resume peraturan pelaksa wilayah pertambangan

20
RESUME PERATURAN PELAKSA WILAYAH PERTAMBANGAN (MINERBA) PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 04 TAHUN 2013 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL KEPADA GUBERNUR SEBAGAI WAKIL PEMERINTAH DALAM RANGKA PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI TAHUN ANGGARAN 2013 BAB II MAKSUD DAN TUJUAN Pasal2 (1) Peraturan Menteri ini dimaksudkan sebagai dasar pelimpahan sebagian urusan pemerintahan kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah di daerah untuk melaksanakan program/kegiatan Kementerian ESDM. (2) Peraturan Menteri ini bertujuan untuk memberikan arahkebijakan kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah dalam melaksanakan dan mengkoordinasikan penyelenggaraan Dekonsentrasi di daercfh. BAB III LINGKUP URUSAN YANG DILIMPAHKAN Pasal3 (1) Pemerintah melimpahkan sebagian urusan pemerintahandi bidang energi dan sumber daya mineral yang menjadiurusan kewenangan Menteri kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah dalam rangka' penyelenggaraan Dekonsentrasi Tahun Anggaran 2013. (2) Sebagian urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral yang dilimpahkan kepada gubemur sebagai wakil Pemerintah merupakan program/kegiatan 1

Upload: daniel-samosir

Post on 13-Sep-2015

215 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

hukum acara perdata

TRANSCRIPT

RESUME PERATURAN PELAKSA WILAYAH PERTAMBANGAN (MINERBA)PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERALREPUBLIK INDONESIANOMOR: 04 TAHUN 2013TENTANGPELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG ENERGIDAN SUMBER DAYA MINERAL KEPADA GUBERNUR SEBAGAI WAKILPEMERINTAH DALAM RANGKA PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASITAHUN ANGGARAN 2013BAB IIMAKSUD DAN TUJUANPasal2(1) Peraturan Menteri ini dimaksudkan sebagai dasar pelimpahan sebagian urusan pemerintahan kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah di daerah untukmelaksanakan program/kegiatan Kementerian ESDM.

(2) Peraturan Menteri ini bertujuan untuk memberikan arahkebijakan kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah dalam melaksanakan dan mengkoordinasikan penyelenggaraan Dekonsentrasi di daercfh.

BAB IIILINGKUP URUSAN YANG DILIMPAHKANPasal3(1) Pemerintah melimpahkan sebagian urusan pemerintahandi bidang energi dan sumber daya mineral yang menjadiurusan kewenangan Menteri kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah dalam rangka' penyelenggaraan Dekonsentrasi Tahun Anggaran 2013.(2) Sebagian urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral yang dilimpahkan kepada gubemur sebagai wakil Pemerintah merupakan program/kegiatanbersifat non fisiko(3) Sebagian urusan pemerintahan di bidang energi dansumber daya mineral yang dilimpahkari. kepada gubemur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian ESDM dan Kegiatan Pembinaan dan Koordinasi Perencanaan dan Kerjasama Kementerian ESDM, sebagai berikut:a. pembinaan pengusahaan mineral dan batubara yangdilaksanakan oleh pemerintah kabupaten/kota, meliputi:1. penetapan WPR meliputi administrasi, dokumen lingkungan (SPPL/UKL-UPL), dan teknis serta penerbitan IPR;2. penetapan dan pemberian WIUP mineral bukan logam dan batuan meliputi admihistrasi, dokumen lingkungan, kewajiban keuangan, dan teknis serta penerbitan IUP mineral bukan logam dan batuan;3. pelaksanaan kewajiban pemegang IUP mineral bukan logam dan batuan meliputi pelaporan, kewajiban keuangan, lingkungan termasuk reklamasi dan pascatambang, pengembangan dan pemberdayaan masyarakat, keselamatan dankesehatan kerja;4. pemberian WIUP mineral logam dan batubara meliputi administrasi, dokumen lingkungan, kewajiban keuangan, dan teknis serta penerbitan IUP minerallogam dan batubara;5. pelaksanaan kewajiban pemegang IUP mineral logam dan batubara meliputi pelaporan, kewajiban keuangan, lingkungan termasuk reklamasi. Dan pascatambang, pengembangan dan pemberdayaan masyarakat, keselamatan dan kesehatan kerja;6. pendataan luas lahan terganggu dan areal reklamasi pad a IUP yang diterbitkan oleh pemerintah kabupaten/kota;7. penerbitan IUJP dan pelaksanaan kewajiban pemegang IUJP.

