review tingkat partisipasi: studi kasus pengadaan cidomo di lombok

13
BAB I PENDAHULUAN Partisipasi berasal dari bahasa Inggris yaitu “participation” adalah pengambilan bagian atau pengikutsertaan. Menurut Keith Davis, partisipasi adalah suatu keterlibatan mental dan emosi seseorang kepada pencapaian tujuan dan ikut bertanggung jawab di dalamnya. Dalam defenisi tersebut kunci pemikirannya adalah keterlibatan mental dan emosi. Sebenarnya partisipasi adalah suatu gejala demokrasi dimana orang diikutsertakan dalam suatu perencanaan serta dalam pelaksanaan dan juga ikut memikul tanggung jawab sesuai dengan tingkat kematangan dan tingkat kewajibannya. Partisipasi itu menjadi baik dalam bidang-bidang fisik maupun bidang mental serta penentuan kebijaksanaan. Jadi dari beberapa pengertian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa partisipasi adalah suatu keterlibatan mental dan emosi serta fisik peserta dalam memberikan respon terhadap kegiatan yang melaksanakan dalam proses belajar mengajar serta mendukung pencapaian tujuan dan bertanggung jawab atas keterlibatannya. Dengan mengutip pengkategorian oleh Deshler dan Sock (1985), disebutkan bahwa secara garis besar terdapat 3 tipe partisipasi, yaitu: partisipasi teknis (technical participation), partisipasi semu (pseudo participation), dan partisipasi politis atau partisipasi asli (genuine participation). Partisipasi teknis dan partisipasi politis kelihatannya sepadan dengan 2 tipe partisipasi yang ditemukan dalam referensi lain, yaitu partisipasi untuk partisipasi yang digunakan dalam pengembangan program, dan partisipasi yang diperluas untuk partisipasi yang merambah ke dalam isu demokratisasi (Roche, 1999). Partisipasi Teknis adalah keterlibatan masyarakat dalam pengidentifikasian masalah, pengumpulan data, analisis data, dan pelaksanaan kegiatan. Pengembangan partisipasi dalam hal ini adalah sebuah taktik untuk melibatkan masyarakat dalam kegiatan-kegiatan praktis dalam konteks pengembangan masyarakat. Partisipasi asli (Partisipasi politis), adalah keterlibatan masyarakat di dalam proses perubahan dengan melakukan refleksi kritis dan aksi yang meliputi dimensi politis, ekonomis, ilmiah, dan ideologis, secara bersamaan. Pengembangan partisipasi dalam ini adalah pengembangan kekuasaan dan kontrol lebih besar terhadap suatu situasi melalui peningkatan kemampuan masyarakat dalam melakukan pilihan kegiatan dan

Upload: nadia-budi-septiarini

Post on 28-Dec-2015

60 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Review tingkat partisipasi: studi kasus pengadaan cidomo di lombok

TRANSCRIPT

Page 1: Review tingkat partisipasi: studi kasus pengadaan cidomo di lombok

BAB I

PENDAHULUAN

Partisipasi berasal dari bahasa Inggris yaitu “participation” adalah

pengambilan bagian atau pengikutsertaan. Menurut Keith Davis, partisipasi adalah

suatu keterlibatan mental dan emosi seseorang kepada pencapaian tujuan dan ikut

bertanggung jawab di dalamnya. Dalam defenisi tersebut kunci pemikirannya adalah

keterlibatan mental dan emosi.

Sebenarnya partisipasi adalah suatu gejala demokrasi dimana orang

diikutsertakan dalam suatu perencanaan serta dalam pelaksanaan dan juga ikut

memikul tanggung jawab sesuai dengan tingkat kematangan dan tingkat

kewajibannya. Partisipasi itu menjadi baik dalam bidang-bidang fisik maupun bidang

mental serta penentuan kebijaksanaan. Jadi dari beberapa pengertian di atas, maka

dapat ditarik kesimpulan bahwa partisipasi adalah suatu keterlibatan mental dan emosi

serta fisik peserta dalam memberikan respon terhadap kegiatan yang melaksanakan

dalam proses belajar mengajar serta mendukung pencapaian tujuan dan bertanggung

jawab atas keterlibatannya.

