review literature-new urbanism concept in real estate

9

Click here to load reader

Upload: astri-anindya-sari

Post on 20-Jun-2015

279 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

New urbanism atau dikenal juga dengan neotraditional development (TND) merupakanparadigma perancangan kawasan permukiman yang berorientasi pada pejalan kaki (pedestrianoriented), penggunaan tata guna lahan yang beragam, atau multi fungsi antara hunian, fasilitas publik,dan fasilitas komersial. Paradigma ini ditawarkan sebagai solusi dari berbagai permasalahan lingkungandan gaya hidup yang terjadi di Amerika seperti meningkatnya polusi kendaraan bermotor, dankemacetan yang diakibatan penyebaran permukiman berkepadatan rendah didaerah sub urban Amerikayang telah berkembang semenjak pasca perang dunia ke II (Furuseth, 1997).Permukiman new urbanist ditandai dengan tujuh parameter, yaitu ukuran (scale), fungsi tata gunalahan yang beragam, pola jalan, pedestrian, karakteristik arsitektural, dan land regulation (Handy, 1991dalam Furuseth, 1997). Semenjak digagas sampai dengan saat ini, telah banyak penelitian yangdilakukan untuk mengkaji konsep new urbanism dan penerapannya. Tulisan ini akan mengulaspenelitian-penelitian tentang new urbanism berdasarkan pengelompokan bahasan yang telahdilakukan.

TRANSCRIPT

Page 1: Review Literature-new Urbanism Concept in Real Estate

Arsitektur, SAPPK, ITB astri anindya sari (2010)

1

REVIEW LITERATUR

TEMA: KONSEP NEW URBANISM DALAM REAL ESTATE

New urbanism atau dikenal juga dengan neotraditional development (TND) merupakan

paradigma perancangan kawasan permukiman yang berorientasi pada pejalan kaki (pedestrian

oriented), penggunaan tata guna lahan yang beragam, atau multi fungsi antara hunian, fasilitas publik,

dan fasilitas komersial. Paradigma ini ditawarkan sebagai solusi dari berbagai permasalahan lingkungan

dan gaya hidup yang terjadi di Amerika seperti meningkatnya polusi kendaraan bermotor, dan

kemacetan yang diakibatan penyebaran permukiman berkepadatan rendah didaerah sub urban Amerika

yang telah berkembang semenjak pasca perang dunia ke II (Furuseth, 1997).

Permukiman new urbanist ditandai dengan tujuh parameter, yaitu ukuran (scale), fungsi tata guna

lahan yang beragam, pola jalan, pedestrian, karakteristik arsitektural, dan land regulation (Handy, 1991

dalam Furuseth, 1997). Semenjak digagas sampai dengan saat ini, telah banyak penelitian yang

dilakukan untuk mengkaji konsep new urbanism dan penerapannya. Tulisan ini akan mengulas

penelitian-penelitian tentang new urbanism berdasarkan pengelompokan bahasan yang telah

dilakukan. Dari jurnal yang telah dikumpulkan, bahasan penelitian dikelompokkan menjadi tiga

kelompok besar yaitu:

1. Pengaruh penerapan konsep new urbanism terhadap perilaku masyarakat di lingkungannya

2. New urbanism dari segi finansial dan pemasaran

3. New urbanisme, antara konsep dan implementasi serta permasalahan yang timbul

1. Pengaruh Penerapan Konsep New Urbanism Terhadap Perilaku Masyarakat di Lingkungannya

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, konsep-konsep perancangan new urbanism digagas untuk

mengatasi berbagai permasalahan antara lain kemacetan, dan berkurangnya sense of community yang

ditimbulkan oleh permukiman sub urban yang berkembang di Amerika sejak setelah perang dunia II

(Audirac, 1999; Nasar, 2003; Garde, 2004). Ide awalnya adalah merancang lingkungan dengan konsep

tertentu untuk mempengaruhi perilaku penghuninya dalam rangka mewujudkan kualitas hidup yang

lebih baik (Talen, 1999, 2000; Garde, 2004).

Penelitian-penelitian pada kelompok pertama ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh

penerapan konsep new urbanism seperti pengecilan luas kapling, penggunaan pola jalan grid, dan

penyempitan lebar jalan, dan pedestrian oriented terhadap sense of community dan pemilihan moda

transportasi penghuninya (travel attitude).

1.1 Pengaruh terhadap sense of community

Penelitian yang dilakukan pada sub kelompok ini meneliti pengaruh konsep pedestrian

oriented, penyempitan luas kapling, dan penggunaan fungsi lahan yang beragam terhadap sense of

community dari penduduknya. Penggagas konsep new urbanism mengharapkan, melalui konsep

pedestrian oriented serta penggunaan fungsi lahan beragam untuk berbagai tipe rumah untuk

masyarakat dari kalangan social dan tingkat ekonomi akan memperbesar kemungkinan penghuni

rumah (tetangga) dengan karakter social dan ekonomi yang berbeda, untuk saling bertemu dan

berinteraksi (Lund, 2002; Talen, 1999, 2000). Begitupun dengan penyempitan luas lahan dan

penggunaan fungsi lahan yang beragam antara hunian dan fasilitas umum diharapkan jarak antar

rumah akan semakin dekat, sehingga memperbesar kesempatan interaksi antar penghuni lingkungan

baik di rumah maupun pada fasilitas umum atau ruang terbuka publik yang disediakan (Talen, 1999).

