republik indonesia laporan kunjungan kerja · pdf filemasa reses persidangan iii tahun sidang...

26
1 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA LAPORAN KUNJUNGAN KERJA KOMISI II DPR RI KE PROVINSI KEPULAUAN RIAU MASA RESES PERSIDANGAN III TAHUN SIDANG 2010-2011 TANGGAL 11 APRIL 2011 S.D 14 APRIL 2011 --------------------------------------------------------------------------------------------- I. PENDAHULUAN 1.1 Dasar Kunjungan Kerja Kunjungan Kerja Komisi II DPR RI ke Provinsi Kepulauan Riau berdasarkan pada Keputusan DPR RI Nomor 83/PIMP/III/2010-2011 Tentang Penugasan kepada Anggota Komisi I sampai dengan Komisi XI dan Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk melakukan Kunjungan Kerja Berkelompok dalam Reses Masa Persidangan III Tahun Sidang 20010-2011 dan Keputusan Rapat Intern Komisi II DPR RI tanggal 22 Maret 2011. Tim kunjungan kerja Komisi II DPR RI ke Provinsi Kepulauan Riau berjumlah 12 (dua belas) Anggota yang dipimpin oleh Drs. Abdul Hakam Naja, M.Si/Wakil Ketua Komisi II DPR RI/F-PAN, dengan Anggota tim terdiri dari: 1. H. Abdul Wahab Dalimunthe, SH Anggota/F-PD 2. Ignatius Mulyono Anggota/F-PD 3. Rusminiati, SH Anggota/F-PD 4. Dra. Gray Koesmoertiyah, M.Pd Anggota/F-PD 5. Kasma Bouty, SE.,MM Anggota/F-PD 6. Nurul Arifin, SIP, MSi Anggota/F-PG 7. Rahadi Zakaria, SIP, MH Anggota/F-PDI Perjuangan 8. Budiman Sujatmiko, M.Sc, M.phil Anggota/F-PDI Perjuangan 9. KH. Aus Hidayat Nur Anggota/F-PKS 10. Drs. Almuzzammil Yusuf Anggota/F-PKS 11. H. Chairul Na im M. Anik, SH, MHi Anggota/F-PAN 12. Drs. Nu man Abdul Hakim Anggota/F-PPP Tim kunjungan kerja didampingi oleh 2 (dua) orang staf sekretariat Komisi II DPR RI, Tenaga Ahli Komisi II DPR RI, Bagian Pemberitaan DPR RI serta perwakilan Departemen Dalam Negeri, Sekretaris Kabinet, BPN, ANRI, BKN, dan KPU. 1.2 Ruang Lingkup Kunjungan kerja dilaksanakan dari tanggal 11 April 2011 s.d 14 April 2011, dan telah diadakan pertemuan dengan beberapa pihak berikut: a. Wakil Gubernur Provinsi Kepulauan Riau dan jajarannya. b. Kepala Kanwil BPN Provinsi Kepulauan Riau dan Kakan BPN Se-Provinsi Kepulauan Riau. c. KPU dan Panwaslu Provinsi Se-Provinsi Kepulauan Riau. d. Peninjauan ke Arsip Daerah Provinsi Kepulauan Riau

Upload: phamtruc

Post on 30-Jan-2018

226 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA

LAPORAN KUNJUNGAN KERJA KOMISI II DPR RI KE PROVINSI KEPULAUAN RIAU

MASA RESES PERSIDANGAN III TAHUN SIDANG 2010-2011 TANGGAL 11 APRIL 2011 S.D 14 APRIL 2011

---------------------------------------------------------------------------------------------

I. PENDAHULUAN

1.1 Dasar Kunjungan Kerja

Kunjungan Kerja Komisi II DPR RI ke Provinsi Kepulauan Riau berdasarkan pada Keputusan DPR RI Nomor 83/PIMP/III/2010-2011 Tentang Penugasan kepada Anggota Komisi I sampai dengan Komisi XI dan Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk melakukan Kunjungan Kerja Berkelompok dalam Reses Masa Persidangan III Tahun Sidang 20010-2011 dan Keputusan Rapat Intern Komisi II DPR RI tanggal 22 Maret 2011.

Tim kunjungan kerja Komisi II DPR RI ke Provinsi Kepulauan Riau berjumlah 12 (dua belas) Anggota yang dipimpin oleh Drs. Abdul Hakam Naja, M.Si/Wakil Ketua Komisi II DPR RI/F-PAN, dengan Anggota tim terdiri dari:

1. H. Abdul Wahab Dalimunthe, SH Anggota/F-PD 2. Ignatius Mulyono Anggota/F-PD 3. Rusminiati, SH Anggota/F-PD 4. Dra. Gray Koesmoertiyah, M.Pd Anggota/F-PD 5. Kasma Bouty, SE.,MM Anggota/F-PD 6. Nurul Arifin, SIP, MSi Anggota/F-PG 7. Rahadi Zakaria, SIP, MH Anggota/F-PDI Perjuangan 8. Budiman Sujatmiko, M.Sc, M.phil Anggota/F-PDI Perjuangan 9. KH. Aus Hidayat Nur Anggota/F-PKS 10. Drs. Almuzzammil Yusuf Anggota/F-PKS 11. H. Chairul Na im M. Anik, SH, MHi Anggota/F-PAN 12. Drs. Nu man Abdul Hakim Anggota/F-PPP

Tim kunjungan kerja didampingi oleh 2 (dua) orang staf sekretariat Komisi II DPR RI, Tenaga Ahli Komisi II DPR RI, Bagian Pemberitaan DPR RI serta perwakilan Departemen Dalam Negeri, Sekretaris Kabinet, BPN, ANRI, BKN, dan KPU.

1.2 Ruang Lingkup

Kunjungan kerja dilaksanakan dari tanggal 11 April 2011 s.d 14 April 2011, dan telah diadakan pertemuan dengan beberapa pihak berikut: a. Wakil Gubernur Provinsi Kepulauan Riau dan jajarannya. b. Kepala Kanwil BPN Provinsi Kepulauan Riau dan Kakan BPN Se-Provinsi

Kepulauan Riau. c. KPU dan Panwaslu Provinsi Se-Provinsi Kepulauan Riau. d. Peninjauan ke Arsip Daerah Provinsi Kepulauan Riau

2

e. Peninjauan Pelayanan Publik Sistem Informasi Administrasi Kependudukan

(SIAK) di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (DISDUK CAPIL) Kota Tanjungpinang

f. Peninjauan ke Pulau Nipah/Perbatasan Negara g. Peninjauan Pelayanan Publik Larasita di Kota Batam

Dalam pertemuan tersebut telah diperoleh sejumlah informasi, keterangan, data dan masukan, baik secara tertulis maupun lisan, terkait dengan sejumlah hal yang menjadi bidang kerja Komisi II DPR RI. Pokok-pokok pikiran yang berkembang dalam pertemuan tersebut disajikan dalam laporan di bawah ini.

II. HASIL KUNJUNGAN KERJA

2.1 PEMERINTAHAN DAERAH

1. Kepulauan Riau merupakan Provinsi ke-32 di Indonesia, yang memiliki wilayah batas, antara lain :

a. Sebelah Utara : Vietnam dan Kamboja; b. Sebelah Timur : Malaysia dan provinsi Kalimantan Barat; c. Sebelah Selatan : provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan Jambi; d. Sebelah Barat : Negara Singapura, Malaysia dan provinsi Riau.

2. Kepulauan Riau mencangkup 4 kabupaten dan 2 kota, terdiri dari Kota Tanjungpinang, Kota Batam, Kabupaten Bintan, Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, Kabupaten Kepulauan Anambas dan Kabupaten Lingga, 59 kecamatan serta 351 kelurahan/desa dengan jumlah penduduk tahun 2010 sebanyak 1.685.698 jiwa. sebanyak 2.408 pulau besar dan kecil yang 30% belum bernama dan berpenduduk. Adapun luas wilayahnya sebesar 252.601 km², sekitar 95% merupakan lautan dan hanya sekitar 5% merupakan daratan.

3. Visi Pembangunan Provinsi Kepulauan Riau yaitu Terwujudnya Kepulauan Riau sebagai Bunda Tanah Melayu yang Sejahtera, Berakhlak Mulia dan Ramah Lingkungan. Melalui visi ini, maka pembangunan Pemerintah Provinsi kepulauan Riau diarahkan pada pengembangan Budaya Melayu sebagai payung bagi budaya lainnya dalam kehidupan masyarakat, meningkatkan pendayagunaan sumber daya kelautan dan pulau-pulau kecil, mengembangkan wisata yang berbasis kelautan dan budaya setempat, mengembangkan potensi ekonomi lokal dengan keberpihakan kepada rakyat kecil (wong cilik) dan meningkatkan investasi dengan pembangunan sarana, prasarana dan infrastruktur yang berkualitas.

4. Lapangan kerja utama penduduk di Provinsi Kepulauan Riau, meliputi Bidang Industri 30%, Bidang Perdagangan 21%, Bidang Jasa Kemasyarakatan 15%, Bidang Pertanian 13% dan lainnya 21%.

A. EVALUASI DAERAH OTONOM BARU 1. Sepanjang Tahun 1999

2009, di Provinsi Kepulauan Riau telah dibentuk beberapa Daerah Otonom Baru, yaitu :

NO PROVINSI/KABUPATEN/KOTA

UNDANG UNDANG PEMBENTUKAN

PELANTIKAN PEJABAT KEPALA

DAERAH 1 Provinsi Kepulauan Riau UU No. 25 Tahun 2002 1 Juli 2004 2 Kota Tanjungpinang UU No. 53 Tahun 1999 12 Oktober 1999 3 Kabupaten Karimun UU No. 53 Tahun 1999 18 Oktober 1999 4 Kabupaten Natuna UU No. 53 Tahun 1999 08 Oktober 1999 5 Kota Batam UU No. 5 Tahun 2001 17 Oktober 2001 6 Kabupaten Lingga UU No. 31 Tahun 2003 07 Januari 2003 7 Kabupaten Kep. Anambas UU No. 33 Tahun 2008 26 September 2004

3

2. Perkembangan yang dicapai Daerah Otonom Baru (Provinsi, Kabupaten, Kota) di

Provinsi Kepulauan Riau, antara lain adalah sebagai berikut :

a. Pembangunan Sarana, Prasarana dan Infrastruktur lainnya

TAHUN (Dalam Rupiah)

NO PROVINSI/KAB./

KOTA 2008 2009 2010 1 Prov. Kep. Riau 1.389.000.000.000.0

0

1.850.953.212.642.60 1.978.760.000.000.00

2 Kota Tj. Pinang 525.206.973.439.00

639.572.999.074.00

- 3 Kab. Karimun 750.629.589.946.00

1.015.539.964.697.00

- 4 Kab. Natuna 760.000.000.000.00

1.089.000.000.000.00

- 5 Kota Batam 882.021.349.491.39

1.139.071.716.250.22

1.059.267.629.196.80

6 Kab. Lingga 549.715.188.010.00

645.769.044.487.50

- 7 Kab.Kep.Anambas 3.000.000.000.00

374.800.000.000.00

-

b. Capaian Pendapatan Asli Daerah

TAHUN (Dalam Rupiah)