Dengan mengutip pengkategorian oleh Deshler dan Sock (1985), disebutkan

bahwa secara garis besar terdapat 3 tipe partisipasi, yaitu: partisipasi teknis (technical

participation), partisipasi semu (pseudo participation), dan partisipasi politis atau

partisipasi asli (genuine participation). Partisipasi teknis dan partisipasi politis

kelihatannya sepadan dengan 2 tipe partisipasi yang ditemukan dalam referensi lain,

yaitu partisipasi untuk partisipasi yang digunakan dalam pengembangan program, dan

partisipasi yang diperluas untuk partisipasi yang merambah ke dalam isu

demokratisasi (Roche, 1999).

Partisipasi Teknis adalah keterlibatan masyarakat dalam pengidentifikasian

masalah, pengumpulan data, analisis data, dan pelaksanaan kegiatan. Pengembangan

partisipasi dalam hal ini adalah sebuah taktik untuk melibatkan masyarakat dalam

kegiatan-kegiatan praktis dalam konteks pengembangan masyarakat. Partisipasi asli

(Partisipasi politis), adalah keterlibatan masyarakat di dalam proses perubahan dengan

melakukan refleksi kritis dan aksi yang meliputi dimensi politis, ekonomis, ilmiah,

dan ideologis, secara bersamaan. Pengembangan partisipasi dalam ini adalah

pengembangan kekuasaan dan kontrol lebih besar terhadap suatu situasi melalui

peningkatan kemampuan masyarakat dalam melakukan pilihan kegiatan dan

Page 2: Review tingkat partisipasi: studi kasus pengadaan cidomo di lombok

berotonomi. Partisipasi Semu, yaitu partisipasi politis yang digunakan orang luar atau

kelompok dominan (elit masyarakat) untuk kepentingannya sendiri, sedangkan

masyarakat hanya sekedar obyek. Dalam pengertian partisipasi di atas, bukan berarti

partisipasi teknis tidak penting dibandingkan dengan partisipasi politis), bisa sekaligus

ada dalam sebuah program pengembangan masyarakat dimana pemberdayaan

masyarakat dalam kehidupannya secara lebih luas (kehidupan sosial, budaya, politik,

ekonomi).

Bentuk partisipasi yang nyata yaitu, partisipasi uang, harta benda, tenaga, dan

keterampilan. Partisipasi uang adalah bentuk partisipasi untuk memperlancar usaha-

usaha bagi pencapaian kebutuhan masyarakat yang memerlukan bantuanPartisipasi

harta benda adalah partisipasi dalam bentuk menyumbang harta benda, biasanya

berupa alat-alat kerja atau perkakas. Partisipasi tenaga adalah partisipasi yang

diberikan dalam bentuk tenaga untuk pelaksanaan usaha-usaha yang dapat menunjang

keberhasilan suatu program. Partisipasi keterampilan, yaitu memberikan dorongan

melalui keterampilan yang dimilikinya kepada anggota masyarakat lain yang

membutuhkannya. Partisipasi buah pikiran lebih merupakan partisipasi berupa

sumbangan ide, pendapat atau buah pikiran konstruktif, baik untuk menyusun

program maupun untuk memperlancar pelaksanaan program dan juga untuk

mewujudkannya dengan memberikan pengalaman dan pengetahuan guna

mengembangkan kegiatan yang diikutinya.