Dengan penelitian yang dilakukan akan diketahui apakah pengaruh yang diberikan oleh penerapan

konsep-konsep new urbanism akan sesuai dengan harapan para penggagasnya ataukah tidak.

Page 2: Review Literature-new Urbanism Concept in Real Estate

Arsitektur, SAPPK, ITB astri anindya sari (2010)

2

Beberapa penelitian yang dilakukan pada sub kelompok ini menggunakan metode

perbandingan aspek fisik dan perilaku atau kebiasaan masyarakat pada dua lingkungan yang

berbeda. Satu kawasan permukiman yang dipilih sebagai sampel dirancang dengan konsep new

urbanism dan yang lainnya merupakan konsep sub urban konvensional (Nasar, 2003; Lund, 2002; Kim

& Kaplan, 2004). Untuk mengetahui perbedaan sense of community, digunakan metode kuesioner

dengan masyarakat new urbanist dan sub urban konvensional sebagai responden. Sedangkan point

pertanyaaan yang diberikan seputar intensitas interaksi dan hubungan dengan tetangga, bagaimana

aktivitas dalam komunitas, bagaimana menilai atau pengenalan terhadap lingkungan, kepuasan

terhadap lingkungan tempat tinggal, serta pertanyaan mengenai karakteristik responden.

Dari hasil penelitian akan diketahui perbedaan karakter fisik dari lingkungan yang dirancang

dengan new urbanism dan tidak, dan bagaimana aspek-aspek fisik lingkungan tersebut akan

mempengaruhi sense of community yang dirasakan penghuninya. Lebih jauh lagi dapat diketahui

apakah sense of community yang dirasakan oleh masyarakat yang tinggal di kawasan permukiman

yang dirancang dengan konsep new urbanist akan lebih besar daripada kawasan konvensional sub

urban.

Melalui studi literature yang dilakukan dalam beberapa penelitian, sense of community

didefinisikan sebagai sebagai sense of belonging seseorang terhadap lingkungan dan komunitas

masyarakat dimana ia tinggal. Pengertian tersebut mencakup berbagai hal termasuk diantaranya

kepuasan terhadap lingkungan tempat tinggal, rasa memiliki suatu lingkungan dan komunitas, serta

pengenalan dan keterikatan secara fisik dan emosional terhadap komunitas dalam lingkungan yang

diwujudkan antara lain dalam interaksi sosial yang baik dan keterlibatan dalam komunitas (Kim &

Kaplan, 2004; du Toit et al, 2007; Lund, 2002).

Hasil penelitian dari Lund (2002) dan Kim & Kaplan (2004) meyatakan bahwa sense of

community yang dirasakan masyarakat pada lingkungan new urbanist lebih besar daripada

masyarakat sub urban konvensional. Sebaliknya, Nassar (2003) menemukan bahwa sense of

community dirasakan sama baiknya pada masyarakat di kawasan new urbanist maupun sub urban

konvensional. Perbedaan hasil penelitian tersebut dimungkinkan karena adanya perbedaan

karakteristik personal responden, karena sense of community juga dipengaruhi personal and sosio

demographic faktor, misalkan faktor individu seperti usia, tingkat pendidikan dan ekonomi dan faktor

lingkungan (Lund 2002).

Kim (2004) menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan antara kepuasan terhadap

lingkungan tempat tinggal yang dirasakan oleh penduduk lingkungan new urbanist dengan penduduk

sub urban konvensional. Hal ini mungkin dirasakan karena perbedaan karakter individu yang

mendorong perbedaan prioritas dalam memilih lingkungan tempat tinggal. Penduduk new urbanist

lebih menginginkan lingkungan dengan sense of community yang tinggi, walaupun dengan luas lahan

yang kecil. Sedangkan penduduk pada daerah modern suburb lebih memprioritaskan tempat tinggal

dengan lahan yang luas, privacy tinggi, serta jalan yang lebar (Kim, 2004; Audirac, 1999). Hal

tersebut pulalah yang mendasari kesimpulan Talen, 1999 bahwa tingginya sense of community pada

lingkungan new urbanist belum tentu didorong oleh desain dari aspek fisik lingkungan, tetapi

karakter masyarakatnya. Masyarakat yang memilih tinggal di lingkungan new urbanist melihat sense

of community sebagai suatu daya tarik utama kawasan ini. Karenanya mereka rela membayar lebih

untuk mendapatkan segala sesuatu yang ditawarkan oleh lingkungan new urbanist (Eppli & Tu, 1999)

termasuk sense of communitynya. Menurut Talen (1999), masyarakat yang memilih tinggal di

kawasan new urbanist merupakan orang-orang yang memang memiliki value terhadap sense of

community yang kuat, dan siap dengan kondisi tersebut dan oleh karenanya disimpulkan bahwa tidak

ada hubungan antara tingginya sense of community dengan karakter fisik lingkungan di kawasan new

urbanist.

