introduction review
DESCRIPTION
review introductionTRANSCRIPT
Adelina Haratua 1306462172
Fajar Wardani 1306460551
Galih Lutfi Maulana 1306462153
Marcha Fairuz Izdihar 1306462121
Introduction
The Theory and Practice of Sustainable Development in EU Perspective
Bab pengenalan ini menjelaskan mengenai pentingnya untuk fokus kepada
pembangunan yang berkelanjutan di daerah utara terutama dalam konteks industri.
Penulis percaya bahwa komponen kunci dari masalah ini lebih banyak muncul
dari pandangan terhadap dimensi global, dan khususnya kesenjangan dalam
penggunaan sumber daya dan harapan hidup yang terjadi di antara daerah utara
dan selatan. Terlebih lagi masalah lingkungan di daerah selatan sudah mulai
dikembangkan sementara itu di daerah utara masih belom dikembangkan. Penulis
berusaha untuk mengisi jarak dalam ilmu sains politik antara daerah selatan dan
utara dengan cara fokus kepada promosi mengenai pambangunan berkelanjutan di
daerah utara terutama dalam konteks industri dan juga benua eropa mengenai
teori, kebijakan, dan praktiknya.
Dalam bab Pengenalan, akan dibagi menjadi 5 bagian yaitu :
1. Membahas mengenai perdebatan dalam masalah penmbangunan
berkelanjutan dan argumen tentang konsep pengembangan berkelanjutan
2. Membela pernyataan bahwa pembangunan berkelanjutan butuh di
mengerti sebagai masalah politik dan sosial sehingga studi tentang
operasionalisasi pembangunan berkelanjutan melalui implementasi
kebijakan dapat menyuguhkan fokus untuk penelitian
3. Mengembangkan tingkat pembangunan berkelanjutan sebagai alat untuk
mengelompokkan dan mengkondisikan kebijakan yang berhubungan
dengan kampanye dan implementasi kebijakan pembangunan
berkelanjutan
4. Melihat peran pemerintah baik di tingkat nasional maupun daerah dalam
proses implementasi
5. Implementasi kebijakan pembangunan berkelanjutan di benua eropa
The Concept of Sustainable Development: Theoretical Debates
Dalam bagian ini dijelaskan mengenai perdebatan teori dan perkembangan
tentang pembangunan berkelanjutan. Pada tahun 1960 sampai dengan 1970an
perdebatan lebih mengarah pada masalah polusi. Hal ini terkait dengan
dipercayanya bahwa polusi diakibatkan karena ada hubungan antara manusia,
sumber daya alam, dan lingkungan sosial dan fisik. Dari sini muncul argumen
bahwa sebenarnya bisa dilakukan perlindungan terhadap lingkungan sekaligus
fokus kepada pertumbuhan ekonomi tanpa menimbulkan konflik satu sama lain.
Dari hal tersebut, dikemukakan bahwa perlindungan lingkungan dan pertumbuhan
ekonomi bisa menjadi simbiosis mutualisme yang kemudian dikenal sebagai
pembangunan berkelanjutan.
Tahun 1980an, Union for The Conservation of Nature and Natural
Resources berusaha mencapai pembangunan berkelanjutan melalui konservasi
sumber daya alam. Tetapi hasil yang didapat tidak maksimal karena fokus utama
mereka adalah hanya pada masalah ekologi saja, seharusny pembangunan
berkelanjutan juga mencakup masalah sosial dan ekonomi. Pengertian tentang
pembangunan berkelanjutan kemudian digunakan oleh United Nations
Environment Programme dalam sebuah laporan nya yang dikenal dengan Laporan
Bruntland yang mengatakan bahwa Pembangunan Berkelanjutan adalah
pembangunan yang mencapai tujuan tanpa mengganggu kebutuhan generasi di
masa depan untuk memenuhi kebutuhannya. Menurut laporan ini terdapat dua
kunci utama dalam melakukan pembangunan berkelanjutan, yaitu: 1)
Pembangunan berkelanjutan mengharuskan perubahan pola konsumsi dan; 2)
Pembatasan penggunaan atau eksploitasi lingkungan agar di masa depan
lingkungan juga bisa digunakan. Pembatasan tersebut bisa dilakukan dengan
bantuan teknologi dan organisasi sosial. Lebih lanjut lagi, laporan bruntland
mengatakan bahwa pembangunan berkelanjutan memperhatikan pada keadilan
penggunaan sumber daya di antara dua generasi yaitu generasi sekarang dan
generasi masa depan. Bagi generasi sekarang yang diperhatikan adalah bagaimana
caranya bisa memenuhi kebutuhan masa kini tetapi tidak mengganggu gugat
sumber daya untuk generasi masa depan. Sementara itu bagi generasi masa depan
yang diperhatikan adalah bagaimana cara memastikan kebutuhan generasi masa
depan dengan menggunakan kebijakan pemerintah.