NO PROVINSI/KAB/ KOTA 2008 2009 2010

1 Prov. Kep. Riau 367.746.175.719.00

381.946.943.370.00

521.057.908.416.72

2 Kota Tj. Pinang 29.643.352.147.00

41.549.791.199.00

- 3 Kab. Karimun 281.902.056.182.39

295.924.006.467.72

- 4 Kab. Natuna 1.089.000.000.000.0

0

- -

5 Kota Batam 134.613.286.397.00

151.120.189.815.30

156.496.283.695.95

6 Kab. Lingga 11.362.743.223.00

13.956.878.768.94

- 7 Kab.Kep.Anambas 269.719.771.750.00

9.803.542.143.50

-

c. Optimalisasi Pelayanan Publik di Provinsi dan Kabupaten/Kota se Provinsi kepulauan Riau DOB, secara umum sudah terlaksana dengan baik, hal ini ditandai dengan terbentuknya Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) di masing masing Pemerintah Daerah.

d. Pemindahan aset dan dokumen dari daerah induk ke daerah otonom, secara umum telah terlaksana dengan baik, terutama pemindahan aset Provinsi Riau ke Provinsi Kepulauan Riau. Aset Kabupaten Bintan (dulunya Kepulauan Riau) sebagai daerah Induk ke Kota Batam, Kabupaten Karimun, Kabupaten Lingga, dan Kabupaten Natuna sudah terlaksana dengan baik. Namun untuk aset Kabupaten Bintan ke Kota Tanjungpinang sebagian sudah diserahkan, tetapi ada beberapa aset yang masih dibicarakan secara bersama, serta Pemerintahan aset Kabupaten Natuna ke Kabupaten Kepulauan Anambas juga sudah terlaksana dengan baik.

e. Masalah yang ditemukan dalam penataan dan pengembangan daerah otonom baru :

Masih adanya peraturan perundang

undangan yang belum sinkron/sejalan dengan semangat otonomi daerah. Untuk penyelesaiannya perlu adanya sinkronisasi peraturan perundang

undangan yang menunjang penyelenggara otonomi daerah

Terbatasnya kemampuan pemerintah daerah dalam menggali potensi daerah. Olehnya itu diperlukan peningkatan sumber daya aparatur

Terbatasnya kemampuan keuangan daerah. Untuk penyelesaiannya diperlukan alokasi anggaran daerah.

f. Dalam pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau terhadap Daerah Otonom Baru, Pemprov secara rutin telah melakukan rapat koordinasi bersama Bupati/Walikota se Provinsi kepulauan Riau, untuk membahas berbagai permasalahan

4

yang dihadapi di Provinsi/Kabupaten/Kota. Dan dalam penyusunan anggaran dan kegiatan lainnya Tim Asistensi Provinsi Kepulauan Riau senantiasa melakukan pembinaan dan fasilitas terhadap Kabupaten/Kota

B. BATAS WILAYAH Penegasan Batas Wilayah Antar Kabupaten/Kota 1. Pemerintah Provinsi kepulauan Riau dalam kegiatan penegasan batas

daerah dan memfasilitasi batas daerah Kabupaten/Kota dalam Provinsi Kepri dilakukan berdasarkan Nomor 1 Tahun 2006 melalui APBD Provinsi kepri dari Tahun 2006 2011.

2. Terhadap manajemen Pengelola Kawasan Perbatasan yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi telah membentuk Tim Pengelolah Pulau

Pulau Kecil Terluar dan Daerah Perbatasan Sesuai Perpres Nomor 78 Tahun 2005.

3. Dalam penegasan batas daerah, Tim Penegasan Perbatasan Batas Daerah (PPBD) Provinsi sudah melakukan penelitian dokumen, pelacakan batas, pemasangan pilar batas, serta pembuatan peta batas pada setiap Kabupaten/Kota yang berbatasan.

4. Koordinasi dengan Tim Penegasan Batas Daerah di Tingkat pusat telah dilakukan untuk mensinkronkan dan memverifikasi penegasan batas daerah, sedangkan dengan Tim Penegasan Batas Daerah Kabupaten/Kota selalu berkoordinasi melalui rapat teknis untuk mensinkronkan batas yang sudah disepakati. Khusus untuk penegasan batas daerah Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau kegiatannya dilaksanakan melalui APBD Murni Provinsi Kepri

5. Out pelaksanaan penataan wilayah perbatasan Provinsi Kepualaun Riau yaitu melalui survey dan pemetaan batas daerah Kabupaten dan Kota diharapkan teridentifikasinya batas antara kedua daerah yang berbatas dan menghindari perselisihan batas wilayah sesuai dengan kondisi rill dilapangan.

6. Terhadap Permendagri Nomor 31 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Tetap Badan Nasional Pengelolah Perbatasan, Kemendagri sudah melakukan sosialisasi kepada Pemerintah Daerah Provinsi Kepulauan Riau. Dan untuk Badan Pengelolah Perbatasan Daerah Provinsi sedang dilakukan pembahasan dengan DPRD Provinsi Kepulauan Riau sesuai dengan arahan Permendagri Nomor 2 Tahun 2011 tentang Pedoman Pembentukan Badan Pengelola Perbatasan di Daerah.

7. Terhadap masalah penegasan batas wilayah yang hingga saat ini masih menjadi sengketa adalah sengketa batas dengan Provinsi jambi yaitu pulau berhala dan sengketa batas dengan Provinsi Bangka Belitung yaitu sengketa kepemilikan gugusan pulau tujuh (Pekajang). Menyikapi permasalah kedua sengketa tersebut, Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau telah membentuk Tim Khusus peyelesaian penegasan batas untuk melakukan upaya

upaya negosiasi, koordinasi efektif baik di tingkat pusat maupun daerah, namun belum mencapai kesepakatan terhadap tata batas kedua Provinsi.

Penegasan Batas Wilayah NKRI terhadap Negara Lain 1. Secara geografis Kabupaten Kepulauan Riau, Kabupaten Karimun, Kota

Batam, dan Kabupaten Natuna adalah 4 (empat) kabupaten yang berbatasan langsung dengan wilayah laut dengan negara Malaysia, Singapura dan Vietnam. Memiliki luas wilayah 251.810,71 km², dimana 96 persennya adalah perairan dan terdapat 1.350 pulau besar dan kecil.

2. Provinsi Kepulauan Riau memiliki kawasan strategis berupa kawasan perbatasan laut RI yaitu 19 pulau terdepan/terluar yang berbatasan dengan negara Malaysia, Singapura dan Vietnam. Ke 19 pulau terluar tersebut memiliki karateristik, diantaranya :

5

Pulau terluar di wilayah perbatasan yang tidak berpenghuni yang tidak memiliki sarana dan prasarana dasar, hanya lampu/ menara suar.

Pulau terluar di wilayah perbatasan yang berpenghuni, namun tidak ada

sarana prasarana dasar yang lengkap dan tidak memiliki pos perbatasan sebagai simpul akses keluar. Karena tidak ada akses ke luar, wilayah seperti ini tidak memberikan manfaat bagi kegiatan ekonomi. Akses keluar diperoleh melalui daerah lain, cost menjadi besar.

Pulau terluar di wilayah perbatasan yang berpenghuni tetapi hanya memiliki akses ke luar tidak resmi dalam bentuk Pos Lintas Batas (PLB) tanpa adanya kantor Bea Cukai, Imigrasi, Karantina, dan Keamanan (CIQS).

3. Mengingat ke 19 pulau terluar berpotensi menimbulkan konflik dengan Singapura, Vietnam dan Malaysia karena sebagian pulau belum berpenghuni, selain itu pulau pulau tersebut juga memiliki kekayaan sumber daya alam bernilai tinggi, sehingga dikuatirkan bisa memancing pihak Negara lain untuk melakukan penyerobotan atau mengklaim pulau tersebut sebagai daerah mereka. Untuk mengantisipasi dan menangani masalah perbatasan NKRI, pihak pemerintah daerah secara aktif melakukan rapat koordinasi dengan Aparatur Pertahanan dan Keamanan, TNI AL, TNI AU dan TNI AD, Pemerintah Provinsi, kabupaten/kota. Serta bersama

sama melakukan pemantauan pulau

pulau kecil terluar yang juga rawan kegiatan illegal.

4. Dalam mensuplay bahan makanan pokok dan bahan bakar bagi masyarakat yang berdomisi di pulau terluar, pemerintah daerah belum optimal mengatasi keterisolasian karena jauhnya rentang jarak dan keadaan cuaca yang berubah

ubah secara ekstrim. Dan terhadap pembangunan sarana dan prasarana juga masih menemui kendala transportasi ke pulau kecil tersebut. Olehnya pihak Pemda berharap dibuka jalur pelayaran dengan kapal kapal perintis.

C. IIMPLEMENTASI PP NO. 19 TAHUN 2010 Terhadap pertanyaan Komisi II DPR RI terkait dengan sosialisasi PP Nomor 19 Tahun 2010 keseluruh kepala daerah kabupaten/kota dan jajarannya, Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau telah melakukan sosialisasi PP No. 19 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Serta Kedudukan Keuangan Gubernur sebagai Wakil Pemerintah di Wilayah Provinsi dengan mengundang Pemerintah Kabupaten/Kota se Provinsi Kepulauan Riau. Kendala yang ditemukan belum adanya dana pendukung dari Pemerintah Pusat.

D. ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN 1. Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) berbasis tekhnologi

dalam pelayanan administrasi kependudukan di wilayah Provinsi Kepulauan Riau telah dilaksanakan diseluruh Kabupaten/Kota di wilayah Provinsi Kepulauan Riau. Sistem ini mampu menyediakan dan mempermudah proses pengelolahan data kependudukan, misalnya : penyedian data agregat kependudukan di suatu wilayah, data

data statistik kependudukan, biodata individu setiap penduduk dan penyediaan data pencatatan sipil.

2. Terkait dengan koneksi jaringan yang terhubung melalui server antar daerah di Provinsi Kepulauan Riau maupun secara on line secara nasional, saat ini belum seluruh kecamatan terkoneksi ke Kabupaten/Kota secara online, tetapi seluruh kabupaten/Kota sudah terkoneksi melalui VPN jaringan Telkom ke pusat secara on line.

3. Hingga saat ini koneksi Kabupaten/Kota ke Provinsi maupun Provinsi ke Pusat belum terlaksana (masih secara offline). Hal ini terkendala belum terlaksananya update sistem di sever Provinsi. Sehingga pengumpulan data Kabupaten/Kota ke Provinsi masih menggunakan pengiriman secara manual berupa dump file secara periodik.

6

4. Sumber daya aparatur yang mengoperasikan SIAK sudah cukup memadai.

Sejak penerapan SIAK di provinsi Kepulauan Riau pada Tahun 2007 sudah dilaksanakan beberapa kali pelatihan untuk operator, baik itu yang dilaksanakan pada tingkat Kecamatan, Kabupaten/Kota, maupun Provinsi yang didanai APBD dan APBN. Pada saat ini terdapat 2 orang administrasi pada setiap Kabupaten/Kota, dan perlu ditambahkan tenaga

tenaga

operator untuk membantu kerja administrator yang ada. Sehingga perlu kembali direncanakan pelaksanaan pelatihan pelatihan untuk operator.