Page 3: Review Literature-new Urbanism Concept in Real Estate

Arsitektur, SAPPK, ITB astri anindya sari (2010)

3

Hess, (2008) meneliti penggunaan jalan raya, halaman dan alley atau jalan kecil di belakang

rumah pada kawasan permukiman new urbanist. Ia menemukan bahwa jalan belakang dan alley

lebih banyak digunakan untuk keluar masuk rumah, dan juga tempat berinteraksi dengan tetangga.

Sedangkan pintu dan halaman depan banyak digunakan sebagai tempat sosialisasi dengan tetangga

dan teman-teman misalkan dengan mengadakan barbeque di halaman depan.

1.2 Pengaruh terhadap travel attitude

Salah satu goal yang hendak dicapai oleh new urbanism selain sense of community adalah

mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap kendaraan bermotor. Dalam konsep new

urbanisme, hal tersebut berusaha dicapai dengan penggunaan fungsi lahan yang beragam dalam

kawasan permukiman (Furuseth, 1997; Handy, 1992). Selain ada hunian, juga ada tempat

perbelanjaan, rumah makan, klinik, taman, perpustakaan, maupun sekolah dalam radius jarak yang

diatur sedemikian rupa sehingga dapat dijangkau dengan berjalan kaki. Pola jalan yang digunakan

adalah grid, bukan curvilinear seperti pada modern sub urban, sehingga ada lebih banyak alternatif

jalan untuk mencapai suatu lokasi dengan jarak tempuh yang lebih singkat. Selain itu lebar jalan raya

dikurangi, untuk member tempat bagi pedestrian yang nyaman dengan streetscape yang baik dan

terlindung pepohonan. Aturan untuk carport tidak diletakkan didepan rumah, tetapi dibelakang

sehingga mempersulit proses mengeluarkan kendaraan pribadi. Konsep perancangan tersebut

dibuat agar masyarakat tidak lagi tergantung pada kendaraan pribadi dan lebih memilih berjalan kaki

untuk mencapai tempat-tempat umum yang telah disediakan pada kawasan permukiman.

Handy (1992) dan Cervero & Radish (1996) meneliti pengaruh penataan kawasan new

urbanist terhadap perilaku berkendara untuk tujuan selain bekerja (non-work travel) pada kawasan

lokal permukiman dan regional kota. Kawasan yang dipilih sebagai sampel adalah kawasan yang

dirancang dengan konsep new urbanist (high local accessibility), dan kawasan sub urban (low local

accessibility). Pada kawasan sub urban yang digunakan sebagai obyek studi, digunakan pola tata

guna lahan seragam, tanpa adanya fasilitas perbelanjaan, perpustakaan, maupun sekolah.

Sedangkan pola jalan yang digunakan adalah curvilinear. Metode survey yang digunakan adalah

kuesioner dengan masyarakat kawasan new urbanist dan konvensional sub urban sebagai

responden. Pertanyaan yang diberikan terkait dengan intensitas mengunjungi tempat publik baik di

kawasan pemukiman maupun regional kota, serta moda transportasi apa yang digunakan.

Dari hasil penelitian ditemukan bahwa pada kawasan new urbanist kebiasaan berjalan kaki

ke tempat perbelanjaan maupun fasilitas publik lainnya lebih tinggi daripada pada kawasan sub

urban (Handy, 1992; Cervero & Radish,1996; Lund, 2002). Namun kegiatan berjalan kaki ini bukan

merupakan pengganti dari penggunaan kendaraan pribadi, melainkan merupakan aktivitas tambahan

Handy (1992). Dikatakan demikian, karena walaupun terjadi peningkatan aktivitas berjalan kaki,

warga kawasan new urbanist masih menggunakan kendaraan pribadinya secara berkala untuk

menuju ke pusat perbelanjaan regional, atau tempat-tempat lain di kota. Artinya perancangan

kawasan new urbanist tidak mengurangi intensitas traffic pada kawasan regional kota, namun hanya

berpangaruh pada intensitas kegiatan berjalan kaki dalam kawasan yang bersangkutan.

Kawasan new urbanist dengan karakteristiknya yaitu high local accessibility yang ditandai

dengan ketersediaan pedestrian yang nyaman dan letak tempat publik yang terjangkau dengan

berjalan kaki memberikan opsi bagi penduduknya untuk memilih berjalan kaki atau naik kendaraan

pribadi, sedangkan pada kawasan sub urban (low accessibility) tidak, sehingga pilihan terbaik bagi

warganya adalah menggunakan moda transportasi pribadi (Cao et al, 2009; Handy, 1992). Karenanya

disimpulkan bahwa penataan kawasan permukiman mempengaruhi travel attitude, atau pemilihan

moda transportasi bagi warganya(Cao et al, 2009).