Yang terpenting dari laporan bruntland adalah tidak ada rancangan kerja
atau blueprint dari pembangunan berkelanjutan karena masalah lingkungan terkait
sosial dan ekonomi di tiap negara berbeda-beda sehingga tiap negara harus bisa
membuat kebijakan nya sendiri-sendiri.
Sustainable Development As a Political and Social Process
Dalam bagian ini dibahas mengenai pembangunan berkelanjutan yang
harus dilihat sebagai cara bagaimana untuk menggunakan dan mengelola sumber
daya seperti hutan dan perikanan tanpa merusak persediaan nya untuk generasi di
masa depan. Hal ini dengan cara memelihara kondisi ekologi untuk mendukung
ketersediaan kehidupan manusia sampai generasi masa depan sehingga tugas
utama nya adalah untuk melakukan pembangunan yang tidak berujung pada
kerusakan. Inti nya, pembangunan berkelanjutan adalah pemeliharaan lingkungan.
Seperti yang dikatakan oleh Lafferty, Jacobs, dan O’ Riordan bahwa
Pembangunan berkelanjutan itu mirip dengan demokrasi, kebebasan, dan keadilan
sosial (Lafferty 1995; Jacobs 1995b; O’Riordan 1985:52). Jadi, dapat disimpulkan
bahwa melalui proses implementasi kebijakan, dapat dilakukan perlindungan
lingkungan dan juga pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Selain itu juga
melalui sudut pandang politik yang berfokus kepada bagaimana caranya
pembangunan berkelanjutan di interpretasikan kedalam kebijakan dan program
lalu di implementasikan.
Pembangunan berkelanjutan di buku ini dibahas sebagai konsep politik,
yaitu bagaimana caranya pembangunan berkelanjutan mencakup roses sosial,
ekonomi, dan politik di dalam masyarakat. Hal ini dengan cara bagaimana
pembangunan berkelanjutan di interpretasikan menjadi kebijakan dan program-
program lalu di implementasikan.
Buku ini membahas tujuan tradisional dari pembangunan dan
mengidentifikasi bagaimana pembangunan di kembangkan mengacu kepada
tujuan dari pembangunan berkelanjutan (bab 1,2,3,7,8, dan 10). Hal ini termasuk
isu lain, seperti bagaimana kesuksesan isu tentang ecological sustainability di
integrasikan kedalam tujuan pembangunan di Europe Union (bab 4 dan 5). Lalu
membahas juga mengenai bagian mana yang belum ter integrasi dengan
pembangunan ataupun yang sudah terintegrasi (bab 3,6,7,8, dan 9). Pada bab 6-10
dibahas mengenai perbedaan kepentingan terutama di tingkat regional dan lokal
dalam rangka mencapai ke efektifan pembangunan berkelanjutan. Pada bab 10
dan 11 dibahas mengenai bagaimana proses ini telah mengundang partisipasi lokal
(masyarakat) dalam konstruksi dan manajemen perubahan social (social change).
