sapaan dalam bahasa lombok

68
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap kelompok masyrakat memopunyai sistem intraksi antar individu. Sistem intraksi itu berbeda beda antar satu kelompok masyrakat dengan kelompok masyrakat yang lain, perbedaan itu pada dasarnya ditentukan peraturan sosial setiap kelompok masyrakat. Dengan demikian, komonikasi yang terjadi antar individu baik yang saling kenal maupun tidak mengikuti sebuah sistem. Perbedaan sistem intraksi antar individu tersebut sangat jelas terlihat salam sistem sapaan bahasa kelompok yang bersangkutan, kenyatan itu dapat dilihat dari beberapa hasil penelitian beberapa ahli. Diantara ahli tersebut adalah brown dan gilman (1977) tentang masyrakat indo eropa. Ahli selanjutnya adalah ford (1984) tentang bahasa inggris amerika, kridalaksana (1975), tentang sapaan bahasa indonesia, halim(1990), tentang sistem sapaan bahasa orang minang kabau, suwarso (1990) tentang sapaan mahasiswa ui, hoed (1990) tentang penerjemahan pronomina orang kedua tunggal bahasa perancis kedalam bahasa indonesia dan mahmud dkk (1997) tentang sapaan bahasa tamiang.(Saefudin mahmud dkk;2003) 1

Upload: azizuny149

Post on 03-Jan-2016

1.040 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: Sapaan Dalam Bahasa Lombok

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setiap kelompok masyrakat memopunyai sistem intraksi

antar individu.

Sistem intraksi itu berbeda beda antar satu kelompok masyrakat

dengan kelompok masyrakat yang lain, perbedaan itu pada

dasarnya ditentukan peraturan sosial setiap kelompok

masyrakat. Dengan demikian, komonikasi yang terjadi antar

individu baik yang saling kenal maupun tidak mengikuti sebuah

sistem.

Perbedaan sistem intraksi antar individu tersebut sangat jelas

terlihat salam sistem sapaan bahasa kelompok yang

bersangkutan, kenyatan itu dapat dilihat dari beberapa hasil

penelitian beberapa ahli. Diantara ahli tersebut adalah brown

dan gilman (1977) tentang masyrakat indo eropa. Ahli

selanjutnya adalah ford (1984) tentang bahasa inggris amerika,

kridalaksana (1975), tentang sapaan bahasa indonesia,

halim(1990), tentang sistem sapaan bahasa orang minang

kabau, suwarso (1990) tentang sapaan mahasiswa ui, hoed

(1990) tentang penerjemahan pronomina orang kedua tunggal

bahasa perancis kedalam bahasa indonesia dan mahmud dkk

(1997) tentang sapaan bahasa tamiang.(Saefudin mahmud

dkk;2003)

Sistem sapaan kelompok masyrakat memiliki keunikan

tersendiri, keunikan tersebut terletak pada pemakaian istilah

sapaan bahasa. Keunikan itu terletak pada pemakaian bahasa

sasak lombok kecamatan suralaga, keunikan dan keberagaman

penyebutan dan penyapaan dalam istilah kekeluargaan memiliki

ciri khas tersendiri.

1

Page 2: Sapaan Dalam Bahasa Lombok

Peletak dasar pondasi dalam linguistik modern abad ke-19

yang dipelopori oleh Ferdinand De Saussure (1916) yang

memandang bahasa sebagai

lembaga kemasyarakatan yang sama dengan lembaga

kemasyarakatan lain ,Ferdinand terinspirasi dari tokoh skaligus

bapak dunia ilmu social Emil Durhem seperti perkawinan dan

pewarisan harta peninggalan telah memberi isyarat akan

pentingnya perhatian terhadap dimensi sosial bahasa. Namun,

kesadaran tentang hubungan yang erat antara bahasa dan

masyarakat baru muncul pada pertengahan abad ini (Hudson

1996: 2). Para ahli bahasamulai menyadari bahwa pengkajian

masyarakat akan mengesampingkan beberapa aspek penting

dan menarik,bahkan mungkin menyempitkan pandangan

terhadap disiplin bahasa itu sendiri. Argumentasi ini telah

dikembangkan antara lain oleh Labov (1972) dan Halliday (1973)

yang mengungkapkan bahwa ujaran mempunyai fungsi sosial,

baik sebagai alat komunikasi maupun sebagai cara

mengidentifikasikan kelompok sosial dan apabila kita

mempelajari ujaran tanpa mengacu ke masyarakat yang

menggunakannya sama dengan menyingkirkan kemungkinan

ditemukannya penjelasan sosial bagi struktur ujaran tersebut.

Salah satu aspek yang juga disadari adalah hakikat pemakaian

bahasa sebagai suatu gejala yang senantiasa berubah.

Pemakaian bahasa bukanlah cara bertutur yang digunakan oleh

semua orang bagi semua situasi dalam bentuk yang sama.

Sebaliknya, pemakaian bahasa itu berbeda-beda tergantung

pada berbagai faktor sosial.

Hubungan gejala bahasa dan faktor-faktor sosial dikaji

secara Mendalam dalam disiplin sosiolinguistik (Fishman 1972;

Wardhaugh 1986; Homes 1992:1, Hudson, 1996: 1). Bahasa

2

Page 3: Sapaan Dalam Bahasa Lombok

dalam disiplin ini tidak didekati sebagai struktur formal semata

sebagaimana dalam kajian linguistik teoretis, melainkan didekati

sebagai sarana interaksi di dalam masyarakat. Sosiolinguistik

mencakupi bidang kajian yang luas, bukan hanya menyangkut

wujud formal bahasa dan variasi bahasa melainkan juga

penggunaan bahasa di masyarakat. Penggunaan bahasa itu

bertemali dengan berbagai faktor, baik faktor kebahasaan

maupun faktor non kebahasaan, seperti faktor tata hubungan

antara penutur dan mitra tutur. Implikasinya adalah bahwa tiap-

tiap kelompok masyarakat mempunyai kekhususan dalam nilai-

nilai sosial budaya penggunaan bahasa dalam interaksi sosial.

Bahasa sasak merupakan salah satu pelestarian khazanah budaya salah satu

daerah diindonesia yang memili sejarah dan tradisi yang cukup tua dipelihara dan

dilestarikan oleh masyrakat penuturnya (suku sasak). Dipulau lombok,Selain itu

juga bahasa sasak adalah bahasa yang sangat penting didaerah lombok, karena

bahasa sasak digunakan sebagai alat komonikasi dan berintraksi dan memenuhi

segala hajat hidup masyrakat Lombok selain bahasa Indonesia sebagai bahasa

Nasional.

Bahasa Lombok yang didiami masyrakat suku sasak beratus bahkan beribu

ribu tahun, bahasa sasak ngeto ngete merupakan salah satu aksen atau bentuk

pengucapan bahasa sasak selain bentuk atau aksen bahasa sasak lainnya.

Masyrakat penutur bahasa sasak yang mendiami pulau lombok diperkirakan lebih

kurang 4 juta jiwa yang trsebar pada 4 kabupaten yaitu kabupaten lombok timur,

lombok tengah, lombok barat, lombok utara.

Pernyataan diatas sesuai dengan apa yang dikemukakan Fasold (1984)

yang menyatakan bahwa dalam sebuah sosiolinguistik tidak ada masyrakat yang

monolitik, dalam bahasa ada ragamnya dan dalam ragam bahasa tersebut ada

subragamnya, bahkan dalam tiap tuturan inndividu beragam. Kenyatan ini

membuktikan bahwa tiap tiap bahasa daerah sepert bahasa Jawa, Bali, Madura dan

lain sebagainya memiliki dialek regional dan dialek sosial.

3

Page 4: Sapaan Dalam Bahasa Lombok

Banyaknya ragam bahasa geografis dan sosial merujuk pada setiap

kelompok masyrakat dalam berintraksi terhadap sesamanya sekurang kurangnya

menggunakan dua komponen yaitu peserta dan bahasa.(Sumarpouw,2000:220 Via

Johar Amir) .

Bahasa dalam intraksi verbal yaitu pembicara dan lawan bicara. Salah

satu aspek yang penting dalam intraksi verbal adalah sistem penyampaan, sistem

ini digunakan oleh penutur dan mitra tutur sebagai alat untuk saling menghormati.

Sehubungan dengan itu, mayrakat suku sasak yang mendiami pulau

Lombok memiliki bahasa penyapa tersendiri sebagai pertanda penghormatan

terhadap sesamanya dalam berintraksi dan melangsungkan hidup mereka dalam

masyrakat. Dalam bahasa sasak aksen ngeto ngete kata penyapa bentuk

pronomina digunakan serentak, kita ambil contoh

a. Pengkura tini tonz? lagi ngpain disana saudara ?

b. Gin pe kmbe amaq? Mau kemna bapak?

Berdasarkan contoh diatas, penyapa dalam bahasa sasak aksen ngeto

ngete memiliki bentuk yang unik karena digunakan dan disertakan dalam

hubungan kekerabatannya dan menunjukan kelas sosialnya dalam masyrakat.

Penggunaan kata sapaan diatas tidak lazim digunakan masyrakat susku sasak

(Lombok) pada umunya, karena penggunaan pola struktur serta bentuk bahasa

sasak pada umumnya sama dengan bahasa indonesia.

Perbedaan bahasa tersebut diakibatkan perbedaan letak geografis dan

budaya daerah, sehingga bahasa sasak yang digunakan memiliki variasi yang

berbeda beda antara daerah yang satu dengan daerah lainya sehainga bahasa dan

penyapa yang digunakan juga berbeda, begitu juga dengan kata penyapa atau kata

sapan yang di gunkan memiliki perbedaan.

Seperti daerah lain di indonesia ini masyrakat sasak (Lombok) juga

mengenal adanya strata sosial atau kelas sosial. Yaitu bangsawan (datu daha}

rakyat biasa (kaji) dan hamba sahaya atau budak (panjak). Akan tetapi

pengelompokan kelas sosial atau kasta tadi hampir hampir dan bahkan tidak ada

4

Page 5: Sapaan Dalam Bahasa Lombok

lagi didaerah lombok khususnya dikecamatan suralaga tempat sampel penelitian

ini diambil.

Selain itu juga kata atau bentuk sapaan yang diguunakan masyrakat suku

sasak dalam berkomonikasi itu dapat kita tinjau atau lihat dari beberapa unsur

kekerabatan, antara lain sebagai berikut:

a. Hubungan darah (keluarga) misalkan bapak, ibu, saudara, sepupu satu kali,

sepupu dua kali, ipar, bibi, paman, ibu tiri dan lain sebagainya.

b. Gelar orang yang sudah menunaikan ibadah haji

c. Nama diri

d. Jabatan

e. Dll

Oleh sebab itu penggunaan kata sapaan dalam bahasa sasak ngeto ngete

kecamatan suralaga (lombok) memiliki keunikan tersendiri dengan masyrakat

suku sasak lainya yang mendiami pulau lombok pada umumnya.