5. Manfaat yang diperoleh dengan pegoperasian SIAK ini bagi pemerintah dan masyarakat yaitu :

Terintegrasinya data kependudukan dalam skala provinsi

Akurasi dan Falidasi data lebih dapat dipertanggungjawabkan

Terlaksananya tertib dokumen administrasi kependudukan

E. ANGGARAN 1. Terkait dengan regulasi dan anggaran yang bersumber dari dana

dekosentrasi, Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau menetapkan program pembangunan untuk Tahun 2012 adalah pembangunan bidang Infrastruktur dan Penanggulangan Kemiskinan seperti : Program pembangunan jalan dan jembatan, program pembangunan infrastruktur pedesaan dan perkotaan, program pengembangan sistem pengelolaan air minum, program pemberdayaan sosial, program pelayanan dan rehabilitasi kesejahteraan sosial, program bantuan dan jaminan sosial dan program nasional pemberdayaan masyarakat pedesaan (PNPM).

2. Faktor

faktor yang mendasari penetapan program

program tersebut adalah kondisi posisi geostrategis Provinsi Kepri sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi nasional masih membutuhkan pembangunan sarana infrastruktur dan transportasi seperti jalan, jembatan, pelabuhan, bandar udara dan pengadaan kapal laut. Disamping itu karena faktor alam Provinsi yang berupa pulau

pulau maka dirasakan perlu untuk menguatkan program pemberdayaan masyarakat miskin baik di pulau terpencil maupun kawasan perbatasan

3. Pengalokasin dana APBN (DAK) Tahun 2010 pada bidang infrastruktur pada Provinsi Kepri adalah sebesar Rp. 4.558.900.000,- digunakan untuk kegiatan rehabilitas berkala jalan di Marina Bay, Kota Batam yang realisasi fisik dan keuangannya telah mencapai 100% pada akhir tahun 2010. Sedangkan untuk sebaran di kabupaten/Kota adalah sebagai berikut :

Kab. Bintan Rp. 10.682.800.000

Kab. Karimun Rp. 2.687.900.000

Kab. Lingga Rp. 1.439.700.000

Kab, Natuna Rp. 24.788.800.000

Kep. Anambas Rp. 23.894.000.000

Kota tanjungpinang Rp. 3.141.900.000

Kota Batam Rp. 22.020.768.000 4. Untuk hasil Musrembang Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2011

belum dilaporkan karena pada saat kunjungan kerja Komisi II DPR RI, kegiatan musrembang belum dilaksanakan.

2.2. PELAYANAN PUBLIK, REFORMASI BIROKRASI, KEPEGAWAIAN DAN KEARSIPAN

A. PELAYANAN PUBLIK 1. Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang efesien, efektif,

demokratis, bersih dan bebas dari KKN, dan didukung oleh sumber daya manusia/aparatur yang profesional, jujur dan memiliki integritas moral yang tinggi, seebagaimana diatur dalam UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau belum optimal mensosialisasikan

7

UU No. 25 Tahun 2009 sehingga berdampak pada rendahnya pelayanan publik.

2. Dalam penyelenggaraan pelayanan publik, menemukan beberapa kendala, diantaranya yaitu :

Terbatasnya sarana dan prasarana pendukung bidang layanan public

Kurang terjalinnya koordinasi unit kerja pelayanan

Lemahnya pengawasan di bidang layanan public

Unit layanan/ SKPD bidang layanan publik belum memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) sesuai Standar Pelayanan Publik (SPP)

Belum ada regulasi internal yang dapat dijadikan acuan 3. Untuk menyikapi kendala

kendala yang menjadi hambatan dalam penyelenggaraan pelayanan publik, Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau melakukan langkah langkah strategis, yaitu :

Menyusun regulasi internal (Peraturan Daerah dan/atau Peraturan Gubernur) sebagai acuan dasar pelaksanaan pelayanan publik secara terpadu.

Menambah dan melengkapi sarana dan prasarana pendukung bidang pelayanan publik.

Meningkatkan koordinasi internal dan eksternal unit kerja yang terkait dengan pelayanan publik.

Meningkatkan pengawasan pelaksanaan pelayanan publik.

Menyusun Standar Operasional Prosedur (SOP) sesuai ketentuan pedoman penyusunan Standar Pelayanan Publik (SPP).

B. REFORMASI BIROKRASI 1. Langkah

langkah yang telah, sedang dan akan ditempuh untuk mencegah dan memberantas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) di Provinsi Kepulauan Riau : a) Sosialisasi anti KKN dalam Rangka Pencegahan KKN di Wilayah

Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau

Sosialisasi Anti KKN dengan focus group discussion pelajar se- Provinsi Kepri tahun 2008

Sosialisasi Anti KKN dengan focus group discussion pengusaha (pengusaha jasa konstruksi) se-Provinsi Kepri tahun 2009

Sosialisasi anti KKN dengan focus group discussion Anggota DPRD Provinsi Kepulauan Riau Periode 2009-2014 tahun 2009

Sosialisasi Anti KKN dengan focus group discussion Inspektorat Kabupaten/Kota Se-Provinsi Kepulauan Riau tahun 2009

Sosialisasi Anti KKN dengan focus group discussion Mahasiswa dan Dosen Se-Provinsi Kepulauan Riau tahun 2010.

b) Pengelolaan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggaraan Negara (LHKPN). Berdasarkan data tahun 2010 diketahui : Jumlah wajib LHKPN yang telah terdata adalah sebanyak 1289 orang, yang telah menyerahkan LHKPN sebanyak 482 orang (37,4 %) dan yang belum menyampaikan LHKPN sebanyak 807 orang. Pada tahun 2011, Wajib LHKPN akan diperluas sampai ke pejabat eselon IV dengan mempertegas sanksi bagi yang tidak menyampaikan LHKPN.

c) Monitoring dan Evaluasi atas Pelaksanaan Inpres No. 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi di Provinsi Kepri

Monitoring dan evaluasi terhadap pengadaan barang/jasa secara elektronik (e-procurement)

Monitoring dan evaluasi terhadap Wajib LHKPN

Koordinasi dengan Aparat Penegak Hukum (APH) dalam tindaklanjut kasus berindikasi KKN

Pemberian sanksi terhadap pejabat/pegawai Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau yang indisipliner dan terlibat KKN

8

Menyusun Penetapan Kinerja antara pejabat dan Kepala Daerah secara berjenjang

d). Monitoring Implementasi Sistem Pengendalian Intenal Pemerintah (SPIP)

Telah dilaksanakan Sosialisasi SPIP di tingkat Inspektorat Provinsi Kepulauan Riau dengan narasumber dari BPKP yang diikuti oleh seluruh pegawai Inspektorat Kepulauan Riau dan Sosialisasi SPIP di tingkat Provinsi Kepulauan Riau dengan narasumber dari BPKP Pusat dan BPKP Perwakilan Provinsi Riau, Bupati dan Walikota se-Provinsi Kepulauan Riau yang diikuti oleh seluruh Kepala dan Sekretaris SKPD di lingkungan Provinsi Kepulauan Riau.

Kegiatan Sosialisasi tingkat Satuan Tugas (satgas) Pelaksana SPIP Provinsi Kepulauan Riau dengan narasumber dari BPKP Perwakilan Provinsi Riau dan diikuti oleh Satuan Tugas (satgas) Pelaksana SPIP Provinsi Kepulauan Riau.

Telah menugaskan 11 (sebelas) orang Pegawai Inspektorat kepulauan Riau untuk mengikuti Diklat SPIP.

2. Hambatan Yang dihadapi :

Sosialisasi anti KKN sebagai salah satu bentuk upaya mencegah dan memberantas KKN masih bersifat seremonial, belum terinternalisasi kedalam bentuk prilaku.

Masih kurangnya kesadaran Pejabat/ Penyelenggara Negara untuk melaporkan data LHKPN

Masih kurangnya kesadaran SKPD di lingkungan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau untuk menyampaikan perkembangan pelaksanaan Kormonev Inpres 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi sehingga kinerja Rencana Aksi Daerah Pemberantasan Korupsi (RAD-PK) juga masih belum terukur secara baik.

Masih belum utuhnya pemahaman seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah akan pentingnya penerapan Sistem Pengendalian Intenal Pemerintah (SPIP).

3. Dalam rangka menyelesaikan kendala yang ditemui, Pemerintahan Provinsi Kepulauan Riau telah melakukan beberapa upaya, yaitu :

Menginternalisasikan prilaku anti KKN ke dalam setiap aktivitas penyelenggaraan pemerintahan, tidak hanya dalam bentuk seremonial saja.

Perlu melakukan upaya-upaya terobosan meningkatkan kesadaran para Pejabat/Penyelenggara Negara akan pentingnya menyampaikan data LHKPN

Perlu dukungan dan komitmen penuh dari setiap level manajemen pemerintahan akan pentingnya upaya pencegahan dan pemberantasan KKN.

C. KEPEGAWAIAN Manajemen Kepegawaian 1. Langkah

langkah yang ditempuh Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau dalam rangka menyempurnakan manajemen kepegawaian menyangkut aspek klasifikasi jabatan

dilakukan dengan membuka peluang kepada setiap PNS terutama bagi PNS rekrutmen 2008 s/d 2010 untuk menempuh karir dalam jabatan fungsional, mengingat kedepan jabatan structural akan semakin ramping. Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan Provinsi Kepulauan Riau terus mengembangkan jabatan fungsional dengan melaksanakan Bimbingan Tekhnis Jabatan Fungsional dan mengikuti berbagai Pelatihan Jabatan Fungsional yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat.

2. Terkait dengan standar kompetensi jabatan dan standar kinerja, Pemerintah Provinsi Kepulauan Riauberpedoman kepada surat edaran Kepala BKN No.

9

46A Tahun 2003 tentang Pedoman Penyusunan Standar Kompetensi Struktural PNS

3. Dalam rangka pembinaan karier sekaligus peningkatan kualitas PNS, di Lingkungan Pemprov Kepulauan Riau telah memberikan kesempatan yang seluas

luasnya kepada setiap PNS untuk ikut dalam berbagai pendidikan

dan pelatihan jabatan diklat kepemimpinan, diklat teknis, maupun diklat fungsional. Disamping itu Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau memberikan bantuan kepada PNS yang mengikuti program tugas belajar pada berbagai perguruan tinggi baik negeri maupun swasta. Hal ini telah diterbitkan dengan Peraturan Gubernur Tugas Belajar dan Izin Belajar Bagi Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau.

4. Terkait dengan rekrutmen pegawai baik tenaga honorer maupun dari jalur umum, Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan Provinsi Kepulauan Riau melaksanakan rekrutmen berdasarkan pada peraturan yang berlaku. Rekrutmen dilakukan berdasarkan kebutuhan organisasi untuk mengisi formasi yang lowong dan prioritas dalam memenuhi kebutuhan pelayanan, dan dilakukan melalui test kompetensi dasar bagi semua pelamar, serta test khusus bagi keahlian tertentu secara objektif dan transparan tanpa membedakan jenis kelamin, suku, agama, ras, golongan atau daerah.

5. Terhadap jumlah dan komposisi pegawai yang ideal dan professional, BKD Provinsi Kepulauan Riau melakukan beberapa kegiatan diantaranya analisis beban kerja dan pemetaan kebutuhan pegawai dalam penyusunan formasi PNS. Selain itu dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau mengambil kebijakan mengangkat tenaga Pegawai Tidak Tetap (PTT) sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan. Jumlah PTT hingga April 2011 sebanyak 906 orang (termasuk database honorer 2005). Diharapkan kedepan Provinsi Kepulauan Riau akan memperoleh jumlah dan komposisi pegawai yang ideal sesuai dengan jumlah penduduk, luas daerah dan pendapatan daerah. Secara keseluruhan, jumlah pegawai mencangkup 7 (tujuh) Kabupaten/Kota dan Provinsi sebanyak 26.866 orang dengan rasio terhadap jumlah penduduk sebesar 1:60

6. Terkait dengan Sistem Renumerasi, Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau menyesuaikan dengan keuangan daerah. Gaji pokok dan tunjangan sesuai dengan ketentuan dan perundang undangan yang berlaku. Sedangkan untuk tunjangan kesejahteraan disesuaikan berdasarkan golongan dan tunjangan prestasi kerja disesuaikan dengan masing

masing Satuan Kerja Perangkat Daerah.