Page 4: Review Literature-new Urbanism Concept in Real Estate

Arsitektur, SAPPK, ITB astri anindya sari (2010)

4

Selain dipengaruhi oleh karakteristik lingkungan, pemilihan moda transportasi juga oleh

preferensi individual masyarakat (Cao et al, 2009). Beberapa alasan karena preferensi pribadi seperti

penghematan uang untuk biaya bensin dan parkir, ingin mengurangi polusi, merasa lebih praktis

berjalan kaki atau naik sepeda sambil menikmati lingkungan sekitar. sedangkan bagi yang memilih

menggunakan kendaraan pribadi karena merasa menggunakan mobil sangat perlu untuk menjangkau

tempat aktivitasnya yang cukup jauh dan penggunaan kendaraan pribadi dirasakan jauh lebih aman

daripada menggunakan sepeda ataupun berjalan kaki.

1.3 Pengaruh pada pembentukan perilaku peduli lingkungan

Salah satu tujuan new urbanism sesuai dalam Congress of New Urbanism (2001) adalah

mencapai konservasi lingkungan melalui penerapan konsep desainnya (Youngentob & Hostetler,

2005). Penelitian yang dilakukan oleh Youngentob & Hostetler, (2005) membandingkan perilaku

ramah lingkungan antara warga kawasan traditional, sub urban, dan new urbanist. Metode yang

digunakan adalah kuesioner dengan pertanyaan seputar perilaku terhadap lingkungan, sense of

community, dan pengetahuan serta pengenalan akan kondisi lingkungan. Hasilnya memang warga

new urbanist unggul dalam sense of community, namun memiliki pengetahuan dan kepedulian

terhadap lingkungan yang paling rendah dibandingkan dengan masyarakat tradisional dan sub urban

konvensional (Youngentob & Hostetler, 2005).

2. New Urbanism Dari Segi Finansial dan Pemasaran

Semenjak digagas dalam Congress of New Urbanism (1993), konsep perancangan ini telah

banyak diaplikasikan dan diapresiasi melalui berbagai penberitaan baik di media cetak maupun

elektronik (Furuseth, 1997). Namun apakah konsep ini akan sukses dalam market place masih menjadi

sebuah pertanyaan (Fulton, 1996). Keraguan tersebut didasarkan oleh pendapat bahwa konsep-konsep

dalam penataan kawasan new urbanist seperti kepadatan tinggi dan luas lahan yang kecil dinilai terlalu

‘ideal’ dan skeptical dalam pandangan konsumen (Furuseth, 1997; Gyourko & Rybczynski, 2000; Audirac,

1999). Penelitian-penelitian dalam kelompok ini akan membahas new urbanism dalam segi finansial,

pemasaran, dan preferensi konsumen.

2.1 New urbanism dari segi finansial

Bookout, 1992 mengatakan bahwa permasalahan terbesar dalam pengembangan kawasan

dengan konsep New Urbanist adalah dari segi financial. Gyourko & Rybczynski, 2000 telah meneliti

permasalahan dari segi financial dalam mengembangkan konsep new urbanism. Metode yang

digunakan adalah interview terhadap 23 orang yang terdiri dari developer, financier dan investor

yang berpengalaman dalam pengembangan kawasan dengan konsep New Urbanism. Pertanyaan

yang diberikan seputar motivasi responden dalam mengembangkan dan berinvestasi dalam konsep

new urbanism dan kesulitan yang dialami.

Dari hasil analisis diketahui bahwa penyandang dana memandang permukiman dengan

konsep New Urbanist merupakan proyek dengan resiko tinggi. Proyek kawasan new urbanist

dengan konsep mixed used, pedestrian oriented dan gaya bangunannya menuntut pembiayaan

infrastruktur di awal proyek yang tinggi apabila dibandingkan proyek kawasan dengan konsep sub

urban konvensional.(Gyourko & Rybczynski, 2000). Selain itu pandangan akan susahnya

marketplace juga meningkatkan resiko proyek ini, karena dikhawatirkan modal tidak dapat kembali

dalam waktu yang cepat (Bookout, 1992). Sedikitnya investor yang berperan tentunya merupakan

kesulitan bagi developer dalam mengembangkan kawasan dengan konsep new urbanist.

Pendapat bahwa sedikitnya permintaan pasar, atau susahnya memasarkan proyek dengan konsep

ini menambah sulitnya meyakinkan penyandang dana untuk berinvestasi.

