review jurnal penanggulangan bencana menggunakan pendekatan psikologis

8

Click here to load reader

Upload: lukman-eko

Post on 12-Apr-2016

46 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Beberapa review mengenai jurnal penanggulangan bencana alam di Indonesia, yang berfokus pada aspek psikologis para korban bencana.

TRANSCRIPT

Page 1: Review Jurnal Penanggulangan Bencana Menggunakan Pendekatan Psikologis

Review Jurnal Penanggulangan Bencana

By: Lukman Eko C.

Jika kita berbicara mengenai bencana alam, maka separuh dari tragedi bencana alam di dunia terjadi di Asia, khususnya di Asia Pasifik. Jepang, Indonesia dan Philipina menempati posisi teratas daftar negara paling rentan dilanda bencana alam. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak di cincin api samudera Pasifik. Dengan luas yang membentang luas dan menjadi pembatas antara dua buah samudera, tak ayal Indonesia menjadi kerap kali disambangi berbagai macam bencana, mulai dari gempa bumi, erupsi gunung berapi, angin elnino, taufan, longsor, kebakaran hutan hingga tsunami.

Indonesia memiliki tingkat resiko bencana yang tinggi karena kepadatan penduduknya. Kondisi ini membuat kita sangat sering, hampir setiap minggu, melihat berita di media massa mengenai bencana alam dan dampak yang ditimbulkan olehnya.

Apabila kita jeli dalam mengamati materi yang disampaikan dalam pemberitaan media massa, seringkali yang menjadi highlight atau topik utama adalah banyaknya korban jiwa, kondisi korban, kerugian materi dan bantuan kemanusiaan yang berupa uang dan sembako. Sangat jarang kita jumpai

berita atau diskusi panel di media massa yang membahas tentang dampak psikologis yang dialami beserta bantuan psikologis yang diterima oleh para korban bencana alam.

Lebih lanjut lagi, pemerintah dan berbagai pihak sangat gigih mencari suatu alat atau metode penanggulangan bencana yang dapat memprediksi kapan bencana akan terjadi dan meminimalisir dampak fisik yang ditimbulkan oleh bencana tersebut. Akan tetapi, penelitian-penelitian mengenai metode penanganan korban bencana alam, khususnya penanganan pada aspek psikologisnya sangat kurang. Hal ini menyebabkan kondisi psikologis korban terabaikan.

Suatu bencana alam, merupakan peristiwa yang dalam dunia psikologi dapat membangkitkan apa yang disebut dengan Catasthrope Archetypes, suatu istilah yang dikemukanan oleh C. G Jung, yakni suatu kondisi yang diwariskan oleh nenek moyang dimana seseorang merasakan malapetaka dan perasaan cemas yang sangat kuat akan kehilangan harta benda dan orang-orang yang dicintai pada saat bencana sedang terjadi.

Dari penjelasan mengenani Catastrophe Archetypes tersebut, dapat kita bayangkan kondisi seseorang tepat ketika bencana sedang terjadi. Dengan kata lain,

Page 2: Review Jurnal Penanggulangan Bencana Menggunakan Pendekatan Psikologis

suatu bencana sudah pasti akan menimbulkan pengalaman traumatis terlepas dari besar kecilnya dampak yang ditimbulkan.

Bencana alam adalah suatu peristiwa yang dapat menyebabkan badai pada tiga aspek kejiwaan manusia. Pada aspek kognisi, dahsyatnya bencana alam akan membuat seseorang takut dan panik sehingga kehilangan kejernihan cara berpikir sehingga seringkali mereka bingung dengan apa yang harus dilakukan. Pada peristiwa tsunami di Aceh, banyak sekali korban yang meninggal karena tersapu arus air saat berlari mengikuti jalan raya, padahal naik ke bangunan yang lebih tinggi merupakan cara yang lebih efektif.

Pada aspek afeksi, bencana alam akan menyebabkan lonjakan yang signifikan terhadap perasaan sehingga membuat sesesorang mengalami suatu kondisi perasaan dengan intensitas yang kuat. Utamanya adalah perasaan takut dan panik akan meninggal, dosa-dosa yang masih melimpah dan belum bertaubat serta berpisah dengan orang yang disayangi.