B. Rumusan masalah

Atas dasar latar belakang maslah diataslah yang mendorong peneliti untuk

melakukan penelitian lebih intens terhadap bentuk bahasa masayrakat suku sasak

pada umumnya khususnya bentuk sapaan bahasa ngeto ngete masyrakat

kecamatan suralaga kabupten lombok timur.

Hal hal di atas berkaitan dengan strata sosial seseorang dalam masyrakat

gejala penggunaan ragam bahasa yang berbeda-beda dalam

masyarakat tutur itu akan tampak semakin rumit apabila

dikaitkan dengan adanya tingkat penggunaaan dalam

masyrakat suku sasak.

Sudaryanto,1994 mengatakan dalam komunikasi pada

masyarakat multibahasa, penguna bahasa dituntut dapat

menggunakan ragam bahasa secara tepat agar komunikasinya

itu berlangsung secara lancar dan wajar.

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas maka

peneliti dapat menarik sebuah rumusan masalah yang menjadi

landasan atau acuan dalam penelitian ini.

5

Page 6: Sapaan Dalam Bahasa Lombok

Bagaimana bentuk dan pola penggunaan kata sapaan yang

digunakan masyarakat susku sasak (lombok) dalam

berkomonikasi antar sesama ?

C. Tujuan Penelitian

Bertolak dari masalah yang menjadi objek penelitian seperti yang

dikemukakan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.

Mendeskripsikan sapaan yang digunakan masyrakat suku sasak dalam

berkomonikasi, khususnya masyrakat suku sasak dikecamatan suralaga

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi semua kalangan,

baik secara praktis maupun teoritis.

Pertama, secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan

gambaran lebih jauh tentang bentuk sapaan, bagaimana pola penggunaan sapaan

tersebut dalam penggunaannya dimasyrakat suku sasak khususnya dikecamatan

suralaga

Penelitian ini juga diharapkan memberikan sumbangan analitis bagi

perkembangan disiplin ilmu etnolinguistik yang merupakan kombinasi antara ilmu

antropologi budaya dan bahasa. Penelitian ini diharapkan memberi tambahan

pemahaman terkait bahasa yang dapat digunakan sebagai jendela mendalami

budaya.

Kedua, secara praktis penelitian ini diharapkan mampu mendorong dan

meningkatkan kembali rasa bangga berbahasa dan berbudaya daerah, khususnya

bagi masyarakat Sasak. Penelitian ini juga diharapkan membuka wawasan kepada

para peminat yang akan bergelut dengan studi linguistik untuk menggali aspek-

aspek kearifan lokal yang menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Penelitian

ini dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian sejenis atau sebagai pijakan

untuk penelitian lan

6

Page 7: Sapaan Dalam Bahasa Lombok

BAB II

KAJIAN TEORI

Suatu diemensi penting dalam bahasa adalah bisa menggunakan bahasa

untuk berbagai tujuan yang berbeda beda. Didalam kegiatan sehari hari, kita

mungkin menggunakan bahasa secara refrensial. Secara afektif, secara estetik atau

untuk basa basi belaka (phatic). (linda, 2007:12)

Salam dan sapaan, walaupun kedengarannya remeh dan sepele, akan tetapi

memiliki makna sosial yang sangat penting. Salam dan sapaan berfungsi sebagai

tanda kita memperhatikan orang yang disapa. ( Kartomiharjo 1988:27)

mengingat begitu pentignya penggunaan kata sapaan dalam kehidupan sehari hari,

bila kita lupa menggunakan maka kita sering dianggap sombong, lupa diri dan

sebagainya.

Selanjutnya Kartomiharjo mengutip pendapat Malinowasky (1988: 28)

mendefenisikan salam dan sapaan sebagai ucapan yang biasanya yang terdiri dari

sepatah dua patah kata yang tidak hanya menyampaikan pesan, gagasan akan

tetapi sebagai tanda adanya ikatan kelas sosial.

Ada dua fungsi sapaan menurut Chaika Via Johar Aamir (1982:46)

pertama sapaan digunakan sebagai kekuasaan dan solidaritas, kedua sapaan

7

Page 8: Sapaan Dalam Bahasa Lombok

diguunakan berulang ulang terus dalam dalam percakapan untuk memperkuat

hubungan keintiman dan kekuasaan antara penyapa dan penyapa.

Sejalan dengan apa yang disampaikan Chaika diatas, Kridalaksana Via

Johar (1982:55) mengatakan sistem sapaan adalah sisitem yang mengikat semua

unsur unsur sistem bahasa yang menandai status dan peran partisipan dalam

berkomonikasi dengan bahasa. Selanjutnya dia menyatakan ada sembilan jenis

kata sapaan dalam bahasa indonesia untuk menyapa seseorang. Yaitu: 1. Kata

ganti orang ( kamu, engkau). 2. Nama diri ( abdul, zilali, nanda) 3. Istilah

kekerabatan ( bapak, ibu, paman, kakak) 4. Gelar dan pangkat ( guru, doktor,

ustad) 5. Bentuk pelaku pronomina ( pendengar, penonton dan pemirsa) 6. Bentuk

nomina ku ( tuhan ku, bapakku) 7. Kata deiksis ( ini, itu sini, sin) bentuk nomina

lain ( tuan, uwak nona) 9. Bentuk zero (penghilangan kata sapaan)

Menurut Alwi 1988 :258 (Via Johar Amir ) keanekaragaman bahasa dan

budaya daerah pemakai bahasa indonesia, memiliki bentuk bentuk lain sebagai

penyapa untuk persona kedua dan pengacu untuk persona pertama dan ketiga.

Sehubungan dengan ttersebut bahasa sasak juga memiliki bentuk persona bentuk

kedua bebas untuk menyapa, antara lain, epe, side, plungguh dan lain sebagainya.

Pada dasarnya penggunaan dan perbedaan itu dipengaruhi oleh beberapa faktor:

a. Letak geogerfiis

b. Status sosial

c. Bahasa daerah

d. bahasa bangsa (bahasa Nasional)

Terkait dengan hal diatas Wolfrman Via Johar Amir ( 1988) menyatakan

bahwa, menyapa seseorang dengan sapaan Mr,Mrs atau nama pertama bukan saja

persolan pemilihan kata kata melainkan hububgan sosial si penutur dan

pendengar.

Berkaitan dengan posisi pendengar dan pembicara dalam semiotik sosial

disebutkan istilah Tenor yaitu hubungan anatara partisipan yang terlibat, sifat

partisipan dan status partisipan dalam sebuah kelompok atau dalam masyrakat.

(saragih,1992:62 sutaja, 1990: 69 santoso, 2003: 194 via johar amir)

8

Page 9: Sapaan Dalam Bahasa Lombok

Sistem tenor meliputi: status hubungan (sederajat atau tidak sederajat),

kontak (akrab atau tidak akrab), efek ( penilaian pembicara terhadap lawan

bicara). Selain pendapat diatas sumarsono dan pateda (2002:62) membedakan

istilah kekerabatan (Term Of Refrence) dan sapaan (Term Of Addres. Istilah

kekerabatan mengacu pada hubungan kekeluargaan, seperti kakak, adik,

kakek,ibu, dan lain sebagainya. Sedangkan kata sapaan mengacu pada bagaimana

cara kita memanggil sesorang dalam berkomonikasi.

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan ketika seseorang hendak

berbicara, yaitu apa yang hendak disampaikan, bagaimana cara

menyampaikannya, tipe kalimat, kata, ataupun bunyi yang paling tepat untuk

menghasilkan sebuah pembicaraan yang baik. Cara berbicara seseorang sama

pentingnya dengan apa yang dibicarakan Wardaugh menyebutkan Cara berbicara

tersebut termasuk di dalamnya penggunaan kata sapaan dan pemilihan kata yang

menunjukkan sebuah bentuk penghormatan yang sering disebut honorifik.

Menggunakan bahasa tentu tidak terlepas dari implementasi norma dan

budaya. Sering kali dalam budaya tertentu terdapat norma-norma yang secara

tidak tertulis mengatur bagaimana sebaiknya seseorang berbicara. Aturan tersebut

merupakan norma yang ada pada suatu masyarakat untuk mengatur bagaiamana,

kapan, dengan siapa, dalam konteks apa, dan dalam situasi bagaimana seseorang

dianggap mampu berbicara dengan baik. Sebagai contoh, norma kesantunan dan

kesopanan dalam berbicara. Seseorang dapat dikatakan mampu berbicaran sopan

apabila sesuai dengan norma yang ada pada masyarakat tersebut. Begitu juga

sebaliknya, apabila dalam berbicara seseorang kurang sesuai dengan norma yang

ada pada masyarakat tersebut, seseorang itu dapat dikatakan kurang memiliki

kesopanan dalam berbicara. Namun, norma satu masyarakat dengan masyarakat

lain tentu berbeda. Oleh karena itu, seorang pengguna bahasa perlu untuk

mengetahui dan memahami budaya dan norma di mana bahasa tersebut

digunakan.

A. Kata Sapaan Dalam Beberapa Bahasa dan Penelitian yang relevan

9

Page 10: Sapaan Dalam Bahasa Lombok

Kridalaksana telah menggolongkan kata sapaan dalam bahasa Indonesia

menjadi Sembilan jenis, yakni sebagai berikut: (1) kata ganti, seperti aku, kamu,

dan ia; (2) nama diri, seperti Galih dan Ratna; (3) istilah kekerabatan, seperti

bapak dan ibu; (4) gelar dan pangkat, seperti dokter dan guru; (5) bentuk pe +

V(erbal) atau kata pelaku, seperti penonton dan pendengar; (6) bentuk N(ominal)

+ ku seperti kekasihku dan Tuhank; (7) kata deiksis atau penunjuk, seperti sini dan

situ; (8) kata benda lain, seperti tuan dan nyonya; serta (9) ciri zero atau nol,

yakni adanya suatu makna tanpa disertai bentuk kata tersebut.

Mahsun (2006) melakukan Penelitian ini mengkaji

kesepadanan linguistik dengan adaptasi sosial pada masyarakat

tutur bahasa Sasak, Bali dan Sumbawa. Objeknya berupa data

kebahasaan dalam bentuk; penyesuaian kaidah/bunyi bahasa

mitra kontak, penggantian unsur bahasa dalam salah satu atau

kedua komunitas yang

berkontak berupa; pinjaman leksikal maupun gramatikal,

penggunaan bahasa mitra wicara yang berwujud campur

kode dan alih kodepenelitian diakronis di Pulau Lombok-NTB..

Dalam bahasa Indonesia, kata sapaan yang digunakan pembicara menyapa

lawan bicaranya cukup bervariasi. Meskipun demikian, jenis kata sapaan yang

tampaknya paling banyak digunakan adalah istilah kekerabatan (Kridalaksana,

1982:193). Pemilihan suatu bentuk kata sapaan dipengaruhi oleh dua faktor, yakni

status dan fungsi. Status dapat diartikan sebagai posisi sosial lawan bicara

terhadap pembicara. Status tersebut dapat pula diartikan sebagai usia. Adapun

fungsi yang dimaksud di atas adalah jenis kegiatan atau jabatan lawan bicara

dalam suatu peristiwa bahasa atau pembicaraan. Berikut tabel status dan fungsi

yang mempengaruhi kata sapaan terhadap lawan bicara dalam bahasa Indonesia.

