report pembangunan tanpa mata

32

Upload: puspita-kamil

Post on 22-Mar-2016

215 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Laporan ini disusun oleh organisasi independen anak muda, Backsilmove untuk menyadarkan masyarakat dan juga pemerintah betapa pentingnya menjaga hutan kota terakhir di Kota Bandung, Babakan Siliwangi, dari deru pariwisata - mengambil sudut pandang ekologis, budaya, serta psikologis kota.

TRANSCRIPT

Page 1: Report Pembangunan Tanpa Mata
Page 2: Report Pembangunan Tanpa Mata

2

Untuk informasi lebih lanjut silakan kontak: [email protected] [email protected] Ditulis oleh: Puspita Insan Kamil Disunting oleh: Arif Fiyanto Tim Riset: Canny Lestari Vernon, Gerry

Marta Gumilang, M. Singham Raja La-

gatari, Nadia Ilma Nurwulanti, Rivera

Ilham Firdaus, Wildan Angga Rahman.

Terima kasih kepada: Wirdan Ardi Rukmana, Hadi Priyanto, Lentia Reno Fatih, Adrian Dwiputra. Terima kasih untuk reviewer: Wildan Abdurrahman, Andreas Sur-

yanda Laksono.

Diterbitkan Mei 2013 Oleh Backsilmove

www.backsilmove.org

Gambar Halaman Depan Pepohonan dan Lingkungan di area Babakan Siliwangi, Bandung

Page 3: Report Pembangunan Tanpa Mata

3

Isi Bagian 1. Pengantar _________________________________________________ 4 2. Babakan Siliwangi di Tengah Laju Pembangunan ________________ 6 3. Dampak Ekologis Hilangnya Hutan Kota ________________________12 4. Kehidupan Budaya di Tengah Sempitnya Belantara _______________18 5. Bergerak Bersama Melindung Babakan Siliwangi _________________22 Referensi ____________________________________________________25 Apendiks 1—Peta Babakan Siliwangi _____________________________26 Apendiks 2—Hasil Olah Data Studi Persepsi Lingkungan Restoratif ____28 Apendiks 3—Hasil Olah Data Studi Informasi RTRW Bandung_________30

Gambar pepohonan di hutan kota Babakan Siliwangi, Bandung.

Page 4: Report Pembangunan Tanpa Mata

4

Pengantar

Peradaban manusia berkembang pesat sejak manusia melakukan perjalanan. Dari menjadi

makhluk nomaden, hingga akhirnya menetap setelah memilih tempat terbaik untuk mem-

bangun kehidupan serta kebudayaan yang melingkupinya. Namun peradaban manusia juga

telah memasuki babak baru: manusia yang membangun hidupnya dengan menetap di kota

besar kini merasa jenuh dan membutuhkan perjalanan untuk lepas dari lelah bekerja. Se-

buah prediksi mengenai pasar konsumen mengatakan bahwa hingga tahun 2020 akan terus

ada peningkatan signifikan pada industri jasa pariwisata (Deloitte Global Service Ltd., 2011).

Gambar 1.1 Hutan Babakan Siliwangi yang masih dikunjungi warga Kota Bandung

Peningkatan tersebut didukung dengan ma-

junya perkembangan industri transportasi

dan perbaikan infrastruktur. Prediksi tersebut

nampaknya tidaklah berlebihan, karena me-

mang terdapat peningkatan signifikan dalam

jumlah kunjungan wisatawan mancanegara

atau wisman. Badan Pusat Statistik Indonesia

membukukan pada Januari-Desember 2012

terdapat 8.044.462 wisman datang ke Indo-

nesia, meningkat sebesar 5,16% dari tahun

2011 (Badan Pusat Statistik, 2013). (Badan

Pusat Statistik, 2013).

Tentunya kabar tersebut merupakan se-buah peluang bagi industri pariwisata un-tuk meningkatkan pundi-pundi penda-patan khususnya di kota-kota sarat bu-daya dan keindahan alam dalam beberapa tahun terakhir seperti Yogyakarta, Bali, dan tentunya yang terdekat dengan ibu-kota DKI Jakarta: Bandung. Pada 2012, terjadi jumlah kenaikan wisman dengan persentase kenaikan tertinggi di pintu ma-suk Bandara Husein Sastranegara, Band-ung, sebesar 27,28 persen .

Page 5: Report Pembangunan Tanpa Mata

5

Bandung merupakan kota dengan wilayah kurang lebih 17.000 hektar dengan letak geografis 6o 50’ 38” – 6o 58’ 50” Lintang Selatan dan 107o 33’ 34” – 107o 43’ 50” Bujur Timur (Pemerintah Kota Band-ung, 2011). Bagi warga daerah ibukota Jakarta, kota Bandung merupakan salah satu pilihan tem-pat untuk menghabiskan akhir pekan. Bandung yang dijuluki Paris van Java dikenal dengan industri kreatif serta suhu rendah yang semakin membuat sejuk. Ada penawaran, maka ada permintaan. Per-mintaan akan penopang pariwisata oleh konsumen menyebabkan maraknya pembangunan hotel serta restoran baik dari tingkat kaki lima hingga bintang lima. Pembangunan fasilitas seperti hotel kini sudah mengancam kota Bandung sebagai tempat yang nyaman untuk ditinggali bagi warga Bandung sendiri. Dari sektor pariwisata yang memiliki kunci untuk melayani wisatawan dari luar daerah dengan sebaik-baiknya, kini warga Bandung sendirilah yang terancam kenyamanannya. Salah satu pe-nopang ekologis Bandung terancam dialihfungsi-kan menjadi perhotelan. Penopang tersebut adalah hutan kota Babakan Siliwangi, hutan kota seluas 3,1 hektar yang termasuk sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH) Publik Kota Bandung.

Gambar 1.2 Pepohonan di Hutan babakan Siliwangi

Menurut Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Band-ung, RTH Publik merupakan sebuah area yang penggunaannya bersifat terbuka, dan merupakan tempat tumbuhnya tanaman (Pemerintah Kota Bandung, 2011). RTH Publik termasuk dalam kawasan lindung yang oleh pemerintah kota Bandung ditargetkan men-capai 20 hektar dari luas kota Bandung atau sekitar 3.400 hektar sampai akhir tahun 2031. Maka, ka-wasan Babakan Siliwangi tidak boleh diubah sama sekali atau dialihfungsikan untuk menjaga keseim-bangan kota. Di tengah laju pembangunan berla-belkan “pariwisata” mampukah Babakan Siliwangi bertahan untuk menyediakan kesejahteraan pen-duduk asli Kota Bandung? Gerakan Backsilmove percaya hanya dengan gerakan nyata kita mampu melawan komersialisasi hak penduduk Kota Band-ung. Laporan ini akan memuat pemaparan Ba-bakan Siliwangi, rencana alihfungsi, kerugian eko-logis, kehidupan budaya di tengah hutan Babakan Siliwangi, serta bagaimana upaya kita bersama un-tuk melindungi Babakan Siliwangi, sebagaimana Babakan Siliwangi telah melindungi Kota Bandung kita bersama.

Page 6: Report Pembangunan Tanpa Mata

6

Babakan Siliwangi di Tengah

Laju Pembangunan

Babakan Siliwangi sebagai hutan kota

satu-satunya yang dimiliki kota Bandung

adalah salah satu penyeimbangtatanan

ekologis Kota Bandung. Terletak di

Bandung Utara, Babakan Siliwangi

adalah kawasan seluas 3,84 hektar yang

dikategorikan sebagai Ruang Terbuka

Hijau Publik. Dari total luas Kota Band-

ung seluas 17.000 hektar, Babakan Sili-

wangi hanyalah sekitar 0,02 % dari total

wilayah Kota Bandung. Berdasarkan

peraturan mengenai Penataan Ruang In-

donesia, RTH sebuah kawasan harus

mencapai 30 % dari total wilayah kota,

yang terdiri dari RTH Publik dan RTH Pri-

vat (Pemerintah Republik Indonesia,

2007). Dalam Rencana Tata Ruang

Wilayah Kota Bandung sendiri, RTH Pub-

lik dalam Kota Bandung seharusnya

mencapai 20 % atau sekitar 3.400 hektar

(Pemerintah Kota Bandung, 2011). Na-

mun total tersebut tidak hanya berisi hu-

tan kota, bisa juga merupakan area sem-

padan sungai, taman, Tempat Pemaka-

man Umum, atau kawasan konservasi.

Tetapi jika area Babakan Siliwangi

berkurang lagi, maka Kota Bandung

akan kehilangan hutan kotanya yang

menyumbang persentase RTH Publik.

Masyarakat akan kehilangan haknya un-

tuk tinggal di kota yang sehat dan nya-

man bagi mereka, juga bagi generasi

penerus mereka.