Page 5: Review Literature-new Urbanism Concept in Real Estate

Arsitektur, SAPPK, ITB astri anindya sari (2010)

5

Namun manfaat yang ditawarkan oleh proyek ini dalam mengatasi permasalahan di kota

membuat developer mendapat kesempatan lebih untuk bekerjasama dengan pemerintah dalam

program entitlement (Gyourko & Rybczynski, 2000). Program ini bisa menjadi alternatif cara

mendapatkan dana untuk pengembangan proyek kawasan dengan konsep new urbanism

2.2 New urbanism dari sisi preferensi konsumen

Konsep new urbanist menawarkan kawasan permukiman berkepadatan tinggi dengan

beragam fasilitas umum, pedestrian, rumah dengan beragam tipe dan desain yang unik. Namun

sebagai imbasnya harga yang harus dibayar menjadi lebih tinggi (Tu & Eppli, 1999), dengan luas

kapling dan luas rumah yang lebih kecil daripada luasan kapling yang didapat di kawasan

pemukiman sub urban plus kepadatan penduduk yang tinggi (Mikelbank, 2008). Penelitian

mengenai preferensi konsumen dalam memilih rumah perlu dilakukan untuk memprediksi target

pasar dan strategi pemasaran apa yang akan digunakan untuk memasarkan kawasan new urbanist,

sehingga dapat terus dikembangkan mengingat konsep ini banyak memberikan dampak yang positif

bagi lingkungan.

Salah satu metode yang banyak digunakan pada penelitian tentang preferensi konsumen

ini adalah metode hedonic price (Tu & Eppli 1999; Mikelbank, 2008; Song & Knaap, 2003) untuk

mengetahui harga yang harus dibayar konsumen untuk mendapatkan fasilitas pada kawasan new

urbanist dibandingkan dengan kawasan yang dibangun dengan konvensional sub urban pada lokasi

yang berdekatan dan apakah konsumen bersedia membayar kelebihan harga tersebut. Dari hasil

penelitian ditemukan bahwa pada kawasan new urbanist Kentlands, warganya bersedia membayar

harga premium yang lebih besar dari harga pada pemukiman sub urban disekitarnya, untuk segala

fasilitas yang mereka dapatkan pada kawasan tersebut (Tu & Eppli, 1999).

Jones et al, 2004 menggunakan metode kuesioner yang dianalisis dengan conjoint analysis.

Responden yang dipilih sebagai sampel adalah orang yang tidak tinggal di kawasan new urbanist

untuk mengetahui preferensi masyarakat terhadap kawasan permukiman denngan kepadatan

tinggi, luasan kapling yang kecil, serta pola jalan grid. Analisis terhadap kuesioner Hasilnya adalah

mayoritas responden lebih memilih luasan kapling yang besar, kepadatan yang rendah dan jalan cul

de sac. Hasil penelitian ini sesuai dengan Marans & Rodgers, 1973 dalam Audirac, 1999 bahwa

kepadatan penduduk dalam kawasan permukiman berbanding terbalik dengan kepuasan penghuni.

Penelitian lain menggunakan metode kuesioner dilakukan oleh Audirac, 1999 untuk

mengetahu preferensi konsumen terhadap kawasan dengan fasilitas walkability (pedestrian)

namun dengan luas kapling yang kecil. Hasil penelitian menunjukkan hanya ±30% dari responden

yang bersedia menukarkan sebagian luas kaplingnya dengan fasilitas walkability. Lebih jauh lagi

hasil penelitian Audirac, 1999 menyatakan taman dan community center sebagai fasilitas public

yang paling diminati untuk ditukar dengan sebagian luas kapling, selanjutnya diikuti fasilitas

perbelanjaan, dan yang paling sedikit diminati adalah fasilitas hiburan seperti bar dan pub.

Menurut Audirac, 1999 terdapat preferensi yang berbeda terhadap pemilihan tempat

tinggal pada konsumen yang memilih di kawasan new urbanist dan konvensional sub urban.

Konsumen yang memilih tinggal di kawasan new urbanist melihat kebutuhan akan ‘sense of

community’ sebagai daya tarik terbesar, karenanya ia rela menukarkan (trade off) sebagian luas

kaplingnya untuk mendapatkan pedestrian dan ruang public (Audirac, 1999). Sedangkan konsumen

pada kawasan konvensional sub urban lebih berorientasi pada kapling yang luas dan jalan yang

lebar, serta privasi yang tinggi dan ketenangan (bebas polusi suara) karena jarak antar rumah dan

antara rumah dengan jalan yang tidak terlalu dekat (Audirac, 1999).