Tabel 1. Status dan Fungsi yang Mempengaruhi Kata Sapaan dalam bahasa

Indonesia

10

Page 11: Sapaan Dalam Bahasa Lombok

1. Kata Sapaan dalam Bahasa-bahasa di Eropa

Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap pengguna bahasa-bahasa

Eropa, seperti bahasa Prancis, bahasa Jerman, bahasa Italia, dan bahasa Spanyol,

Fasold (melalui Anisa Rahmania, 2009: 5) menjelaskan bahwa Brown dan Gilman

menemukan bahwa pemilihan kata ganti orang kedua yang digunakan pembicara

kepada lawan bicaranya dipengaruhi oleh dua faktor, yakni kekuasaan (power)

dan solidaritas (solidarity).

Adanya kekuasaan serta solidaritas di antara pembicara dan lawan bicara

memunculkan dua bentuk kata ganti orang kedua. Dua bentuk kata ganti orang

kedua tersebut adalah sebagai berikut. Pertama, Vos, selanjutnya disebut V,

digunakan untuk menyapa lawan bicara yang kedudukannya dianggap lebih tinggi

dibandingkan pembicara. Kedua, Tu, selanjutnya disebut T, digunakan untuk

menyapa lawan bicara yang kedudukannya dianggap lebih rendah dari pembicara.

Penggunaan V dan T oleh pembicara kepada lawan bicaranya dibagi ke

dalam dua pola, yakni pola resiprokal, terdiri atas resipirokal V dan resipirokal T,

yang menandakan hubungan horizontal dan pola nonresiprokal V-T yang

menandakan vertikal. Pada pola resiprokal V, kedua pembicara menggunakan V

untuk saling menyapa lawan bicaranya. Demikian pula pada pola resiprokal T.

Kedua pembicara menggunakan T untuk saling menyapa lawan bicaranya,

sedangkan pada pola nonresiprokal, salah seorang pembicara menggunakan V dan

pembicara lainnya menggunakan T. Penggunaan kedua pola tersebut dapat dilihat

pada tabel berikut.

Tabel 2. Pola penggunaan v dan t oleh pembicara

11

Page 12: Sapaan Dalam Bahasa Lombok

Penjelasan tabel di atas adalah sebagai berikut. Apabila pembicara dan

lawan bicara keduanya berkuasa, mereka akan saling menyapa dengan bentuk V.

Apabila pembicara dan lawan bicara keduanya tidak berkuasa, mereka akan saling

menyapa dengan bentuk T. Apabila pembicara lebih berkuasa daripada lawan

bicara, pembicara akan menyapa lawan bicara dengan bentuk T dan disapa dengan

bentuk V. Demikian pula sebaliknya, apabila pembicara tidak lebih berkuasa

daripada lawan bicara, pembicara akan menyapa lawan bicara dengan bentuk V

dan disapa dengan bentuk T. Pembicara yang memiliki tingkat kekuasaan yang

sama dengan lawan bicara serta memiliki hubungan solidaritas akan saling

menyapa dengan bentuk T. Namun, apabila tidak memiliki hubungan solidaritas,

mereka akan saling menyapa dengan bentuk V.

Pada tabel di atas, faktor kekuasaan lebih diutamakan daripada hubungan

solidaritas dalam pemilihan kata ganti orang kedua. Oleh sebab itu, Brown dan

Gilman juga membuat ilustrasi seperti yang terlihat pada tabel di bawah ini di

mana faktor hubungan solidaritas juga mendapat peran dalam pemilihan kata ganti

orang kedua.

Tabel 3. Faktor Solidaritas dalam Pemilihan Kata Ganti Orang Kedua

12

Page 13: Sapaan Dalam Bahasa Lombok

Penjelasan tabel di atas adalah sebagai berikut. Apabila pembicara lebih

berkuasa daripada lawan bicara, tetapi memiliki hubungan solidaritas, pembicara

menyapa lawan bicara dengan bentuk T dan dapat disapa dengan bentuk V dan T,

demikian pula sebaliknya. Apabila pembicara lebih berkuasa daripada lawan

bicara dan tidak memiliki hubungan solidaritas, pembicara dapat menyapa lawan

bicara dengan bentuk V dan T, serta disapa dengan bentuk V, demikian pula

sebaliknya. Apabila memiliki tingkat kekuasaan yang sama serta memiliki

hubungan solidaritas, pembicara dan lawan bicara akan saling menyapa dengan

bentuk T. Namun, apabila tidak memiliki hubungan solidaritas, mereka akan

saling menyapa dengan bentuk V. Dengan demikian terlihat bahwa hubungan

solidaritas juga memiliki peran dalam terpilihnya satu bentuk kata ganti.

2. Kata Sapaan dalam Bahasa Inggris Amerika

Ervin Tripp (via Rahmania, 2009: 7-10) melakukan penelitian terhadap

kata sapaan yang digunakan oleh penutur bahasa Inggris Amerika. Kata sapaan

yang digunakan tersebut merujuk pada kata ganti orang kedua. Dari penelitiannya

tersebut, ia menemukan bahwa terdapat dua kaidah yang harus ada dalam

penggunaan kata sapaan, yakni kaidah alternasi dan kaidah kookurensi.

Kaidah alternasi merupakan kaidah yang berkaitan dengan cara menyapa.

Kaidah ini berhubungan dengan digunakannya suatu bentuk kata sapaan

berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Adapun faktor-faktor tersebut

adalah sebagai berikut:

a. Situasi yang ditandai oleh status.

Situasi yang ditandai status merujuk pada latar atau tempat di mana status dan

gaya bicara ditetapkan dengan jelas, seperti di ruang pengadilan, ruang

perkuliahan, dan ruang pertemuan lainnya. Dengan latar tersebut, kata sapaan tiap

orang diambil dari identitas sosialnya, seperti Pak hakim dan Pak ketua.

b. Pangkat.

Pangkat merujuk pada tingkatan dalam suatu kelompok kerja. Tingkatan

tersebut juga merujuk pada perbedaan status, seperti guru dan murid.

c. Perangkat identitas.

13

Page 14: Sapaan Dalam Bahasa Lombok

Perangkat identitas merujuk pada gelar dalam pekerjaan atau gelar

kehormatan. Orang yang memiliki gelar tersebut dapat disapa dengan

menyebutkan gelarnya saja, seperti doktor dan pastor.

Adapun kaidah kookurensi adalah kaidah kemunculan bersama bentuk

sapaan dengan bentuk lain. Bentuk lain tersebut berupa struktur bahasa yang tepat

sesuai dengan kata sapaan yang digunakan selama pembicaraan berlangsung.

Misalnya, seorang pegawai yang sedang berbicara dengan atasannya akan

menggunakan bentuk sir. Dengan demikian, selama pembicaraan berlangsung,

pegawai tersebut akan menggunakan bahasa yang formal.

Berikut dua kaidah yang harus ada dalam penggunaan kata sapaan oleh

penutur bahasa Inggris Amerika.

a. Apabila lawan bicara dewasa, situasi yang ditandai oleh status jelas,

perangkat identitas jelas, lawan bicara disapa dengan gelar + nama keluarga.

b. Apabila perangkat identititas tidak diketahui dan berjenis kelamin laki-laki,

lawan bicara disapa Mr. + nama keluarga.

c. Apabila lawan bicara berjenis kelamin perempuan sudah menikah, lawan

bicara disapa dengan Mrs. + nama keluarga, sedangkan apabila lawan bicara

tersebut belum menikah, lawan bicara disapa dengan Ms.+ nama keluarga.

d. Apabila lawan bicara dewasa, situasi yang ditandai oleh status tidak jelas,

nama tidak diketahui, tetapi perangkat identitas diketahui, lawan bicara disapa

dengan gelar + nama keluarga.

e. Apabila perangkat identitas tidak diketahui, lawan bicara berjenis kelamin

laki-laki, lawan bicara disapa Mr. + nama keluarga.

f. Apabila perangkat identitas tidak diketahui dan berjenis kelamin perempuan

serta sudan menikah, lawan biara disapa Ms. + nama keluarga.

g. Apabila lawan bicara dewasa, situasi yang ditandai status tidak jelas, nama

diketahui, tidak memiliki hubungan kerabat, serta bukan teman sejawat,

perangkat identitas diketahui, lawan bicara disapa dengan gelar + nama

keluarga.

h. Apabila perangkat identitas tidak diketahui dan berjenis kelamin laki-laiki,

lawan bicara disapa Mr. + nama keluarga.

14

Page 15: Sapaan Dalam Bahasa Lombok

i. Apabila perangkat identitas tidak diketahui lawan bicara berjenis kelamin

perempuan dan sudah menikah, lawan bicara disapa Mrs. + nama keluarga.

j. Apabila belum menikah, lawan bicara disapa Ms. + nama keluarga.

k. Apabila lawan bicara dewasa, situasi yang ditandai status tidak jelas, nama

diketahui, tidak memiliki hubungan kerabat, teman sejawat, memiliki pangkat

yang lebih tinggi, pembicara tidak mendapat dispensasi, perangkat identitas

diketahui, lawan bicara disapa gelar + nama keluarga.

l. Apabila perangkat tidak diketahui, lawan bicara berjenis kelamin laki-laki,

lawan bicara disapa Mr. + nama keluarga.

m. Apabila berjenis kelamin perempuan dan sudah menikah, lawan bicara disapa

Mrs. + nama keluarga.

n. Apabila berjenis kelamin perempuan, tetapi belum menikah, lawan bicara

disapa Ms. + nama keluarga.

o. Apabila lawan bicara dewasa, situasi yang ditandai oleh status tidak jelas,

nama diketahui, tidak memiliki hubungan kerabat, lawan bicara adalah teman

sejawat, memiliki perangkat yang lebih tinggi, tetapi pembicara mendapat

dispensasi, maka lawan bicara disapa dengan nama kecil.

p. Apabila lawan bicara dewasa, situasi yang ditandai oleh status tidak jelas,

nama diketahui, tidak memiliki hubungan kerabat, lawan bicara adalah teman,

tidak memiliki pangkat yang lebih tinggi, tetapi memiliki beda usia lebih dari

lima belas tahun dengan pembicara, pembicara tidak mendapat dispensasi,

apabila perangkat identitas diketahui, lawan bicara disapa gelar + nama

keluarga.

q. Apabila lawan bicara berjenis kelamin perempuan dan sudah menikah, lawan

bicara disapa Mrs. + nama keluarga, sedangkan apabila belum menikah,

lawan bicara disapa Ms. + nama keluarga.

r. Apabila lawan bicara dewasa, situasi yang ditandai status tidak jelas, nama

diketahui, tidak memiliki hubungan kerabat, lawan bicara adalah teman, tidak

memiliki pangkat yang lebih tinggi, memiliki beda usia lebih dari lima belas

tahun dengan pembicara, serta pembicara mendapat dispensasi, maka lawan

bicara disapa dengan nama kecil.