Hutan Kota Babakan Siliwangi Babakan Siliwangi telah dinobatkan menjadi hutan kota pertama yang disahkan dalam Tunza Indonesia, sebuah konferensi anak dan pemuda oleh United Na-tions Environment Program (UNEP) pada 27 Septem-ber 2011 (Suwarni & Dipa, 2011). Penobatan tersebut tidak berlebihan mengingat Babakan Siliwangi adalah satu-satunya hutan kota terakhir yang dimiliki Band-ung dan memenuhi semua klasifikasi hutan kota menu-rut perundang-undangan Indonesia. Untuk menjadi sebuah hutan kota, areal tersebut mini-mal harus seluas o,25 hektar. Definisi hutan kota sendiri di Indonesia adalah:

“Suatu hamparan lahan yang bertumbuhan po-

hon-pohon yang kompak dan rapat di dalam

wilayah perkotaan baik pada tanah negara

maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai

hutan kota oleh pejabat yang berwe-

nang.” (Kementerian Kehutanan Republik Indo-

nesia, 2009)

Jika mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah

(RTRW) Kota Bandung yang dibuat oleh pejabat ber-

wenang dalam Pasal 46 ayat 6, Babakan Siliwangi jelas

merupakan Ruang Terbuka Hijau Hutan Kota seluas 3,1

hektar (Pemerintah Kota Bandung, 2011). Seperti telah

dijelaskan sebelumnya, luas tersebut hanyalah sebesar

0,02 % dari luas total wilayah Kota Bandung. Semen-

tara, hutan kota ideal yang dimiliki sebuah kota adalah

seluas 10 % dari wilayah perkotaan (Kementerian Ke-

hutanan Republik Indonesia, 2009). Jika dihitung, seha-

rusnya Kota Bandung memiliki hutan kota seluas 1.700

hektar!

Page 7: Report Pembangunan Tanpa Mata

7

Pada pasal 2 Undang-undang Peraturan Menteri Ke-hutanan nomor P-71 tahun 2009 mengenai Penye-lenggaraan Hutan Kota, dijelaskan pada ayat 1 bahwa penyelenggaraan hutan kota bertujuan untuk kelestarian, keserasian dan keseimbangan ekosistem perkotaan yang meliputi unsur lingkungan, sosial dan budaya (Kementerian Kehutanan Republik Indo-nesia, 2009). Hal tersebut sesuai dengan fungsi Ba-bakan Siliwangi di Kota Bandung yang memiliki un-sur lingkungan sebagai hutan, sosial sebagai tempat berkumpulnya masyarakat, serta budaya, karena terdapat sanggar seni dan pusat budaya di Babakan Siliwangi. Sementara dari perundangan yang sama pada Pasal 3, disebutkan bahwa fungsi hutan kota adalah untuk : a. memperbaiki dan menjaga iklim mikro dan nilai estetika; b. meresapkan air; c. menciptakan keseimbangan dan keserasian ling-kungan fisik kota; dan d. mendukung pelestarian keanekaragaman hayati Indonesia.

Selain hutan kota, Babakan Siliwangi juga dikate-

gorikan menjadi sebuah Kawasan Strategis Kota

(KSK) menurut RTRW Kota Bandung pada Pasal 60

ayat 4 huruf k (Pemerintah Kota Bandung, 2011).

Dari lampiran RTRW tersebut, dapat diketahui

mengenai peraturan terkait perencanaan, peman-

faatan, dan pengendalian pemanfaatan Babakan

Siliwangi sebagai KSK. Pemanfaatan Babakan Sili-

wangi sebagai RTH adalah sebagai hutan kota, la-

boratorium hidup, dan pemanfaatan infrastruktur.

Untuk mengendalikan pemanfaatan tersebut, ter-

tulis pula disinsentif bahwa di lokasi KSK Babakan

Siliwangi poin pertama adalah tidak dikeluarkannya

izin membangun dan poin kedua adalah menerap-

kan aturan yang ketat. Dalam tabel tahapan pem-

bangunan, terdapat pula alokasi pendanaan yang

disiapkan pemerintah untuk perencanaan sebesar

Rp. 1.000.000.000, pemanfaatan sebesar Rp.

50.000.000.000, dan pengendalian pemanfaatan

sebesar Rp. 50.000.000.000 untuk Babakan Sili-

wangi.

Gambar 2.1 Lampiran RTRW Kota Bandung

Page 8: Report Pembangunan Tanpa Mata

8

Jika sebuah kawasan telah ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Provinsi/Kabupaten/Kota, maka aturan hukum yang berlaku harus mengi-kuti hukum Penataan Ruang Republik Indone-sia. Dalam UU RI No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, Pasal 1 ayat 30 berbunyi:

“Kawasan strategis kabupaten/kota adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupaten/kota terhadap eko-nomi, sosial, budaya, dan/atau lingkun-gan.” (Pemerintah Republik Indonesia, 2007)

Dapat ditarik kesimpulan bahwa fungsi Ba-

bakan Siliwangi sebagai KSK Bandung adalah

wilayah yang seharusnya diprioritaskan oleh

pemerintah kota untuk dilindungi, karena

fungsinya menyangkut hajat hidup masyarakat

Kota Bandung. KSK Babakan Siliwangi secara

undang-undang diakui memiliki pengaruh yang

penting baik dari segi berbagai aspek, khusus-

nya adalah sosial, budaya dan juga lingkungan.

Babakan Siliwangi juga diidentifikasi Pemerintah Kota

Bandung sendiri dalam RTRW Kota Bandung sebagai

Ruang Terbuka Hijau yang bersifat Publik. Jika kembali

merujuk pada Undang-undang Penataan Ruang Re-

publik Indonesia, Ruang terbuka hijau adalah area me-

manjang/jalur dan/atau mengelompok, yang peng-

gunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh

tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun

yang sengaja ditanam (Pemerintah Republik Indonesia,

2007). Dalam penjelasannya, yang termasuk ke dalam

RTH Publik adalah ruang terbuka hijau yang dimiliki

dan dikelola oleh pemerintah daerah kota yang diguna-

kan untuk kepentingan masyarakat secara umum. Ter-

masuk di dalamnya adalah taman kota, taman pe-

makaman umum, dan jalur hijau sepanjang jalan, sun-

gai, dan pantai. Sementara yang termasuk ke dalam

ruang terbuka hijau privat adalah kebun atau halaman

rumah/gedung milik masyarakat/swasta yang ditanami

tumbuhan.

Dari kajian perundangan kembali ditarik kesimpulan

bahwa Babakan Siliwangi adalah sebuah hutan kota

yang merupakan KSK, sehingga harus diprioritaskan

perlindungannya karena memiliki fungsi lingkungan,

sosial dan budaya. Status Babakan Siliwangi sebagai

RTH Publik juga berarti penggunaan Babakan Siliwangi

diperuntukkan kepentingan masyarakat umum dan

dikelola pemerintah kota, bukan komersialisasi swasta

untuk mencari profit semata.

Page 9: Report Pembangunan Tanpa Mata

9

Babakan Siliwangi milik Masyarakat Bandung: Mutlak! Babakan Siliwangi merupakan sebuah hutan kota, yang merupakan hak masyarakat kota Bandung. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan RI no. P-71 tahun 2009, pasal 2 dapat dipahami bahwa hutan kota diperuntukkan untuk menekan mengurangi peningkatan suhu udara di perkotaan; menekan/mengurangi pencemaran udara (kadar karbon-monoksida, ozon, karbondioksida, oksida nitrogen, belerang dan debu); mencegah terjadinya penu-runan air tanah dan permukaan tanah; dan mencegah terjadinya banjir atau genangan, kekerin-gan, intrusi air laut, meningkatnya kandungan logam berat dalam air (Kementerian Kehutanan Republik Indonesia, 2009). Sementara dari Pasal 16, dapat ditarik poin-poin seperti berikut. 1. Babakan Siliwangi termasuk dalam hutan kota

dengan karakteristik Tipe kawasan pemukiman dengan karakter pepohonan yang berakar kuat, ranting tidak mudah patah, daun tidak mudah gugur, serta menghasilkan bunga/buah/biji yang bernilai ekonomis.

2. Hutan kota Tipe kawasan pemukiman dibangun untuk berfungsi sebagai penghasil oksigen, pen-yerap karbondioksida, peresap air, penahan an-gin, dan peredam kebisingan.

3. Isi dari hutan kota Tipe kawasan pemukiman sendiri berupa jenis komposisi tanaman pepoho-nan yang tinggi dikombinasikan dengan tana-man perdu dan rerumputan.

Poin-poin tersebut merupakan fungsi hutan kota Tipe pemukiman yang memang diperuntukkan fungsinya demi kemaslahatan rakyat (Kementerian Kehutanan Republik Indonesia, 2009).