b. pengawasan pengusahaan mineral dan batubara yang dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten/kota, yang meliputi:1. pemasaran;2. keuangan;3. pengolahan data mineral dan batubara;4. pemanfaatan barang, jasa, . teknologi, dan kemampuan rekayasa dan rancang bangun dalam negeri;5. pengembangan tenaga kerja teknis pertambangan;6. pengembangan dan pemberdayaan masyarakat setempat;7. kegiatan-kegiatan lain di bidang kegiatan usaha pertambangan yang me nyangkut kepentingan umum;8. pengelolaan IUP;9. jumlah, jenis,pertambangan; dan mutu hasil10. pengawasan penggunaan tenaga kerja asing; usaha11. pengawasan terpadu produksi dan penjualan;12. pengawasan pengembanganmasyarakat dan wilayah;13. pengawasan investasi dan keuangan;14. pengawasan pelaksanaan penggunaan produksi dalam negeri;15. pengawasan barang modal;16. pengawasan pengangkutan dan penjualan;17. pengawasan terhadap perizinan, rekomendasi, dan statistik kegiatan usaha pertambangan yang diterbitkan oleh pemerintah kabupaten/kota;dan/atau18. pengawasan terhadap IUP Operasi Produksi Khusus untuk pengangkutan dan penjualan serta izin sementara untuk pengangkutan dan penjualanbagi pemegang IUP Eksplorasi;19. pen'lantauan progress pembangunan smelter.

c. pengawasan teknik dan lingkungan mineral dan batubara yang dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten/kota, yang meliputi:1. teknis pertambangan;2. konservasi sumber daya mineral dan batubara;3. keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan;4. keselamatan operasi pertambangan;5. pengelolaan lingkungan hidup, reklamasi, dan pascatambang;6. penguasaan, pengembangan, dan, penerapan teknologi pertambangan;7. pengawasan eksplorasi;8. supervisi/pengawasan studi kelayakan;9. pengawasan/supervisi persetujuan AMDAL atau UKL dan UPL dalam WIUP;10. supervisi/ pengawasan comissioning;11. pengawasan/ supervisi terhadap Rencana Kerja Tahunan Teknis dan Lingkungan .(RK'ITL);12. supervisi/rekomendasi persetlitjuan dokumen rencana reklamasi dan pascatambang;13. supervisi/rekomendasi persetujuan dan pencairan jaminan reklamasi;14. supervisi/rekomendasi persetujuan dan pencairan jaminan pascatambang;15. pengawasan usahajasa pertambangan;16. pengawasan terpadu konservasi;17. pengawasan penerapan standarisasi;18. pengawasan reklamasi pascatambang.(4) Urusan yang dilimpahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sudah ditetapkan dalam Renja-KL yang mengacu pada RKP dan RKA-KL Tahun Anggaran 2013.

Pasal 4(1) Urusan pemerintahan yang dilimpahkan kepada gubemur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 tidak boleh dilimpahkan kepada bupati/walikota.(2) Pelimpahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dilaksanakan oleh SKPD provinsi.

BABIVPENYELENGGARAAN DEKONSENTRASIPasa15(1) Dalam penyelenggaraan pelimpahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, gubernur wajib:a. melakukan sinkronisasi dengan penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah dan menjamin terlaksananya kegiatan Dekonsentrasi secara efektif dan efisien;b. menetapkan ...c. menetapkan SKPD provinsi dan menyiapkan perangkat daerah untuk melaksanakan program dan kegiatan Dekonsentrasi dengan mempertimbangkan persyaratan kemampuan dan kompetensi personil;d. menjamin pelaksanaan kegiatan Dekonsentrasi dilaksanakan sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang telah ditentukan oleh Menteri;e. menjamin terwujudnya koordinasi, pengendalian, pembinaan, pengawasan, dan pelaporan.(2) Gubernur memberitahukan kepada DPRD berkaitan dengan penyelenggaraan urusan pemerintahan yang dilimpahkan kepada gubemur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.Pasa16(1) Gubernur melakukan koordinasi dengan Kementerian ESDM melalui Direktorat Jenderal mengenai:a. pelaksanaan fungsi pengaturan, pembinaan, dan pengawasan teknis atas pelaksanaan Dekonsentrasi;b. pelaksanaan pemantauan dan evaluasi terhadap capaian pelaksanaan teknis di daerah yang dilakukan oleh SKPD provinsi.(2) Koordinasi penyelenggaraan Dekonsentrasi di daerah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIANOMOR 22 TAHUN 2010TENTANGWILAYAH PERTAMBANGAN