15

Page 16: Sapaan Dalam Bahasa Lombok

s. Apabila lawan bicara dewasa, situasi yang ditandai oleh status tidak jelas,

nama diketahui, tidak memiliki hubungan kerabat, lawan bicara adalah teman,

tidak memiliki pangkat yang lebih tinggi, memiliki beda usia yang kurang

dari lima belas tahun dengan pembicara, maka lawan bicara disapa dengan

nama kecil.

t. Apabila lawan bicara dewasa, situasi yang ditandai status tidak jelas, nama

diketahui, memiliki hubungan kerabat, lawan bicara berasal dari generasi di

atas pembicara, berusia lebih tua, lawan bicara disapa dengan istilah

kekerabatan + nama kecil.

u. Apabila lawan bicara lebih muda, lawan bicara disapa dengan nama kecil,

v. Apabila lawan biara berasal dari generasi di bawah pembicara, lawan bicara

disapa dengan nama kecil.

w. Apabila lawan bicara tidak dewasa, namun lawan bicara diketahui, lawan

bicara disapa nama kecil.

x. Apabila nama tidak diketahui, lawan biara disapa dengan bentuk θ.

B. Honorifik/ Politeness

Kata ‘politeness’ dapat diartikan ‘kesopanan’. Meski sering disejajarkan

dan dipasangkan, kata sopan dan kata santun memiliki arti yang berbeda. Kamus

Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan kata sopan sebagai sifat hormat dan

takzim serta tertib menurut adat yang baik. Sementara itu, kata santun berarti sifat

halus dan baik budi bahasanya serta tingkah lakunya. Dengan demikian, sopan

santun dapat diartikan sebagai sifat hormat, tertib pada norma yang berlaku, halus

dan baik budi bahasa, serta baik perilakunya. Oleh karena itu, seseorang yang

memiliki sopan santun adalah seseorang yang hormat, tertib pada norma yang

berlaku, halus dan baik budi bahasa, serta baik perilakunya.

Yatim (1983: 10) menjelaskan bahwa honorifik merupakan bentuk-bentuk

kebahasaan yang digunakan untuk menyatakan rasa hormat dalam aturan-aturan

yang bersifat psikologis dan kultural. Kridalaksana (2008: 85) mendefinisikan

honorik sebagai suatu bentuk lingual yang dipakai untuk menyatakan

penghormatan, yang dalam bahasa tertentu digunakan untuk menyapa orang lain.

Bentuk lingual yang dimaksud bisa berupa aturan gramatikal yang kompleks

16

Page 17: Sapaan Dalam Bahasa Lombok

seperti dalam bahasa Jepang yang ditandai adanya afiksasi. Sementara itu,

menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, honorifik berkenaan dengan penggunaan

ungkapan penghormatan dalam bahasa untuk menyapa orang tertentu.

Berdasarkan beberapa definisi di atas, bentuk honorifik dapat dikatakan

sebagai bentuk untuk menyatakan sikap kesopanan dengan tujuan untuk

menghormati lawan bicara. Lebih lanjut, Brown dan Levinson (1978, melalui

Oktavianus, 2006: 102) menjelaskan bahwa di dalam setiap komunikasi yang

dilakukan oleh para partisipan tidak hanya sekadar menyampaikan pesan, tetapi

lebih dari itu berkomunikasi adalah juga memelihara hubungan sosial timbal balik

antara penutur dan mitra tutur. Sebagai contoh, Wardaugh (1986: 267)

mencontohkan honorifik dalam bahasa Jawa. Misalnya, untuk kata ‘makan’ dapat

diwujudkan dengan kata ‘dhahar’ ataupun ‘nedha’ tergantung dari siapa lawan

bicara.

Untuk lebih jelasnya, berikut ada beberapa contoh honorik dari berbagai

bahasa.

1. Contoh Honorifik dalam Bahasa Inggris:

Yule (1996: 60) mencontohkan honorifik dalam Bahasa Inggris sebagai

berikut.

(a) Excuse me, Mr. Buckingham, but can I talk to you for a minute?(b) Hey, Bucky, got a minute?

Kalimat (a) dianggap lebih sopan dan lebih memiliki rasa hormat yang

tinggi dibandingkan kalimat (b) meski maksud dari kedua kalimat tanya tersebut

sama.

2. Contoh Honorifik dalam Bahasa Jawa:

[ko[warepMev=qenDi Kowe arep lunga menyang ngendhi? (a)sm[PynHje=[kshdte=punDi Sampeyan ajeng kesah dhateng pundhi? (b)pnJeneqnB[dtindkDte=punDi Panjenengan badhe tindhak dhateng pundhi? (c)

Ketiga kalimat tanya tersebut memilik arti yang sama yaitu Kamu/ Anda mau

pergi ke mana?. Namun, berdasarkan unda usuking basa (tataran bahasa jawa)

17

Page 18: Sapaan Dalam Bahasa Lombok

tingkat kesopanan ketiga kalimat tersebut berbeda. Kalimat (c) dianggap paling

sopan apabila dibandingkan dengan kalimat (b) dan (a). Sementara itu, kalimat (b)

dianggap lebih sopan dibandingkan dengan kalimat (a). Dalam hal ini, honorifik

dalam Bahasa Jawa sangat jelas bisa dilihat karena Bahasa Jawa mengenal aturan

kebahasaan yang disebut unda usuking basa. Aturan tersebut berupa tataran

tingkatan kesopanan dan bentuk penghormatan yang bertumpu pada lawan bicara.

Ngadiman (2011) menjelaskan bahwa secara garis besar, ada empat tataran

Bahasa Jawa yaitu kasar, ngoko, madya, dan krama.

a. Kasar

Basa jawa kasar adalah bahasa yang derajatnya paling rendah. Bahasa

tingkat ini adalah bahasa sehari-hari yang dipergunakan oleh orang yang tidak

berpendidikan yang tidak punya sopan santun sama sekali, orang yang sedang

marah, atau orang yang meremehkan orang lain. Perampok atau penjahat lainnya

ujaran yang dipakai Bahasa Jawa kasar, penuh dengan kosa kata seharian

(kolokial) yang kasar, kosa kata tabu dan kasar. Nada bicara pemakai basa Jawa

tidak lembut tetapi kasar dengan suara tinggi, dan dibarengi ada hentakan

(bentakan). Posisi tubuh pembicara tidak ada rasa simpatik, dan sombong.

b. Ngoko

Tingkat tutur ngoko mencerminkan rasa akrab (solider) antara pembicara

dan mitra bicara. Artinya, pembicara tidak memiliki rasa segan, hormat atau rasa

pakewoh (sungkan) terhadap mitra bicara. Orang yang ingin menyatakan

keakraban terhadap mitra bicara, atau sesamanya, tingkat Ngoko inilah yang tepat

untuk dipakai. Teman yang saling akrab biasanya saling berbicara ngoko. Maka

akan menjadi aneh bila antar teman yang sudah kenal dan akrab berbicara dalam

tingkat madya atau krama. Bila antar teman yang akrab berbicara dalam tingkat

tutur krama maka hubungannya menjadi tidak akrab dan suasana bicara yang

biasanya berubah menjadi resmi. Sebagai contoh, Kowe arep lunga menyang

ngendhi?

c. Madya

Tingkat tutur madya adalah tingkat tutur menengah antara ngoko dan

krama. Tingkat tutur ini menceminkan rasa sopan, tingkat tutur ini semula adalah

18

Page 19: Sapaan Dalam Bahasa Lombok

tingkat tutur krama tetapi sudah mengalami penurunan atau perkembangan yang

lebih rendah statusnya, yang sebut kolokialisasi (menjadi bahasa sehari-hari yang

tidak formal, atau perubahan dari formal menjadi tidak formal. Oleh karena itu,

bagi kebanyakan orang tingkat madya ini disebut setengah sopan. Orang yang

disapa dengan tingkat tutur ini biasanya orang yang tidak begitu disegani atau

tidak sangat dihormati. Sebagai contoh, Sampeyan ajeng kesah dhateng pundhi?

d. Krama

Tingkat tutur krama ialah tingkat tutur yang mencerminkan sikap penuh

sopan santun. Tingkat tutur ini menandakan adanya tingkat segan, sangat

menghormati, bahkan takut. Seorang pembicara yang menganggap bahwa mitra

bicaranya orang yang berpangkat, berwibawa, belum dikenal, akan menggunakan

tingkat tutur ini. Murid terhadap guru, seorang bawahan kepada atasan. Seorang

bawahan yang berbicara dengan atasan, atau seorang murid kepada gurunya

memakai bahasa ngoko dkatakan tidak sopan atau njangkar atau nukak krama.

Sebagai contoh, Panjenengan badhe tindhak dhateng pundhi?

3. Contoh Honorifik dalam Bahasa Indonesia:

a. Apakah ada yang ingin kamu tanyakan?b. Apakah ada yang ingin Anda tanyakan?c. Apakah ada yang ingin Saudara tanyakan?

Dari ketiga kalimat tanya di atas, dapat dilihat penggunaan kata ganti

orang kedua yang berbeda memberikan tingkat kesopanan dan rasa hormat yang

berbeda pula. Contoh lain sebagai berikut.

(a ) Dia pergi lima menit yang lalu.(B) Beliau pergi lima menit yang lalu.

Dari kedua kalimat di atas, dapat dilihat penggunaan kata ganti orang

ketiga yang berbeda memberikan tingkat kesopanan dan rasa hormat yang berbeda

pula. Contoh lain sebagai berikut.

(a) Maaf Pak, mohon izin ke belakang.(b) Maaf Pak, mohon izin ke kamar kecil.(c) Maaf Pak, mohon izin ke toilet.(d) Maaf Pak, mohon izin ke WC.

19

Page 20: Sapaan Dalam Bahasa Lombok

Berdasarkan keempat kalimat di atas, dapat dilihat penggunaan istilah

yang tepat dapat memberikan nuansa rasa hormat dan sopan yang lebih baik.

Keempat kalimat di atas memiliki maksud yang sama. Akan tetapi, kalimat (a)

dianggap paling sopan dibandingkan ketiga kalimat yang lain.

4. Contoh Honorifik dalam Bahasa Makasar

Yatim (1983: 80) mencontohkan honorifik dalam Bahasa Makasar sebagai

berikut.

a. amakku

b. amakku anrong kalengku

Kedua kata di atas memiliki arti yang sama yaitu ibuku. Akan tetapi, kata

(b) dianggap memiliki rasa hormat dan sopan yang lebih apabila digunakan dalam

berbahasa. Contoh lain sebagai berikut.

a. bajikanganganjikasiya-asiya alangkanaya kalumannyang mingka susai nyawaya

b. teak sunggu kasulasa kontungku sikali sayu teak matekne namajai pakrisikku

Kedua kalimat di atas memiliki arti yang sama yaitu lebih baik hidup

miskin daripada kaya tanpa kebahagiaan. Akan tetapi, kalimat (b) dianggap

memiliki rasa hormat dan sopan yang lebih apabila digunakan dalam berbahasa.