Data menyebutkan Babakan Siliwangi memiliki ra-

tusan pohon yang terdiri dari 48 spesies, seperti po-

hon durian dan pohon Ki Hujan (Samanea saman)

yang mampu menghasilkan 4.680 kilogram oksigen

dan menyerap 5.400 kilogram karbon dioksida

setiap harinya, menghemat Rp. 42,7 triliun rupiah

setiap tahunnya (Suwarni & Dipa, 2011). Sementara

studi terbaru dari Edriani (2013) menemukan bahwa

terdapat total 1661 individu pohon dari 85 spesies

dan 36 famili dengan tiga spesies pohon dengan

jumlah terbanyak adalah Delonix regia (flamboyan),

Homalanthus populneus (kareumbi), dan Cupressus

sempervirens (cemara lilin). Fungsi-fungsi pohon-

pohon dari hutan kota tersebut seharusnya dijaga

oleh pemerintah karena merupakan amanat dan

hak dari rakyat Kota Bandung untuk tetap hidup

sejahtera di tengah gempuran industri pariwisata.

Gambar 2.2 Keanekaragaman Babakan

Siliwangi

Page 10: Report Pembangunan Tanpa Mata

10

Masyarakat Bandung memiliki hak-hak atas ling-

kungannya. Menurut Pemerintah Republik Indo-

nesia dalam UU No. 26 tahun 2007 Penataan Ru-

ang dalam pasal 60, setiap orang berhak untuk

mengetahui rencana tata ruang, menikmati per-

tambahan nilai ruang sebagai akibat penataan

ruang, memperoleh penggantian yang layak atas

kerugian yang timbul akibat pelaksanaan

kegiatan pembangunan yang sesuai dengan ren-

cana tata ruang, mengajukan keberatan kepada

pejabat berwenang terhadap pembangunan yang

tidak sesuai dengan rencana tata ruang di

wilayahnya, mengajukan tuntutan pembatalan

izin dan penghentian pembangunan yang tidak

sesuai dengan rencana tata ruang kepada pejabat

berwenang, dan mengajukan gugatan ganti

kerugian kepada pemerintah dan/atau pemegang

izin apabila kegiatan pembangunan yang tidak

sesuai dengan rencana tata ruang menimbulkan

kerugian.

Sementara menurut pasal 65, penyelenggaraan

penataan ruang dilakukan oleh pemerintah den-

gan melibatkan peran masyarakat dengan par-

tisipasi dalam penyusunan rencana tata ruang,

pemanfaatan ruang, serta pengendalian peman-

faatan ruang. Sudah jelas bahwa masyarakat ber-

hak dan juga memiliki kewajiban untuk mengam-

bil peran serta terlibat dalam tata ruang kota

Bandung, bukan hanya pemerintah kota.

Pada kenyataannya, Babakan Siliwangi sebagai salah satu elemen tata ruang kota Bandung telah mengalami perjalanan panjang hingga kini. Pa-paran dari Darmoyono (2004) merupakan salah satu paparan terlengkap mengenai perjalanan Ba-bakan Siliwangi. Setelah bertransformasi dari ka-wasan Lebak Siliwangi dan pada tahun 1980-an, mulai dibangun restoran Babakan Siliwangi oleh Pemerintah Kota Bandung dan Sanggar Olah Seni dan Sanggar Mitra Seni oleh Departemen Kebu-dayaan Jawa Barat. Kemudian, ITB atau Institut Teknologi Bandung mulai membangun Sasana Bu-daya dan Olahraga (Sabuga) di kawasan Babakan Siliwangi. Luas tersisa pada saat itu adalah 3,84 hektar yang dibiarkan menjadi hutan kota. Kemudian karena Babakan Siliwangi dianggap tidak mendatangkan pemasukan bagi pemerintah kota, maka mulai direncanakan akan dibangun apartemen oleh inves-tor pada 2001. Pada 2003, gerakan menentang pembangunan apartemen di kawasan tersebut mu-lai menyeruak. Berbagai peninjauan kembali dilakukan, salah satunya menghitung beban transportasi yang akan muncul setelah pembangunan apartemen. Pada saat artikel ditulis oleh Darmoyono (2004), ada 2000 kendaraan melintas di Jalan Siliwangi pada jam-jam sibuk. Kondisi tersebut sudah sangat men-jadi beban, dan tidak mungkin ditambah lagi. Ber-bagai pertentangan di masyarakat akhirnya pada tahun 2004 walikota Bandung yang baru terpilih mengeluarkan pernyataan tertulis bahwa Babakan Siliwangi akan tetap diperuntukkan sebagai daerah hijau. Rangkaian kasus tersebut diharapkan dapat mendorong masyarakat untuk lebih aktif lagi dalam partisipasi kontrol kebijakan pemerintah daerah.

Page 11: Report Pembangunan Tanpa Mata

11

Masyarakat memiliki hak untuk bersuara mengenai

tata kelola lingkungannya. Analisis Mengenai Dam-

pak Lingkungan (Amdal) adalah sebuah instrument

yang perlu dikenali oleh masyarakat untuk menda-

pat keadilan lingkungan dari pemerintah. Menurut

UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan

Hidup nomor 32 Tahun 2009, Amdal harus dibuat

oleh siapapun yang akan membangun usaha dan/

atau kegiatan yang berdampak penting terhadap

lingkungan hidup. Jika usaha yang akan dibuat akan

mengubah bentuk lahan dan bentang alam, memiliki

potensial untuk mencemari lingkungan hidup dan

kemerosotan sumber daya alam, serta dapat meng-

ganggu lingkungan alam, sosial, dan budaya, maka

pihak yang akan membangun usaha tersebut wajib

memiliki Amdal.

Masyarakat harus dilibatkan pula dalam pembuatan

Amdal, dan hak tersebut dijamin oleh Undang-

undang. Masyarakt juga dapat mengajukan keber-

atan akan dokumen Amdal. Bila Amdal tidak ter-

lengkapi, maka walikota wajib menolak permoho-

nan izin lingkungan dari pengusaha terkait. Maka,

masyarakat Bandung sebenarnya memiliki legiti-

masi akan lingkungan dan kotanya sendiri.

Gambar 2.3 Babakan Siliwangi, hutan kota

milik masyarakat Bandung

Page 12: Report Pembangunan Tanpa Mata

12

Dampak Ekologis Hilangnya

Hutan Kota

Kurt Lewin, seorang ahli teori belajar manu-sia pernah membuat rumus dari perilaku manusia pada tahun 1951 yakni:

B = f (P,E)

B adalah behavior atau tingkah laku dalam

kelompok, P adalah person atau orang yang

tergabung dalam kelompok, dan E adalah

environment atau lingkungan tempat

kelompok berada (Forsyth, 2010).

Rumus tersebut memberikan penjelasan

bagaimana tingkah laku kelompok atau in-

dividu dalam kelompok merupakan hasil in-

teraksi dari karakteristik personal individu

serta lingkungannya. Artinya, selamanya

manusia tidak akan pernah bisa lepas dari

kondisi pengaruh lingkungan. Berbagai bu-

daya lahir dari inspirasi alam, bermacam

nilai luhur lahir dari perenungan manusia

dengan memperhatikan sekitarnya, dan

beragam makna hidup dapat dicapai seo-

rang individu dengan melihat lingkun-

gannya. Bahkan, manusia mampu bertahan

hidup karena beradaptasi dengan lingkun-

gannya.

Lingkungan telah memberikan manusia kebutuhan

dasar untuk bertahan hidup, seperti makanan, air,

dan udara. Lingkungan memiliki keseimbangannya

sendiri dan jika kita mengubah hanya sedikit bagian

dari lingkungan tersebut, akan terdapat perubahan

lain yang tidak kita inginkan dan dapat berbahaya

bagi makhluk hidup (Bell, Greene, Fisher, & Baum,

2001).

Rusaknya Tata Ruang Kota Bandung tanpa Ba-bakan Siliwangi Apakah benar Bandung semakin cantik ketika se-mua kotanya telah dibangun menjadi gedung hotel tinggi atau restoran? Berlyne’s Aesthetic adalah salah satu konsep ilmiah yang dapat mendefinisikan dari indikator apa saja sebuah lingkungan dapat dikatakan cantik. Merujuk pada Bell dkk. (2001), Berlyne’s Aesthetic mengaju-kan empat indikator bahwa satu tempat dapat diidentifikasikan sebagai lingkungan yang cantik, yakni:

Complexity (kompleksitas), atau derajat keber-

agaman komponen-komponen yang terda-pat dalam lingkungan tersebut,

Novelty (kebaruan), atau derajat seberapa ling-kungan tersebut memiliki hal yang baru bagi pengunjungnya,

Incongruity (tidak kongruen), atau derajat keti-daksesuaian faktor lingkungan dan kon-teksnya,

Surprisingness (mengejutkan), atau derajat bahwa sebuah tempat berbeda dari ekspek-tasi pengunjung sebelumnya.