Menurut Effendi, partisipasi ada dua bentuk, yaitu partisipasi vertikal dan

partisipasi horizontal.Partisipasi vertikal adalah suatu bentuk kondisi tertentu dalam

masyarakat yang terlibat di dalamnya atau mengambil bagian dalam suatu program

pihak lain, dalam hubungan mana masyarakat berada sebagai posisi

bawahan.Partisipasi horizontal adalah dimana masyarakatnya tidak mustahil untuk

mempunyai prakarsa dimana setiap anggota / kelompok masyarakat berpartisipasi

secara horizontal antara satu dengan yang lainnya, baik dalam melakukan usaha

bersama, maupun dalam rangka melakukan kegiatan dengan pihak lain. menurut

Effendi sendiri, tentu saja partisipasi seperti ini merupakan tanda permulaan

tumbuhnya masyarakat yang mampu berkembang secara mandiri.

Arnstein (1969) menggambarkan delapan tingkatan yang setiap tingkatannya

menggambarkan peningkatan pengaruh masyarakat dalam menentukan produk akhir

pembangunan. Delapan tingkatan tersebut dari yang terendah hingga tertinggi adalah

manipulation (manipulasi), therapy (terapi), information (informasi), consultation

Page 3: Review tingkat partisipasi: studi kasus pengadaan cidomo di lombok

(konsultasi), placation (penentraman), partnership (kemitraan), delegated power

(pelimpahan kekuasaan) dan citizen kontrol (kontrol masyarakat). tingkatan

partisipasi masyarakat yang dapat dikelompokkan dalam tiga level yaitu

nonparticipation, tokenism dan citizen power.

Tingkatan terendah adalah manipulation dan therapy yang dideskripsikan

sebagai non-participation atau tiadanya partisipasi. Pada tingkatan ini tidak ada

partisipasi dari masyarakat dalam merencanakan maupun melaksanakan program.

Pemegang kekuasaan mendikte masyarakat dimana tidak ada dialog diantara mereka.

Pada kasus ini masyarakat ikut dalam program tetapi tidak sepenuh hati baik secara

psikologi, mental dan disertai konsekwensi keikutsertaan yang memberikan kontribusi

dalam program tersebut.Dalam hal ini masyarakat dilibatkan hanya untuk

mendapatkan dukungan publik

semata dan Arnstein menyebutnya sebagai ketidakpedulian.

Tingkatan tiga, empat dan lima merupakan peningkatan pada level tokenism

atau partisipasi semu yang memungkinkan masyarakat yang semula tidak didengarkan

menjadi didengarkan dan memiliki suara. Ada tindakan dari masyarakat untuk mulai

terlibat dalam partisipasi. Namun pada tingkatan ini, tidak ada jaminan bahwa suara

mereka akandidengarkan oleh pemegang kekuasaan. Pada dasarnya penyampaian

informasi merupakan suatu bentuk pendekatan kepada masyarakat untuk mendapa

tlegitimasi publik, atas segala program yang telah dicanangkan hal ini kenyataanya

merupakan bentuk dari komunikasi top down. Sementara konsultasi dalamsebuah

forum adalah untuk mengundang ketertarikan public tidak sampai pada

memperhatikan keberatan publik. Kemudian tangga kelima peredaman. Pada ketiga

tangga yang dimaksud sesungguhnya masyrakat sudah mulai diberi kesempatan untuk

berpartisipasi dengan bentuk menyampaikan pendapat, saran dan keberatan tetapi

sifatnya formalitas. Arnstein menyebutnya sebagai tingkat penghargaan atau

formalitas (Ulistiyani 2004:125).

Pada tingkatan citizen power atau terdapat partisipasi aktif, masyarakat dapat

bermitra dengan pemegang kekuasaan yang memungkinkan mereka bernegoisasi. Dan

jika tingkat partisipasi diperdalam hingga level tertinggi yaitu citizen control,

masyarakat memiliki kekuasaan penuh untuk membuat keputusan. Tingkatan

partisipasi masyarakat dapat diidentifikasikan dengan mengkaji darimana asal

partisipasi apakah dari pemerintah, masyarakat atau bersama-sama antara pemerintah

dan masyarakat. Dalam hal ini masyarakat sudah mendapat tempat pada sebuah

Page 4: Review tingkat partisipasi: studi kasus pengadaan cidomo di lombok

program pembangunan, tingkat yang ketujuh telah terjadi pelimpahan kewenangan

oleh pemerintah kepada masyarakat. Selanjutnya yang terakhir tangga kedelapan

masyarakat telah mampu melakukan kontrol. Ketiga kelompok tingkatan disebutkan

di atas merupakan kategori tingkat kekuasaan masyarakat (Ulistiyani 2004:125).