Contoh lain sebagai berikut.

a. bajikangangangi matea natallasaka kasirikasirikb. takunjungak bangung turuk

Kedua kalimat di atas memiliki arti yang sama yaitu lebih baik mati

daripada hidup menanggung malu. Akan tetapi, kalimat (b) dianggap memiliki

rasa hormat dan sopan yang lebih apabila digunakan dalam berbahasa.

20

Page 21: Sapaan Dalam Bahasa Lombok

BAB III

METODE PENELITIAN

Metodologi Adalah Ilmu yang membahas metode atau uraaian tentang

metode. Metode adalah cara yang teratur dan terpikir untuk mencapai maksud

dalam ilmu pengetahuan dsb. Cara kerja yang tersistem untuk memudahkan

pelaksanaan suatu kegiatan untuk mencapai tujuan yang ditentukan.(Fatimah

Djajasudarma,2010:1)

A. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah

diskriptif analisis, metode diskriptif adalah yang berdasarkan

fakta yang ada atau fenomena yang secara empiris ada dan

tetap digunakan oleh masyrakat penuturnya. Metode diskriptif

digunakan untuk mendapatkan hasil temuan yang diperoleh

dalam hasil penemuan ini.

Gunarwan (2001:19) menjelaskan bahwa data kualitatif adalah data yang

dikumpulkan dengan tidak dihitung jumlah atau kekerapan munculnya, tetapi

21

Page 22: Sapaan Dalam Bahasa Lombok

peristiwa dan fenomena dikaji dan ditelaah secara mendalam. Penelitian ini

mengkaji dan menganalisis data secara objektif berdasarkan fakta nyata yang

ditemukan, kemudian memaparkan secara deskriptif. Sementara itu, terkait

penelitian ini yang merupakan penelitian bahasa dan budaya, Mathiot (via

Suhandano, 2004:22) menyatakan ada dua arah kemungkinan metodologi yang

dapat ditempuh.

a) Pertama adalah peneliti berangkat dari budaya ke bahasa, yaitu

memeriksa kandungan budaya yang terdapat dalam bahasa.

b) Kedua adalah peneliti berangkat dari bahasa ke budaya, yaitu

memeriksa kandungan budaya yang terdapat dalam unsur-unsur

bahasa.

Penelitian terkait sapaan dalam masyarakat Sasak, peneliti akan

berangkat dari arah yang pertama, yaitu berangkat dari fenomena bahasa

ke budaya.

B. Pendekatan Pendekatan Penelitian

Masalah pemakaian kode dapat dipandang sebagai

masalah sosial yang biasa dihadapi oleh masyarakat dwibahasa

atau multibahasa (Fasold 1984:180; Holmes 1992). Pemakaian

suatu bahasa terkait dengan nilai-nilai sosial-budaya dari suatu

masyarakat. Oleh karena itu, pengkajian masalah ini memakai

pendekatan ilmu-ilmu sosial sebagaimana disarankan oleh Fasold

(1984:183).

Pendekatan sosiologi tampak pada analisis ranah sosial

dalam pemakaian suatu kode, seperti ranah keluarga, ranah

agama, dan ranah jualbeli. Meski begitu penelelitian ini tetap

berada pada kajian sosiolinguistik yang lebih bertumpu pada

22

Page 23: Sapaan Dalam Bahasa Lombok

permasalahan bahasa dalam hubungannya dengan masyarakat

(Wardaugh 1984;12, Holmes 1992:1; Hudson, 1996: 1).

Kajian linguistik melihat fenomena pemakaian bahasa

sebagai fakta sosial yang menempatkan pemakaian suatu ragam

bahasa sebagai sistem lambang (kode), sistem tingkah laku

budaya, dan sistem pragmatik yang berhubungan dengan

pemakian bahasa dalam konteks yang sebenarnya.

Dengan demikian, kajian sosiolinguistik menyikapi

fenomena pemilihan bahasa sebagai peristiwa komunikasi serta

menunjukkan identitas sosial dan budaya peserta tutur. Oleh

karena itu, pendekatan sosiolinguistik dalam kajian ini

dipusatkan pada model etnografi komunikasi yang

dikembangkan oleh Hymes (1972; 1973; 1980). Pengembangan

istilah itu dimaksudkan oleh Hymes (1980:8) untuk

memfokuskan kerangka acuan karena pemerian tempa.

Penelitian ini menggunakan pendekatan etnolinguistik karena disiplin ilmu

ini mempunyai pemahaman bahwa bahasa itu sangat terkait dengan budaya.

Dalam etnolinguistik bahasa dianggap sebagai rangkaian praktik-praktik budaya

yang memainkan peranan esensial memediasi ide-ide dan aspek-aspek material

dari keberadaan dunia. Melalui pendekatan etnolnguistik diharapkan mampu

menguraikan kehidupan sosial-budaya masyarakat Sasak yang tercermin dalam

sapaan yang digunakan dalam berkomonikasi.

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam

penelitian ini adalaah teknik simak, dimaksudkan untuk

menyimak penggunaan bahasa sasak oleh penuturnya. Teknik ini

dilanjutkan dengan teknik dasar berupa teknik sadap dan teknik

simak libat cakap. Yaitu peneliti ikut serta dalam dialog dan

pembicaraan dan juga disertai dengan teknik rekam dan catat.

23

Page 24: Sapaan Dalam Bahasa Lombok

(sudaryanto, 1993). Jumlah tuturan dicatat sebanyak banyaknya.

Selanjutnya teknik yang digunakan adalah teknik elistasi dengan

mengajukan pertanyaan secara langsung dan terarah ditujukan

pada informan dengan maksud untuk menemukan tuturan yang

berhubungan dengan objek yang diteliti.

D. Sumber Data

Adapun data dalam penelitian ini adalah tuturan masyrakat

yang terdapat bentuk bentuk sapaan bahasa sasak aksen

ngeto ngete dikecamatan suralaga. Sumber dasarnya adalah

diambil dari penutur asli bahasa sasak yang mendiami atau

berdomisili dikecamatan suralaga kabiupaten lombok timur

NTB.

E. Analisis Data

Analisis data dilakukan melalui tahap: Mendiskripsikan data

penyapa

Mengkelasifikasikan bentu bentuk kata penyapa.

Menganalisis bentuk bentuk kata penyapa.

Membuat infrensi terhadap bentuk bentuk kata penyapa

dalam bahasa sasak aksen ngeto ngete kecamatan

suralaga dan penggunaannya dalam masyrakat.

BAB IV

PEMBAHASAN DAN ANALISIS DATA

24

Page 25: Sapaan Dalam Bahasa Lombok

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan ketika seseorang hendak

berbicara, yaitu apa yang hendak disampaikan, bagaimana cara

menyampaikannya, tipe kalimat, kata, ataupun bunyi yang paling tepat untuk

menghasilkan sebuah pembicaraan yang baik. Cara berbicara seseorang sama

pentingnya dengan apa yang dibicarakan (Wardaugh, melalui Rambitan, 2010:

15). Cara berbicara tersebut termasuk di dalamnya penggunaan kata sapaan dan

pemilihan kata yang menunjukkan sebuah bentuk penghormatan yang sering

disebut honorifik.

A. Letak Geogerafis Wilayah

Lokasi yang digunakan untuk penelitian ini adalah Pulau Lombok yang

merupakan salah satu Pulau di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Pulau Lombok

yang luasnya 5.435 km² adalah sebuah pulau di kepulauan Sunda Kecil atau Nusa

Tenggara yang terpisahkan oleh Selat Lombok dari Bali di sebelat barat dan Selat

Alas di sebelah timur dari Sumbawa. Pulau Lombok terdri dari empat kabupaten

dan satu kota madya, yaitu Kabupaten Lombok Barat dengan ibukota Gerung,

Kabupaten Lombok Tengah dengan ibukota Praya, Kabupaten Lombok Utara

dengan ibukota Tanjung, Kabupaten Lombok Timur dengan ibukota Selong, dan

Kota Madya Mataram dengan ibukota Mataram.

Dalam penelitian ini mengambil populasi dikabupaten lombok timur lebih

khusus lagi dikecamatan suralaga tempat domisili peneliti sendiri, semua

kabupaten lombok memiliki dialek dan aksen yang hampir memilki kesamaan,

akan tetapi dikecamatan suralaga memiliki aksen yang berbeda dengan daerah

lombok pada umumnya. Untuk contoh kata sekeq (satu) dan side (Kamu) kata ini

digunakan pada semua penutur bahasa sasak yang mendiami pulau lombok, akan

tetapi dikecamatan suralaga ada kata yang digunakan saiq (satu) dan epe (kamu).

Ini contoh kecil yang digambarkan dalam tuturan bahsasa sasak aksen ngeto

ngete.

B. Bentuk Kata Penyapa Dalam Bahasa Sasak Dialek Ngeto Ngete

1. Hubungan kekeluargaan secara vertikal

25

Page 26: Sapaan Dalam Bahasa Lombok

a. Papuk mama/papuk nina ( kakek/ nenek)

Sapaan ini digunakan uNtuk menyapa orang tua atau orang yang

melahirkan orang tua dari pihak ibu maupun bapak. Ada yang

menarik disini untuk menyapa orang tua yang perempun (nenek)

dipanggil dengan panggilan papuk nina, dan untuk memanggil

orang tua laki laki (kakek) dipanggil dengan panggilan papuk

mama.

Wah pe kembe papuk mama?Sudah kemana kakek?

Da kembe papuk nina ku ?Nenek saya mau kemana?

b. Inaq (Ibu)

Inaq digunakan untuk menyapa orang tua perempuan. Dan

panggilan ini berlaku untuk semua daerah dilombok. Ada yang

unik untuk kata inaq ini, dikecamatan suralaga yang menggunakan

aksen ngeto ngete kata inaq bisa ditambahkan dengan kata kata lain

yang menunjukan makna bahwa orang itu dituakan baik dituakan

dalam makna orang tua adik dari ibu atau kakaknya dari ibu,

misalkan saja inaq adi (bibi’), inaq kaka (tante)

Inaq apa jangan ta? (Ibu apa lauknya hari ini?)

Piran pe loh naq kakang ku inaq?(Kapan ibu pergi kerumah tante?)

Pe lalo ahbangket naq adi ? ku milu ka?(Bibik mau kesawah ya ? boleh saya ikut?)