Page 13: Report Pembangunan Tanpa Mata

13

Jika Bandung akan berubah menjadi kota pari-

wisata metropolitan dengan ratusan hotel dan re-

storan, derajat keberagaman dari lingkungan

Bandung akan menjadi lebih rendah. Selain itu,

karena pada umumnya hotel dan restoran seragam

bahkan dengan kota besar asal para turis, maka

derajat kebaruan Bandung akan menjadi rendah.

Kemudian, faktor lingkungan dan konteks akan

menjadi terlalu kongruen, menimbulkan rendah-

nya derajat perbedaan ekspektasi pengunjung

dengan kondisi Bandung. Bandung akan lebih ma-

cet, berisik, dan berbahaya. Sejak itu pula, Band-

ung tidak akan lagi menjadi cantik. Para turis pun

akan pindah mencari tempat lain yang baru.

Namun Babakan Siliwangi menyediakan seluruh

derajat indikator “cantik” yang dibutuhkan kota

Bandung untuk menjadi kota pariwisata. Babakan

Siliwangi menyediakan keberagaman di tengah

kota Bandung, tidak hanya alam namun juga bu-

daya. Babakan Siliwangi juga menyediakan keba-

ruan bagi turis dari kota besar khususnya Jakarta

dengan tempat Pamidangan Domba dan pusat bu-

daya di tengah alam. Babakan Siliwangi juga tidak

kongruen dengan sibuknya kota Bandung, men-

jadikannya tempat yang berbeda dengan ekspek-

tasi wisatawan bahwa “tidak ada lagi hutan kota di

kota Bandung”. Babakan Siliwangi adalah potensi

terakhir milik kota Bandung untuk menambah can-

tik kota pariwisata ini.

Paparan sebelumnya diberikan dari sudut pandang wisatawan. Namun bagaimana dengan penduduk atau masyarakat kota Bandung? Apakah Babakan Siliwangi masih menjadi tempat yang menyenang-kan dan memiliki fungsi signifikan bagi kota Band-ung? Paparan Darmoyono (2004) menunjukkan bahwa

terdapat berbagai dampak negatif jika Babakan Sili-

wangi diubah fungsinya dari hutan kota menjadi

fungsi lain, misalnya apartemen. Selain kepadatan

transportasi di Jalan Siliwangi yang tidak mungkin

lagi mendapat beban tambahan, untuk kebutuhan

apartemen atau tempat rekreasi buatan lain tentu

membutuhkan eksplorasi air tanah yang akan

mengganggu sistem air tanah Babakan Siliwangi.

Ada pula limbah yang akan dihasilkan seperti lim-

bah cair dan padat yang berdampak negatif bagi

lingkungan sekitar.

Gambar 3.1 Pepohonan besar di hutan

kota Babakan Siliwangi

Page 14: Report Pembangunan Tanpa Mata

14

Pada tahun 1995, Steven Kaplan membuat se-

buah teori Psikologi Lingkungan terkemuka,

bernama Attention Restoration Theory (ART).

ART menggambarkan bagaimana manusia ha-

rus memberikan usaha lebih untuk fokus pada

sebuah tugas atau kegiatan, namun lama ke-

lamaan usaha tersebut akan menimbulkan

kelelahan atau directed attention fatigue (Bell,

Greene, Fisher, & Baum, 2001).

Ketika dalam kondisi kelelahan tersebut, manu-

sia membutuhkan sebuah tempat untuk

“mengisi baterai”-nya kembali di tempat yang

tidak menuntut usaha lebih dari manusia untuk

fokus dan menikmati lingkungan. Menurut

Kaplan, karakteristik yang sesuai untuk sebuah

tempat yang restoratif tersebut adalah jauh

dari keseharian, mampu memberikan pengala-

man dalam ruang dan waktu, menarik dan

melibatkan, dan kemampuan lingkungan untuk

mendukung kegiatan yang diinginkan (1989,

dalam Bell, Greene, Fisher, & Baum, 2001).

Jika ditelaah, Babakan Siliwangi memiliki em-

pat karakteristik tersebut. Babakan Siliwangi

sangat berbeda dari lingkungan kantor tempat

warga Bandung menghabiskan harinya,

mampu memberikan pengalaman baru seperti

Pamidangan Domba atau galeri seni, menarik

dan melibatkan masyarakat untuk menjelajahi

hutannya, serta kemampuan lingkungan untuk

mendukung berbagai kegiatan seperti jogging,

fotografi, musik, dan lainnya. Namun benarkah

analisis tersebut sesuai dengan persepsi warga

Bandung? Untuk mengetahui lebih lanjut,

Backsilmove membuat sebuah penelitian

deskriptif yang akan dipaparkan dalam penjela-

san selanjutnya.

Studi Persepsi Lingkungan Restoratif Studi ini merupakan studi kuantitatif yang melibatkan 52 partisipan, dari Jakarta dan Bandung. Alat ukur yang digunakan dalam studi ini adalah adap-tasi dari Perceived Restorativeness Scale (PRS) yang sudah terbukti valid dan reliabel dalam mengujikan persepsi masyarakat apakah sebuah tempat dikate-gorikan sebagai lingkungan yang restoratif atau tidak. PRS dikonstruksikan dan diujikan oleh Hartig, Korpela, Evans, dan Gärling (1996). Skala PRS yang digunakan kali ini terdiri dari 16 item yang diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia. Item-item tersebut adalah: 1. Babakan Siliwangi adalah tempat saya kabur dari kera-maian kota Bandung. 2. Menghabiskan waktu di sini memberikan saya istirahat sejenak dari rutinitas sehari-hari saya. 3. Suasana di Babakan Siliwangi sangat menyenangkan. 4. Perhatian saya saat mengunjungi Babakan Siliwangi terbagi ke banyak hal yang menarik. 5. Saya ingin mengetahui Babakan Siliwangi lebih jauh lagi. 6. Saya ingin lebih mengeksplor area Babakan Siliwangi. 7. Saya ingin menghabiskan waktu lebih lama untuk memperhatikan sekitar saat di Babakan Siliwangi. 8. Terlalu banyak hal yang terjadi di Babakan Siliwangi. 9. Babakan Siliwangi adalah tempat yang membingung-kan. 10. Ada hal-hal yang mengganggu saya di Babakan Sili-wangi. 11. Suasana di Babakan Siliwangi sangat kacau. 12. Saya bisa melakukan hal yang saya suka di Babakan Siliwangi. 13. Saya memiliki perasaan bahwa saya memang seha-rusnya berada di Babakan Siliwangi. 14. Saya memiliki rasa kebersatuan dengan Babakan Sili-wangi. 15. Berada di Babakan Siliwangi cocok dengan kepribad-ian saya. 16. Saya bisa menemukan cara untuk nyaman dengan diri

saya sendiri saat berada di Babakan Siliwangi.

Page 15: Report Pembangunan Tanpa Mata

15

Item nomor 1 dan 2 mengujikan apakah Babakan Siliwangi termasuk dalam kategori tempat yang mampu menjauhkan warga dari hiruk pikuk perkotaan Bandung (being away). Kemudian item nomor 3 sampai 7 mengujikan apakah Babakan Siliwangi termasuk dalam kategori tempat yang mampu menarik perhatian pengunjung (fascination). Sementara itu item no.8 sampai 11 mengujikan koherensi dan dikoding terbalik, apakah Babakan Siliwangi tempat yang koheren dan mampu menyediakan ketenan-gan bagi pengunjungnya (coherence). Terakhir, item nomor 12 sampai 16 mengujikan apakah Babakan Siliwangi kompatibel untuk kegiatan warga (compatibility).

Studi ini diikuti oleh 52 warga Bandung dan Jakarta dengan rata-rata usia 20,81 tahun (SD= 2.843).

Kriteria partisipan studi ini adalah sudah pernah mengunjungi Babakan Siliwangi. Sebanyak 86.4 % par-

tisipan adalah warga Bandung dan 15.4 % partisipan adalah warga Jakarta. Metode pengumpulan data

secara online dengan Google Form. Untuk jenis kelamin, 63.5% adalah pria dan 36.5% adalah wanita.