7. Penerapan Sistem Informasi Manajemen Kepegawaian

mengacu pada keputusan Menteri Dalam Negeri No. 5 Tahun 1992 tentang Pokok

Pokok kebijaksanaan sistem informasi manajemen Departemen Dalam Negeri dan Pemerintahan Daerah, Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 140 Tahun 1997 tentang Rencana Pengembangan Sistem Informasi Manajemen Departemen Dalam Negeri dan Peraturan Daerah serta Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 17 tahun 2000 tentang Sistem Informasi Kepegawaian Departemen Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah, Provinsi Kepulauan Riau melalui Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan sejak Tahun 2006 telah membangun sebuah Sistem Informasi Kepegawaian. Selanjutnya pada Tahun 2008 dan 2009 pengoperasian SIMPEG sempat terhenti dikarenakan tidak adanya dukungan pembiayaan pemeliharaan sistem yang sudah ada. Namun, di Tahun 2010 dan 2011 ini BKD mulai mengoperasionalkan kembali SIMPEG tersebut sebagaimana alokasi dana yang telah dianggarkan.

8. Perihal Pembinaan Karier, Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau menerapkan sistem pembinaan karier tertutup dan terbuka. Sistem tersebut memungkinkan adanya perpindahan pegawai negeri sipil dari Kementerian/Lembaga/Provinsi/Kabupaten/Kota yang lain atau sebaliknya.

10

9. Perihal Distribusi PNS

dilingkungan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau,

mengacu pada Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 2003 tentang Wewenang, Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil. Dalam pelaksanaan distribusi PNS antar daerah di lingkungan Provinsi Kepulauan Riau tidak terlepas dari kebijakan walikota maupun bupati sebagai pejabat Pembina kepegawaian di Lingkungan pemerintah Kabupaten/Kota dalam melakukan manajemen kepegawaian. Dan dalam pengawasan dan pengendalian manajemen kepegawaian pada kabupaten kota dan daerah provinsi dilakukan oleh Badan Kepegawaian Negara berkoordinasi dengan Gubernur. Dalam pelaksanaan perpindahan pegawai antar instansi dalam pemerintahan provinsi pelaksanaannya didelegasikan kepada pejabat yang berwenang yang penetapannya berdasarkan kebutuhan atau permintaan dan persetujuan dari instansi.

10. Terkait dengan peraturan yang mengatur tentang pegawai daerah, saat ini menggunakan UU No. 8 Tahun 1974 sebagaiman diubah dalam UU No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok Pokok Kepegawaian, dan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam penerapan kedua UU tersebut berjalan secara harmonis karena kedua UU tersebut membagi kewenangan yang diserahkan ke Pemerintah dan bagian yang diserahkan ke daerah. Di samping itu UU No. 32 Tahun 2004 secara tegas juga memberikan suatu kejelasan bahwa ada pemisahan antara pejabat politik dan pejabat karier baik mengenai tata cara rekrutmen maupun kedudukan tugas, wewenang, fungsi dan pembinaannya.

11. Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan manajemen kepegawaian di daerah adalah terkait dengan pembinaan karier :

Belum optimalnya penempatan pegawai sesuai dengan formasi maupun kebutuhan instansi berdasarkan latar belakang pendidikan, sehingga sering ditemui jabatan fungsional seperti guru menduduki jabatan structural yang berbeda dengan kualifikasi pendidikannya

Masih banyaknya pegawai di daerah (Provinsi Kepulauan Riau) belum memenuhi syarat minimal kepangkatan dalam menduduki jabatan struktural. Seperti banyaknya eselon IV.a yang berpangkat III/b maupun persyaratan jabatan structural lainnya meskipun peraturan teknis memperbolehkan hal dimaksud.

Pengangkatan, pemindahan pegawai ke dalam dan dari jabatan structural di daerah masih dipengaruhi oleh factor

factor di luar teknis kepegawaian.

Tenaga Honorer 1. Dalan penyelesaian Tenaga Honorer yang belum tertampung dalam

penerimaan CPNS, Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau telah melakukan beberapa hal yaitu :

Untuk tenaga honorer pengangkatan Tahun 2005, telah melaksanakan verifikasi dan validasi database honorer 2005 oleh Tim BKN RI, BKN Kanreg XII dan BPKP sebanyak 205 orang

Upaya yang sedang dilakukan saat ini yaitu : 1). Mem-follow up proses database honorer secara intens; 2). Memperpanjang kontrak bagi PTT pengangkatan diatas Tahun 2005; 3). Memberikan gaji diatas UMR

Upaya yang akan dilakukan akan memberikan tambahan

tambahan hak, seperti : jaminan kesehatan, izin/cuti dan uang duka bagi PTT yang meninggal dunia saat melaksanakan tugas.

2. Dalam pelaksanaan rekrutmen tenaga honorer di daerah tidak ditemukan penyimpangan maupun kasus.

3. Kendala yang ditemukan yaitu :

Masih terdapat tenaga horror yang memenuhi criteria PP 48 Tahun 2005 sebagaimana diubah dengan PP 43 Tahun 2007 namun belum diangkat sebagai CPNS

11

Hasil verifikasi dan validasi database horer 2010 sesuai Surat Edaran Menpan Nomor 5 Tahun 2010 sampai saat ini belum diumumkan.

D. KEARSIPAN 1. Dalam melakukan penataan organisasi kerasipan, Pemerintah Provinsi

Kepulauan Riau telah membentuk lembaga kearsipan di 7 Kabupaten/Kota, 4 Kabupaten (Kabupaten, Bintan, Karimun, Lingga, Natuna) dan 2 kota (Kota Batam dan Tanjungpinang) telah ada lembaga kearsipan, sedangkan dalam waktu dekat BPAD Provinsi Kepri akan mensosialisasikan pembentukan lembaga Kearsipan di Kabupaten Anambas sebagai Kabupaten baru. Dalam hal penataan Ketatalaksana, Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau juga telah menyusun peraturan gubernur tentang kerasipan dinamis dan melakukan pembinaan penataan kearsipan dinamis di SKPD.

2. Untuk penguatan dan optimalisasi kerja lembaga kearsipan daerah, Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau telah membuka jaringan kerjasama dengan beberapa pihak, yaitu :

Pihak Instansi Pemerintah (Prov. Jambi, Sumbar dan Riau dalam rangka menyelematkan Arsip Sumteng, Dinas Pariwisata Kota Tanjungpinang dalam rangka kerjasama penelusuran Arsip di Museum dan Publikasi Arsip melalui Pameran, Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional dalam rangka pendataan arsip);

Swasta (Otorita Batam, PT. Antam Kijang, dan PT Timah di Karimun dalam rangka mengumpulkan arsip swasta yang ada di Kepri);

Pihak Perorangan (dengan R. Malik, Syamsu, Fakhrurrazi dalam rangka pendataan dan penyelematan arsip sejarah di Pulau Penyengat.

3. Dalam upaya penyelamatan arsip daerah yang bernilai penting dan strategis/bernilai sejarah, Pemerintah Provinsi Kepulaun Riau telah melakukan penyelematan dan pemeliharaan arsip daerah baik yang di BPAD Pronvi Kepri maupun miliki perseorangan, utamanya yang di Pulau Penyengat. Penyelamatan arsip dilakukan melalui akuisisi arsip

4. Upaya yang telah dilakukan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau dalam meningkat Sadar Arsip di lingkungan masyarakat dan pemerintah, antara lain:

Melakukan kerjasama dengan instansi terkait dalam rangka menciptakan masyarakat sadar arsip melalui mobil sadar arsip seperti pemutaran film arsip.

Melakukan publikasi masyarakat sadar arsip lewat media elektronik RRI dan televise setempat. Karena kondisi geografis Provinsi Kepri yang terdiri dari pulau

pulau maka mobil sadar arsip belum bisa menjangkau Kab/Kota diluar pulau Bintan.

5. Terkait dengan penerapan Sistem Tekhnologi Informasi Kearsipan Statis (SIKS-TIK), Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau terus mengentry data arsip statis yang ada di BPAD namun belum akses ke jaringan informasi kerasipan nasional karena terbatasnya pengetahuan SDM kerasipan yang ada dan harus mengikuti sertakan mereka dalam Bimtek yang diadakan ANRI yang diadakan ANRI dan hingga tahun ini Pemerintah Provinsi maupun Kabupaten/Kota belum memperoleh bantuan SIKD-TIK dari pusat.

6. Manfaat yang diperoleh dari implementasi Program Arsip Masuk Desa yaitu :

Masyarakat mulai mengunjungi BPAD Provinsi Kepulauan Riau dan membawa arsip milik mereka untuk dirawat dan diselamatkan dengan belajar bagaimana cara menyimpan dan merawat arsip

Pemerintah sangat responsive dengan seringnya melakukan konsultasi bagaimana cara pengelolaan, penataan, pemberkasan serta penyimpanan arsip.

7. Menyikapi keterbatasan anggaran, Pemerintah Provinsi berharap agar pemerintah Pusat melalui Arsip Nasional dapat memprogramkan dan meningkatkan bantuan dana dekosentrasi dengan memperhatikan

12

kepentingan dan kondisi daerah khususnya Provinsi Kepri terutama untuk pembangunan Depo Arsip, dan peningkatan SDM Kearsipan.

2.3 BPN WILAYAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

A. SENGKETA TANAH 1. Berdasarkan data yang ada di wilayah Provinsi Kepulauan Riau, Kantor

Pertanahan Kabupaten/Kota menerangkan bahwa jumlah sengketa, konflik dan perkara pertanahan dalam 3 (tiga) tahun terakhir yaitu periode tahun 2008 s/d tahun 2010 sebanyak 69 kasus.