Kawasan perkotaan adalah kawasan yang dapat menjadi penggerak

pertumbuhan penting bagi sebuah Negara, terlebih lagi apabila dikelola dengan baik

dan memadai. Sabaiknya kota tidak akan dapat menjalankan fungsinya sebagai

penggerak pertumbuhan dan bahkan justru menciptakan disinsentif bagi pertumbuhan

apabila pengelolaannya dilakukan dengan cara-cara yang tidak tepat dan tidak

memadai. Oleh karena itu, merupakan sebuah tantangan besar bagi pemerinta Negara

untuk mengelola kawasan perkotaan sehingga mampu memberkan kontribusi positif

yang optimal dalam pelaksanaan pembangunannya.

Kelayakanhunian dari sebuah kota salah satunya akan ditentukan oleh

bagaimana sebuah pemerintahan kota mampu membuat strategi dan kebijakan yang

berorientasi kepada penggunaan segenap sumber daya potensial baik manusia maupun

modal yang dimiliki wilayah tersebut. Untuk itu, pemerintah harus mampu membuat

setiap actor yang berbeda untuk ikut memainkan peranan aktif dalam pengelolaan

wilayahnya, sehingga memungkinkan bagi penggunaan sumber daya potensial yang

ada. Jadi, sebuah pemerintahan harus mempertimbangkan penyelenggaraan

pemerintahanya dengan melibatkan banyak pihak yang memiliki kepentingan akan

kota tersebut, termasuk masyarakat sebagai salah satu pihak yang berkepentingan.

Sehingga diperlukan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan

bersama pemerintahan. Keterlibatan masyarakat akan membawa keuntungan, yakni:

meningkatkan kualitas pembuatan kebijakan dengan menyediakan pemerintah sumber

informasi, perspektif dan solusi masalah yang besar. Dapat juga memfasilitasi

interaksi yang luas antara masyarakat dan pemerintahan, serta meningkatkan

akuntabilitas dan transparansi yang pada akhirnya akan meningkatkan keterwakilan

dan kepercayaan masyarakat.

Partisipasi masyarakat dapat menghasilkan kebijakanpemerintahan yang lebih

baik karena adanya prinsip keadilan dan kesetaraan, merupakan hak masyarakat untuk

mendapatka informasi dan untuk menyuarakan pandangan mereka terkait kebijakan

pemerintah, adanya kebutuhan untuk mewakili kepentingan dari kelompok-kelompok

masyarakat yang lemah da todak memiliki kekuatan, serta adanya kebutuhan utnuk

menangkap apa yang benar-benar diingkan oleh masyarakat.

Page 5: Review tingkat partisipasi: studi kasus pengadaan cidomo di lombok

Meningkatkan partisipasi masyarakat bukanlah merupakan hal yang mudah

untuk dilakukan. Banyak hal yang harus dipersiapkan dan dilakukan untuk dapat

mewujudkannya. Partisipasi publik yang efektif berfungsi untuk semua pihak dan

mampu menstimulasikepentingan dan investasi baik dari masyarakat ataupun

administrator publik. Upaya partisipasi yang dilakukan saat ini dirangkai dalam suatu

kerangka di mana semua komponen yang terlibat tersusun di sekitar masalah,

sementara struktur dan proses administrasi adalah komponen yang paling dekat.

Administrator adalah agen di antara struktur dan masyarakat. Kondisi seperti ini

memberikan administrator kewenangan untuk memformulasikan kebujakan setelah

isu telah didefinisikan. Selain itu admistrator tidak memiliki kewenangan nyata untuk

mendefinisikan kembali isu atau untuk mengubah proses administrasi yang

memungkinkan keterlibatan yang lebih besar dari masyarakat. Oleh karena itu

partisipasi menjadi tidak efektif dan cenderung menimbulkan konflik.