Hasil deskriptif dari studi ini adalah Untuk kategori being away, mean sebesar 4.425 dari total maksimum 6.00 (SD= 1.356). Untuk kategori fascination, mean sebesar 4.916 dari total maksimum 6.00 (SD= 1.113). Untuk kategori coherence, mean sebesar 3.98 dari total maksimum 6.00 (SD= 1.455). Untuk kategori compatibility, mean sebesar 4.412 dari total maksimum 6.00 (SD= 1.26). Rerata keseluruhan 4.43 dari 6.00, dengan SD= 1.296. Hasil uji reliabilitas mengunakan Cronbach Alpha menunjukkan alat ukur yang digunakan cukup reliable dengan hasil 0.718. Interpretasi Secara keseluruhan, partisipan memandang Babakan Siliwangi sebagai lingkungan yang restoratif bagi mereka (M= 4.43, SD= 1.296). Lingkungan yang restoratif atau mampu menyembuhkan kelelahan sehari-hari memiliki 4 kriteria yakni being away, fascinating, coherence, dan compatibility. Secara being away, Babakan Siliwangi cukup dipandang sebagai tempat yang mampu menjauhkan warga dari hiruk pikuk padatnya kota Bandung (M= 4.425, SD= 1.356). Temuan studi ini membuktikan bahwa Babakan Sili-wangi menyediakan fungsi psikologis bagi tidak hanya warga Bandung, namun juga warga Jakarta yang pernah mengunjungi Babakan Siliwangi. Kemudian selanjutnya, secara fascination, Babakan Siliwangi dipandang sebagai tempat yang menarik bagi orang yang pernah mengunjunginya (M= 4.916, SD= 1.113). Mean yang didapat Babakan Siliwangi dalam kategori ini cukup besar, yang artinya sebenarnya pemerintah memiliki peluang untuk mempromosikan Babakan Siliwangi sebagai hutan kota Bandung yang alami. Hal tersebut terbukti menarik bagi warga Bandung dan Jakarta. Selanjutnya adalah dimensi coherence atau koherensi. Mean yang didapat Babakan Siliwangi dalam dimensi ini cukup kecil, yakni sekitar 3.98 (SD= 1.455). Artinya, bagi warga Babakan Siliwangi memiliki koherensi yang tidak begitu besar. Mungkin pandangan tersebut disebabkan letaknya yang berdempetan dengan Sabuga, restoran, atau jalan raya yang cukup padat. Perlu diperhatikan juga simpangan dari dimensi ini juga cukup besar yang artinya terdapat pendapat yang amat berbeda-beda dari setiap partisipan. Dimensi terakhir adalah compatibility atau kompatibilitas Babakan Siliwangi. Menurut peserta, Babakan Siliwangi cukup kom-patibel (M= 4.412, SD= 1.26) yang artinya Babakan Siliwangi adalah sebuah tempat yang mampu mem-fasilitasi kegiatan-kegiatan yang digemari oleh warga Bandung dan Jakarta. Hasil studi ini membuktikan bahwa meski pemerintah membuat klaim akan kerugian lahan Babakan Siliwangi yang tidak dialihfungsikan secara komersil, nyatanya Babakan Siliwangi masih sangat ber-fungsi bagi warga sekitar.

Page 16: Report Pembangunan Tanpa Mata

16

Dampak Psikologis Berkepanjangan yang Merugikan Rakyat Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan kondisi lingkungan menjadi terasa menekan kondisi psikologis manusia. Menurut For-syth (2010), penyebab-penyebab tersebut adalah suhu yang tinggi, kebisingan, keber-bahayaan tempat tersebut (misal rawan bencana). Berdasarkan bermacam studi yang sudah dilakukan, manusia akan terte-kan jika berada di lingkungan yang bersuhu tinggi, bising, dan berbahaya bagi dirinya. Sementara itu, pemanasan global telah merangsang terjadinya berbagai hal pemicu stres lingkungan yang telah disebutkan se-belumnya. Pemanasan global telah menaik-kan suhu bumi, pembangunan membuat suara bising, dan pemanasan global telah membuat berbagai daerah rawan bencana khususnya di negara tropis. Di Indonesia sendiri, pemerintah sudah menetapkan kriteria baku terjadinya pemanasan global jika merujuk pada UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan nomor 32 tahun 2009:

Kenaikan temperatur Kenaikan air laut Badai dan/atau Kekeringan

Babakan Siliwangi sebagai hutan kota, jelas

memiliki fungsi untuk mencegah kenaikan

temperatur lingkungannya. Dalam jangka

panjang, suhu yang tetap akan menjaga es

abadi di kutub tidak mencair dan mencegah

kenaikan air laut. Hal tersebut akan

mencegah badai dan juga kekeringan di

tempat rawan bencana.

Meurujuk pada Bell dkk. (2001), gangguan psikologis berkepanjangan yang akan ditimbulkan dari gangguan lingkungan termasuk hal-hal berikut ini; A. Noise (kebisingan) – kebisingan adalah suara-suara

yang tidak diinginkan oleh individu dalam lingkun-gannya. Sumber-sumber kebisingan adalah transpor-tasi, pekerjaan pembangunan, atau sumber lain yang suaranya tidak diinginkan. Efek dari kebisingan ini salah satunya adalah tingginya derajat kebisingan akan meningkatkan stres pada yang mendengarnya (e.g. Cohen, dkk. 1986). Kebisingan tinggi juga memicu at-ensi dan memori akan hal-hal negatif (Willner & Neiva, 1986). Sebuah studi juga menemukan bahwa kebisin-gan akan meningkatkan agresivitas terutama jika se-seorang sedang merasa marah (Konecni, 1975). Padat-nya lalu lintas Bandung yang akan terus meningkat seiring pembangunan akan menimbulkan derajat ke-bisingan yang melelahkan bagi warga Bandung.

B. Overstimulation (terlalu banyak stimulus lingkungan) – kemacetan, tugas kantor, tugas kuliah, PR, beban hidup dan lainnya ditambah dengan gedung tinggi tanpa hijau pohon, akan menimbulkan kondisi yang disebut beban lingkungan atau environmental load. Kondisi tersebut dapat memunculkan tunnel vision pada manusia, yakni manusia memilih menghiraukan berbagai kondisi dan situasi lingkungan dan memilih satu saja stimulus untuk difokuskan. Fenomena tidak peduli dengan orang lain yang butuh pertolongan se-mentara diri sendiri sibuk dengan ponsel di tangan me-rupakan salah satu contoh tunnel vision. Jika Bandung akan menjadi kota yang terlalu padat, banyak stimulus seperti papan reklame serta pusat-pusat perbelanjaan atau pariwisata buatan, tingkat kepedulian masyara-katnya akan berkurang dan kriminalitas jelas dapat meningkat.

C. Suhu – beberapa dampak psikologis akan timbul setelah ada peningkatan suhu. Sebuah studi berhasil membuk-tikan bahwa keinginan seseorang untuk menolong orang lain akan menurun saat suhu sedang meningkat di musim panas, dan meningkat di musim dingin (Cunningham, 1979). Pemanasan global merangsang kenaikan suhu yang dapat menyebabkan kerusakan beberapa tatanan masyarakat, maka kita harus ber-sama-sama menghentikan berbagai kegiatan yang berkontribusi terhadap peningkatan suhu.

Page 17: Report Pembangunan Tanpa Mata

17

Anak-anak merupakan korban lain yang cukup krusial jika Babakan Siliwangi akan dialihfungsi-kan. Di era teknologi canggih seperti ini, anak-anak kehilangan hak mereka untuk bermain di alam bebas. Anak-anak tidak terlahir dengan memilih play-station atau telepon genggam sebagai alat per-mainan mereka – mereka dipaksa oleh lingkun-gannya untuk tidak bermain di alam, salah satunya karena ketidaktersediaan fasilitas terse-but. Pembangunan kota besar baik untuk per-kantoran maupun pariwisata seperti hotel dan restoran telah mengambil alih lahan terbuka yang menjadi hak anak-anak sebagai area ber-main. Lalu seperti apa lahan yang cocok menjadi tem-pat anak bermain di alam bebas? Menurut Rosenow dan Wirth (2010), kriteria lahan yang cocok untuk anak bermain di alam adalah:

memiliki aset alamiah, misal budaya lokal, iklim, atau sejarah daerah, adanya tanaman-tanaman yang tidak sejenis, material alamiah, menyediakan kemungkinan yang banyak un-tuk anak melakukan sesuatu, menstimulasi semua indera, serta menginspirasi anak untuk bertanya dan me-nemukan jawabannya.

Babakan Siliwangi memiliki kriteria-kriteria tersebut. Ada budaya lokal, tanaman tidak sejenis, material ala-miah, memungkinkan anak banyak melakukan sesuatu, menstimulasi indera pendengaran, penglihatan, pen-ciuman, dan perabaan, serta menginspirasi anak untuk bertanya mengenai berbagai hal. Dewasa ini, orang tua serta pembuat kebijakan sudah lupa mereka pernah menjadi anak-anak, sehingga fasilitas kota yang ada pun lebih ditujukan untuk populasi remaja hingga de-wasa madya. Ini saatnya kembali memperhatikan anak-anak dan haknya untuk tumbuh dan berkembang di lingkungan yang baik bagi perkembangan psikologis-nya.

