respon perokok remaja terhadap peringatan kesehatan
TRANSCRIPT
Nurahmi et al. Perilaku dan Promosi Kesehatan, Vol. 1, No. 1, April 2018: 63-75
63
Respon Perokok Remaja Terhadap Peringatan
Kesehatan Bergambar di Bungkus Rokok
Teenage Smokers’ Responses to Pictorial Health Warning on Cigarratte Pack
Leni Nurahmi, Rita Damayanti
Departemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia
ABSTRAK
Latar Belakang. Merokok masih menjadi faktor risiko penyakit kronis dan mematikan di dunia.
Tahun 2014 terdapat 5,8 milyar perokok di dunia, 80 persennya mulai merokok saat remaja. Di
Indonesia pun rata-rata usia pertama kali merokok sekitar 17,6 tahun. Untuk melindungi remaja dari
bahaya merokok, peringatan kesehatan bergambar (PKB) dengan kesan menakutkan telah
dicantumkan pada bungkus rokok. Per 24 Juni 2014, PKB telah berlaku di Indonesia.
Tujuan. Penelitian bertujuan untuk mengetahui gambaran respon perokok remaja di Kota Depok
terhadap pesan dengan kesan menakutkan pada PKB di Indonesia.
Metode. Penelitian menggunakan desain cross sectional dengan kuesioner dari Pusat Penelitian
Kesehatan Universitas Indonesia (PPK UI) sebagai instumen penelitian.
Hasil. Penelitian menemukan perbedaan gambaran rasa takut, keparahan, respon efikasi serta
perbedaan frekuensi niat. Namun, tidak ditemukan perbedaan gambaran kerentanan, efikasi diri,
penerimaan serta penolakan pesan terhadap pesan dalam PKB.
Kata kunci: peringatan kesehatan bergambar, kesan menakutkan, perokok remaja.
ABSTRACT
Background. Smoking is risk factor of chronic and deadly diseases in the world. In 2014, 80% of
5.8 billion smokers in the world started smoking at 17.6 years old. Pictorial health warning on
cigarette pack was implemented since 24 June 2014 in Indonesia to protect teenagers from
smoking.
Objective. This study aimed to assess teenage smokers’ responses toward pictorial health warning
on cigarette pack in Depok City.
Method. This cross-sectional study used a questionnaire from the Center for Health Research
Universitas Indoonesia.
Result. We found differences in fear, severity, response efficacy and intention. We found no
differences in susceptibility, self efficacy, acceptance and ignorance to pictorial health warning.
Keyword: pictorial health warning, fear appeal, teenage smoker.
Nurahmi et al. Perilaku dan Promosi Kesehatan, Vol. 1, No. 1, April 2018: 63-75
64
LATAR BELAKANG
Sampai saat ini, merokok masih menjadi faktor
risiko bagi penyakit kronis dan mematikan di dunia.1
Data menunjukkan merokok menjadi penyebab 71
persen kanker paru, 42 persen penyakit pernapasan
kronik serta 10 persen penyakit kardiovaskuler, di
mana ketiga penyakit ini adalah penyakit-penyakit
mematikan di dunia.2 Hampir enam juta orang
meninggal per tahun akibat merokok, atau 10 persen
dari kematian di dunia disebabkan karena penyakit
yang berkaitan dengan kebiasaan merokok, dan
diperkirakan pada tahun 2020, jumlah tersebut akan
meningkat menjadi 7,5 juta per tahun.3 Sampai tahun
2014, terdapat 5,8 milyar perokok di dunia,3 dimana 80
persen dari seluruh perokok di dunia tersebut mulai
merokok pada usia remaja.4
Laporan Riskesdas 2010 menunjukkan data bahwa
rata-rata usia mulai merokok di Indonesia yaitu 17,6
tahun, penduduk Jawa Barat usia 10 tahun ke atas
kebanyakan mulai merokok pertama kali setiap hari
pada usia 12-20 tahun.5 Pada tahun 2012, Depok
sebagai salah satu kota di Jawa Barat pun menunjukkan
data bahwa sekitar 34,7 persen pelajar di Kota Depok
adalah perokok.6 Dari data yang telah dipaparkan
terlihat bahwa baik secara global, nasional, maupun
regional terjadi pola perilaku merokok yang sama yaitu
perokok di kalangan remaja menunjukkan prevalensi
yang masih tinggi.
The Centers for Disease Control (CDC)
mengatakan bahwa rendahnya akses terhadap
pendidikan dan rendahnya status sosial ekonomi adalah
faktor risiko bagi remaja untuk memulai merokok.7
Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM)
merupakah fasilitas pendidikan non-formal yang
disediakan oleh pemerintah Kota Depok sebagai upaya
pemerataan dan perluasan akses pendidikan untuk
semua warga Kota Depok. Berdasarkan temuan di
lapangan ternyata peserta didik PKBM di Kota Depok
sebagian besar berasal dari kalangan menengah ke
bawah.