Tujuan akhir yang ingin dicapai adalah bagaimana menciptakan suatu wilayah

yanglayak huni,nyaman dan mampu mendukung dalam berkompetensi dengan

wilayah lainnya. Untuk itu penulis bertujuan mendeskripsikan tangga partisipasi

khususnya dalam tahap terapi.

Page 6: Review tingkat partisipasi: studi kasus pengadaan cidomo di lombok

BAB II

TINJAUAN TEORI

Program dengan pendekatan partisipatif sudah menjadi wacana bahkan

menjadi istilah yang sering kita dengar dari pemerintah, semi pemerintah dan

organisasi non pemerintah. Sebelum era transisi dan otonomi daerah, istilah ini sering

kita dengar sebagai peran serta. Tidak ada perbedaan antara partisipasi dan peran serta

ini. Sebab partisipasi dapat diartikan turut ambil bagian, peran serta, penggabungan

diri dan ikut serta.

Partisipasi tersebut sebagai bentuk kekuatan rakyat sesuai dengan kajian

Sherry R. Arnstein (Aliadi, 1994). Partisipasi menurut Arnstein (1969) adalah

bagaimana masyarakat dapat terlibat dalam perubahan sosial yang memungkinkan

mereka mendapatkan bagian keuntungan dari kelompok yang berpengaruh. Partisipasi

tersebut dapat berwujud secara langsung ataupun tidak langsung.

Arnstein telah membuat delapan tangga partisipasi. Untuk tangga pertama

disebut manipulasi dan kedua, terapi. Kategori manipulasi dan terapi ini bila yang

dilakukan dalam bentuk mendidik dan mengobati. Dalam tangga pertama dan kedua

ini Arnstein menganggap itu bukan bentuk partisipasi.

Terapi (therapy), pada level ini telah ada komunikasi namun bersifat terbatas.

Inisiatif datang dari pemerintah dan hanya satu arah. Dapat dikatakan pemegang

kekuasaan mendidik rakyat. Kata “terapi” digunakan untuk merawat penyakit.

Ketidakberdayaan adalah penyakit mental. Terapi dilakukan untuk menyembuhkan

“penyakit” masyarakat. Pada kenyataannya, penyakit masyarakat terjadi sejak

distribusi kekuasaan antara ras atau status ekonomi (kaya dan miskin) tidak pernah

seimbang.

Terapi (perbaikan) tidak termasuk dalam konteks partisipasi yang sebenarnya.

Masyarakat ikut dalam program tetapi tidaksepenuh hati baik secara psikologi, mental

dan disertai konsekwensikeikutsertaan yang memberikan kontribusi dalam program

tersebut. Dalam hal ini masyarakat dilibatkan hanya untuk mendapatkan dukungan

publik semata dan Arnstein menyebutkan hal ini sebagai ketidak pedulian.

Page 7: Review tingkat partisipasi: studi kasus pengadaan cidomo di lombok

BAB III

STUDI KASUS

Dalam upaya menurunkan dan menghemat penggunaan bahan bakar

pemerintah

Kota Mataram berupaya memfungsikan ”Transportasi Ramah Lingkungan”sebagai

angkutan alternatif untuk mempertahankan kelancaran distribusi barang dan jasa

maupunpenumpang, memantapkan jaringan trayek dalam mendukung kelancaran

prosesproduksi, distribusi barang dan penumpang. Tersedianya angkutan alternatif

kendaraan tidak bermotor memberikan dampak positif seperti terlayaninya

transportasi masyarakatdiluar trayek angkutan perkotaan dimana jasa perdagangan

umum perlu pembinaanterus menerus (Dinas Perhubungan Kota Mataram, 2005).