Ada inaq adi ada yang unik disini, penggunaan kata inaq kaka, inaq adi tidak akan kita temukan didaerah lombok pada umunnya, hanya didaerah kecamatan suralaga. Penggunaan kata inaq kaka dan inaq adi, kalau didaerah lombok lainnya panggilan tersebut akan diucapkan menjadi inaq rari

c. Amaq (bapak/ayah)Amaq digunakan untuk memanggil dan menyapa orang tua laki

laki. Kata amaq juga bisa digunakan untuk memanggil orang yang

ditua kan atau memanggil saudara dari pihak bapak maupun ibu.

26

Page 27: Sapaan Dalam Bahasa Lombok

Misalkan untuk menyapa kakaknya dari orang tua pihak bapak

maupun ibu, amaq kaka, dan untuk menyapa adik dari pihak bapak

dan ibu digunakan kata kata amaq adi.

Amaq ku lakoq kepeng pe!Ayah saya minta duitnya

Amaq kaka lalo loh kebonpaman pergi kekebun

Amaq adi ta tindoq ka soalna ngantok aku wahOm kita tidur yuuk soalnya saya dah ngantuk banget ni

d. Raden (Anak laki laki)

Sapaan ini digunakan untuk menyapa anak kandung atau

orang yang yang statusnya lebih bawah atau bisa digunakan untuk

menyapa ponakan yang laki laki. Sapaan ini juga bisa digunakan

sebgai panggilan kesyangan/ gelar kehormatan buat orang yang

lebih muda.

araq kepeng pe raden pasu?Kamu punya duit ya nak?

Mangan pe ka raden!, tengari wahmakan dulu nak!, sudah siang ni

e. Denda (Anak perempuan)Sapan ini juga digunakan untuk menyapa orang yang lebih muda

atau anak kandung yang perempuan atau ponakan perempuan

dengan tujuan menghormati atau panggilan kesayangan buat anak

perempuan.

Mongkaq epe ka denda!masak dulu nak (perempuan)!

Piran pe lalo timpak mataram denda?Kapan pergi ke mataram nak (perempuan)?

Jaungang papuq pe lekoq no denda!Tolong bawakan nenek mu sirih nak!

h. Mpu/wai (cucu)

Sapaan ini digunakan menyapa cucu atau orang yang dicucukan yang

masih ada hubungan darah.

mpu pe tekan sakit mak kaka?Katanya cucunya sakit ya?

27

Page 28: Sapaan Dalam Bahasa Lombok

Mpu da doang ngorayang Cucu-nya saja yang bikin ulah

2. Hubungan kekeluargan secara horizontal

a. Naken/anak saiq (keponakan)

Sapaan ini digunakan untuk menyapa orang yang statusnya lebih muda

baik laki laki maupun perempuan. Sapaan ini juga digunakan sebagai sapaan

kesayangan buat orang yang lebih muda dan sapaan ini berlaku buat semua yang

memiliki status lebih muda bail itu anaknya dari kakak pihak bapak atau ibu atau

anak yang lebih muda dari keluarga terdekat.

Naken ta lalo roja teka Ponakan kita maen maen yuk

Naken kajuman pe, laun sili inaq pePonakan jangan manja, nanti ibu mu marah

b. Amaq kaka (paman/pak de)

Ungkapan ini digunakan untuk menyapa orang yang lebih tua statusnya

dalam anggota keluarga. Sapaan ini digunakan juga untuk menyapa kakak

kandung atau sepupuk dari pihak bapak atau ibu yang lebuh tua dari bapak atau

ibu tadi dengan tujuan sebagai gelar kehormatan

Amaq kaka pe kembe ke?Paman mau kemana ?

Amaq kaka jam pira pe lalo timpak bangket?Paman jam berapa berangkat ke sawah?

Amaq kaka tiyang lakoq kepeng pe!Paman saya minta duitnya!

c. Amaq adi (ohm/ pak leq)Sapaan ini digunakan untuk menyapa orang yang lebih muda statusnya

dari pihak bapak maupun ibu atau untuk menyapa orang yang murnya lebih muda

dari orang tua, dan sapaan ini juga digunakan sebagai gelar kehormatan bagi adik

kandung dari orang tua baik pihak bapak maupun ibu.. menurut pengamatan

penulis penggunaan kata mak kaka, mak adi tidak lazim digunakan pada msyrakat

lombok (suku sasak) pada umumnya akan tetapi dikecamatan suralaga kata inilah

yang digunakan.

28

Page 29: Sapaan Dalam Bahasa Lombok

Amaq adi ta lalo meken teka

Ohm kita pergi ke pasar

Amaq adi pe jungang tiyang sabun ni

Ohm tolong ambilkan saya sabun itu

Ku kawa pelit pe ohm

Saya gak suka ohm pelit banget

d. Mentoaq (mertua)

Sapaan ini digunakan untuk menyapa orang tua baik untuk bapak maupun

ibu dari istri,. Penggunaan kata mentoaq berbebeda penggunaanya ketika kita

menyapa mertua laki laki dan mertua perempuan.

Mertua laki laki disapaa dengan sapaan mentoq mama dan sapaan mertua

perempuan adalah mentoaq nina.

Mbe ka mentoaq pe denda ?Dimana mertua mu nak ?

Engkatna jaq mentoaq mama mpe sakit?Katanya mertua laki laki mu sakit ya?

e. Warang (besan)

Sapaan ini digunakan ini untuk menyapa istri atau suami dari saudara

kandung nya istri baik yang usianya lebih muda maupun lebih tua.

Warang pe piran ke na dateng lelek lombok?Kapan besannya dateng dari lombok?

Mula ora na warang pe nobesan kamu memang jahil

f. Pisaq (sepupu)

Sapan ini digunakan untuk menyapa anak dari paman atau bibik, baik dari

pihak laki laki maupun perempuan. Hubungan kekerabatan ini ciri khas dari

masyrakat suku sasak. Untuk sapaan kata pisaq sendiri akan berbeda

penggunaannya kalau pisaq itu dari garis bapak atau ponakannya bapak maka

29

Page 30: Sapaan Dalam Bahasa Lombok

akan dipanggil pisaq sodet, akan tetapi kalau dari garis kakek atau cucu dari

saudaranya kakek baik bapaknya dari pihak ibu maupun bapak, maka akan

dipanggil pisak sempu.

Da lalo bangket pisak ke?Sepupu mu lagi pergi ya?

Yak pe ulaq takut pisaq!Jangan takut sepupuku!

3. Peronomina persona kedua

Pronomina bentuk kedua dalam bahasa indonesia dapat digunakan sebagai

penyapa dalam berkomonikasi masyrakat suku sasak khususnya masyrakat

kecamatan suralaga. Persona kedua dalam bahasa sasak meliputi bentuk bebas dan

klitika:

1. Penyapa kedua dalam bentuk bebas

a. Epe/ plungguh

Penggunaan persona kedua epe/plungguh digunakan dalam

berkomonikasi. Kata penyapa epe biasanya digunakan dalam sapaan

hubungan kekeluargaan, menurut hemat penulis penggunaan kata epe

hanya digunakan pada masyrakat kecamatan suralaga dan tidak

ditemukan pada masyrakat lombok pada umumnya, kata epe sama

makannya dengan kata sapaan side, kata side inilah yang lazim

digunakan.kalau dilihat dari segi rasa dan norma kata epe dan side

konotasinya negativ/ kasar, sapaan yang lebih sopan digunakan adalah

plungguh untuk persona menunjuk orang atau lawan tutur.

Epe doang pinak ku angen adikKamu saja yang saya pikirkan adik

Epe jaq piran ke pe lalo timpak malasyia amaq?Kapan ke malasyia ayah?

b. Pelungguh

Seperti yang di ungkapkan diatas bentuk penyapa persona kedua

pelungguh digunakan untuk menyapa orang yang lebih tua atau orang yang

memiliki kasta atau jabatan dalam masyrakat penutur suku sasak, misalnya

ustd atu pimpinan adat.

Plungguh mangkin dateng ke ustad?

30

Page 31: Sapaan Dalam Bahasa Lombok

Kamu datang sekarang tidak pak ustad? Plungguh doang ruana mimpin zikir

Kamu saja kayaknya yang mimpin zikir

c. qu/kubentuk kau sebagai pemarkah kelitika persona kedua, penanda erigatip

digunakan juga untuk menyapa. Biasanya digunakan dalam bentuk

kekerabatan, namun tidak semua digunakan tergantung situasi komonikasi

dan jenis kekerabatan yang digunakan saat berkomonikasi.

Lemak ku ngantokPagi saya ngantuk

Yak ku kawa merariqSaya tidak mau menikah

d. Mu (engkau/kamu)

Bentuk mu sebagai pemarkah klitika persona kedua penanda

posesif digunakan tuturan bahasa sasak khususnya bahasa sasak

kecamatan suralaga ngeto ngete.

Pemarkah persona mu biasa digunakan bersamaan digunakan

bersamaan dengan sapaaan hubungan kekerabatan. Namun bukan sebagai

syarat mutlak hanya sebagai syrat saja, maksudnya apa bila perlu

digunakan maka bisa digunakan, akan tetapi kalau dirasa tidak perlu maka

boleh saja tidak digunakan tergantung keperluan dan kebutuhan.

Inaq mu dateng ke anding baleIbu mu dateng kerumah

4. Gelar Kehormatan

Interaksi sosial yang melibatkan orang yang yang melibatkan kaum

bangsawan dan orang orang terpelar, kata penyapa yang digunakan berbeda

masing masing daerah sesuai dengan kebudayan masing masing. Masyrakat suku

sasak yang tinggal dipulau lombok akan tidak sopan kalau menggunakan dan

menyapa seorang yang bangsawan atau pelajar tidak sesuai dengan stratanya.

Bahkan menyebabkan ketersinggungan dari kaum bangsawan tersebut

31

Page 32: Sapaan Dalam Bahasa Lombok

Gelar ini juga diberikan karena tingginya pendidikan dari seorang yang

menyebabkan sapaan atau panggilannya berubah sesuai dengan posisi dalam

masyrakat. Adapun sapaan tersebut:

a. Datu daaha

Gelar kebangsawanan ini diberikan pada orang yang memiliki status

dan strata sosial lebih tinggi dalam masyrakat, biasanya gelar ini juga

diberikan pada orang yang kaya dan tuan tanah

Datu daha dateng lek gubuk ta ngantiqang ita sangoDatu daha dateng kerumah bawakan kita sembako

b. Tuan guru

Gelar ini diberikan pada seorang yang memiliki ilmu agama yang

bagus, didaerah lain gelar ini biasa sebut ulama/ kyai. Sapaan/gelar tuan guru

sndiri diberikan kepada seorang yang mendalami ilmu agama dan sudah

pernah menunaikan ibadah haji di tanah suci mekah. Sapaan tuan guru akan

melekat pada nama depan orang tersebut dan mengikuti nama aslinya. Misal

tuan guru haji abdul aziz, tuan guru haji khaerudin, tuan guru maulana

Silaq kak pak tuan guru pelungguh nyelaloq lek bale tiangMari pak tuan guru singgah dirumah sederhana saya

Jelo ne tuan guru ngajarang ngaji masjid nurul yakin desa paok l ombokHari ini tuan guru mengajajar dimasjid nurul yakin desa paok lombok

c. Mamik

Gelar ini diberikan pada sebagian masyrakat suku sasak. Konon

menurut riwayat gelar ini diberikan penjajah belanda kepada bangsawan

lombok yang mau bekerja sama dengan mereka.