The Ladder of Sustainable Development
Perbedaan dari pilihan kebijakan berkaitan dengan perbedaan pengertian
terhadap pembangunan berkelanjutan dapat dilihat melalui tingkatan. Tiap kolom
fokus kepada aspek yang berbeda di dalam pembangunan berkelanjutan.
Memahami tingkatan tersebut dapat memungkinkan kita untuk mengidentifikasi
skenario politik dan implementasi kebijakan yang berkaitan dengan tingkatan itu
sendiri.
Ada dua tokoh utama dalam kedua pandangan ini. Pandangan ecocentric
oleh Seymour dan pandangan anthropocentric oleh O’Riordan. Pandangan
ecocentric melihat bahwa kebijakan pembangunan berkelanjutan merupakan
dampak dari hubungan timbal-balik antara manusia dengan lingkungan.
Pandangan Anthropocentric: melihat bahwa lingkungan memang memiliki
kegunaan untuk memberikan manfaat bagi manusia sehingga manusia berhak
mengintervensi lingkungan. Pandangan Ecocentric menganut sebuah teknologi
yang bisa dipraktikkan oleh semua orang dengan menggunakan kearifan lokal.
Sedangkan pandangan anthropocentric mengatakan bahwa pengembangan
industri, ekonomi, dan teknologi merupakan keuntungan bagi generasi berikutnya.
Pendekatan “Treadmill”
Tokoh pendekatan ini adalah Simon dan Kahn (1984). Pendekatan ini
merupakan perpanjangan dari kapitalisme Barat kepada daerah-daerah yang
belum merasakan manfaat dari pembangunan. Caranya dengan memberikan
kebebasan berinovasi dan kecerdikan manusia untuk menyelesaikan masalah
lingkungan. Manusia dapat memanipulasi sistem lingkungan yang ada. Bahkan
pendekatan ini tidak memiliki perhatian sama sekali terhadap lingkungan
(Cazalet, 1985: 88).
Pembangunan Berkelanjutan yang Lemah
Menurut David Pearce (1989), pendekatan ini, pembangunan
berkelanjutan adalah pertumbuhan ekonomi yang dicapai dengan efisiensi
ekonomi dalam sebuah sistem, tunduk pada modal alam yang stok aset
lingkungannya tetap konstan, sementara kegiatan perekonomian apapun
diperbolehkan untuk tujuan sosial yang dianggap tepat.
Ada dua dimensi fundamental dari keberlanjutan:
1. Pembangunan berkelanjutan, yang berarti pertumbuhan yang
berkelanjutan dari pendapatan per kapita riil yang sama
denganpertumbuhan ekonomi tradisional.
2. Pemanfaatan sumber daya dan lingkungan.
Pembangunan berkelanjutan yang lemah memiliki pengaruh yang tumbuh
di lembaga internasional, termasuk Bank Dunia, PBB, dan, menurut Redclift dan
Goodman, telah menjadi hampir identik dengan manajemen lingkungan (Redclift
dan Goodman 1991: 5). Hal ini terkait erat dengan pandangan anthropocentric dan
technocentric, dimana alam dipandang sebagai sesuatu yang menyediakan materi
dan kekayaan lingkungan tetapi kedua bentuk kekayaan hanya memiliki tujuan
sosial: alam dipandang sebagai potensi dalam pelayanan umat manusia.
Kritik dari Pendekatan ini yang disampaikan oleh Redclift dan Goodman
(1991) adalah bahwa pendekatan ini terlalu bersifat etnosentris dan sangat
mendukung proses pembangunan yang dianut oleh negara di bumi bagian utara
(negara maju), serta tidak menghargai lingkungan. Oleh karena itu dapat
menimbulkan maslaah lingkungan. Lalu dari gagasan ini muncullah istilah
konservasi lingkungan yang menjadi kunci kebijakan dari lingkungan.
Pembangunan Berkelanjutan yang Kuat
O'Riordan (1981), Weale (1992), dan Pearce (1985, 1995) menegaskan
bahwa pembangunan ekonomi merupakan prasyarat perlindungan lingkungan.