Terlepas dari cidomoyang memiliki potensi sebagai transportasi yang

ramahlingkungan beberapa permasalahan juga timbul dalam memfungsikan

transportasicidomodiantaranya jalan di Kota Mataram penuh dengan limbah padat

kotoran kuda(Dinas Perhubungan Kota Mataram, 2005:14). Dengan semakin

mahalnya harga BBM fosil keberadaan transportasi ramah lingkungan (cidomo)

merupakan alternatif pilihan dalam transportasi pinggiran Kota Mataram tetapi hal ini

diikuti dengan peningkatan polusi limbah kotoran kuda disepanjang jalur trayek

cidomo. Karena itu pemerintah Kota Mataram mengeluarkan suatu kebijakan, yakni

pemasangan gendongan kotoran kuda serta pembuangan kotoran kuda di tempat yang

telah disediakan. Pada kondisi di lapangan, kesadaran para kusir dalam memasang

gendongan kotoran kuda sudah cukup baik, namun masih banyak pula kusir yang

hanya sekedar memasang begitu saja atau tidak tepat pemasangannya bahkan ada juga

yang tidak memasang sama sekali.

Selain itu, untuk pembuangan limbah kotoran kuda juga tidak sesuai dengan

aturan, yakni masih banyak yang membuang kotoran kuda di pinggir jalan atau

pinggir sawah yang sepi, tidak di tempat yang disediakan oleh pemerintah. Ketertiban

pemasangan gendongan kotoran kuda pada cidomohanya sebatas karena ada petugas

yang sedang melaksanakan tugas, sementara 67% kusir membuang kotoran kuda

dipinggir jalan yang sepi, dimana tidak ada petugas yang mengawasi.

Dengan menyimak pernyataan dan data diatas partisipasi komunitas kusir

cidomodalam hal menjaga kebersihan jalan raya atau lingkungan kandang baru pada

Page 8: Review tingkat partisipasi: studi kasus pengadaan cidomo di lombok

tingkatantangga yang ke dua yakni terapi. Hal ini menurut Arnstein (1969) dalam

Sulistiani (2004:125) berada pada kondisi non partisipatif.

Tingkat partisipasi kusir cidomodalam mengolah limbah yang baru pada

tangganomor dua yakni terapidan tergolong non partisipasisangatlah buruk

dampaknya bagikeberlanjutan transportasi cidomo. Hal ini menjadikan citra cidomo

kurang baik mengingat kotoran kuda di tempat terbuka akan mengalami penguraian

padaproses penguraian ini akan menghasilkan gas metana. Bila dihubungkan dengan

data informan yang membuang limbah di tempat sepi :

1. Jelas kotoran kuda tersebut belum memberikan manfaat bagi kusir meski secara

teoridapat dijadikan pupuk dan biogas.

2. Pemasangan tetap dilakukan namun hanya untuk memenuhi persyaratan

sajasupaya tidak ditegur ataupun ditilang. Pada kondisi ini pihak Dinas

Perhubungantidak dapat menyalahkan para kusir karena aturan tertulis belum

ada.

Page 9: Review tingkat partisipasi: studi kasus pengadaan cidomo di lombok

BAB IV

PEMBAHASAN

Strategi pemecahan masalah yang diterapkan dalam studi kasus tangga

partisipasi ini adalah partisipasi menyelesaikan masalah. Strategi menyelesaikan

masalah terdiri dari organizing dan dan training. Dalam studi kasus ini teknik yang

digunakan adalah organizing (pengaturan). Di sini pemerintah tidak memberikan

training (pelatihan) terhadap para kusir tetapi memberikan himbauan memasang

gendong kotoran kuda yang bertujuan untuk mengatur atau mengendalikan bau dari

kotoran kuda yang menganggu masyarakat.

