review jurnal inflation

7
REVIEW MODEL FUNGSI REAKSI KEBIJAKAN MONETER DI BAWAH INFLATION TARGETING FRAMEWORK DI INDONESIA Moh Adenan 1. Pendahuluan Implementasi dari Inflation Targeting (IT) di negara- negara maju dan industrialisasi telah berhasil dalam menurunkan tingkat inflasi dan hal ini menjadi pertimbangan di Indonesia. Inflasi erat hubungannya dengan kestabilan harga barang dan jasa. Fakta, kestabilan harga barang dan jasa mempengaruhi stabilitas mata uang, dalam hal ini Rupiah Indonesia. Kestabilan nilai Rupiah di Indonesia sejatinya merupakan tujuan dari sebuah kebijakan moneter. Sebaliknya, ketidakstabilan mata uang dapat disebabkan oleh fluktuasi agregat moneter, kecepatan dan paradigma dalam kebijakan moneter. Dibutuhkan serangkaian tindakan stabilisasi dan paradigma baru dalam kebijakan moneter yang difokuskan pada stabilisasi mata uang, tingkat inflasi dan nilai tukar. Di Indonesia, pelaksanaan Inflation Targeting Framework (ITF) didasari UU No. 23 Tahun 1999 dan diperbaharui dengan UU No.3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia. Target akhir kebijakan moneter adalah kestabilan nilai Rupiah dengan pertimbangan kondisi ekonomi makro. Pelaksanaan ITF di Indonesia belum memuaskan dalam menurunkan tingkat 1

Upload: fadil-ym

Post on 09-Nov-2015

12 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Review about inflation framework targeting

TRANSCRIPT

REVIEW

MODEL FUNGSI REAKSI KEBIJAKAN MONETER DI BAWAH INFLATION TARGETING FRAMEWORK DI INDONESIA

Moh Adenan1. Pendahuluan

Implementasi dari Inflation Targeting (IT) di negara-negara maju dan industrialisasi telah berhasil dalam menurunkan tingkat inflasi dan hal ini menjadi pertimbangan di Indonesia. Inflasi erat hubungannya dengan kestabilan harga barang dan jasa. Fakta, kestabilan harga barang dan jasa mempengaruhi stabilitas mata uang, dalam hal ini Rupiah Indonesia. Kestabilan nilai Rupiah di Indonesia sejatinya merupakan tujuan dari sebuah kebijakan moneter. Sebaliknya, ketidakstabilan mata uang dapat disebabkan oleh fluktuasi agregat moneter, kecepatan dan paradigma dalam kebijakan moneter. Dibutuhkan serangkaian tindakan stabilisasi dan paradigma baru dalam kebijakan moneter yang difokuskan pada stabilisasi mata uang, tingkat inflasi dan nilai tukar.

Di Indonesia, pelaksanaan Inflation Targeting Framework (ITF) didasari UU No. 23 Tahun 1999 dan diperbaharui dengan UU No.3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia. Target akhir kebijakan moneter adalah kestabilan nilai Rupiah dengan pertimbangan kondisi ekonomi makro. Pelaksanaan ITF di Indonesia belum memuaskan dalam menurunkan tingkat inflasi (lihat Table 1. Achievement Real Inflation from Its Target in Indonesia 2000 2012).

Hal ini memerlukan evaluasi perumusan kebijakan moneter dengan model fungsi reaksi (reaction function model). Tujuan penelitian adalah menguji dan menganalisis: (1) lag GDP riil, lead PDB riil, tingkat bunga riil dan nilai tukar riil yang dipengaruhi kesenjangan output secara simultan dan parsial; (2) PDB riil dan suku bunga SBI mempengaruhi keseimbangan uang riil secara simultan dan parsial; (3) lead inflasi, lag inflasi, lag GDP riil, lag nilai tukar riil, nilai tukar riil tingkat lag 2 dipengaruhi inflasi secara simultan dan parsial; (4) output gap dan gap inflasi dipengaruhi tingkat suku bunga SBI secara simultan dan parsial; (5) output gap, gap inflasi dan tukar riil kesenjangan tingkat tingkat suku bunga SBI yang terkena dampak secara simultan dan parsial; (6) dan menggambarkan model fungsi reaksi dari perekonomian terbuka yang lebih baik daripada model perekonomian tertutup.2. Kerangka Teoritis

Model fungsi reaksi kebijakan moneter merupakan bagian dari kebijakan makroekonomi yang diperlukan untuk menggambarkan transmisi instrumen moneter dalam mempengaruhi variabel ekonomi makro.