Bermain adalah cara anak mempelajari diri mereka

sendiri serta dunia lewat pengalaman yang mereka

buat sendiri (Elkind, 2009). Selain itu secara interna-

sional, Konvensi Hak Anak PBB telah mengatur dalam

Pasal 29 bahwa pendidikan anak harus diarahkan

kepada kepribadian, bakat, mental, fisik, hak asasi

manusia, sikap menghormati anak, tanggung jawab,

dan menghormati lingkungan. Sementara pada Pasal

31, anak memiliki hak untuk beristirahat dan bersenang

-senang dalam kegiatan yang layak untuk usia anak

(Unicef, 2003). Tisna Sanjaya, seniman dari Bandung

mengatakan akan jauh lebih baik jika kita mau bersama

menjaga Babakan Siliwangi dan menjadikannya tem-

pat bermain dan berwisata yang ramah, baik secara

lingkungan maupun untuk semua kalangan usia. Hal

tersebut dapat diwujudkan dengan membangun tapak

jalan yang rapi, seperti jembatan yang melintang saat

ini di Babakan Siliwangi dan memasang informasi ber-

bagai spesies tanaman yang ada di Babakan Siliwangi.

Selain menjaga, kita juga dapat bersama-sama mem-

fasilitasi anak cucu kita sebuah tempat pembelajaran

yang ramah lingkungan. Oleh sebab itu, penting bagi

para pemangku kebijakan untuk benar-benar memper-

hatikan kebutuhan masyarakatnya, dari kecil hingga

tua, dan menjaga fungsi Babakan Siliwangi sebagai hu-

tan kota sebagai fasilitas untuk semua kalangan usia –

mewujudkan pembangunan yang benar-benar peduli

masyarakat, bukan tanpa mata.

Gambar 3.2 Anak-anak harus bermain di alam bebas

Page 18: Report Pembangunan Tanpa Mata

18

Kehidupan Budaya di Tengah

Sempitnya Belantara

“Kurasakan sejukmu saat ku gapai dirimu Terlintas di mataku keindahan yang takkan pernah mati

Kupandangi begitu lama hijaumu takkan pernah memudar Akankah semuanya berhamparan dan takkan pernah berakhir? Takkan pernah mati?

Ini hutanku, jangan kau curi hutanku! Ini hutanku, jangan kau bakar hutanku!

Dapatkah kunikmati suara kicau burung bernyanyi Berharap ku terbawa dalam sejuk yang takkan pernah berakhir, takkan pernah mati

Ini hutanku, jangan kau rusak hutanku! Ini rumahku, jangan kau ganggu hidupku!”

– Negeri Lumut, Jenggala

Gambar 4.1 Tempat Adu Ketangkasan

Domba di Babakan Siliwangi

Page 19: Report Pembangunan Tanpa Mata

19

Alam memberikan banyak inspirasi, seti-

daknya itulah prinsip yang dipegang oleh

banyak seniman.

Lirik lagu Jenggala dari penggiat musik asal

Bandung, Negeri Lumut, adalah sajak yang

menggambarkan bagaimana hutan adalah

rumah bagi semua orang dan tidak seharus-

nya dialihfungsikan. Lagu tersebut dilan-

tunkan pada salah satu acara yang diada-

kan oleh Backsilmove, yaitu Aprilmove di

pelataran Sanggar Olah Seni Babakan Sili-

wangi.

Babakan Siliwangi sendiri telah lama menjadi

pusat budaya sejak didirikannya Sanggar Olah Seni

pada tahun 1980-an oleh Pemerintah Kota Ban-

dung (Darmoyono, 2004). Dalam bab ini, akan di-

bahas bagaimana Babakan Siliwangi telah bertum-

buh menjadi pusat seni, adu ketangkasan domba,

serta kegiatan kreatif anak muda.

Kehidupan Seniman Babakan Siliwangi Babakan Siliwangi telah lama menjadi bagian dari

seniman Kota Bandung. Tisna Sanjaya, seorang

seniman dari Kota Bandung yang juga merupakan

Dosen Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut

Teknologi Bandung memaparkan bagaimana Ba-

bakan Siliwangi tidak hanya menyangga lingkun-

gan hidup, namun juga kebudayaan dan menjadi

tempat berkumpul masyarakat untuk menyampai-

kan pendapat baik mengenai lingkungan, budaya,

sosial, dan politik (Sanjaya, 2013). Warga akan re-

sah jika Babakan Siliwangi nantinya akan di-

alihfungsikan. Kini seniman sudah mulai melukis di

jalanan dengan media seng untuk bersuara. Menu-

rutnya, seni adalah sebuah bentuk protes terhadap

lingkungan. Seniman punya sikap, dan jumlah seni-

man yang akan bersuara untuk Babakan Siliwangi

akan terus bertambah. Sejak tahun 2003, isyu pen-

galihfungsian Babakan Siliwangi dimulai dengan

rencana pembangunan apartemen. Saat itu, ele-

men masyarakat khususnya seniman menyuarakan

dengan berbagai cara. Contohnya adalah almarhum

Harry Rusli dengan musik serta Tisna Sanjaya

sendiri dengan karya instalasi. Bandung sudah ter-

lalu penuh, sudah terlalu banyak restoran dan pem-

bangunan sebagai bentuk hegemoni terhadap kapi-

tal. Bandung membutuhkan filter, penyangga kota

untuk berkebudayaan sembari menjaga lingkun-

gan. Jika Babakan Siliwangi akan dibangun resto-

ran, akan ada kebutuhan lahan parkir dan air yang

disedot dalam jumlah banyak. Kultur Bandung

adalah keseimbangan. Seni adalah keseimbangan.

Keseimbangan diperlukan Kota Bandung dengan

menyelaraskan pembangunan dan perlindungan

ruang hijau. Pemerintah harus punya nyali untuk

mempertahankan Babakan Siliwangi dari deru pari-

wisata yang membutakan.

Gambar 4.2 Sanggar Olah dan Mitra Seni Babakan Siliwangi

Page 20: Report Pembangunan Tanpa Mata

20

Pamidangan Domba Jika kita melihat keseluruhan lingkungan Babakan Siliwangi, kita akan mendapati sebuah tempat seperti gelanggang. Tempat tersebut diberi tempat duduk bertingkat di sekelilingnya, mengelilingi padang rumput yang mungkin tidak terlalu besar. Tempat tersebutlah yang dulu secara rutin diguna-kan untuk adu ketangkasan atau pamidangan domba.

Seperti dipaparkan oleh Darmoyono (2004), sejak

tahun 1960-an rutin diadakan seni ketangkasan

domba oleh Himpunan Peternak Domba dan

Kambing Indonesia (HPDKI) setiap minggu per-

tama awal bulan. Adu ketangkasan domba meru-

pakan tradisi masyarakat Sunda yang seharusnya

dipertahankan dan hak pengelolaannya harus

dikembalikan pada warga (Sanjaya, 2013). Pertan-

yaan yang kemudian muncul adalah, mengapa ke-

senian ini tidak dipromosikan oleh pemerintah,

padahal keunikannya jelas memiliki nilai jual sem-

bari melestarikan Babakan Siliwangi?

Gambar 4.3 Lukisan di Sanggar Olah dan Mitra Seni Babakan Siliwangi

Gambar 4.4 Jembatan untuk menikmati

Babakan Siliwangi

Page 21: Report Pembangunan Tanpa Mata

21

Kegiatan kreatif anak muda

Anak muda di Kota Bandung tidak ketinggalan

sebagai salah satu peran yang mengisi kehidupan

seni di hutan yang sudah semakin menyempit ini.

Baksilmove merupakan salah satu penggagas

acara kreatif untuk mengisi kehidupan seni di Ba-

bakan Siliwangi. Terakhir, gerakan Backsilmove

telah menggelar acara bertitel Aprilmove pada

tanggal 13 April 2013.

Berbagai penggiat seni, band, stand-up comedy dan

komunitas-komunitas anak lainnya secara sukarela

mengisi kegiatan di pelataran Sanggar Olah Seni Ba-

bakan Siliwangi. Tidak hanya berasal dari kota Band-

ung, namun juga dari Ibukota Jakarta.

Bukan tidak mungkin jika suatu saat nanti Babakan

Siliwangi akan kembali hidup sebagai pusat kegiatan

masyarakat kota Bandung, asalkan semua lini

masyarakat mau bergerak bersama.