Untuk melindungi generasi sekarang dan generasi
mendatang dari bahaya merokok, Organisasi Kesehatan
Dunia (World Health Organization/ WHO) menyetujui
kesepakatan kesehatan masyarakat internasional
pertama mengenai pengendalian tembakau, yaitu
Framework Convention on Tobacco Control (FCTC).
Per 24 Juni 2014 lalu Indonesia pun telah resmi
mewajibkan para produsen produk tembakau di
Indonesia untuk mencantumkan peringatan kesehatan
dalam bentuk gambar maupun tulisan pada setiap
kemasan produknya. Peraturan yang menaungi
pencantuman peringatan kesehatan bergambar pada
bungkus rokok di Indonesia adalah UU Nomor 36
Tahun 2009 tentang Kesehatan, Peraturan Pemerintah
Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan
yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk
Tembakau bagi Kesehatan serta Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 28 Tahun 2013 tentang
Pencantuman Peringatan Kesehatan dan Informasi
Kesehatan dalam Kemasan Produk Tembakau.
The Extended Parallel Process Model
(EPPM) dari Kim Witte merupakan model yang
dapat menganalisis kesuksesan maupun
kegagalan kesan menakutkan seperti yang
dipakai dalam peringatan bergambar pada
bungkus rokok di Indonesia.8 Namun, belum
banyak penelitian yang menggunakan konsep
EPPM untuk melihat respon remaja di
Indonesia terhadap kesan menakutkan dalam
peringatan kesehatan bergambar. Oleh sebab
itu, penelitian ini dilakukan untuk melihat
gambaran respon remaja terhadap kesan
menakutkan peringatan kesehatan bergambar
pada bungkus rokok berdasarkan variable-
variabel dalam EPPM.
METODE
Penelitian ini merupakan jenis penelitian
kuantitatif yang menekankan pada pengumpulan data
numerik atau data yang dapat dikuantifikasi dan
dianalisis secara statistik. Metode penelitiaan yang
digunakan adalah penelitian deskriptif yang bertujuan
mendeskripsikan hasil dari suatu program. Desain
penelitian yang digunakan adalah cross-sectional, di
mana variabel independen maupun variabel dependen
diamati pada waktu yang bersamaan.9
Nurahmi et al. Perilaku dan Promosi Kesehatan, Vol. 1, No. 1, April 2018: 63-75
65
Tabel 1. Gambaran Karakteristik Perokok Remaja Peserta Didik PKBM di Kota Depok Tahun 2015
Penelitian dilakukan pada bulan Maret hingga Mei
2015 bertempat di PKBM Kota Depok. Populasi
penelitian ini adalah remaja usia 12-20 tahun, berstatus
perokok, serta terdaftar sebagai peserta didik di PKBM
Kota Depok. Jumlah sampel dalam penelitian ini
adalah 166 orang yang diambil dengan metode
accidental sampling.
Pengumpulan data dilakukan dengan metode self
administred menggunakan kuesioner dari Pusat
Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia (PPK UI).
Data yang telah terkumpul diolah dengan
menggunakan perangkat lunak statistik dan dianalisis
dengan dua metode yaitu analisis univariat dan analisis
bivariat. Analisis data secara univariat dilakukan untuk
melihat distribusi frekuensi masing-masing variabel
EPPM sehingga terlihat pola karakteristik dan variasi
dari tiap variabel. Analisis bivariat digunakan untuk
membandingkan dua kelompok data. Uji yang
digunakan dalam analisis bivariat adalah uji chi-square
dan uji beda dua mean dependen (paired-sample T
test).
HASIL
Dari hasil analisis karakteristik perokok remaja
peserta didik PKBM Kota Depok tahun 2015 (Tabel 1),
diketahui ada 40,4% (67 orang) responden berusia
sekitar 15-16 tahun, hampir keseluruhan responden
(91,6%) adalah laki-laki, sebagian besar (50,6%)
responden mulai merokok pada usia sekitar 10-14
tahun, sebagian besar responden (89,2%) mengaku
lebih dari satu kali merokok dalam satu bulan terakhir,
dan sebagian besar responden (68,1% memiliki tingkat
adiksi nikotin yang rendah.
Dalam hal rasa takut (Figur 1), sebagian besar
responden menganggap bahwa gambar tengkorak
(gambar 1) biasa saja (42,1% dan 38,6%). Kemudian,
sebagian besar responden (27,7%) menganggap
gambar kanker mulut (gambar 2) biasa saja, dan 49
responden (29,5%) menganggap sangat menjijikan.