BAB IIIPENETAPAN WILAYAH PERTAMBANGANBagian KesatuUmum

Pasal 15(1) Rencana WP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3) ditetapkan oleh Menteri menjadi WP setelah berkoordinasi dengan gubernur, bupati/walikota dan berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.(2) WP dapat ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.(3) Gubernur atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya dapat mengusulkan perubahan WP kepada Menteri berdasarkan hasil penyelidikan dan penelitian.

Pasal 16(1) WP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dapat terdiri atas:a. WUP;b. WPR; dan/atauc. WPN.(2) WUP dan WPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf c ditetapkan oleh Menteri.(3) WPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditetapkan oleh bupati/walikota.(4) Menteri dapat melimpahkan kewenangan penetapan WUP untuk pertambangan mineral bukan logam dan WUP untuk pertambangan batuan yang berada pada lintas kabupaten/kota dan dalam 1 (satu) kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi kepada gubernur.(5) Untuk menetapkan WUP, WPR, dan WPN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya dapat melakukan eksplorasi.(6) Eksplorasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan untuk memperoleh data dan informasi berupa:a. peta, yang terdiri atas:1. peta geologi dan peta formasi batuan pembawa;dan/atau2. peta geokimia dan peta geofisika;b. perkiraan sumber daya dan cadangan.(7) Menteri dalam melakukan eksplorasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) wajib berkoordinasi dengan gubernur dan bupati/walikota setempat.(8) Gubernur dalam melakukan eksplorasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) wajib berkoordinasi dengan Menteri dan bupati/ walikota setempat.(9) Bupati/walikota dalam melakukan eksplorasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) wajib berkoordinasi dengan Menteri dan gubernur.

Pasal 17(1) Data dan informasi hasil eksplorasi yang dilakukan oleh gubernur dan bupati/walikota wajib diolah menjadi peta potensi/cadangan mineral dan/atau batubara.(2) Peta potensi/cadangan mineral dan/atau batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat sebaran potensi/cadangan mineral dan/atau batubara.(3) Gubernur dan bupati/walikota wajib menyampaikan potensi/cadangan mineral dan/atau batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beserta laporan hasil eksplorasi kepada Menteri.(4) Peta potensi/cadangan mineral dan/atau batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat dalam bentuk lembar peta dan digital.

Bagian KetigaWilayah Pertambangan Rakyat

Pasal 26(1) Bupati/walikota menyusun rencana penetapan suatu wilayah di dalam WP menjadi WPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf b berdasarkan peta potensi mineral dan/atau batubara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) serta peta potensi/cadangan mineral dan/atau batubara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1).(2) WPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi kriteria:a. mempunyai cadangan mineral sekunder yang terdapat di sungai dan/atau diantara tepi dan tepi sungai;b. mempunyai cadangan primer logam atau batubara dengan kedalaman maksimal 25 (dua puluh lima) meter;c. merupakan endapan teras, dataran banjir, dan endapan sungai purba;d. luas maksimal WPR sebesar 25 (dua puluh lima) hektare;e. menyebutkan jenis komoditas yang akan ditambang;dan/atauf. merupakan wilayah atau tempat kegiatan tambang rakyat yang sudah dikerjakan sekurang-kurangnya 15 (lima belas) tahun;g. tidak tumpang tindih dengan WUP dan WPN; danh. merupakan kawasan peruntukan pertambangan sesuai dengan rencana tata ruang.

Pasal 27(1) Wilayah di dalam WP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 yang memenuhi kriteria ditetapkan menjadi WPR oleh bupati/walikota setempat setelah berkoordinasi dengan pemerintah provinsi dan berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota.(2) Penetapan WPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara tertulis oleh bupati/walikota kepada Menteri dan gubernur.(3) Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk mendapatkan pertimbangan berkaitan dengan data dan informasi yang dimiliki pemerintah provinsi yang bersangkutan.(4) Konsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk memperoleh pertimbangan.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2012TENTANG

PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 23 TAHUN 2010

TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

Pasal 1

Beberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan UsahaPertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5111), diubah sebagai berikut:

1. Diantara ayat (3) dan ayat (4) Pasal 6 disisipkan 2 (dua) ayat yakni ayat (3a) dan ayat (3b), sehingga Pasal 6 berbunyi sebagai berikut:

Pasal6

(1)IUPdiberikanolehMenteri,gubernur,atau

bupati/walikotasesuaidengankewenangannya

berdasarkan permohonan yang diajukan oleh:

a. badan usaha; b. koperasi; dan c. perseorangan.(2)Badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat berupa badan usaha swasta, BUMN, atau BUMD.