Gambar 4.4 Kegiatan Anak Muda April-move di Babakan Siliwangi

Page 22: Report Pembangunan Tanpa Mata

22

Bergerak Bersama Melindungi

Babakan Siliwangi

“It is not enough to understand the natu-ral world; the point is to defend and pre-serve it.” – Edward Abbey “Tidak cukup hanya dengan memahami

lingkungan alam saja; yang terpenting

adalah melindungi dan melestari-

kannya.” – Edward Abbey

Sudah menjadi tugas bersama untuk

melindungi hutan kota terakhir di Band-

ung; Babakan Siliwangi. Tugas tersebut

adalah tanggung jawab pemerintah

serta masyarakat – dan dalam undang-

undang korporasi pun dikategorikan

dalam label “masyarakat”. Masyarakat

jelas memiliki hak-hak atas lingkun-

gannya, yakni hak atas informasi yang

benar dari pihak otoritas, hak untuk dili-

batkan dalam pengaturan lingkungan,

serta hak untuk bersuara atas nama ling-

kungannya.

Hak atas informasi Tidak ada yang lebih kuat dari isi pasal 65 ayat 2 UU Perlindungan Hidup no. 32 Tahun 2009: “Setiap orang berhak mendapatkan pen-didikan lingkungan hidup, akses infor-masi, akses partisipasi, dan akses keadi-lan dalam memenuhi hak atas lingkun-gan hidup yang baik dan se-hat.” (Pemerintah Republik Indonesia, 2009).

Dalam Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kota Band-

ung, hal tersebut dipertegas dengan pasal 117 hingga

122, yang menjelaskan bahwa Pemerintah Kota Band-

ung memiliki tanggung jawab untuk melakukan

sosialisasi peraturan perundang-undangan dan pedo-

man bidang penataan ruang. Informasi adalah hak se-

mua masyarakat, yang harus diberikan tanpa masyara-

kat harus aktif meminta. Namun benarkah pemerintah

sudah melaksanakan fungsinya?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, tim Backsil-

move mengadakan studi kuantitatif deskriptif untuk

mencari tahu apakah benar warga Kota Bandung telah

mendapatkan akses dan informasi dari pemerintah

mengenai lingkungannya.

Studi Informasi RTRW Kota Bandung Terdapat 130 partisipan yang terlibat dalam studi ini, namun 9 partisipan tidak menjawab dengan lengkap sehingga data mereka harus dibuang. Den-gan demikian, terdapat 121 data yang diolah secara statistik untuk mendapatkan kesimpulan apakah warga Bandung sudah mendapatkan akses infor-masi yang mudah akan Rencana Tata Ruang Wilayah kotanya sendiri.

Seluruh sampel adalah warga Kota Bandung, den-

gan 33.9% adalah pria dan 54.5% wanita, semen-

tara 11.6% tidak menyebutkan jenis kelamin

mereka. Mayoritas partisipan adalah mahasiswa

(50.4%) atau pelajar (30.6%). Sebagai populasi

yang cukup tersentuh dengan berbagai lini media,

seharusnya mereka dengan mudah mendapat ak-

ses informasi akan wilayah Kota Bandung. Rata-

rata usia partisipan adalah 21.56 tahun (SD= 8.591).

Page 23: Report Pembangunan Tanpa Mata

23

Kuesioner secara offline disebarkan secara langsung kepada warga dan terdiri dari 4 buah pertanyaan. Item nomor 1 berbunyi: “Apakah Anda tahu mengenai rencana perubahan tata ruang wilayah hutan kota Babakan Siliwangi?” Pertanyaan ini terkait dengan rencana diubahnya Babakan Siliwangi oleh salah satu perusahaan pengembang tempat rekreasi dan rencananya Babakan Siliwangi akan diubah menjadi restoran (Rahardjo, 2011). Hasilnya, sebesar 26.4% partisipan tahu bahwa Baksil akan dialihfungsikan. Sebesar 53.7% partisipan tahu Baksil akan diubah, tapi tidak tahu diubah jadi apa. Sebesar 19.8% partisipan tidak tahu Baksil akan diubah. Total, sebesar 73.6% partisipan tidak tahu Baksil akan diubah jadi apa, sebesar 9.9% partisipan tahu Baksil akan diubah menjadi restoran.

Item nomor 2 berbunyi: “Dari mana Anda mengetahui rencana perubahan tata ruang wilayah Babakan Siliwangi?” Pertanyaan ini terkait dengan kewajiban pemerintah yang seharusnya menjadi sumber informasi akan rencana perubahan tata ruang Babakan Siliwangi.Hasilnya, Sebanyak 47.9% partisipan mengetahui dari berita di media massa, 16.5% mengetahui dari Kampanye LSM. Sebanyak 16% mengetahui dari sumber lain (teman), dan hanya 3.3% yang mengetahui dari sosialisasi pemerintah. Artinya, pemerintah belum menjalani kewajibannya secara optimal untuk menginformasikan masyarakat mengenai lingkungannya. Item nomor 3 berbunyi: “Dari skala 1-6, seberapa mudah selama ini Anda mendapatkan ke-mudahan akses informasi mengenai tata ruang wilayah dari Pemerintah Daerah Kota Ban-dung?” Hasilnya sebanyak 31.4% partisipan mengaku kesulitan mendapat informasi RTRW dari pemkot Bandung. Hanya sebesar 10.7% yang menganggap mudah. Tidak ada partisipan yang menganggap sangat mudah mendapat info RTRW dari pemerintah (0%). Item nomor 4 berbunyi: “Apakah Anda pernah dilibatkan dalam kegiatan pemerintah untuk menggalang opini, kritik, dan saran terkait perencanaan tata ruang kota Bandung?” Hasilnya mengejutkan, sebanyak 98.3% mengaku tidak pernah dilibatkan oleh pemerintah, dan menyalahi Undang-undang RTRW Kota Bandung. Artinya, pemerintah telah menyalahi Undang-undang informasi RTRW yang telah disusun sebelumnya. Temuan studi tersebut telah membuktikan bagaimana keadilan lingkungan masyarakat Kota Bandung tidak dipenuhi seutuhnya oleh lembaga otoritas. Padahal jelas disebutkan pula dalam Permenhut no. 71 tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Hutan Kota Pasal 44, Pemer-intah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/ Kota harus mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan hutan kota.Peran serta masyarakat tersebut dapat dila-kukan sejak penunjukan, pembangunan, penetapan, pengelolaan, pembinaan dan penga-wasan. Kemudian, jika kita mengetahui kita memiliki hak yang tidak dipenuhi – akankah kita diam?

Page 24: Report Pembangunan Tanpa Mata

24

Kebebasan Bersuara Semua lini masyarakat, jelas memiliki hak un-tuk bersuara mengenai lingkungannya. Pasal 65 UU no. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lingkungan Hidup secara jelas memaparkan dalam ayat 1: Setiap orang berhak atas lingkun-gan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari hak asasi manusia. Kemudian, pada ayat 3 disebutkan setiap orang berhak mengajukan usul dan/atau keberatan terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan yang diperkirakan da-pat menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup. Terakhir, dipertegas dengan Pasal 66 yang berbunyi: “Setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak da-pat dituntut secara pidana maupun digugat se-cara perdata.”

Kita bisa bergerak bersama untuk menolak ko-mersialisasi lahan hutan kota terakhir kita di Kota Bandung: Babakan Siliwangi. Kita bisa menolak dengan berbagai cara kreatif, solutif, serta damai. Tujuannya jelas, menolak segala macam bentuk komersialisasi Babakan Sili-wangi, tidak menjadikannya restoran atau ho-tel. Pemerintah harus memiliki blueprint yang jelas untuk meningkatkan RTH di masa men-datang dan mengajak masyarakat secara aktif mengelola Babakan Siliwangi sebagai pendu-kung Tata Ruang Wilayah Kota Bandung.

Pada dasarnya, menjamin kelestarian lingkungan yang

berkelanjutan secara ekologis adalah penting karena

hal tersebut mampu meningkatkan kesehatan dan

fungsi psikologis warga untuk melakukan kegiatannya

sehari-hari (Corral-Verdugo, 2010). Maka dari itu,

diperlukan berbagai langkah gerakan bersama untuk

melindungi Babakan Siliwangi demi keuntungan yang

tidak terhitung secara moneter. Menetapkan Babakan

Siliwangi sebagai lahan yang tidak bisa diubah lagi

fungsi utamanya sebagai hutan kota adalah solusi, dan

mencapai solusi tersebut adalah pekerjaan rumah kita

bersama.

Dimulai dari langkah kecil dengan aktif berkegiatan di

Babakan Siliwangi, hingga mempertanyakan secara

kritis semua kebijakan pemerintah Kota Bandung yang

terkait di Babakan Siliwangi. Berkegiatan dan mengisi

Babakan Siliwangi dengan acara positif seperti ke-

senian adalah langkah awal yang bisa dilakukan semua

pihak untuk mempertahankan hutan kota terakhir

Bandung ini. Babakan Siliwangi bukan lagi sekedar la-

han sebesar 3,1 hektar – ia adalah penyangga nafas,

keseimbangan kota, seni, budaya, kesehatan fisik dan

jiwa warga Kota Bandung beserta anak cucunya. Jan-

gan lagi ada deru pembangunan beratasnamakan pari-

wisata, yang sebenarnya tidak memiliki mata – hanya

melihat fungsi moneter, tanpa melihat fungsi dari

sudut pandang yang lain. Pemerintah harus punya

nyali besar untuk menyelamatkan Babakan Siliwangi,

melakukan restorasi Babakan Siliwangi menjadi hutan

kota milik masyarakat Kota Bandung.

