review mme
DESCRIPTION
MMETRANSCRIPT
Individuality and Parentage
Tugas Mata Kuliah
Marine Molecular Ecology
Camellia K. Tito
2602011541008
MAGISTER ILMU KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2016
REVIEW
Genetic Mosaics
Seringkali yang terlihat sebagai 1 ramet (individu morfologis) sebenarnya terdiri dari
beberapa genets (individu genetik). Sebagai contoh adalah Strangler Figs (Ficus spp.).
Pohon ini biasanya mulai tumbuh pada saat burung atau mamalia lain meletakkan
benih pohon pada salah satu bagian pohon utama, bagian daun tumbuh ke atas
sedangkan akarnya akan tumbuh ke bawah mengelilingi pohon utama. Thompson et
al. (1991) melakukan analisis allozyme dan menunjukkan bahwa setiap individu
pohon Fig adalah genetic mosaics, terdiri dari beberapa genotif. Sebanyak 13 dari 14
sampel pohon Fig, teramati adanya genetik yang berbeda di antara cabang-cabangnya,
didapatkan sebanyak ± 45 individual genetik yang teramati.
Penggabungan antara beberapa ramet juga umum terjadi pada banyak invertebrata di
laut seperti karang, sponge, bryozoan dan hydroid (Grosberg, 1988; Jackson, 1985).
Penggabungan sel tubuh seringnya terjadi pada masa postlarva daripada koloni
dewasa, dalam beberapa kasus larva tersebut adalah hasil reproduksi aseksual dari
sebuah individu genetic. Sementara itu di kondisi lain, penggabungan larva diketahui
atau dianggap sebagai hasil reproduksi seksual, hal inilah yang membentuk mosaics.
Agregasi dan penggabungan antar keturunan difasilitasi oleh penempatan larva yang
menyebar secara terbatas, tetapi beberapa bukti menunjukkan proses ini juga
melibatkan sistem pengenalan seluler, dan hal ini menggambarkan kecocokan
histologis yang tinggi yang mempengaruhi respon penerimaan atau penolakan koloni
dewasa (Grosberg dan Quinn, 1986). Pada saat ini, penanda molekuler genetik belum
banyak digunakan untuk mengetahui frekuensi atau pola mosaicism pada koloni
invertebrata di laut.
Identifikasi yang benar tentang genetic mosaics penting dalam beberapa proses
evolusi. Sebagai contoh, penyerbukan atau fertilisasi dapat terjadi dari mosaic
individual yang mempengaruhi genotifnya. Jika mosaic umum terjadi di alam, jumlah
genets dalam sebuah populasi dapat diperkirakan dengan cukup baik dengan
menghitung jumlah ramets, dengan konsekuensi adanya perluasan parameter evolusi
yang dipengaruhi oleh ukuran populasi efektif (misalnya akibat adanya genetic drift).
Adanya genetic mosaics juga menjadi isu penting dalam penentuan tingkat integrasi
fisiologi dan fungsional dalam suatu individu. Untuk mengetahui evolusi sel
2
eukariotik dari suatu organisme berdasarkan genom juga diperlukan identifikasi
genetic mosaics.
Reproduksi Aseksual dalam Mikroorganisme
Protozoa eukariotik seperti pembawa penyakit malaria, yang menyebabkan penyakit
tidur, penyakit Chagas, dan penyakit leishmania telah menginfeksi lebih dari 10%
populasi manuasia di dunia dan mengakibatkan kematian hingga jutaan penderita per
tahunnya. Diasumsikan bahwa parasit ini bereproduksi secara seksual (sebagian besar
diploid) karena rekombinasinya telah diteliti di laboratorium. Meskipun begitu, data
terbaru dari penanda molekuler menunjukkan bahwa beberapa parasit protozoa di
alam bereproduksi secara aseksual (Tibayrenc et al., 1990, 1991a). Misalnya, analisis
scnRFLP menunjukkan bahwa protozoa Toxoplasma gondii secara genetik hampir
homogen, hal ini terjadi karena reproduksi aseksual dan evolusi tunggal. Beberapa
penemuan berperan cukup penting dalam pengobatan karena dapat mempengaruhi
strategi diagnosis pembawa penyakit, yang diperlukan untuk mengembangkan vaksin
dan obat penyembuhnya (Tibayrenc et al., 1991b).