2. Faktor-faktor yang menimbulkan persengketaan tanah dari 69 kasus tersebut , antara lain :

Masalah penguasaan dan kepemilikan tanah dimana masing-masing pihak mempunyai alasan hak kepemilikan yang diterbitkan oleh pihak lain terhadap obyek yang sama;

Penetapan batas oleh pemilik tanah yang tumpang tindih kepemilikan dan penguasaan atas tanah;

Tuntutan ganti rugi oleh pihak lain;

Resistensi terhadap Pelaksanaan Putusan Pengadilan;

Penyerobotan Lahan;

Wanprestasi (ingkar janji) terhadap suatu kerjasama. 3. Pihak-pihak yang terlibat dalam persengketaan tanah antara lain :

Orang Perorangan

Perorangan dengan Badan Hukum

Perorangan dengan Instansi Pemerintah

Masyarakat dengan masyarakat

Masyarakat dengan Badan Hukum

Masyarakat dengan Instansi Pemerintah

Badan Hukum dengan Badan Hukum

Badan Hukum dengan Instansi Pemerintah 4. Terhadap berbagai kasus sengketa tanah, Kantor Wilayah Pertanaahan

Provinsi/Kabupaten/Kota Kepulauan Riau telah melakukan proses penanganan, pengkajian dan penyelesaian sebagai berikut :

Memberikan pelayanan pengaduan kasus pertanahan baik yang diajukan secara lisan, tertulis maupun melalui website BPN RI;

Memberikan pelayanan informasi kasus pertanahan;

Melakukan pengkajian kasus pertanahan untuk mengetahui akar masalah dari kasus pertanahan tersebut;

Melakukan penanganan kasus pertanahan meliputi : penelitian/pengolahan data pengaduan, penelitian lapangan, penyelenggaraan Gelar Kasus (Gelar Perkara dan Gelar Mediasi), penyusunan Risalah Pengolahan Data, penyiapan berita acara/surat/keputusan, serta monitoring dan evaluasi terhadap hasil penanganan sengketa;

Melakukan penyelesaian kasus pertanahan;

Memberikan bantuan hukum dan perlindungan hukum; 5. Penerimaan dan pengaduan dari masyarakat baik secara langsung maupun

media elektronik dilaksanakan melalui mekanisme sebagai berikut :

Pengaduan yang diajukan secara lisan (langsung) atau melalui media elektronik harus ditindaklanjuti dengan pembuatan permohonan secara tertulis;

Surat pengaduan kasus pertanahan paling sedikit memuat identitas pengadu, obyek yang diperselisihkan, posisi kasus (legal standing) dan maksud pengaduan;

Surat pengaduan kasus pertanahan harus dilampiri dengan fotocopy identitas pengadu dan data pendukung yang terkait dengan pengaduan;

13

Surat pengaduan yang diterima melalui loket pengaduan dicatat dalam Register Penerimaan Pengaduan dan kepada Pengadu diberikan Surat Tanda Penerimaan Pengaduan;

Surat pengaduan tersebut diteruskan kepada unit organisasi yang tugas dan fungsinya menangani sengketa, konflik dan perkara pertanahan;

Surat pengaduan yang diterima dan dicatat dalam Register Penerimaan Pengaduan segera diajukan kepada pejabat yang berwenang memberikan disposisi;

Surat pengaduan yang telah mendapat disposisi dicatat dalam Register Kasus Pertanahan dan didistribusikan kepada pelaksana dan/atau Tim Pengolah.

6. Hingga saat ini jumlah kasus pertanahan yang telah diselesaikan baik oleh Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Kepulauan Riau maupun Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota se Provinsi Kepulauan Riau adalah sebanyak 44 kasus pertanahan. Penyelesaian itu dilakukan baik melalui jalur mediasi maupun jalur hukum. Sedangkan yang masih dalam proses penyelesaian adalah sebanyak 25 kasus.

7. Hambatan atau kesulitan yang dihadapi Kanwil BPN Provinsi Kepulauan Riau dalam penyelesaiannya :

Masing-masing pihak mempertahankan alas hak kepemilikan yang diterbitkan oleh pihak lain sehingga mempersulit melaksanakan upaya damai antara pihak yang bersengketa;

Tidak jelas atau tidak terdapat tanda batas kepemilikan tanah para pihak di lapangan;

Para pihak yang bersengketa sering tidak hadir dalam undangan mediasi.

8. Cara mengatasi penyelesaian sengketa tanah yang akan ditempuh oleh Kepala Kantor Wilayah Provinsi/Kabupaten/Kota adalah :

Mempertemukan kedua belah pihak yang bersengketa dengan memberikan penjelasan-penjelasan berdasarkan aturan-aturan yang berlaku;

Menyampaikan langkah penyelesaian sengketa kepada para pihak sesuai dengan peraturan yang berlaku;

Memberikan saran supaya para pihak menempuh jalan musyawarah untuk menghasilkan perdamaian;

Apabila upaya-upaya tersebut telah dilakukan dan tetap tidak ditemukan penyelesaian oleh kedua belah pihak, maka para pihak dapat menempuh jalur lain yang lebih dikehendaki.

B. PROGRAM SERTIFIKASI DAN PENGUKURAN 1. Terkait dengan alokasi Proyek Operasi Nasional Agraria (PRONA) tiap-tiap

Kabupaten/kota, target yang sudah tercapai, alokasi jumlah anggaran yang telah digunakan untuk tahun anggaran 2008 sampai dengan tahun 2010 di wilayah Provinsi Kepulauan Riau dilaporkan melalui tabel dibawah ini :

Pensertipikatan Tanah Melalui PRONA Tahun Anggaran 2008-2010

Target Realisasi Persentase No

Tahun Bidang

Keuangan (Rp) Bidang Keuangan

(Rp) Fisik (%)

Keuangan (%)

1

2

3

2008

2009

2010

3.500

3.000

880

1.372.400.000

1.050.000.000

528.000.000

3.500

2.445

880

1.344.218.000

788.659.500

494.402.475

100

100

100

97,95

92,16

93,64

Jumlah 7.380 2.950.400.000 6.825 2.627.279.975

100 94,58

14

2. Hambatan-hambatan yang dijumpai dalam pelaksanaan kegiatan PRONA

adalah sebagai berikut :

Masyarakat belum memiliki Surat Penetapan Pajak Bumi dan Bangunan ( SPPT-PBB) pada tahun berjalan program PRONA;

Masyarakat yang diikutkan dalam program PRONA adalah masyarakat ekonomi lemah sehingga tidak mampu memenuhi kewajiban membayar biaya Bea Perolehan Hak Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang ditetapkan yakni sebesar 5 %.Terhitung tanggal 1 Januari 2011 kewenangan pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) telah beralih kepada Pemerintah Daerah dengan ketentuan menerbitkan terlebih dahulu Peraturan daerah yang bersangkutan

3. Sistem pelayanan pertanahan di Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Kepulauan Riau telah dilaksanakan sesuai Sistem Prosedur Operasional Pelayanan (SPOP) dengan mengacu kepada :

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2010 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Badan Pertanahan Nasional;

Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan dan Pengaturan Pertanahan.

4. Permasalahan yang ditemui terkait dengan status tanah Kantor Pemerintahan antara lain adalah :

Tanah yang merupakan aset Pemerintah Daerah sedangkan bangunan merupakan asset Pemerintah Pusat;

Tanah Kantor Pemerintahan di Provinsi Kepulauan Riau belum seluruhnya mempunyai Sertipikat Hak Atas Tanah.

5. Beberapa hal penting yang disampaikan terkait dengan kegiatan Larasita di Provinsi Kepulauan Riau adalah sebagai berikut:

Kendaraan roda 4 sebanyak 6 (enam) unit, sedangkan kendaraan roda 2 sebanyak 12 (dua belas) unit, masing-masing Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota mendapat 1 unit kendaraan roda 4 dan 2 unit kendaraan roda 2;

Pada dasarnya Larasita adalah Kantor Pertanahan bergerak/berjalan sehingga tidak terdapat pembedaan produk sertipikat. Sertipikat Hak Atas Tanah diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota;

Program Larasita sudah mencapai masyarakat pada lokasi-lokasi yang sulit dijangkau di wilayah Provinsi Kepulauan Riau terutama di wilayah Kota Tanjungpinang, Kabupaten Bintan/Karimun daratan, sedangkan untuk masyarakat di wilayah pulau-pulau kecil belum dapat dilayani secara baik karena mayoritas transportasinya adalah melalui jalur laut;

Hambatan yang dirasakan dalam melaksanakan program Larasita adalah kesulitan menjangkau masyarakat di wilayah pulau-pulau kecil yang transportasinya melalui jalur laut.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut diusulkan pengadaan sarana transportasi laut yaitu speed boat/kapal.

6. Hambatan hambatan yang ditemui dalam kegiatan pengukuran adalah :

Masih ditemukan adanya patok batas-batas tanah belum terpasang dan sering terjadi belum adanya kesepakatan mengenai batas tanah yang akan diukur dengan pemilik tanah sempadan

kekurangan tenaga ukur; 7. Solusi yang ditempuh dalam menyelesaikan hambatan tersebut adalah :

Melakukan pengukuran secara bersamaan dengan pemasangan patok batas tanah oleh pemilik tanah bersangkutan dan disaksikan pemilik tanah sempadan/berbatasan;

Mengupayakan penambahan tenaga ukur dari Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia;

Melakukan peningkatan pengetahuan dan keterampilan melalui berbagai pelatihan, workshop dan kursus.

15

8. Menjawab pertanyaan Komisi II DPR RI terkait dengan realisasi penerimaan

PNBP dalam 5 tahun terakhir, Kepala Kantor Wilayah Badan pertanahan Nasional Provinsi Kepulauan Riau merinci melalui tabel sebagai berikut :

Penerimaan PNBP BPN Tahun 2006 2010 Provinsi Kepulauan Riau

No

Tahun Penerimaan PNBP

(Rp) 1 2006 1.145.809.000

2 2007 5.126.897.000

3 2008 6.749.615.000

4 2009 5.326.854.000

5 2010 13.053.456.000

Dari tabel diatas, terjadi peningkatan penerimaan PNBP di Provinsi Kepulauan Riau dari Rp. 1.145.809.000 pada tahun 2006 menjadi Rp. 13.053.456.000,- pada tahun 2010.

9. Terkait dengan fungsi lahan di Provinsi Kepulauan Riau khususnya di wilayah perkotaan, seiring dengan meningkatnya pembangunan telah menyebabkan terjadi pergeseran fungsi dan peruntukan lahan khususnya lahan-lahan produktif dari pertanian menjadi non pertanian sesuai fungsi kawasan dalam RTRW;

10. Kebijakan dan strategi yang dilakukan Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Kepulauan Riau untuk mempertahankan fungsi lahan sesuai dengan peruntukan RTRW adalah

Memberikan pelayanan pertanahan apabila rencana penggunaan adan pemanfaatan tanahnya sesuai dengan peruntukan RTRW;

Memberikan Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam penerbitan Izin Lokasi, Penetapan Lokasi dan Izin Perubahan Penggunaan Tanah, yang memuat ketentuan, syarat penggunaan dan pemanfaatan tanah;

Terhadap permohonan hak/sertipikat tanah yang letak bidang tanahnya menurut RTRW diperuntukkan sebagai kawasan Industri, pariwisata, maka jenis hak atas tanah yang diberikan adalah hak atas tanah yang berjangka waktu, seperti Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai.

2.4 KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN/KOTA A. HASIL EVALUASI PEMILUKADA BATAM TAHUN 2011

1. Anggaran Pemilukada, menemui kendala, yaitu :

Ketidaksiapan Pemerintah Kota Batam dalam menganggarkan biaya pemilukada Batam dalam APBD (murni) 2010 sesuai tahapan yang dimulai sejak Juli 2010 sementara biaya pemilukada Batam dianggarkan dalam APBD perubahan 2010.

Teknis pencairan anggaran dana hibah untuk Pemilukada Batam tidak dilakukan sesuai Surat Edaran Menteri Dalam Negeri RI Nomor 900/2288/SJ Tahun 2010 bahwa pencairan anggaran Pemilukada dilakukan maksimal 2 (dua) kali pencairan. Hal ini mempersulit KPU Kota Batam dalam melaksanakan setiap tahapan, jadwal, dan program Pemilukada Batam sebagaimana yang telah ditetapkan. Oleh Pemkot Batam, pencairan anggaran Pemilukada Batam diajukan setiap bulan sebagaimana pencairan anggaran untuk SKPD

2. Pemutakhiran Data Pemilih (DPT), menyisakan banyak masalah, yakni :

Susunan daftar pemilih loncat

loncat dalam satu kelurahan atau bahkan antar kelurahan, pemilihnya pulang kampung, sehingga menyulitkan PPDP dalam pemuktahiran menjadi kesulitan.