Gambar 5.1 Aksi bersuara untuk Babakan Siliwangi

Page 25: Report Pembangunan Tanpa Mata

25

Referensi

Badan Pusat Statistik. (2013, Februari 1). Perkembangan Pariwisata dan Transportasi Nasional. Berita Resmi Statistik. Badan Pusat Statistik.

Bell, P. A., Greene, T., Fisher, J., & Baum, A. S. (2001). Environmental Psychology 5th ed. New York: HartcourtBrace, Inc.

Corral-Verdugo, V. (2010). The Psychological Dimensions of Sustainability. In J. Valentin, & L. Gamez, Environmental Psychology New Developments (pp. 63-89). New York: Nova Science Publishers, Inc.

Darmoyono, L. T. (2004). Kasus Babakan Siliwangi, Suatu Proses Pembelajaran Masyarakat. 1st In-ternational Seminar National Managing Conflict in Public Spaces Through Urban Design, 2004 (pp. 1-12). Bandung: ITB.

Deloitte Global Service Ltd. (2011). Consumer 2020: Reading the signs. London: Deloitte. Edriani, A. C. (2013, Maret). Keanekaragaman Tumbuhan di Kawasan Babakan Siliwangi, Bandung,

Jawa Barat. Bandung: Program Studi Biologi Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati Institut Teknologi Bandung.

Elkind, D. (2009). Introduction. In CommunityPlaythings, The Wisdom of Play (p. 2). Community Play-things.

Forsyth, D. R. (2010). Group Dynamics. Belmont: Cengage Learning. Hartig, T., Korpela, K., Evans, G. W., & Gärling, T. (1996). Validation of a measure of perceived envi-

ronmental restorativeness. Göteborg Psychological Reports, 26(7), 1-64. Kementerian Kehutanan Republik Indonesia. (2009, Desember 10). Peraturan Menteri Kehutanan

Republik Indonesia Nomor: P.71/Menhut-II/2009 tentang Pedoman Penyelenggaraan Hutan Kota. Jakarta: Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.

Pemerintah Kota Bandung. (2011). Peraturan Daerah Kota Bandung nomor: 18 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandung tahun 2011-2031. Lembaran Daerah Kota Band-ung. Bandung, Jawa Barat: Pemerintah Kota Bandung.

Pemerintah Republik Indonesia. (2007, April 26). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Ta-hun 2007 tentang Penataan Ruang. Jakarta: Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Re-publik Indonesia.

Pemerintah Republik Indonesia. (2009). Undang-undang Republik Indonesia no. 32 tahun 2009 Ten-tang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jakarta: Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.

Rahardjo, D. P. (2011, September 27). Restoran Tetap Dibangun di Hutan Kota. Retrieved Februari 26, 2013, from Kompas.com: regional.kompas.com/read/2011/09/27/14054832/Restoran.Tetap.Dibangun.di.Hutan.Kota

Rosenow, N., & Wirth, S. (2010). Outdoor Spaces. In CommunityPlaythings, The Wisdom of Nature (p. 2). Community Playthings.

Sanjaya, T. (2013, Mei 19). (P. I. Kamil, Interviewer) Suwarni, Y. T., & Dipa, A. (2011, September 28). Bandung urban forest named RI’s first World City For-

est. Retrieved April 16, 2013, from The Jakarta Post: http://www.thejakartapost.com/news/2011/09/28/bandung-urban-forest-named-ri%E2%80%99s-first-world-city-forest.html

Unicef. (2003). Pengertian Konvensi Hak Anak . Unicef.

Page 26: Report Pembangunan Tanpa Mata

26

Apendiks 1 PETA BABAKAN SILIWANGI

Page 27: Report Pembangunan Tanpa Mata

27

Keterangan Babakan Siliwangi

diberi nomor 11. Peta diambil dari

Lampiran Rencana Tata Ruang Wilayah

Kota Bandung tahun 2011-2031 yang di-

publikasikan bebas.

Page 28: Report Pembangunan Tanpa Mata

28

Descriptive Statistics

N Mini-

mum

Ma

xim

um

Mean Std. De-

viation

1. Babakan Siliwangi adalah tempat saya kabur dari keramaian kota Bandung. 52 1 6 4.29 1.348

2. Menghabiskan waktu di sini memberikan saya istirahat sejenak dari rutinitas

sehari-hari saya.

52 1 6 4.56 1.364

3. Suasana di Babakan Siliwangi sangat menyenangkan. 52 2 6 5.08 .926

4. Perhatian saya saat mengunjungi Babakan Siliwangi terbagi ke banyak hal

yang menarik.

52 1 6 4.38 1.286

5. Saya ingin mengetahui Babakan Siliwangi lebih jauh lagi. 52 3 6 5.10 1.015

6. Saya ingin lebih mengeksplor area Babakan Siliwangi. 52 1 6 5.00 1.283

7. Saya ingin menghabiskan waktu lebih lama untuk memperhatikan sekitar

saat di Babakan Siliwangi.

52 2 6 5.02 1.057

8. Terlalu banyak hal yang terjadi di Babakan Siliwangi. 52 1 6 2.75 1.341

9. Babakan Siliwangi adalah tempat yang membingungkan. 52 1 6 4.52 1.260

10. Ada hal-hal yang mengganggu saya di Babakan Siliwangi. 52 1 6 4.27 1.586

11. Suasana di Babakan Siliwangi sangat kacau. 52 1 6 4.38 1.635

12. Saya bisa melakukan hal yang saya suka di Babakan Siliwangi. 52 2 6 4.37 1.121

13. Saya memiliki perasaan bahwa saya memang seharusnya berada di Ba-

bakan Siliwangi.

52 1 6 4.23 1.366

14. Saya memiliki rasa kebersatuan dengan Babakan Siliwangi. 52 1 6 4.25 1.341

15. Berada di Babakan Siliwangi cocok dengan kepribadian saya. 52 1 6 4.42 1.319

16. Saya bisa menemukan cara untuk nyaman dengan diri saya sendiri saat

berada di Babakan Siliwangi.

52 2 6 4.79 1.177

Valid N (listwise) 52

Apendiks 2 HASIL OLAH DATA STUDI PERSEPSI

LINGKUNGAN RESTORATIF

Page 29: Report Pembangunan Tanpa Mata

29

DATA DEMOGRAFIS PARTISIPAN STUDI PERSEPSI LINGKUNGAN RESTORATIF

One-Sample Statistics

N Mean Std. Deviation Std. Error

Mean

Usia Partisipan 52 20.81 2.843 .394

Jenis Kelamin Partisipan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Pria 33 63.5 63.5 63.5

Wanita 19 36.5 36.5 100.0

Total 52 100.0 100.0

Tempat Tinggal

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid Bandung 44 84.6 84.6 84.6

Jakarta 8 15.4 15.4 100.0

Total 52 100.0 100.0

Page 30: Report Pembangunan Tanpa Mata

30

Apendiks 3 HASIL OLAH DATA STUDI INFORMASI

RTRW BANDUNG

Pengetahuan Tata Ruang Baksil

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 1 32 26.4 26.4 26.4

2 65 53.7 53.7 80.2

3 24 19.8 19.8 100.0

Total 121 100.0 100.0

Sumber Pengetahuan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Berita Media Massa 58 47.9 47.9 47.9

Kampanye LSM 20 16.5 16.5 64.5

Lainnya 16 13.2 13.2 77.7

Sosialisasi Pemerintah 4 3.3 3.3 81.0

Tidak tahu 23 19.0 19.0 100.0

Total 121 100.0 100.0

Page 31: Report Pembangunan Tanpa Mata

31

Kemudahan Akses Informasi RTRW

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 1 18 14.9 14.9 14.9

2 38 31.4 31.4 46.3

3 35 28.9 28.9 75.2

4 17 14.0 14.0 89.3

5 13 10.7 10.7 100.0

Total 121 100.0 100.0

Melibatkan Masyarakat

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Tidak 119 98.3 98.3 98.3

Ya 2 1.7 1.7 100.0

Total 121 100.0 100.0

Page 32: Report Pembangunan Tanpa Mata

32

Backsilmove adalah organisasi independen anak muda yang bergerak secara kreatif dan

tanpa kekerasan untuk menjaga dan mempertahankan Babakan Siliwangi sebagai kawasan lindung Ruang Publik Terbuka Hijau

(RPTH) dengan fungsi ekologis, sosial, dan bu-daya secara berkelanjutan.

www.backsilmove.org