Nurahmi et al. Perilaku dan Promosi Kesehatan, Vol. 1, No. 1, April 2018: 63-75
66
Figur 1. Distribusi Perokok Remaja Peserta Didik PKBM di Kota Depok berdasarkan Rasa Takut terhadap
PKB di Bungkus Rokok Tahun 2015
Dalam hal persepsi ancaman khususnya keparahan,
sebagian besar responden memberikan respon biasa
saja dan cukup berbahaya (masing-masing 25,9%)
tentang bahaya merokok bagi kehidupan mereka,
sebagian besar responden memberikan respon sangat
berbahaya (36,1%) dan berbahaya (23,5%) tentang
bahaya kanker mulut bagi kehidupan mereka. Pada
item kedua, sebagian besar responden merasa yakin
(29,5%) bahwa merokok dapat membahayakan
kesehatan mereka. Selanjutnya, sebagian besar merasa
yakin (25,3%) bahwa penyakit kanker mulut dapat
mengakibatkan kematian. Pada item ketiga (terakhir)
dalam kategori keparahan, setelah melihat peringatan
kesehatan bergambar (gambar tengkorak maupun
kanker mulut), sebagian besar responden percaya
(24,7%) dan cukup percaya (21,1%) bahwa merokok
dapat mengakibatkan kematian. Kemudian, sebagian
besar responden percaya (27,1%) bahwa merokok
dapat menyebabkan kanker mulut.
Dalam hal kerentanan, sebagian besar responden
merasa cukup khawatir (24,1%) terhadap kesehatan diri
mereka. Setelah melihat gambar kanker mulut,
sebagian besar responden merasa sangat khawatir
(25,3%) terhadap kesehatan diri mereka. Pada item
kedua kerentanan, sebagian besar responden merasa
percaya (22,9%) bahwa suatu saat mereka bisa
meninggal karena kebiasaan merokok dan merasa biasa
saja (24,1%) bahwa suatu saat mereka bisa terkena
kanker mulut akibat merokok.
Dalam hal persepsi efikasi untuk dimenasi efikasi
respon, respon cukup percaya (19,9%) dan biasa saja
(19,3%) mengenai efektifitas mengurangi jumlah rokok
yang dihisap dalam memperpanjang usia mereka
adalah respon terbanyak yang dipilih oleh responden.
Kemudian, mengenai efektifitas mengurangi jumlah
rokok yang dihisap dalam pencegahan kanker mulut,
responden terbanyak merasa sangat percaya (22,3%)
dan percaya (20,5%) akan hal tersebut. Sama halnya
pada item kedua untuk efikasi respon (gambar
tengkorak), terjadi pola yang rata namun reponden
paling banyak memberikan respon biasa saja (21,1%),
cukup percaya dan sangat percaya (masing-masing
18,1%) bahwa berhenti merokok dapat memperpanjang
usia mereka. Pola jawaban yang berbeda terjadi dalam
respon efikasi dalam mencegah kanker mulut, 22,3%
reponden merasa sangat percaya dan 20,5% responden
merasa percaya bahwa mengurangi jumlah rokok yang
dihisap dapat mencegah kanker mulut. Kemudian,
respon terhadap efektifitas berhenti merokok dalam
mencegah kanker mulut, 43 responden (25,9%) merasa
sangat percaya dan 33 responden (19,9%) merasa
percaya akan hal tersebut.
Nurahmi et al. Perilaku dan Promosi Kesehatan, Vol. 1, No. 1, April 2018: 63-75
67
Figur 2. Distribusi Perokok Remaja Peserta Didik PKBM di Kota Depok berdasarkan Persepsi Ancaman
terhadap PKB di Bungkus Rokok Tahun 2015
Figur 3. Distribusi Perokok Remaja Peserta Didik PKBM di Kota Depok berdasarkan Persepsi Efikasi terhadap
PKB di Bungkus Rokok Tahun 2015
Dalam aspek efikasi diri, masing-masing 31
responden (18,7%) merasa tidak yakin, cukup yakin,
dan yakin mampu mengurangi jumlah rokok yang
dihisap dalam seminggu ke depan untuk
memperpanjang usia mereka, sebanyak 35 responden
(21,1%) merasa kurang yakin mampu mengurangi
jumlah rokok yang dihisap dalam seminggu ke depan
untuk mencegah dirinya terkena kanker mulut akibat
merokok. Selain mengurangi jumlah rokok, respon
yang direkomendasikan untuk memperpanjang usia dan
mencegah kanker mulut akibat merokok adalah
berhenti merokok. Sebanyak 45 responden (27,1%)
merasa tidak yakin mampu berhenti merokok dalam
seminggu ke depan untuk memperpanjang usianya,
Nurahmi et al. Perilaku dan Promosi Kesehatan, Vol. 1, No. 1, April 2018: 63-75
68
sebanyak 36 responden (21,7%) merasa tidak yakin
mampu berhenti merokok dalam seminggu kedepan
untuk mencegah dirinya terkena kanker mulut akibat
merokok.