16

Kesibukan warga saat pemutakhiran berlangsung, sehingga menyulitkan PPDP melakukan pencocokan dan penelitian. Dampaknya, akurasi hasil pencocokan sangat dipengaruhi data dari dinas Kependudukan

Minimnya tanggapan masyarakat terhadap Daftar Pemilih Sementara (DPS), Daftar Pemilih Sementara hasil perbaikan (DPS-HP awal) dan Daftar Pemilih Sementara hasil perbaikan akhir (DPS-HP akhir). Namun KPU tetap sosialisasi untuk memastikan warga Batam terdaftar dalam DPS telah dilaksanakan secara maksimal secara berjenjang mulai dari tingkat RT-RW-Kelurahan-Kecamatan hingga tingkat KPU Kota Batam

Kurangnya respond an rendahnya tingkat kepedulian Partai Politik beserta Tim Suksesnya untuk Sadar Data Pemilih bagi seluruh simpatisan dan pendukungnya masuk dalam DPT.

Sebagai daerah industry yang banyak dihuni kaum pekerja, mobilitas atau perpindahan penduduk sangat tinggi sehingga alamat pada saat dilakukan pemutakhiran berbeda dengan saat pemungutan suara.

Minimnya fasilitas, dimana tidak semua kantor kelurahan menyediakan computer untuk pengelolaan daftar pemilih sehingga sebagian PPS menggunakan jasa pihak lain.

Penyelesaian

Terkait dengan banyaknya kendala dalam penetapan DPT, maka KPU daerah membuat berbagai kebijakan yakni senantiasa melibatkan Parpol pengusung pasangan calon beserta Tim Suksesnya serta Panwaslukada Batam beserta jajarannya hingga kelurahan untuk bersama mensosialisasikan kepada masyarakat untuk menggunakan hak pilihnya.

3. Masa Kampanye

Ada kesulitan menyikapi semua pasangan calon yang terindikasi melakukan pelanggaran kampanye baik dari segi pelanggaran waktu kampanye di luar yang ditetapkan, pelanggaran tata letak pemasangan atribut kampanye, atau berbagai bentuk pelanggaran kampanye yang lain.

Upaya penyelesaian yang dilakukan KPU Daerah adalah berkoordinasi dengan Panwaslukada Batam serta masing

masing Tim Kampanye untuk taat aturan kampanye.

4. Pemungutan Dan Penghitungan Suara

Tingkat partisipasi pemilih cukup rendah, pemilih terdaftar dalam pilkada Kota Batam 2011 berjumlahg 679.739 orang. Sementara pemilih yang mengunakan haknya berjumlah 303.171 orang. Artinya tingkat partisipasi masyarakat dalam Pilkada Kota Batam 2011 hanya 44,6 persen

Sebagian masyarakat yang masuk dalam DPT sudah tidak berada di Batam lagi karena finish contact dengan perusahaan, tetapi saat pemutakhiran data berlangsung mereka masih berada di Batam.

Partisipasi pemilih lebih tinggi di daerah hinterland (pelau

pulau) sekitar Batam yang mana sosialisasi pemilunya justru lebih sedikit dibanding konsolidasi di Kota Batam (mainland).

Penyelesaian

Untuk meningkatkan kualitas Pemilu ataupun Pemilukada pada tahun 2012, KPU akan melakukan perbaikan pada proses penyusunan DPT dan melakukan penguatan terhadap pihak

pihak yang terlibat dan bertanggung jawab dalam penyusunan daftar pemilih pemilu seperti Pemerintah dan Pemerintah Daerah, KPU dan jajaran penyelenggara pemilu, Partai Politik dan Masyarakat.

17

B. SARAN DAN MASUKAN REVISI UU No. 22 TAHUN 2007

1. Penyelenggara Pemilu tetap dari kalangan independen agar demokratisasi di Indonesia tidak balik arah (mundur). Aneh sekali jika pemain merangkap wasit sekaligus.

2. Jika ada kelemahan dalam penyelenggara Pemilu sebelumnya, bukan semata

mata kesalahan penyelenggara pemilu (KPU), keterlambatan

pengesahan UU Pemilu juga memberikan konstribusi kelemahan Pemilu 2009. DPT yang menjadi catatan buruk Pemilu jangan dibebankan sepenuhnya terhadap KPU yang tugasnya hanya memutakhirkan data, bukan melakukan pendataan pemilih.

3. Terhadap Perubahan pada Pasal 11 huruf i, k, m, dan n. Menyarankan agar KPU sebagai Lembaga Penyelenggara Pemilu yang bersifat Nasional, Tetap dan Mandiri sebagaimana amanat UU Dasar 1945 Pasal 22E ayat 5. Dimana Mandiri dimaksudkan bahwa dalam melaksanakan dan menyelenggarakan Pemilu KPU bebas dari pengaruh pihak manapun. Guna menjaga independensi dari kredibilitas KPU sebagai penyelenggara Pemilu serta menghindari dari pengaruh dari pihak manapun maka Pasal 11 huruf i, k, m, perlu dipertahankan/tidak dihapus, dan tidak perlu menambahkan huruf n.

4. Penyisipan Pasal 31A Ayat 1 dan 2 pada Rancangan Perubahan Atas UU No. 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, menurut hemat kami telah bertentangan dengan UU Dasar 1945 Pasal 27 Ayat 2 yang berbunyi : tiap

tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan sehingga penyisihan Pasal 118B pada Rancangan Perubahan UU No. 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum tidak perlu.

5. Terkait dengan Rencana Perubahan Pasal 58 Ayat 3 dan 4 serta Pasal 59 ayat 3 dan 4 perihal Pengusulan Calon Sekretaris KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota, keterlibatan Gubernur dan Bupati/Walikota dalam hal pengusulan calon sekretaris KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota terus tetap dipertahankan mengingat SDM PNS dilingkungan KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota masih di dominasi oleh PNS Daerah, dimana Gubernur dan Bupati/Walikota merupakan Pembina Pegawai di Daerah

6. Penghapusan Pasal 60 dan Pasal 61 menurut hemat kami tidak perlu dihapus karena dengan eselonisasi akan mempermudah koordinasi dengan pemerintah terutama pemerintah daerah terkait dengan pengamanan dan data potensial pemilih. Disamping itu guna efesiensi dan efektifitas kinerja dilingkungan secretariat KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota perlu adanya pembagian tugas dan kewenangan sesuai dengan tupoksi masing

masing.

2.5. LAPORAN KUNJUNGAN LAPANGAN (ON THE SPOT) A. Kunjungan ke Kantor Badan Perpustakaan Dan Arsip Daerah Provinsi

Kepulauan Riau 1) BPAD Provinsi Kepulauan Riau berdiri sejak 24 Oktober 2005 dengan Perda

No. 8 Tahun 2005 Tanggal 24 Oktober 2005 berbentuk Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah, kemudian mengacu pada Perda No. 9 Tanggal 20 November 2008 berubah menjadi Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi Kepulauan Riau. Saat ini Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah menempati Ruko berlantai tiga di Jl. Soekarno Hatta No. 26,27,28 Tanjungpinang, Posisi BPAD yang strategis berada di pertigaan salah satu jalan utama di Kota Tanjungpinang.

2) BPAD Kepri saat ini memiliki pegawai sebanyak 68 orang yang terdiri atas PNS (36 orang), PTT (19 orang), Cleaning Service (9 orang), supir (3 orang), dan keamanan (2 orang).

18

3) Terkait data koleksi buku di perpustakaan daerah tersebut, terdapat jumlah

bukusebanyak 69.325 eksemplar terdiri dari :

Buku Umum 9.712 judul 56.146 eks.

Buku Referensi 831 judul 3.197 eks.

Buku Anak 1.172 judul 5.921 eks.

Buku Sumbangan 4.061 eks.

Saat ini jumlah anggota Perpustakaan Daerah sampai dengan hari ini adalah sebanyak 3.138 orang anggota.

4) Fasilitas yang dimiliki kantor BPAD Provinsi Kepulauan Riau, yaitu Free Hotspot/Internet, E-Library 7 Unit, Digitalisasi perpustakaan 100 keping CD/DVD, Ruang Baca anak

anak, Ruang baca dewasa, Member anggota perpuskaan

5) Dokumentasi berupa khasanah arsip yang dimiliki oleh BPAD Provinsi Kepulauan Riau, yaitu :

Akuisisi dari Arsip Nasional RI sebanyak 526 berkas

Akuisisi dari Pekan Baru sebanyak 236 berkas

Akuisisi dari P. Penyengat sebanyak 28 manuskrip kuno

Akuisisi arsip Sumatera Tengah sebanyak 25 berkas

Arsip Sekretariat Daerah dari tahun 2004-2009

Arsip Sekretariat Gubernur dari tahun 2004-2009

Arsip Sekretariat Wakil Gubernur dari tahun 2004-2009

Beberapa SKPD dari tahun 2005-2009 6) Fasilitas berupa bantuan yang diterima BPAD Provinsi Kepulauan Riau dari

Perpustakaan Nasional RI dan dari Arsip Nasional RI, sebagai berikut :

Motor Pintar 1 buah yang telah diserahkan ke Kab. Lingga

Mobil Perpustakaan Keliling 6 buah, 1 untuk BPAD Kepri, 2 untuk Kota Batam, 1 untuk Kab. Bintan, 1 untuk Kab. Karimun dan 1 untuk Kab. Natuna.

Perpustakaan terapung 1 buah untuk Kab. Bintan

Bantuan buku untuk 168 Desa/Kel se-Provinsi Kepri tahun 2009-2010 sebanyak 168.000 eks @ 1.000 eks

Peralatan komputer e-library dan digital sebanyak 7 unit komputer

Mobil Layanan Masyarakat Sadar Arsip sebanyak 1 unit mobil.

Peralatan komputer sistem informasi kearsipan statis dan digital sebanyak 4 unit computer

7) Dalam operasional mobil masyarakat sadar arsip, BPAD Provinsi Kepri telah melakukan kerjasama dengan Mahasiswa, LSM Majelis Belia dan Dinas Pendidikan Kota Tanjungpinang pada tahun 2009, kerjasama dengan mahasiswa UTM (Universiti Teknologi Malaysia) dan DMDI (Dunia Melayu Dunia Islam) Kepri. Serta beberapa kegiatan lainnya seperti pemutaran film arsip melalui kerjasama dengan Dinas Pemuda dan Olahraga Kota Tanjungpinang di 6 kelurahan Kota Tanjungpinang pada tahun 2010 dan monitoring realisasi Program Arsip Masuk Desa di Kabupaten Bintan dan Kota Tanjungpinang pada tahun 2010

8) Berikut kondisi sarana dan prasarana kantor Badan Perpustakaan Arsip Daerah Provinsi Kepulauan Riau :

19

Gambar. 1 Gambar. 2 Ruang Baca Anak Anak Ruang Kompute/Internet

Gambar. 3 Gambar. 4 Ruang Perpustakaan Bacaan Umum Ruang Perpustakaan Bacaan Umum

Gambar. 5 Gambar. 6 Motor Pintar Mobil Perpustakaan Keliling

Gambar. 7 Gambar. 8 Perawatan Naskah Kuno Mobil Layanan Masyarakat

sadar arsip

20

B. Kunjungan ke Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (DISDUK CAPIL) -

Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) Kota Tanjungpinang 1. Sistem operasi pada setiap server menggunakan Microsoft Windows Server

2003, dan telah dilakukan bacp up data secara periodik ke server Provinsi. Sistem keamanan telah dilaksanakan baik secara fisik dengan menempatkan data center pada ruangan khusus yang hanya bisa diakses operator dan admin, maupun secara sistem dengan penggunaan antivirus dan firewall.