Studi penentuan reproduksi aseksual pada parasit protozoa yang merupakan pembawa
penyakit manusia dalam populasi genetik telah dilakukan oleh Tibayrenc et al.
(1991b).
3
Dilakukan penelitian terhadap 12 parasit protozoa yang merupakan pembawa
penyakit manusia. Penentuan kriteria (a), (b), (c) dan (d) dijelaskan pada Box 5.2.
Simbol +, menunjukkan kriteria terpenuhi; ND, menunjukkan kriteria not done (tidak
dilakukan); 0 menunjukkan kriteria data tidak tersedia karena tes ini berdasarkan
tingkat ploid-nya (sebagian besar taxa adalah diploid, meskipun Plasmodium adalah
haploid dan tingkat ploid Entamoeba, Giardia dan Trichomonad masih belum pasti).
Penentuan kriteria dibagi menjadi 4 yaitu:
- Tidak adanya penggabungan meiosis pada 1 loci penanda
(a) heterozigot (sebagian besar atau semua individu adalah heterozigot)
(b) hilangnya beberapa genotif diploid secara signifikan; penyimpangan
keseimbangan Hardy-Weinberg
- Tidak adanya rekombinasi antar loci penanda
4
(c) overrepresented; identitas genotif yang tersebar luas; hilangnya genotif
rekombinan secara signifikann; gabungan alel antar loci secara tidak acak
(ketidakseimbangan fase gamet (Box 5.3.))
(d) hubungan antara penanda genetik yang tidak saling ketergantungan
Box 5.3. Ketidakseimbangan Fase Gamet
Ketidakseimbangan fase gamet adalah gabungan antar alel dari loci yang berbeda
secara tidak acak. “Tidak acak” berarti bahwa kombinasi multilocus dari beberapa alel
menyimpang signifikan dari yang seharusnya, berdasarkan hasil frekuensi single locus
allelic. Dalam Bos 5.3. dicontohkan ada 2 loci (A dan B), masing-masing mempunyai
2 alel (A1, A2 dan B1, B2) dengan frekuensi p1, p2, q1 dan q2. 4 genotif gamet di-locus
(halotypes) yang mungkin terjadi adalah:
Jika alel terbenuk secara acak dalam haplotypes (ketidakseimbangan fase gamet),
frekuensi yang dapat terjadi pada genotif di-locus ini adalah p1q1, p1q2, p2q1 dan p2q2.
5
A1, A2 alel A
B1, B2 alel B
p1, p2 frekuensi alel A
q1, q2 frekuensi alel B
D ketidakseimbangan fase gametp11, p22 observed frequencies of
haplotypes in the coupling phase
p12, p21 observed frequencies of
haplotypes in the repulsion phase
D(G) ketidakseimbangan pada generasi Gc peluang rekombinasi antara 2 loci
pada tiap generasiD(0) ketidakseimbangan alel netral
Perhitungan kuantitatifnya sebagai parameter ketidakseimbangan fase gamet
dirumuskan sebagai:
dengan penjelasan bahwa P11 dan P22 adalah observed frequencies of haplotypes in the
coupling phase, dan P12 dan P21 adalah observed frequencies of haplotypes in the
repulsion phase. Dapat diketahui bahwa dalam populasi perkawinan acak yang besar,
setiap ketidaksetimbangan [D(0)] antar alel netral akan cenderung hilang hingga
mencapai nol (c ≠ 0) berdasarkan persamaan
6