Pendukung pembangunan berkelanjutan yang kuat menegaskan bahwa
perlindungan lingkungan merupakan prasyarat pembangunan ekonomi.
Pembangunan Berkelanjutan yang Kuat membutuhkan:
1. Kebijakan politik dan ekonomi yang diarahkan untuk mempertahankan
kapasitas produktif lingkungan dan melindungi, menjaga atau menciptakan
aset lingkungan serta pelestarian yang baik.
2. Peraturan pasar dan intervensi negara menggunakan berbagai alat dan
mekanisme
3. Keterlibatan masyarakat lokal ketika membahas perubahan pada ekonomi
lokal dan pemanfaatan berkelanjutan dari lingkungan setempat.
Dilihat dari kedua pendekatan antara yang lemah dan yang kuat,
penggunaan instrumen kebijakan sangat penting untuk pendekatan yang kuat.
Misalnya, hukum, instrumen ekonomi dan fiskal yang menganjurkan untuk
mempengaruhi atau memaksa melakukan perubahan perilaku. Di bidang
lingkungan hidupmisalnya peraturan hukum dan perencanaan penggunaan lahan,
insentif keuangan dan instrumen ekonomi seperti green tax dan cukai atas polusi,
sumber daya yang dapat diperdagangkan dan izin polusi, subsidi dan skema
deposito-refund.
The Ideal Model
Arne Naess (1989), Edward Echlin (1993, 1996) dan Edward Goldsmith
(1992) berpendapat bahwa Model Ideal bertujuan untuk perubahan struktural
dalam masyarakat, ekonomi, dan sistem politik, yang didasarkan pada perubahan
radikal dalam sikap manusia terhadap alam. Posisi ini disebut pendekatan 'ekologi'
(Achterberg 1993: 84). Perlindungan lingkungan tidak hanya diperlukan tetapi
juga memerlukan pembatasan pada konsumsi sumber daya bumi dan kegiatan
ekonomi yang terkait umat manusia. Dalam ekologi, misalnya, berpendapat
bahwa perlindungan lingkungan membutuhkan paksaan pada kegiatan ekonomi.
Sustainable Development, The Role of Government and Bottom-Up
Participation
Negara memiliki peran didalam pembangunan berkelanjutan, peran ini
dapat menjadi tekanan bagi negara itu sendiri karena kadang terjadinya kegagalan
pasar di dalam suatu negara untuk menjaga lingkungan seperti adanya
pencemaran udara melalui polusi yang pada akhirnya akan merusak keadaan
lingkungan negara itu sendiri. Pemerintah memiliki peran regulasi untuk
mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh negara. Pemerintah dapat
menggunakan pajak untuk menangani permasalahan ini, pemerintah juga dapat
membuat kebijakan yang mengatur standar-standar yang berfokus pada
lingkungan baik dalam pengunaan sumber daya alam yang sudah ada atau
peraturan menjaga lingkungan disekitar perusahaan.
Terdapat beberapa opini yang berbeda mengenai peran pasar di dalam
pembangunan berkelanjutan. Terdapat pendapat yang menyatakan bahwa
pembangunan berkelanjutan membutuhkan perencanaan yang terpusat dimana
dengan perencanaan terpusat yang memungkinkan tingginya intervensi dari
negara atas permintaan yang ada. Pembangunan berkelanjutan merupakan
salahsatu model perencanaan yang memiliki strategi untuk melibatkan manajemen
lingkungan untuk mencapai tujuan tertentu. Hal ini melibatkan aktivitas ekonomi
karena terbatasnya sumber daya yang ada, hal ini mengharuskan adanya
perencanaan ekonomi dimana pemerintah pusat memiliki fungsi pengawasan di
dalamnya. Pendapat lainnya menyatakan bahwa, pembangunan berkelanjutan
dapat dilakukan dengan instrumen ekonomi. Cara yang dapat dilakukan adalah
dengan mendesentralisasikan pengambilan keputusan. Perencanaan yang terpusat
dinilai tidak dapat mewakili seluruh kepentingan individu yang ada, sedangkan
setiap individu memiliki haknya masing-masing untuk mencapai kesejahteraan
bagi generasi selanjutnya. Peran pemerintah pusat dan pemerintah daerah sangat
penting di dalam kebijakan pembangunan berkelanjutan karena keduanya saling
melengkapi di dalam menjalankan fungsi regulasi dan pengawasan.