Kemudian, dalam respon penerimaan pesan untuk
variabel sikap, didapatkan hasil baik pada gambar
tengkorak maupun gambar kanker mulut terjadi pola
jawaban yang hampir sama. Sebagian besar responden
memberikan respon netral bahwa gambar tengkorak
sesuai pandangan mereka akan bahaya merokok dan
memotivasi untuk berhenti merokok (masing-masing
36,1%), membuat remaja lebih perhatian akan bahaya
merokok (34,9%), mampu mencegah remaja memulai
merokok (29,5%). Kemudian, untuk gambar kanker
mulut, sebagian besar memberikan respon netral bahwa
sesuai pandangan mereka akan bahaya merokok
(28,9%), memotivasi untuk berhenti merokok (36,1%),
membuat remaja lebih perhatian akan bahaya merokok
(30,1%), mampu mencegah remaja memulai merokok
(28,3%).
Untuk perilaku batal merokok, hasil penelitian baik
pada gambar tengkorak maupun kanker mulut
menunjukkan pola jawaban yang sama. Sebagian besar
responden (41,6%) mengaku tidak pernah batal
merokok karena melihat gambar tengkorak dan
sebagian besar responden (43,4%) mengaku tidak
pernah batal merokok akibat melihat gambar kanker
mulut pada bungkus rokok yang ia beli. Dalam hal niat,
terdapat 72 responden (43,4%) yang menyatakan
bahwa PKB tengkorak, dan sebanyak 87 responden
(52,4%) menyatakan bahwa PKB kanker mulut
membuatnya berniat untuk berhenti merokok dalam 6
bulan ke depan.
Figur 4. Distribusi Perokok Remaja Peserta Didik PKBM di Kota Depok berdasarkan Respon Penerimaan
Pesan (Sikap) terhadap PKB di Bungkus Rokok Tahun 2015
Nurahmi et al. Perilaku dan Promosi Kesehatan, Vol. 1, No. 1, April 2018: 63-75
69
Figur 5. Distribusi Perokok Remaja Peserta Didik PKBM di Kota Depok berdasarkan Respon Penerima Pesan
(Perilaku Batal Merokok) terkait paparan PKB di Bungkus Rokok Tahun 2015
Figur 6. Distribusi Perokok Remaja Peserta Didik PKBM di Kota Depok berdasarkan Respon Penerimaan
Pesan (Niat Berhenti Merokok) terkait paparan PKB di Bungkus Rokok Tahun 2015
Dalam respon penolakan pesan, khususnya untuk
variabel minimasi pesan dan reaktan, sebagian besar
memberikan respon netral. Berdasarkan hasil
penelitian, sebagian besar responden memberikan
respon netral terhadap pernyataan bahwa pesan yang
disampaikan dalam gambar tengkorak (27,7%) dan
gambar kanker mulut (32,5%) terlalu mengada-ngada,
kemudian sebagian besar responden memberikan
respon netral terhadap pernyataan bahwa pesan yang
disampaikan dalam gambar tengkorak (31,9%) dan
gambar kanker mulut (33,1%) terlalu berlebihan.
Untuk variabel reaktan, sebagian besar memberikan
respon netral bahwa mereka merasa marah (33,7%),
merasa terganggu (31,3%), merasa gusar (36,1%), serta
merasa dihakimi (34,3%) ketika melihat peringatan
kesehatan bergambar tengkorak. Kemudian, sebagian
besar responden memberikan respon netral bahwa
mereka merasa marah, gusar dan dihakimi (masing-
masing 33,7%), serta terganggu (31,9%).
Nurahmi et al. Perilaku dan Promosi Kesehatan, Vol. 1, No. 1, April 2018: 63-75
70
Figur 7. Distribusi Perokok Remaja Peserta Didik PKBM di Kota Depok berdasarkan Respon Penolakan Pesan
(Minimasi Pesan dan Reaktan) terkait Paparan PKB di Bungkus Rokok Tahun 2015 ketika melihat peringatan
kesehatan bergambar kanker mulut.
Untuk bentuk ketiga penolakan pesan yaitu
menghindar, sebagian besar responden mengaku tidak
pernah menghindari membeli rokok dengan kemasan
bergambar tengkorak (37,3%), merobek gambar
tengkorak yang ada pada kemasan rokok yang ia beli
(36,1%), menutup gambar tengkorak dengan stiker atau
korek (47,0%), memindahkan rokok ke kotak tanpa
peringatan kesehatan bergambar (43,4%), mengabaikan
(25,9%) gambar tengkorak dan tetap merokok.
Kemudian, sebagian besar responden mengaku tidak
pernah menghindari membeli rokok dengan kemasan
bergambar kanker mulut (35,5%), merobek gambar
kanker mulut yang ada pada kemasan rokok yang ia
beli (42,8%), menutup gambar kanker mulut dengan
stiker atau korek (44,6%), memindahkan rokok ke
kotak tanpa peringatan kesehatan bergambar (36,7%),
mengabaikan (27,7%) gambar kanker mulut dan tetap
merokok.