Model transmisi ekonomi makro Keynesian, terdiri dari sisi fiskal (Keynesian Cross) dan membentuk keseimbangan di sektor riil (Investasi Tabungan, IS) dan sisi moneter membentuk keseimbangan di sektor moneter (Likuiditas Preferensi Moneter, LM), akhirnya interaksi dari kedua itu membentuk konstruksi Agregat Permintaan. Dalam ekonomi modern, hubungan antara perubahan tingkat upah dan tingkat penggangguran (kurva Philip) membentuk korelasi negatif antara pengangguran dan outpur riil dan akhirnya membentuk hubungan tingkat inflasi dan output riil. Hubungan ini membentuk ekuilibrium umum yang dibentuk permintaan agregat dan mekanisme penawaran agregat dalam konstruksi Model AD-AS (lihat Figure 1. Theory of Short term Economics Fluctuation).

Kebijakan moneter mempengaruhi jumlah uang beredar dan permintaannya sebagai teori likuiditas preferensi moneter Kebijakan moneter memanfaatkan peraturan pada keseimbangan uang riil dan tingkat bunga untuk mendukung ekonomi makro kegiatan (Pohan, 2008: 11-12).

Gambar 2 di atas menggambarkan 3 terminologi dalam kebijakan moneter, yang tercermin dalam target operasional, menengah (intermediate) dan akhir (final).

Kebijakan moneter didasari aturan dan kebijaksanaan, atau kombinasi keduanya. Otoritas memanfaatkan aturan moneter dalam dalam menanggapi berbagai situasi dan memiliki komitmen untuk mengendalikan inflasi pada tingkat target yang diberikan. Beberapa hipotesis diusulkan dalam penelitian ini dan terkait dengan tujuan penelitian ini.

Indonesia merupakan salah satu dari negara-negara emerging market yang mengadopsi model pengembanang kebijakan monter Taylor Rule (1993). Praktek ITF banyak diadopsi di banyak negara dan dimodifikasi dengan berbagai anchors. Bank Indonesia mengadopsi single acnhor berupa tingkat sertifikat bank Indonesia (SBI) dalam melaksanakan ITF dan instrumen mengelola gap inflasi dan gap output.3. Metode dan Model Analisis.Studi penelitian ini dirumuskan dalam hipotesis dalam kerangka konseptual yang dikategorikan menjadi 2 blok. Blok makro ekonomi dilambangkan dengan H-1, H-2 dan H-3 dan blok fungsi reaksi dilambangkan dengan H-4 dan H-5 (lihat Figure 3. Conceptual Framework). Beberapa hipotesis peneltian yang diusulkan didasari dengan tujuan dan literatur studi serta penelitian terdahulu.

Untuk menguji dan menganalisis model fungsi reaksi kebijakan moneter dengan Inflasi Targeting Framework di Indonesia periode 2000-2012, digunakan aplikasi SPSS dan Solver Ad-in Microsoft Excel, dan dilakukan dalam 3 tahap: I. Formulasi Determined Macro-Economic Model, model Ball-Batini:

II. Serangkaian model fungsi reaksi (Set Reaction Function Models):

III. Evaluasi optimal fungsi kerugian kesejahteraan sosial Evaluated Social (Social Welfare Loss Function (SWLF) Optimal) :Fungsi baru Social Welfare Loss Function (SWLF) pada model ekonomi tertutup:

Fungsi baru Social Welfare Loss Function (SWLF) pada model ekonomi terbuka: :4. Hasil dan Pembahasan

Penelitian ini menyimpulkan bahwa (1). lag GDP riil, lead PDB riil, tingkat bunga riil dan nilai tukar riil simultan signifikan berdampak pada kesenjangan output. Lag PDB riil, tingkat bunga riil dan nilai tukar riil sebagian besar dipengaruhi pada output gap, tapi lead GDP riil tidak; (2). PDB riil dan tingkat suku bunga SBI secara simultan dan parsial signifikan mempengaruhi keseimbangan lead uang riil; (3). lead inflasi, lag inflasi, lag PDB riil, lag nilai tukar riil dan tukar riil tingkat lag 2 secara bersamaan signifikan terpengaruh pada tingkat inflasi. Lead inflasi dan lag inflasi dan lag PDB riil sebagian besar dipengaruhi pada inflasi, namun nilai tukar riil lag dan tukar riil tingkat lag 2 tidak; (4). output dan gap inflasi simultan signifikan mempengaruhi suku bunga SBI. Gap inflasi sebagian besar dipengaruhi bunga SBI , namun output gap tidak; (5). output gap, gap inflasi dan kesenjangan nilai tukar secara bersamaan signifikan mempengaruhi suku bunga SBI. Inflasi kesenjangan sebagian besar dipengaruhi suku bunga SBI, tapi output gap dan gap nilai tukar tidak.

Model fungsi reaksi ekonomi terbuka lebih baik dari ekonomi tertutup. Otoritas moneter harus mempertimbangkan faktor-faktor eksternal, seperti kurs. ITF berperan dalam penurunan tingkat inflasi dan perlu diadopsi model fungsi reaksi ekonomi terbuka. Kontribusimya pada kebijakan maka "Model Reaksi Fungsi Kebijakan Moneter di bawah Inflasi Targeting Framework di Indonesia" adalah sebagai alternatif model fungsi reaksi kebijakan moneter.4