Using The Ladder Of Sustainable Development: Local Government And The
Imperatives Of Sustainable Development
Adanya peran pemerintah lokal berarti pula adanya pemanfaatan
lingkungan daerah tersebut untuk dilakukannya pengembangan baik untuk
digunakan ataupun didistribusikan. Pemerintah daerah memiliki peran yang
krusial di dalam mempromosikan pembangunan berkelanjutan, keefektivitasan di
dalam mengimplementasikan kebijakan yang ada sayangnya dibatasi oleh
instrumen-instrumen yang dibutuhkan. Indikator pembangunan berkelanjutan
yang ada dapat melihat dan menilai apakah instrumen yang ada sesuai dengan
sumber daya yang tersedia. Pembangunan berkelanjutan juga memiliki fungsi
komunikatif untuk memberikan informasi bagi komunitas lainnya mengenai trend
yang berkembang dilingkungan dan hal ini menjadi salah satu cara untuk
masyarakat berpartisipasi.
Kesuksesan dalam pengimplementasian kebijakan pembangunan
berkelanjutan juga membutuhkan inovasi dan reformasi dari institusi yang ada.
Pemerintah daerah dapat dikatakan lebih dekat dengan masyarakat yang ada
apabila dibandingkan dengan pemerintah pusat, mengeratkan hubungan antara
pemerintah dengan masyarakat adalah salah satu komponen penting dalam
kebijakan pembangunan berkelanjutan. Komunikasi yang ada sekarang juga
bukanlah komunikasi satu arah atau top-down akan tetapi adanya pendekatan
bottom-up dimana adanya komunikasi dua arah antara masyarakat dengan
pemerintah.
The Importance Of ‘Bottom-Up’ Involvement
Kegagalan dalam negara cukup menjadi sebab dari permasalahan
kesejahteraan publik seperti kerusakan pada alam, mengancam keamanan sosial
dan adanya oposisi di level masyarakat. Dalam tiga dekade terakhir adanya
pendekatan bottom up telah menjadi perhatian oleh masyarakat karena pada masa
lampau adanya perbedaan atau jarak antar kelas yang sangat terlihat antara
masyarakat dengan pemimpin. Adanya perdebatan di dalam masyarakat
menyebabkan keputusan untuk memberhentikan kegiatan penggunaan lahan yang
tidak disetujui oleh masyarakat daerah tersebut atau tidak diterima oleh organisasi
mengenai lingkungan yang lebih besar karena pengunaan lahan yang ada
berdampak langsung kedalam kehidupan masyarakat daerah itu sendiri sehingga
masyarakat lokal wajib dilibatkan di dalam proses pengambilan keputusan.
Dengan adanya keterlibatan pendekatan bottom up dapat membantu
tercapainya keberhasilan dari pembangunan berkelanjutan itu sendiri karena
dengan adanya pendekatan bottom up masyarakat lokal ikut dilibatkan dalanm
proses pengambilan keputusan karena masyarakat lokal lebih mengetahui keadaan
di lingkungan sekitarnya apabila dibandingkan dengan pemerintah pusat. Apabila
pengimplementasian dari kebijan mengenai struktur ekonomi, transportasi,
produksi makanan, dan lainnya mengalami perubahan hal ini membutuhkan
dukungan dari publik dimana perubahan struktur ini diharapkan dapat
menyelesaikan krisis di lingkungan yang ada. Akan tetapi pada kenyataannya
untuk meningkatkan partisipasi bottom up sulit untuk diterapkan.