Setelah memaparkan pola jawaban responden
untuk setiap variabel EPPM, berikut akan dipaparkan
hasil analisis bivariat setiap variabel untuk kedua
gambar peringatan kesehatan (gambar tengkorak dan
gambar kanker mulut). Berdasarkan tabel 3 terlihat
bahwa terdapat perbedaan yang signifikan (p-
value<0,05) antara rerata rasa takut terhadap PKB
tengkorak (M=3,03) dengan rasa takut terhadap PKB
kanker mulut (M=3,96).
Dalam hal persepsi ancaman (tabel 4), dari uji t
dependen didapatkan nilai t untuk keparahan sebesar
2,827 dan p-value sebesar 0,005. Karena p-value < α
maka ada perbedaan mean keparahan kematian dan
kanker mulut. Kemudian, dalam hal kerentanan,
didapatkan nilai t sebesar 0,262 dan p-value sebesar
0,776. Karena p-value > α, maka artinya tidak ada
perbedaan yang signifikan mean kerentanan terhadap
kematian dan kanker mulut akibat merokok. Namun,
jika dilihat dari aspek persepsi ancaman, dengan nilai t
sebesar 1,923 dan p-value sebesar 0,056 maka tidak
ada perbedaan yang signifikan antara mean persepsi
ancaman terhadap kematian akibat merokok (M=3,95)
dengan mean persepsi ancaman terhadap kanker mulut
akibat merokok (M=4,12).
Kemudian dalam hal persepsi efikasi (tabel 5),
berdasarkan uji t dependen, didapatkan nilai t untuk
efikasi respon sebesar 3,276 dan p-value = 0,001 (p-
value < α 0,05), artinya ada perbedaan yang signifikan
mean efikasi respon (mengurangi jumlah rokok yang
dihisap dan berhenti merokok) untuk memperpanjang
hidup dengan mencegah kanker mulut.
Nurahmi et al. Perilaku dan Promosi Kesehatan, Vol. 1, No. 1, April 2018: 63-75
71
Tabel 3. Gambaran Rerata Rasa Takut terhadap Peringatan Kesehatan Bergambar di Bungkus Rokok
Tahun 2015
Tabel 4. Gambaran Rerata Persepsi Ancaman terhadap Peringatan Kesehatan Bergambar di Bungkus Rokok
Tahun 2015
Tabel 5. Gambaran Rerata Persepsi Efikasi terhadap Peringatan Kesehatan Bergambar di Bungkus Rokok
Tahun 2015
Kemudian, nilai t untuk efiksi diri sebesar 1,225
dengan niali p sebesar 0,223 (p-value > 0,05), artinya
tidak ada perbedaan yang signifikan antara mean
efikasi diri untuk memperpanjang usia hidup dengan
efikasi diri untuk untuk mencegah kanker mulut. Jika
dilihat dari aspek persepsi efikasi, dengan nilai t
sebesar 2,817 dan p-value sebesar 0,005 maka
ditemukan perbedaan yang signifikan antara mean
persepsi efikasi terhadap kematian (M=3,50) dengan
mean persepsi efikasi terhadap kanker mulut akibat
merokok (M=3,76).
Berdasarkan tabel 6, didapatkan mean untuk sikap
terhadap PKB tengkorak sebesar 4,11 dan mean untuk
sikap terhadap PKB kanker mulut sebesar 4,29. Hasil
uji t didapatkan hasil nilai t sebesar 1,832 dan p = 0,69
(p>0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada
perbedaan yang signifikan antara mean sikap terhadap
PKB tengkorak dengan mean sikap terhadap PKB
kanker mulut.
Nurahmi et al. Perilaku dan Promosi Kesehatan, Vol. 1, No. 1, April 2018: 63-75
72
Tabel 6. Gambaran Mean (Sikap dan Perilaku) dan Frekuensi (Niat) terhadap Peringatan Peringatan Kesehatan
Bergambar di Bungkus Rokok Tahun 2015
Untuk perilaku batal merokok, baik gambar
tengkorak maupun kanker mulut memiliki mean
masing-masing sebesar 2,01. Hasil uji t menunjukan
nilai t = 0,000 dan p-value = 1,000 (p-value>0,05),
artinya tidak ada perbedaan yang signifikan antara
mean perilaku batal merokok akibat melihat gambar
tengkorak dengan mean perilaku batal merokok akibat
melihat gambar kanker mulut. Untuk niat berhenti
merokok, berdasarkan uji statistik, didapatkan derajat
kebebasan (df) untuk variabel niat sebesar 1 dengan p-
value < 0,05, sehingga secara statistik terbukti bahwa
terdapat perbedaan yang signifikan antara frekuensi
niat berhenti merokok ketika melihat gambar tengkorak
dengan frekuensi niat berhenti merokok ketika melihat
gambar kanker mulut di bungkus rokok.