Badai-badai kejiwaan inilah yang membuat seseorang mengalami trauma dan pada beberapa kasus traumatic yang sangat kuat, membuat korban mengalami flashback dan merasakan kembali suasana dan kejadian yang terjadi saat bencana

alam, Post-Traumatic Stress Disorder.

Pada Jurnal “Pemanfaatan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) Guna Penanggulangan Bencana Asap Kebakaran Lahan dan Hutan” dapat diketahui besarnya biaya untuk melakukan menjalankan operasi TMC yakni 15,8 milyar rupiah, biaya ini belum termasuk biaya obat-obatan medis dan berbagai keperluan lainnya. Para korban bencana asap kerapkali menderita berbagai macam penyakit karena terpapar asap dalam jangka waktu yang terlampau panjang. Salah satu gangguan yang banyak dialami adalah asma dan ispa.

Asma merupakan salah satu gejala psikosomatis yang disebabkan oleh stress dan kecemasan, dimana organ tubuh yang terlemah menjadi target symptom. Masyarakat yang terpapar asap akan menyebabkan kualitas kesehatan saluran pernafasan menurun, khususnya paru-paru, sehingga masyarakat korban bencana asap rentan terkena asma, baik bagi mereka sudah maupun belum memiliki riwayat menderita asma.

Kecemasan dan stress juga dapat memicu berbagai penyakit fisik lainnya, seperti penurunan imunitas tubuh, migrain dan serangan jantung.

Bencana asap merupakan bencana yang memiliki area terdampak sangat luas, bisa satu kabupaten, satu provisinsi, beberapa

Page 3: Review Jurnal Penanggulangan Bencana Menggunakan Pendekatan Psikologis

provinsi dan bahkan lintas negara. Hal ini menyebabkan jumlah korban bencana asap sangat banyak dan mencakup berbagai kalangan. Bila hal ini terjadi dalam jangka waktu lama, dapat dibayangkan berapa banyak dana yang dibutuhkan untuk penanggulangan bencana. Psikologi menawarkan alternative penanggulangan bencana yang dapat meminimalisir penggunaan dan ketergantungan para korban terhadap obat-obatan medis, mengingat sebagian besar penyakit, khususnya bagi para korban bencana, timbul karena faktor gangguan pada aspek kejiwaan. Sehingga dengan pemanfaatan pendekatan psikologis, diharapkan dapat meminimalisir biaya obat-obatan dan medis.

Alam merupakan suatu sistem

yang bergerak menuju

keseimbangan, apabila ada sesuatu

yang tidak seimbang maka secara

otomatis alam akan melakukan

penyeimbangan, segala sesuatu yang

ada di alam ada untuk saling

menyeimbangkan, sungai sebagai

penampung debit air agar tidak

meluber kemana-kemana, pohon

sebagai pengikat tanah agar tidak

mudah bergerak dan longsor serta

sebagai pengikat air agar bumi tidak

kering saat musim hujan.

Manusia merupakan satu-

satunya makhluk di bumi yang

sanggup bergerak melawan hukum

alam dan perilaku tersebut telah

merusak banyak keseimbangan alam,

penebangan dan penggundulan hutan

misalnya, dapat berdampak pada

kekeringan pada saat musim

kemarau dan banjir pada musim

penghujan. Penambangan besar-

besaran pasir di bantaran sungai

Bengawan Solo menyebabkan

ekologi sungai menjadi rusak,

bantaran sepanjang sungai ambrol

dan menyebabkan kedangkalan

sungai yang berimbas pada

ketidakamampuan sungai

menampung debit air yang melimpah

ruah akibat pohon ditebangi sehingga

minim serapan air pada saat musim

penghujan. Pada jurnal Governance

dan Capacity Building dalam

Manajemen Bencana Banjir Di

Indonesia dan Analisis Bentuk Lahan

(Landform) untuk penilaian Bahaya

dan Risiko Longsor di Pulau Ternate

Provinsi Maluku Utara, dapat

diamati berbagai upaya dalam

mencegah dan menanggulangi

bencana tersebut dengan

Page 4: Review Jurnal Penanggulangan Bencana Menggunakan Pendekatan Psikologis

menggunakan manajemen yang tepat

dan teknologi yang mumpuni.