Partisipasi sangat penting di dalam kegiatan pembangunan berkelanjutan
karena dengan adanya partisipasi maka pemerintah pusat dapat memahami lebih
jauh lagi mengenai sumber daya daerah yang ada dan partisipasi dapat membantu
untuk memilih kebijakan yang sesuai untuk diimplementasikan ke dalam
masyarakat. Hal ini tidak menyimpulkan bahwa adanya pendekatan top-down
tidak diperlukan, pemerintah tetap memiliki tanggung jawab untuk membuat
kebijakan yang akan diterapkan kepada masyarakat karena kebijakan ini
berpengaruh langsung ke dalam kehidupan masyarakat.tetapi akan lebih baik
apabila pemerintah membuat kebijakan dengan cara melibatkan masyarakat itu
sendiri karena masyarakat lebih mengetahui keadaan di lingkungannya apabila
dibandingkan dengan pemerintah pusat. Pada akhirnya kebijakan pembangunan
berkelanjutan membutuhkan keseimbangan diantara top down dan bottom up itu
sendiri.
Sustainable Development Policy Within The EU
The promotion of sustainable development
Perkembangan modal multinasional, transnasional dan intensifnya pasar bebas
menjadi tekanan bagi Negara untuk memajukan liberalisasi pasar dan
pertumbuhan ekonomi dengan inflasi yang rendah. Memajukan pembanguna
berkelanjutan menjadikan masyarakat tidak leluasa karena pertama, adanya
perjanjian yang menjaga ekonomi domestik. Kedua, menyulitkan proyek yang
berbasis memajukan pembangunan berkelanjutan untuk bertahan dengan adanya
kompetisi pasar Eropa. Ketiga, program investasi modal secara rutin bertujuan
menggantikan pekerjaan dengan otomatif, yang jauh dari tujuan pembangunan
berkelanjutan.
Tekanan juga mengisi permintaan untuk pertumbuhan ekonomi. Ekonomi global
mengorientasikan kembali aktivitas ekonomi yang lebih berkelanjutan. Tekanan
globalisasi dan pembentukan perjanjian internasional memang membatasi
member-state, tetapi hal tersebut hanya dilebih-lebihkan karena mereka berpotensi
untuk mengorientasikan dan focus kembali terhadap pembangunan berkelanjutan
yang obyektif.
A Northern focus
Pembangunan berkelanjutan merupakan alat yang kuat untuk consensus
politik karena memiliki dampak yang signifikan dengan sifatnya yang fleksibel.
Awal 1980an ekosentris dan pendekatan pembangunan berkelanjutan yang kuat
fokus pada hubungan structural antara wilayah berkembang dan kurang
berkembang, seperti bagian utara dan selatan Eropa. European Union (EU)
berperan sebagai pemimpin dan mengatur prinsip-prinsip pembangunan
berkelanjutan yang berbasis sikap, moral, dan hal-hal sesuai aturan yang berlaku.
European Union juga membentuk pola produksi dan konsumsi di masa depan
untuk mencapai pembangunan berkelanjutan di tingkat global.
The EU’s approach
Dalam the Fifth Environmental Action Programme (1992-1997), European Union
dalam kebijakan pembangunan berkelanjutan berkomitmen untuk merekonsiliasi
komitmen terdahulu mengenai perkembangan ekonomi dengan fokus baru untuk
melindungi lingkungan. Kunci pentingnya adalah apakah komitmen ini pada
praktiknya dapat membantu rekonsiliasi kepentingan ekonomi dan lingkungan
melalui Union. Terdapat ketidak jelasan batasan arah ekonomi oleh European
Union. Terdapat pula kekurangan kejelasan dalam hubungan seberapa kuat peran
European Union untuk bermain dalam memberikan efek transisi untuk
pembangunan berkelanjutan, bagaimana peran European Union dapat
direkonsiliasi dengan kepentingan member-state serta aktornya, dan komitmen
baru European Union untuk prinsip aktivitas tambahan.