2. Dalam sistem informasi administrasi kependudukan, memuat data penduduk, diantaranya :

Nama Penduduk

Alamat atau tempat tinggal

Jenis Kelamin

Nama orangtua

Golongan darah 3. Jumlah penduduk yang terdaftar dalam SIAK hingga tahun 2011, dapat

dilaporkan dalam tabel di bawah ini :

Rekapitulasi Jumlah Penduduk Berdasarkan Kepemilikan Kartu Keluarga Dan Kartu Tanda Penduduk

Kota Tanjungpinang Maret 2011

JUMLAH PENDUDUK KARTU KELUARGA KARTU TANDA PENDUDUK

NO

KECAMATAN

Laki Laki Perempuan Jumlah Kepala

Keluarga

Yang Sudah

Memiliki KK

Yang Wajib Memiliki

KTP

Yang Sudah

Memiliki KTP

1 Tanjungpinang Barat 30.624 29.891 17.338 17.291 43.832 36.373 2 Tanjungpinang Timur 39.327 37.525 21.162 19.738 51.253 35.124 3 Tanjungpinang Kota 12.092 11.226 6.467 6.411 17.067 15.985 4 Bukit Lestari 31.564 30.898 17.200 16.576 44.101 30.911

TOTAL 113.607 109.540 62.167 60.016 156.253 118.393

C. Kunjungan ke Pulau Nipa/Perbatasan Negara Indonesia dengan Singapura

1. Pulau Nipah atau pulau Nipa atau oleh penduduk setempat menyebut Pulau Angup adalah pulau yang secara administrasi berada di wilayah Desa Pemping, Kecamatan Belakangpadang, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau. Secara geografis Pulau Nipah terletak antara Selat Philipina dan selat utama, yang berbatasan langsung dengan Singapura.

2. Pulau Nipa merupakan pulau terluar yang cukup penting dan stratrgis, utamanya terkait dengan perbatasan antara Indonesia dengan Malaysia dan Singapura. Di Pulau Nipa ini terdapat titik referensi dan titik dasar yang dipergunakan dalam penarikan batas Indonesia

Singapura yang telah disepakati dalam perjanjian perbatasan kedua Negara pada tanggal 21 Mei 1973. Luas dan ukurannya relative kecil menjadikan pulau ini relative sensitive dari perubahan alam atau aktifitas manusia.

3. Pulau Nipah nyaris hilang dari peta Indonesia saat pasir laut di pulau tersebut disedot dan dikirim ke Singapura guna proyek reklamasi. Disebabkan hilangnya titik titik referensi dan titik dasar di pulau nipah yang menjadi basis pengukuran dan penetapan garis batasa Indonesia

Singapura. Hal ini menjadi kekhawatiran akan berubahnya posisi media line antara Indonesia dan Singapura, terlebih dikaitkan dengan Reklamasi di Singapura yang telah dan akan menambah luas daratan Singapura dan perubahan atas majunya garis pantai di Singapura. Reklamasi Singapura

21

dapat berpotensi konflik delitimasi perbatasan. Berdasarkan kesepakatan pada bulan Feburuari 2009, menyebutkan bahwa batas Pulau Nipah antara RI dan Singapura adalah segmen barat Pulau Nipah, dan segmen utara Pulau Nipah menjadi batas laut teritorialnya.

4. Reklamasi di Pulau Nipa mulai dilakukan sejak Tahun 2004 oleh Mantan Presiden Megawati. Permaslahan yang ditemui di Pulau Nipa yaitu terus terjadai abrasi pantai. Pada saat permukaan air laut surut, luas pulau nipa yang tampak 60,00 Ha. Sedangkan pada saat air laut pasang, luas pulau nipa yang Nampak hanya 0,62 Ha.

5. Pulau Nipah dijaga oleh personil TNI sebanyak 96 orang. Dengan fasilitas sarana yang sangat terbatas, diantaranya : Pos TNI AL, Dermaga TNI AU, Jalan penghubung Zona Utara dan selatan, menara pengawas, gudang genset, tangki BBM dan penampungan air.

Gambar. 1 Pulau Nipah setelah Reklamasi

D. Peninjauan Prona - Larasita di Kantor Pertanahan Kota Batam 1. Pemerintah Kota Batam terdiri dari : 12 Kecamatan, dan 64 Kelurahan.

Memiliki jumlah pulau 329, dengan Luas wilayah Kota Batam : +

399.000 Ha, terdiri dari :

Daratan : + 103.843 Ha

Lautan : + 295.157 Ha Secara geografis, Kota Batam berbatasan dengan wilayah :

Sebelah Utara : Selat Singapura

Sebelah Selatan : Kabupaten Lingga

Sebelah Barat : Kabupaten Karimun

Sebelah Timur : Kabupaten Bintan 2. Rencana tata ruang wilayah Kota Batam, berdasarkan Peraturan Daerah

Kota Batam Nomor : 2 Tahun 2004 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batam Tahun 2004 2014, yaitu :

Kawasan Budidaya : 56.517,95 Ha ( 54,43 % )

Kawasan Lindung : 47.325,27 Ha ( 45,57 % ) 3. Sumber Daya Manusia (SDM) di Kantor Pertanahan Kota Batam terdiri dari

Pegawai Negeri 32 orang, Tenaga Honorer 27 Orang, 3 orang Cleaning Servis dan 1 orang tenaga Satuan Pengamanan (Satpam) yang ditugaskan oleh Satpol PP.

22

SDM Kantor Pertanahan Kota Batam

Jumlah Pegawai Menurut Golongan N o

Unit Kerja

I II III IV

Jumlah

1 2 3 4 5 6 7

Kepala Kantor Sub Bagian Tata Usaha Seksi Survey, Pengukuran dan Pemetaan Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah Seksi Pengaturan dan Penataan Pertanahan Seksi Sengketa, Konflik dan Perkara Seksi Pengendalian dan Pemberdayaan

- - - - - - -

- 4 6 - - 1 -

- 4 3 7 3 2 3

1 - - - - - -

1 8 9 7 3 3 3

J u m l a h 11 22 1 34

4. Produk yang dihasilkan : a) Sertifikasi

Jumlah Sertifikat Yang Diterbitkan s/d 2011

NNoo JJeenniiss HHaakk JJuummllaahh BBiiddaanngg JJuummllaahh LLuuaass

11 HHaakk MMiilliikk 1133..006688 BBiiddaanngg 2222..110000..338822 MM

22

22 HHGGUU 2233 BBiiddaanngg 4477..003388..228811 MM

22

33 HHGGBB 112200..119911 BBiiddaanngg 116644..335566..669922 MM

22

44 HHPP 886622 BBiiddaanngg 994422..220033 MM

22

55 HHPPLL 116655 BBiiddaanngg 115599..669900..007700 MM

22

66 HHMMSSRRSS 11..229955 BBiiddaanngg 224466..998833 MM

22

b) Pelaksanaan Prona Lokasi Obyek Prona hanya bisa dilaksanakan di Wilayah di Luar Kawasan Perdagangan Bebas dan pelabuhan Batam, meliputi : Kecamatan Belakang Padang dan Kecamatan Bulang, dengan Subyeknya adalah para Nelayan.

Realisasi Prona Tahun 2010 NO KECAMATAN KELURAHAN TARGET

BIDANG REALISASI

BIDANG 1 Bulang 1. Temoyong 50 49 2 Belakang Padang

1. Pulau Terong 2. Pemping

100 50

101 50

JUMLAH 200 200

23

c) Pelaksanaan Larasita

Larasita di Kota Batam dimulai sejak Tanggal 25 Mei 2009. Lokasi Pelaksanaan Larasita diprioritaskan pada lokasi-lokasi wilayah yang telah ada Hak Pengelolaannya (HPL) di Pulau Batam, yang meliputi 7 Kecamatan dengan jumlah 15 Kelurahan. Jadwal pelaksanaannya dilakukan secara bergilir setiap hari jam kerja.

Larasita adalah kantor pertanahan yang bergerak. Mobilisasi Larasita terdiri dari : 1 (satu) Mobil dan 2 (dua) Sepeda Motor dan Tenaga yang ditugaskan sejumlah 6 (enam) Orang, terdiri dari :

Koordinator : 1 Orang Petugas Administrasi : 3 Orang Petugas Ukur : 2 Orang

Tugas dan fungsi Larasita yang telah dilakukan di Kota Batam : 1. Menginformasikan Jadwal Kunjungan Mobil Larasita di Kantor

Kelurahan dan Kantor Kecamatan; 2. Melakukan sosialisasi dan berinteraksi menyampaikan informasi

program kegiatan pertanahan melalui Larasita berupa penyuluhan pertanahan kepada masyarakat;

3. Telah mulai melakukan Pelayanan Pertanahan bagi masyarakat yang mengajukan permohonan pelayanan pertanahan secara langsung di mobil Larasita, seperti Pengukuran dan Pemeroses pemberian hak atas tanah

Manfaat yang dirasakan dari pelaksanaan larasita di Kota Batam : 1. Timbulnya kesadaran dan kepedulian masyarakat akan pentingnya

sertipikat tanah, yang mana sebelumnya masyarakat merasa kurang peduli, karena tidak dekat dengan Kantor Pertanahan;

2. Masyarakat semakin mengerti akan hak dan kewajiban, antara lain : - Tanah diberi tanda batas yang jelas secara permanen - harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya, atau tidak

ditelantarkan - harus memiliki bukti kepemilikannya.

3. Diketahuinya Permasalahan yang dialami pemilik tanah pada umumnya adalah sebagai berikut : - Masyarakat belum memiliki surat-surat dari Badan Pertanahan

Batam; - Kurang mampunya masyarakat untuk membayar surat-surat dari

Badan Pertanahan Batam.

5 Kebijakan Pertanahan Kota Batam a) Dalam Wilayah Bonded Zone (Diberlakukan secara Khusus)

Wilayah sesuai Keppres No. 41 Tahun 1973 Tentang Kawasan Industri, meliputi : Pulau Batam termasuk areal tanah di gugusan pulau Janda Berhias, Pulau Tanjung Sauh, Pulau Ngenang, dan Pulau Kasem.

Wilayah sesuai Keppres No. 28 Tahun 1992 Tentang Penambahan Wilayah Kerja Otorita Batam, meliputi : Pulau Rempang, Pulau Galang, Pulau Galang Baru dan pulau sekitarnya sejumlah 39 pulau

FTZ, PP No. 46 Tahun 2007 Tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, meliputi : Pulau Batam, Pulau Tonton, Pulau Nipah, Pulau Setekok, Pulau Rempang, Pulau Galang, dan Pulau Galang Baru.

FTZ, PP No. 5 Tahun 2011 Tentang perubahan PP 46 tahun 2007 b) Di luar wilayah Bonded Zone (Diberlakukan secara umum), meliputi

Wilayah : Kecamatan Belakang Padang, Kecamatan Bulang, Kelurahan Pulau Abang Kecamatan Galang.