Untuk respon penolakan pesan (minimasi pesan,
reaktan, menghindar), tidak ditemukan perbedaan yang
signifikan antara kedua gambar PKB (tengkorak dan
kanker mulut). Berdasarkan analisis statistik
didapatkan mean untuk minimasi pesan terhadap PKB
tengkorak sebesar 4,01 dan terhadap PKB kanker
mulut mean sebesar 3,95. Hasil uji beda dua mean
menunjukan nilai t sebesar – 0,536 dan p-value = 0,592
(p-value> 0,05), artinya tidak ada perbedaan yang
signifikan mean minimasi pesan antara kedua gambar
peringatan kesehatan tersebut (gambar tengkorak dan
gambar kanker mulut).
Hasil analisis menunjukkan rerata untuk penolakan
terhadap pesan bergambar tengkorak sebesar 3,74
(SD=1,38). Penolakan terhadap peringatan bergambar
kanker mulut memiliki rerata sebesar 3,92 (SD=1,43).
Hasil uji beda menunjukan nilai t sebesar 1,809 (p-
value=0,07). Karena p-value lebih besar dari nilai α,
artinya tidak ada perbedaan yang signifikan mean
reaktansi antara PKB tengkorak maupun PKB kanker
mulut. Kemudian, berdasarkan tabel 7, dalam hal
menghindar tidak terdapat perbedaan yang signifikan
untuk semua bentuk menghindar (menghindar,
merobek, menutup, memindahkan ke kotak tanpa PKB,
mengabaikan) antara PKB tengkorak maupun PKB
kanker mulut.
DISKUSI
Dalam penelitian ini, hampir seluruh responden
berjenis kelamin laki-laki (91,6%) dan sisanya
perempuan (8,4%) yang sejalan dengan proporsi
perokok remaja pria di tingkat nasional dan global
yang lebih banyak daripada perokok remaja wanita.3,5
Begitu pula dengan rata-rata usia pertama kali merokok
responden dalam penelitian ini (13 tahun) yang sejalan
dengan data nasional bahwa rata-rata usia mulai
merokok setiap hari secara nasional adalah 17,6 tahun
namun 12,3% diantaranya mulai merokok sebelum usia
15 tahun.5 Kemudian, hasil penelitian menunjukkan
sebagian besar responden (89,2%) mengaku merokok
lebih dari satu kali dalam sebulan terakhir, dan
sebagian besar responden (68,1%) memiliki tingkat
adiksi rendah, hal ini juga sejalan dengan data di
tingkat nasional.5
Nurahmi et al. Perilaku dan Promosi Kesehatan, Vol. 1, No. 1, April 2018: 63-75
73
Tabel 7. Gambaran Mean Respon Penolakan Pesan terhadap Peringatan Kesehatan Bergambar di Bungkus
Rokok Tahun 2015
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan yang gambar kanker secara signifikan (p-
value< 0,05) lebih menakutkan (M=3,96) daripada
gambar tengkorak (M=3,03), yang sejalan dengan hasil
penelitian sebelumnya.10 Dalam hal persepsi ancaman,
secara signifikan (p-value=0,005) responden merasa
bahwa kanker mulut (M=4,92) lebih parah daripada
kematian akibat merokok (M=4,00). Hal ini sejalan
dengan penelitian sebelumnya.11 Namun, tidak
ditemukan perbedaan signifikan (p-value=0,776) antara
rerata persepsi kerentanan terhadap kematian akibat
merokok (M=3,89) dengan rerata kerentanan terhadap
kanker mulut akibat merokok (M=3,92), hal ini sejalan
dengan hasil penelitian sebelumnya.12 Jika dilihat dari
aspek persepsi ancaman, tidak ada perbedaan yang
signifikan (p=0,056) antara rerata persepsi ancaman
terhadap kematian akibat merokok (M=3,95) dengan
rerata persepsi ancaman terhadap kanker mulut akibat
merokok (M=4,12), yang mana sejalan dengan teori
kesan menakutkan.13
Kemudian, dalam hal efikasi untuk mengurangi
jumlah rokok dan berhenti merokok, secara signifikan
(p-value=0,001) responden meyakini bahwa
mengurangi jumlah rokok yang dihisap dan berhenti
merokok lebih efektif mencegah kanker mulut
(M=3,92) daripada memperpanjang usia hidup
(M=3,53), hal ini sejalan dengan hasil penelitian
terdahulu.14 Berbeda halnya dengan persepsi efikasi
respon, tidak ditemukan adanya perbedaan yang
signifikan (p=0,223) antara persepsi efikasi diri
berkaitan dengan gambar tengkorak (M=3,47) dengan
persepsi efikasi diri berkaitan dengan gambar kanker
Nurahmi et al. Perilaku dan Promosi Kesehatan, Vol. 1, No. 1, April 2018: 63-75
74
mulut (M=3,59). Responden merasa cukup yakin dapat
mengurangi jumlah rokok yang dihisap dan berhenti