The formal commitment
Pola pertama yang krusial untuk the Programme adalah menghubungkan
pembangunan berkelanjutan dengan perlindungan lingkungan. Penggabungan
konsep pembangunan berkelanjutan dalam topik utama Fifth Programme sangat
penting. Pertama, sebagai simbol penting. Union telah mengatur target lingkungan
kea rah di mana semua kebijakan harus menuju ke sana. Kedua, walupun
kebijakan jauh dari tujuan yang telah ditentukan, pengaturan pembangunan
berkelanjutan sebagai target kebijakan telah menyediakan standar pelanggaran
lingkungan, di mana kebijakan EU dapat dinilai di masa yang akan datang.
Muncul pertanyaan apakah konsep akan memperbolehkan Union untuk bergerak
melampaui pendekatan kebijakan yang didominasi evolusi kerangka kebijakan
yang ketat ke arah pendekatan yang lebih positif, di mana perlindungan
lingkungan dilihat sebagai bagian yang melengkapi aktivitas ekonomi. Sikap
terhadap kebijakan baru ini erubah dari waktu ke waktu di antara elit Eropa.
Salah satu warisan formulasi Brundtland (dasar komitmen EU) memiliki konsep
yang ‘tidak terhitung’. Secara analitis, operasionalisasi konsep telah diserahkan
kepada masing-masing institusi/pemerintah. Muncul pertanyaan kepada EU
bagaimana menyediakan layanan yang lebih baik untuk bertemu kebutuhan dasar
hidup dan aspirasi untuk kemajuan generasi sekarang dan masa depan, saat terus
menerus mengurangi kerusakan lingkungan dan risiko keseharan manusia.
Penekanan ini akan mendorong kecenderungan untuk membatasi tujuan
kebihakan dengan anak tangga yang lemah dari tangga pembangunan
berkelanjutan. Dalam pembangunan berkelanjutan produksi dan konsumsi
berfokus pada dibatasinya perubahan pencapaian dalam pola produksi dan
konsumsi yang bertentangan dengan tingkat produksi dan konsumsi itu sendiri.
The integration of environmental consideration into sectoral policy
Kebijakan pembangunan berkelanjutan tidak hanya diimplementasikan pada area
kebijakan lingkungan, tetapi diintegrasikan ke semua area kebijakan. Di bawah
the Fifth Environmental Action Programme, integrasi dilakukan di sector turis,
industri, energi, transportasi, dan pertanian. Secara keseluruhan, oleh karena itu
terdapat institusi yang hebat yang sama baiknya dengan rintangan ekonomi untuk
penggabungan lingkungan ke area kebijakan yang lainnya.
Promosi kebijakan pembangunan berkelanjutan juga sulit diberikan kepada
prioritas EU saat ini untuk melengkapi pasar internal. Implementasi kebijakan
pembangunan berkelanjutan di batas luar dapat terganggu dengan kurangnya dasar
infrastruktur fisik dan kapasitas kebutuhan administrasi untuk
mengimplementasikan kebijakan. Hal ini menyebabkan dibutuhkannya untuk
menganalisa kebijakan dengan promosi pembangunan berkelanjutan di area
urban/desa.
The imperatives for successful implementation of sustainable development
Konsep pembangunan berkelanjutan menawarkan harapan di mana beberapa
pengasahan umum dapat berhasil dan dapat dipraktikkan secara politik antara ide,
nilai, dan kebijakan yang dapa berkembang di antara pembuat kebijakan dan
kelompok lingkungan. Bagaimanapun penelitian lebih lanjut dibutuhkan dalam
sikap kelompok lingkungan kepada fokus baru EU tentang pembangunan
berkelanjutan dan bagaimana mereka memandang perannya dalam hubungan
untuk berpartisipasi pembangunan berkelanjutan di Eropa. Partisipasi erat
kaitannya dengan demokratisasi EU.