Metode yang digunakan dalam studi kasus ini adalah adalah

Commmunity Action Plan (CAP). CAP sendiri adalah proses atau metode yang

digunakan untuk meningkatkan kapasitas masyarakat untuk dapat melakukan aksi –

aksi berdasarkan masalah, kebutuhan dan potensi. Studi kasus ini menggunakan

metode CAP karena tujuan dari kebijakan yang diterapkan dalam studi kasus ini

adalah meningkatkan kapasitas untuk dapat melakukan aksi – aksi berdasarkan

masalah, yaitu adanya masalah pengotoran lingkungan Kota Mataram akibat bau dari

kotoran kuda. Kebutuhan dari penerapan metode ini yaitu untuk menciptakan

lingkungan Kota Mataram yang bersih dan ramah lingkungan. Cidomo adalah

kendaraan non bermotor khas Kota mataram yang ramah lingkungan namun potensi

cidomo ini baru bisa berfungsi maksimal jika permasalahan bau kotoran dari kuda

yang menarik cidomo dapat diselesaikan. Karena hal tersebut dapat menganggu

masyarakat yang lewat di jalan dan penumpang cidomo itu sendiri.

Studi kasus ini berada pada tangga partisipasi terapi karena terdapat suatu

kondisi masyarakat yang tidak berpartipasi pada kebijakan pemerintah Kota Mataram

yang menganjurkan pada kusir cidomo untuk menggunakan gendongan kotoran kuda

dan membuang kotorannya di tempat yang disediakan. Respon kusir sebagai objek

partisipasi demi terciptanya kebersihan dan keindahan Kota Mataram masih hanya

sekedar menuruti atau ikut dalam program tetapi tidak sepenuh hati baik secara

psikologi, mental dan disertai konsekwensi keikutsertaan yang memberikan kontribusi

dalam program tersebut. Dalam hal ini masyarakat dilibatkan hanya untuk

mendapatkan dukungan publik semata dan oleh Arnstein menyebutnya sebagai

ketidakpedulian.

Page 10: Review tingkat partisipasi: studi kasus pengadaan cidomo di lombok

Hambatan partisipasi masyarakat dalam studi kasus ini adalah rendahnya

kemampuan dan pengetahuan kusir akan pemanfaatan limbah kotoran kuda serta

kandungan gas yang dihasilkan kotoran kuda bisa merusak lingkungan. Masih adanya

kusir yang membuang kotoran kuda ke pinggir jalan sepi atau area persawahan.

Padahal kotoran kuda itu jika diolah dengan benar maka bisa menjadi pupuk yang

dapat dijual maupun digunakan sendiri oleh para kusir. Yang kedua, sulitnya

pemerintah untuk mengajak para kusir berpartipasi dalam pelaksanaan kebijakan

tersebut. Para kusir ini belum mengerti akan pentingnya memasang gendongan

kotoran kuda yang bertujuan untuk menambah kenyamanan pengguna jalan. Yang

ketiga, para kusir ragu atau tidak tertarik untuk berpartisipasi dalam mensukseskan

program pemerintah untuk menjadikan Kota Mataram bersih. Hal ini dikarenakan

kurangnya pengetahuan kusir akan tujuan dari pembuatan kebijakan memasang

gendongan kotoran kuda. Mereka memasang gendongan kotoran kuda hanya karena

agar tidak ditilang atau ditegur oleh aparat.

Page 11: Review tingkat partisipasi: studi kasus pengadaan cidomo di lombok

BAB V

PENUTUP

Simpulan

Pemerintah Kota Mataram bertujuan mewujudkan transportasi berwawasan

lingkungan mengembangkan potensi cidomo sebagai transportasi tanpa kendaraan

bermotor yang ramah lingkungan. Hal itu diwujudkan dengan pembuatan kebijakan

memasang gendong kotoran kuda pada cidomo untuk mengindari bau kotoran yang

dibuang di jalan.

Partisipasi komunitas kusir cidomo khususnya masalah kepatuhan para kusir

dalam menjalankan himbauan pemerintah untuk memasang gendongan kotoran kuda

berada pada tahap partisipasi terapi. Tingkat partisipasi kusir cidomo dalam mengolah

limbah Kotoran kuda juga berada pada tahap nomor dua yaitu tahap partisipasi terapi.