Konsep perancangan new urbanism digagas dengan tujuan mengatasi permasalahan

perkotaan di Amerika serta meningkatkan kualitas hidup dan sense of community (Furuseth,

Page 6: Review Literature-new Urbanism Concept in Real Estate

Arsitektur, SAPPK, ITB astri anindya sari (2010)

6

1997;Garde, 2004). Namun tujuan tersebut tidak akan dapat tercapai tanpa dukungan dari

konsumen, selain itu para pemilik modal dan developer juga akan semakin susah untuk diyakinkan

untuk berinvestasi pada proyek dengan konsep ini (Jones et al, 2004). Karena itu menurut Talen,

2001 dalam usaha pemasaran perlu dilakukan usaha lebih untuk memberikan pengetahuan pada

calon konsumen tentang issue lingkungan dan social sebagai goal dari perancangan kawasan new

urbanist. Melalui strategi pemasaran tersebut diharapkan preferensi konsumen terhadap

pemilihan tempat tinggal akan berubah dan mendukung konsep new urbanisme.

3. New Urbanisme, Antara Konsep dan Implementasi Serta Permasalahan yang Timbul

Penelitian pada kelompok ini berisi evaluasi pada kawasan permukiman yang mengclaim dirinya

sebagai kawasan new urbanist. Evaluasi yang dilakukan melihat kesesuaian antara konsep dan

penerapan di lapangan dan masalah-masalah yang timbul akibat penerapan konsep desain tersebut

dalam kawasan serta permasalahan yang menyebabkan kurang terimplementasikannya sebuah konsep

pada kenyataan di lapangan.

3.1 Implementasi konsep new urbanism di Amerika

Metode penelitian yang banyak digunakan untuk meneliti fenomena pada sub kelompok ini

adalah pengamatan kondisi fisik kawasan pada lokasi penelitian (Audirac & Shermeyn 1994; Day,

2003; Saab, 2007), interview pada developer, planner, dan arsitek yang berpengalaman dalam

pengembangan dan perancangan kawasan new urbanist (Garde, 2004), serta studi literatur

(Furuseth, 1997; Saab, 2007).

Menurut Garde, 2004 konsep dalam new urbanism seperti penggunaan pedestrian,

penyediaan fasilitas publik dan komersial, taman, penggunaan pola jalan grid serta luas kapling yang

diperkecil telah banyak diimplementasikan pada sebagian besar kawasan yang meng-claim dirinya

sebagai new urbanist. Konsep yang tidak banyak diimplementasikan adalah penyediaan tipe hunian

yang beragam dan mengakomodir low income, juga peran new urbanism dalam urban infill

development. Hal ini bisa terjadi karena perbedaan cara pandang developer maupun desainer pada

kawasan new urbanist yang bersangkutan terhadap pentingnya mengakomodir penyelenggaraan

affordable housing untuk low income pada suatu kawasan permukiman (Garde,2004).

3.1.1 Implementasi konsep penyediaan hunian untuk masyarakat dari tingkat social dan ekonomi

yang beragam

Salah satu point atau konsep dalam perancangan new urbanism, sesuai dengan yang

tertulis pada Charter of New Urbanism dalam Fulton, (1996) adalah penyediaan hunian dengan tipe

dan harga yang beragam yang mengakomodir penghuni dari etnik, dan social ekonomi yang berbeda.

Hal tersebut dimaksudkan agar dalam suatu kawasan permukiman new urbanist dapat terjalin

interaksi social antara kelompok social dan ekonomi yang berbeda, sehingga mengurangi

kesenjangan social (Furuseth, 1997; Audirac & Shermeyn, 1992; Day, 2003).

Namun kenyataanya menurut hasil penelitian Garde, (2004) penyediaan tipe hunian

beragam, terutama hunian dengan harga terjangkau (affordable housing) yang diperuntukkan bagi

kaum ekonomi lemah adalah konsep yang paling rendah implementasinya di lapangan. Hanya

sebagian dari kawasan yang dirancang dengan konsep new urbanism yang menyediakan affordable

housing (Garde, 2004). Tanpa adanya penyediaan affordable housing, kawasan permukiman new

urbanist menjadi kawasan hunian yang homogen dan eksklusif secara tidak langsung hanya

diperuntukkan bagi golongan ekonomi menengah keatas (Furuseth, 1997).

Affordable housing pada kawasan new urbanist disediakan juga untuk memenuhi program

HOPE VI (House for People Everywhere), yang diselenggarakan atas kerjasama dengan HUD

Page 7: Review Literature-new Urbanism Concept in Real Estate

Arsitektur, SAPPK, ITB astri anindya sari (2010)

7

(Department of Housing and Urban Development) untuk meningkatkan kualitas hidup bagi warga

ekonomi lemah di Amerika (Bohl, 2000; Day, 2003; Saab, 2007). Affordable housing yang disediakan

berupa hunian sewa pada lantai dua bangunan retail, maupun pada garasi rumah yang dihuni oleh

single-family, dan biasa disebut granny flats (Furuseth, 1997; Audirac & Shermeyn, 1994). Namun

seringkali keberadaan affordable housing tersebut dalam ukuran yang terlalu kecil, dan tidak realistis

dan tidak fungsional. untuk dihuni keluarga yang terdiri lebih dari satu orang (Audirac & Shermeyn,

1994).