merokok untuk memperpanjang usia hidup atau
mencegah kanker mulut. Artinya, responden masih
belum benar-benar yakin akan kemampuan dirinya.14,15
Jika dilihat dari persepsi efikasi (gabungan dari efikasi
respon dan efiksasi diri), ternyata secara signifikan
(p=0,005) responden merasa yakin mengurangi jumlah
rokok yang dihisap dan berhenti merokok lebih efektif
mencegah kanker mulut (M=3,76) daripada untuk
memperpanjang usia hidup (M=3,50), dan mereka pun
lebih yakin dapat melakukan kedua hal tersebut,
sebagaimana pernah juga dinyatakan dalam peneltian
sebelumnya.16
Respon penerimaan pesan, untuk variabel sikap
menunjukkan responden cenderung netral (M=4,11 dan
M=4,29) terhadap pesan yang disampaikan dalam PKB
tengkorak maupun kanker mulut (p-value=0,69), yang
mana sejalan dengan penelitian sebelumnya.8,13,17
Untuk perilaku batal merokok, peringatan kesehatan
bergambar baik gambar tengkorak (M=2,01) maupun
kanker mulut (M=2,01) hanya pernah sekali membuat
seseorang batal merokok (p-value=1,000), hal ini
sejalan dengan hasil penelitian terdahulu.8,17 Dalam hal
niat berhenti merokok, penelitian menemukan bahwa
secara signifikan (p-value<0,05) responden yang
melihat PKB kanker mulut lebih banyak yang niat
berhenti merokok dalam enam bulan daripada ketika
melihat PKB tengkorak, yang mana sejalan dengan
hasil penelitian sebelumnya.18
Berdasarkan respon penolakan oleh pasien, peneliti
tidak menemukan adanya perbedaan yang signifikan
(p=0,592). Responden rata-rata memilih untuk netral
terhadap pesan yang disampaikan dalam PKB
tengkorak (M=3,95) maupun PKB kanker mulut
(M=4,01). Temuan ini sejalan dengan hasil penelitian
terdahulu.19 Dalam hal penolakan, hasil penelitian
menunjukan bahwa tidak ada perbedaan yang
signifikan (p-value=0,072), di mana responden merasa
biasa saja terhadap PKB bergambar tengkorak
(M=3,74) maupun PKB bergambar kanker mulut
(M=3,92). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian
sebelumnya.20 Dalam hal menghindar, penelitian
menunjukkan untuk setiap bentuk menghindar tidak
ditemukan perbedaan yang signifikan antara gambar
tengkorak dan gambar kanker mulut. Setiap bentuk
menghindar memiliki rerata berkisar antara skala 2-3
(pernah sekali – beberapa kali). Artinya, baik gambar
tengkorak maupun kanker mulut memang dihindari
oleh para perokok, yang mana hasil serupa juga
ditemukan dari studi peringatan kesehatan terdahulu.15
Kesimpulan
1. Secara signifikan, gambar kanker mulut lebih
menakutkan daripada gambar tengkorak.
2. PKB tengkorak maupun kanker mulut kurang
mampu membuat responden merasa terancam akan
risiko kesehatan yang digambarkan dalam
peringatan kesehatan tersebut.
3. Secara signifikan, responden merasa bahwa
mengurangi jumlah rokok yang dihisap dan berhenti
merokok lebih efektif dalam mencegah kanker
mulut daripada menambah usia hidup, serta
responden pun yakin mampu melakukan kedua hal
tersebut.
4. Penelitian tidak menemukan perbedaan gambaran
respon penerimaan pesan dalam sikap dan perilaku
batal merokok. Berbeda halnya dengan niat,
ternyata responden yang melihat gambar kanker
mulut lebih banyak yang berniat berhenti merokok
daripada ketika melihat gambar tengkorak.
5. Dalam hal respon penolakan pesan, baik minimasi
pesan, reaktan, responden cenderung memilih untuk
netral terhadap pesan dalam PKB tengkorak
maupun kanker mulut. Namun, ternyata responden
pernah beberapa kali menghindari PKB tengkorak
maupun kanker mulut.
Saran
1. Untuk peringatan kesehatan bergambar di
Indonesia, perlu adanya tambahan komponen
efikasi (“Dengan berhenti merokok, Anda akan
terhindar dari kanker mulut”) dalam peringatan
kesehatan bergambar agar para perokok tahu
bagaimana cara mencegah efek kesehatan akibat
merokok dan termotivasi untuk berhenti merokok.
2. Gambar yang menunjukkan penyakit akibat
merokok dalam peringatan kesehatan bergambar
perlu dipertahankan di Indonesia karena mampu
membuat seseorang yang melihatnya merasa takut
akan efek kesehatan akibat merokok yang
digambarkan oleh gambar tersebut.