Gelar ini sampai sekarang melekat pada masyrakat suk sasak dan

gelar ini turun temurun diwariskan pada anak cucu mereka

Mamik bahran lalo perisean timpak lenek ngantik PemangkorMamik bahran pergi perisaian (bertarung) ke desa lenek bawa parang

d. lalu

32

Page 33: Sapaan Dalam Bahasa Lombok

Gelar ini diberikan pada anak atau keturunan dari mamik yang laki laki,

sapan ini akan melekat pada di depan nama anak laki laki tersebut. Misal Lalu

Muamar, Lalu Supianah, Lalu Dodi, Lalu Yazid dan sebagainya.

Sapaan lalu pada anak laki laki tersebut akan berubah seiring dengan

kedewaasaan anak laki laki tersebut. Jika lalu tersebut sudah dewasa dan

berkeluarga maka sapaan lalu akan berubah jadi mamik seperti sapaaan yang

melekat pada orang tuanya

e. Baiq

Sapaan ini akan diberikan pada anak atau keturunan mamik yang

perempuan, sapaan ini juga akan melekat pada nama depan anak tersebut.

Misalkan Baiq Tami, Baiq Desi, Baiq Zahroq dan lain lain

Sapaan lalu, baiq yang diberikan pada keturunan mamik akan berubah

bahkan tidak digunakan jika anak perempuan (baiq) diperistri oleh oleh orang

yang bukan keturunan mamik dan anak dari baiq tersebut tidak berhak

menggunakan gelar baiq atau lalu, akan tetapi sapaan lalu atau baiq akan

diberikan jika anak laki laki (laiu) memperistri wanita/perempuan yang bukan

dari keturunan mamik/baiq.

f. Keleyang (kadus/ RW)

` Sapaan ini diberikan kepada tokoh masyrakat yang diangkat melalui

pemilihan atau ditunjuk langsung oleh forum musawarah kampung, keleyang ini

tugasnya adalah sebagai kepala adat dalam sebuah masyrakat,

Itermal keleyang dateng jam baluq lakoq sumbangan

Tadi malam kepala dusun dattang minta sumbangan

g. Panitra/Kepala Desa/Lurah

Gelar ini diberikan pada tokoh masyrakat yang ditunjuk/dipilih langsung

oleh masyrakat suku sasak sebagai pemangku kebjakan sekaligus kepala adat dan

biasanya mengepalai beberapa keleyang dalam satu kelurahan.

Panitra dateng gin desanta da resmiang reban

33

Page 34: Sapaan Dalam Bahasa Lombok

(Kepala desa datang kedusun kita dalam rangka meresmimatan in diberikan atau kan bendungan didusun kita)

h. Pekasih/kepala irigasi

Gelar kehormatan ini diberikan pada sesorang yang dianggap dan

mampu menjaga stabilitas air di bendungan tiap dusun. Daeerah

kecamatan suralaga adalah daerah pertanian dan daerah ini mempunyai

beberapa bendungan yang mengairi sawah disepanjang wilayah kecamatan

surralaga.

Tugas utama seorang pekasih adalah menjaga dan mengatur debit

air yang keluar pada tanggul induk dan memberikan jadwal atau jatah pada

tiap tiap petani untuk mengairi sawahny mereka.

Amaq huda iterbin laoq aiq gin pekaseh laguq yaq da beng dengan soal na ndereq tambengan na

Bapak huda kemarin minta jatah air sama bapak pekasih akan tetapi beliau tidak memberikah karena bukan jadwalnya

i. Pengulu/ penghulu

Gelar ini diberikan kepada seseorang yang dianggap mampu dan

bisa mengurus masalah agama dan adat. Pengulu ini sendiri berugas untuk

mengurusi dan memutuskan perkara terutama masalah pernikahan dan

perceraian.

bapak penghulu lalo nikahang dengan timpak lendang nangkapenghulu pergi menikah kan orang ke lendang nangka

j. Sedahan/Pegawai Pajak

Sapaan atau gelar ini diberikan kepada orang atau pejabat yang

diberikan kepercayaan oleh pemerintah untuk menangani dan mengurus

urusan yang berkaitan dengan masalah tanah dan perpajakan.

Mamik Sedahan mupu pajek bilang jelo senen gin kantor desaMamik Sedahan memungut pajak setiap hari senin di kantor desa

5. Gelar Haji

34

Page 35: Sapaan Dalam Bahasa Lombok

Ada beberapa gelar atau sapaan yang yang diberikan pada sesorang yang

sudah atau telah menunaikan ibadah haji, uniknya sapaan dalam suku sasak ketika

seseorang tersebut sudah menunaikan ibaah haji, nama atau sapaan awal mereka

akan berganti dan ditambah kata tuan dibelakang sapan tersebut. Misalkan saja

awalnya sapaannya amaq (bapak) maka setelah pulang berhaji nama atau sapaan

tersebut menjadi pak tuan atau bapak tuan, begitu seterusnya

a. Pak tuan

Gelar ini diberikan kepada orang yang yang sudah menunaikan

atau melaksanakan ibadah haji. Gelar ini diberikan pada seorang laki laki.

Uniknya sapaan didaerah suku sasak seorang amaq (bapak) akan berubah

panggilannya tidak lagi menjadi amaq ketika dia sudah menunaikan ibadah

haji, akan tetapi gelar panggilannya atau sapaanya menjadi pak tuan

Pak tuan imbe ke anding pe roja itermal?Pak tuan kemana maen maen semalam?

Pak tuan ta lalo anding peken sampi jelo senenPak tuan kita pergi bei sapi hari senen depan

b. Inaq Tuan

Sama halnya dengan kasus diatas gelar ini diberikan kepada

seseorang yang sudah menunaikan ibadah haji ke tanah suci (mekah),

sapaan ini diberikan pada wanita/perempuan dewasa yang sudah

berkeluarga,

Ketika perempuan/wanita tadi sudah berhaji maka sapaan inaq

(ibu) yang melekat padanya akan berubah atau berganti menjadi inak tuan.

Sapaan inaq tuan mungkin tidak berlaku sama semua perempuan, jika

perempuan tersebut masih muda dan belum berkrluarga, sapaan yang

digunakan untuk perempuan tersebut adalah nak hajah.

Nak tuan ku nyempit jaja lamun pe meken jaq Ibu tuan kalau kepasar saya menitip sesuatu ya

Nak tuan gin pe anding imbe jelo nene, yakpe lalo ahgawe ke? Ibu tuan mao kemana hari ini, ibu tuan gak pergi pesta ya?

c. Makdi tuan

35

Page 36: Sapaan Dalam Bahasa Lombok

Gelar ini diberikan pada laki laki yang sudah menunaikan ibadah

haji ketanah suci mekah,sapaan ini diperuntukkan buat adi

kandung/sepupu atau saudara dekat/jauh orang tua baik pihak ibu maupun

pihak bapak

Makdi tuan jam pira pe berangkat timpak selongPaman jam berapa berangkat keselong

d. Nakdi tuan

Gelar atau sapaan ini diberikan pada orang dewasa yang sudah

menunaikan ibadah haji, akan tetapi kepada perempuan atau wanita dewasa.

Sapaan ini diperuntukkan untuk saudara/adik/sepupu dari pihak bapak atau

pihak ibu yang masih memiliki hubungan akeluarga.

Nakdi tuan papuq ku sakit idaBibik nenek sakit

Pe pinang itta janganka lapar ita wahBibik buatkan kita lauk soalnya saya lapar b pe juluq ibik

e. Makkaka tuan

Gelar/ sapaan ini diperuntukan untuk laki dewasa yang sudah

menunaikan ibadah haji, sapaan ini diberikan pada saudara/ kakak laki laki

dari orang tua baik pihak bapak maupun ibu

Maka tuan lakoq nyur pe juluqPaman sya minta kelapanya bolehkan

f. Naka tuan

Sapaan ini diberikan pada saudara/kakak dari orang tua baik pihak

bapak maupun ibu yang sudah menunaikan ibadah haji ketanah suci

mekah.

Nakkaka tuan pe jungang aku jaja no!Tante tolong ambilkan saya jajan itu!

g. Papuk tuan mama

Sapaan ini diberikan kepada bapak atau ayah dari pihak dari ayah

atau pihak ibu (kakek) yang sudah menunaikan ibadah haji ketanah suci

36

Page 37: Sapaan Dalam Bahasa Lombok

mekah. Awalnya spaannya papuk mama begitu selse menunaikan ibadah

haji ada penambahan kata tuan dibelakang namanya atau sapaan tesebut

\papuk tuan mama ku lakoq buaq lekoq pe Kakek saya minta sirih sama pinangnya

h. Papuk Tuan Nina

Sama halnya dengan papuk tuan mama, papuk tuan nina adalah ibu

dari pihak bapak maupun ibu (nenek)yang sudah menunaikan ibadah haji ke

tanah suci mekkah.

Papuk tuan nina tiyang sakit dekun. Imbe ke ida nengka ?Katanya nenek sedang sakit, beliau dimana sekarang?

i. Julukan (epiten)

Masyrakat suku sasak yang menggunakan aksen ngeto ngete

biasanya menyapa seseorang sesuai dengan keadaan fisiknya. Misalkan

orang hitam biasanya dipanggil batu ( batu), sapaan ini diberikan

masyrakt suku sasak aksen ngeto ngete karena sesuai deengan warna batu

yang hitam atau coklat pekat Orang yang pendek akan dipanggil dontet

(pendek). Orang tinggi dipanggil lonjar (tinggi), orang ompong dipanggil

congak {ompong}, orang gak kawin kawin dipanggil mosot

(perjaka/perawan tua)

Mbe ke anding mek roja batu?Kemana kamu pergi hitam?

Pe moso, mbe ke anding da rojaSi Perjaka tu, kemana dia pergi

37

Page 38: Sapaan Dalam Bahasa Lombok

TABEL BENTUK BENTUK KATA PENYAPA DALAM BAHASA SASAK

AKSEN NGETO NGETE

Berikut ini akan digambarkan dalam bentuk tabel bentuk-bentuk penyapa

yang digunakan dalam bahasa sasak aksen ngeto ngete untuk menyederhanakan

pemahaman kita. Kata penyapa tersebut akan ditinjau berdasarkan hubungan

kekerabatan secara vertikal, horizontal strata sosial, gelar kebangsawanan, persona

kedua julukan.

a. Bentuk kata penyapa dalam bahasa lombok aksen ngeto ngete berdasarkan

hubungan kekerabatan secara vertikal.

Nomor Sapaan Artinya

1 Paapuk mama Kakek

2 papuk nina Nenek

3 Amaq Bapak

4 Inaq Ibu

5 Raden Anak laki laki

6 Denda Anak wanita

7 Mpu/wai Cucu

Bentuk sapaan pada tabel diatas, termasuk hubungan kekerabatan.