Selain itu, penyelenggaraan affordable housing pada kawasan new urbanist juga menuai

permasalahan terutama dari penerimaan penduduk lain (ekonomi menengah dan keatas) serta

perlakuan berbeda (diskriminasi) baik dari developer maupun penduduk kalangan ekonomi atas yang

diterima oleh penduduk dengan ekonomi lemah (Saab, 2007). Karenanya, menurut Saab, 2007

menggabungkan antara golongan kaya dan miskin bukanlah sebuah solusi. Begitupun dengan

konsep penyediaan perbagai tipe hunian untuk mengakomodir berbagai etnik dan kalangan social,

yang dinilai dapat menimbulkan dampak lokal dan regional bagi keseimbangan sosial masyarakat

(Garde, 2004; Day,2003). Itu dapat terjadi karena berbagai etnik social masyarakat yang berbeda

menganut nilai dan cara pandang berbeda dalam melihat penerapan konsep new urbanisme (Day,

2003).

3.1.2 Implementasi dalam infill development

Dalam Charter of New Urbanism, tertuang bahwa new urbanism harus berperan dalam

peningkatan kualitas hidup dan meminimalisir kerusakan lingkungan. Karenanya new urbanism

harus berperan dalam infill development sehingga meningkatkan kepadatan penduduk dari

permukiman sub urban yang tersebar (sprawling) tanpa harus membuka lahan baru yang berati

menambah kerusakan lingkungan, Garde (2004).

Namun pada kenyataannya infill development kurang dapat diterapkan karena mengalami

beberapa kendala seperti kurangnya biaya untuk infrastructure dan juga oposisi dari warga sub urban

yang terlebih dahulu mendiami daerah tersebut melalui NIMBY (Not In My Backyard), Garde (2004).

3.2 Implementasi konsep New Urbanisme pada negara selain Amerika

Saleh, 2002 melihat bahwa Amerika menerapkan new urbanisme sebagai cara untuk

mengatasi permasalahan kotanya. New urbanism merefleksikan ide-ide yang merupakan kunci

untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui perancangan aspek fisik dalam lingkungan.

Konsep perancangan new urbanism diambil dari konsep perancangan tradisional yang telah lebih

dahulu berkembang sebelum perang dunia ke II.

Dari sini, Saleh (2002) menyimpulkan bahwa untuk mengatasi permasalahan perkotaan

yang terjadi di Saudi Arabia dimana sejarah dan lingkungan geografisnya berbeda dengan Amerika, ia

harus mencari akar dari permukiman tradisional yang sudah berkembang di masa lampau dan ketika

itu tidak menimbulkan masalah. Esensinya tidak sekedar mengcopy konsep tradisional dari masa lalu

saja melainkan mengembangkan strategi baru dari pemahaman terhadap metode atau konsep

tradisional, dengan dibatasi oleh sumber daya ekonomi dan lingkungan serta disesuaikan dengan

tantangan alam dan kebutuhan kehidupan pada saat ini (Saleh, 2002). Artinya penerapan konsep

new urbanism pada daerah yang berbeda tidak harus mengambil dari konsep yang berkembang di

Amerika, namun harus dilihat latar belakang, kondisi dan kebutuhan dari negara atau daerah yang

bersangkutan sehingga penerapannya bisa berbeda-beda.

Eben (2002) meneliti penerapan pola jalan dan penataan lahan (site plan) untuk

permukiman di Saudi Arabia yang dikembangkan dari konsep permukiman tradisional Arab. Hasil

dari konsep tersebut dipandang mampu mengatasi permasalahan terkait zonasi ruang (publik-semi

Page 8: Review Literature-new Urbanism Concept in Real Estate

Arsitektur, SAPPK, ITB astri anindya sari (2010)

8

publik-privat). Tujuannya selain memberikan keamanan lebih, juga member tempat antar warga

untuk bersosialisasi, sosialisasi antar kaum wanita, dan member ruang bermain bagi anak-anak.

DAFTAR PUSTAKA

Audirac, Ivonne and Anne H. Shermyen, An Evaluation of Neotraditional Design’s Social Prescription:

Postmodern Placebo or Remedy for Suburban Malaise?, 1994, Journal of Planning Education and

Research, 1994; 13; 161

Audirac, Ivonne, 1999, Stated Preference for Pedestrian Proximity: An Assessment of New Urbanist

Sense of Community, Journal of Planning Education and Research, 1999; 19 ;53

Bohl, Charles. C, 2000, New Urbanism and the City: Potential Application and Implication for Distressed

Inner City –Neighborhood, Housing Policy Debate, Vol.11, Issue.4 (2000), pp. 761-800

Bothwell, Stephanie. E, Raymond Gindroz, Robert. E. Lang, 1998, Restoring Community through

Traditional Neighborhood Design: A Case Study of Diggs Town public Housing, Housing Policy

Debate, Vol.9, 1998, Issue 1, pp. 89-108

Cao, Xinyu, Patricia L. Mokhtarian, susan L. Handy, 2009, The Relationship Between the Built

Environment and Nonwork Travel: A Case Study of Nothern California, Transportation Research

Part A, Vol. 43 (2009), pp. 548-559

Cervero, Robert and Carolyne Radisch, 1996, Travel Choices in Pedestrian Versus Automobile Oriented

Neighborhoods, Transport Policy, Vol.3, No.3, pp.127-141, 1996

Crane, Randall, 1995, On Form Versus Function: Will the “New Urbanism” Reduce Traffic or Increase It?