(3)Perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat berupa orang perseorangan, perusahaan firma, atau perusahaan komanditer.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIANOMOR 38 TAHUN 2007TENTANGPEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHANANTARA PEMERINTAH, PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI, DANPEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA

Bagian KeduaUrusan Pemerintahan yang Menjadi Kewenangan Pemerintahan Daerah

Pasal 6(1) Pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota mengatur dan mengurus urusan pemerintahan yang berdasarkan kriteria pembagian urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) menjadi kewenangannya.(2) Urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan.Pasal 7(1) Urusan wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) adalah urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota, berkaitan dengan pelayanan dasar.(2) Urusan wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1)meliputi:a. pendidikan;b. kesehatan;c. lingkungan hidup;d. pekerjaan umum;e. penataan ruang;f. perencanaan pembangunan;g. perumahan;h. kepemudaan dan olahraga;i. penanaman modal;j. koperasi dan usaha kecil dan menengah;k. kependudukan dan catatan sipil;l. ketenagakerjaan;m. ketahanan pangan n. pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak;o. keluarga berencana dan keluarga sejahtera;p. perhubungan;q. komunikasi dan informatika;r. pertanahan;s. kesatuan bangsa dan politik dalam negeri;t. otonomi daerah, pemerintahan umum, administrasi keuangan daerah, perangkat daerah, kepegawaian, dan persandian;u. pemberdayaan masyarakat dan desa;v. sosial;w. kebudayaan;x. statistik;y. kearsipan; danz. perpustakaan.(3) Urusan pilihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) adalah urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.(4) Urusan pilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi:a. kelautan dan perikanan;b. pertanian;c. kehutanan;d. energi dan sumber daya mineral;e. pariwisata;f. industri f. industri;g. perdagangan; danh. ketransmigrasian.(5) Penentuan urusan pilihan ditetapkan oleh pemerintahan daerah.

Pasal 8(1) Penyelenggaraan urusan wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) berpedoman pada standar pelayanan minimal yang ditetapkan Pemerintah dandilaksanakan secara bertahap.(2) Pemerintahan daerah yang melalaikan penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib, penyelenggaraannya dilaksanakan oleh Pemerintah dengan pembiayaan bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja daerah yang bersangkutan.(3) Sebelum penyelenggaraan urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah melakukan langkah-langkah pembinaan terlebih dahulu berupa teguran, instruksi, pemeriksaan, sampai dengan penugasan pejabat Pemerintah ke daerah yang bersangkutan untuk memimpin penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib tersebut.(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan peraturan presiden.

Pasal 9(1) Menteri/kepala lembaga pemerintah non departemen menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria untuk pelaksanaan urusan wajib dan urusan pilihan.(2) Di dalam menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memperhatikan keserasian hubungan Pemerintah dengan pemerintahan daerah dan antar pemerintahan daerah sebagai satu kesatuan sistem dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.(3) Penetapan norma, standar, prosedur, dan criteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melibatkan pemangku kepentingan terkait dan berkoordinasi dengan Menteri Dalam Negeri.

Pasal 10(1) Penetapan norma, standar, prosedur, dan criteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dilakukan selambat-lambatnya dalam waktu 2 (dua) tahun.(2) Apabila menteri/kepala lembaga pemerintah non departemen dalam kurun waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum menetapkan norma, standar, prosedur, dan criteria maka pemerintahan daerah dapat menyelenggarakan langsung urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan sampai dengan ditetapkannya norma, standar, prosedur, dan kriteria.

Pasal 11Pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota dalam melaksanakan urusan pemerintahan wajib dan pilihan berpedoman kepada norma, standar, prosedur, dan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1).