Pelibatan semua tahap dalam proses pembuatan kebijakan merupakan kunci
pembangunan berkelanjutan. Bagaimanapun bukan merupakan hubungan yang
sederhana antara lingkungan dengan demokrasi. Hal ini karena integrasi dan
koordinasi pembangunan berkelanjutan dalam proses pembuatan kebijakan
terkadang dibutuhkan sentralisasi dan negara yang kuat untuk kondisi secara
ekologis seperti pembangunan. Pembangunan berkelanjutan yang disetujui secara
politik oleh member-state juga penting karena dipandang sebagai pencapaian
tujuan kebijakan. Kesuksesan implementasi pembangunan berkelanjuta
bergantung pada rekomendasi kebijakan yang terjangkau, terakses, dan menarik.
The range of policy tools
The Fifth Environmental Action Pragramme menekankan kebutuhan untuk
memperluas jajaran alat kebijakan untuk mengimplementasikan pembangunan
berkelanjutan terkait instrumen legislatif, instrumen berbasis pasar, instrumen
pendukung horizontal, dan instrumen pendukung keuangan. Bagaimanapun
dibutuhkan untuk memastikan lebih detail alat manakah yang paling dapat
digunakan dalam perbedaan pengaturan sosial, politik, dan budaya dan yang
paling berguna dalam lima sektor yang ditargetkan the Fifth Environmental
Action Pragramme untuk integrasi.
Conclusion
Pembangunan berkelanjutan akan tetap menjadi konsep yang dapat dibantah
seperti konsep politik dan sosial yang melekat pada masyarakat demokratis
liberal. Hal ini akan menimbulkan berbagai interpretasi bagaimana hal itu dapat
dioperasionalisasikan dan dicapai. Namun, arti dari fleksibilitas tersebut adalah
akar dari penerimaan skala luas atas pembangunan berkelanjutan sebagai tujuan
kebijakan. Bagaimanapun perspektif individu terhadap hal tersebut, perlindungan
lingkungan pada praktiknya merupakan pembebanan kegiatan ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi dan perlindungan lingkungan merupakan hal yang sulit
untuk berjalan berdampingan (Jacobs, 1991:61).
SUMBER PUSTAKA
Achterberg, W. (1993) ‘Can liberal democracy survive the environmental crisis?
Sustainability, liberal neutrality and overlapping consensus’, in
A.Dobson and P.Lucardie (eds) The Politics of Nature: Explorations in
Green Political Theory, London: Routledge, pp. 62–81
Cazalet, P.G. (1985) ‘But we do also have to run a business: the implications for
industry of environmental regulation—conflict or partnership?’, in The
UK Centre for Economic and Environmental Development (CEED)
Sustainable Development in an Industrial Economy, Proceeding of a
Conference held at Queen’s College, Cambridge, 23–25 June,
Cambridge: UK Centre for Economic and Environmental Development.
Echlin, E.P. (1993) ‘Theology and “sustainable development” after Rio’, The
Newman 30:2–7.
___. (1996) ‘From development to sufficiency’, The Aisling 18:32–34.
Goldsmith, E. (1992) The Way, London: Rider
Naess, A. (1989) Ecology, Community and Lifestyle, Cambridge: Cambridge
University Press.
O’Riordan, T. (1981) Environmentalism, 2nd edn, London: Pion Press.
Pearce, D. (1985) ‘Sustainable futures: the economic issues: the compatibility of
industrial development and care of the environment’, Sustainable
Development in an Industrial Economy, Proceeding of a Conference held
at Queen’s College, Cambridge, 23–25 June, Cambridge: UK Centre for
Economic and Environmental Development.
___. (1995) Blueprint 4: Capturing Global Environmental Value, London:
Earthscan/ CSERGE.
Pearce, D. W., Markandya, A. and Barber, E.B. (1989) Blueprint for a Green
Economy: A Report for the UK Department for the Environment,
London: Earthscan
Redclift, M. and Goodman, D. (1991) ‘Introduction’, in D.Goodman and M.
Redclift Environment and Development in Latin America: The Politics of
Sustainability, Manchester: Manchester University Press
Simon, J.L. and Kahn, H. (1984) The Resourceful Earth: A Response to Global
2000, Oxford: Blackwell.
Weale, A. (1992) The New Politics of Pollution, Manchester: Manchester
University Press.