Umumnya penutur bahasa sasak aksen ngeto ngete menggunakan sapaan diatas

dalam berkomonikasi, kecuali penggunaan sapaan papuk mama dan mama nina

tidak lazim digunakan cukup menggunakan kata papuk untuk sapaan merujuk ke

nenek atau kakek itu tergantung situasi dan kondisi pada saat apa dan dengan

siapa sapaan itu digunakan.hal ini menjadi keunikan tersendiri bagi masyrakat

pemiliknya.

38

Page 39: Sapaan Dalam Bahasa Lombok

b. Bentuk kata penyapa dalam bahasa lombok aksen ngeto ngete berdasarkan

hubungan kekerabatan secara horizontal.

Tabel diatas menunjukan bentuk bentuk sapaan yang digunakan masyrakat

penutur suku sasak aksen ngeto ngete, sebenarnya sapaan itu sudah ada dalam

bahsa indonesia dan baahasa bahsa daerah lainnya, akab tetapi sapaan yang

digunakan yang membedakan dengan bahasa indonesia dan bahasa bahasa

daeraah lainnya diindonesia ini. Hal ini menunjukkan keunikan masyrakat suku

sasak dan semustinya kita bangga akan hal ini, karena hal ini menjadi asert

budaya yang tiada duannya dinegeri kita tercinta ini.

c. bentuk kata penyapa persona kedua

no Sapaan Artinya

1 Epe Kamu/kasar

2 Pelunngguh Kamu/halus

3 Tiyang Saya/ halus

4 Aku Saya/kasar

5 Mu Kamu/klitika

Bentuk sapaan yang ditampilkan pada tabel diatas menunjukan kata atau

sapaan yang digunakan suku sasak dalam bentukpersona. Ada yang unik disini

kata epe sama maknanya dengan side, akan tetapi kata side tidak digunakan pada

suku sasak aksen ngeto ngete yang digunakan adalah epe. Kata side digunakan

39

No Sapaan Artinya

1 Mak kaka Pak de

2 Mak adi Pak le

3 Nak kaka Buk de

4 Nak adi Bu le/ tante

5 Mentoaq Mertua

6 Pisaq Nisan/sepupu

7 Warang Besan

Page 40: Sapaan Dalam Bahasa Lombok

diseluruh wilayah lombok akan tetapi ada pengecuali disuku sasak kecamatan

suralaga yang menggunakan aksen ngeto ngete.

d. Bentuk penyapa berdasarkan gelar haji

No Sapaan Artinya

1 Pak tuan Ayah

2 Inaq tuan Ibu

3 Makka tuan Pak de

4 Makdi tuan Pak le

5 Nakdi tuan Bu le

6 Naka tuan Buk de

7 Pauk tuan nina Nene

8 Pauk tuan mama Kakek

Gelar atau sapaan haji tidak akan ditemukan didaerah lain selain diwilayah

kecamatan suralaga, orang diwilayah ini kebanyakn mereka sudah menunaikan

ibadah haji dan haji adalah jadi kebangga tersendiri buat mereka. Terkadang

mereka pergi kemekkah ada yang bener bener menunaikan haji, tetapi ada juga

yang jadi TKI (tenaga kerja indonesia dan sepulang dari mekkah mereka sudah

mendpatkan gelar hajji bagi laki laki dan hajjah bagi yang perempuan.

e. Gelar kehormatan/ jabatan

No Sapaan Artinya

1 Datu daha Pemerintah

2 Tuan guru Kyai/ustad

3 Mamiq Bapak/ayah

4 Lalu Gelar anak laki laki

5 baiq Gelar Anak perempuan

6 Keleyang Kepala dusun

7 Panitra Kepala desa

40

Page 41: Sapaan Dalam Bahasa Lombok

8 Pekaseh Kepala irigasi

9 Pengulu Penghulu

Setiap daerah memiliki sapaan ersendiri sesuai dengan budaya daerah

yang bersangkutan, bentuk sapaan yang digunakan pada tabel diatas menunjukan

sapaan yang digunakan didaerah suku sasak khususnya dikecamatan suralaga

f. Julukan

Tabel diatas menggambarkan sebagian kecil julukan yang digunakan

masyrakat suku sasak khususnya kecamatan suralaga dalam menyapaa, ada

banyak sapaan yang berupa julukan iantaranya melak, julukan ini diberikan pada

orang yang punya karakter suka mengambil barang orang/ mencuri, jonjot

digunakan untuk menyapa orang yang tidak beretika dan lain sebagainya.

41

No Sapaan Artinya

1 Batu Hitam

2 Mosot Perawan/pejaka tua

Page 42: Sapaan Dalam Bahasa Lombok

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. kesimpulan

Masyarakat Sasak yang mayoritas beragama islam memberikan

pengaruh besar pada sapaan, terutama terkait ajaran dan pesan yang

disampaikan. Pengaruh islam juga terlihat dari penggunaan bahasa pada

beberapa sapaan masyarakat Sasak yang terdiri dari: sistem matapencaharian,

sistem kekerabatan dan organisasi sosial, sistem kepercayaan, sistem kesenian,

sistem transportasi, sistem pernikahan, sistem makan dan tata caranya, serta

sistem perlindungan dan perumahan. Sistem sapaan tersebut digunakan

masyarakat Sasak sebagai rambu-rambu dalam bertindak.

Kata penyapa dalam bahasa lombok (suku sasak) kecamatan suralaga ,

pada dasarnya sama denggan sapaan suku sasak pada umumnya dan bahasa

indonesia, hanya saja kata penyapa pada masyrakat suku sasak aksen ngeto

ngete memiliki kwunikan sendiri karena adanya klasifikasi atau pembagian,

misalkan untuk kata persona menunjuk orang, pada umumnya suku sasak

menggunakan kata side (kamu), akan tetapi masyrakat suku sasak kecamatan

suralaga menggunakan aksen ngeto ngete memakai kata epe (kamu).

Jadi bentuk bentuk kata penyapa dalam bahasa suku sasak kecamatan

Suralaga aksen ngeto ngete adalah.

Hubungan kekerabatan secara vertikal

Hubungan kekerabatan secara horizontal

Gelar kebangsawanan

Julukan

B. Saran

42

Page 43: Sapaan Dalam Bahasa Lombok

Pemahaman yang baik terhadap sistem kata sapaan masyarakat Sasak

merupakan elemen penting dalam usaha menggali dan mengembalikan identitas

masyarakat Sasak. Dengan mematuhi sistem sapaan yang memang sudah disusun

dari berbagai macam bentuk kearifan, tentu akan membawa dampak yang baik

untuk perkembangan dan pembangunan masyarakat Sasak ke depannya.

Mengingat begitu pentingnya peranan pemahaman tentang sistem sapaan

masyarakat Sasak, sangat disarankan untuk melakukan penelitian sejenis terhadap

bentuk-bentuk kearifan lokal lainnya. Seperti yang diketahui bersama bahwa

masyarakat Sasak memiliki berbagai macam bentuk bahasa dan sapaan dalam

berkomonikasi Warisan-warisan budaya tersebut perlu penelitian yang lebih

lanjut guna menggali identitas masyarat Sasak, yang berimplikasi pada

pengamalan ajaran-ajaran luhur yang terdapat di dalamnya.

43

Page 44: Sapaan Dalam Bahasa Lombok

DAFTAR PUSTAKA

Amir Johar. (2011). Jurnal Linguistik Indonesia. Jakarta: Atma

Jaya.

Abdul Chaer & Leonie Agustina. (2004). Sosiolinguistik Perkenalan Awal.

Jakarta: Rineka Cipta.

Abdul Chaer. (1994). Linguistik Umum. Bandung: Rineka Cipta.

Duranti, A. (1997). Linguistic Anthropologi. Cambridge: Cambridge

University Press.

Fatimah Djajasudarma. (2010). Metode Linguistik. Bandung: Reflika Aditama.

Ralph, F. (1984). The Sociolinguistics of Society. Oxford: Basil Blackwell.

Fishman, J. A. (1972). Sociolinguistics a Brief Introduction (3th Ed).

Massachusetts: Newbury House Publisher.

Depdiknas. (2001). Pedoman Penelitian Pemakaian Bahasa.

Gumperz, F. (1982). Life with Two Languages. Cambridge: Harvard

University Press.

Holmes, J. (1994). An Introduction to Sociolinguistics. London: Longman.

Hymes, D. H. (1972). The Ethnography of Speaking

Harimurti Kridalaksana. (1982). Dinamika Tutur Sapa dalam Bahasa Indonesia.

Jakarta: Bahatara.

Harimurti Kridalaksana. (2008). Kamus Linguistik (ed. ke-4). Jakarta: Gramedia.

Mahsun, M.S. (2005). Metode Penelitian Bahasa “Tahapan Strategi, Metode, dan

Tekniknya.” Jakarta; Rajawali Press.

Thomas, L. (2007). Bahasa Masyrakat dan Kekuasaan. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Rahmania, A. 2009. Kata Sapaan. Jakarta: Universitas Indonesia.

Rambitan S. (2010). Bentuk Sapaan Bahasa Tondano. Manado: Universitas Sam

Ratulangi Manado.

44

Page 45: Sapaan Dalam Bahasa Lombok

Mackey, W. F. (1972). “The Description of Bilingualism”, dalam Readings in

the Sociology of Language, edited by Joshua A. Fishman, Paris:

Mouton.

Ngadiman Agustinus. (2011). Tingkat Tutur Bahasa Jawa Wujud Kesantunan-Manusia Jawa http://www.adjisaka.com/kbj5/index.php/01-makalah-kunci/689-09-tingkat-tutur-bahasa-jawa-wujud-kesantunan-manusia-jawa (diunduh pada 12 Maret 2013).

Oktavianus. (2006). Analisis Wacana Lintas Bahasa. Padang: Andalas University

Press.

Saussure, F. D. (1988). Pengantar Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press.

Istiati Soetomo. (1994). Kuliah Sosiolinguistik Handout. Semarang: Fakultas

Sastra UNDIP.

Sudaryanto. (1993). Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta

Wacana Press.

Suhandano. (2004). “Klasifikasi Tumbuh-Tumbuhan dalam Bahasa Jawa”. Disertasi Doktor, tidak dipublikasikan. Yogyakarta: Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada.

Sumarsono & Partana, Paina. (2002). Sosiolinguistik. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Trudgill, P. (1974). Sociolinguistic: An Introduction. Middlesex: Penguin Books

Depdikbud. (1983). Subsistem Honorifik Bahasa Makasar: Sebuah Analisis Sosiolinguistik. Ujung Pandang: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Direktorat Pembinaan Penelitian dan Pengabdian.

Yule, G. (1996). Pragmatics. Oxford: Oxford University Press.

Wardhaugh, R. (1986). An Introduction to Sociolinguistics. Oxford: Basil

Blackwell

45