Peran psikologi dalam ranah penanggulangan bencana yang cenderung disebabkan ulah manusia adalah dengan memberikan edukasi, konseling dan pemberian perspektif baru akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan hidup, hidup harmonis dengan alam dan tidak mengeksploitasi alam secara membabi buta.

Manusia merupakan makhluk dinamis yang dapat diubah karakteristiknya melalui suatu proses. Dengan memanfaatkan pendekatan-pendekatan psikologis, dapat dibangun masyarakat yang ramah lingkungan. Hal ini dapat mencegah bahkan menghilangkan sama sekali bencana alam yang disebabkan ulah tangan manusia.

Bencana alam merupakan sesuatu yang tidak dapat dicegah tetapi dapat diminimalisir dampaknya. Dalam penanggulangan bencana alam, tidak hanya diperlukan suatu alat dan metode yang dapat mendeteksi dan meminimalisir bencana, tetapi juga pembekalan psikologis kepada penduduk di lokasi yang menjadi titik rawan bencana, mengedukasi penduduk bahwa bencana alam dapat terjadi kapan saja dan ketika bencana terjadi agar tidak panik, tidak berteriak histeris dan mengikuti petunjuk evakuasi yang diberikan

oleh pihak terkait merupakan hal yang sangat krusial.

Dalam penanganan korban bencana alam, evakuasi, bantuan logistik, medis dan shelter serta pembentukan sistem hingga rehabilitasi dan restorasi merupakan hal yang utama. Tetapi tidak kalah pentingnya adalah bantuan-bantuan internal pada aspek psikologis korban yang meliputi berbagai konseling dan berbagai upaya lain yang dilakukan guna mengembalikan kondisi kejiwaan korban sehingga dapat berfungsi kembali secara efektif. Upaya yang dilakukan berpedoman kepada kondisi tiap-tiap korban. Baik secara personal, kelompok maupun kombinasi keduanya. Penanganan kondisi psikologis pada korban bencana alam merupakan hal yang mutlak diperlukan beriringan dengan bantuan secara fisik.

Perilaku manusia dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Akan tetapi apabila faktor internal tidak berfungsi dengan baik maka faktor eksternalpun tidak akan menimbulkan arti sebagaimana mestinya. Dengan kondisi psikologis yang terganggu bisa jadi bantuan yang melimpah yang diberikan kepada para korban bencana menjadi kurang bermanfaat. Misalnya diberi modal tetapi tidak memicu keinginan berusaha, atau rumah diperbaiki tetapi tidak semangat menempatinya,

Page 5: Review Jurnal Penanggulangan Bencana Menggunakan Pendekatan Psikologis

serta diberi bantuan tetapi tidak menjadikan bahagia.

Rene Descartes, seorang filsuf Perancis yang sudah mencoba berbagai profesi guna mencari hakekat kehidupan, mengemukakan suatu postulat ‘Je Pense, donc Je Suis’ – I think, So I am, yang artinya saya berpikir, sehingga saya ada. Hal ini secara tersurat mengemukakan pentingnya keberfungsian mental yang baik dalam menjalani kehidupan. Seseorang ada dan eksis karena dia dapat berpikir, jika seseorang tidak dapat berpikir dengan baik, maka eksistensinya dipandang sebelah mata. Oleh karenanya, restorasi kejiwaan mutlak diperlukan dalam upaya penanganan pada korban bencana alam sejalan dengan upaya-upaya dari aspek lain.

Kesiapan bangsa Indonesia dalam menghadapi bencana alam, setiap saat perlu dilakukan, bencana alam dapat terjadi sewaktu-waktu dan kesiapan mental dan fisik sangat diperlukan. Penanganan-penanganan bencana alam, mulai dari evakuasi, bantuan hinga restorasi fisik dan psikis perlu ditingkatkan dari waktu ke waktu, mengingat bangsa kita merupakan langganan bencana alam. Sehingga sudah sepatutnya bangsa Indonesia menjadi bangsa yang paling selalu sigap dan berpengalaman dalam menanggulangi bencana alam.

-End-