Research for Transportation Center University of California:1995

Day, Kristen, 2003, New Urbanism and the Challenges of Designing for Diversity, Journal of Planning

Education and Research, 2003;23;83

Du Toit, Lorinne, Ester Cerin, Evie leslie, and Neville Owen, 2007, Does Walking in the Neighborhood

Enhance Local Sociability?, 2007, Urban Studies, Vol.44, No.9, August 2007

Fulton, William, (1996), New Urbanism: Hope or Hype for American Communities, Lincoln Institute of

Land Policy, Cambridge: 1996

Furuseth, Owen.J, 1997, Neotraditional planning: A new strategy for building neighborhood?, Land Use

Policy, Vol.14 No.3, 1997, pp.201-213

Garde, Ajay. M, 2004, New Urbanism as Sustainable Growth?: A Supply Side Story and Its Implications

for Public Policy, Journal of Planning Education and Research, 2004; 24; 154

Gyourko, Joseph.E and Witold Rybczynski, (2000), Financing New Urbanism Projects: Obstacles and

Solutions, Housing Policy Debate, Vol.11 issue.3, Fannie Mae Foundation, 2000

Hall, Caroline, 2003, New Urbanism and Housing Values: A Disaggregate Assessment, Journal of Urban

Economics 54 (2003) 218-238

Handy, Susan. L, 1992, Regional Versus Local Accesibility: neo-Traditional Development and its

implications for Non-work Travel , Built Environment, Vol.18, No.4 (1992), pp.253-267

Hess, Paul.M, 2008, Front and Backs: The Use of Street, Yards, and Alleys in Toronto-Area New Urbanist

Neighborhood, Journal of Planning Education and Research, Vol.28, 2008, pp.196-212

Page 9: Review Literature-new Urbanism Concept in Real Estate

Arsitektur, SAPPK, ITB astri anindya sari (2010)

9

Kim, Joongsub and Rachel Kaplan, 2004, Physical and Psychological Factors in sense of Community: New

Urbanist Kentlands and Nearby Orchad Village, Environment and Behavior, Vol 36 No.3, May 2004,

pp.313-340

Lund, Hollie, 2002, Pedestrian Environment and Sense of Community, Journal of Planning and Research,

Vol.21, 2002, pp.301-312

Mikelbank, Brian.A, 2008, Can New Urbanist Design Be Economically Sustainable? The Case of Mill Creek

in Cleveland, Ohio, Center for Housing Research and Policy Maxine Goodman Levin College of

Urban Affairs Cleveland State University, 3 June 2008

Morrow-Jones, Hazel.A, Elena G. Irwin, Brian Roe, 2004, Consumer Preference for Noeotraditional

Neighborhood Characteristic, Housing Policy Debate, Vol.15, Issue.1 (2004), pp.171-200

Nasar, Jack. L, 2003, Does Neotraditional Development Build Community?, Journal of Planning Education

and Research, 2003

Pendola, Rocco and Sheldon Gen, 2008, Does “Main Street” Promote Sense of Community? A

Comparison of San Francisco neighborhoods, Environment and Behavior, Vol.40, No.4, July 2008,

pp.545-574

Ryan. S, and M.G McNally, 1993, Accessibility of Neotraditional Neighborhoos: A Review of Design

Concepts, Policies, and Recent Literature, Transportation Research-A, Vol. 29A, No.2, pp.87-105,

1995

Saab, A. Joan, 2007, Historical Amnesia: New Urbanism and the City of Tomorrow, Journal of Planning

History, 2007; 6;191

Saleh, Mohammed Abdullah Eben, (2002), The Transformation of Residential Neighborhood: The

Emergence of New Urbanism in Saudi Arabian Culture, Building and Environment 37 (2002) 515-

529

Talen, Emily, 1999, Sense of Community and Neighborhood Form: An Assesment of the Social Doctrine

of New Urbanism, Urban Studies, 1999, Vol.36, No.8, pp. 1361-1379

Talen, Emily, 2000, The Problem with Community in Planning, Journal of Planning Literature, 2000; 15;

171

Tu, Charles. C and Mark J. Eppli, 1999, Valuing New Urbanism: The Case of Kentlands, Real Estate

Economics, Vol.27, No.3 (1999), pp.425-451

Youngentob, Kara and Mark Hostetler, 2005, Is a New Urban Development Model Building Greener

Communities?, Environment and Behavior 2005; 37; 731