-5

3. Mc.Donald D., Epidural Hematoma, www.emedicine.com

4. Agamanolis DP. Traumatic Brain Injury and Increased Intracranial Pressure.

Northeastern Ohio Universities College of Medicine. [serial online] 2003. [cited 20

Mei 2008]. Didapat dari :

http://www.neuropathologyweb.org/chapter4/chapter4aSubduralepidural.html

5. Duus P, ED Suwono WJ. Duus’Topical Diagnosis in Neurology: Anatomy,

Physiology, Signs, Symptoms) ED/4. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC. 2012

6. Evans RW. Neurology and Trauma. Philadelphia: W.B. Saunders Company, 1996. p.

144-5

7. Soertidewi L, Misbach J, Sjharir H, Hamid A, dkk. Konsensus Nasional Penanganan

Trauma Kapitis dan Trauma Spinal oleh: Perdossi. Jakarta: PERDOSSI Bagian

neurologi FKUI/RSCM.2006

8. Agamanolis DP. Traumatic Brain Injury and Increased Intracranial Pressure.

Northeastern Ohio Universities College of Medicine. [serial online] 2003. [cited 20

Mei 2008]. Didapat dari :

http://www.neuropathologyweb.org/chapter4/chapter4aSubduralepidural.html

22