Pasal 12(1) Urusan pemerintahan wajib dan pilihan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah sebagaimana dinyatakan dalam lampiran Peraturan Pemerintah ini ditetapkan dalam peraturan daerah selambat-lambatnya 1 (satu) tahun setelah ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini.(2) Urusan pemerintahan wajib dan pilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi dasar penyusunan susunan organisasi dan tata kerja perangkat daerah.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIANOMOR 23 TAHUN 2010TENTANGPELAKSANAAN KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

Pasal 3(1) Usaha pertambangan dilakukan berdasarkan IUP, IPR, atau IUPK.(2) IUP, IPR, atau IUPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam WIUP untuk IUP, WPR untuk IPR, atau WIUPK untuk IUPK.(3) WIUP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berada dalam WUP yang ditetapkan oleh Menteri.(4) WPR sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh bupati/walikota.(5) WIUPK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berada dalam WUPK yang ditetapkan oleh Menteri.(6) WUP, WPR, atau WUPK sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4) dan ayat (5) berada dalam WP.(7) Ketentuan mengenai WP sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diatur dalam Peraturan Pemerintah tersendiri.

Pasal 4Untuk memperoleh IUP, IPR, dan IUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), pemohon harus memenuhi persyaratan administratif, teknis, lingkungan, dan finansial.

Pasal 5Lingkup Peraturan Pemerintah ini meliputi pemberian IUP, IPR, dan IUPK, kewajiban pemegang IUP, IPR, dan IUPK, serta pengutamaan penggunaan mineral logam dan/atau batubara untuk kepentingan dalam negeri.

BAB IIIIZIN PERTAMBANGAN RAKYATBagian KesatuUmum

Pasal 47(1) IPR diberikan oleh bupati/walikota berdasarkan permohonan yang diajukan oleh penduduk setempat, baik orang perseorangan maupun kelompok masyarakat dan/atau koperasi.(2) IPR diberikan setelah ditetapkan WPR oleh bupati/walikota.(3) Dalam 1 (satu) WPR dapat diberikan 1 (satu) atau beberapa IPR.

Bagian KeduaPemberian IPR

Pasal 48(1) Setiap usaha pertambangan rakyat pada WPR dapat dilaksanakan apabila telah mendapatkan IPR.

(2) Untuk mendapatkan IPR, pemohon harus memenuhi:a. persyaratan administratif;b. persyaratan teknis; danc. persyaratan finansial.

(3) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a untuk:a. orang perseorangan, paling sedikit meliputi:1. surat permohonan;2. kartu tanda penduduk;3. komoditas tambang yang dimohon; danwww.hukumonline.com4. surat keterangan dari kelurahan/desa setempat.

b. kelompok masyarakat, paling sedikit meliputi:1. surat permohonan;2. komoditas tambang yang dimohon; dan3. surat keterangan dari kelurahan/desa setempat.

c. koperasi setempat, paling sedikit meliputi:1. surat permohonan;2. nomor pokok wajib pajak;3. akta pendirian koperasi yang telah disahkan deh pejabat yang berwenang;4. komoditas tambang yang dimohon; dan5. surat keterangan dari kelurahan/desa setempat.

(4) Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b berupa surat pernyataan yang memuat paling sedikit mengenai:a. sumuran pada IPR paling dalam 25 (dua puluh lima) meter;

b. menggunakan pompa mekanik, penggelundungan atau permesinan dengan jumlah tenaga maksimal 25 (dua puluh lima) horse power untuk 1 (satu) IPR; dan

c. tidak menggunakan alat berat dan bahan peledak.

(5) Persyaratan finansial sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) huruf c berupa laporan keuangan 1 (satu) tahun terakhir dan hanya dipersyaratkan bagi koperasi setempat.

REFRENSI PERATURAN PELAKSANA

1. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 04 TAHUN 2013 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL KEPADA GUBERNUR SEBAGAI WAKIL PEMERINTAH DALAM RANGKA PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI TAHUN ANGGARAN 2013.2. PERATURAN MENTER ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOM OR : 24 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR 28 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA JASA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA.3. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR: 28 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA JASA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA.4. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 32 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN IZIN KHUSUS DI BIDANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA.5. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 34 TAHUN 2009 TENTANG PENGUTAMAAN PEMASOKAN KEBUTUHAN MINERAL DAN BATUBARA UNTUK KEPENTINGAN DALAM NEGERI6. PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN KETERLIBATAN MASYARAKAT DALAM PROSES ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP DAN IZIN LINGKUNGAN.7. PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA8. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA.9. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN ANTARA PEMERINTAH, PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI, DAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA10. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA11. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2012 TENTANG IZIN LINGKUNGAN1