Hal ini terjadi karena masyarakat hanya sekedar menuruti atau ikut dalam program

tetapi tidak sepenuh hati baik secara psikologi, mental dan disertai konsekwensi

keikutsertaan yang memberikan kontribusi dalam program tersebut.

Strategi yang diterapkan dalam studi kasus tangga partisipasi ini adalah

partisipasi menyelesaikan masalah. Metode yang digunakan dalam studi kasus ini

adalah adalah Commmunity Action Plan (CAP).

Hambatan dalam studi kasus ini adalah rendahnya kemampuan dan

pengetahuan kusir akan pemanfaatan limbah kotoran kuda. Yang kedua, sulitnya

pemerintah untuk mengajak para kusir berpartipasi dalam pelaksanaan kebijakan

tersebut. Yang ketiga, para kusir ragu atau tidak tertarik untuk berpartisipasi dalam

mensukseskan program pemerintah untuk menjadikan Kota Mataram bersih.

Saran

Meskipun kebijakan yang telah dilakukan pemerintah telah dirancang

sedemikian rupa agar langsung mengena pada sasaran yang diinginkan, namun tanpa

partisipasi atau keterlibatan pihak yang terkait secara penuh dalam mendukung

kebijakan tersebut, maka kebijakan tersebut tidak akan berjalan sinambung.

Keterlibatan para kusir sebagai sentral pelaksana kebijakan akan sangat membantu

dalam upaya menjalankan kebijakan pemerintah agar manfaatnya dapat dirasakan

secara nyata olehmasyarakat.

Page 12: Review tingkat partisipasi: studi kasus pengadaan cidomo di lombok

Perlunya sosialisasi lebih lanjut dari pemerintah agar para kusir memahami

maksud dan tujuan dari pembuatan kebijakan tersebut sehingga timbul kesadaran dari

para kusir untuk menjalankan kebijakan tersebut.

Page 13: Review tingkat partisipasi: studi kasus pengadaan cidomo di lombok

DAFTAR PUSTAKA

Pramono, A. 2008. PENGELOLAAN TRANSPORTASI RAMAH LINGKUNGANDI

KOTA MATARAM. Tidak dipublikasikan. Tesis. Semarang: Universitas

Diponegoro, http://eprints.undip.ac.id/16262/1/Agus_Pramono2.pdf(26

Desember 2011, 12.05 PM)

Madjowa, V. 2007. Bab 9. Pendekatan Partisipatif . (Online).http://verrianto-

madjowa.blogspot.com/2007/02/bab-9-pendekatan-partisipatif.html(27

Desember 2011, 8.08 PM)

Junanto, D. 2010. Partisipasi Masyarakat dan Desentralisasi. (Online).

http://litbang.bandung.lan.go.id/index.php?option=com_content&view=

article&id=212:partisipasi-masyarakat-dan-

desentralisasi&catid=29:blog&Itemid=122 (27 Desember 2011, 8.13

PM)

Arnstein, Sherry R. A. 1969. Ladder of Citizen Participation,Journal of the American

Planning Association, Vol. 35, No. 4, July 1969, pp. 216-224.

Septiani, M., Ispurwono S., Heru P. 2010. PENINGKATAN

PARTISIPASIMASYARAKAT DALAMPELAKSANAAN PROGRAM

NASIONALPEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM)

MANDIRIPERKOTAANStudiKasus: KelurahanTlogomas,

KecamatanLowokwaru,Kota Malang. Seminar

NasionalPerumahanPermukimandalam Pembangunan Kota 2010. Surabaya:

InstitutTeknologiSepuluhNopember.

Roche, C. 1999.Impact Assesment for Development Agencies.Oxford: Oxfam

Professional.

PNPM MandiriPerkotaan. 2010. ModulDasarKomunitas 04: Pembangunan

Partisipatif. Jakarta: DinasPekerjaanUmum, www.p2kp.org/pustaka/.../Modul-

Pembangunan-Partisipatif.pdf (28 Desember 2011, 4.20 AM)