3. Peneliti lain dapat meneliti PKB pada putaran kedua
berdasarkan EPPM dengan menggunakan desain
studi yang dapat menjelaskan hubungan sebab
akibat.
Nurahmi et al. Perilaku dan Promosi Kesehatan, Vol. 1, No. 1, April 2018: 63-75
75
Daftar Referensi
1. World Health Organization. The top 10 causes
of death.; 2014. Available at:
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs
310/en/.
2. World Health Organization. Gender, Women,
and the Tobacco Epidemic.; 2010.
doi:10.1080/13552074.2011.592653.
3. Eriksen M, Mackay J, Schluger N, Islami F,
Drope J. The Tobacco Atlas. 5th ed. Atlanta,
Georgia: American Cancer Society; 2015.
Available at: http://www.tobaccoatlas.org.
4. Clayton RR, Caudill CA, Segress MJH.
Tobacco use and adolescent health. In:
DiClemente RJ, Santelli JS, Crosby RA, eds.
Adolescent health: understanding and
preventing risk behaviors. San Francisco:
Jossey-Bass Publishers; 2009:131-146.
Available at:
https://www.cabdirect.org/cabdirect/abstract/2
0113025223. Accessed March 12, 2018.
5. National Institute for Health Research &
Development. Riset Kesehatan Dasar
(National Health Survey). Jakarta; 2013.
doi:10.1007/s13398-014-0173-7.2.
6. Pusat Penelitian Kesehatan, Badan Narkotika
Nasional. Survey Penyalahgunaan dan
Peredaran Gelap Narkoba pada Kalangan
Pelajar/ Mahasiswa Di Kota Depok. Depok;
2012.
7. Ganley BJ, Rosario DI. The smoking
attitudes, knowledge, intent, and behaviors of
adolescents and young adults: Implications for
nursing practice. J Nurs Educ Pract.
2013;3(1):40. doi:10.5430/jnep.v3n1p40.
8. Witte K. Putting the fear back into fear
appeals: The extended parallel process model.
Commun Monogr. 1992;59(4):329-349.
doi:10.1080/03637759209376276.
9. Notoatmodjo S. Metodologi penelitian
kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta; 2010.
10. Dewi NC, Damayanti R. Perbedaan Persepsi
Gambar Peringatan Bahaya Merokok antara
Masyarakat Jakarta dan Cirebon. Kesmas Natl
Public Heal J. 2008;3(2):76.
doi:10.21109/kesmas.v3i2.233.
11. Hammond D, Reid JL, Driezen P, Boudreau
C. Pictorial health warnings on cigarette packs
in the United States: an experimental
evaluation of the proposed FDA warnings.
Nicotine Tob Res. 2012;15(1):93-102.
doi:10.1093/ntr/nts094.
12. Hammond D, Thrasher JF, Reid JL, Driezen
P, Boudreau C, Santillán EA. Perceived
effectiveness of pictorial health warnings
among Mexican youth and adults: a
population-level intervention with potential to
reduce tobacco-related inequities. Cancer
Causes Control. 2012;23:57-67.
doi:10.1007/s10552-012-9902-4.
13. Witte K. Fear control and danger control: A
test of the extended parallel process model
(EPPM). Commun Monogr. 1994;61(2):113-
134. doi:10.1080/03637759409376328.
14. Rahmawati AAD. Persepsi remaja terhadap
kesan menakutkan pada peringatan kesehatan
bergambar di bungkus rokok ditinjau dari
Extended Parallel Process Model. Skripsi.
2015;1(1).
15. TNS Qual. Eurobarometer qualitative study
on tobacco packaging health warning labels.;
2012.
16. Hammond D. Health warning messages on
tobacco products: a review. Tob Control.
2011;20(5):327-37.
doi:10.1136/tc.2010.037630.
17. Popova L. The extended parallel process
model: illuminating the gaps in research. Heal
Educ Behav. 2012;39(4):455-73.
doi:10.1177/1090198111418108.
18. Kees J, Burton S, Andrews JC, Kozup J.
Understanding how graphic pictorial warnings
work on cigarette packaging. J Public Policy
Mark. 2010;29(2):265-276.
doi:10.1016/j.tree.2009.02.010.
19. Thrasher JF, Arillo-Santillán E, Villalobos V,
et al. Can pictorial warning labels on cigarette
packages address smoking-related health
disparities? Field experiments in Mexico to
assess pictorial warning label content. Cancer
Causes Control. 2012;23 Suppl 1:69-80.
doi:10.1007/s10552-012-9899-8.
20. Rains SA, Turner MM. Psychological
Reactance and Persuasive Health
Communication: A Test and Extension of the
Intertwined Model. Hum Commun Res.
2007;33(2):241-269. doi:10.1111/j.1468-
2958.2007.00298.x