24

III. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Berdasarkan informasi, data dan masukan di atas, maka ada beberapa Kesimpulan Rekomendasi yang perlu dicatat, yaitu:

1. Dalam penyelenggaraan pelayanan publik, Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau telah menetapkan standar operasional dan prosedur dan saat ini Provinsi kepulauan Riau telah mengembangkan strategi pembangunan khususnya di Pulau Natuna, Lingga dan 19 pulau terluar sebagai program prioritas. Terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik, Komisi II DPR RI menganjurkan agar pembangunan kedepan dapat mengangkat kultur dan budaya melayu Kepulauan Riau (pengembangan pariwisata) dan oreantasi pembangunan lebih berpihak kepada rakyat kecil. Saat ini pengembangan pariwisata lebih banyak di kembangkan pada segmen Industri Jasa, namun pembangunan di sektor hiburan dan pariwisata berdampak pada maraknya tempat

tempat prostitusi. Untuk mengantisipasi meluasnya tempat hiburan ilegal, Komisi II DPR RI meminta kepada pihak Pemerintah Daerah setempat untuk memperketat keluarnya izin usaha yang disinyalir merupakan tempat prostitusi.

2. Untuk mengoptimalkan penyelenggaraan pelayanan publik kepada masyarakat, Komisi II DPR RI berharap kepada Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau agar hasil Musrembang benar

benar memperhatikan kebutuhan dasar masyarakat hingga ke tingkat desa dan hasil Musrembang nantinya dapat mengikat anggaran APBN. Komisi II DPR RI juga berharap agar anggaran desa sebesar Rp. 500 juta pertahun untuk setiap desa dapat dikelola, dimanfaatkan dan dialokasikan untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.

3. Dalam Rapat kerja dengan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau, Komisi II DPR RI juga mengangkat persoalan program PNPM, dimana dalam pelaksanaannya meminta kepada Pihak Pemprov Kepri agar mengoptimalkan dana/anggaran PNPM yang bertujuan untuk mengangkat kesejahteraan rakyat miskin hingga ke tingkat desa baik di sektor pendidikan, kesehatan dan pengembangan usaha kecil.

4. Dalam penyelesaian sengketa perbatasan dengan Provinsi Jambi atas Pulau Berhala dan sengketa perbatasan dengan Provinsi Bangka Belitung yaitu kepemilikan Gugusan Pulau Tujuh (Pekajang) yang hingga saat ini belum menemukan titik penyelesaian. Berangkat dari sejarah dan dasar hukum yang dimiliki, serta upaya pelayan administrasi dan publik yang telah dilakukan, maka Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau meminta kepada Komisi II DPR RI agar melakukan revisi terhadap UU No. 25 tahun 2002 tentang Pembentukan Kepulauan Riau dan UU No. 31 tahun 2004 tentang Pembentukan Kabupaten Lingga, dengan menetapakan : a. Pulau berhala dan gugusan pulau-pulau yang ada disekitarnya merupakan

bagian yang tidak dapat dipisahkan dari Kabupaten Lingga dan Pulau Berhala termasuk ke dalam wilayah administrasi pemerintah Kabupaten Lingga, Provinsi Kepulauan Riau

b. Pulau pekajang dan gugusan yang ada disekitarnya sebagai bagian yang tidak dapat terpisahkan dari wilayah Kecamatan Lingga, Kabupaten Lingga Provinsi kepulauan Riau

5. Atas pelaksanaan pengelolaan, penataan dan pembangunan batas wilayah negara dan kawasan perbatasan Tahun 2012 oleh Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) pada 12 provinsi di Indonesia termasuk di Provinsi Kepulauan Riau, khususnya Kabupaten natuna, kecamatan Bunguran Timur (kawasan perbatasan laut) dengan anggaran sebesar Rp. 170.000.000.000,- . Komisi II DPR RI meminta agar Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau dapat mengoptimalisasi pengelolaan batas wilayah negara, potensi dan infrastruktur kawasan perbatasan melalui pendekatan kesejahteraan dan keamanan.

25

6. Terhadap penanganan pelanggaran/kejahatan Trans Nasional Crime yang masih

terus marak dilakukan seperti perdagangan anak dan perempuan, penyelundupan, pengerukan pasir, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Daerah bersama dengan aparat TNI dan Kepolisian terus melakukan pengawasan. Dan saat ini pihak Pemerintah telah melakukan pendampingan dan memberikan pendidikan (edukasi) bagi korban

korban trafficking. Namun hambatan yang

dihadapi sekarang yaitu Pemerintah Daerah belum memiliki rumah singgah untuk penanganan dan pembinaan bagi korban trafficking.

7. Terhadap pelaksanaan Sistem Informasi Administrasi dan Kependudukan, saat ini pihak Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau belum dapat mengoperasikan secara on line karena anggaran dari pusat belum turun. Namun saat ini Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau telah meregistrasi penduduknya untuk memperoleh Nomor Induk kependudukan dan target penyelesaian hingga bulan September 2011 untuk 68 juta penduduk.

8. Terkait dengan Dokumentasi dan arsip terhadap kepemilikan seluruh wilayah Provinsi Kepulauan Riau, Komisi II DPR RI berharap kiranya Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau dapat melengkapi seluruh arsip, utamanya bukti

bukti kepemilikan atas pulau

pulau kecil dan 19 pulau terdepan/terluar, mengingat pulau pulau tersebut merupakan wilayah perbatasan yang berbatasan langsung dengan Negara Malaysia, Singapura dan Vietnam. Agar klim Negara lain atas pulau tersebut tidak terulang kembali, seperti hilangnya pulau sipadan dan ligitan disebabkan tidak kuatnya bukti legal atas kepemilikan kedua pulau tersebut sebagai wilayah NKRI.

9. Dalam penyelesaian sengkata tanah, BPN Provinsi Kepulauan Riau tergolong aktif dalam upaya penyelesaian sengketa, dimana dari 69 kasus dari tahun 2008

2009 yang masuk di Kantor Wilayah Pertanahan Provinsi Kepulauan Riau, saat ini sudah menyelesaikan 44 kasus dan 25 kasus dalam proses penyelesaian. Terhadap sengeketa tanah, khususnya yang diadukan ke Komisi II DPR RI terkait kasus Lagoi, Komisi II DPR RI meminta kepada Kakanwil Pertanahan Provinsi Kepulauan Riau agar sengketa tanah tersebut dapat segera diselesaikan di tingkat daerah. Disamping DPR akan terus mengikuti perkembangan kasus tersebut hingga selesai.

10. Terkait dengan pelaksanaan Prona dan Larasita, untuk Program Prona berdasarkan kebijakan Departemen Keuangan dilaksanakan penghematan anggaran sebesar 15 % sehingga dilakukan penurunan target PRONA untuk Kabupaten Bintan sebanyak 150 bidang, Kabupaten Natuna sebanyak 105 bidang dan Kabupaten Lingga sebanyak 300 bidang. Dengan demikian target PRONA untuk Tahun 2009 adalah menjadi 2.445 bidang. Pada pelaksanaan Prona tahun 2011 Provinsi kepulauan Riau, sementara ini dilakukan penundaan setelah penetrasi. Sedangkan untuk program Larasita, secara rinci tidak dilaporkan oleh Kakanwil Pertanahan Provinsi Kepualauan Riau, sehingga tidak dapat dilihat tingkat kesuksesan pelaksanaan Larasita dalam setiap tahunnya. Terkait dengan hal tersebut, Komisi II DPR RI mendesak kepada Kakanwil Pertanahan Prov. Kepulauan Riau untuk menginventaris dan mendokumentasi seluruh jumlah pelayanan sertifikasi baik melalaui Prona maupun Larasita setiap Kabupaten/Daerah agar dapat diketahui perkembangan dan kemajuannya.

11. Untuk optimalisasi pelayanan sertifikasi tanah untuk rakyat, Komisi II DPR RI meminta kepada BPN baik Provinsi Kepulaun Riau maupun BPN Daerah, khususnya Kabupaten Batam agar memaksimalkan pelayanan melalui aplikasi tekhnologi/komputerisasi, sehingga laporan dari setiap tahapan penyelesaian sertifikasi tanah dapat terekam oleh masyarakat, termasuk kejelasan dan transparansi atas jaminan biaya dan jangka waktu penyelesaian sertifikasi.

12. Komisi II DPR RI meminta kepada Kakanwil Pertanahan Kepulauan Riau dan Kepala Pertanahan Kabupaten Batam segera menginventaris seluruh permasalahan terkait dengan pertanahan, dan BPN harus bertanggungjawab secara administrasi dalam penyelesaian masalah

masalah tersebut. Dalam Konteks pertanahan kedepan, Komisi II DPR RI juga meminta kepada Kepala

26

Kantor Pertanahan Kabupaten Batam agar menggunakan Standar Operasional Pelayanan dan Prosedur yang bertaraf Internasional mengingat Batam sebagai salah satu wilayah yang berbatasan dengan Negara Singapur, dan diharapkan kedepan Batam dapat menjadi contoh bagi daerah/institusi yang lain dalam memberikan pelayanan publik yang terbaik.

13. Untuk mendorong optimalisasi pelayan publik, Komisi II DPR RI meminta kepada Kakanwil Pertanahan Provinsi Kepulauan Riau melaporkan rincian penerimaan PNBP dan diharapkan kedepan biaya pelayanan publik tidak lagi bersumber dari APBN, terkecuali gaji pegawai negeri yang bekerja di intitusi BPN tetap menjadi beban APBN .

14. Terhadap pelaksanaan Pemilukada Tahun 2010 di 3 (tiga) wilayah yaitu Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna dan Kota Batam, dimana hasil evaluasi Pemilukada tersebut menunjukkan tingkat partisipasi masyarakat dalam menggunakan hak pilihnya sangat rendah yaitu rata rata hanya mencapai 44%. Menyikapi hal tersebut Komisi II DPR RI meminta kepada KPU Daerah agar kiranya lebih meningkatkan kinerja dalam mensosialisasikan pemilukada kepada masyarakat dengan mempertimbangkan tipologi penduduk yang memiliki tingkat aktifitas tinggi dan seringnya berpindah

pindah. Diharapkan kedepan KPU Daerah dapat mengantisipasi berbagai kelemahan dalam setiap tahapan Pemilukada, utamya memaksimalkan penetapan DPT. Disamping itu berupaya agar tingkat kesadaran masyarakat dalam menggunakan hak pilihnya dalam Pemilukada 2012 lebih meningkat. Komisi II DPR RI juga menyampaikan bahwa dalam hasil akhir penetapan Daftar Pemilih Tetap akan diserahkan tanggungjawabnya kepada KPU/KPU Daerah.

IV. PENUTUP

Demikian, laporan hasil Kunjungan Kerja Komisi II DPR RI ke Provinsi Kepulauan Riau pada Masa Reses Masa Persidangan III Tahun Sidang 2010-2011, sebagai hasil pertemuan dan dialog dengan Pemerintah Daerah Provinsi Kepulauan Riau untuk ditindaklanjuti oleh instansi terkait dalam menentukan kebijakan menuju masyarakat yang adil, sejahtera, dan makmur. Kepada Semua pihak yang membantu terselenggaranya Kunjungan Kerja ini, kami ucapkan terima kasih.

Jakarta, April 2011

KETUA TIM KUNJUNGAN KERJA KOMISI II DPR RI

DRS. ABDUL HAKAM NAJA, M. Si